• Tidak ada hasil yang ditemukan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI"

Copied!
168
0
0

Teks penuh

(1)

HUBUNGAN ANTARA DIMENSI LEADER MEMBER

EXCHANGE (LMX) DENGAN EMPLOYEE ENGAGEMENT

PADA KARYAWAN SUMBER BARU KIA YOGYAKARTA

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi

Program Studi Psikologi

Disusun Oleh: Elia Puspita Dewi

NIM: 119114026

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI JURUSAN PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

(2)

ii

SKRIPSI

HUBUNGAN ANTARA DIMENSI LEADER MEMBER EXCHANGE (LMX) DENGAN EMPLOYEE ENGAGEMENT PADA KARYAWAN SUMBER

BARU KIA YOGYAKARTA

Disusun Oleh:

Elia Puspita Dewi

NIM: 119114026

Telah Disetujui Oleh:

Dosen Pembimbing,

(3)

iii

SKRIPSI

HUBUNGAN ANTARA DIMENSI LEADER MEMBER EXCHANGE (LMX) DENGAN EMPLOYEE ENGAGEMENT PADA KARYAWAN SUMBER

BARU KIA YOGYAKARTA

Dipersiapkan dan ditulis oleh : Elia Puspita Dewi

119114026

Telah dipertanggungjawabkan di depan Panitia Penguji Pada tanggal : 8 Juni 2015

dan dinyatakan telah memenuhi syarat

Susunan Panitia Penguji

Nama Lengkap Tanda Tangan

Penguji 1 : Dewi Soerna Anggraeni, M.Psi. ………….…….

Penguji 2 : Dr. T. Priyo Widiyanto, M.Si. ………….……. Penguji 3 : Ratri Sunar Astuti, M.Si. ………….…….

Yogyakarta,

Fakultas Psikologi

Universitas Sanata Dharma

Dekan,

(4)

iv

“And I say unto you, Ask, and it shall be given you; seek,

and ye shall find; knock, and it shall be opened unto you”

Luke 11 : 9

-“A lesson without pain is meaningless. For you cannot gain

anything without sacrificing something else in return. Although,

if you can endure that pain and walk away from it, you'll find you

have a heart strong enough to overcome any obstacle.”

-

Edward Elric, Full Metal Alchemist

-

“Whatever you do, work at it with all your heart, as

working for the Lord, not for human masters”

(5)

-v

“Same miracle brings us all into this world, the different

is some do the best in the lives that were given to them

and some not.”

Proudly dedicated for…

My Father Jesus

My Lovely Parents and Family

and My Love

(6)

vi

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini

tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan

dalam daftar pustaka sebagaimana layaknya karya ilmiah.

Yogyakarta, 18 Mei 2015

Penulis,

(7)

vii

HUBUNGAN ANTARA DIMENSI LEADER MEMBER EXCHANGE (LMX) DENGAN EMPLOYEE ENGAGEMENT PADA KARYAWAN SUMBER

BARU KIA YOGYAKARTA Elia Puspita Dewi

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara dimensi Leader Member Exchange (LMX) dengan Employee Engagement pada karyawan Sumber Baru KIA Yogyakarta. Hipotesis dalam penelitian ini ialah terdapat hubungan positif antara dimensi Leader Member Exchange (LMX) dengan Employee Engagement. Teknik pengambilan sampel menggunakan

purposive sampling dengan jumlah subjek sebanyak 75 orang. Subjek pada penelitian ini ialah karyawan Sumber Baru KIA yang telah bekerja minimal selama 1 tahun dan berstatus sebagai karyawan tetap. Penelitian ini menggunakan dua skala likert, yaitu Skala Employee Engagement

dan Skala Leader Member Exchange (LMX). Reliabilitas Skala Employee Engagement adalah 0,921. Reliabilitas Skala Dimensi Afeksi ialah 0,748, reliabilitas Skala Dimensi Kontribusi ialah 0,711, reliabilitas Skala Dimensi Loyalitas ialah 0,722, dan reliabilitas Skala Dimensi Penghormatan Profesional ialah 0,657. Metode analisis data dilakukan menggunakan teknik korelasi Spearman Rho. Hasil analisis data menunjukkan bahwa Dimensi Afeksi dengan variabel

Employee Engagement memperoleh koefisien korelasi sebesar 0,268 dengan taraf signifikansi 0,010. Dimensi Kontribusi dengan variabel Employee Engagement memperoleh koefisien korelasi sebesar 0,391 dengan taraf signifikansi 0,000. Dimensi Loyalitas dengan variabel Employee Engagement memperoleh koefisien korelasi sebesar 0,198 dengan taraf signifikansi 0,044. Dimensi Penghormatan Profesional dengan variabel employee engagement memperoleh koefisien korelasi sebesar -0,166 dengan taraf signifikansi 0,077. Hasil tersebut menunjukkan bahwa Dimensi Afeksi, Kontribusi, dan Loyalitas memiliki hubungan positif yang signifikan dengan

Employee Engagement. Di sisi lain, Dimensi Penghormatan Profesional memiliki hubungan negatif yang tidak signifikan dengan variabel Employee Engagement. Analisis tambahan dilakukan dan diperoleh hasil bahwa ada hubungan positif yang signifikan antara variabel Leader Member Exchange (LMX) dengan variabel Employee Engagement dilihat dari koefisien korelasi sebesar 0,258 dan taraf signifikansi 0,013.

Kata kunci : dimensi Leader Member Exchange (LMX), Leader Member Exchange (LMX),

(8)

viii

THE RELATIONSHIP BETWEEN THE DIMENSION OF LEADER MEMBER EXCHANGE (LMX) AND EMPLOYEE ENGAGEMENT ON

SUMBER BARU KIA YOGYAKARTA’S EMPLOYEES Elia Puspita Dewi

ABSTRACT

This research was aimed to find out the relationship between the dimension of Leader Member Exchange (LMX) and Employee Engagement on Sumber Baru KIA Yogyakarta’s employees. The hypothesis of this study was there was a positive relationship between the dimension of Leader Member Exchange (LMX) with Employee Engagement. Sample was taken by purposive sampling technique with the total of subjects were 75 peoples. Subjects in this research were Sumber Baru KIA Yogyakarta’s employees who had worked for at least one year and got status as permanent employees. This research used two kind of Likert scale which were Employee Engagement Scale and Leader Member Exchange (LMX) Scale. Employee Engagement Scale reliability was 0.921, Affection Dimension Scale reliability was 0.748, Contribution Dimension Scale reliability was 0.711, Loyalty Dimension Scale reliability was 0.722, and the reliability of Professional Respect Dimension Scale was 0.657. Data was analyzed using Spearman Rho correlation technique. The result showed that Affection Dimension and Employee Engagement obtained the correlation coefficient of 0.268 with a significance level of 0,010. Contribution Dimension and Employee Engagement obtained the correlation coefficient of 0.391 with a significance level of 0.000. Loyalty Dimension and Employee Engagement obtained the correlation coefficient of 0.198 with a significance level of 0.044. Professional Respect Dimension and Employee Engagement got correlation coefficient of -0.166 with a significance level of 0.077. The results showed that the dimensions of Affection, Contribution, and Loyalty had significant positive relationship with Employee Engagement. On the other hand, Professional Respect Dimension had a negative correlation that not significant with Employee Engagement. Additional analysis were performed and the result showed that there was a significant positive relationship between the Leader Member Exchange (LMX) and Employee Engagement with correlation coefficient of 0.258 and a significance level of 0.013.

Keywords : Dimension of Leader Member Exchange (LMX), Leader Member Exchange (LMX), Employee Engagement

(9)

ix

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN

PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma Nama : Elia Puspita Dewi

NIM : 119114026

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma Yogyakarta karya ilmiah saya yang berjudul :

“HUBUNGAN ANTARA DIMENSI LEADER MEMBER EXCHANGE (LMX) DENGAN EMPLOYEE ENGAGEMENT PADA KARYAWAN

SUMBER BARU KIA YOGYAKARTA”

beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikan di Internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya maupun memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di Yogyakarta Pada tanggal 18 Mei 2015 Yang menyatakan,

(10)

x

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Tuhan Yesus yang selalu menyertai dan

membimbing, sehingga proses penulisan skripsi dapat berjalan dengan lancar dan

membuahkan hasil yang baik. Meski banyak kesulitan dan hambatan yang

dihadapi penulis selama proses penulisan skripsi, tetapi pada akhirnya skripsi ini

dapat terselesaikan tepat waktu. Skripsi ini disusun dalam rangka memenuhi salah

satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Psikologi (S.Psi.).

