HUBUNGAN ANTARA DIMENSI LEADER MEMBER
EXCHANGE (LMX) DENGAN EMPLOYEE ENGAGEMENT
PADA KARYAWAN SUMBER BARU KIA YOGYAKARTA
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi
Program Studi Psikologi
Disusun Oleh: Elia Puspita Dewi
NIM: 119114026
PROGRAM STUDI PSIKOLOGI JURUSAN PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA
ii
SKRIPSI
HUBUNGAN ANTARA DIMENSI LEADER MEMBER EXCHANGE (LMX) DENGAN EMPLOYEE ENGAGEMENT PADA KARYAWAN SUMBER
BARU KIA YOGYAKARTA
Disusun Oleh:
Elia Puspita Dewi
NIM: 119114026
Telah Disetujui Oleh:
Dosen Pembimbing,
iii
SKRIPSI
HUBUNGAN ANTARA DIMENSI LEADER MEMBER EXCHANGE (LMX) DENGAN EMPLOYEE ENGAGEMENT PADA KARYAWAN SUMBER
BARU KIA YOGYAKARTA
Dipersiapkan dan ditulis oleh : Elia Puspita Dewi
119114026
Telah dipertanggungjawabkan di depan Panitia Penguji Pada tanggal : 8 Juni 2015
dan dinyatakan telah memenuhi syarat
Susunan Panitia Penguji
Nama Lengkap Tanda Tangan
Penguji 1 : Dewi Soerna Anggraeni, M.Psi. ………….…….
Penguji 2 : Dr. T. Priyo Widiyanto, M.Si. ………….……. Penguji 3 : Ratri Sunar Astuti, M.Si. ………….…….
Yogyakarta,
Fakultas Psikologi
Universitas Sanata Dharma
Dekan,
iv
“And I say unto you, Ask, and it shall be given you; seek,
and ye shall find; knock, and it shall be opened unto you”
Luke 11 : 9
-“A lesson without pain is meaningless. For you cannot gain
anything without sacrificing something else in return. Although,
if you can endure that pain and walk away from it, you'll find you
have a heart strong enough to overcome any obstacle.”
-
Edward Elric, Full Metal Alchemist
-
“Whatever you do, work at it with all your heart, as
working for the Lord, not for human masters”
-v
“Same miracle brings us all into this world, the different
is some do the best in the lives that were given to them
and some not.”
Proudly dedicated for…
My Father Jesus
My Lovely Parents and Family
and My Love
vi
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA
Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini
tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan
dalam daftar pustaka sebagaimana layaknya karya ilmiah.
Yogyakarta, 18 Mei 2015
Penulis,
vii
HUBUNGAN ANTARA DIMENSI LEADER MEMBER EXCHANGE (LMX) DENGAN EMPLOYEE ENGAGEMENT PADA KARYAWAN SUMBER
BARU KIA YOGYAKARTA Elia Puspita Dewi
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara dimensi Leader Member Exchange (LMX) dengan Employee Engagement pada karyawan Sumber Baru KIA Yogyakarta. Hipotesis dalam penelitian ini ialah terdapat hubungan positif antara dimensi Leader Member Exchange (LMX) dengan Employee Engagement. Teknik pengambilan sampel menggunakan
purposive sampling dengan jumlah subjek sebanyak 75 orang. Subjek pada penelitian ini ialah karyawan Sumber Baru KIA yang telah bekerja minimal selama 1 tahun dan berstatus sebagai karyawan tetap. Penelitian ini menggunakan dua skala likert, yaitu Skala Employee Engagement
dan Skala Leader Member Exchange (LMX). Reliabilitas Skala Employee Engagement adalah 0,921. Reliabilitas Skala Dimensi Afeksi ialah 0,748, reliabilitas Skala Dimensi Kontribusi ialah 0,711, reliabilitas Skala Dimensi Loyalitas ialah 0,722, dan reliabilitas Skala Dimensi Penghormatan Profesional ialah 0,657. Metode analisis data dilakukan menggunakan teknik korelasi Spearman Rho. Hasil analisis data menunjukkan bahwa Dimensi Afeksi dengan variabel
Employee Engagement memperoleh koefisien korelasi sebesar 0,268 dengan taraf signifikansi 0,010. Dimensi Kontribusi dengan variabel Employee Engagement memperoleh koefisien korelasi sebesar 0,391 dengan taraf signifikansi 0,000. Dimensi Loyalitas dengan variabel Employee Engagement memperoleh koefisien korelasi sebesar 0,198 dengan taraf signifikansi 0,044. Dimensi Penghormatan Profesional dengan variabel employee engagement memperoleh koefisien korelasi sebesar -0,166 dengan taraf signifikansi 0,077. Hasil tersebut menunjukkan bahwa Dimensi Afeksi, Kontribusi, dan Loyalitas memiliki hubungan positif yang signifikan dengan
Employee Engagement. Di sisi lain, Dimensi Penghormatan Profesional memiliki hubungan negatif yang tidak signifikan dengan variabel Employee Engagement. Analisis tambahan dilakukan dan diperoleh hasil bahwa ada hubungan positif yang signifikan antara variabel Leader Member Exchange (LMX) dengan variabel Employee Engagement dilihat dari koefisien korelasi sebesar 0,258 dan taraf signifikansi 0,013.
Kata kunci : dimensi Leader Member Exchange (LMX), Leader Member Exchange (LMX),
viii
THE RELATIONSHIP BETWEEN THE DIMENSION OF LEADER MEMBER EXCHANGE (LMX) AND EMPLOYEE ENGAGEMENT ON
SUMBER BARU KIA YOGYAKARTA’S EMPLOYEES Elia Puspita Dewi
ABSTRACT
This research was aimed to find out the relationship between the dimension of Leader Member Exchange (LMX) and Employee Engagement on Sumber Baru KIA Yogyakarta’s employees. The hypothesis of this study was there was a positive relationship between the dimension of Leader Member Exchange (LMX) with Employee Engagement. Sample was taken by purposive sampling technique with the total of subjects were 75 peoples. Subjects in this research were Sumber Baru KIA Yogyakarta’s employees who had worked for at least one year and got status as permanent employees. This research used two kind of Likert scale which were Employee Engagement Scale and Leader Member Exchange (LMX) Scale. Employee Engagement Scale reliability was 0.921, Affection Dimension Scale reliability was 0.748, Contribution Dimension Scale reliability was 0.711, Loyalty Dimension Scale reliability was 0.722, and the reliability of Professional Respect Dimension Scale was 0.657. Data was analyzed using Spearman Rho correlation technique. The result showed that Affection Dimension and Employee Engagement obtained the correlation coefficient of 0.268 with a significance level of 0,010. Contribution Dimension and Employee Engagement obtained the correlation coefficient of 0.391 with a significance level of 0.000. Loyalty Dimension and Employee Engagement obtained the correlation coefficient of 0.198 with a significance level of 0.044. Professional Respect Dimension and Employee Engagement got correlation coefficient of -0.166 with a significance level of 0.077. The results showed that the dimensions of Affection, Contribution, and Loyalty had significant positive relationship with Employee Engagement. On the other hand, Professional Respect Dimension had a negative correlation that not significant with Employee Engagement. Additional analysis were performed and the result showed that there was a significant positive relationship between the Leader Member Exchange (LMX) and Employee Engagement with correlation coefficient of 0.258 and a significance level of 0.013.
Keywords : Dimension of Leader Member Exchange (LMX), Leader Member Exchange (LMX), Employee Engagement
ix
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN
PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma Nama : Elia Puspita Dewi
NIM : 119114026
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma Yogyakarta karya ilmiah saya yang berjudul :
“HUBUNGAN ANTARA DIMENSI LEADER MEMBER EXCHANGE (LMX) DENGAN EMPLOYEE ENGAGEMENT PADA KARYAWAN
SUMBER BARU KIA YOGYAKARTA”
beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikan di Internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya maupun memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di Yogyakarta Pada tanggal 18 Mei 2015 Yang menyatakan,
x
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kepada Tuhan Yesus yang selalu menyertai dan
membimbing, sehingga proses penulisan skripsi dapat berjalan dengan lancar dan
membuahkan hasil yang baik. Meski banyak kesulitan dan hambatan yang
dihadapi penulis selama proses penulisan skripsi, tetapi pada akhirnya skripsi ini
dapat terselesaikan tepat waktu. Skripsi ini disusun dalam rangka memenuhi salah
satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Psikologi (S.Psi.).
