• Tidak ada hasil yang ditemukan

Latar Belakang Masalah

Pendidikan merupakan wahana atau alat untuk meningkatkan sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas karena sumber daya manusia yang berkualitas sangat diperlukan dalam kancah kehidupan di era persaingan global. Salah satu upaya peningkatan pendidikan yang dilakukan oleh pemerintah, yakni didukung dengan dikeluarkannya Undang-Undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas) bab II pasal 3 bahwa;

Pendidikan nasional berfungsi untuk mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

Melalui pendidikan nasional diharapkan dapat meningkatkan kemampuan, mutu kehidupan, dan martabat bangsa Indonesia sehingga diharapkan dapat menghasilkan manusia terdidik yang beriman, berbudi pekerti luhur, disiplin, berpengetahuan, berketerampilan, dan memiliki rasa tanggung jawab.

Sekolah merupakan salah satu lembaga pendidikan yang diharapkan dapat merealisasikan dan mewujudkan tujuan pendidikan nasional, tujuan kurikuler, tujuan institusi maupun tujuan pembelajaran. Hal yang perlu dicatat adalah bahwa belajar merupakan kegiatan individual, yakni kegiatan yang sengaja dipilih secara sadar karena seseorang mempunyai tujuan individual tertentu. Kesadaran mengenai hal ini akan sangat menentukan sikap dan pandangan belajar di sekolah yang pada akhirnya akan menentukan bagaimana seseorang belajar di sekolah.

Belajar di institusi pendidikan khususnya sekolah dituntut tidak hanya mempunyai keterampilan teknis tetapi juga mempunyai efikasi diri yang baik dan motivasi yang kuat untuk mampu mencapai prestasi belajar yang diinginkan, karena

menurut Friedman dan Schustack (2002) “...jika orang tidak yakin dapat memproduksi hasil yang mereka inginkan, mereka akan memiliki sedikit motivasi untuk bertindak”(hlm.283). Menurut Bandura (dalam Friedman dan Schustack, 2002), “self efficacy adalah ekspektasi–keyakinan (harapan) tentang seberapa jauh seseorang mampu melakukan satu perilaku dalam suatu situasi tertentu”(hlm.283). Namun, realita pendidikan saat ini menunjukkan bahwa efikasi diri siswa masih rendah sehingga belum mampu mencapai prestasi belajar yang optimal. Hal ini ditunjukkan dengan perilaku menyontek yang sering dan bahkan selalu muncul di saat proses belajar mengajar.

Perilaku menyontek adalah perbuatan yang dilakukan oleh seseorang secara ilegal atau curang untuk tujuan yang dianggap benar, yang bertujuan memperoleh suatu keberhasilan atau menghindari kegagalan dalam menyelesaikan tugas akademik terutama yang berkaitan dengan evaluasi hasil belajar.

Banyak faktor yang mempengaruhi prestasi belajar. Menurut Slameto mengatakan bahwa faktor yang mempengaruhi prestasi belajar ada dua yaitu faktor internal meliputi, jasmani (terdiri atas kesehatan dan cacat tubuh) dan faktor psikologis (terdiri atas tingkat intelegensi, minat, bakat, motif kematangan dan kelelahan), sedangkan yang lainnya adalah faktor eksternal meliputi faktor keluarga (terdiri atas cara orang tua mendidik, relasi antar anggota keluarga, suasana rumah tangga serta keadaan ekonomi keluarga), faktor sekolah (terdiri atas metode mengajar, kurikulum, relasi guru dengan siswa, disiplin siswa, keadaan gedung dan tugas rumah), serta faktor kegiatan masyarakat terdiri dari kegiatan siswa dalam masyarakat, teman bergaul,dan bentuk kehidupan masyarakat(1995).

Faktor dari dalam diri siswa yang ikut berperan dalam menentukan prestasi belajar siswa salah satunya adalah faktor motivasi belajar. Menurut Sardiman A.M (2007), “… motivasi dapat dikatakan sebagai keseluruhan daya penggerak di dalam diri siswa yang menimbulkan kegiatan belajar, yang menjamin kelangsungan dari kegiatan belajar dan yang memberikan arah pada kegiatan belajar, sehingga tujuan yang dikehendaki oleh subyek belajar itu dapat tercapai”(hlm.75).