Penulis menyadari bahwa proses penyusunan skripsi ini tidak dapat

terlaksana dengan baik tanpa adanya dukungan dan bantuan dari berbagai pihak

yang terlibat. Oleh karena itu, penulis ingin mengucapkan terima kasih yang

sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak Dr. T. Priyo Widiyanto, M.Si., selaku Dekan Fakultas Psikologi

Universitas Sanata Dharma.

2. Ibu Ratri Sunar Astuti, M.Si., selaku Kaprodi Fakultas Psikologi

Universitas Sanata Dharma.

3. Bapak Prof. Dr. Agustinus Supratiknya, selaku Dosen Pembimbing

Akademik yang tak kenal lelah memberi wejangan dan semangat untuk

segera menyelesaikan studi S1 di Fakultas Psikologi saat bertatap muka di

awal semester dalam pengisian KRS.

4. Ibu Dewi Soerna Anggraeni, M.Psi., selaku Dosen Pembimbing Skripsi

yang selalu berusaha meluangkan waktu di tengah-tengah kesibukannya

(11)

xi

skripsi. Dosen pembimbing yang selalu meyakinkan penulis untuk bisa

menyelesaikan skripsi tepat waktu.

5. Bapak T. M. Raditya Hernawa, M.Psi. yang mau direpotkan penulis untuk

membantu mencari referensi bahan bacaan dalam penulisan skripsi.

6. Segenap dosen Fakultas Psikologi yang telah mendidik, membagikan ilmu

pengetahuan dan pengalamannya, sehingga penulis mampu

menerapkannya dalam proses penulisan skripsi.

7. Segenap karyawan Fakultas Psikologi (Bu Nanik, Mas Gandung, Pak Gie,

Mas Muji, dan Mas Doni) yang telah sabar dan ramah melayani, serta

memberi informasi hingga penulis dapat menyelesaikan skripsi.

8. Beasiswa Unggulan dari DIKTI yang telah mendanai biaya perkuliahan

dari awal semester hingga saat ini, sehingga membuat saya termotivasi

untuk terus melakukan yang terbaik dalam segala hal dan

bertanggungjawab lebih dalam menyelesaikan skripsi.

9. Bapak Rudy Harsono dan Bapak Yohanes Raharja Harsono selaku owner

Sumber Baru Estate dan Sumber Baru KIA Yogyakarta yang telah

memberi ijin kepada peneliti untuk bisa melakukan penelitian di

perusahaan yang dipimpin.

10.Bapak Subhan selaku HRD Sumber Baru KIA Yogyakarta yang telah

banyak membantu dalam proses penyebaran skala penelitian dan

(12)

xii

11.Mamah tercinta yang tidak jemu-jemu mengecek kamar setiap malam dan

mengingatkan untuk mengerjakan skripsi, serta mendoakanku dengan

tulus agar bisa segera lulus.

12.Papah tercinta yang sedikit diam, tetapi serius dan tegas saat berkomentar

mengenai progress skripsi anaknya, sehingga mendorong penulis untuk

giat mengerjakan skripsi.

13.Kedua kakakku yang telah memberi dukungan dan menjadi teladan yang

baik, sehingga penulis selalu termotivasi untuk menyelesaikan skripsi

dengan sebaik-baiknya.

14.Yohan tersayang yang selalu menyempatkan waktu setelah pulang bekerja

untuk membelikan makanan, menemaniku mengerjakan skripsi, mau

mendengarkan keluh kesah dan ketakutanku, serta meyakinkanku atas

kemampuanku. Terima kasih atas dukungan dan doamu hingga aku

mampu menyelesaikan skripsi ini.

15.Sahabatku Elita, Ribka, dan Anka sebagai teman berbagi suka maupun

duka yang sama-sama berjuang dalam proses penulisan skripsi dan selalu

menjadi penyemangat untuk bisa segera lulus. Tidak lupa juga sahabatku

Lyvi yang berbeda kampus, tetapi tetap dengan kepolosannya mau

mendukung penulis agar bisa segera menyelesaikan skripsi dan lulus

bersama.

16.Teman-teman SMA Stella Duce 1 maupun SMP Stella Duce 1 seangkatan

yang tidak kenal lelah “mem-posting” foto-foto wisudanya di “Instagram

(13)

xiii

penulis sedikit iri, sehingga mendorong penulis untuk lebih bersemangat

mengerjakan skripsi.

17.Seluruh teman-teman Fakultas Psikologi angkatan 2011 yang selama ini

telah berproses dan berdinamika bersama selama kegiatan perkuliahan

hingga pengerjaan skripsi.

18.Semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi

ini.

Penulis menyadari bahwa skripsi yang dibuat masih jauh dari sempurna

dan masih terdapat banyak kekurangan. Oleh karena itu, pembaca dapat

memberikan kritik dan saran yang membangun agar skripsi ini menjadi lebih

sempurna. Penulis berharap agar skripsi ini dapat memberikan manfaat kepada

pembaca.

Yogyakarta, 18 Mei 2015

Penulis,

(14)

xiv

DAFTARISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN MOTTO ... iv

HALAMAN PERSEMBAHAN ... v

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi

ABSTRAK ... vii

ABSTRACT ... viii

HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ... ix

KATA PENGANTAR ... x

DAFTAR ISI ... xiv

DAFTAR TABEL ... xviii

DAFTAR GAMBAR ... xxi

DAFTAR SKEMA ... xxii

DAFTAR LAMPIRAN ... xxiii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 13

C. Tujuan Penelitian ... 13

D. Manfaat Penelitian ... 14

(15)

xv

2. Manfaat Praktis ... 14

BAB II LANDASAN TEORI ... 16

A. Leader Member Exchange (LMX) ... 16

1. Definisi Leader Member Exchange (LMX) ... 16

2. Fase-fase Pembentukan Kepemimpinan Leader Member Exchange (LMX) ... 18

3. Dimensi Leader Member Exchange (LMX) ... 21

4. Dampak Leader Member Exchange (LMX) ... 24

B. EmployeeEngagement ... 26

1. Definisi Employee Engagement ... 26

2. Aspek Employee Engagement ... 28

3. Anteseden Employee Engagement ... 28

4. Tipe Engagement pada Karyawan ... 31

5. Dampak Employee Engagement ... 31

C. Karyawan Sumber Baru KIA Yogyakarta ... 32

D. Dinamika Hubungan antara Leader Member Exchange (LMX) dengan Employee Engagement ... 33

E. Kerangka Penelitian ... 38

F. Hipotesis ... 42

BAB III METODOLOGI PENELITIAN... 43

A. Jenis Penelitian ... 43

B. Variabel Penelitian ... 43

(16)

xvi

2. Variabel dependen ... 43

C. Definisi Operasional... 44

1. Leader Member Exchange (LMX) ... 44

2. Employee Engagement ... 45

D. Sampel Penelitian ... 47

E. Metode dan Alat Pengambilan Data ... 47

F. Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur ... 50

1. Validitas ... 50

2. Seleksi Item ... 50

a. Skala Leader Member Exchange (LMX) ... 52

b. Skala Employee Engagement ... 54

3. Reliabilitas ... 56

G. Metode Analisis Data ... 57

1. Uji Asumsi ... 57

a. Uji Normalitas ... 58

b. Uji Linearitas ... 58

2. Uji Hipotesis ... 59

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 60

A. Pelaksanaan Penelitian ... 60

B. Deskripsi Subjek Penelitian ... 61

C. Deskripsi Data Penelitian ... 63

D. Hasil Analisis Data ... 67

(17)

xvii a. Uji Normalitas ... 67 b. Uji Linearitas ... 72 2. Uji Hipotesis ... 78 E. Analisis Tambahan ... 83 F. Pembahasan ... 85

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 98

A. Kesimpulan ... 98

B. Saran ... 99

1. Bagi Subjek ... 99

2. Bagi Perusahaan ... 100

3. Bagi Peneliti Selanjutnya ... 100

DAFTAR PUSTAKA ... 102

(18)

xviii

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Fase-fase dalam Pembentukan Kepemimpinan LMX ... 19

Tabel 2. Pemberian Skor pada Skala Leader Member Exchange (LMX) ... 48

Tabel 3. Blue Print Skala Leader Member Exchange (LMX) Sebelum Seleksi Item ... 48

Tabel 4. Pemberian Skor pada Skala Employee Engagement ... 49

Tabel 5. Blue Print Skala Employee Engagement Sebelum Seleksi Item ... 49

Tabel 6. Blue Print Skala Leader Member Exchange (LMX) Setelah Seleksi Item ... 53

Tabel 7. Blue Print Skala Leader Member Exchange (LMX) Setelah Penguguran Manual ... 54

Tabel 8. Blue Print Skala Employee Engagement Setelah Seleksi Item ... 55

Tabel 9. Blue Print Skala Employee Engagement Setelah Pengguran Manual ... ... 56

