• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KONSEP, KAJIAN PUSTAKA, DAN LANDASAN TEORI

2.3 Kajian Pustaka

Beberapa penelitian terdahulu yang berkaitan dengan penamaan dan maknanya adalah sebagai berikut :

Sinaga (2010), dalam skripsinya yang berjudul Makna Nama Orang pada Masyarakat Batak Toba di Kecamatan Balige, mengatakan bahwa penelitian ini berusaha menguraikan proses (upacara) menyambut kelahiran seorang anak sampai

proses pemberian nama pada anak dalam masyarakat Batak Toba, menguraikan jenis nama dalam masyarakat Batak Toba, dan menguraikan makna dan kategorisasi makna nama orang dalam masyarakat Batak Toba yang terdapat di kecamatan Balige. Data penelitian ini adalah data lisan yang bersumber dari masyarakat Batak Toba yang berada di Kecamatan Balige. Penelitian ini menggunakan pendekatan antropolinguistik yaitu teori onomastik yang menyatakan bahwa semantik adalah ilmu yang mempelajari hubungan antara tanda-tanda linguistik dengan hal yang ditandainya. Pengumpulan data didukung oleh metode cakap yaitu percakapan dengan penutur sebagai narasumber dan teknik yang digunakan adalah teknik dasar, teknik lanjutan I, teknik lanjutan II, teknik lanjutan III, dan teknik lanjutan IV. Dari hasil pengkajian data dapat disimpulkan bahwa pemberian nama orang pada masyarakat Batak Toba di kecamatan Habinsaran dilakukan dengan cara adat istiadat (proses) berupa upacara penyambutan sampai kelahiran hingga pemberian nama. Penelitian Sinaga memberikan banyak sumbangan terhadap penelitian makna nama dalam masyarakat Minangkabau dari segi makna nama dan model analisis makna nama tersebut.

Bukit (2017), dalam skripsinya yang berjudul Makna Nama Orang pada Masyarakat Batak Karo di Kecamatan Juhar Kabupaten Karo: Kajian Antropolingustik, mengatakan bahwa pemberian nama orang pada masyarakat Batak Karo di Kecamatan Juhar dilakukan dengan cara adat istiadat dalam pemberian nama.

Penelitian ini mendeskripsikan nama makna orang pada masyarakat batak karo di kecamatan juhar kabupaten karo yang syarat-syaratnya pemberian nama, jenis nama orang, kategorisasi makna nama orang dan nilai-nilai budaya dalam nama orang pada masyarakat Batak Karo. Penelitian ini menggunakan pendekatan antropolinguistik

yang dikemukakan oleh Kridalaksana dan Beratha yang menyatakan bahwa lingusitik kebudayaan merupakan kajian tentang kedudukan dan fungsi bahasa dalam konteks sosisal dan budaya secara lebih luas yang memiliki peran untuk membentuk dan mempertahankan praktik-praktik kebudayaan dan struktur sosisal masyarakat.

Penelitian ini juga menggunakan teori onomastik yang menyatakan bahwa semantik adalah ilmu yang mempelajari hubungan antara tanda-tanda linguistik dengan hal yang ditandainya. Pengumpulan data didukung oleh metode cakap yaitu percakapan dengan penutur sebagai narasumber dan teknik yang digunakan adalah teknik dasar teknik lanjutan I, teknik lanjutan II , teknik lanjutan III, teknik lanjutan IV. Dari hasil pengkajian data dapat disimpulkan bahwa pemberian nama orang pada masyarakat Batak Karo di Kecamatan Juhar dilakukan dengan cara adat istiadat dalam pemberian nama. Jenis nama orang pada masyarakat Batak Karo di Kecamatan Juher yaitu:

Pranama, gelar kitik, dan merga. Nama-nama orang di Kecamatan Juhar mengandung makna pengharapan dan makna kenangan. Selanjutnya, nama-nama orang pada masyarakat Batak Karo di Kecamatan Juhar mengandung nilai praktis yaitu konotasi formal, konotasi non formal, konotasi kelaki-lakian, dan konotasi kewanitaan.

Penelitian ini memberi banyak sumbangan terhadap makna nama masyarakat Minangkabau yang akan dikaji peneliti.