Penulis menyadari bahwa proses penyusunan skripsi ini tidak dapat
terlaksana dengan baik tanpa adanya dukungan dan bantuan dari berbagai pihak
yang terlibat. Oleh karena itu, penulis ingin mengucapkan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada:
1. Bapak Dr. T. Priyo Widiyanto, M.Si., selaku Dekan Fakultas Psikologi
Universitas Sanata Dharma.
2. Ibu Ratri Sunar Astuti, M.Si., selaku Kaprodi Fakultas Psikologi
Universitas Sanata Dharma.
3. Bapak Prof. Dr. Agustinus Supratiknya, selaku Dosen Pembimbing
Akademik yang tak kenal lelah memberi wejangan dan semangat untuk
segera menyelesaikan studi S1 di Fakultas Psikologi saat bertatap muka di
awal semester dalam pengisian KRS.
4. Ibu Dewi Soerna Anggraeni, M.Psi., selaku Dosen Pembimbing Skripsi
yang selalu berusaha meluangkan waktu di tengah-tengah kesibukannya
xi
skripsi. Dosen pembimbing yang selalu meyakinkan penulis untuk bisa
menyelesaikan skripsi tepat waktu.
5. Bapak T. M. Raditya Hernawa, M.Psi. yang mau direpotkan penulis untuk
membantu mencari referensi bahan bacaan dalam penulisan skripsi.
6. Segenap dosen Fakultas Psikologi yang telah mendidik, membagikan ilmu
pengetahuan dan pengalamannya, sehingga penulis mampu
menerapkannya dalam proses penulisan skripsi.
7. Segenap karyawan Fakultas Psikologi (Bu Nanik, Mas Gandung, Pak Gie,
Mas Muji, dan Mas Doni) yang telah sabar dan ramah melayani, serta
memberi informasi hingga penulis dapat menyelesaikan skripsi.
8. Beasiswa Unggulan dari DIKTI yang telah mendanai biaya perkuliahan
dari awal semester hingga saat ini, sehingga membuat saya termotivasi
untuk terus melakukan yang terbaik dalam segala hal dan
bertanggungjawab lebih dalam menyelesaikan skripsi.
9. Bapak Rudy Harsono dan Bapak Yohanes Raharja Harsono selaku owner
Sumber Baru Estate dan Sumber Baru KIA Yogyakarta yang telah
memberi ijin kepada peneliti untuk bisa melakukan penelitian di
perusahaan yang dipimpin.
10.Bapak Subhan selaku HRD Sumber Baru KIA Yogyakarta yang telah
banyak membantu dalam proses penyebaran skala penelitian dan
xii
11.Mamah tercinta yang tidak jemu-jemu mengecek kamar setiap malam dan
mengingatkan untuk mengerjakan skripsi, serta mendoakanku dengan
tulus agar bisa segera lulus.
12.Papah tercinta yang sedikit diam, tetapi serius dan tegas saat berkomentar
mengenai progress skripsi anaknya, sehingga mendorong penulis untuk
giat mengerjakan skripsi.
13.Kedua kakakku yang telah memberi dukungan dan menjadi teladan yang
baik, sehingga penulis selalu termotivasi untuk menyelesaikan skripsi
dengan sebaik-baiknya.
14.Yohan tersayang yang selalu menyempatkan waktu setelah pulang bekerja
untuk membelikan makanan, menemaniku mengerjakan skripsi, mau
mendengarkan keluh kesah dan ketakutanku, serta meyakinkanku atas
kemampuanku. Terima kasih atas dukungan dan doamu hingga aku
mampu menyelesaikan skripsi ini.
15.Sahabatku Elita, Ribka, dan Anka sebagai teman berbagi suka maupun
duka yang sama-sama berjuang dalam proses penulisan skripsi dan selalu
menjadi penyemangat untuk bisa segera lulus. Tidak lupa juga sahabatku
Lyvi yang berbeda kampus, tetapi tetap dengan kepolosannya mau
mendukung penulis agar bisa segera menyelesaikan skripsi dan lulus
bersama.
16.Teman-teman SMA Stella Duce 1 maupun SMP Stella Duce 1 seangkatan
yang tidak kenal lelah “mem-posting” foto-foto wisudanya di “Instagram”
xiii
penulis sedikit iri, sehingga mendorong penulis untuk lebih bersemangat
mengerjakan skripsi.
17.Seluruh teman-teman Fakultas Psikologi angkatan 2011 yang selama ini
telah berproses dan berdinamika bersama selama kegiatan perkuliahan
hingga pengerjaan skripsi.
18.Semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi
ini.
Penulis menyadari bahwa skripsi yang dibuat masih jauh dari sempurna
dan masih terdapat banyak kekurangan. Oleh karena itu, pembaca dapat
memberikan kritik dan saran yang membangun agar skripsi ini menjadi lebih
sempurna. Penulis berharap agar skripsi ini dapat memberikan manfaat kepada
pembaca.
Yogyakarta, 18 Mei 2015
Penulis,
xiv
DAFTARISI
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING ... ii
HALAMAN PENGESAHAN ... iii
HALAMAN MOTTO ... iv
HALAMAN PERSEMBAHAN ... v
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi
ABSTRAK ... vii
ABSTRACT ... viii
HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ... ix
KATA PENGANTAR ... x
DAFTAR ISI ... xiv
DAFTAR TABEL ... xviii
DAFTAR GAMBAR ... xxi
DAFTAR SKEMA ... xxii
DAFTAR LAMPIRAN ... xxiii
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Rumusan Masalah ... 13
C. Tujuan Penelitian ... 13
D. Manfaat Penelitian ... 14
xv
2. Manfaat Praktis ... 14
BAB II LANDASAN TEORI ... 16
A. Leader Member Exchange (LMX) ... 16
1. Definisi Leader Member Exchange (LMX) ... 16
2. Fase-fase Pembentukan Kepemimpinan Leader Member Exchange (LMX) ... 18
3. Dimensi Leader Member Exchange (LMX) ... 21
4. Dampak Leader Member Exchange (LMX) ... 24
B. EmployeeEngagement ... 26
1. Definisi Employee Engagement ... 26
2. Aspek Employee Engagement ... 28
3. Anteseden Employee Engagement ... 28
4. Tipe Engagement pada Karyawan ... 31
5. Dampak Employee Engagement ... 31
C. Karyawan Sumber Baru KIA Yogyakarta ... 32
D. Dinamika Hubungan antara Leader Member Exchange (LMX) dengan Employee Engagement ... 33
E. Kerangka Penelitian ... 38
F. Hipotesis ... 42
BAB III METODOLOGI PENELITIAN... 43
A. Jenis Penelitian ... 43
B. Variabel Penelitian ... 43
xvi
2. Variabel dependen ... 43
C. Definisi Operasional... 44
1. Leader Member Exchange (LMX) ... 44
2. Employee Engagement ... 45
D. Sampel Penelitian ... 47
E. Metode dan Alat Pengambilan Data ... 47
F. Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur ... 50
1. Validitas ... 50
2. Seleksi Item ... 50
a. Skala Leader Member Exchange (LMX) ... 52
b. Skala Employee Engagement ... 54
3. Reliabilitas ... 56
G. Metode Analisis Data ... 57
1. Uji Asumsi ... 57
a. Uji Normalitas ... 58
b. Uji Linearitas ... 58
2. Uji Hipotesis ... 59
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 60
A. Pelaksanaan Penelitian ... 60
B. Deskripsi Subjek Penelitian ... 61
C. Deskripsi Data Penelitian ... 63
D. Hasil Analisis Data ... 67
xvii a. Uji Normalitas ... 67 b. Uji Linearitas ... 72 2. Uji Hipotesis ... 78 E. Analisis Tambahan ... 83 F. Pembahasan ... 85
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 98
A. Kesimpulan ... 98
B. Saran ... 99
1. Bagi Subjek ... 99
2. Bagi Perusahaan ... 100
3. Bagi Peneliti Selanjutnya ... 100
DAFTAR PUSTAKA ... 102
xviii
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Fase-fase dalam Pembentukan Kepemimpinan LMX ... 19
Tabel 2. Pemberian Skor pada Skala Leader Member Exchange (LMX) ... 48
Tabel 3. Blue Print Skala Leader Member Exchange (LMX) Sebelum Seleksi Item ... 48
