• Tidak ada hasil yang ditemukan

Latar Belakang Masalah

Dalam dokumen PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI (Halaman 24-36)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Data hasil studi dari Hay Group yang bekerjasama dengan Centre

for Economics and Business Research (www.careernews.web.id, 2013)

memperkirakan bahwa rata-rata turnover karyawan di seluruh dunia pada tahun 2014 akan semakin tinggi. Studi tersebut memperkirakan bahwa jumlah karyawan yang akan berhenti pada tahun 2014 bisa mencapai 161,7 juta atau meningkat 12,9% dibandingkan turnover di tahun 2012. Bahkan, wilayah Asia Pasifik diprediksi akan mengalami lonjakan terbesar pada tingkat turnover di tahun 2014 ini. Prediksi tingkat turnover di Asia Pasifik akan mengalami kenaikan tertinggi di seluruh dunia, yaitu naik 21,5-25,5% selama periode 2012 sampai 2018. Roseman (dalam Widjaja, 2008) mengatakan jika annual turnover rate melebihi angka 10%, maka

turnover dapat dikategorikan tinggi. Peningkatan turnover karyawan di

berbagai belahan dunia yang tergolong tinggi tersebut dapat terjadi akibat meningkatnya lowongan pekerjaan yang diimbangi dengan pertumbuhan ekonomi.

Masalah turnover karyawan tidak dapat diabaikan begitu saja karena karyawan merupakan aset yang berharga dan kesuksesan sebuah perusahaan tidak terlepas dari usaha orang-orang yang bekerja di dalamnya. Karyawan dengan kinerja yang hebat dapat mendekatkan

perusahaan kepada kemungkinan untuk sukses. Jika perusahaan kehilangan karyawan dengan kinerja yang baik, maka produktivitas perusahaan akan terkena dampaknya (www.portalhr.com, 2013). Perusahaan harus mengeluarkan biaya yang tidak sedikit untuk merekrut kandidat karyawan yang unggul. Selain itu, keberadaan karyawan dalam perusahaan sangat penting untuk meningkatkan efektifitas dan efisiensi perusahaan, sehingga perusahaan akan berusaha sebisa mungkin mempertahankan keanggotaan karyawannya dalam perusahaan untuk meningkatkan produktivitas perusahaan dan mencegah timbulnya biaya dari turnover (Oracle dalam Ramadhany, 2014).

Hasil survei Towers Watson yang dilansir dari Berita Satu (www.beritasatu.com, 2014) yang melibatkan lebih dari 1000 karyawan dari berbagai level dan demografi mengungkap fakta bahwa mayoritas perusahaan di Indonesia mengalami kesulitan untuk mendapatkan dan mempertahankan tenaga kerja yang kompeten. Director of Talent &

Rewards Towers Watson Indonesia, Awaldi (dalam www.beritasatu.com,

2014) mengatakan bahwa kemampuan merekrut dan mempertahankan karyawan terbaik selalu menjadi tantangan bagi perusahaan di Indonesia. Hal ini disebabkan sebagian besar perusahaan mengalami kesulitan dalam memahami faktor-faktor yang mendorong engagement para pekerja profesional di Indonesia pada perusahaan tempat karyawan bekerja.

Karyawan yang tidak engaged dengan pekerjaannya akan mempengaruhi performansi karyawan dalam perusahaan melalui tingginya

absensi, tingginya intensi turnover, dan rendahnya produktivitas (Vance dalam Muthuveloo, 2013). Di sisi lain, karyawan yang engaged lebih mungkin untuk tinggal dalam organisasi mereka saat ini dan berkomitmen terhadap organisasi mereka (Ramsay dalam Muthuveloo, 2013).

Pada kenyataannya, perusahaan tidak bisa terus-menerus menahan karyawan terbaik untuk keluar dari perusahaannya. Namun, perusahaan dapat memperbaiki strategi retensi agar para karyawan betah dan mau mempertimbangkan untuk tetap bertahan dalam perusahaan ketika kompetitor menawarkan kesempatan yang lebih besar kepada mereka. Terdapat beberapa cara yang dapat diterapkan untuk membuat karyawan betah bekerja di perusahaan terlepas dari faktor gaji maupun keuntungan yang besar. Salah satu di antaranya ialah dengan keterlibatan pemimpin (www.portalhr.com, 2013). Sebuah penelitian mengungkapkan bahwa sebagian besar orang resign bukan karena alasan perusahaan, tetapi karena manajer yang tidak sesuai dengan harapan mereka. Manajer yang tidak memberi kejelasan tentang ekspektasi mereka, jarang memberi feedback terhadap performansi anggota timnya dan tidak kompeten kerap kali membuat karyawan merasa jengah. Oleh karena itu, supervisor perlu memberikan supervisi kepada anggota tim untuk dapat meningkatkan performa kerja dan kecenderungan anggota tim agar tetap tinggal dalam organisasi (www.portalhr.com, 2013).

