• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pendidikan adalah bimbingan atau pimpinan secara sadar oleh pendidik terhadap perkembangan jasmani dan rohani terdidik menuju terbentuknya kepribadian yang utama.2 Pendidikan pada dasarnya adalah usaha sadar untuk menumbuhkan potensi sumber daya manusia peserta didik dengan cara mendorong dan memfasilitasi kegiatan belajar mereka sesuai dengan tujuan pendidikan. Dalam Undang-undang dasar 1945 telah disebutkan, bahwa setiap warga negara berhak untuk mendapatkan pendidikan di Indonesia, hal ini menunjukkan bahwasanya pendidikan dewasa ini dalam perspektif masa depan. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional (sisdiknas) Bab I ketentuan Umum Pasal I Ayat 1 berbunyi:

“Pendidikan adalah Usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dalam proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Maka dari itu orang tua harus berperan aktif dalam pendidikan anaknya”.

Namun dalam realitanya, benarkah kegiatan pendidikan itu memang dirancang dan dilaksanakan dengan kesadaran-kesadaran penuh, demi mempersiapkan generasi muda yang nantinya mampu menghadapi tantangan hidupnya di masa depan. Pendidikan di Indonesia terbagi dalam tiga jalur utama, yaitu formal, nonformal dan informal. Pendidikan juga dibagi ke dalam empat jenjang yaitu anak usia dini (paud), sekolah dasar (SD)/Madrsah Ibtidaiyah (MI), sekolah menengah (SMP/SMA)/Madrsah

Tsanawiyah (MTs), Madrasah Aliyah (MA)dan perguruan Tinggi (PT)/Perguruan Tinggi Islam (PTAI).

Sekolah dasar atau Madrasah Ibtida’iyah (MI) merupakan contoh pendidikan dasar yang ada di Indonesia. Sekolah Dasar atau Madrasah Ibtida’iyah merupakan pendidikan dasar awal sebelum memasuki pendidikan menegah. Mengingat pentingnya pendidikan dasar di SD/MI, ada berbagai konsekuensi yang ditimbulkan, diantarannya pemerintah senantiasa berupaya untuk meningkatkan kualitas dan relevansi pendidikan dasar melalui beberapa hal seperti pengembangan kurikulum, peningkatan profesional guru, pengembangan kualitas dan keunggulan pendidikan dasar dan pengembangan sarana bahan ajar.3

Fiqih merupakan suatu ilmu yang mempelajari bermacam-macam syariat atau hukum Islam dan berbagai macam aturan hidup bagi manusia, baik yang bersifat individu maupun yang berbentuk masyarakat sosial. Kata fiqih (هقف (secara bahasa punya dua makna. Makna pertama adalah al-fahmu almujarrad (مهفلا رجملاّد) yang artinya kurang lebih adalah mengerti secara langsung atau sekedar mengerti saja. Makna yang kedua adalah al-fahmu addaqiq (مهفلا قيقدلا) yang artinya adalah mengerti atau memahami secara mendalam dan lebih luas. Sedangkan secara terminologi fiqih ialah memahami atau mengetahui hukum-hukum syari’at seperti halal, haram, wajib, sunah, dan mubah nya sesuatu hal dengan cara atau jalannya ijtihad.4

3 Mohamad Ali, Pendidikan Untuk Pembangunan Nasional, (Bandung:IMTIMA, 2009),hal. 33

Mata pelajaran fiqih dalam kurikulum MI merupakan salah satu mata pelajaran agama yang diarahkan untuk mempersiapkan peserta didik mengenal, memahami, menghayati dan mengamalkan hukum Islam yang kemudian menjadi dasar pandangan hidupnya melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, pelatihan, serta penggunaan pengalaman.5 Fiqih juga merupakan bagian dari pembelajaran agama Islam yang mampu mengarahkan dan menghantarkan peserta didik ke fitrah yang benar dalam hal beribadah, muamalah dan syari’ah Islam. Oleh karena itu, Fiqih sangat diperlukan baik untuk kehidupan sehari-hari maupun dalam menghadapi kemajuan zaman sehingga Fiqih sangat perlu dibekalkan kepada setiap peserta didik sejak MI.