Tabel 4. Pemberian Skor pada Skala Employee Engagement ... 49
Tabel 5. Blue Print Skala Employee Engagement Sebelum Seleksi Item ... 49
Tabel 6. Blue Print Skala Leader Member Exchange (LMX) Setelah Seleksi Item ... 53
Tabel 7. Blue Print Skala Leader Member Exchange (LMX) Setelah Penguguran Manual ... 54
Tabel 8. Blue Print Skala Employee Engagement Setelah Seleksi Item ... 55
Tabel 9. Blue Print Skala Employee Engagement Setelah Pengguran Manual ... ... 56
Tabel 10. Koefisien Reliabilitas Dimensi Leader Member Exchange (LMX) .. 57
Tabel 11. Subjek Penelitian berdasarkan Jenis Kelamin ... 61
Tabel 12. Subjek Penelitian berdasarkan Jabatan ... 62
Tabel 13. Hasil Pengukuran Deskriptif Variabel ... 63
Tabel 14. Hasil Uji T Variabel Employee Engagement ... 64
Tabel 15. Hasil Uji T Dimensi Afeksi ... 65
Tabel 16. Hasil Uji T Dimensi Kontribusi ... 65
xix
Tabel 18. Hasil Uji T Dimensi Penghormatan Profesional ... 67
Tabel 19. Hasil Uji Normalitas ... 68
Tabel 20. Hasil Uji Linearitas Variabel Employee Engagement dan Dimensi Afeksi ... 73
Tabel 21. Hasil Uji Linearitas Variabel Employee Engagement dan Dimensi Kontribusi ... 74
Tabel 22. Hasil Uji Linearitas Variabel Employee Engagement dan Dimensi Loyalitas ... 75
Tabel 23. Hasil Uji Linearitas Variabel Employee Engagement dan Dimensi Penghormatan Profesional ... 77
Tabel 24. Kriteria Koefisien Korelasi ... 79
Tabel 25. Hasil Uji Hipotesis Dimensi Afeksi dengan Variabel Employee Engagement ... 79
Tabel 26. Hasil Uji Hipotesis Dimensi Kontribusi dengan Variabel Employee Engagement ... 80
Tabel 27. Hasil Uji Hipotesis Dimensi Loyalitas dengan Variabel Employee Engagement ... 81
Tabel 28. Hasil Uji Hipotesis Dimensi Penghormatan Profesional dengan Variabel Employee Engagement ... 82
Tabel 29. Hasil Uji Hipotesis Variabel Leader Member Exchange (LMX) dengan Variabel Employee Engagement ... 83
Tabel 30. Hasil Uji T Variabel Employee Engagement Karyawan Marketing .... ... 84
xx
Tabel 31. Hasil Uji T Variabel Leader Member Exchange (LMX) Karyawan Marketing ... 85
xxi
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Kurva Variabel Employee Engagement ... 69
Gambar 2. Kurva Dimensi Afeksi ... 70
Gambar 3. Kurva Dimensi Kontribusi ... 70
Gambar 4. Kurva Dimensi Loyalitas ... 71
Gambar 5. Kurva Dimensi Penghormatan Profesional ... 72
Gambar 6.Scatter Plot Variabel Employee Engagement dan Dimensi Afeksi ... 73
Gambar 7. Scatter Plot Variabel Employee Engagement dan Dimensi Kontribusi ... 75
Gambar 8. Scatter Plot Variabel Employee Engagement dan Dimensi Loyalitas ... 76
Gambar 9. Scatter Plot Variabel Employee Engagementdan Dimensi Penghormatan Profesional ... 78
xxii
DAFTAR SKEMA
Skema 1. Hubungan antara Dimensi Afeksi dengan Variabel Employee
Engagement ... 38
Skema 2. Hubungan antara Dimensi Kontribusi dengan Variabel Employee Engagement ... 39
Skema 3. Hubungan antara Dimensi Kontribusi dengan Variabel Employee Engagement ... 40
Skema 4. Hubungan antara Dimensi Kontribusi dengan Variabel Employee Engagement ... 41
xxiii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Skala Employee Engagement dan Skala Leader Member Exchange
(LMX) ... 107
Lampiran 2. Reliabilitas dan Seleksi Item Skala Employee Engagement ... 117
Lampiran 3. Reliabilitas dan Seleksi Item Skala Leader Member Exchange
(LMX) ... 122
Lampiran 4. Statistik Deskriptif Data Penelitian ... 131
Lampiran 5. Hasil Uji Beda ... 133
Lampiran 6. Hasil Uji Asumsi ... 138
Lampiran 7. Hasil Uji Hipotesis ... 142
1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Data hasil studi dari Hay Group yang bekerjasama dengan Centre
for Economics and Business Research (www.careernews.web.id, 2013)
memperkirakan bahwa rata-rata turnover karyawan di seluruh dunia pada
tahun 2014 akan semakin tinggi. Studi tersebut memperkirakan bahwa
jumlah karyawan yang akan berhenti pada tahun 2014 bisa mencapai
161,7 juta atau meningkat 12,9% dibandingkan turnover di tahun 2012.
Bahkan, wilayah Asia Pasifik diprediksi akan mengalami lonjakan terbesar
pada tingkat turnover di tahun 2014 ini. Prediksi tingkat turnover di Asia
Pasifik akan mengalami kenaikan tertinggi di seluruh dunia, yaitu naik
21,5-25,5% selama periode 2012 sampai 2018. Roseman (dalam Widjaja,
2008) mengatakan jika annual turnover rate melebihi angka 10%, maka
turnover dapat dikategorikan tinggi. Peningkatan turnover karyawan di
berbagai belahan dunia yang tergolong tinggi tersebut dapat terjadi akibat
meningkatnya lowongan pekerjaan yang diimbangi dengan pertumbuhan
ekonomi.
Masalah turnover karyawan tidak dapat diabaikan begitu saja
karena karyawan merupakan aset yang berharga dan kesuksesan sebuah
perusahaan tidak terlepas dari usaha orang-orang yang bekerja di
perusahaan kepada kemungkinan untuk sukses. Jika perusahaan
kehilangan karyawan dengan kinerja yang baik, maka produktivitas
perusahaan akan terkena dampaknya (www.portalhr.com, 2013).
Perusahaan harus mengeluarkan biaya yang tidak sedikit untuk merekrut
kandidat karyawan yang unggul. Selain itu, keberadaan karyawan dalam
perusahaan sangat penting untuk meningkatkan efektifitas dan efisiensi
perusahaan, sehingga perusahaan akan berusaha sebisa mungkin
mempertahankan keanggotaan karyawannya dalam perusahaan untuk
meningkatkan produktivitas perusahaan dan mencegah timbulnya biaya
dari turnover (Oracle dalam Ramadhany, 2014).
Hasil survei Towers Watson yang dilansir dari Berita Satu
(www.beritasatu.com, 2014) yang melibatkan lebih dari 1000 karyawan
dari berbagai level dan demografi mengungkap fakta bahwa mayoritas
perusahaan di Indonesia mengalami kesulitan untuk mendapatkan dan
mempertahankan tenaga kerja yang kompeten. Director of Talent &
Rewards Towers Watson Indonesia, Awaldi (dalam www.beritasatu.com,
2014) mengatakan bahwa kemampuan merekrut dan mempertahankan
karyawan terbaik selalu menjadi tantangan bagi perusahaan di Indonesia.
Hal ini disebabkan sebagian besar perusahaan mengalami kesulitan dalam
memahami faktor-faktor yang mendorong engagement para pekerja
profesional di Indonesia pada perusahaan tempat karyawan bekerja.
Karyawan yang tidak engaged dengan pekerjaannya akan
absensi, tingginya intensi turnover, dan rendahnya produktivitas (Vance
dalam Muthuveloo, 2013). Di sisi lain, karyawan yang engaged lebih
mungkin untuk tinggal dalam organisasi mereka saat ini dan berkomitmen
terhadap organisasi mereka (Ramsay dalam Muthuveloo, 2013).
Pada kenyataannya, perusahaan tidak bisa terus-menerus menahan
karyawan terbaik untuk keluar dari perusahaannya. Namun, perusahaan
dapat memperbaiki strategi retensi agar para karyawan betah dan mau
mempertimbangkan untuk tetap bertahan dalam perusahaan ketika
kompetitor menawarkan kesempatan yang lebih besar kepada mereka.