Tabel 10. Koefisien Reliabilitas Dimensi Leader Member Exchange (LMX) .. 57

Tabel 11. Subjek Penelitian berdasarkan Jenis Kelamin ... 61

Tabel 12. Subjek Penelitian berdasarkan Jabatan ... 62

Tabel 13. Hasil Pengukuran Deskriptif Variabel ... 63

Tabel 14. Hasil Uji T Variabel Employee Engagement ... 64

Tabel 15. Hasil Uji T Dimensi Afeksi ... 65

Tabel 16. Hasil Uji T Dimensi Kontribusi ... 65

(19)

xix

Tabel 18. Hasil Uji T Dimensi Penghormatan Profesional ... 67

Tabel 19. Hasil Uji Normalitas ... 68

Tabel 20. Hasil Uji Linearitas Variabel Employee Engagement dan Dimensi Afeksi ... 73

Tabel 21. Hasil Uji Linearitas Variabel Employee Engagement dan Dimensi Kontribusi ... 74

Tabel 22. Hasil Uji Linearitas Variabel Employee Engagement dan Dimensi Loyalitas ... 75

Tabel 23. Hasil Uji Linearitas Variabel Employee Engagement dan Dimensi Penghormatan Profesional ... 77

Tabel 24. Kriteria Koefisien Korelasi ... 79

Tabel 25. Hasil Uji Hipotesis Dimensi Afeksi dengan Variabel Employee Engagement ... 79

Tabel 26. Hasil Uji Hipotesis Dimensi Kontribusi dengan Variabel Employee Engagement ... 80

Tabel 27. Hasil Uji Hipotesis Dimensi Loyalitas dengan Variabel Employee Engagement ... 81

Tabel 28. Hasil Uji Hipotesis Dimensi Penghormatan Profesional dengan Variabel Employee Engagement ... 82

Tabel 29. Hasil Uji Hipotesis Variabel Leader Member Exchange (LMX) dengan Variabel Employee Engagement ... 83

Tabel 30. Hasil Uji T Variabel Employee Engagement Karyawan Marketing .... ... 84

(20)

xx

Tabel 31. Hasil Uji T Variabel Leader Member Exchange (LMX) Karyawan Marketing ... 85

(21)

xxi

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Kurva Variabel Employee Engagement ... 69

Gambar 2. Kurva Dimensi Afeksi ... 70

Gambar 3. Kurva Dimensi Kontribusi ... 70

Gambar 4. Kurva Dimensi Loyalitas ... 71

Gambar 5. Kurva Dimensi Penghormatan Profesional ... 72

Gambar 6.Scatter Plot Variabel Employee Engagement dan Dimensi Afeksi ... 73

Gambar 7. Scatter Plot Variabel Employee Engagement dan Dimensi Kontribusi ... 75

Gambar 8. Scatter Plot Variabel Employee Engagement dan Dimensi Loyalitas ... 76

Gambar 9. Scatter Plot Variabel Employee Engagementdan Dimensi Penghormatan Profesional ... 78

(22)

xxii

DAFTAR SKEMA

Skema 1. Hubungan antara Dimensi Afeksi dengan Variabel Employee

Engagement ... 38

Skema 2. Hubungan antara Dimensi Kontribusi dengan Variabel Employee Engagement ... 39

Skema 3. Hubungan antara Dimensi Kontribusi dengan Variabel Employee Engagement ... 40

Skema 4. Hubungan antara Dimensi Kontribusi dengan Variabel Employee Engagement ... 41

(23)

xxiii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Skala Employee Engagement dan Skala Leader Member Exchange

(LMX) ... 107

Lampiran 2. Reliabilitas dan Seleksi Item Skala Employee Engagement ... 117

Lampiran 3. Reliabilitas dan Seleksi Item Skala Leader Member Exchange

(LMX) ... 122

Lampiran 4. Statistik Deskriptif Data Penelitian ... 131

Lampiran 5. Hasil Uji Beda ... 133

Lampiran 6. Hasil Uji Asumsi ... 138

Lampiran 7. Hasil Uji Hipotesis ... 142

(24)

1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Data hasil studi dari Hay Group yang bekerjasama dengan Centre

for Economics and Business Research (www.careernews.web.id, 2013)

memperkirakan bahwa rata-rata turnover karyawan di seluruh dunia pada

tahun 2014 akan semakin tinggi. Studi tersebut memperkirakan bahwa

jumlah karyawan yang akan berhenti pada tahun 2014 bisa mencapai

161,7 juta atau meningkat 12,9% dibandingkan turnover di tahun 2012.

Bahkan, wilayah Asia Pasifik diprediksi akan mengalami lonjakan terbesar

pada tingkat turnover di tahun 2014 ini. Prediksi tingkat turnover di Asia

Pasifik akan mengalami kenaikan tertinggi di seluruh dunia, yaitu naik

21,5-25,5% selama periode 2012 sampai 2018. Roseman (dalam Widjaja,

2008) mengatakan jika annual turnover rate melebihi angka 10%, maka

turnover dapat dikategorikan tinggi. Peningkatan turnover karyawan di

berbagai belahan dunia yang tergolong tinggi tersebut dapat terjadi akibat

meningkatnya lowongan pekerjaan yang diimbangi dengan pertumbuhan

ekonomi.

Masalah turnover karyawan tidak dapat diabaikan begitu saja

karena karyawan merupakan aset yang berharga dan kesuksesan sebuah

perusahaan tidak terlepas dari usaha orang-orang yang bekerja di

(25)

perusahaan kepada kemungkinan untuk sukses. Jika perusahaan

kehilangan karyawan dengan kinerja yang baik, maka produktivitas

perusahaan akan terkena dampaknya (www.portalhr.com, 2013).

Perusahaan harus mengeluarkan biaya yang tidak sedikit untuk merekrut

kandidat karyawan yang unggul. Selain itu, keberadaan karyawan dalam

perusahaan sangat penting untuk meningkatkan efektifitas dan efisiensi

perusahaan, sehingga perusahaan akan berusaha sebisa mungkin

mempertahankan keanggotaan karyawannya dalam perusahaan untuk

meningkatkan produktivitas perusahaan dan mencegah timbulnya biaya

dari turnover (Oracle dalam Ramadhany, 2014).

Hasil survei Towers Watson yang dilansir dari Berita Satu

(www.beritasatu.com, 2014) yang melibatkan lebih dari 1000 karyawan

dari berbagai level dan demografi mengungkap fakta bahwa mayoritas

perusahaan di Indonesia mengalami kesulitan untuk mendapatkan dan

mempertahankan tenaga kerja yang kompeten. Director of Talent &

Rewards Towers Watson Indonesia, Awaldi (dalam www.beritasatu.com,

2014) mengatakan bahwa kemampuan merekrut dan mempertahankan

karyawan terbaik selalu menjadi tantangan bagi perusahaan di Indonesia.

Hal ini disebabkan sebagian besar perusahaan mengalami kesulitan dalam

memahami faktor-faktor yang mendorong engagement para pekerja

profesional di Indonesia pada perusahaan tempat karyawan bekerja.

Karyawan yang tidak engaged dengan pekerjaannya akan

(26)

absensi, tingginya intensi turnover, dan rendahnya produktivitas (Vance

dalam Muthuveloo, 2013). Di sisi lain, karyawan yang engaged lebih

mungkin untuk tinggal dalam organisasi mereka saat ini dan berkomitmen

terhadap organisasi mereka (Ramsay dalam Muthuveloo, 2013).

Pada kenyataannya, perusahaan tidak bisa terus-menerus menahan

karyawan terbaik untuk keluar dari perusahaannya. Namun, perusahaan

dapat memperbaiki strategi retensi agar para karyawan betah dan mau

mempertimbangkan untuk tetap bertahan dalam perusahaan ketika

kompetitor menawarkan kesempatan yang lebih besar kepada mereka.

Terdapat beberapa cara yang dapat diterapkan untuk membuat karyawan

betah bekerja di perusahaan terlepas dari faktor gaji maupun keuntungan

yang besar. Salah satu di antaranya ialah dengan keterlibatan pemimpin

(www.portalhr.com, 2013). Sebuah penelitian mengungkapkan bahwa

sebagian besar orang resign bukan karena alasan perusahaan, tetapi karena

manajer yang tidak sesuai dengan harapan mereka. Manajer yang tidak

memberi kejelasan tentang ekspektasi mereka, jarang memberi feedback

terhadap performansi anggota timnya dan tidak kompeten kerap kali

membuat karyawan merasa jengah. Oleh karena itu, supervisor perlu

memberikan supervisi kepada anggota tim untuk dapat meningkatkan

performa kerja dan kecenderungan anggota tim agar tetap tinggal dalam

organisasi (www.portalhr.com, 2013).