Mungkur (2017), dalam skripsinya Makna Nama Orang dalam Masyarakat Pakpak Dairi: Kajian Antropolinguistik, mengatakan bahwa proses pemberian nama, dan nilai-nilai budaya yang berhubungan dengan nama tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan proses pemberian nama orang di kecamatan Sitellu Tali Urang Jehe. Menunjukkan makna nama orang pada masyarakat Batak Pakpak

Dairi. Menunjukkan nilai-nilai budaya yang terkandung dalam makna nama orang pada masyarakat Batak Dairi. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori Antropolinguistik. Daerah penelitian yang ditetapkan di Desa Maholida yang terdapat di kecamatan Sitellu Tali Urang Jehe. Pengumpulan data menggunakan metode cakap dengan teknik pancing, teknik cakap semuka, teknik catat, dan teknik rekam.

Kemudian, dalam menganalisa data digunakan metode padan dengan menggunakan alat penentu pertama dan ketiga. Alat yang digunakan bersifat mental yaitu daya pilah referensial. Dari penelitian ini disimpulkan bahwa makna nama di kecamatan Sitellu Tali Urang Jehe dalam bidang antropolinguistik dapat dikelompokkan menjadi tiga bagian yaitu: Makna nama situasional, makna nama pengharapan, dan makna nama kenangan.

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode kualitatif. Penelitian kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentag apa yang dialami oleh subjek penelitian misalnya perilaku, presepsi, motivasi, tindakan, dan lain-lain, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode ilmiah (Moleong, 2017:6). Penggunaan metode kualitatif dalam penelitian ini karena peneliti langsung terjun ke lapangan dengan penelitian pada beberapa orang yang paham dengan makna nama.

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

Lokasi penelitian merupakan suatu tempat atau wilayah penelitian tersebut akan dilakukan. Adapun lokasi penelitian berada di Kecamatan Luhak Nan Duo, Kabupaten Pasaman Barat, Provinsi Sumatera Barat. Daerah ini merupakan daerah penutur asli bahasa Minangkabau. Penulis menganggap tempat ini layak dijadikan lokasi penelitian karena penduduknya asli suku Minangkabau dan masih banyak masyarakat yang tahu apa makna nama yang disandang oleh mereka. Penelitian ini dilakukan setelah seminar proposal.

3.3 Data dan Sumber Data

Data penelitian ini bersumber dari data primer dan data sekunder, data primer berupa data utama yang didapatkan dari informan. Sumber data ini diperoleh melalui informan yang berhubungan dengan kepemilikan nama orang yang bersangkutan.

Sumber informasi tersebut sekaligus bahasa yang digunakan mewakili kelompok tutur di daerah atau desa yang sudah ditetapkan. Sumber data tersebut diperoleh dengan menanyakan beberapa daftar pertanyaan kepada informan di Kecamatan Luhak Nan Duo. Oleh karena itu, seorang informan harus memunyai kriteria tertentu agar informasi yang didapatkan akurat dan tidak menimbulkan keragu-raguan.

Data sekunder adalah data yang berasal dari tangan kedua atau sumber-sumber lain yang telah tersedia sebelum penelitian dilakukan. Data sekunder bisa berupa jurnal ilmiah, buletin statistik, laporan-laporan, arsip organisasi, publikasi pemerintah, informasi dari organisasi, analisis yang dibuat oleh para ahli, hasil survei terdahulu, catatan-catatan publik mengenai peristiwa-peristiwa resmi, serta catatan-catatan perpustakaan (Silalahi, 2006: 266-268).

3.4 Metode dan Teknik Pengumpulan Data

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode cakap atau lebih dikenal dengan wawancara, serta mencatat hal-hal yang perlu untuk penelitian ini.

Adanya percakapan antara peneliti dengan informan menimbulkan terjadinya kontak antar mereka. Dalam penelitian antropolinguistik, kontak tersebut dimaksudkan sebagai kontak antara peneliti dengan informan di setiap daerah pengamatan.

Agar keterangan dan data terkumpul, kita harus memilih informan yang baik untuk mendapatkan hasil yang baik pula. Adapun syarat-syarat sebagai informan menurut Mahsun, (1995:166) adalah:

a. Berjenis kelamin pria atau wanita.

b. Berusia antara 25-65 tahun (tidak pikun).

c. Orang tua, istri, dan suami informan lahir dan dibesarkan di desa itu serta jarang atau tidak memiliki mobilitas yang tinggi.

d. Berstatus sosial menengah ke atas.

e. Dapat berbahasa Indonesia.

f. Sehat jasmani dan rohani.

g. Berpendidikan minimal tamat SD atau sederajat.

h. Pekerjaannya bertani atau buruh.

i. Menguasai dialek atau bahasa yang diteliti dan mampu mempergunakannya dengan baik.