Terdapat beberapa cara yang dapat diterapkan untuk membuat karyawan
betah bekerja di perusahaan terlepas dari faktor gaji maupun keuntungan
yang besar. Salah satu di antaranya ialah dengan keterlibatan pemimpin
(www.portalhr.com, 2013). Sebuah penelitian mengungkapkan bahwa
sebagian besar orang resign bukan karena alasan perusahaan, tetapi karena
manajer yang tidak sesuai dengan harapan mereka. Manajer yang tidak
memberi kejelasan tentang ekspektasi mereka, jarang memberi feedback
terhadap performansi anggota timnya dan tidak kompeten kerap kali
membuat karyawan merasa jengah. Oleh karena itu, supervisor perlu
memberikan supervisi kepada anggota tim untuk dapat meningkatkan
performa kerja dan kecenderungan anggota tim agar tetap tinggal dalam
organisasi (www.portalhr.com, 2013).
Fenomena yang menarik ditemukan peneliti di salah satu
memiliki rata-rata karyawan berjumlah 90 orang dengan annual turnover
rate sebesar 18% pada tahun 2014, di mana 14% disumbang oleh divisi
marketing dan 4% sisanya merupakan turnover rate dari divisi lain. Hal ini
menarik karena berdasar data dari HRD Sumber Baru KIA Yogyakarta,
mayoritas karyawan di perusahaan tersebut telah bekerja lebih dari 1
tahun. Bahkan, dari hasil wawancara yang dilakukan peneliti diketahui
bahwa beberapa karyawan mengaku sudah bekerja bertahun-tahun dan
tidak mengalami kenaikan jenjang karir, tetapi tetap bertahan untuk tinggal
dalam perusahaan tersebut (komunikasi pribadi, 4 Februari 2015).
RN selaku marketing supervisor bagian konter yang sudah bekerja
di Sumber Baru KIA Yogyakarta selama kurang lebih 12 tahun
mengatakan bahwa hal yang membuat ia bertahan bekerja sebagai sales
konter hingga akhirnya diangkat menjadi supervisor adalah semangat dari
dalam dirinya untuk menghadapi tantangan mengejar target setiap
bulannya. Lebih lanjut, RN mengaku bahwa ia pernah ditawari pekerjaan
dengan gaji dan pangkat yang lebih tinggi di perusahaan lain, tetapi ia
tetap memilih bertahan di perusahaan tersebut. RN menjelaskan bahwa ia
benar-benar menyukai pekerjaannya di bidang marketing dan enggan
berpindah ke bidang pekerjaan yang lain karena tidak adanya gairah dalam
dirinya untuk bekerja di bidang lainnya. Sebelum bekerja sebagai
marketing Sumber Baru KIA Yogyakarta, RN mengaku bahwa ia pernah
beberapa kali bekerja di luar bidang marketing seperti accounting.
hingga akhirnya ia mencoba pekerjaan di bidang marketing dan merasa
puas dengan tantangan pekerjaan, serta hasil yang ia dapat dari bidang
tersebut. Sebelum bekerja di perusahaannya yang sekarang, RN juga
pernah bekerja sebagai marketing di perusahaan lain, tetapi tidak bertahan
lama karena lingkungan pekerjaan yang tidak nyaman. Menurut RN,
faktor lain yang membuat dirinya bertahan bekerja selama belasan tahun di
Sumber Baru KIA Yogyakarta adalah karena lingkungan yang nyaman
dan perhatian atasan yang mau mengayomi, serta peduli dengan
kesejahteraan para karyawannya (komunikasi pribadi, 4 Februari 2015).
Fenomena yang ada di Sumber Baru KIA Yogyakarta merujuk
pada salah satu teori yang disebut sebagai employee engagement. Kahn
(dalam Chaurasia, 2013) menjelaskan employee engagement sebagai
investasi energi fisik, emosional, dan kognitif karyawan secara terus
menerus dalam peran pekerjaan mereka. Selain itu, Schaufeli (dalam
Heger, 2007) mendefinisikan employee engagement sebagai sebuah
pemenuhan positif keadaan mental yang berhubungan dengan pekerjaan
yang melibatkan faktor rasional dan emosional mengenai apa yang dipikir
dan dirasa oleh karyawan mengenai pekerjaannya dan organisasi. Faktor
rasional meliputi hubungan yang lebih luas yang dimiliki karyawan
dengan organisasi, seperti memiliki sumber daya, peralatan, dan dukungan
yang mereka butuhkan untuk melakukan pekerjaan. Faktor emosional
meliputi rasa akan inspirasi dan prestasi yang karyawan dapatkan dengan
(dalam Tziner, 2013) mencirikan employee engagement dengan semangat
(Vigor), dedikasi (Dedication), dan penghayatan (Absorption). Vigor
merupakan tingginya tingkat energi dan ketahanan mental saat bekerja,
kemauan untuk menginvestasikan usaha dalam pekerjaan, serta ketekunan
meski menghadapi kesulitan. Dedication merupakan rasa bermakna,
antusiasme, inspirasi, kebanggaan, dan tantangan. Absorption merupakan
konsentrasi dan atensi penuh dalam pekerjaan seseorang.
Saks (2006) mengungkapkan bahwa faktor – faktor yang
mempengaruhi employee engagement adalah otonomi dalam bekerja,
dukungan sosial dari rekan kerja dan supervisor, pembinaan, tanggung
jawab, feedback terhadap performansi, kesempatan untuk belajar dan
berkembang, variasi tugas, kepemimpinan transformasional, serta
kesesuaian nilai dan keadilan organisasi.
Tidak dapat dipungkiri bahwa dukungan sosial dari atasan maupun
sesama rekan sekerja menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi
employee engagement. Survei Towers Watson yang dilansir dari Berita
Satu (dalam www.beritasatu.com, 2014) juga menunjukkan bahwa atasan
langsung seorang karyawan sangatlah penting untuk mendorong
keterlibatan karyawan dalam sebuah perusahaan. Karyawan menilai bahwa
atasan langsung cukup efektif dalam menjalankan peran mereka sebagai
manajer. Namun, hanya setengah dari karyawan yang mengungkapkan
bahwa manajer mau menyediakan waktu untuk membahas mengenai
Selain itu, penting bagi atasan langsung untuk terus mengkomunikasikan
hal-hal yang dapat mempengaruhi karyawan, memberikan edukasi tentang
budaya dan nilai suatu organisasi, serta menyediakan informasi mengenai
performa perusahaan (www.beritasatu.com, 2014).
Graen, Liden, dan Hoel (dalam Landy, 2010) mengatakan bahwa
kurangnya perhatian dan komunikasi dari atasan ke bawahan dapat
menciptakan hubungan yang renggang di antara keduanya dan dapat
memunculkan kecenderungan bagi bawahan untuk memandang hubungan
atasan dan bawahan tidak lebih dari hubungan kontraktual (sesuai dengan
surat kontrak), dimana karyawan bekerja ‘delapan jam untuk upah delapan jam’ dalam pekerjaan, serta tingginya turnover. Di sisi lain, hubungan dan komunikasi yang baik dari atasan ke bawahan akan meningkatkan sikap,
motivasi, dan performansi karyawan.
Atasan akan memiliki kualitas hubungan yang berbeda dengan
masing-masing bawahan seiring perlakuan yang diberikan dari atasan
kepada bawahannya. Hal ini sesuai dengan asumsi dasar dari teori LMX
yang menyatakan bahwa para pemimpin mengembangkan hubungan
atasan-bawahan yang berbeda dengan masing-masing bawahan (Yukl
dalam Wijanto, 2013). Atasan dapat memiliki hubungan yang dekat hanya
dengan beberapa bawahannya, di mana hubungan yang terjalin merupakan
hubungan yang berkualitas tinggi. Di sisi lain, atasan juga dapat memiliki
hubungan yang jauh dengan bawahannya yang merupakan hubungan yang
akan memiliki perasaan yang lebih baik satu sama lain, dapat
menyelesaikan tugas lebih banyak, dan dapat berdampak pada
keberhasilan organisasi (Northouse dalam Sarisusantini, 2012).
Morrow (2005) mengatakan bahwa LMX merupakan hubungan
antara atasan dan bawahan yang berkembang sebagai akibat dari
pertukaran yang berhubungan dengan pekerjaan. Hubungan ini dapat
dicirikan dengan kualitas hubungan yang tinggi atau baik jika
mencerminkan kepercayaan, rasa hormat, dan kesetiaan. Di sisi lain,
hubungan ini dapat dicirikan dengan kualitas hubungan yang rendah atau
buruk jika mencerminkan ketidakpercayaan, rasa hormat yang rendah, dan
kurangnya loyalitas (Morrow, 2005). Dienesch dan Liden (dalam Harris,
2004) mengungkapkan empat dimensi utama dalam teori Leader Member
Exchange, yaitu afeksi (affection), kontribusi (contribution), loyalitas
(loyalty), dan penghormatan professional (professional respect).
