• Tidak ada hasil yang ditemukan

Latar Belakang Masalah

PROFIL KABUPATEN BATU BARA

5. Daerah Administratif

1.1 Latar Belakang Masalah

Setiap daerah di Indonesia memiliki karakteristik yang berbeda-beda. Perbedaan ini dapat dilihat dari demografi, potensi sumber daya alam dan sumber daya manusia, aksebilitas serta kekuasaan dalam pengambilan keputusan dan aspek potensi daerah. Kondisi tersebut memungkinkan pertumbuhan suatu wilayah sering kali tidak seimbang dengan wilayah lainnya. Selain kondisi demografi, ketimpangan pembangunan juga sebagai akibat dari besarnya peran pemerintah pusat dalam pengambilan keputusan dan peran pemerintah daerah yang hanya sebagai perpanjangan tangan pemerintah pusat yang sangat dominan. Terkonsentrasinya pembangunan dan pelayanan publik dipusat terutama didaearah pulau Jawa menimbulkan ketidakmerataan atau ketimpangan pembangunan. Ketimpangan ini mengakibatkan adanya kesenjangan antara kesejahteraan masyarakat di pulau Jawa dengan yang di luar pulau Jawa. Ketimpanagn pembangunan antara daerah terus terjadi dan bahkan meningkat apabila tidak adanya implikasi atau kebijakan dari pemerintah dalam menurunkan ketimpangan tersebut.

Sentralisasi menimbulkan berbagai permasalahan didaerah yang sangat serius. Pertama, proses pembangunan daerah secara keseluruhan menjadi kurang efisien dan ketimpangan pembangunan antar daerah semakin besar. Sistem pembangunan yang terpusat menghasilkan kebijakan yang seragam dengan mengabaikan perbedaan dan variasi potensi daerah. Kedua,

alokasi sumber daya nasional, terutama dana pembangunan daerah. Hal ini ditunjukkan pada daerah yang kaya akan sumber daya alam, namun tingkat kesejahteraannya ternyata masih sangat rendah dan ketinggalan dibandingkan daerah lain.1

Adanya ketidakadilan didstribution of income dan tidak adanya sharing of power merupakan masalah utama yang dapat mengancam integrasi bangsa Indonesia. Permasalahan tersebut membuat pemerintah transisi pada saat itu harus menanggapi dan merespon berbagi tuntutan yang ada.2 B.J. Habibie yang menjadi Presiden pada saat itu (yang sebelumnya menjabat sebagai Wakil Presiden pada masa Pemerintahan Presiden Soeharto ), pada masa kepemimpinannya, telah membuat perubahan terutama dalam bentuk Undang-Undang, diantaranya dalam bidang Pemerintahan Daerah. Perubahan dilakukan dengan mencabut Undang Undang Nomor 5 tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan di Daerah dan menggantikannya dengan UU Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah yang dibuat sebagai tanggapan terhadap permasalahan yang ada.3

Sejak diberlakukannya UU No. 22 Tahun 1999 yang tentang Pemerintah Daerah dan kemudian direvisi dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004, Indonesia yang memakai azas desentralisasi dalam menyelenggarakan sistem pemerintahannya telah menciptakan sistem baru yang memberikan kesempatan dalam penyelenggaraan otonomi daerah. Otonomi daerah Pelaksanaan UU No. 22 Tahun 2009 dimulai pada Januari 2000 dengan diterapkannya pemilihan Kepala Daerah dengan sistem paket langsung dan dilakukan oleh DPRD tanpa adanya intervensi dari pemerintah pusat (dalam hal ini Departemen Dalam Negeri).

1

Sjafrizal, 2014, “Perencanaan Pembangunan Daerah Dalam Era Otonomi”, Jakarta:Rajawal Press, hlm 107.