Pendidikan tidak pernah terlepas dari peran seorang guru yang merupakan fasilitator dalam terjadinya suatu proses pembelajaran bagi anak didiknya. Guru adalah tokoh sentral dalam proses pembelajaran, perubahan pribadi dan paradigma guru lah yang merupakan salah satu faktor yang dapat berpengaruh terhadap keberhasilan perubahan sebuah pendidikan.6

Dalam proses pembelajaran, banyak hal yang perlu dipersiapkan dengan baik oleh guru maupun siswa, dari segi metode maupun media yang antara lain sebagai alat pendukung untuk mencapai tujuan pembelajaran. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi semakin mendorong upaya-upaya pembaharuan dalam pemanfaatan hasil-hasil teknologi dalam proses belajar. Dengan adanya era digital, penyampaian informasi didalam proses belajar mengajar pada dunia pendidikan dapat di jangkau

5 Ifaul Badi’atuz Zahro’, Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Index Card Match untuk Meningkatkan Hasil Belajar Fiqih Peserta didik Kelas V MIN Pandansari Ngunut Tulungagung Tahun 2014/2015, (Tulungagung:Skripsi Tidak di Terbitkan), hal. 4

dengan mudah oleh adanya kemajuan alat teknologi yang modern, seperti halnya Media Pembelajaran melalui alat elektronik, internet, dan lain sebagainya, sehingga memudahkan guru memenuhi tujuan proses pembelajaran dalam kegiatan belajar mengajar. Proses belajar mengajar pada hakikatnya adalah proses komunikasi, yaitu proses penyampaian pesan dari sumber pesan melalui saluran/media tertentu ke penerima pesan, pesan, sumber pesan, saluran/media dan penerima pesan adalah komponen- komponen proses komunikasi. Pesan yang dikomunikasikan adalah isi ajaran maupun didikan yang ada dalam kurikulum, sumber pesannya bisa guru, siswa, orang lain ataupun penulis buku dan produser media; salurannya media pendidikan dan penerima pesannya adalah siswa atau juga guru7.

Berdasarkan observasi yang telah dilakukan oleh peneliti pada tanggal 7 Oktober 2016 di MI Al-Hidayat yang berlokasi di Pakis Kabupaten Malang, yakni madrasah ibtidaiyah yang dinaungi oleh lembaga Nahdlatul Ulama, yang mana dalam sebuah yayasan membawahi 3 lembaga madrasah meliputi, TK, MI, SMP merupakan madrasah satu-satunya yang memiliki fasilitas ruang lab komputer jaringan lengkap beserta wifi untuk menunjang kegiatan pembelajaran untuk siswa-siswinya.

Berkaitan dengan hasil observasi yang telah dilakukan oleh peneliti, pada kenyataannya jika dilihat tentang sebuah pemanfaatan Media Pembelajaran di MI Al-Hidayat pada kelas I, II dan III pengajar belum mengoptimalkan dalam memanfaatkan media dengan baik. Hal ini terlihat dari metodologi guru fikih kelas I, II dan III MI

7Arief S. Sadirman,dkk. “MEDIA PENDIDIKAN Pengertian, Pengembangan dan Pemanfaatannya”. (Jakarta: PT Grafindo Pesrsada. 1986).hlm 11.

Hidayat Pakis Malang belum menggunakan Media Pembelajaran IT dalam pembelajaran Fikih pada kelas I (A, B), II (A, B) dan III (A, B) MI Al-Hidayat Pakis Malang, selain itu juga terdapat kendala-kendala pada saat proses pembelajaran fikih sedang berlangsung. Diantaranya permasalahan tersebut tampak pada Media Pembelajaran yang digunakan ialah media pendukung berupa gambar (visual) yang mana media pendukung berupa gambar yang kurang bervariatif dan terbatas,.selain itu media pendukung fikih berpa gambar yang telah tersedia relatif terlalu kecil jika dilihat

dari jarak jauh, sehingga bisa disimpulkan bahwasanya media gambar tersebut masih

belum cukup maksimal untuk dijadikan sebagai bahan pendukung Media Pembelajaran

dalam menjelaskan secara keseluruhan dari materi-materi fikih di MI, selain itu dalam

menjelaskan beberapa materi, pendidik juga melakukan pratik secara sederhana

bersawa peserta didik yaitu dengan cara pendidik mengajak peserta didik untuk

melakukan gerakan yang dipraktikkan pendidik. Seperti pada bab berwudhu pada siswa