Afeksi (affection) merupakan kepedulian antara atasan dan
bawahan yang saling mempengaruhi satu sama lain tidak hanya dari nilai
profesional pekerja, tetapi juga berdasarkan pada daya tarik interpersonal
(Dionne dalam Hasdiabsar, 2011). Afeksi ditunjukkan dengan gerakan
spontan kasih sayang, menyuarakan keprihatinan dan memberi dukungan
pada masalah-masalah pribadi yang dihadapi seseorang, bersosialisasi di
luar tempat kerja, senyum atau sikap dukungan (Capella dalam Liden,
1997). Karyawan dengan kualitas hubungan yang tinggi akan menjalin
bawahan, yaitu persahabatan. Sebaliknya, karyawan dengan kualitas
hubungan yang rendah tidak dapat menjalin suatu hubungan pribadi
seperti persahabatan dengan atasannya (Dionne dalam Hasdiabsar, 2011).
Kontribusi (Contribution) merupakan persepsi tentang kegiatan
yang berorientasi pada tugas di tingkat tertentu antara setiap anggota untuk
mencapai tujuan bersama, baik secara eksplisit maupun implisit (Dionne
dalam Hasdiabsar, 2011). Kontribusi ditunjukkan dengan pemimpin yang
memberikan sumber daya dan kebebasan pengambilan keputusan yang
lebih besar bagi karyawan (Scandura et al dalam Liden, 1997). Karyawan
dengan kualitas hubungan yang tinggi akan mau mengambil tanggung
jawab dan menyelesaikan tugas yang melampaui deskripsi pekerjaan/
kontrak kerjanya. Di sisi lain, karyawan dengan kualitas hubungan yang
rendah hanya mau menyelesaikan tugas sesuai deskripsi pekerjaan/
kontrak kerjanya (Liden, 1997).
Loyalitas (Loyalty) merupakan ekspresi dan ungkapan yang
mendukung penuh tujuan dan karakter pribadi anggota lain dalam
hubungan timbal balik pimpinan dan bawahan yang melibatkan kesetiaan
secara konsisten (Dionne dalam Hasdiabsar, 2011). Loyalitas ditunjukkan
pemimpin yang mau mendukung dalam situasi yang sulit dan mendukung
saat dihadapkan pada kritik eksternal (Liden, 1997). Karyawan dengan
kualitas hubungan yang tinggi akan memiliki kesetiaan yang ditunjukkan
dengan sikap mendukung satu sama lain. Sedangkan karyawan dengan
dengan perilaku memulai/menyetujui kritik terhadap orang lain di depan
umum (Liden, 1997).
Penghormatan profesional (professional respect) merupakan
persepsi sejauh mana setiap hubungan timbal balik telah memiliki dan
membangun reputasi di dalam atau luar organisasi, di mana persepsi dapat
didasarkan pada riwayat hidup seseorang (Dionne dalam Hasdiabsar,
2011). Penghormatan profesional ditunjukkan dengan meminta nasehat
satu sama lain atau mengungkapkan kekaguman atas ketrampilan dan
integritas orang lain (Liden, 1997). Karyawan dengan kualitas hubungan
yang tinggi akan memiliki penghargaan/ pengakuan profesional, serta rasa
hormat terhadap orang lain. Sebaliknya, karyawan dengan kualitas
hubungan yang rendah tidak akan memiliki penghargaan/ pengakuan
profesional, serta rasa hormat terhadap orang lain yang ditunjukkan
dengan sikap mengejek orang lain di depan umum (Liden, 1997).
LMX mungkin didasarkan terutama pada satu dimensi, dua
dimensi, tiga dimensi, atau keempat dimensi. Setiap dimensi LMX dapat
berkembang berbeda dan bervariasi dalam pentingnya hubungan
atasan-bawahan yang ada (Liden, 1997).
Karyawan dengan kualitas hubungan yang tinggi pada tiap-tiap
dimensi LMX dengan atasannya memiliki ciri keterlibatan dalam timbal
balik pengetahuan, dukungan emosional dan logistik, serta usaha ekstra
dengan atasannya (Graen, Liden, & Hoel dalam Landy, 2010). Selain itu,
kinerja yang lebih tinggi, keinginan turnover yang lebih rendah, kepuasan
yang lebih besar terhadap atasan mereka, dan kepuasan keseluruhan yang
lebih besar dibandingkan dengan bawahan yang memiliki kualitas
hubungan rendah. Pada bawahan dengan kualitas hubungan yang tinggi,
bawahan akan lebih dipercaya, mendapat perhatian dalam porsi yang lebih
besar dari atasan, dan mendapat hak-hak khusus. Di sisi lain, bawahan
dengan kualitas hubungan yang rendah pada tiap-tiap dimensi LMX akan
mendapat waktu yang terbatas dari atasannya, menjalin hubungan antara
atasan dan bawahan berdasarkan pada hubungan formal yang dapat dilihat
dari penggunaan bahasa pada saat berkomunikasi (Robbins, 2006).
Macey dan Schneider (2008) mengungkapkan bahwa loyalitas dan
komitmen karyawan terbentuk karena adanya dukungan sosial dari sesama
rekan kerja maupun dari atasan. Di sisi lain, faktor yang mempengaruhi
loyalitas adalah keterlibatan kerja (job engagement). Jika karyawan
terlibat dengan pekerjaannya, ia memiliki kemauan untuk mencurahkan
banyak upaya untuk membantu pemilik usaha agar berhasil. Keterlibatan
karyawan tidak hanya loyal kepada organisasi, tetapi mereka juga
memberikan kontribusi yang signifikan ke tempat kerja mereka dan
cenderung kurang ingin meninggalkan organisasi atas kemauan mereka
sendiri (Macey & Schneider, 2008). Penelitian mengenai LMX telah
dilakukan terhadap 35 orang karyawan departemen penjualan di PT. X dan
menyumbang hasil bahwa LMX memberikan pengaruh pada komitmen
penelitian mengenai pengaruh LMX terhadap kinerja peran kerja
karyawan melalui employee engagement dengan sampel
karyawan-karyawan dari berbagai jenis perusahaan di India menyumbang hasil
bahwa kualitas LMX yang tinggi mempengaruhi proses keterlibatan
karyawan dan berdampak pada kinerja peran kerja yang lebih baik
(Chaurasia, 2013). Penelitian hubungan antara LMX terhadap employee
engagement di Sumber Baru KIA Yogyakarta penting diteliti untuk
mengungkap fenomena menarik yang ditemukan di Sumber Baru KIA
Yogyakarta yang memiliki annual turnover rate yang tergolong cukup
tinggi, tetapi mayoritas karyawannya telah bekerja lebih dari 1 tahun dan
bahkan betah bekerja selama bertahun-tahun di perusahaannya.
Penelitian terdahulu mengenai employee engagement juga telah
dilakukan kepada 100 orang karyawan yang dipilih secara acak di Penang
untuk meninjau berbagai anteseden dari employee engagement melalui
kuesioner. Penelitian tersebut memberikan hasil bahwa pengembangan
karyawan merupakan faktor yang sangat berkontribusi dalam employee
engagement. Namun, penelitian tersebut memiliki keterbatasan karena
hanya dilakukan di negara maju dengan variabel independen yang belum
bervariasi (Muthuveloo, 2013).
Latar belakang temuan dan keterbatasan penelitian terkait variabel
employee engagement dan Leader Member Exchange (LMX) yang
terdahulu mendukung dilakukannya penelitian dengan variabel independen
Leader Member Exchange (LMX) di Indonesia sebagai salah satu negara
berkembang. Selain itu, ditemukannya data hasil observasi oleh peneliti
yang menunjukkan adanya keempat dimensi LMX di Sumber Baru KIA
Yogyakarta membuat peneliti memilih untuk menguji empat dimensi
LMX di perusahaan tersebut dengan employee engagement. Ditinjau dari
latar belakang tersebut, maka peneliti ingin meneliti hubungan antara
dimensi Leader Member Exchange (LMX) dengan employee engagement
pada karyawan Sumber Baru KIA Yogyakarta.
B. Rumusan Masalah
Apakah terdapat hubungan antara dimensi Leader Member Exchange
(LMX) dengan employee engagement pada karyawan Sumber Baru KIA
Yogyakarta?