Fenomena yang menarik ditemukan peneliti di salah satu

(27)

memiliki rata-rata karyawan berjumlah 90 orang dengan annual turnover

rate sebesar 18% pada tahun 2014, di mana 14% disumbang oleh divisi

marketing dan 4% sisanya merupakan turnover rate dari divisi lain. Hal ini

menarik karena berdasar data dari HRD Sumber Baru KIA Yogyakarta,

mayoritas karyawan di perusahaan tersebut telah bekerja lebih dari 1

tahun. Bahkan, dari hasil wawancara yang dilakukan peneliti diketahui

bahwa beberapa karyawan mengaku sudah bekerja bertahun-tahun dan

tidak mengalami kenaikan jenjang karir, tetapi tetap bertahan untuk tinggal

dalam perusahaan tersebut (komunikasi pribadi, 4 Februari 2015).

RN selaku marketing supervisor bagian konter yang sudah bekerja

di Sumber Baru KIA Yogyakarta selama kurang lebih 12 tahun

mengatakan bahwa hal yang membuat ia bertahan bekerja sebagai sales

konter hingga akhirnya diangkat menjadi supervisor adalah semangat dari

dalam dirinya untuk menghadapi tantangan mengejar target setiap

bulannya. Lebih lanjut, RN mengaku bahwa ia pernah ditawari pekerjaan

dengan gaji dan pangkat yang lebih tinggi di perusahaan lain, tetapi ia

tetap memilih bertahan di perusahaan tersebut. RN menjelaskan bahwa ia

benar-benar menyukai pekerjaannya di bidang marketing dan enggan

berpindah ke bidang pekerjaan yang lain karena tidak adanya gairah dalam

dirinya untuk bekerja di bidang lainnya. Sebelum bekerja sebagai

marketing Sumber Baru KIA Yogyakarta, RN mengaku bahwa ia pernah

beberapa kali bekerja di luar bidang marketing seperti accounting.

(28)

hingga akhirnya ia mencoba pekerjaan di bidang marketing dan merasa

puas dengan tantangan pekerjaan, serta hasil yang ia dapat dari bidang

tersebut. Sebelum bekerja di perusahaannya yang sekarang, RN juga

pernah bekerja sebagai marketing di perusahaan lain, tetapi tidak bertahan

lama karena lingkungan pekerjaan yang tidak nyaman. Menurut RN,

faktor lain yang membuat dirinya bertahan bekerja selama belasan tahun di

Sumber Baru KIA Yogyakarta adalah karena lingkungan yang nyaman

dan perhatian atasan yang mau mengayomi, serta peduli dengan

kesejahteraan para karyawannya (komunikasi pribadi, 4 Februari 2015).

Fenomena yang ada di Sumber Baru KIA Yogyakarta merujuk

pada salah satu teori yang disebut sebagai employee engagement. Kahn

(dalam Chaurasia, 2013) menjelaskan employee engagement sebagai

investasi energi fisik, emosional, dan kognitif karyawan secara terus

menerus dalam peran pekerjaan mereka. Selain itu, Schaufeli (dalam

Heger, 2007) mendefinisikan employee engagement sebagai sebuah

pemenuhan positif keadaan mental yang berhubungan dengan pekerjaan

yang melibatkan faktor rasional dan emosional mengenai apa yang dipikir

dan dirasa oleh karyawan mengenai pekerjaannya dan organisasi. Faktor

rasional meliputi hubungan yang lebih luas yang dimiliki karyawan

dengan organisasi, seperti memiliki sumber daya, peralatan, dan dukungan

yang mereka butuhkan untuk melakukan pekerjaan. Faktor emosional

meliputi rasa akan inspirasi dan prestasi yang karyawan dapatkan dengan

(29)

(dalam Tziner, 2013) mencirikan employee engagement dengan semangat

(Vigor), dedikasi (Dedication), dan penghayatan (Absorption). Vigor

merupakan tingginya tingkat energi dan ketahanan mental saat bekerja,

kemauan untuk menginvestasikan usaha dalam pekerjaan, serta ketekunan

meski menghadapi kesulitan. Dedication merupakan rasa bermakna,

antusiasme, inspirasi, kebanggaan, dan tantangan. Absorption merupakan

konsentrasi dan atensi penuh dalam pekerjaan seseorang.

Saks (2006) mengungkapkan bahwa faktor – faktor yang

mempengaruhi employee engagement adalah otonomi dalam bekerja,

dukungan sosial dari rekan kerja dan supervisor, pembinaan, tanggung

jawab, feedback terhadap performansi, kesempatan untuk belajar dan

berkembang, variasi tugas, kepemimpinan transformasional, serta

kesesuaian nilai dan keadilan organisasi.

Tidak dapat dipungkiri bahwa dukungan sosial dari atasan maupun

sesama rekan sekerja menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi

employee engagement. Survei Towers Watson yang dilansir dari Berita

Satu (dalam www.beritasatu.com, 2014) juga menunjukkan bahwa atasan

langsung seorang karyawan sangatlah penting untuk mendorong

keterlibatan karyawan dalam sebuah perusahaan. Karyawan menilai bahwa

atasan langsung cukup efektif dalam menjalankan peran mereka sebagai

manajer. Namun, hanya setengah dari karyawan yang mengungkapkan

bahwa manajer mau menyediakan waktu untuk membahas mengenai

(30)

Selain itu, penting bagi atasan langsung untuk terus mengkomunikasikan

hal-hal yang dapat mempengaruhi karyawan, memberikan edukasi tentang

budaya dan nilai suatu organisasi, serta menyediakan informasi mengenai

performa perusahaan (www.beritasatu.com, 2014).

Graen, Liden, dan Hoel (dalam Landy, 2010) mengatakan bahwa

kurangnya perhatian dan komunikasi dari atasan ke bawahan dapat

menciptakan hubungan yang renggang di antara keduanya dan dapat

memunculkan kecenderungan bagi bawahan untuk memandang hubungan

atasan dan bawahan tidak lebih dari hubungan kontraktual (sesuai dengan

surat kontrak), dimana karyawan bekerja ‘delapan jam untuk upah delapan jam’ dalam pekerjaan, serta tingginya turnover. Di sisi lain, hubungan dan komunikasi yang baik dari atasan ke bawahan akan meningkatkan sikap,

motivasi, dan performansi karyawan.

Atasan akan memiliki kualitas hubungan yang berbeda dengan

masing-masing bawahan seiring perlakuan yang diberikan dari atasan

kepada bawahannya. Hal ini sesuai dengan asumsi dasar dari teori LMX

yang menyatakan bahwa para pemimpin mengembangkan hubungan

atasan-bawahan yang berbeda dengan masing-masing bawahan (Yukl

dalam Wijanto, 2013). Atasan dapat memiliki hubungan yang dekat hanya

dengan beberapa bawahannya, di mana hubungan yang terjalin merupakan

hubungan yang berkualitas tinggi. Di sisi lain, atasan juga dapat memiliki

hubungan yang jauh dengan bawahannya yang merupakan hubungan yang

(31)

akan memiliki perasaan yang lebih baik satu sama lain, dapat

menyelesaikan tugas lebih banyak, dan dapat berdampak pada

keberhasilan organisasi (Northouse dalam Sarisusantini, 2012).

Morrow (2005) mengatakan bahwa LMX merupakan hubungan

antara atasan dan bawahan yang berkembang sebagai akibat dari

pertukaran yang berhubungan dengan pekerjaan. Hubungan ini dapat

dicirikan dengan kualitas hubungan yang tinggi atau baik jika

mencerminkan kepercayaan, rasa hormat, dan kesetiaan. Di sisi lain,

hubungan ini dapat dicirikan dengan kualitas hubungan yang rendah atau

buruk jika mencerminkan ketidakpercayaan, rasa hormat yang rendah, dan

kurangnya loyalitas (Morrow, 2005). Dienesch dan Liden (dalam Harris,

2004) mengungkapkan empat dimensi utama dalam teori Leader Member

Exchange, yaitu afeksi (affection), kontribusi (contribution), loyalitas

(loyalty), dan penghormatan professional (professional respect).

Afeksi (affection) merupakan kepedulian antara atasan dan

bawahan yang saling mempengaruhi satu sama lain tidak hanya dari nilai

profesional pekerja, tetapi juga berdasarkan pada daya tarik interpersonal

(Dionne dalam Hasdiabsar, 2011). Afeksi ditunjukkan dengan gerakan

spontan kasih sayang, menyuarakan keprihatinan dan memberi dukungan

pada masalah-masalah pribadi yang dihadapi seseorang, bersosialisasi di

luar tempat kerja, senyum atau sikap dukungan (Capella dalam Liden,

1997). Karyawan dengan kualitas hubungan yang tinggi akan menjalin

(32)

bawahan, yaitu persahabatan. Sebaliknya, karyawan dengan kualitas

hubungan yang rendah tidak dapat menjalin suatu hubungan pribadi

seperti persahabatan dengan atasannya (Dionne dalam Hasdiabsar, 2011).

