i
HUBUNGAN ANTARA DIMENSI
LEADER-MEMBER
EXCHANGE
(LMX) DENGAN KOMITMEN ORGANISASI
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi
Program Studi Psikologi
Oleh:
Adella Putri Christian Lay
NIM : 119114032
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
HUBUNGAN ANTARA DIMENSI
EXCHANGE
(LMX) DENGAN KOMITMEN ORGANISASI
Dosen Pembimbing,
Dr. T. Priyo Widiyanto, M.Si.
ii
SKRIPSI
HUBUNGAN ANTARA DIMENSI
LEADER MEMBER
(LMX) DENGAN KOMITMEN ORGANISASI
Disusun Oleh :
Adella Putri Christian Lay
NIM : 119114032
Telah Disetujui Oleh :
Dosen Pembimbing,
T. Priyo Widiyanto, M.Si. Tanggal :
MEMBER
iv
Sebab itu janganlah kamu kuatir akan hari besok, karena hari besok mempunyai kesusahannya sendiri. Kesusahan sehari cukuplah untuk sehari.
Matius 6:34
Sebab Aku ini mengetahui rancangan-rancangan apa yang ada pada-Ku mengenai kamu, demikianlah firman Tuhan, yaitu rancangan damai sejahtera dan bukan rancangan kecelakaan, untuk memberikan kepadamu hari depan yang penuh harapan.
Yeremia 29:11
Oleh karena itu Aku berkata kepadamu: Mintalah, maka akan diberikan
kepadamu; carilah, maka kamu akan mendapat; ketoklah, maka pintu akan
dibukakan bagimu.
Lukas 11:9
Sebab bagi Allah tidak ada yang mustahil.
Lukas 1:37
I can do all things through Christ who strengthens me.v
Proudly dedicated for,
My Savior Jesus
My Mom and Nancy
And My Father in Heaven
vi
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA
Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam daftar pustaka sebagaimana layaknya karya ilmiah.
Yogyakarta, 23 November 2015 Penulis,
vii
HUBUNGAN ANTARA DIMENSI
LEADER-MEMBER
EXCHANGE
(LMX) DENGAN KOMITMEN ORGANISASI
Adella Putri Christian Lay
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara dimensi
Leader member Exchange (LMX) dengan Komitmen Organisasi. Subjek dalam penelitian ini berjumlah 158 karyawan dari PT B, PT. C, PT. D, dan PT. E yang dipilih dengan menggunakan metode purposive sampling,yaitu hanya karyawan yang bertemu di setiap hari kerja dengan pemimpinnya dan sudah bekerja di sebuah perusahaan selama minimal 1 tahun. Alat pengumpulan data berupa skala dimensi Leader Member Exchange (LMX), yaitu Afeksi dengan reliabilias α = 0.918, Kontribusiα= 0.778, Loyalitasα= 0.851, dan Penghargaan Profesionalα = 0.908 serta Komitmen Organisasiα= 0.936. Dikarenakan hasil penelitian pada dimensi variabel Leader Member Exchange tidak normal maka metode analisa yang digunakan adalah Spearman Rho dengan bantuan IBM SPSS versi 21. Hasil analisis menunjukkan bahwa dimensiLeader Member Exchange memiliki hubungan yang signifikan dan positif dengan Komitmen Organisasi. Dimensi Afeksi dan Komitmen Organisasi memilikiα= 0.475 dengan p = 0.000, Dimensi Kontribusi dan Komitmen Organisasi memilikiα= 0.514 dengan p = 0.000, Dimensi Loyalitas dan Komitmen Organisasi memiliki α= 0.585 dengan p = 0.000, serta Dimensi Loyalitas dan Komitmen Organisasi memiliki α= 0.585 dengan p = 0.000.