C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan dimensi Leader
Member Exchange (LMX) dengan employee engagement pada karyawan
D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoretis
Penelitian ini diharapkan dapat memperkaya ilmu di bidang Psikologi
Industri dan Organisasi dalam hal employee engagement dan juga
dapat memperkaya ilmu di bidang Psikologi Kepemimpinan dalam
kajian mengenai variabel Leader Member Exchange (LMX).
2. Manfaat Praktis
2.1Bagi Subjek
Penelitian ini diharapkan dapat membantu subjek untuk dapat
memahami employee engagement yang dimiliki, sehingga subjek
lebih termotivasi lagi untuk terus meningkatkan engagement-nya
terhadap pekerjaannya di perusahaan.
Jika terbukti ada hubungan positif yang signifikan antara Leader
Member Exchange (LMX) terhadap employee engagement, maka
diharapkan atasan dalam perusahaan dapat membangun kualitas
hubungan yang tinggi dengan tiap-tiap bawahannya dan karyawan
diharapkan juga dapat mempersepsi kualitas hubungan Leader
Member Exchange (LMX) dengan lebih positif.
2.2Bagi Perusahaan
Penelitian ini diharapkan dapat membantu Divisi Human
lebih memahami tingkat engagement karyawan dan hubungannya
dengan Leader Member Exchange (LMX). Hasil penelitian ini
nantinya dapat digunakan sebagai sumber data empiris bagi Divisi
Human Resources Management Sumber Baru KIA Yogyakarta
dalam merancang program intervensi untuk peningkatan employee
16
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Leader Member Exchange (LMX)
1. Definisi Leader Member Exchange (LMX)
Asumsi dasar dari teori LMX menyatakan bahwa para pemimpin
mengembangkan hubungan atasan-bawahan yang berbeda dengan
masing-masing bawahan (Yukl dalam Wijanto, 2013). Atasan dapat memiliki
hubungan yang dekat hanya dengan beberapa bawahannya, di mana
hubungan yang terjalin merupakan hubungan yang berkualitas tinggi. Di
sisi lain, atasan juga dapat memiliki hubungan yang jauh dengan
bawahannya yang merupakan hubungan yang berkualitas rendah. Atasan
dan bawahan yang memiliki hubungan baik akan memiliki perasaan yang
lebih baik satu sama lain, dapat menyelesaikan tugas lebih banyak, dan
dapat berdampak pada keberhasilan organisasi (Northouse dalam
Sarisusantini, 2012).
Karyawan yang memiliki kualitas hubungan yang tinggi dengan
atasannya memiliki ciri keterlibatan dalam timbal balik pengetahuan,
dukungan emosional dan logistik, serta usaha ekstra dengan atasannya
(Graen, Liden, & Hoel dalam Landy, 2010). Saat memiliki kualitas
hubungan yang tinggi, pengikut akan tertarik untuk menegosiasikan
hal-hal yang ingin mereka lakukan untuk kelompok kepada pemimpin.
aktivitas yang melebihi deskripsi pekerjaan resmi mereka dan pemimpin
melakukan lebih banyak hal untuk pengikutnya. Bila pengikut tidak
tertarik untuk menerima tanggung jawab pekerjaan yang baru dan berbeda,
mereka akan memiliki kualitas hubungan yang rendah dengan atasannya
(Graen dalam Northouse, 2013).
Menurut Robbins (2006), teori LMX berpendapat bahwa karena
adanya tekanan waktu, para pemimpin membangun hubungan yang
istimewa dengan kelompok kecil bawahan mereka. Morrow (2005)
mengatakan bahwa LMX merupakan hubungan antara atasan dan bawahan
yang berkembang sebagai akibat dari pertukaran yang berhubungan
dengan pekerjaan. Hubungan ini dapat dicirikan dengan kualitas hubungan
yang tinggi atau baik jika mencerminkan kepercayaan, rasa hormat, dan
kesetiaan. Di sisi lain, hubungan ini dapat dicirikan dengan kualitas
hubungan yang rendah atau buruk jika mencerminkan ketidakpercayaan,
rasa hormat yang rendah, dan kurangnya loyalitas (Morrow, 2005).
Robbins (2006) mengungkapkan bahwa bawahan dengan kualitas
hubungan yang tinggi akan memiliki peringkat kinerja yang lebih tinggi,
turnover yang rendah, kepuasan yang lebih besar terhadap atasan mereka,
dan kepuasan keseluruhan yang lebih besar dibandingkan bawahan dengan
kualitas hubungan yang rendah. Selain itu, bawahan lebih dipercaya,
mendapat perhatian dalam porsi yang lebih besar dari atasan, dan
mendapat hak-hak khusus. Sebaliknya, bawahan yang memiliki kualitas
hubungan antara atasan dan bawahan berdasar pada hubungan formal yang
dapat dilihat dari penggunaan bahasa pada saat berkomunikasi.
Merujuk pada definisi LMX yang telah dikemukakan, peneliti
menyimpulkan LMX sebagai pertukaran terkait aktivitas melebihi
pekerjaan resmi yang dikembangkan atasan terhadap bawahannya, di
mana bawahan yang mendapat perhatian lebih dari atasan akan mendapat
kualitas hubungan yang tinggi, sedangkan bawahan yang dibatasi
hubungan kerja formal akan memiliki kualitas hubungan yang rendah
dengan atasannya.
2. Fase-fase Pembentukan Kepemimpinan Leader Member Exchange (LMX)
Tabel 1 menunjukkan bahwa pembentukan kepemimpinan berkembang
secara pesat dalam tiga fase, yaitu (1) fase orang asing, (2) fase
perkenalan, dan (3) fase hubungan pertemanan yang matang (Graen &
Tabel 1
Fase-fase dalam Pembentukan Kepemimpinan LMX (Northouse, 2013)
Fase 1 Orang Asing Fase 2 Perkenalan Fase 3 Pertemanan Peran Tertulis Diuji Dinegosiasikan Pengaruh Satu arah Campuran Timbal balik Pertukaran Kualitas rendah Kualitas sedang Kualitas tinggi Minat Diri sendiri Diri sendiri dan
orang lain
Kelompok
Waktu
Pada fase 1 atau fase orang asing, interaksi antara pemimpin dan
anggota dalam hubungan dua pihak dibatasi oleh peraturan. Selain itu,
pemimpin dan anggota sangat mengandalkan hubungan kerja, di mana
mereka saling berhubungan di dalam peran organisasi yang telah
ditetapkan. Pemimpin dan anggota memiliki pertukaran yang berkualitas
rendah. Pengikut akan patuh kepada pemimpin resmi yang memiliki status
hirarkis untuk mendapat imbalan ekonomi yang dikontrol oleh pemimpin.
Motif pengikut selama fase orang asing mengarah pada kepentingan diri,
bukan untuk kebaikan kelompok (Graen dan Uhl-Bien dalam Northouse,
2013).
Menurut Northouse (2013), fase 2 merupakan fase perkenalan yang
dimulai dengan adanya tawaran dari pemimpin atau pengikut untuk
meningkatkan pertukaran sosial yang berorientasi pada karir. Pertukaran
pribadi atau informasi terkait dengan pekerjaan. Fase ini merupakan
periode pengujian untuk pemimpin dan pengikut guna menilai apakah
pengikut tertarik untuk mengambil lebih banyak peran dan tanggung
jawab. Fase ini juga berguna untuk menilai apakah pemimpin bersedia
untuk memberikan tantangan baru bagi pengikut. Selama masa ini,
hubungan dua pihak berubah dari interaksi yang dengan ketat diatur oleh
deskripsi jabatan dan menetapkan peran serta menuju cara baru berelasi.
Kualitas hubungan dari pertukaran atasan dengan bawahan dalam fase ini
telah meningkat ke kualitas menengah. Atasan dan bawahan mulai
mengembangkan kepercayaan dan penghargaan yang lebih besar untuk
masing-masing pihak. Mereka cenderung tidak terlalu berfokus pada
kepentingan diri sendiri, melainkan lebih pada tujuan dan kegunaan
kelompok.
Fase 3 atau hubungan pertemanan yang matang ditandai dengan
pertukaran pemimpin dan anggota yang berkualitas tinggi. Orang-orang
yang maju pada tahap ini telah mengalami rasa saling percaya, sikap saling
menghormati, dan sikap saling menghargai yang tinggi di dalam
hubungannya. Pada fase ini, ada tingkatan timbal balik yang tinggi antara
pemimpin dan pengikut, sehingga masing-masing pihak saling
mempengaruhi dan dipengaruhi oleh pihak lain. Selain itu, anggota dapat
saling mengandalkan untuk bantuan dan dukungan khusus. Contoh,
pemimpin dapat mengandalkan pengikut untuk melakukan tugas tambahan
dorongan yang diperlukan. Jadi, pemimpin dan pengikut saling terikat
dalam cara produktif yang lebih dari hubungan kerja yang telah ditetapkan
oleh hirarki (Northouse, 2013).