Metode cakap menggunakan teknik dasar berupa teknik pancing karena percakapan yang diharapkan sebagai pelaksanaan metode cakap itu hanya dimungkinkan muncul jika peneliti memberi pancingan pada informan untuk memunculkan gejala kebahasaan yang diharapkan peneliti (Mahsun, 1995). Selanjutnya teknik dasar tersebut dijabarkan ke dalam dua teknik lanjutan, yaitu teknik lanjutan catat semuka dan cakap tak semuka.

Teknik lanjutan cakap semuka juga didukung oleh teknik catat dan teknik rekam. Kedua teknik ini berguna untuk melengkapi data dan memperkuat data dalam pengumpulannya. Teknik catat digunakan untuk membantu dan mempermudah peneliti

dalam mengumpulkan data, kemudian digabungkan dengan teknik rekam untuk memperkuat data pada teknik catat dengan memeriksa data pada teknik rekam, di setiap daerah pengamatan. Metode cakap menggunakan teknik dasar berupa teknik pancing karena percakapan yang diharapkan sebagai pelaksanaan metode cakap itu hanya dimungkinkan muncul jika peneliti memberi pancingan pada informan untuk memunculkan gejala kebahasaan yang diharapkan peneliti (Mahsun, 1995).

Selanjutnya teknik dasar tersebut dijabarkan ke dalam dua teknik lanjutan, yaitu teknik lanjutan catat semuka dan cakap tak semuka.

Pada pelaksanaan teknik cakap semuka peneliti langsung melakukan percakapan dengan pengguna bahasa sebagai informan dengan bersumber pada pancingan yang sudah disiapkan (berupa daftar tanya) atau secara spontanitas (pancingan dapat muncul di tengah-tengah percakapan). Penelitian ini menggunakan teknik lanjutan berupa teknik tatap semuka. Peneliti langsung mendatangi setiap orang yang menjadi target penelitian dan melakukan percakapan melalui daftar pertanyaan yang telah disediakan kepada informan.

Teknik lanjutan cakap semuka juga didukung oleh teknik catat dan teknik rekam. Kedua teknik ini berguna untuk melengkapi data dan memperkuat data dalam pengumpulannya. Teknik catat digunakan untuk membantu dan mempermudah peneliti dalam mengumpulkan data, kemudian digabungkan dengan teknik rekam untuk memperkuat data pada teknik catat dengan memeriksa data pada teknik rekam.

3.5 Teknik Analisis Data

Metode dalam pengkajian data dalam penelitian “Makna Nama Orang pada masyarakat Minangkabau di Kecamatan Luhak Nan Duo” ini adalah metode padan.

Disebut metode padan karena metode ini menggunakan alat penentu referen bahasa, organ wicara, bahasa, dan mitra wicara (Sudaryanto,1993:13). Alat penentunya berada di luar, terlepas dan tidak menjadi bagian dari bahasa yang bersangkutan. Metode padan ini dapat dilakukan dengan teknik dasar yang dimaksud teknik pilah unsur penentunya. Makna nama orang pada masyarakat Minangkabau akan diketahui berkat daya pilah yang digunakan oleh peneliti.

Sub-jenis metode padan yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode referensial dengan alat penentunya bahasa dan metode pragmatis dengan alat penentunya adalah mitra wicara. Bila tercapai suatu penentuan bahwa suatu nama mengandung makna tambahan dari unsur subjektif pemakainya, nama itu termasuk sub-jenis referensial atau dilihat dari hubungannya dengan dunia luar.

Sesuai dengan teori antropolinguistik yang menyatakan kedudukan dan fungsi bahasa dalam konteks sosial dan budaya secara lebih luas memiliki perbedaan struktur sosial masyarakat, maka Minangkabau juga memiliki adanya upaya tersebut. Salah satunya adalah proses (upacara ) menyambut kelahiran hingga pemberian nama anak pada masyarakat Minangkabau.

Perumusan masalah pertama pada penelitian ini adalah mencari data. Data didapat dari hasil wawancara, pengamatan, dan dari surat kabar, majalah, dan buku yang berkaitan dengan makna nama masyarakat Minangkabau. Setelah dilakukan wawancara untuk mendukung data yang diperoleh melalui metode pengamatan.