viii
CORELATION BETWEEN DIMENSIONS OF
LEADER-MEMBER EXCHANGE
(LMX) AND ORGANIZATIONAL
COMMITMENT
Adella Putri Christian Lay
ABSTRACT
This research aimed to find out the relationship between Leader Member Exchange (LMX) and Organizational Commitment. Subject of this study were included 158 employees of PT B, PT. C, PT. D, and PT. E and had been chosen by purposive sampling method, with employees who always met their leader on workdays and had worked for at least one year. Data collection tools used in this study were scale of dimension Leader Member Exchange, that are Affection with reliability α= 0.918, Contributionα = 0.778, Loyaltyα = 0.851, andα Professional Respect = 0.908 and Organizational α = 0.936. Because the result of Leader Member Exchange’s Dimensions showed that the correlation was not normal, analysis method used in this study was Spearman Rho Correlation Technique trough SPSS 21 software. The result showed that Leader Member Exchange’s dimensions had significant positive correlation with Organizational Commitment. The result showed that correlation between Affection Dimension and Organizational Commitment was α= 0.475 with p = 0.000, Contribution Dimension and Organizational Commitment was α= 0.514 with p = 0.000, Loyalty Dimension and Organizational Commitment was α= 0.585 with p = 0.000, and also Professional Respect Dimension and Organizational Commitmentα= 0.585 with p = 0.000.
Key Word: Leader Member Exchange’s dimensions, Organizational Commitment
ix
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN
PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Yang berdandatangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma Nama : Adella Putri Christian Lay
NIM : 119114032
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma Yogyakarta karya ilmiah saya yang berjudul :
HUBUNGAN ANTARA DIMENSI
LEADER-MEMBER
EXCHANGE
(LMX) DENGAN KOMITMEN ORGANISASI
beserta perangkat yang dibutuhkan (bila ada). Dengan demikian saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikan di internet atau media lain untuk kepentingan akademis, tanpa perlu meminta ijin dari saya maupun memberikan royalty kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di Yogyakarta
Pada tanggal 23 November 2015 Yang menyatakan,
x
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur saya haturkan kehadirat Tuhan Yesus Kristus atas segala berkat, bimbingan, dan penyertaanNya selama proses penulisan skripsi ini sehingga dapat terselesaikan dengan baik. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana psikologi di Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini tidak akan terselesaikan dengan baik tanpa bantuan dan dukungan dari banyak pihak. Maka, penulis hendak mengucapkan terima kasih kepada :
1. Bapak T. Priyo W., M.Si., selaku Dekan Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
2. Ibu Ratri Sunar A., M.Si, selaku Kepala Program Studi Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
3. Bapak Prof. A. Supratiknya selaku Dosen Pembimbing Akademik selama penulis menempuh studi di Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta. Terima kasih atas motivasi dan bantuan Bapak selama saya menyusun skripsi ini. Terima kasih karena sudah bersedia untuk selalu direpotkan saat penulis merasa kebingungan dalam mengolah data penelitian.
4. Bapak T.M Raditya Hernawa, M.Psi., selaku Dosen Pembimbing Skripsi yang selalu meluangkan waktunya untuk membimbing, memberikan saran,
xi
semangat, dan motivasi dalam penyusunan skripsi. Terima kasih karena Bapak selalu membangkitkan rasa percaya diri saya ketika merasa cemas. 5. Ibu Dewi, Mbak Etta dan Bapak Landung yang selalu menerima dengan
baik dan terbukasaatsaya merasa bingung dengan penelitian saya. Terima kasih sudah bersedia direpotkan meskipun saya bukan anak bimbingan Ibu dan Bapak.
6. Segenap Dosen Psikologi yang telah mendidik, memberikan banyak ilmu pengetahuan dan pengalamannya selama penulis menempuh pendidikan di Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.
7. Segenap karyawan Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma (Bu Nanik, Mas Gandung, dan Mas Muji) yang selalu ramah, sabar dan telaten dalam membantu dan memberikan berbagai informasi sehingga dapat terselesaikannya penulisan skripsi ini.
8. Romo Harto, atas seluruh doa dan kekuatan yang telah diberikan. Terima kasih atas pembelajaran dan kasih yang selalu Romo bagikan pada saya! 9. Bapak Joko dan Stephanus Bayu yang sudah sangat membantu peneliti
dalam mencari dan menjadi perantara dengan perusahaan-perusahaan yang bersedia untuk membantu penelitian ini sejak tryout sampai dengan pengambilan data.
10. (Alm) Ayah, Mama, dan Adek, terima kasih atas cinta, dukungan, dan kekuatan yang selalu kalian berikan kepada saya dalam keadaan apa pun. Terima kasih atas doa yang tak pernah putus dan tentunya dukungan materi yang diberikan selama saya melakukan penelitian. Saya merasa sangat
xii
bersyukur dapat menjadi bagian dari keluarga ini. Semoga saya dapat menjadi kebanggan kalian semua!I love you!
