• Tidak ada hasil yang ditemukan

PROFIL KABUPATEN BATU BARA

5. Daerah Administratif

1.6 Kerangka Teor

1.6.1 Otonomi Daerah dan Pemekaran Daerah

1.6.1.1 Otonomi Daerah

Pemberlakuan sistem otonomi daerah merupakan amanat yang diberikan oleh Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945) Amandemen Kedua tahun 2000 untuk dilaksanakan berdasarkan undang-undang yang dibentuk khusus untuk mengatur pemerintahan daerah. UUD 1945 pasca amandemen itu mencantumkan permasalahan pemerintahan daerah dalam Bab VI, yaitu Pasal 18, Pasal 18A, dan Pasal 18B. Sistem otonomi daerah sendiri tertulis secara umum dalam Pasal 18 untuk diatur lebih lanjut oleh undang- undang. Pasal 18 ayat (2) menyebutkan, “Pemerintahan daerah provinsi, daerah kabupaten, dan kota mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan.” Selanjutnya, pada ayat (5) tertulis, “Pemerintahan daerah menjalankan otonomi seluas-luasnya kecuali urusan pemerintahan yang oleh undang-undang ditentukan sebagai urusan pemerintah pusat.” Dan ayat (6) pasal yang sama menyatakan, “Pemerintahan daerah berhak menetapkan peraturan daerah dan peraturan-peraturan lain untuk melaksanakan otonomi dan

tugas pembantuan.”4 Secara khusus, pemerintahan daerah diatur dalam Undang- Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah.

Namun, karena dianggap tidak sesuai lagi dengan perkembangan keadaan, ketatanegaraan, dan tuntutan penyelenggaraan otonomi daerah, maka aturan baru pun dibentuk untuk menggantikannya. Pada 15 Oktober 2004, Presiden Megawati Soekarnoputri mengesahkan Undang- Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (UU Nomor 32 Tahun 2004) memberikan definisi otonomi daerah sebagai berikut;

Otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.”10

Daerah otonom, selanjutnya disebut daerah, adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas wilayah yang berwenang mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.” UU Nomor 32 Tahun 2004 juga mendefinisikan daerah otonom sebagai berikut;

11

Visi otonomi daerah itu sendiri dapat dirumuskan dalam tiga ruang lingkup interaksinya yang utama, yaitu: politik, ekonomi, serta sosial dan budaya. Dalam bidang politik, karena otonomi daerah adalah buah dari kebijakan desentralisasi dan demokrasi, maka ia harus dipahami sebagai sebuah proses untuk membuka ruang bagi lahirnya Kepala Pemerintahan

10

Indonesia (b), Undang-Undang Tentang Pemerintahan Daerah, No. 32 Tahun 2004, LN No. 125 tahun 2004, TLN No. 4437, ps. 1

11 Ibid

daerah yang dipilih secara demokratis. Dibidang ekonomi, otonomi daerah harus menjamin lancarnya pelaksanaan kebijakan ekonomi nasional didaerah. Serta terbukanya peluang bagi pemerintah daerah mengembangkan kebijakan regional dan lokal untuk mengoptimalkan pendayagunaan potensi ekonomi didaerahnya. Dalam bidang sosial dan budaya, otonomi daerah harus dikelola sebaik mungkin demi menciptakan dan memelihara harmoni sosial dan pada saat yang sama memelihara nilai-nilai lokal.12

Berbicara tentang pemekaran wilayah, tentu saja tidak dapat terlepas dari desentralisasi sebagai wujud dari tuntutan akan penerapan prinsip-prinsip demokrasi dalam kehidupan bernegara, khususnya ditingkat daerah, karena salah salah satu prinsip demokrasi yang sejalan dengan ide desentralisasi adalah adanya partisipasi dari masyarakat. Agar masyarakat dan elit politik daerah mampu mengembangkan daerahnya sendiri dan mempunyai kewenangan lebih untuk daerahnya.13

Sesuai dengan Undang-Undang No.33 pasal 4, 5, dan 6 sumberpendanaan Pemerintah Daerah Kebupaten dan Kota untuk memenuhikebutuhan belanja pemerintah daerahnya dalam pelaksanaan kegiatannyaadalah sebagai berikut :

Sejalan dengan bergulirnya pelaksanaan otonomi daerah di tanah air,setiap Pemerintah Kabupaten dan Kota melakukan berbagai pembenahanmenuju kearah terselenggaranya otonomi di masing-masing daerah Kabupatendan Kota. Hal yang sangat penting dalam menjawab berbagai isu dalamimplementasi otonomi daerah tersebut adalah tersedianya sistem danmekanisme kerja organisasi perangkat daerah.