kelas MI dan bab shalat fardhu pada kelas dua. Rendahnya pemahaman siswa pada

kelas I, II dan III pada materi berwudhu adzan, iqamah, shalat fardhu dan puasa

ramadhan. Hal ini terlihat pada beberapa siswa yang belum berhasil menacapai kriteria

ketuntasan minimum (KKM) yang telah ditetapkan sekolah. Nilai standart untuk mata

pelajaran Fikih pada kelas I, II dan III yakni 72.8 Hal ini terlihat dari hasil nilai fikih

pada ujian tengah semester sebelum dilakukannya pretes dan post tes, diantaranya: dari

jumlah kelas 33 siswa yang tergolong belum mencapai nilai standart KKM yaitu 72

8 Hasil wawancara dengan Bapak Samsul Ibat, S. Pd (Kepala Sekolah MI Al-Hidayat Pakis Malang) pada tanggal 7 Oktober 2016, pukul 08.00 WIB.

sebanyak 20 siswa di kelas IA, semntara untuk kelas I B dari jumlah 34 siswa yang

belum mencapai nilai standar KKM sebanyak 18 siswa. Pada kelas IIA yang belum

bisa mencapai nilai standart KKM yaitu sebesar 72 ialah sebanyak 18 dari jumlah 32

siswa. Pada kelas IIB terdapat 19 siswa yang masuk pada kategori belum bisa mencapai

nilai standart KKM dari jumlah 32 siswa. Sementara untuk kelas III ialah kelas yang

paling banyak masuk pada kategori siswa yang belum bisa mencapai nilai standart

KKM fikih yaitu 72. Pada kelas IIIA yaitu sebanyak 25 siswa dari jumlah 29 belum

bisa mencapai nilai standart KKM fikih sedangkan untuk kelas IIIB 25 dari jumlah 27

siswa yang belum mencapai standart KKM yang ditetapkan sekolah. Berdasarkan hasil

wawancara yang telah dilakukan peneliti pada beberapa guru fikih kelas I dan II,

diantaranya terdapat kendala- kendala yang menghambat penyampaian pendidik dalam

pembelajaran fikih diantaranya ialah jam pelajran fikih yang ditetapkan 2x dalam 1

minggu, dirasa masih terlalu singkat jika dihadapkan pada materi-materi fikih yang

sudah ditetapkan.pada kelas rendah dengan tahapan membaca dan menulis, jika

dihadapkan pada soal yang panjang seperti pada ujian tengah semster, peserta didik

masih kebingungan dalam menjawab soal.

Hal ini diperjelas dengan pernyataan yang disampaikan oleh Bu Ruulu’ifah selaku walikelas dan sekaligus pengajar Fiqih di kelas II MI Al-Hidayat Pakis Malang, beliau berkata bahwasannya:

“Jika dilihat dari segi nilai Fiqih, berdasarkan hasil ujian tengah semester kemarin mbk, anak-anak rata-rata sudah bagus, tapi yang masih menjadi persoalan mbak, beberapa siswa masih bingung jika mereka dihadapkan sama soal, padahal mereka sudah bisa membaca dan menulis, ada kalanya waktu

mengerjakan dengan bentuk soal yang panjang juga masih bingung dalam memahmainya. (Wawancara,14 Oktober 2016)”.9

Selain itu dari sisi karakteristik materi fikih yang cenderung menuntut peserta

didik untuk banyak mengahafal bacaan doa serta memahami detail sub bahasan yang

tersedia. Maka dengan rendahnya tingkat pemahaman siswa pada pembelajaran fiqih

diperlukan adanya sebuah desain pembelajaran yang menarik, salah satunya ialah

peserta didik bisa menerima penyampaian pendidik dengan mudah. Penggunaan media pengajaran dalam proses belajar mengajar dapat membangkitkan keinginan dan minat yang baru, membangkitkan motivasi dan rangsangan kegiatan belajar, dan bahkan membawa pengaruh-pengaruh psikologis terhadap siswa. Penggunaan media pengajaran pada tahap orientasi pengajaran akan sangat membatu keefektifan proses pembelajaran dan penyampaian pesan dari isi pelajaran pada saat itu. Disamping membangkitkan motivasi dan minat siswa meningkatkan pemahaman, menyajikan data dengan menarik dan terpercaya, memudahkan penafsiran data dan memadatkan informasi.