Kontribusi (Contribution) merupakan persepsi tentang kegiatan

yang berorientasi pada tugas di tingkat tertentu antara setiap anggota untuk

mencapai tujuan bersama, baik secara eksplisit maupun implisit (Dionne

dalam Hasdiabsar, 2011). Kontribusi ditunjukkan dengan pemimpin yang

memberikan sumber daya dan kebebasan pengambilan keputusan yang

lebih besar bagi karyawan (Scandura et al dalam Liden, 1997). Karyawan

dengan kualitas hubungan yang tinggi akan mau mengambil tanggung

jawab dan menyelesaikan tugas yang melampaui deskripsi pekerjaan/

kontrak kerjanya. Di sisi lain, karyawan dengan kualitas hubungan yang

rendah hanya mau menyelesaikan tugas sesuai deskripsi pekerjaan/

kontrak kerjanya (Liden, 1997).

Loyalitas (Loyalty) merupakan ekspresi dan ungkapan yang

mendukung penuh tujuan dan karakter pribadi anggota lain dalam

hubungan timbal balik pimpinan dan bawahan yang melibatkan kesetiaan

secara konsisten (Dionne dalam Hasdiabsar, 2011). Loyalitas ditunjukkan

pemimpin yang mau mendukung dalam situasi yang sulit dan mendukung

saat dihadapkan pada kritik eksternal (Liden, 1997). Karyawan dengan

kualitas hubungan yang tinggi akan memiliki kesetiaan yang ditunjukkan

dengan sikap mendukung satu sama lain. Sedangkan karyawan dengan

(33)

dengan perilaku memulai/menyetujui kritik terhadap orang lain di depan

umum (Liden, 1997).

Penghormatan profesional (professional respect) merupakan

persepsi sejauh mana setiap hubungan timbal balik telah memiliki dan

membangun reputasi di dalam atau luar organisasi, di mana persepsi dapat

didasarkan pada riwayat hidup seseorang (Dionne dalam Hasdiabsar,

2011). Penghormatan profesional ditunjukkan dengan meminta nasehat

satu sama lain atau mengungkapkan kekaguman atas ketrampilan dan

integritas orang lain (Liden, 1997). Karyawan dengan kualitas hubungan

yang tinggi akan memiliki penghargaan/ pengakuan profesional, serta rasa

hormat terhadap orang lain. Sebaliknya, karyawan dengan kualitas

hubungan yang rendah tidak akan memiliki penghargaan/ pengakuan

profesional, serta rasa hormat terhadap orang lain yang ditunjukkan

dengan sikap mengejek orang lain di depan umum (Liden, 1997).

LMX mungkin didasarkan terutama pada satu dimensi, dua

dimensi, tiga dimensi, atau keempat dimensi. Setiap dimensi LMX dapat

berkembang berbeda dan bervariasi dalam pentingnya hubungan

atasan-bawahan yang ada (Liden, 1997).

Karyawan dengan kualitas hubungan yang tinggi pada tiap-tiap

dimensi LMX dengan atasannya memiliki ciri keterlibatan dalam timbal

balik pengetahuan, dukungan emosional dan logistik, serta usaha ekstra

dengan atasannya (Graen, Liden, & Hoel dalam Landy, 2010). Selain itu,

(34)

kinerja yang lebih tinggi, keinginan turnover yang lebih rendah, kepuasan

yang lebih besar terhadap atasan mereka, dan kepuasan keseluruhan yang

lebih besar dibandingkan dengan bawahan yang memiliki kualitas

hubungan rendah. Pada bawahan dengan kualitas hubungan yang tinggi,

bawahan akan lebih dipercaya, mendapat perhatian dalam porsi yang lebih

besar dari atasan, dan mendapat hak-hak khusus. Di sisi lain, bawahan

dengan kualitas hubungan yang rendah pada tiap-tiap dimensi LMX akan

mendapat waktu yang terbatas dari atasannya, menjalin hubungan antara

atasan dan bawahan berdasarkan pada hubungan formal yang dapat dilihat

dari penggunaan bahasa pada saat berkomunikasi (Robbins, 2006).

Macey dan Schneider (2008) mengungkapkan bahwa loyalitas dan

komitmen karyawan terbentuk karena adanya dukungan sosial dari sesama

rekan kerja maupun dari atasan. Di sisi lain, faktor yang mempengaruhi

loyalitas adalah keterlibatan kerja (job engagement). Jika karyawan

terlibat dengan pekerjaannya, ia memiliki kemauan untuk mencurahkan

banyak upaya untuk membantu pemilik usaha agar berhasil. Keterlibatan

karyawan tidak hanya loyal kepada organisasi, tetapi mereka juga

memberikan kontribusi yang signifikan ke tempat kerja mereka dan

cenderung kurang ingin meninggalkan organisasi atas kemauan mereka

sendiri (Macey & Schneider, 2008). Penelitian mengenai LMX telah

dilakukan terhadap 35 orang karyawan departemen penjualan di PT. X dan

menyumbang hasil bahwa LMX memberikan pengaruh pada komitmen

(35)

penelitian mengenai pengaruh LMX terhadap kinerja peran kerja

karyawan melalui employee engagement dengan sampel

karyawan-karyawan dari berbagai jenis perusahaan di India menyumbang hasil

bahwa kualitas LMX yang tinggi mempengaruhi proses keterlibatan

karyawan dan berdampak pada kinerja peran kerja yang lebih baik

(Chaurasia, 2013). Penelitian hubungan antara LMX terhadap employee

engagement di Sumber Baru KIA Yogyakarta penting diteliti untuk

mengungkap fenomena menarik yang ditemukan di Sumber Baru KIA

Yogyakarta yang memiliki annual turnover rate yang tergolong cukup

tinggi, tetapi mayoritas karyawannya telah bekerja lebih dari 1 tahun dan

bahkan betah bekerja selama bertahun-tahun di perusahaannya.

Penelitian terdahulu mengenai employee engagement juga telah

dilakukan kepada 100 orang karyawan yang dipilih secara acak di Penang

untuk meninjau berbagai anteseden dari employee engagement melalui

kuesioner. Penelitian tersebut memberikan hasil bahwa pengembangan

karyawan merupakan faktor yang sangat berkontribusi dalam employee

engagement. Namun, penelitian tersebut memiliki keterbatasan karena

hanya dilakukan di negara maju dengan variabel independen yang belum

bervariasi (Muthuveloo, 2013).

Latar belakang temuan dan keterbatasan penelitian terkait variabel

employee engagement dan Leader Member Exchange (LMX) yang

terdahulu mendukung dilakukannya penelitian dengan variabel independen

(36)

Leader Member Exchange (LMX) di Indonesia sebagai salah satu negara

berkembang. Selain itu, ditemukannya data hasil observasi oleh peneliti

yang menunjukkan adanya keempat dimensi LMX di Sumber Baru KIA

Yogyakarta membuat peneliti memilih untuk menguji empat dimensi

LMX di perusahaan tersebut dengan employee engagement. Ditinjau dari

latar belakang tersebut, maka peneliti ingin meneliti hubungan antara

dimensi Leader Member Exchange (LMX) dengan employee engagement

pada karyawan Sumber Baru KIA Yogyakarta.

B. Rumusan Masalah

Apakah terdapat hubungan antara dimensi Leader Member Exchange

(LMX) dengan employee engagement pada karyawan Sumber Baru KIA

Yogyakarta?

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan dimensi Leader

Member Exchange (LMX) dengan employee engagement pada karyawan

(37)

D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoretis

Penelitian ini diharapkan dapat memperkaya ilmu di bidang Psikologi

Industri dan Organisasi dalam hal employee engagement dan juga

dapat memperkaya ilmu di bidang Psikologi Kepemimpinan dalam

kajian mengenai variabel Leader Member Exchange (LMX).

2. Manfaat Praktis

2.1Bagi Subjek

Penelitian ini diharapkan dapat membantu subjek untuk dapat

memahami employee engagement yang dimiliki, sehingga subjek

lebih termotivasi lagi untuk terus meningkatkan engagement-nya

terhadap pekerjaannya di perusahaan.

Jika terbukti ada hubungan positif yang signifikan antara Leader

Member Exchange (LMX) terhadap employee engagement, maka

diharapkan atasan dalam perusahaan dapat membangun kualitas

hubungan yang tinggi dengan tiap-tiap bawahannya dan karyawan

diharapkan juga dapat mempersepsi kualitas hubungan Leader

Member Exchange (LMX) dengan lebih positif.