Motivasi belajar merupakan kondisi psikologis yang turut menentukan keberhasilan siswa, dengan adanya motivasi yang positif, siswa akan bergerak untuk melakukan aktifitas belajar. Mengingat pentingnya motivasi dalam belajar, maka di

yang positif di setiap kesempatan, terutama dalam proses pembelajaran di kelas agar timbul gairah untuk belajar. Namun yang menjadi persoalan adalah setiap siswa mempunyai motivasi belajar dengan alasan yang berbeda dan intensitas yang berbeda, ada yang kuat dan ada yang lemah. Motivasi belajar yang lemah dapat ditunjukkan dengan siswa yang malas belajar, tidak tekun dalam mengerjakan tugas, terkadang ada beberapa siswa yang hanya meminjam tugas yang sudah selesai dikerjakan oleh teman, dan tidak mau bertanya walaupun sering mengalami kesulitan belajar.

Menurut Kreitner&Kinichi (2003) yang menyatakan ”Self-efficacy adalah keyakinan seseorang mengenai peluangnya untuk berhasil mencapai tugas tertentu”(hlm.169). Efikasi diri membantu siswa menentukan pilihan dalam melakukan tindakan yang mencakup cara memilih kesempatan yang paling baik di dalam menyelesaikan tugas. Efikasi diri yang tinggi menunjukkan kemampuan siswa yang bisa mengikuti pelajaran dengan baik, sedangkan efikasi diri yang rendah menunjukkan tidak siapnya siswa dalam mengikuti pelajaran sehingga semakin tinggi efikasi diri semakin tinggi pula kemampuan siswa dalam menguasai pelajaran.

Selain faktor motivasi belajar dan efikasi diri, faktor lain yang menentukan prestasi belajar adalah pola asuh orang tua. Menurut Hurlock mengatakan bahwa pola asuh pada orang tua ada tiga macam yaitu pola asuh otoriter, pola asuh demokratis dan pola asuh laissez-faire(2004). Pola asuh yang diberikan orang tua kepada anak- anaknya tidak hanya berpengaruh pada perilaku anak melainkan akan berpengaruh pula pada proses belajar anak sehingga berdampak pula pada pencapaian prestasi belajarnya. Pola asuh yang terlalu keras kepada anak akan membuat anak menjadi tertekan dan akan berdampak buruk pada psikis anak yang selanjutnya berpengaruh pada belajarnya di rumah maupun di sekolah, sedangkan pola asuh yang terlalu lunak akan menyebabkan anak menjadi seenaknya sendiri dan kurang mempunyai tanggung jawab dan disiplin dalam proses belajar sehingga pencapaian prestasi belajarnya juga kurang optimal. Oleh karena itu, pola asuh orang tua juga sangat penting peranannya di dalam proses belajar anak di rumah yang berakibat pada pencapaian prestasi belajar di sekolah.

Berdasarkan survai yang dilakukan peneliti di SMA Negeri 1 Jogonalan Kabupaten Klaten, menunjukan bahwa tingkat efikasi diri kelas XI tergolong masih kurang, baik dalam sikap maupun tindakannya seperti tidak mengerjakan tugas rumah,

belajarnya juga tergolong lemah terhadap pelajaran akuntansi dilihat dari sikap mereka saat menerima pelajaran akuntansi dan dari hasil tugas yang diberikan oleh guru yang hasilnya kurang begitu memuaskan. Selain itu pola asuh orang tua mereka di rumah yang beraneka ragam turut mempengaruhi sikap dan tanggung jawab mereka dalam hal belajar.

Begitu pula dengan hasil belajar akuntansi yang belum optimal terbukti dengan nilai ulangan harian yang belum merata dan masih terdapat beberapa siswa yang memperoleh nilai yang di bawah standar ketuntasan belajar, yakni di bawah 70. Belum optimalnya hasil belajar akuntansi tersebut bukan tanggung jawab sekolah saja, melainkan tanggung jawab bersama antara sekolah, siswa, orang tua, dan masyarakat.

Berdasarkan latar belakang di atas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian terhadap siswa SMA Negeri 1 Jogonalan dengan judul “PENGARUH MOTIVASI BELAJAR, EFIKASI DIRI SISWA DAN POLA ASUH ORANG TUA TERHADAP PRESTASI BELAJAR AKUNTANSI SISWA KELAS XI SMA NEGERI 1 JOGONALAN KABUPATEN KLATEN TAHUN 2011/2012”.

Dokumen terkait