Sejalan dengan dengan uraian ini, Yunus dalam bukunya Attarbiyatu watta’liim mengungkapkan sebagai berikut,

“Media pengajaran paling besar pengaruhnya bagi indera dan lebih dapat menjamin pemahaman orang yang mendengarkan saja tidaklah sama tingkat pemahamannya dan lamanya bertahan apa yang dipahaminya dibandingkan dengan mereka yang melihat, dan mendengarkannya. Selanjutnya, Ibrahim menjelaskan betapa pentingnya media pengajaran bahwasanya media pengajaran membawa dan membangkitkan rasa senang dan gembira bagi murid-murid dan

9Hasil wawancara dengan Ibu Ruulu’ifah (Wali kelas IIA dan Pengajar Bidang Studi Fiqih Kelas IIA MI Al-Hidayat) Pada tanggal 14 Oktober 2016, pukul 09.00 WIB.

memperbaharui semangat mereka...membantu memantapkan pengetahuan pada benak para siswa serta menghidupkan pelajaran”

Kedudukan media pengajaran ada dalam komponen metode mengajar sebagai salah satu upaya untuk mempertinggi proses interaksi guru-siswa dan interaksi siswa dengan lingkungan belajarnya. Oleh sebab itu fungsi utama dari media pengajaran adalah sebagai alat bantu mengajar, yakni menunjang penggunaan metode mengajar yang dipergunakan guru. Melalui penggunaan media pengajaran diharapkan dapat mempertinggi kualitas proses belajar-mengajar yang pada akhirnya dapat mempengaruhi kualitas hasil belajar siswa. Beberapa jenis media yang biasa digunakan dalam kegiatan pendidikan dan pengajaran dapat digolongkan menjadi media grafis, media fotografis, media tiga dimensi, media proyeksi, media audio dan lingkungan sebagai media pengajaran.10

Berdasarkan permasalahan yang ditemukan di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa dalam memahamkan pembelajaran Fiqih kepada siswa diperlukan sebuah desain pembelajaran yang menarik dan tidak membosankan, khususnya pada siswa dengan tahapan berpikir konkret, yakni pada usia sekitar 7-11 tahun atau duduk di bangku kelas I-III di tingkat dasar (SD/MI). Seyogyanya siswa dapat menghafal keseluruhan bacaan-bacaan berwudhu, shalat, syarat sah dan rukun shalat, hal-hal yang tidak dibolehkan ketika berwudhu dan shalat, bacaan-bacaan adzan iqamah, setelah adzan dan iqamah, cara bacaan dan tata cara shalat berjamaah, kemudian puasa ramadhan. Materi-materi tersebut banyak menuntut peserta didik untuk menghafal

10Arief S. Sadirman, op.cit., hlm.7.

dengan intensitas waktu dua jam dalam seminggu untuk anak seusia SD/MI, tidak mudah cara dalam memahaminya. Sehingga diperlukan adanya fasilitas pendukung yang menarik yang dapat menjadikan siswa mampu memahami pembelajaran Fiqih dengan belajar PAIKEM dan model pembelajaran siswa aktif yang berprinsip siswa harus terlibat aktif dalam setiap proses pembelajaran, salah satunya dengan Media Pembelajaran berupa Game edukatif yang dilengkapi oleh multimedia pembelajaran.

Media Pembelajaran berbasis IT ini sangat sesuai diterapkan dalam pembelajaran untuk anak tingkat SD/MI. Hal ini berdasarkan landasan psikologis dalam penggunaan media pembelajaran, seperti yang dikemukakan oleh Jean Piaget, bahwa anak akan lebih mudah mempelajari hal yang bersifat konkrit daripada yang bersifat abstrak. Media berbasis IT dalam pembelajaran memiliki dua peran, yaitu: (1) sebagai media presentasi pembelajaran, misal berbentuk slide power point dan animasi dengan program flash; dan (2) sebagai Media Pembelajaran mandiri atau E-Learning, misal peserta didik diberikan tugas untuk membaca atau mencari sumber dari internet, mengirimkan jawaban tugas, bahkan mencoba dan melakukan materi pembelajaran. Penggunaan Media Pembelajaran berbasis IT dalam rangka mendukung pelaksanaan pembelajaran bermanfaat untuk: (1) meningkatkan kualitas pembelajaran; (2) memperluas akses terhadap pendidikan dan pembelajaran; (3) membantu memvisualisasikan ide-ide abstrak; (4) mempermudah pemahaman materi yang sedang dipelajari; (5) menampilkan materi pembelajaran menjadi lebih menarik; dan 6)

memungkinkan terjadinya interaksi antara pembelajaran dengan materi yang sedang dipelajari.11