Nahrang, Morgeson, dan Illies (dalam Northouse, 2013)
berpendapat bahwa prediktor utama dari kualitas hubungan untuk
pemimpin dan pengikut adalah perilaku, seperti kinerja.
3. Dimensi Leader Member Exchange (LMX)
Menurut Dienesch dan Liden (dalam Harris, 2004), teori Leader
Member Exchange melibatkan empat dimensi utama, yaitu afeksi
(affection), kontribusi (contribution), loyalitas (loyalty), dan penghormatan
profesional (professional respect). Dionne (dalam Hasdiabsar, 2011)
menjabarkan empat dimensi LMX, sebagai berikut :
a. Afeksi (affection)
Afeksi adalah kepedulian antara atasan dan bawahan yang
saling mempengaruhi satu sama lain tidak hanya dari nilai profesional
pekerja, tetapi juga berdasarkan pada daya tarik interpersonal. Selain
itu, terjadi suatu hubungan pribadi yang saling bermanfaat antara
atasan dengan bawahan, misalnya persahabatan.
Zahn dan Wolf (dalam Liden, 1997) menyatakan bahwa afeksi
berkisar dari tidak suka ke suka dengan titik tengah yang
mencerminkan ketidakpedulian afektif. Suka ditunjukkan dalam
keprihatinan dan memberi dukungan pada masalah-masalah pribadi
yang dihadapi seseorang, serta dengan bersosialisasi di luar tempat
kerja. Contoh lain mencakup beberapa hal sederhana berupa ekspresi
interpersonal yang mempengaruhi feedback yang cepat dan segera dari
orang lain, seperti senyum atau sikap dukungan (Capella dalam Liden,
1997).
b. Kontribusi (Contribution)
Kontribusi merupakan persepsi tentang kegiatan yang
berorientasi pada tugas di tingkat tertentu antara setiap anggota untuk
mencapai tujuan bersama, baik secara eksplisit maupun implisit. Hal
yang penting dalam mengevaluasi orientasi kerja adalah sejauh mana
anggota bawahan dari dyad (dua orang yang berupa kesatuan yang
berinteraksi) bertanggung jawab dan menyelesaikan tugas-tugasnya
melebihi deskripsi pekerjaan atau kontrak kerjanya, serta sejauh mana
atasan memberikan sumber daya dan peluang untuk kegiatan tersebut.
Zahn dan Wolf (dalam Liden, 1997) menyatakan bahwa
kontribusi berkisar dari orang-orang yang secara negatif
mempengaruhi ‘dyad’ ke orang-orang yang memiliki pengaruh positif. Karena adanya perbedaan peran dan tanggung jawab, maka apa yang
diberikan oleh pemimpin dan anggotanya belum tentu sama. Pada titik
kontinum akhir yang positif, anggota dapat berkontribusi pada perilaku
extra-role, seperti bekerja lembur dan pemimpin membalas dengan
dalam Liden, 1997). Karena kontribusi melibatkan performansi kerja
yang sering terikat dengan waktu, maka waktu timbal baliknya tidak
pasti. Pada pertukaran kontribusi yang positif, pemimpin dan anggota
mencerminkan hubungan timbal balik yang seimbang. Di sisi lain,
pertukaran kontribusi yang negatif akan bertujuan untuk menyakiti
satu sama lain dengan mencegah pencapaian tujuan dari
masing-masing orang (Zahn & Wolf dalam Liden, 1997).
c. Loyalitas (Loyalty)
Loyalitas merupakan ekspresi dan ungkapan yang mendukung
penuh tujuan dan karakter pribadi anggota lainnya dalam hubungan
timbal balik pimpinan dan bawahan. Loyalitas melibatkan kesetiaan
pada individu yang bersifat konsisten dari satu situasi ke situasi
lainnya.
Variabilitas dalam tingkat loyalitas dimulai dari ketidaksetiaan
hingga kesetiaan (Zahn dan Wolf dalam Liden, 1997). Kesempatan
bagi pemimpin dan anggota untuk menggambarkan loyalitasnya sering
bergantung pada faktor situasional, misalnya pada saat orang lain
memberikan penilaian negatif baik secara langsung atau tersirat.
Pemimpin yang didukung bawahannya dalam menghadapi kritik
eksternal tidak dapat membalas bawahannya tersebut sebelum
bawahannya mengalami situasi atau keadaan yang sama. Jadi,
pertukaran dalam loyalitas tidak bergantung pada pengembalian secara
pertukaran yang berdasar pada pengembalian yang setara. Di sisi lain,
ketidaksetiaan ditunjukkan dengan menyetujui kritik atau memulai
kritik terhadap orang lain di depan umum (Liden, 1997).
d. Penghormatan profesional (professional respect)
Penghormatan profesional merupakan persepsi sejauh mana
setiap hubungan timbal balik telah memiliki dan membangun reputasi
di dalam atau luar organisasi. Persepsi dapat didasarkan pada riwayat
hidup seseorang. Misalnya, pengalaman pribadi dengan individu,
komentar yang dibuat orang lain di dalam atau luar organisasi, dan
penghargaan atau pengakuan profesional lain yang telah dicapai. Ada
kemungkinan bahwa persepsi tentang rasa hormat pada seseorang telah
ada sebelum bekerja atau bertemu dengan orang tersebut.
Penghormatan profesional dapat dikomunikasikan dengan
berbagai cara, seperti atasan atau bawahan yang meminta saran satu
sama lain, dapat juga dengan mengungkapkan kekaguman atas
ketrampilan dan integritas orang lain. Di sisi lain, penghormatan
profesional yang negatif ditunjukkan dengan menghindari untuk
meminta saran satu sama lain dan mungkin mengejek satu sama lain di
depan umum (Liden, 1997).
Liden (1997) mengatakan bahwa LMX mungkin didasarkan
terutama pada satu dimensi, dua dimensi, tiga dimensi, atau keempat
dalam pentingnya hubungan atasan-bawahan yang ada. Namun, pemimpin
dan anggota yang dapat mengembangkan hubungan dengan beberapa
konten yang ada (misalnya: afeksi, kontribusi, loyalitas, dan penghormatan
profesional) tidak hanya dengan satu sama lain, tetapi juga dengan orang
lain akan menuai lebih banyak keuntungan daripada mereka yang
hubungannya didasarkan pada konten tunggal.
Berdasarkan penjelasan mengenai dimensi LMX dari teori-teori
yang ada, peneliti menyimpulkan bahwa LMX melibatkan empat dimensi
utama, yaitu: afeksi, kontribusi, loyalitas, dan penghormatan profesional
(Dienesch & Liden dalam Harris, 2004).
4. Dampak Leader Member Exchange (LMX)
Hubungan Leader Member Exchange (LMX) yang berkualitas
tinggi akan menghasilkan karyawan dengan kinerja yang lebih baik,
peningkatan komitmen organisasi, kepuasan kerja, organizational
citizenship behavior, dan menurunnya intensi turnover (Gerstner & Day;
Schriesheim et al dalam Harris, 2007). Bawahan juga memiliki peringkat
kinerja yang lebih tinggi, keinginan turnover yang rendah, kepuasan yang
lebih besar terhadap atasan mereka, dan kepuasan keseluruhan yang lebih
besar dibandingkan dengan bawahan yang memiliki kualitas hubungan
yang rendah. Selain itu, bawahan lebih dipercaya, mendapat perhatian
dalam porsi yang lebih besar dari atasan, dan mendapat hak-hak khusus
Sebaliknya, bawahan yang memiliki kualitas hubungan yang
rendah akan mendapat waktu yang terbatas dari atasannya, menjalin
hubungan antara atasan dan bawahan berdasar pada hubungan formal yang
dapat dilihat dari penggunaan bahasa pada saat berkomunikasi. Karyawan
dengan kualitas hubungan yang rendah juga cenderung memandang
hubungan atasan dan bawahan tidak lebih dari hubungan kontraktual
(sesuai dengan surat kontrak), dimana karyawan bekerja ‘delapan jam
untuk upah delapan jam’ dalam pekerjaan, serta tingginya turnover
(Graen, Liden, & Hoel dalam Landy, 2010).