12

M. Ryaas Rasyid, “Otonomi Daerah : Latar Belakang dan Masa Depannya” dalam Samsyuddin Haris (editor) Desentralisasi dan Otonomi Daerah Desentralisasi, Demokratisasi, Akuntabilitas Pemerintahan Daerahhlm 10-11 13

Meizer Malanesia, Makalah yang disampaikan dalam Program TKL khusus, dalam sekolah pasca sarjana/ s3, desentralisasi dan Demokrasi, dalam diposting oleh 3 September 2015 pukul 22.00

1. Pemerintah Daerah Kabupaten/ Kota dapat memperoleh dana dari sumber-sumber yang dikategorikan Pendapatan Asli Daerah (PAD).

2. Memperoleh transfer danadari APBN yang dialokasi kan dalam bentuk dana perimbangan yang terdiri dari bagi hasil pajak, bagi hasil bukan pajak, DAU dan DAK. Pengalokasian dana perimbangan ini selain ditujukan untuk memberikan kepastian sumber pendanaan APBD, juga bertujuan untuk mengurangi/memperkecil perbedaan kapasitas fiscal antar daerah.

3. Daerah memperoleh penerimaan dari sumber lainnya seperti bantuan dana kontijensi dan bantuan dana darurat.

4. Menerima pinjaman dari dalam dan luar negeri.

Tujuan utama penyelenggaraan otonomi daerah adalah untuk mampu meningkatkan pertumbuhan daerah dan secara khusus untuk kepentingan pemerataan daerah. Sehingga inilah sebenarnya tujuan utama dari otonomi daerah tersebut. Para ahli banyak yang menggambarkan tentang tujuan dari otonomi, salah satunya seperti:

a. Menurut Mardiasmo:melihat tujuan otonomi untuk meningkatkan pelayanan publik dan memajukan perekonomian daerah. Pada dasarnya terkandung tiga misi utama pelaksanaan otonomi daerah yaitu: (1) meningkatkan kualitas dan kuantitas pelayanan publik dan kesejahteraan masyarakat, (2) menciptakan efisiensi dan efektivitas pengelolaan sumber daya daerah, dan (3) memberdayakan dan menciptakan ruang bagi masyarakat untuk berpartisipasi dalam proses pembangunan.

b. Menurut Deddy S.B. & Dadang Solihin: Tujuan peletakan kewenangan dalam penyelenggaraan otonomi daerah adalah peningkatan kesejahteraan rakyat, pemerataan dan keadilan, demokratisasi dan penghormatan terhadap budaya lokal dan memperhatikan

potensi dan keanekaragaman daerah. Dengan demikian pada intinya tujuan otonomi daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan cara meningkatkan pelayanan publik kepada masyarakat dan memberdayakan masyarakatuntuk berpartisipasi dalam proses pembangunan.

Otonomi daerah berarti pemberian kewenangan kepada daerah dalam pengolahan sumber daya daerahnya dalam peningkatan kesejahteraan masyarakatnya, akan tetapi kondisi ini tentu saja akan memberikan dampak negatif ataupun positif kepada masyarakat. Secara umum otonomi daerah akan memberikan dampak:14

1. Setiap daerah bisa memaksimalkan potensi masing-masing. a. Dampak Positif:

2. Pembangunan untuk daerah yang punya pendapatan tinggi akan lebih cepat berkembang. 3. Daerah punya kewenangan untuk mengatur dan memberikan kebijakan tertentu.

4. Adanya desentralisasi kekuasaan.

5. Daerah yang lebih tau apa yang lebih dibutuhkan di daerah itu, maka diharapkan dengan otonomi daerah menjadi lebih maju.

6. Pemerintah daerah akan lebih mudah mengelola sumber daya alam yang dimilikinya, jika SDA yang dimiliki daerah telah dikelola secara optimal maka PAD dan pendapatan masyarakat akan meningkat.

7. Dengan diterapkannya sistem otonomi dareah, biaya birokrasi menjadi lebih efisien.

pada pukul 19:24 WIB

8. Pemerintah daerah akan lebih mudah untuk mengembangkan kebudayaan yang dimiliki oleh daerah tersebut. (Kearifan lokal yg terkandung dalam budaya dan adat istiadat daerah).

b. Dampak Negatif :

1. Daerah yang miskin akan sedikit lambat berkembang.

2. Tidak adanya koordinasi dengan daerah tingkat satu karena merasa yang punya otonomi adalah daerah Kabupaten/Kota.

3. Kadang-kadang terjadi kesenjangan sosial karena kewenangan yang di berikan pemerintah pusat kadang-kadang bukan pada tempatnya.

4. Karena merasa melaksanakan kegiatannya sendiri sehingga para pimpinan sering lupa tanggung jawabnya.

Selain karena kurangnya kesiapan daerah-daerah yang tidak kaya akan sumber daya dengan berlakunya otonomi daerah, dampak negatif dari otonomi daerah juga dapat timbul karena adanya berbagai penyelewengan dalam pelaksanaan Otonomi Daerah tersebut.