Fenomena yang menarik ditemukan peneliti di salah satu perusahaan otomotif di Yogyakarta. Sumber Baru KIA Yogyakarta

memiliki rata-rata karyawan berjumlah 90 orang dengan annual turnover

rate sebesar 18% pada tahun 2014, di mana 14% disumbang oleh divisi marketing dan 4% sisanya merupakan turnover rate dari divisi lain. Hal ini

menarik karena berdasar data dari HRD Sumber Baru KIA Yogyakarta, mayoritas karyawan di perusahaan tersebut telah bekerja lebih dari 1 tahun. Bahkan, dari hasil wawancara yang dilakukan peneliti diketahui bahwa beberapa karyawan mengaku sudah bekerja bertahun-tahun dan tidak mengalami kenaikan jenjang karir, tetapi tetap bertahan untuk tinggal dalam perusahaan tersebut (komunikasi pribadi, 4 Februari 2015).

RN selaku marketing supervisor bagian konter yang sudah bekerja di Sumber Baru KIA Yogyakarta selama kurang lebih 12 tahun mengatakan bahwa hal yang membuat ia bertahan bekerja sebagai sales konter hingga akhirnya diangkat menjadi supervisor adalah semangat dari dalam dirinya untuk menghadapi tantangan mengejar target setiap bulannya. Lebih lanjut, RN mengaku bahwa ia pernah ditawari pekerjaan dengan gaji dan pangkat yang lebih tinggi di perusahaan lain, tetapi ia tetap memilih bertahan di perusahaan tersebut. RN menjelaskan bahwa ia benar-benar menyukai pekerjaannya di bidang marketing dan enggan berpindah ke bidang pekerjaan yang lain karena tidak adanya gairah dalam dirinya untuk bekerja di bidang lainnya. Sebelum bekerja sebagai

marketing Sumber Baru KIA Yogyakarta, RN mengaku bahwa ia pernah

beberapa kali bekerja di luar bidang marketing seperti accounting. Pekerjaan tersebut dirasa tidak cocok dan kurang menantang bagi RN,

hingga akhirnya ia mencoba pekerjaan di bidang marketing dan merasa puas dengan tantangan pekerjaan, serta hasil yang ia dapat dari bidang tersebut. Sebelum bekerja di perusahaannya yang sekarang, RN juga pernah bekerja sebagai marketing di perusahaan lain, tetapi tidak bertahan lama karena lingkungan pekerjaan yang tidak nyaman. Menurut RN, faktor lain yang membuat dirinya bertahan bekerja selama belasan tahun di Sumber Baru KIA Yogyakarta adalah karena lingkungan yang nyaman dan perhatian atasan yang mau mengayomi, serta peduli dengan kesejahteraan para karyawannya (komunikasi pribadi, 4 Februari 2015).

Fenomena yang ada di Sumber Baru KIA Yogyakarta merujuk pada salah satu teori yang disebut sebagai employee engagement. Kahn (dalam Chaurasia, 2013) menjelaskan employee engagement sebagai investasi energi fisik, emosional, dan kognitif karyawan secara terus menerus dalam peran pekerjaan mereka. Selain itu, Schaufeli (dalam Heger, 2007) mendefinisikan employee engagement sebagai sebuah pemenuhan positif keadaan mental yang berhubungan dengan pekerjaan yang melibatkan faktor rasional dan emosional mengenai apa yang dipikir dan dirasa oleh karyawan mengenai pekerjaannya dan organisasi. Faktor rasional meliputi hubungan yang lebih luas yang dimiliki karyawan dengan organisasi, seperti memiliki sumber daya, peralatan, dan dukungan yang mereka butuhkan untuk melakukan pekerjaan. Faktor emosional meliputi rasa akan inspirasi dan prestasi yang karyawan dapatkan dengan menjadi anggota dari perusahaan dan dari pekerjaan mereka. Schaufeli