B. Employee Engagement
1. Definisi Employee Engagement
Kahn (dalam Chaurasia, 2013) menjelaskan employee engagement
sebagai investasi energi fisik, emosional, dan kognitif karyawan secara
terus menerus dalam peran pekerjaan mereka. Menurut CLC dan Blessing
(dalam Muthuveloo, 2013), employee engagement merupakan penekanan
terhadap hubungan kognitif antarpekerja untuk bekerja dan perilaku
selanjutnya yang ditunjukkan pekerja terhadap kepuasan kerja, serta
efeknya mengenai seberapa sulit pekerja ingin untuk bekerja. Di sisi lain,
Gubman dan Bates (dalam Muthuveloo, 2013) mendefinisikan employee
engagement sebagai kelekatan emosional yang dibawa pekerja ke
Schaufeli (dalam Heger, 2007) mendefinisikan employee
engagement sebagai sebuah pemenuhan positif keadaan mental yang
berhubungan dengan pekerjaan yang melibatkan faktor rasional dan
emosional mengenai apa yang dipikir dan dirasa oleh karyawan mengenai
pekerjaannya dan organisasi. Faktor rasional meliputi hubungan yang
lebih luas yang dimiliki karyawan dengan organisasi, seperti memiliki
sumber daya, peralatan, dan dukungan yang mereka butuhkan untuk
melakukan pekerjaan. Faktor emosional meliputi rasa akan inspirasi dan
prestasi yang karyawan dapatkan dengan menjadi anggota dari perusahaan
dan dari pekerjaan mereka. Menurut Robbins (2015), employee
engagement adalah keterlibatan, kepuasan, dan antusiasme seorang
individu terhadap pekerjaan yang dilakukan. Pekerja yang sangat terlibat
akan memiliki gairah dalam pekerjaannya dan merasakan hubungan yang
dalam dengan perusahaannya.
Merujuk pada definisi yang telah dikemukakan, peneliti
menyimpulkan employee engagement sebagai tingkat keterlibatan,
kepuasan, dan antusiasme karyawan mengenai pekerjaannya dan
organisasi, sehingga karyawan memiliki gairah dalam pekerjaannya dan
2. Aspek Employee Engagement
Schaufeli (2004) mendefinisikan tiga aspek employee engagement sebagai
berikut:
a. Vigor (semangat)
Vigor merupakan tingginya energi yang diberikan saat bekerja,
ketahanan dalam menghadapi pekerjaan, kemauan untuk mencurahkan
usaha dalam pekerjaan, serta ketekunan saat menghadapi kesulitan
dalam bekerja.
b. Dedication (dedikasi)
Dedication merupakan rasa bermakna dan antusiasme terhadap
pekerjaan, serta inspirasi, kebanggaan, dan tantangan yang didapat dari
pekerjaan.
c. Absorption (penghayatan)
Absorption merupakan konsentrasi dan atensi penuh yang diberikan
seseorang dalam pekerjaannya.
3. Anteseden Employee Engagement
Kahn (dalam Kumar, 2011) mengungkapkan bahwa anteseden dari
employee engagement ialah:
a. Job characteristics
Kebermaknaan psikologis dapat dicapai dari karakteristik tugas yang
memberikan pekerjaan yang menantang dan bervariasi,
pribadi, dan kesempatan untuk membuat kontribusi penting.
b. Perceived organisasional support
Hubungan resiprokal antaranggota berkembang dari waktu ke waktu
melalui rasa percaya, setia, dan komitmen mutual sepanjang anggota
patuh pada beberapa aturan yang ada. POS menciptakan kewajiban
pada bagian dari karyawan untuk peduli kesejahteraan organisasi dan
membantu organisasi mencapai tujuannya.
c. Perceived supervisor support
PSS juga merupakan prediktor penting dari engagement karyawan.
Bahkan, kurangnya dukungan dari supervisor telah ditemukan menjadi
faktor yang sangat penting terkait dengan burnout (Maslach et al
dalam Kumar, 2011). Temuan ini sesuai dengan teori yang
dikemukakan oleh Graen, Liden, dan Hoel (dalam Landy, 2010) yang
mengatakan bahwa kurangnya perhatian dan komunikasi dari atasan ke
bawahan dapat menciptakan hubungan yang renggang di antara
keduanya dan dapat memunculkan kecenderungan bagi bawahan untuk
memandang hubungan atasan dan bawahan tidak lebih dari hubungan
kontraktual, dimana karyawan bekerja ‘delapan jam untuk upah delapan jam’ dalam pekerjaan, serta tingginya turnover. Karyawan tersebut akan memiliki kualitas hubungan yang rendah dengan
atasannya, sehingga cenderung menjadi karyawan yang not-engaged.
Sedangkan karyawan yang memiliki kualitas hubungan yang tinggi
Oleh karena itu, peneliti memilih variabel LMX terkait hubungannya
dengan employee engagement karena teori LMX mengungkap
pertukaran yang dilakukan pemimpin dan bawahannya dalam
hubungan atasan-bawahan yang dikembangkan satu sama lain yang
membuat karyawan dapat memiliki kualitas hubungan yang tinggi
maupun rendah dengan atasan.
d. Reward and recognition
Pengakuan dan penghargaan yang tepat penting untuk
mengembangkan engagement karyawan, sedangkan kurangnya
penghargaan dan pengakuan dapat menyebabkan burnout pada
karyawan.
e. Distributive and procedural justice
Keadilan distributif berkaitan dengan persepsi seseorang tentang
kewajaran hasil keputusan, sedangkan keadilan prosedural mengacu
pada keadilan yang dirasakan dari sarana dan proses yang digunakan
untuk menentukan jumlah dan distribusi sumber daya. Persepsi akan
keadilan terkait dengan hasil organisasi seperti kepuasan kerja,
komitmen organisasi, perilaku anggota organisasi, withdrawal, dan
4. Tipe Engagement pada Karyawan
Menurut Fleming (dalam Muthuveloo, 2013) ada 2 grup karyawan,
yaitu:
a. Engaged Employees
Engaged employee merupakan pekerja yang bersemangat terhadap
pekerjaannya dan mempunyai tanggung jawab mengenai apa yang
harus dilakukan kepada perusahaan mereka.
b. Not-Engaged Employees
Not-Engaged Employees merupakan pekerja yang tidak memiliki
energi dalam melakukan pekerjaannya.
5. Dampak Employee Engagement
Menurut Vance (dalam Muthuveloo, 2013), karyawan yang tidak
engaged dengan pekerjaannya akan mempengaruhi performansinya dalam
perusahaan melalui tingginya absensi, tingginya turnover, dan rendahnya
produktivitas. Employee engagement dapat mempengaruhi kinerja
organisasi saat employee engagement terlebih dahulu memberikan
pengaruh positif bagi karyawan. Menurut Ramsay (dalam Muthuveloo,
2013), karyawan yang engaged lebih mungkin untuk tinggal dalam
organisasi mereka saat ini dan berkomitmen terhadap organisasi mereka.
Karyawan yang engaged juga akan termotivasi untuk meningkatkan
produktifitasnya, mau menerima tantangan, dan merasa bahwa
berpengaruh bagi kinerja pegawai dan juga memberikan dampak positif di
tingkat organisasi, yaitu produktivitas dan pertumbuhan organisasi
(Margaretha & Saragih dalam Murnianita, 2012).
C. Karyawan Sumber Baru KIA Yogyakarta
Berdasarkan hasil wawancara dengan SB selaku kepala HRD Sumber
Baru KIA Yogyakarta (komunikasi pribadi, 28 Februari 2015) diketahui
bahwa terdapat 88 karyawan yang bekerja di Sumber Baru KIA Yogyakarta
dan terbagi menjadi 4 kelompok besar sebagai berikut:
a. Back Office (Operasional)
Karyawan yang bekerja pada bagian ini bertugas untuk mengurusi
berbagai administrasi perusahaan. Divisi dan karyawan yang termasuk
dalam bagian ini meliputi: ADH (Administration Head), HRD, Promosi,
Marketing Support, BBN/STNK, Accounting, Finance, PDC (Pre
Delivery Check), dan Admin Logistik.
b. After Sales Service
Karyawan yang bekerja pada bagian ini bertugas untuk mengurusi
berbagai layanan servis bengkel dan spare part mobil. Divisi dan
karyawan yang termasuk dalam bagian ini meliputi: Assistant Manager,
Kepala Bengkel, CS Service, Kasir, Staff Spare Part, Manager Part,