Berbagai penyelewengan dalam pelaksanan otonomi daerah:

1. Adanya kecenderungan pemerintah daerah untuk mengeksploitasi rakyat melalui pengumpulan pendapatan daerah.

Keterbatasan sumberdaya dihadapkan dengan tuntutan kebutuhan dana (pembangunan dan rutin operasional pemerintahan) yang besar. Hal tersebut memaksa Pemerintah Daerah menempuh pilihan yang membebani rakyat, misalnya memperluas dan atau meningkatkan objek pajak dan retribusi. Padahal banyaknya pungutan hanya akan menambah biaya ekonomi yang akan merugikan perkembangan ekonomi daerah. Pemerintah daerah yang terlalu intensif memungut

pajak dan retribusi dari rakyatnya hanya akam menambah beratnya beban yang harus ditanggung warga masyarakat.

2. Penggunaan dana anggaran yang tidak terkontrol

Hal ini dapat dilihat dari pemberian fasilitas yang berlebihan kepada pejabat daerah. Pemberian fasilitas yang berlebihan ini merupakan bukti ketidakarifan pemerintah daerah dalam mengelola keuangan daerah.

3. Rusaknya Sumber Daya Alam

Rusaknya sumber daya alam ini disebabkan karena adanya keinginan dari Pemerintah Daerah untuk menghimpun pendapatan asli daerah (PAD), di mana Pemerintah Daerah menguras sumber daya alam potensial yang ada, tanpa mempertimbangkan dampak negatif/kerusakan lingkungan dan prinsip pembangunan berkelanjutan (sustainable development). Selain itu, adanya kegiatan dari beberapa orang Bupati yang menetapkan peningkatan ekstraksi besar- besaran sumber daya alam di daerah mereka, di mana ekstraksi ini merupakan suatu proses yang semakin mempercepat perusakan dan punahnya hutan serta sengketa terhadap tanah. Akibatnya terjadi percepatan kerusakan hutan dan lingkungan yang berdampak pada percepatan sumber daya air hampir di seluruh wilayah tanah air. Eksploitasi hutan dan lahan yang tak terkendali juga telah menyebabkan hancurnya habitat dan ekosistem satwa liar yang berdampak terhadap punahnya sebagian varietas vegetasi dan satwa langka serta mikro organisme yang sangat bermanfaat untuk menjaga kelestarian alam.

4. Bergesernya praktik korupsi dari pusat ke daerah

Praktik korupsi di daerah tersebut terjadi pada proses pengadaan barang-barang dan jasa daerah (procurement). Seringkali terjadi harga sebuah barang dianggarkan jauh lebih besar dari harga barang tersebut sebenarnya di pasar.

5. Pemerintahan kabupaten juga tergoda untuk menjadikan sumbangan yang diperoleh dari hutan milik negara dan perusahaan perkebunaan bagi budget mereka.15

Bertitik tolak dari asumsi tersebut, maka keberhasilan pelaksanaan program Pemerintah Daerah, khususnya yang dilakukan oleh dinas di daerah yang memiliki akses langsung dengan kegiatan ekonomi masyarakat adalah relevan dijadikan indikator pertumbuhan ekonomi masyarakat. Dengan catatan bahwa bila program tersebut dalam dua tahun anggaran terakhir berhasil dilaksanakan, maka akan berdampak terhadap kemajuan ekonomi masyarakat di masa yang akan datang. Demikian sebaliknya apabila program tersebut dalam dua tahun anggaran terakhir gagal dilaksanakan (tidak mencapai sasaran) Pelaksanaan Desentralisasi Dalam Otonomi Daerah

Pelaksanaan desentralisasi dalam otonomi daerah dapat dilihat dari dua aspek, yaitu: aspek output dan aspek outcomes kebijakan. Kedua aspek tersebut memiliki ukuran atau indikator yang berbeda dalam penilaian keberhasilan.

1. Output Otonomi daerah dan desentralisasi

Output kebijakan desentralisasi dapat dilihat dari beberapa aspek antara lain: a. Pertumbuhan ekonomi masyarakat

Untuk mengetahui apakah program Pemerintah Daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi dalam otonomi daerah adalah dari sejauh mana dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi masyarakat. Asumsinya adalah intervensi Pemerintah Daerah masih memegang peranan penting dalam mendukung pertumbuhan ekonomi masyarakat di daerah. Tanpa program pembangunan ekonomi yang konkret dari Pemerintah Daerah, sukar bagi daerah untuk mengalami kemajuan di bidang ekonomi.