(dalam Tziner, 2013) mencirikan employee engagement dengan semangat (Vigor), dedikasi (Dedication), dan penghayatan (Absorption). Vigor merupakan tingginya tingkat energi dan ketahanan mental saat bekerja, kemauan untuk menginvestasikan usaha dalam pekerjaan, serta ketekunan meski menghadapi kesulitan. Dedication merupakan rasa bermakna, antusiasme, inspirasi, kebanggaan, dan tantangan. Absorption merupakan konsentrasi dan atensi penuh dalam pekerjaan seseorang.

Saks (2006) mengungkapkan bahwa faktor – faktor yang mempengaruhi employee engagement adalah otonomi dalam bekerja, dukungan sosial dari rekan kerja dan supervisor, pembinaan, tanggung jawab, feedback terhadap performansi, kesempatan untuk belajar dan berkembang, variasi tugas, kepemimpinan transformasional, serta kesesuaian nilai dan keadilan organisasi.

Tidak dapat dipungkiri bahwa dukungan sosial dari atasan maupun sesama rekan sekerja menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi

employee engagement. Survei Towers Watson yang dilansir dari Berita

Satu (dalam www.beritasatu.com, 2014) juga menunjukkan bahwa atasan langsung seorang karyawan sangatlah penting untuk mendorong keterlibatan karyawan dalam sebuah perusahaan. Karyawan menilai bahwa atasan langsung cukup efektif dalam menjalankan peran mereka sebagai manajer. Namun, hanya setengah dari karyawan yang mengungkapkan bahwa manajer mau menyediakan waktu untuk membahas mengenai perkembangan karir dan secara aktif membantu kemajuan karir karyawan.

Selain itu, penting bagi atasan langsung untuk terus mengkomunikasikan hal-hal yang dapat mempengaruhi karyawan, memberikan edukasi tentang budaya dan nilai suatu organisasi, serta menyediakan informasi mengenai performa perusahaan (www.beritasatu.com, 2014).

Graen, Liden, dan Hoel (dalam Landy, 2010) mengatakan bahwa kurangnya perhatian dan komunikasi dari atasan ke bawahan dapat menciptakan hubungan yang renggang di antara keduanya dan dapat memunculkan kecenderungan bagi bawahan untuk memandang hubungan atasan dan bawahan tidak lebih dari hubungan kontraktual (sesuai dengan surat kontrak), dimana karyawan bekerja ‘delapan jam untuk upah delapan jam’ dalam pekerjaan, serta tingginya turnover. Di sisi lain, hubungan dan komunikasi yang baik dari atasan ke bawahan akan meningkatkan sikap, motivasi, dan performansi karyawan.

Atasan akan memiliki kualitas hubungan yang berbeda dengan masing-masing bawahan seiring perlakuan yang diberikan dari atasan kepada bawahannya. Hal ini sesuai dengan asumsi dasar dari teori LMX yang menyatakan bahwa para pemimpin mengembangkan hubungan atasan-bawahan yang berbeda dengan masing-masing bawahan (Yukl dalam Wijanto, 2013). Atasan dapat memiliki hubungan yang dekat hanya dengan beberapa bawahannya, di mana hubungan yang terjalin merupakan hubungan yang berkualitas tinggi. Di sisi lain, atasan juga dapat memiliki hubungan yang jauh dengan bawahannya yang merupakan hubungan yang berkualitas rendah. Atasan dan bawahan yang memiliki hubungan baik

akan memiliki perasaan yang lebih baik satu sama lain, dapat menyelesaikan tugas lebih banyak, dan dapat berdampak pada keberhasilan organisasi (Northouse dalam Sarisusantini, 2012).

Morrow (2005) mengatakan bahwa LMX merupakan hubungan antara atasan dan bawahan yang berkembang sebagai akibat dari pertukaran yang berhubungan dengan pekerjaan. Hubungan ini dapat dicirikan dengan kualitas hubungan yang tinggi atau baik jika mencerminkan kepercayaan, rasa hormat, dan kesetiaan. Di sisi lain, hubungan ini dapat dicirikan dengan kualitas hubungan yang rendah atau buruk jika mencerminkan ketidakpercayaan, rasa hormat yang rendah, dan kurangnya loyalitas (Morrow, 2005). Dienesch dan Liden (dalam Harris, 2004) mengungkapkan empat dimensi utama dalam teori Leader Member

Exchange, yaitu afeksi (affection), kontribusi (contribution), loyalitas

(loyalty), dan penghormatan professional (professional respect).