11. Mama Iin, Papa Ni, Mami, Papi, Ellen, Bapak, Ibu, serta seluruh keluarga besar yang selalu mendukung, terutama dalam doa.
12. Hilario Saktya Pratita, atas segala dukungan dan motivasi yang kamu berikan, selalu mendengarkan keluh kesah dan ketakutanku, serta keyakinanmu akan kemampuanku. Terima kasih karena kamu telah menjadi “rival” yang selalu membuatku insecure sehingga semakin memotivasiku untuk segera menyelesaikan skripsi ini.See you on top, dear!
13. Melati Ayu, Yunika, Rara, dan Adhigor yang selalu memotivasi dan menjadi teman yang setia dalam menyelesaikan skripsi ini. Acil, Ratna, dan Sita yang juga selalu mendampingi dan menjadi sahabat yang menguatkan! Terima kasih sudah mewarnai hari-hariku selama 4.5 tahun ini! See you when I see you!
14. Elita dan Indra yang selalu dengan terbuka dan sabar membantu saya dalam mengolah data yang saya miliki, mulai dari tryout sampai dengan data penelitian ini meskipun secara jarak jauh. Saya tidak akan bisa menyelesaikan penelitian ini dengan lebih tenang dan lancar tanpa bantuan kalian.
15. Nathan, Netty dan Mas Nael, Elia, dan Anka atas segala kerendahan hatinya yang mau menjadi temansharingdan penyemangatketika saya merasa tidak yakin dengan penelitian yang saya lakukan.
xiii
16. Pika dan Budi, tanpa kalian skripsi ini tidak akan terselesaikan! Terima kasih karena selalu membantu temanmu yang gaptek ini!
17. Imaculata, Debby, dan Mbak Tita atas segala semangat dan dorongannya dalam penulis menyelesaikan penelitian ini. Terima kasih karena selalu mengajarkanku untuk tidak menunda-nunda pekerjaan dan menjadi
reminder yang sangat baik! Jarak yang kita miliki sekarang tidak akan mengubah kalian dari predikat saudara perempuanku! I love you, girls! See you on top!(ps: another holiday?)
18. Seluruh teman-teman Fakultas Psikologi 2011, terutama Tengger, terima kasih karena telah memberi penulis kesempatan untuk berproses dan berkembang bersama kalian, semoga kesuksesan selalu beserta kita!
19. Teman-teman DPMF periode 2013-2014, terima kasih atas pertanyaan “kapan lulus” yang selalu kalian tanyakan setiap bertemu. Sungguh sangat memotivasi saya untuk segera menyelesaikan skripsi ini! Thank you, guys! 20. Semua pihak yang tidak bisa penulis sebutkan satu per satu.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna dan masih terdapat banyak kekurangan dalam penelitian ini. Oleh karena itu, penulis mengharapkan adanya kritik dan saran dari pembaca untuk memperbaiki karya penulis ini. Terima kasih.