2.2Bagi Perusahaan

Penelitian ini diharapkan dapat membantu Divisi Human

(38)

lebih memahami tingkat engagement karyawan dan hubungannya

dengan Leader Member Exchange (LMX). Hasil penelitian ini

nantinya dapat digunakan sebagai sumber data empiris bagi Divisi

Human Resources Management Sumber Baru KIA Yogyakarta

dalam merancang program intervensi untuk peningkatan employee

(39)

16

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Leader Member Exchange (LMX)

1. Definisi Leader Member Exchange (LMX)

Asumsi dasar dari teori LMX menyatakan bahwa para pemimpin

mengembangkan hubungan atasan-bawahan yang berbeda dengan

masing-masing bawahan (Yukl dalam Wijanto, 2013). Atasan dapat memiliki

hubungan yang dekat hanya dengan beberapa bawahannya, di mana

hubungan yang terjalin merupakan hubungan yang berkualitas tinggi. Di

sisi lain, atasan juga dapat memiliki hubungan yang jauh dengan

bawahannya yang merupakan hubungan yang berkualitas rendah. Atasan

dan bawahan yang memiliki hubungan baik akan memiliki perasaan yang

lebih baik satu sama lain, dapat menyelesaikan tugas lebih banyak, dan

dapat berdampak pada keberhasilan organisasi (Northouse dalam

Sarisusantini, 2012).

Karyawan yang memiliki kualitas hubungan yang tinggi dengan

atasannya memiliki ciri keterlibatan dalam timbal balik pengetahuan,

dukungan emosional dan logistik, serta usaha ekstra dengan atasannya

(Graen, Liden, & Hoel dalam Landy, 2010). Saat memiliki kualitas

hubungan yang tinggi, pengikut akan tertarik untuk menegosiasikan

hal-hal yang ingin mereka lakukan untuk kelompok kepada pemimpin.

(40)

aktivitas yang melebihi deskripsi pekerjaan resmi mereka dan pemimpin

melakukan lebih banyak hal untuk pengikutnya. Bila pengikut tidak

tertarik untuk menerima tanggung jawab pekerjaan yang baru dan berbeda,

mereka akan memiliki kualitas hubungan yang rendah dengan atasannya

(Graen dalam Northouse, 2013).

Menurut Robbins (2006), teori LMX berpendapat bahwa karena

adanya tekanan waktu, para pemimpin membangun hubungan yang

istimewa dengan kelompok kecil bawahan mereka. Morrow (2005)

mengatakan bahwa LMX merupakan hubungan antara atasan dan bawahan

yang berkembang sebagai akibat dari pertukaran yang berhubungan

dengan pekerjaan. Hubungan ini dapat dicirikan dengan kualitas hubungan

yang tinggi atau baik jika mencerminkan kepercayaan, rasa hormat, dan

kesetiaan. Di sisi lain, hubungan ini dapat dicirikan dengan kualitas

hubungan yang rendah atau buruk jika mencerminkan ketidakpercayaan,

rasa hormat yang rendah, dan kurangnya loyalitas (Morrow, 2005).

Robbins (2006) mengungkapkan bahwa bawahan dengan kualitas

hubungan yang tinggi akan memiliki peringkat kinerja yang lebih tinggi,

turnover yang rendah, kepuasan yang lebih besar terhadap atasan mereka,

dan kepuasan keseluruhan yang lebih besar dibandingkan bawahan dengan

kualitas hubungan yang rendah. Selain itu, bawahan lebih dipercaya,

mendapat perhatian dalam porsi yang lebih besar dari atasan, dan

mendapat hak-hak khusus. Sebaliknya, bawahan yang memiliki kualitas

(41)

hubungan antara atasan dan bawahan berdasar pada hubungan formal yang

dapat dilihat dari penggunaan bahasa pada saat berkomunikasi.

Merujuk pada definisi LMX yang telah dikemukakan, peneliti

menyimpulkan LMX sebagai pertukaran terkait aktivitas melebihi

pekerjaan resmi yang dikembangkan atasan terhadap bawahannya, di

mana bawahan yang mendapat perhatian lebih dari atasan akan mendapat

kualitas hubungan yang tinggi, sedangkan bawahan yang dibatasi

hubungan kerja formal akan memiliki kualitas hubungan yang rendah

dengan atasannya.

2. Fase-fase Pembentukan Kepemimpinan Leader Member Exchange (LMX)

Tabel 1 menunjukkan bahwa pembentukan kepemimpinan berkembang

secara pesat dalam tiga fase, yaitu (1) fase orang asing, (2) fase

perkenalan, dan (3) fase hubungan pertemanan yang matang (Graen &

(42)

Tabel 1

Fase-fase dalam Pembentukan Kepemimpinan LMX (Northouse, 2013)

Fase 1 Orang Asing Fase 2 Perkenalan Fase 3 Pertemanan Peran Tertulis Diuji Dinegosiasikan Pengaruh Satu arah Campuran Timbal balik Pertukaran Kualitas rendah Kualitas sedang Kualitas tinggi Minat Diri sendiri Diri sendiri dan

orang lain

Kelompok

Waktu

Pada fase 1 atau fase orang asing, interaksi antara pemimpin dan

anggota dalam hubungan dua pihak dibatasi oleh peraturan. Selain itu,

pemimpin dan anggota sangat mengandalkan hubungan kerja, di mana

mereka saling berhubungan di dalam peran organisasi yang telah

ditetapkan. Pemimpin dan anggota memiliki pertukaran yang berkualitas

rendah. Pengikut akan patuh kepada pemimpin resmi yang memiliki status

hirarkis untuk mendapat imbalan ekonomi yang dikontrol oleh pemimpin.

Motif pengikut selama fase orang asing mengarah pada kepentingan diri,

bukan untuk kebaikan kelompok (Graen dan Uhl-Bien dalam Northouse,

2013).

Menurut Northouse (2013), fase 2 merupakan fase perkenalan yang

dimulai dengan adanya tawaran dari pemimpin atau pengikut untuk

meningkatkan pertukaran sosial yang berorientasi pada karir. Pertukaran

(43)

pribadi atau informasi terkait dengan pekerjaan. Fase ini merupakan

periode pengujian untuk pemimpin dan pengikut guna menilai apakah

pengikut tertarik untuk mengambil lebih banyak peran dan tanggung

jawab. Fase ini juga berguna untuk menilai apakah pemimpin bersedia

untuk memberikan tantangan baru bagi pengikut. Selama masa ini,

hubungan dua pihak berubah dari interaksi yang dengan ketat diatur oleh

deskripsi jabatan dan menetapkan peran serta menuju cara baru berelasi.

Kualitas hubungan dari pertukaran atasan dengan bawahan dalam fase ini

telah meningkat ke kualitas menengah. Atasan dan bawahan mulai

mengembangkan kepercayaan dan penghargaan yang lebih besar untuk

masing-masing pihak. Mereka cenderung tidak terlalu berfokus pada

kepentingan diri sendiri, melainkan lebih pada tujuan dan kegunaan

kelompok.

Fase 3 atau hubungan pertemanan yang matang ditandai dengan

pertukaran pemimpin dan anggota yang berkualitas tinggi. Orang-orang

yang maju pada tahap ini telah mengalami rasa saling percaya, sikap saling

menghormati, dan sikap saling menghargai yang tinggi di dalam

hubungannya. Pada fase ini, ada tingkatan timbal balik yang tinggi antara

pemimpin dan pengikut, sehingga masing-masing pihak saling

mempengaruhi dan dipengaruhi oleh pihak lain. Selain itu, anggota dapat

saling mengandalkan untuk bantuan dan dukungan khusus. Contoh,

pemimpin dapat mengandalkan pengikut untuk melakukan tugas tambahan

(44)

dorongan yang diperlukan. Jadi, pemimpin dan pengikut saling terikat

dalam cara produktif yang lebih dari hubungan kerja yang telah ditetapkan

oleh hirarki (Northouse, 2013).

Nahrang, Morgeson, dan Illies (dalam Northouse, 2013)

berpendapat bahwa prediktor utama dari kualitas hubungan untuk

pemimpin dan pengikut adalah perilaku, seperti kinerja.

3. Dimensi Leader Member Exchange (LMX)

Menurut Dienesch dan Liden (dalam Harris, 2004), teori Leader

Member Exchange melibatkan empat dimensi utama, yaitu afeksi

(affection), kontribusi (contribution), loyalitas (loyalty), dan penghormatan

profesional (professional respect). Dionne (dalam Hasdiabsar, 2011)

menjabarkan empat dimensi LMX, sebagai berikut :

a. Afeksi (affection)

Afeksi adalah kepedulian antara atasan dan bawahan yang

saling mempengaruhi satu sama lain tidak hanya dari nilai profesional

pekerja, tetapi juga berdasarkan pada daya tarik interpersonal. Selain

itu, terjadi suatu hubungan pribadi yang saling bermanfaat antara

atasan dengan bawahan, misalnya persahabatan.