15

maka dampaknya bagi kemajuan ekonomi masyarakat negatif (rendah). Bidang-bidang yang dapat dijadikan indikator dalam pertumbuhan ekonomi masyarakat, misalnya: perkembangan sektor pertanian, perkembangan sektor pertambangan dan energi, perkembangan sektor industri, perkembangan sektor pariwisata, dan lain-lain.

b. Peningkatan kualitas pelayanan publik

Untuk melihat sejauh mana dampak pelaksanaan desentralisasi dalam otonomi daerah dapat dilihat dari kualitas pelayanan publik. Beberapa pelayanan yang sering diberikan oleh Pemerintah Daerah kepada masyarakat, antara lain: pelayanan bidang pertanian, pelayanan bidan pertambangan dan energi, pelayanan bidang perindustrian, pelayanan bidang pariwisata, seni, budaya, dan lain-lain.

c. Fleksibilitas program pembangunan

Fleksibilitas program pembangunan berkenaan dengan kemampuan aparat pelaksana memahami tuntutan masyarakat, tidak kaku dalam memahami prosedur dan aturan-aturan formal, mengedepankan kepentingan masyarakat di atas kepentingan pribadi, peka terhadap ketidakadilan dan ketidakpuasan yang berkembang di masyarakat, dan dalam setiap langkah dan tindakan berusaha melakukan penyesuaian terhadap perkembangan kebutuhan masyarakat.

Dalam konteks analisis ini, pertanyaan yang relevan diajukan adalah: apakah aparat pemerintah daerah dan instansi teknis (dinas) memiliki keleluasaan (discretion of power) dalam mengelola bidang urusan pemerintah yang diterimanya

2. Outcomes Desentralisasi dalam Otonomi daerah a. Peningkatan partisipasi masyarakat

Dengan diserahkannya sebagian besar urusan pemerintahan di daerah, diharapkan masyarakat bisa mengambil bagian (partisipasi aktif) mulai dari perencanaan, pelaksanaan, sampai pada pengawasan dan pemeliharaan hasil pembangunan.

Secara apriori, konsep partisipasi yang dikehendaki oleh desentralisasi dalam otonomi daerah kelihatannya terlampau muluk untuk bisa direalisasikan. Sebab, selama ini (peran pemerintah terlampau dominan) yang menempatkan masyarakat tidak lebih sebagai objek pembangunan atau pihak yang hanya penonton.

b. Efektivitas pelaksanaan koordinasi

Koordinasi adalah proses pengintegrasian tujuan-tujuan dan kegiatan-kegiatan dari satuan yang terpisah (unit-unit atau bagian-bagian) suatu organisasi untuk mencapai tujuan organisasi secara efisien. Tanpa koordinasi individu-individu dan bagian-bagian akan kehilangan pandangan tentang peran mereka dalam organisasi. Mereka akan mengejar kepentingannya masing-masing yang khas, seringkali dengan mengorbankan tujuan organisasi. Namun, kebutuhan akan koordinasi tergantung pada sifat dan perlunya komunikasi dari tugas-tugas yang dilakukan dan ketergantungan berbagai sub unit yang melaksanakan tugas-tugas tersebut. Koordinasi juga bermanfaat bagi pekerjaan yang tidak rutin dan tidak diperkirakan sebelumnya, dimana pekerjaan-pekerjaan ketergantungannya tinggi. Kebutuhan koordinasi dapat dibedakan dalam tiga keadaan, yaitu: (a) kebutuhan koordinasi atas ketergantungan kelompok (pooled interdependence); (b) kebutuhan koordinasi atas ketergantungan sekuensial (sequential interdependence), dan (c) kebutuhan koordinasi atas ketergantungan timbal balik (reciprocal interdependence).

Ketergantungan kelompok terjadi apabila unit organisasi tidak tergantung satu sama lain untuk melaksanakan pekerjaan sehari-hari, tetapi tergantung pada prestasi yang memadai dari setiap unit demi tercapainya hasil akhir. Sedang, kebutuhan koordinasi atas ketergantungan sekuensial, terjadi pada suatu unit organisasi yang harus melaksanakan kegiatan (aktivitas) terlebih dahulu sebelum unit-unit selanjutnya dapat bertindak. Sementara, ketergantungan timbal balik terjadi apabila melibatkan hubungan saling memberi dan menerima dan saling menguntungkan diantara unit-unit.

Dalam proses pelaksanaan berbagai kegiatan bidang urusan otonomi, terutama dalam hal pelaksanaan program pembangunan, terdapat beberapa unit organisasi yang saling terkait dan melibatkan hubungan secara fungsional yaitu antara lain: Walikota/Bupati (Kepala daerah), organisasi dinas (instansi teknis), Bappeda, dan Kepala Bagian Keuangan, Sekretaris Daerah. Setiap program kerja tahunan dinas daerah, sebelum disetujui oleh Walikota/Bupati (Kepala Daerah) terlebih dahulu diteliti oleh Bappeda dan Bagian Keuangan.16

Dokumen terkait