Adapun satu di antara Media Pembelajaran yang digunakan dalam mengatasi problematika pembelajaran Fiqih di MI Al-Hidayat ialah Media Pembelajaran berbasis edukasi Game yang dilengkapi dengan multimedia interaktif. Dengan teknologi yang selalu berkembang setiap waktu, anak-anak menjadi dapat mempelajari banyak hal yang menyenangkan. Proses belajar dan penyampaian informasi menjadi lebih mudah untuk dilakukan dan dipahami oleh anak-anak, satu di antara caranya, yaitu dengan menggunakan aplikasi permainan yang sifatnya menghibur dan sekaligus mendidik.

Game dapat mengembangkan otak, meningkatkan konsentrasi, meningkatkan logika

serta dapat membantu anak untuk dapat berpikir cepat dan tepat dalam menyelesaikan masalah.12 Pakar neurosains dari University of Bristol, Paul Howard Jones menyatakan bahwa permainan yang baik akan membantu anak-anak dalam proses belajar, bereksplorasi, dan bereksperimen. Jika dibandingkan dengan metode pembelajaran konvensional, Game lebih unggul dalam beberapa aspek.13 Satu di antara keunggulan

Game yang sangat signifikan adalah terdapatnya animasi yang membuat anak dapat

mengingat lebih lama materi-materi yang diajarkan daripada belajar yang konvensional.

11Masyhudi Choiron, 2013, Memanfaatkan Media ICT dalam Pembelajaran (http://www.kompasiana.com/masyhudichoiron/memanfaatkan-media-ict-dalam

pembelajaran_552e5fc86ea8343b588b4592), diakses pada tanggal 20 Oktober 2016.pukul 09:38 WIB.

12Suindarti, Game Edukasi Meningkatkan Daya Ingat Anak “Bermain Bersama Dido” Dengan

Macromedia Director. (Yogyakarta: STIMK AMIKOM,2014), hal. 18.

13Suyanto, M, Multimedia: Alat untuk Meningkatkan Keunggulan Bersaing.

Berdasarkan penelitian terdahulu terkait dengan pengembangan Media Pembelajaran yang dilakukan oleh beberapa peneliti, yaitu:

1. Habibi (2015) meneliti tentang pengembangan software Game edukasi dalam pembelajaran shalat di SD Nahdlatul Ulama Sleman, Yogyakarta. Penelitian ini bertujuan untuk menyusun Media Pembelajaran berbasis Adobe Fash CS3, mengetahui kelayakan media, ahli materi, dan siswa SD Nahdlatul Ulama Sleman Yogyakarta. Metode penelitian menggunakan penelitian dan pengembangan model ADDIE yang terdiri dari tahap analisis, perencanaan, pengembangan dan produksi, implementasi dan evaluasi. Hasil penilaian ahli dalam media tersebut dikategorikan sangat baik 95,145% oleh ahli media, 85,63% oleh ahli materi, dan kemudian telah diuji oleh 20 siswa SD dengan memperoleh 96,87%. Dari persentase yang didaptkan, maka diperoleh kesimpulan bahwa software Game edukasi pembelajaran shalat yang telah dikembangkan layak digunakan sebagai sumber belajar bagi siswa.14

2. Aziz (2015) meneliti tentang efektivitas penggunaan Game edukasi komputer untuk meningkatkan hasil belajar siswa mata pelajaran TIK yang dilakukan di kelas VII SMPN I Kota Mungkid, metode penelitian ini menggunakan penelitian dan pengembangan pada hasil penelitiannya menunjukkan bahwasannya terdapat perbedaan secara signifikan antara hasil belajar siswa

14 Samsul Munawar Habibi, “ Pengembangan Software Game Edukasi dalam Pembelajaran Salat di SD Nahdlatul Ulama, Sleman, Yogyakarta”, Jurusan Pendidikan Agama Islam, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga, 2015”.