Yogyakarta, 23 November 2015 Penulis,
xiv
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL... i
HALAMAN PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING ... ii
HALAMAN PENGESAHAN ... iii
HALAMAN MOTTO ... iv
HALAMAN PERSEMBAHAN ... v
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi
ABSTRAK ... vii
ABSTACT ...viii
HALAM PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ... ix
KATA PENGANTAR ... x
DAFTAR ISI ... xiv
DAFTAR SKEMA...xviii
DAFTAR TABEL... xix
DAFTAR GAMBAR ... xxi
BAB I PENDAHULUAN ... 1 A. Latar Belakang ... 1 B. Rumusan Masalah ... 9 C. Tujuan Penelitian ... 9 D. Manfaat Penelitian ... 9 1. Manfaat Teoretis ... 9 2. Manfaat Praktis ... 9
xv
BAB II LANDASAN TEORI ... 11
A. Leader Member Exchange(LMX)... 11
1. Definisi LMX ... 11
2. Kelompok LMX ... 14
3. Fase-fase Pembentukan Kepemimpinan LMX ... 19
4. DimensiLeader Member ExchangeLMX ... 23
5. Dampak LMX ... 26
B. Komitmen Organisasi ... 28
1. Definisi Komitmen Organisasi ... 28
2. Komponen Komitmen Organisasi... 30
3. Dampak Komitmen Organisasi... 32
C. Dinamika Hubungan Antara LMX dan Komitmen Organisasi ... 33
D. Kerangka Pemikiran... 37
E. Hipotesis ... 41
BAB III METODOLOGI PENELITIAN... 42
A. Jenis Penelitian... 42
B. Identifikasi Variabel Penelitian... 42
1. Variabel Bebas ... 42
2. Variabel Tergantung ... 43
C. Definisi Operasional ... 43
1. Leader Member Exchange(LMX)... 43
2. Komitmen Organisasi ... 43
xvi
E. Metode dan Alat Pengambilan Data ... 45
F. Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur ... 47
1. Validitas ... 47
2. Seleksi Item... 48
a. SkalaLeader Member Exchange(LMX) ... 49
b. Skala Komitmen Organisasi... 51
3. Reliabilitas ... 53
G. Metode Analisis Data... 54
1. Uji Asumsi ... 54
a. Uji Normalitas... 54
b. Uji Linearitas ... 54
2. Uji Hipotesis ... 55
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 56
A. Pelaksanaan Penelitian ... 56
B. Deskripsi Subjek Penelitian ... 57
C. Deskripsi Data Penelitian ... 58
D. Hasil Analisis Data ... 61
1. Uji Asumsi Penelitian ... 61
a. Uji Normalitas ... 61
b. Uji Linearitas ... 66
2. Uji Hipotesis ... 71
E. Pembahasan ... 76
xvii A. Kesimpulan ... 84 B. Saran ... 85 1. Bagi Subjek ... 85 2. Bagi Pemimpin ... 85 3. Bagi Perusahaan... 85
4. Bagi Penelitian Selanjutnya ... 86
DAFTAR PUSTAKA ... 87
xviii
DAFTAR SKEMA
Skema 1. Hubungan antara Dimensi Afeksi dengan Variabel Komitmen Organisasi ...37
Skema 2. Hubungan antara Dimensi Kontribusi dengan Variabel Komitmen Organisasi ...38
Skema 3. Hubungan antara Dimensi Loyalitas dengan Variabel Komitmen Organisasi ...39
Skema 4. Hubungan antara Dimensi Penghargaan Profesional dengan Variabel Komitmen Organisasi ...40
xix
DAFTAR TABEL
Tabel 1.The Vertical Dyad Linkage Model ...19
Tabel 2.Fase-Fase dalam Pembentukan Kepemimpinan LMX ...22
Tabel 3.Pemberian Skor Pada Skala LMX dan Komitmen Organisasi ...45
Tabel 4.Blue Print Skala LMX Sebelum Diujicobakan ...46
Tabel 5.Blue Print Skala Komitmen Organisasi Sebelum Diujicobakan ...47
Tabel 6.Koefisien Korelasi Item Total Dimensi LMX Sebelum Seleksi Item 50 Tabel 7.Koefisien Korelasi Item Total Dimensi LMX Setelah Seleksi Item 50 Tabel 8.Blue Print Skala LMX Setelah Diujicobakan ...51
Tabel 9.Blue Print Skala Komitmen Organisasi Setelah Diujicobakan...52
Tabel 10. Blue Print Skala Komitmen Organisasi Setelah Pengguguran Manual...52
Tabel 11.Koefisien Reliabilitas Dimensi LMX ...54
Tabel 12.Subjek Penelitian Berdasarkan Usia ...57
Tabel 13.Subjek Penelitian Berdasarkan Jenis Kelamin ...57
Tabel 14.Subjek Penelitian Berdasarkan Masa Kerja ...58
Tabel 15.Hasil Pengukuran Deskripsi Variabel ...58
xx
Tabel 17.Hasil uji-t Dimensi Kontribusi ...59
Tabel 18.Hasil uji-t Dimensi Loyalitas ...60
Tabel 19.Hasil uji-t Dimensi Penghargaan Profesional ...60