Afeksi (affection) merupakan kepedulian antara atasan dan bawahan yang saling mempengaruhi satu sama lain tidak hanya dari nilai profesional pekerja, tetapi juga berdasarkan pada daya tarik interpersonal (Dionne dalam Hasdiabsar, 2011). Afeksi ditunjukkan dengan gerakan spontan kasih sayang, menyuarakan keprihatinan dan memberi dukungan pada masalah-masalah pribadi yang dihadapi seseorang, bersosialisasi di luar tempat kerja, senyum atau sikap dukungan (Capella dalam Liden, 1997). Karyawan dengan kualitas hubungan yang tinggi akan menjalin suatu hubungan pribadi yang saling bermanfaat antara atasan dengan

bawahan, yaitu persahabatan. Sebaliknya, karyawan dengan kualitas hubungan yang rendah tidak dapat menjalin suatu hubungan pribadi seperti persahabatan dengan atasannya (Dionne dalam Hasdiabsar, 2011).

Kontribusi (Contribution) merupakan persepsi tentang kegiatan yang berorientasi pada tugas di tingkat tertentu antara setiap anggota untuk mencapai tujuan bersama, baik secara eksplisit maupun implisit (Dionne dalam Hasdiabsar, 2011). Kontribusi ditunjukkan dengan pemimpin yang memberikan sumber daya dan kebebasan pengambilan keputusan yang lebih besar bagi karyawan (Scandura et al dalam Liden, 1997). Karyawan dengan kualitas hubungan yang tinggi akan mau mengambil tanggung jawab dan menyelesaikan tugas yang melampaui deskripsi pekerjaan/ kontrak kerjanya. Di sisi lain, karyawan dengan kualitas hubungan yang rendah hanya mau menyelesaikan tugas sesuai deskripsi pekerjaan/ kontrak kerjanya (Liden, 1997).

Loyalitas (Loyalty) merupakan ekspresi dan ungkapan yang mendukung penuh tujuan dan karakter pribadi anggota lain dalam hubungan timbal balik pimpinan dan bawahan yang melibatkan kesetiaan secara konsisten (Dionne dalam Hasdiabsar, 2011). Loyalitas ditunjukkan pemimpin yang mau mendukung dalam situasi yang sulit dan mendukung saat dihadapkan pada kritik eksternal (Liden, 1997). Karyawan dengan kualitas hubungan yang tinggi akan memiliki kesetiaan yang ditunjukkan dengan sikap mendukung satu sama lain. Sedangkan karyawan dengan kualitas hubungan yang rendah tidak akan memiliki kesetiaan, ditunjukkan

dengan perilaku memulai/menyetujui kritik terhadap orang lain di depan umum (Liden, 1997).

Penghormatan profesional (professional respect) merupakan persepsi sejauh mana setiap hubungan timbal balik telah memiliki dan membangun reputasi di dalam atau luar organisasi, di mana persepsi dapat didasarkan pada riwayat hidup seseorang (Dionne dalam Hasdiabsar, 2011). Penghormatan profesional ditunjukkan dengan meminta nasehat satu sama lain atau mengungkapkan kekaguman atas ketrampilan dan integritas orang lain (Liden, 1997). Karyawan dengan kualitas hubungan yang tinggi akan memiliki penghargaan/ pengakuan profesional, serta rasa hormat terhadap orang lain. Sebaliknya, karyawan dengan kualitas hubungan yang rendah tidak akan memiliki penghargaan/ pengakuan profesional, serta rasa hormat terhadap orang lain yang ditunjukkan dengan sikap mengejek orang lain di depan umum (Liden, 1997).

LMX mungkin didasarkan terutama pada satu dimensi, dua dimensi, tiga dimensi, atau keempat dimensi. Setiap dimensi LMX dapat berkembang berbeda dan bervariasi dalam pentingnya hubungan atasan-bawahan yang ada (Liden, 1997).