Kemudian mencari data sekunder dengan cara menambahkan data dengan mencarinya dari dokumen tertulis (buku, majalah, dan surat kabar), setelah data didapat kemudian data tersebut dicari makna nama yang sesuai dengan kebudayaan masyarakat Minangkabau dan menunjukkan nilai-nilai budaya pada nama orang masyarakat Minangkabau.

Analisis data merupakan proses mengorganisasikan dan mengurutkan data ke dalam pola, kategori, dan satuan uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema Moleong (2006:103). Metode analisis ini juga digunakan untuk mendapatkan suatu gambaran yang jelas yang berkaitan dengan pokok permasalahan yang diteliti. Adapun prosedur dalam menganalisis data kualitatif, menurut Miles dan Huberman (1994) dalam Denzim dan Lincoln (2009:592) adalah sebagai berikut :

a. Reduksi Data, mereduksi data berarti merangkum, memilih hal-hal yang pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari tema, dan polanya. Dengan demikian data yang telah direduksi akan memberikan gambaran yang lebih jelas, mempermudah peneliti untuk melakukan pengumpulan data selanjutnya, dan mencarinya bila diperlukan.

b. Penyajian Data, setelah data direduksi, maka langkah selanjutnya adalah menyajikanan data. Dalam penelitian kualitatif, penyajian data bisa dilakukan dalam bentuk uraian singkat, bagan, hubungan antar kategori, dengan menggunakan teks yang bersifat naratif.

c. Kesimpulan atau Verifikasi, langkah ketiga dalam analisis data kualitatif adalah penarikan kesimpulan dan verifikasi. Kesimpulan awal yang dikemukakan masih bersifat sementara, dan akan berubah bila tidak ditemukan bukti-bukti yang kuat

dan mendukung pada tahap pengumpulan data berikutnya. Tetapi apabila kesimpulan yang dikemukakan pada tahap awal didukung oleh bukti-bukti yang valid dan konsisten saat peneliti kembali ke lapangan mengumpulkan data, maka kesimpulan yang dikemukakan merupakan kesimpulan yang kredibel.

3.6 Metode dan Teknik Penyajian Hasil Analisis Data

Metode penyajian hasil analisis data yang digunakan biasanya mendeskripsikan secara mendalam apa yang menjadi inti permasalahan dalam suatu penelitian sehingga siap untuk di sajikan dan dinikmati oleh para pembacanya . Metode penyajian hasil analisis data dalam penelitian ini menggunakan teknik penyajian informal. Sudaryanto mendefenisikan metode penyajian informal ini sebagai hasil analisis yang disajikan dilakukan dengan kata-kata biasa (a natural language) (Sudaryanto, 2015:240).

BAB IV PEMBAHASAN

4.1 Makna Nama Orang dalam Masyarakat Minangkabau di Kecamatan Luhak Nan Duo

Tidak ada seorang pun yang rendah maupun tinggi derajatnya yang hidup tanpa nama begitu dia lahir di dunia; tiap orang diberi nama oleh orang tuanya ketika dia lahir (Odssey dalam Stephen Ulmann, 2007:84-85). Setiap orang pasti memiliki setidaknya satu nama yang disandangnya. Nama begitu dekat dengan pemiliknya sehingga nama itu menggambarkan reputasi baik atau buruk, cerita baik, sedih, maupun bahagia di balik nama itu. Masyarakat Minangkabau memilik tiga kategori makna yaitu makna futuratif, makna situasional, dan makna kenangan.

4.1.1 Makna Nama Futuratif

Makna nama futuratif mengandung pengharapan agar kehidupan pemilik nama seperti makna namanya. Selanjutnya, Sibarani mengemukakan makna nama futuratif banyak terdapat pada nama orang, nama usaha dan nama tempat. Hal ini, mengacu pada makna nama diri pemilik nama yang mengandung pengharapan. Berikut beberapa nama yang mengandung nama futuratif dalam masyarakat Minangkabau Kecamatan Luhak Nan Duo.

1. Abdul Hafiz „hamba pelindung‟ (peduli, berani)

Dalam hal pemberian nama orang Minang sering sekali mengambil nama dari bahasa Arab. Orang tua si anak memberi nama Abdul Hafiz yang maknanya adalah „hamba

pelindung‟. Orang tua si anak mengharapkan agar kelak ia menjadi anak yang melindungi atau dapat diartikan seorang anak yang peduli.