2

Lihat Utomo, Warsito, 2000, “Kemandirian Daerah Menuju Pelaksanaan Otonomi Daerah Sesuai dengan Undang-

Undang No. 22 dan 25 tahun 1999” dalam Ismulyadi, dkk, Otonomi Daerah Demokrasi dan Civil Society, Forum

Komunikasi Keluarga Mahasiswa Rokan Hulu, Yogyakarta, hlm 22. 3

dapat diartikan sebagai hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.4

Sejak diberlakukannya UU No. 22 Tahun 1999 yang tentang Pemerintah Daerah dan kemudian direvisi dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004, salah satu fenomena yang terjadi dari penerapan otonomi daerah adalah terkait dengan pemekaran daerah. Hal ini sudah menjadi sebuah kewajaran ketika pemekaran daerah dapat melaksanakan tujuan penting dari Hakikat otonomi daerah adalah upaya pemberdayaan daerah dalam pengambilan keputusan daerah secara lebih leluasa dan bertanggung jawab untuk mengelola sumber daya alam yang dimilikinya sesuai dengan kepentingan, prioritas, dan potensi daerah yang dimilkinya.

Dalam UU No. 32 Tahun 2004 dijelaskan bahwa pemerintahan daerah diberikan hak seluas-luasnya untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan nya menurut asas otonomi. Pemberian otonomi kepada daerah diarahkan untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan pelayanan, pemberdayaan dan peran serta masyarakat yang juga akan menigkatkan demokratisasi didaerah. Semangat Otonomi daerah itu sendiri salah satunya bermuara pada keinginan daerah untuk memekarkan diri yang kemudian diatur dalam PP 129/2000 tentang Persyaratan Pembentukan, dan Kriteria Pemekaran, Penghapusan dan Penggabungan Daerah. Dalam prakteknya, pemekaran daerah jauh lebih mendapat perhatian dibandingkan penghapusan ataupun penggabungan daerah. Dalam Peraturan Pemerintah tersebut, daerah berhak mengusulkan pemekaran terhadap daerahnya selama telah memenuhi syarat teknis, administratif, dan fisik dengan tujuan untuk mensejahterakan masyarakat yang ada diwilayahnya.

4

pemekaran daerah. Diharapkan dengan terbentuknya Daerah Otonom Baru (DOB), percepatan proses pertumbuhan demokrasi dan pembangunan dapat menyentuh serta menjangkau segenap aspek kehidupan masyarakat hingga kedaerah-daerah.

Menurut J.Kalloh, pemekaran daerah atau yang lebih dikenal dengan pembentukan daerah otonom baru, bahwa daerah otonom baru tersebut diharapkan mampu memanfaatkan peluang yang lebih besar dalam mengurus dirinya sendiri, terutama berkaitan dengan pengelolaan sumber-sumber pendapatan asli daerah, sumber daya alam, dalam rangka meningkatkan kesejahteraan dan pelayanan kepada masyarakat setempat yang lebih baik.5

Pentingnya pemekaran wilayah pada hakekatnya adalah upaya menciptakan pemerintahan yang lebih efektif dan efisien serta berdaya guna demi mewujudkan percepatan peningkatan kesejahteraan masyarakat. Dengan demikian, pembangunan dan pengembangan otonomi dalam masa transisi ini adalah mengembangkan prakarsa dari dalam (inward looking),

menumbuhkan kekuatan-kekuatan baru dari masyarakat (autonomous energies) sehingga intervensi dari luar termasuk dari pemerintahan terhadap masyarakat harus merupakan proses pemberdayaan dalam rangka mengelola pembangunan untuk mengantisipasi perubahan dan peluang yang lebih luas.Sejatinya, kebijakan pemberian otonomi daerah dan desentralisasi yang luas, nyata, dan bertanggung jawab kepada daerah merupakan langkah strategis dalam dua hal. Pertama, otonomi daerah dan desentralisasi merupakan jawaban aras permasalahan lokal bangsa Indonesia berupa ancaman desintegrasi bangsa, kemiskinan, ketidakmerataan pembangunan, rendahnya kualitas hidup masyarakat, dan masalah pembangunan sumber daya manusia (SDM).