Karyawan dengan kualitas hubungan yang tinggi pada tiap-tiap dimensi LMX dengan atasannya memiliki ciri keterlibatan dalam timbal balik pengetahuan, dukungan emosional dan logistik, serta usaha ekstra dengan atasannya (Graen, Liden, & Hoel dalam Landy, 2010). Selain itu, bawahan dengan kualitas hubungan yang tinggi akan memiliki peringkat

kinerja yang lebih tinggi, keinginan turnover yang lebih rendah, kepuasan yang lebih besar terhadap atasan mereka, dan kepuasan keseluruhan yang lebih besar dibandingkan dengan bawahan yang memiliki kualitas hubungan rendah. Pada bawahan dengan kualitas hubungan yang tinggi, bawahan akan lebih dipercaya, mendapat perhatian dalam porsi yang lebih besar dari atasan, dan mendapat hak-hak khusus. Di sisi lain, bawahan dengan kualitas hubungan yang rendah pada tiap-tiap dimensi LMX akan mendapat waktu yang terbatas dari atasannya, menjalin hubungan antara atasan dan bawahan berdasarkan pada hubungan formal yang dapat dilihat dari penggunaan bahasa pada saat berkomunikasi (Robbins, 2006).

Macey dan Schneider (2008) mengungkapkan bahwa loyalitas dan komitmen karyawan terbentuk karena adanya dukungan sosial dari sesama rekan kerja maupun dari atasan. Di sisi lain, faktor yang mempengaruhi loyalitas adalah keterlibatan kerja (job engagement). Jika karyawan terlibat dengan pekerjaannya, ia memiliki kemauan untuk mencurahkan banyak upaya untuk membantu pemilik usaha agar berhasil. Keterlibatan karyawan tidak hanya loyal kepada organisasi, tetapi mereka juga memberikan kontribusi yang signifikan ke tempat kerja mereka dan cenderung kurang ingin meninggalkan organisasi atas kemauan mereka sendiri (Macey & Schneider, 2008). Penelitian mengenai LMX telah dilakukan terhadap 35 orang karyawan departemen penjualan di PT. X dan menyumbang hasil bahwa LMX memberikan pengaruh pada komitmen organisasional melalui motivasi kerja (Wijanto, 2013). Selain itu,

penelitian mengenai pengaruh LMX terhadap kinerja peran kerja karyawan melalui employee engagement dengan sampel karyawan-karyawan dari berbagai jenis perusahaan di India menyumbang hasil bahwa kualitas LMX yang tinggi mempengaruhi proses keterlibatan karyawan dan berdampak pada kinerja peran kerja yang lebih baik (Chaurasia, 2013). Penelitian hubungan antara LMX terhadap employee

engagement di Sumber Baru KIA Yogyakarta penting diteliti untuk

mengungkap fenomena menarik yang ditemukan di Sumber Baru KIA Yogyakarta yang memiliki annual turnover rate yang tergolong cukup tinggi, tetapi mayoritas karyawannya telah bekerja lebih dari 1 tahun dan bahkan betah bekerja selama bertahun-tahun di perusahaannya.

Penelitian terdahulu mengenai employee engagement juga telah dilakukan kepada 100 orang karyawan yang dipilih secara acak di Penang untuk meninjau berbagai anteseden dari employee engagement melalui kuesioner. Penelitian tersebut memberikan hasil bahwa pengembangan karyawan merupakan faktor yang sangat berkontribusi dalam employee

engagement. Namun, penelitian tersebut memiliki keterbatasan karena

hanya dilakukan di negara maju dengan variabel independen yang belum bervariasi (Muthuveloo, 2013).

Latar belakang temuan dan keterbatasan penelitian terkait variabel

employee engagement dan Leader Member Exchange (LMX) yang

terdahulu mendukung dilakukannya penelitian dengan variabel independen yang belum diketahui hubungannya dengan employee engagement, yaitu

Leader Member Exchange (LMX) di Indonesia sebagai salah satu negara

berkembang. Selain itu, ditemukannya data hasil observasi oleh peneliti yang menunjukkan adanya keempat dimensi LMX di Sumber Baru KIA Yogyakarta membuat peneliti memilih untuk menguji empat dimensi LMX di perusahaan tersebut dengan employee engagement. Ditinjau dari latar belakang tersebut, maka peneliti ingin meneliti hubungan antara dimensi Leader Member Exchange (LMX) dengan employee engagement pada karyawan Sumber Baru KIA Yogyakarta.

Dalam dokumen PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI (Halaman 24-36)

Dokumen terkait