2. Abdul Salam „hamba perdamaian‟

Nama Abdul Salam memiliki makna „hamba perdamaian‟. Makna futuratif yang terkandung dalam nama tersebut adalah semoga anak yang bernama Abdul Salam diharapkan menjadi anak laki-laki yang membawa kedamaian dan peduli kepada sesama manusia.

3. Afandi „dermawan‟

Nama Afandi adalah nama yang memiliki makna orang yang „dermawan‟. Makna futuratif yang terkandung dalam nama tersebut adalah semoga anak yang bernama Afandi menjadi orang yang dermawan, dihormati, dan membawa kebaikan.

4. Afifa „suci‟ (baik hati)

Nama di atas merupakan nama yang diambil dari bahasa Arab. Nama Afifa memunyai makna „baik hati‟. Makna yang terkandung dalam nama anak tersebut adalah semoga menjadi anak yang baik hati dan dapat menjadi contoh bagi orang lain.

5. Ahsan„baik‟

Nama di atas memunyai arti „baik‟. Makna yang terkandung dalam nama tersebut adalah makna futuratif. Orang tua memunyai harapan agar si anak kelak dapat menjadi orang yang murah hati dan pemurah kepada orang yang disekitarnya.

6. Alfiani „banyak kebaikan‟

Nama di atas merupakan nama yang memiliki makna pengharapan berupa makna futuratif. Nama Alfiani sangat sering digunakan dalam masyarakat Minang. Makna futuratif yang terkandung dalam nama tersebut adalah semoga ia kelak melakukan banyak kebaikan terhadap sesamanya.

7. Alfariz „cerdas‟

Alfariz merupakan nama yang bagus dan indah untuk anak laki-laki. Nama Alfariz berasal dari bahasa Arab, Alfariz berarti yang „cerdas‟.Nama Alfariz memiliki makna futuratif. Orang tua berharap, anak yang diberi nama Alfariz akan tumbuh dewasa menjadi laki-laki yang cerdas, berilmu, dan berwawasan luas. Hal tersebut yang melatarbelakangi pemberian nama Alfariz kepada seorang anak laki-laki.

8. Ali „tinggi, pemimpin Islam, dan mulia‟ (orang yang sangat berambisi untuk menjadi seorang pemimpin, memiliki tekad yang tinggi, memunyai karakter yang jujur dan setia).

Nama di atas merupakan kata yang diambil dari Al-qur‟an.Makna yang terkandung dalam nama tersebut yaitu semoga menjadi anak yang memiliki sifat yang mulia dan jujur. Nama di atas mengandung makna futuratif.

9. Al-Maliq „raja pemberani‟

Nama di atas merupakan makna futuratif. Harapan orang tua anak tersebut adalah agar menjadi raja yang berkuasa dan berdaulat sebagai doa agar anak tersebut menjadi laki-laki yang pemberani, dihargai dan tegas.

10. Aliya „tinggi, mulia dan terkenal‟

Nama Aliya adalah nama yang memiliki makna „tinggi,mulia, dan terkenal‟. Harapan orang tua anak tersebut adalah menjadi orang yang tinggi, mulia, dan terkenal ketika sudah dewasa nanti. Makna yang terkandung dalam nama anak tersebut adalah makna futuratif.

11. Amir „penguasa‟ (pemimpin, berkarakteristik, lembut, baik dan pekerja keras).

Harapan yang terdapat pada nama tersebut adalah makna futuratif. Harapan orang tua dalam nama di atas yaitu semoga hidup dengan jiwa berkepemimpinan dan pekerja keras.

12. Ani „pintar dan bermartabat‟

Nama di atas memunyai makna„pintar dan bermartabat‟. Harapan yang terkandung dalam nama tersebut adalah semoga anak yang bernama Ani menjadi anak perempuan yang pintar dan menjaga martabat keluarga. Makna yang terkandung dalam nama anak tersebut adalah makna futuratif.

13. Asilah „harum‟

Nama Asilah adalah nama yang memiliki makna „harum‟. Makna futuratif yang terkandung dalam nama tersebut adalah semoga anak yang bernama Asilah menjadi anak perempuan yang menyebarkan keharuman namanya dan nama keluarganya.