5

J.Kaloh.2007. Mencari Bentuk Otonomi Daerah, Suatu Solusi Dalam Menjawab Kebutuhan Lokal dan Tantangan Global. Jakarta : PT. Rineka Cipta Hal.60

Kedua, otonomi daerah dan desentralisasi fiscal merupakan langkah strategis bangsa Indonesia menuju era globalisasi ekonomi dengan memperkuat basis perekonomian daerah.6

Secara sosial-politik, ada banyak faktor yang melatarbelakangi maraknya pemekaran daerah di Indonesia. Dalam berbagai kajian akademis telah dijelaskan bahwa motivasi utama pemekaran selama ini banyak muncul dari tuntutan daerah. Adapun faktor-faktor yang menguatkan daerah untuk melakukan pemekaran, antara lain :7

- Kebutuhan untuk pemerataan ekonomi daerah yang menjadi salah satu alasan populer untuk memekarkan daerah.

- Kondisi geografis yang luas sehingga pengelolaan pemerintahan dan pelayanan publik menjadi tidak efektif.

- Perbedaan basis identitas yang muncul karena masyarakat yang berdomisili di daerah pemekaran merasa memiliki komunitas budaya tersendiri yang berbeda dengan komunitas budaya daerah induk.

- Konflik komunal sebagai akibat dari kekacauan kekacauan politik yang tidak dapat diselesaikan

- Adanya insentif fiskal yang dijamin oleh Undang-Undang bagi daerah hasil pemekaran melalui Dana Alokasi Umum, Dana Bagi Hasil Sumber Daya Alam dan Pendapatan Asli Daerah.

Dalam undang-undang tentang pemerintahan daerah, pemekaran daerah ditujukan untuk beberapa hal, antara lain sebagai berikut :

6

Mardiasmo, Krisis Moneter Indonesia, Seminar Pendalaman Ekonomi Rakyat, (Jakarta: 2002),. 77

Lihat R. Alam Surya Putra, “Pemekaran Daerah di Indonesia: Kasus di Wilayah Penelitian IRDA, Makalah Seminar

Internasional Percik ke-7 (Salatiga, 2006) dalam H. Abd. Halim, Politik Lokal: Pola, Aktor & Alur Dramatikalnya,

- Mewujudkan efektivitas penyelenggaran Pemerintahan Daerah - Mempercepat peningkatan kesejahtreraan masyarakat

- Mempercepat peningkatan kualitas pelayanan publik - Meningkatkan kualitas tata kelola pemerintahan

- Meningkatkan daya saing nasional dan daya saing daerah - Memelihara keunikan adat istiadat, tradisi dan budaya daerah.

Berdasarkan alasan tersebut, beberapa daerah mulai tertarik untuk mengajukan pembentukan daerah otonom baru bagi wilayahnya. Studi yang dilakukan oleh Badan Perencanaan Pembangunan Nasional bekerja sama dengan United Nation Development Programme (2000) menemukan bahwa terjadi peningkatan daerah otonom yang cukup signifikan sejak tahun 1999. Pada tahun 2004, pemerintah Provinsi telah bertambah dari 26 menjadi 34 Provinsi dan pemerintah kabupaten/kota meningkat dari 303 menjadi 517 kabupaten/kota. Dengan rentan waktu 13 tahun, proses pemekaran daerah terus berlangsung hampir setiap tahun dan menghasilkan 222 daerah otonom baru.

Sejatinya pemekaran wilayah bertujuan untuk mempercepat pembangunan guna meningkatkan kesejahteraan. Namun apabila pemekaran wilayah Kabupaten dan Kota hanya didasarkan pada kepentingan elit-elit politik tidak sejalan dengan semangat pemberian otonomi kepada daerah. Akibatnya pemekaran Kabupaten banyak menimbulkan kompleksitas permasalahan, bahkan menimbulkan dampak negative ditingkat daerah, seperti;8

1. Menguatnya etnosentrisme yang memungkinkan munculnya konflik antar etnis dan agama (sentiment suku, agama, ras dan antar golongan), menguatnya feodalisme lokal, meningkatnya korupsi ditingkat lokal, konflik anta relit atau antar penduduk dari etnis yang sama kaibat dari adanya perbedaan kepentingan serta tidak adanya perubahan pelayanan public.