Zahn dan Wolf (dalam Liden, 1997) menyatakan bahwa afeksi

berkisar dari tidak suka ke suka dengan titik tengah yang

mencerminkan ketidakpedulian afektif. Suka ditunjukkan dalam

(45)

keprihatinan dan memberi dukungan pada masalah-masalah pribadi

yang dihadapi seseorang, serta dengan bersosialisasi di luar tempat

kerja. Contoh lain mencakup beberapa hal sederhana berupa ekspresi

interpersonal yang mempengaruhi feedback yang cepat dan segera dari

orang lain, seperti senyum atau sikap dukungan (Capella dalam Liden,

1997).

b. Kontribusi (Contribution)

Kontribusi merupakan persepsi tentang kegiatan yang

berorientasi pada tugas di tingkat tertentu antara setiap anggota untuk

mencapai tujuan bersama, baik secara eksplisit maupun implisit. Hal

yang penting dalam mengevaluasi orientasi kerja adalah sejauh mana

anggota bawahan dari dyad (dua orang yang berupa kesatuan yang

berinteraksi) bertanggung jawab dan menyelesaikan tugas-tugasnya

melebihi deskripsi pekerjaan atau kontrak kerjanya, serta sejauh mana

atasan memberikan sumber daya dan peluang untuk kegiatan tersebut.

Zahn dan Wolf (dalam Liden, 1997) menyatakan bahwa

kontribusi berkisar dari orang-orang yang secara negatif

mempengaruhi ‘dyad’ ke orang-orang yang memiliki pengaruh positif. Karena adanya perbedaan peran dan tanggung jawab, maka apa yang

diberikan oleh pemimpin dan anggotanya belum tentu sama. Pada titik

kontinum akhir yang positif, anggota dapat berkontribusi pada perilaku

extra-role, seperti bekerja lembur dan pemimpin membalas dengan

(46)

dalam Liden, 1997). Karena kontribusi melibatkan performansi kerja

yang sering terikat dengan waktu, maka waktu timbal baliknya tidak

pasti. Pada pertukaran kontribusi yang positif, pemimpin dan anggota

mencerminkan hubungan timbal balik yang seimbang. Di sisi lain,

pertukaran kontribusi yang negatif akan bertujuan untuk menyakiti

satu sama lain dengan mencegah pencapaian tujuan dari

masing-masing orang (Zahn & Wolf dalam Liden, 1997).

c. Loyalitas (Loyalty)

Loyalitas merupakan ekspresi dan ungkapan yang mendukung

penuh tujuan dan karakter pribadi anggota lainnya dalam hubungan

timbal balik pimpinan dan bawahan. Loyalitas melibatkan kesetiaan

pada individu yang bersifat konsisten dari satu situasi ke situasi

lainnya.

Variabilitas dalam tingkat loyalitas dimulai dari ketidaksetiaan

hingga kesetiaan (Zahn dan Wolf dalam Liden, 1997). Kesempatan

bagi pemimpin dan anggota untuk menggambarkan loyalitasnya sering

bergantung pada faktor situasional, misalnya pada saat orang lain

memberikan penilaian negatif baik secara langsung atau tersirat.

Pemimpin yang didukung bawahannya dalam menghadapi kritik

eksternal tidak dapat membalas bawahannya tersebut sebelum

bawahannya mengalami situasi atau keadaan yang sama. Jadi,

pertukaran dalam loyalitas tidak bergantung pada pengembalian secara

(47)

pertukaran yang berdasar pada pengembalian yang setara. Di sisi lain,

ketidaksetiaan ditunjukkan dengan menyetujui kritik atau memulai

kritik terhadap orang lain di depan umum (Liden, 1997).

d. Penghormatan profesional (professional respect)

Penghormatan profesional merupakan persepsi sejauh mana

setiap hubungan timbal balik telah memiliki dan membangun reputasi

di dalam atau luar organisasi. Persepsi dapat didasarkan pada riwayat

hidup seseorang. Misalnya, pengalaman pribadi dengan individu,

komentar yang dibuat orang lain di dalam atau luar organisasi, dan

penghargaan atau pengakuan profesional lain yang telah dicapai. Ada

kemungkinan bahwa persepsi tentang rasa hormat pada seseorang telah

ada sebelum bekerja atau bertemu dengan orang tersebut.

Penghormatan profesional dapat dikomunikasikan dengan

berbagai cara, seperti atasan atau bawahan yang meminta saran satu

sama lain, dapat juga dengan mengungkapkan kekaguman atas

ketrampilan dan integritas orang lain. Di sisi lain, penghormatan

profesional yang negatif ditunjukkan dengan menghindari untuk

meminta saran satu sama lain dan mungkin mengejek satu sama lain di

depan umum (Liden, 1997).

Liden (1997) mengatakan bahwa LMX mungkin didasarkan

terutama pada satu dimensi, dua dimensi, tiga dimensi, atau keempat

(48)

dalam pentingnya hubungan atasan-bawahan yang ada. Namun, pemimpin

dan anggota yang dapat mengembangkan hubungan dengan beberapa

konten yang ada (misalnya: afeksi, kontribusi, loyalitas, dan penghormatan

profesional) tidak hanya dengan satu sama lain, tetapi juga dengan orang

lain akan menuai lebih banyak keuntungan daripada mereka yang

hubungannya didasarkan pada konten tunggal.

Berdasarkan penjelasan mengenai dimensi LMX dari teori-teori

yang ada, peneliti menyimpulkan bahwa LMX melibatkan empat dimensi

utama, yaitu: afeksi, kontribusi, loyalitas, dan penghormatan profesional

(Dienesch & Liden dalam Harris, 2004).

4. Dampak Leader Member Exchange (LMX)

Hubungan Leader Member Exchange (LMX) yang berkualitas

tinggi akan menghasilkan karyawan dengan kinerja yang lebih baik,

peningkatan komitmen organisasi, kepuasan kerja, organizational

citizenship behavior, dan menurunnya intensi turnover (Gerstner & Day;

Schriesheim et al dalam Harris, 2007). Bawahan juga memiliki peringkat

kinerja yang lebih tinggi, keinginan turnover yang rendah, kepuasan yang

lebih besar terhadap atasan mereka, dan kepuasan keseluruhan yang lebih

besar dibandingkan dengan bawahan yang memiliki kualitas hubungan

yang rendah. Selain itu, bawahan lebih dipercaya, mendapat perhatian

dalam porsi yang lebih besar dari atasan, dan mendapat hak-hak khusus

(49)

Sebaliknya, bawahan yang memiliki kualitas hubungan yang

rendah akan mendapat waktu yang terbatas dari atasannya, menjalin

hubungan antara atasan dan bawahan berdasar pada hubungan formal yang

dapat dilihat dari penggunaan bahasa pada saat berkomunikasi. Karyawan

dengan kualitas hubungan yang rendah juga cenderung memandang

hubungan atasan dan bawahan tidak lebih dari hubungan kontraktual

(sesuai dengan surat kontrak), dimana karyawan bekerja ‘delapan jam

untuk upah delapan jam’ dalam pekerjaan, serta tingginya turnover

(Graen, Liden, & Hoel dalam Landy, 2010).

B. Employee Engagement

1. Definisi Employee Engagement

Kahn (dalam Chaurasia, 2013) menjelaskan employee engagement

sebagai investasi energi fisik, emosional, dan kognitif karyawan secara

terus menerus dalam peran pekerjaan mereka. Menurut CLC dan Blessing

(dalam Muthuveloo, 2013), employee engagement merupakan penekanan

terhadap hubungan kognitif antarpekerja untuk bekerja dan perilaku

selanjutnya yang ditunjukkan pekerja terhadap kepuasan kerja, serta

efeknya mengenai seberapa sulit pekerja ingin untuk bekerja. Di sisi lain,

Gubman dan Bates (dalam Muthuveloo, 2013) mendefinisikan employee

engagement sebagai kelekatan emosional yang dibawa pekerja ke

(50)

Schaufeli (dalam Heger, 2007) mendefinisikan employee

engagement sebagai sebuah pemenuhan positif keadaan mental yang

berhubungan dengan pekerjaan yang melibatkan faktor rasional dan

emosional mengenai apa yang dipikir dan dirasa oleh karyawan mengenai

pekerjaannya dan organisasi. Faktor rasional meliputi hubungan yang

lebih luas yang dimiliki karyawan dengan organisasi, seperti memiliki

sumber daya, peralatan, dan dukungan yang mereka butuhkan untuk

melakukan pekerjaan. Faktor emosional meliputi rasa akan inspirasi dan

prestasi yang karyawan dapatkan dengan menjadi anggota dari perusahaan

dan dari pekerjaan mereka. Menurut Robbins (2015), employee

engagement adalah keterlibatan, kepuasan, dan antusiasme seorang

individu terhadap pekerjaan yang dilakukan. Pekerja yang sangat terlibat

akan memiliki gairah dalam pekerjaannya dan merasakan hubungan yang

dalam dengan perusahaannya.