14. Asyraf „ mulia‟

Nama Asyraf adalah nama yang memiliki makna „mulia‟. Makna futuratif yang terkandung dalam nama tersebut adalah semoga anak yang bernama Asyraf menjadi orang yang mulia. Diharapkan anak tersebut menjadi „orang yang terhormat, lebih baik, dan lebih terpuji di bandingkan orang lain‟.

15. Atika „aku datang padamu‟

Nama orang Minang identik nama-nama yang berasal dari bahasa Arab, uniknya kata ini ada pada arti dan maksud nama Atika yang memiliki makna „aku datang padamu‟.

Orang tuanya berharap agar si anak menjadi anak yang taat kepada Tuhan yang maha kuasa.

16. Aulia„pemimpin‟

Aulia memiliki makna „pemimpin‟. Nama Aulia merupakan nama yang diberikan kepada anak perempuan. Harapan orang tuanya agar anak perempuan tersebut tumbuh dewasa menjadi perempuan yang memiliki jiwa kepemimpinan yang tinggi, semangat yang besar, sehingga mampu menjadi penolong dan teman yang baik. Hal tersebut yang melatarbelakangi pemberian nama Aulia.

17. Azizah„bijaksana‟

Nama Azizah adalah nama yang memiliki makna „bijaksana‟. Makna futuratif yang terkandung dalam nama tersebut adalah semoga anak yang bernama Azizah menjadi perempuan yang menjaga harga diri, dan bijaksana.

18. Azmi „memunyai kelebihan‟

Azmi berarti seseorang yang „memunyai kelebihan‟.Orang tua memberikan nama ini biasanya kepada anak perempuan mereka dengan harapan agar anak perempuan tersebut tumbuh menjadi anak yang memunyai banyak kelebihan ketika ia dewasa nanti.

Kelebihan yang diharapkan orang tuanya adalah kelebihan yang positif dan membanggakan.

19. Azyan Alilah„perhiasan‟

Azyan Alilah memiliki makna „perhiasan dan wangi‟. Orang tua memberikan nama di atas kepada seorang anak perempuan dengan harapan agar anak tersebut menjadi anak perempuan yang berharga, menarik, dan cantik.

20. Baharuddin „memiliki wawasan yang luas‟

Baharuddin artinya laki-laki yang „beriman dan memiliki wawasan yang luas‟. Nama ini diberikan dengan harapan agar anak tersebut bisa menjadi anak yang beriman dan berwawasan yang luas serta mampu menjadi pemimpin di tengah-tengah masyarakat.

21. Chairunnisa„perempuan yang baik‟

Nama Chairunnisa adalah nama yang memiliki makna „wanita yang baik‟. Makna futuratif yang terkandung dalam nama tersebut adalah semoga anak yang bernama Chairunnisa menjadi anak perempuan yang baik bagi orang lain.

22. Fahreza„tangguh‟

Fahreza merupakan nama Islam yang diberikan kepada anak laki-laki. Nama ini berasal dari bahasa Arab, Fahreza memiliki makna „tangguh‟. Nama ini diberikan orang tua kepada anak mereka dengan harapan dan doa agar anaknya akan tumbuh dan dewasa menjadi laki-laki yang kuat, tangguh, gagah, dan perkasa seperti seorang ksatria‟. Hal tersebutlah yang melatarbelakangi pemberian nama Fahreza.

23. Fahruddin„pemimpin agama‟

Nama di atas diberikan kepada seorang anak laki-laki.Fahruddin memiliki makna

„pemimpin agama‟. Harapan yang terkandung dalam nama tersebut adalah agar anak tersebut menjadi pemimpin agama yang bijaksana. Makna yang terdapat dalam nama anak tersebut adalah makna futuratif.

24. Faisal„penengah‟

Faisal memiliki makna „penengah‟. Nama di atas diberikan kepada seorang anak laki-laki. Pemberian nama di atas didasarkan pada harapan orang tuanya agar anak tersebut tumbuh menjadi anak yang bijaksana dan mampu mencari jalan keluar untuk menyelesaikan konflik di masa yang akan datang.

Faisal memiliki makna „penengah‟. Nama di atas diberikan kepada seorang anak laki-laki. Pemberian nama di atas didasarkan pada harapan orang tuanya agar anak tersebut tumbuh menjadi anak yang bijaksana dan mampu mencari jalan keluar untuk menyelesaikan konflik di masa yang akan datang.

Dokumen terkait