2. Lebih banyak bernuansa etnisitas, politis, dan perasaan di anak tirikan.

3. Bersifat etnisitas (kesukubangsaan) dibandingkan dengan pertimbangan nasional seperti tuntukan perbaikan pelayanan administrasi pemerintahan.

Pada sisi lain, banyak daerah otonom baru (DOB) hasil pemekaran di Indonesia mengalami kegagalan dalam mengimplementasikan kebijakan dalam bidang politik, ekonomi, sosial budaya sesuai tuntutan dan harapan masyarakat. Pada umumnya daerah otonom baru gagal dalam hal;

1. Membangun struktur dan infrastruktur politik.

2. Memberantas korupsi, kolusi, dan nepotisme/KKN dan menjalankan pemerintahan demokratis.

3. Meningkatkan Pendapatan Asli Daerah/PAD dan Produk Domestik Regional Bruto/PDRB

8

Rifdan, “Implementasi Kebijakan Pemekaran Daerah Dalam Mendukung Integritas Nasional Di Kabupaten Luwu Timur”. Jurnal Administrasi Publik, Volume 1 No. 1 Thn 2010 hlm 24

4. Meningkatkan pelayanan dan Kesejahteraan masyarakat 5. Mengurangi kesenjangan sosial dan budaya, dan

6. Pengembangan nilai-nilai budaya masyarakat lokal.9

Fokus dari pelaksanaan Otonomi daerah atau pemekaran daerah merupakan cara supaya sebuah daerah dapat melaksanakan kemajuan dan perubahan terarah dan efisien yang dilaksanakan oleh daerah itu sendiri. Diharapkan melalui adanya otonomi daerah, pemerintah didaerah bisa lebih cepat dan tanggap dalam melaksanakn dan mengambil tindakan yang berhubungan untuk memajukan daerah tersebut. Oleh karena itu pelaksanaan otonomi daerah disebuah daerah dapat dikatakan berhasil apabila salah satu indikator yakni pembangunan meningkat dan mengalami perubahan. Begitu halnya dengan indikator-indikator keberhasilan pemerintah didaerah dalam melaksanakan otonomi daerah.

Seiring dengan dengan perkembangan dinamika diberbagai daerah Pemekaran wilayah juga banyak dialami di Propinsi Sumatera Utara. Provinsi ini merupakan salah satu propinsi di Indonesia yang mempunyai peranan yang besar terhadap jalannya pembangunan nasional. Dalam menciptakan kemandirian daerah pemekaran wilayah sebagai impelementasi kebijakan otonomi daerah. Kabupaten Batu Bara merupakan salah satu hasil pemekaran dari Kabupaten Asahan.

Pembentukan Kabupaten Batubara didasari dengan adanya aspirasi masyarakat untuk pembentukan Kabupaten Batu Bara yang disampaikan BP3KB dan GEMKARA ( Gerakan Masyarakat Menuju Kabupaten Batu Bara ) dan Inisiatif dari DPR. Pembentukan Kabupaten Batu Bara sebagai Daerah Otonom Baru dilandasi dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2007

9

yang secara resmi ditetapkan sebagai Daerah Otonom Baru pada tanggal 2 Januari 2007, dengan Ibukota nya Lima Puluh yang bercita-cita untuk memakmurkan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya dengan melaksanakan program-program pembangunan yang fokus dan sasarannya ialah kesejahteraan masyarakat.