Merujuk pada definisi yang telah dikemukakan, peneliti

menyimpulkan employee engagement sebagai tingkat keterlibatan,

kepuasan, dan antusiasme karyawan mengenai pekerjaannya dan

organisasi, sehingga karyawan memiliki gairah dalam pekerjaannya dan

(51)

2. Aspek Employee Engagement

Schaufeli (2004) mendefinisikan tiga aspek employee engagement sebagai

berikut:

a. Vigor (semangat)

Vigor merupakan tingginya energi yang diberikan saat bekerja,

ketahanan dalam menghadapi pekerjaan, kemauan untuk mencurahkan

usaha dalam pekerjaan, serta ketekunan saat menghadapi kesulitan

dalam bekerja.

b. Dedication (dedikasi)

Dedication merupakan rasa bermakna dan antusiasme terhadap

pekerjaan, serta inspirasi, kebanggaan, dan tantangan yang didapat dari

pekerjaan.

c. Absorption (penghayatan)

Absorption merupakan konsentrasi dan atensi penuh yang diberikan

seseorang dalam pekerjaannya.

3. Anteseden Employee Engagement

Kahn (dalam Kumar, 2011) mengungkapkan bahwa anteseden dari

employee engagement ialah:

a. Job characteristics

Kebermaknaan psikologis dapat dicapai dari karakteristik tugas yang

memberikan pekerjaan yang menantang dan bervariasi,

(52)

pribadi, dan kesempatan untuk membuat kontribusi penting.

b. Perceived organisasional support

Hubungan resiprokal antaranggota berkembang dari waktu ke waktu

melalui rasa percaya, setia, dan komitmen mutual sepanjang anggota

patuh pada beberapa aturan yang ada. POS menciptakan kewajiban

pada bagian dari karyawan untuk peduli kesejahteraan organisasi dan

membantu organisasi mencapai tujuannya.

c. Perceived supervisor support

PSS juga merupakan prediktor penting dari engagement karyawan.

Bahkan, kurangnya dukungan dari supervisor telah ditemukan menjadi

faktor yang sangat penting terkait dengan burnout (Maslach et al

dalam Kumar, 2011). Temuan ini sesuai dengan teori yang

dikemukakan oleh Graen, Liden, dan Hoel (dalam Landy, 2010) yang

mengatakan bahwa kurangnya perhatian dan komunikasi dari atasan ke

bawahan dapat menciptakan hubungan yang renggang di antara

keduanya dan dapat memunculkan kecenderungan bagi bawahan untuk

memandang hubungan atasan dan bawahan tidak lebih dari hubungan

kontraktual, dimana karyawan bekerja ‘delapan jam untuk upah delapan jam’ dalam pekerjaan, serta tingginya turnover. Karyawan tersebut akan memiliki kualitas hubungan yang rendah dengan

atasannya, sehingga cenderung menjadi karyawan yang not-engaged.

Sedangkan karyawan yang memiliki kualitas hubungan yang tinggi

(53)

Oleh karena itu, peneliti memilih variabel LMX terkait hubungannya

dengan employee engagement karena teori LMX mengungkap

pertukaran yang dilakukan pemimpin dan bawahannya dalam

hubungan atasan-bawahan yang dikembangkan satu sama lain yang

membuat karyawan dapat memiliki kualitas hubungan yang tinggi

maupun rendah dengan atasan.

d. Reward and recognition

Pengakuan dan penghargaan yang tepat penting untuk

mengembangkan engagement karyawan, sedangkan kurangnya

penghargaan dan pengakuan dapat menyebabkan burnout pada

karyawan.

e. Distributive and procedural justice

Keadilan distributif berkaitan dengan persepsi seseorang tentang

kewajaran hasil keputusan, sedangkan keadilan prosedural mengacu

pada keadilan yang dirasakan dari sarana dan proses yang digunakan

untuk menentukan jumlah dan distribusi sumber daya. Persepsi akan

keadilan terkait dengan hasil organisasi seperti kepuasan kerja,

komitmen organisasi, perilaku anggota organisasi, withdrawal, dan

(54)

4. Tipe Engagement pada Karyawan

Menurut Fleming (dalam Muthuveloo, 2013) ada 2 grup karyawan,

yaitu:

a. Engaged Employees

Engaged employee merupakan pekerja yang bersemangat terhadap

pekerjaannya dan mempunyai tanggung jawab mengenai apa yang

harus dilakukan kepada perusahaan mereka.

b. Not-Engaged Employees

Not-Engaged Employees merupakan pekerja yang tidak memiliki

energi dalam melakukan pekerjaannya.

5. Dampak Employee Engagement

Menurut Vance (dalam Muthuveloo, 2013), karyawan yang tidak

engaged dengan pekerjaannya akan mempengaruhi performansinya dalam

perusahaan melalui tingginya absensi, tingginya turnover, dan rendahnya

produktivitas. Employee engagement dapat mempengaruhi kinerja

organisasi saat employee engagement terlebih dahulu memberikan

pengaruh positif bagi karyawan. Menurut Ramsay (dalam Muthuveloo,

2013), karyawan yang engaged lebih mungkin untuk tinggal dalam

organisasi mereka saat ini dan berkomitmen terhadap organisasi mereka.

Karyawan yang engaged juga akan termotivasi untuk meningkatkan

produktifitasnya, mau menerima tantangan, dan merasa bahwa

(55)

berpengaruh bagi kinerja pegawai dan juga memberikan dampak positif di

tingkat organisasi, yaitu produktivitas dan pertumbuhan organisasi

(Margaretha & Saragih dalam Murnianita, 2012).

C. Karyawan Sumber Baru KIA Yogyakarta

Berdasarkan hasil wawancara dengan SB selaku kepala HRD Sumber

Baru KIA Yogyakarta (komunikasi pribadi, 28 Februari 2015) diketahui

bahwa terdapat 88 karyawan yang bekerja di Sumber Baru KIA Yogyakarta

dan terbagi menjadi 4 kelompok besar sebagai berikut:

a. Back Office (Operasional)

Karyawan yang bekerja pada bagian ini bertugas untuk mengurusi

berbagai administrasi perusahaan. Divisi dan karyawan yang termasuk

dalam bagian ini meliputi: ADH (Administration Head), HRD, Promosi,

Marketing Support, BBN/STNK, Accounting, Finance, PDC (Pre

Delivery Check), dan Admin Logistik.

b. After Sales Service

Karyawan yang bekerja pada bagian ini bertugas untuk mengurusi

berbagai layanan servis bengkel dan spare part mobil. Divisi dan

karyawan yang termasuk dalam bagian ini meliputi: Assistant Manager,

Kepala Bengkel, CS Service, Kasir, Staff Spare Part, Manager Part,

Gambar

Tabel 31. Hasil Uji T Variabel Leader Member Exchange (LMX) Karyawan  Marketing .........................................................................................................
Tabel  1  menunjukkan  bahwa  pembentukan  kepemimpinan  berkembang  secara  pesat  dalam  tiga  fase,  yaitu  (1)  fase  orang  asing,  (2)  fase  perkenalan,  dan  (3)  fase  hubungan  pertemanan  yang  matang  (Graen  &  Uhl-Bien dalam Northouse, 20

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian menunjukkan bahwa interaksi varietas dan tinggi genangan hanya berpengaruh nyata pada parameter persentase daun menguning hal ini disebabkan karena adanya

[r]

Semakin berkurangnya para pengajar yang memiliki kapabilitas atas kitab klasik, dan ber- kurangnya minat masyarakat yang terkesima dengan pendidikan sekular, persoalan lain

Pada penelitian sebelumnya (Karlianda, 2012) telah dilakukan upaya terhadap perkembangan subkultur tunas gaharu dengan menggunakan kombinasi NAA dan BAP dan

Peran orang tua dalam hal ini sangat mempengaruhi apakah anak remaja berperilaku seks pranikah atau tidak, penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan

Dalam pembuatan kompon karet selain bahan baku karet alam dan karet sintetis perlu ditambahkan beberapa jenis bahan kimia, tujuannya adalah untuk memperbaiki

Responden pada penelitian ini adalah karyawan bagian keuangan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Data yang terkumpul kemudian di olah dengan menggunakan analisis

Nilai soft skill yang diharapkan adalah mahasiswa dapat bekerjasama, bertanggung jawab, berani mengemukakan pendapat dan bertanya, menghargai pendapat orang lain,