yang pembelajarannya menggunakan media Game edukasi komputer dengan hasil belajar siswa yang pembelajarannya tidak menggunakan komputer. Dengan hasil perhitungan rerata normal gain score kelas eksperimen sebesar 76,76% termasuk dalam kategori efektif (76%), sehingga dapat disimpulkan bahwa penggunaan Game edukasi komputer efektif untuk meningkatkan hasil belajar siswa pada mata pelajaran TIK kelas VII SMPN I Kota Mungkid tahun ajaran 2012/2013. Hal ini menunjukkan bahwasannya Game edukasi sebagai Media Pembelajaran dapat meningkatkan hasil belajar siswa dan juga dapat memperkuat bahwasanya pengembangan berbasis Game edukasi dapat menjadi jalan keluar dari permasalahan pembelajaran.15

3. Hermawan (2012), meneliti tentang efektivitas penggunaan Game edukasi komputer untuk meningkatkan hasil belajar siswa mata pelajaran TIK pada kelas VII SMP Negeri 1 Kota Mungkid. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui diantaranya metode pembuatan pengembangan Game edukasi, ada tidaknya perbedaan antara hasil belajar siswa yang pembelajarannya, efektivitas penggunaan Game. Penelitian ini menggunakan metode penelitian dan pengembangan desain waterfall model. Hasil penelitian ini menunjukkan t hitung lebih besar dari t tabel sebesar 28,66, maka menunjukkan adanya perbedaan jika siswa menggunakan media Game

15Deny Prasetya Hermawan. Efektivitas Penggunaan Game Edukasi Komputer Untuk Meningkatkan

edukasi. Dengan perhitungan normal gain score menunjukkan bahwa kelas eksperimen sebesar 76,76% dan masuk kedalam kategori normal.

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh para peneliti yang mengkaji tentang pengembangan media pembelajaran, peneliti telah melakukan pengembangan Media Pembelajaran sesuai dengan analisa kebutuhan pada masing-masing sekolah. Pemilihan Media Pembelajaran yang dilakukan pada tingkat sekolah, bertujuan untuk memudahkan siswa dalam menerima pesan maupun materi yang akan disampaikan oleh guru, disamping itu pengembangan Media Pembelajaran dengan menggunakan komputer juga mempertimbangkan akan pemanfaatan dan mengoptimalkan fasilitas komputer yang ada disekolah. Adapun perbedaan yang terdapat dari penelitian terdahulu, diantaranya; (1) Produk yang dihasilkan yaitu berupa Software Game edukasi yang dilengkapi dengan multimedia interaktif, (2) sub pokok bahasan mencakup kelas I, II, dan III yaitu meliputi: materi bersuci, tata cara berwudhu, iqamah, adzan, sholat fardhu, melakukan sholat berjamaah serta mengetahui puasa ramadhan, (3) subjek penelitian adalah siswa kelas I, II, dan III MI Al-hidayat pakis malang, (4) model pengembangan mengacu pada model Borg & Gall. (5) Produk yang dihasilkan berupa aplikasi desktop.

Penggunaan Media Pembelajaran berbasis IT dengan menggunakan Game edukasi dalam penelitian ini juga berlandaskan pada landasan teknologis dalam penggunaan media pembelajaran, di mana teknologi pendidikan dapat memecahkan permasalahan dalam pendidikan dan sebagai pemanfaatan atau penggunaan peralatan yang canggih dalam sistem pendidikan. Game edukasi adalah sebuah permainan yang

memiliki unsur edukasi didalamnya. Menurut Virvou, Game edukasi dapat memotivasi pembelajaran dan melibatkan pemain, sehingga proses pembelajaran lebih menyenangkan. Demikian pula, hasil penelitian yang dilakukan oleh Randel pada tahun 1991, tercatat bahwa pemakaian Game sangat bermanfaat pada materi-materi yang berhubungan dengan Matematika, Fisika, dan kemampuan berbahasa. Bahkan Pivec membuktikan bahwa Game edukasi berhasil diterapkan untuk pendidikan formal khususnya di militer, ilmu kedokteran, Fisika.16 Di dalam Game edukasi juga terdapat beberapa genere, seperti Game lain pada umumnya dan hal itulah yang membuat Game edukasi itu banyak digunakan sebagai sarana alternatif pembelajaran.17

Berdasarkan latar belakang yang sudah dipaparkan, maka peneliti berinisiatif untuk mengagas judul penelitian tentang “Pengembangan Media Pembelajaran Game Edukasi Fiqih Berbasis Unity SoftwarePada Siswa Kelas I, II, dan III MI Al-Hidayat

Pakis Malang.