Kabupaten Batu Bara sebagai daerah otonom baru memiliki tujuh (7) Kecamatan diantaranya, yaitu Kecamatan Medang Deras, Kecamatan Sei Suka, Kecamatan Air Putih, Kecamatan Lima Puluh, Kecamatan Talawi, Kecamatan Tanjung Tiram, dan Kecamatan Sei Balai dengang luas 92.220 ha (hektare). Wilayah Kabupaten Batu Bara dengan luas 92.220 Ha yang mempunyai potensi wilayah yang dapat dikembangkan sebagai sektor pertanian dan perkebunan, dan sektor industri dengan keberadaan PT. INALUM, PT.Multimas Nabati dan PT. Domba Mas. Beberapa alasan yang mendasari sehingga mengajukan pembentukan Pemerintahan Kabupaten Batu Bara sebagai daerah otonom baru adalah; Pertama, peraturan perundang- undangan mengenai pemerintahan daerah yang berlaku saat ini (Undang-Undang No.32 Tahun 2004 dan Peraturan Pemerintah No 129 Tahun 2000) memberikan kemungkinan untuk dilakukannya pemekaran satu daerah otonom menjadi beberapa daerah otonom baru. Kedua, pemekaran kabupaten menjadi daerah otonom baru dari Kabupaten induknya, yaitu Kabupaten Asahan dipandang akan membawa berbagai keuntungan bagi masyarakat, seperti fasilitas sosial, ekonomi dan finansial untuk kepentingan kesejahteraan masyarakat pada masa depan. Ketiga, tuntutan masyarakat untuk memperoleh pelayanan yang lebih baik dengan semakin sedikirtnya birokrasi yang harus dilalui dalam memperoleh pelayanan public. Keempat, keinginan masyar akat dan pemerintah daerah untuk mengelolasumber daya dan potensi daerah dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Kabupaten Batu Bara secara geografis berbatasan langsung dengan selat Malaka, kondisi Kabupaten Batu Bara sebelum pemekaran akan dijelaskan dalam beberapa tabel berikut:

Tabel 1.2

Rasio Pasar Per 10.000 Penduduk

No. Kecamatan Jumlah Penduduk Jumlah Pasar 1 Tanjung Tiram 59.004 3 2 Sei Balai 34.111 2 3 Talawi 54.087 2 4 Lima Puluh 84.818 9 5 Air Putih 46.609 3 6 Sei Suka 51.116 2 7 Medang Deras 44.970 3

Sumber; Asahan Dalam Angka 2006

Berdasarkan tabel 1.2 menunjukkan bahwa sebelum dimekarkan menjadi sebuah daerah otonom baru, terdapat 24 pasar yang melayani kebutuhan penduduk di daerah yang akhirnya menjadi bagian dari kehidupan masyarakat Kabupaten Batu Bara. Dengan terbatasnya pasar didaerah yang bukan merupakan Ibukota Kabupaten membuat masyarakat kesulitan dalam memenuhi kebutuhan pokoknya.

Tabel 1.3

Rasio Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), Sekolah Menengah Atas (SMA) Per Penduduk Usia Sekolah

No. Tingkatan Sekolah Jumlah Penduduk Usia Sekolah Jumlah Sekolah 1 SD 53.645 238 2 SMP 12.620 38 3 SMA 6.267 17

Sumber: BPS Kabupaten Asahan Tahun 2006

Berdasarkan data diatas, jumlah sekolah yang melayani usia sekolah di wilayah Kabupaten Batu Bara sebelum dimekarkan menjadi daerah otonom masih dianggap minim, terutama fasilitas Sekolah Menengah Atas yang minim dibandingkan dengan jumlah partisipasi sekolahnya yang mencapai 6257 orang.

Tabel 1.4

Fasilitas Kesehatan Per 10.000 Penduduk

No. Kecamatan Jumlah Penduduk Jumlah Fasilitas Kesehatan (Puskesmas) 1 Tanjung Tiram 59.004 1 2 Sei Balai 34.111 1 3 Talawi 54.087 1 4 Lima Puluh 84.818 2

5 Air Putih 46.609 1

6 Sei Suka 51.116 1

7 Medang Deras 44.970 1

Sumber BPS Kabupaten Asahan Tahun 2006

Tabel 1.5

Tenaga Medis Per 10.000 Penduduk

No. Kecamatan

Jumlah Penduduk

Jumlah Tenaga Medis Dokter/(Bidan/Perawat) 1 Tanjung Tiram 59.004 2 \ 31 2 Sei Balai 34.111 4 \ 23 3 Talawi 54.087 5 \ 33 4 Lima Puluh 84.818 5 \ 64 5 Air Putih 46.609 4 \ 24 6 Sei Suka 51.116 3 \ 43 7 Medang Deras 44.970 3 \ 38

Sumber BPS Kabupaten Asahan Tahun 2006

Berdasarkan tabel 1.4 dan 1.5 menunjukkan bahwa fasilitas kesehatan dan juga tenaga medis yang ada di Kabupaten Batu Bara sebelum pemekaran masih terbatas. Hal ini tentunya menghambat masyarakat di daerah Kabupaten Batu Bara untuk mendapatkan pelayanan kesehatan yang layak. Tercatat hanya terdapat puskesmas ataupun klinik yang melayanani masalah kesehatan masyarakat. Ini menyebabkan, untuk mendapatkan pelayanan kesehatan dari sebuah rumah sakit harus berkunjung ke Ibu Kota Kabupaten.

Tabel 1.6

Persentase Penduduk Yang Bekerja

No. Daerah

Jumlah Angkatan Kerja

Jumlah Penduduk Yang Bekerja

1 Cakupan Wilayah Batu Bara 152.126 141.508

Sumber BPS Kabupaten Asahan Tahun 2006

Dari tabel 1.6 menunjukkan bahwa sebagian besar penduduk di daerah Kabupaten Batu Bara sebagian besar penduduk di daerah Kabupaten Batu Bara memiliki pekerjaan. Sebanyak 93,02% penduduk daerah Kabupaten Batu Bara bekerja dan pengangguran di wilayah Kabupaten Batu Bara sebesar 6,98%. Dikarenakan terdapat beberapa wilayah Industri, maka ini menunjukkan besar penduduk di daerah Batu Bara masih berprofesi menjadi buruh/karyawan. Dari berbagai data diatas, dapat disimpulkan bahwa kesejahteraan masyarakat wilayah Kabupaten Batu Bara masih tergolong minim sebelum dimekarkan menjadi sebuah daerah otonom. Hal ini juga mendorong masyarakat menginginkan adanya pemekaran daerah menjadi suatu wilayah otonom berpisah dari daerah Induk yaitu Kabupaten Asahan agar terciptanya peningkatan kesejahteraan masyarakat.

Seiring dengan adanya desentralisasi kepada Kabupaten Batu Bara untuk mengurus rumah tangganya sendiri, maka akan diikuti dengan adanya desentralisasi politik yang memberikan kewenangan lembaga politik didaerah untuk turut serta mengatur rumah tangganya secara mandiri. Untuk itu lembaga-lembaga politik dikabupaten Batu Bara memiliki peran yang sangat vital dalam mewujudkan tujuan pemekaran Kabupaten Batu Bara.

Untuk itu dalam tulisan ini, Penulis akan menganalisis kondisi serta masalah mengenai kesejahteraan masyarakat di Kabupaten Batu Bara setelah ditetapkan menjadi sebuah daerah otonomi baru. Disamping itu, peran dari lembaga-lembaga politik yang ada dikabupaten Batu Bara dalam mewujudkan kesejahteraan masyarakat akan dikaji juga dalam penelitian ini. Usaha- usaha yang dilakukan lembaga-lembaga politik menjadi tertarik bagi penulis untuk diteliti. Melalui berbagai uraian dan penjelasan diatas, Penulis mengangkat judul penelitian “ Analisis Kesejahteraan Masyarakat Pasca Pemekaran Daerah ( Studi Pada Kabupaten Batu Bara)

Dokumen terkait