Tabel 20.Hasil uji-t Komitmen Organisasi ...61
Tabel 21.Hasil Uji Normalitas ...62
Tabel 22. Hasil Uji Linearitas Pada Dimensi Afeksi Dengan Komitmen Organisasi ...66
Tabel 23. Hasil Uji Linearitas Pada Dimensi Kontribusi Dengan Komitmen Organisasi ...68
Tabel 24.Hasil Uji Linearitas Pada Dimensi Loyalitas Dengan Komitmen Organisasi ...69
Tabel 25. Hasil Uji Linearitas Pada Dimensi Penghargaan Profesional Dengan Komitmen Organisasi ...70
Tabel 26.Kriteria Koefisien Korelasi ...72
Tabel 27. Hasil Uji Hipotesis Dimensi Afeksi Dengan Komitmen Organisasi ... ...72
xxi
Tabel 28. Hasil Uji Hipotesis Dimensi Kontribusi Dengan Komitmen Organisasi ...73
Tabel 29. Hasil Uji Hipotesis Dimensi Loyalitas Dengan Komitmen Organisasi ...74
Tabel 30. Hasil Uji Hipotesis Dimensi Penghargaan ProfesionalDengan
xxii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.Kurva Dimensi Afeksi ...63
Gambar 2.Kurva Dimensi Kontribusi ...63
Gambar 3.Kurva Dimensi Loyalitas ...64
Gambar 4.Kurva Dimensi Penghargaan Profesional ...65
Gambar 5.Kurva Komitmen Organisasi ...65
Gambar 6.Scatter Plot Dimensi Afeksi Dengan Komitmen Organisasi ...67
Gambar 7.Scatter Plot Dimensi Kontribusi Dengan Komitmen Organisasi .68
Gambar 8.Scatter Plot Dimensi Loyalitas Dengan Komitmen Organisasi 70
Gambar 9. Scatter Plot Dimensi Penghargaan Profesional Dengan Komitmen Organisasi ...71
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dewasa ini, perusahaan sedang menghadapi perubahan besar di lingkungan bisnis karena adanya pengaruh globalisasi. Perubahan dan perkembangan dalam mengolah informasi, komunikasi, dan industri logistik menjadi salah satu permasalahan yang dihadapi. Perubahan dan perkembangan tersebut mendorong perusahaan untuk lebih peka terhadap kesempatan yang ada demi meraih keunggulan dari perusahaan lain (Keskes, 2014).
Perubahan yang ada mendorong perusahaan untuk terus mencari karyawan yang berkomitmen dalam mempertahankan keunggulannya di pasar yang kompetitif. Banyak peneliti yang menemukan bahwa salah satu hal yang menentukan kesuksesan perusahaan adalah tingginya tingkat komitmen organisasi yang dimiliki oleh karyawannya (Keskes, 2014). Porter, Crampon, dan Smith (dalam Suseno dan Sugiyanto, 2010) menyatakan bahwa perusahaan membutuhkan karyawan yang berkualitas dan memiliki komitmen yang tinggi untuk dapat bertahan di dunia bisnis yang persaingannya sangat ketat. Katz dan Kahn (dalam Suseno dan Sugiyanto, 2010) juga menyatakan bahwa komitmen yang tinggi akan mendorong karyawan untuk menjadi lebih kreatif dan inovatif. Komitmen organisasi merupakan salah satu faktor utama yang menentukan efektivitas dan kinerja organisasi (Lok dan Crawford dalam Keskes (2014). Karyawan yang berkomitmen tinggi akan memberikan
pengaruh yang signifikan terhadap kinerja organisasi. Komitmen yang tinggi cenderung akan mendorong karyawan untuk memiliki produktivitas kerja yang tinggi pula (Minner dalam Periantalo dan Mansoer 2008). Periantalo dan Mansoer (2008) juga menambahkan bahwa karyawan yang memiliki komitmen tinggi terhadap organisasi cenderung akan memberikan pemikiran dan tenaganya pada organisasi.
The Towers Watson 2014 Talent Management and Rewards Study, sebuah survei global pada 1637 perusahaan termasuk 30 perusahaan di Indonesia, mengungkapkan bahwa terdapat lebih dari 70% perusahaan di Indonesia yang sedang berjuang untuk mempertahankan karyawannya yang memiliki kinerja baik. Johannes Eckold, seorang konsultan senior untuk survei Organization & Insights di Towers Watson menambahkan bahwa cukup banyak responden dari Indonesia yang menyatakan bahwa mereka sedang mempertimbangkan untuk meninggalkan perusahaan mereka saat ini. Hal ini menunjukkan bahwa kecenderungan karyawan untuk tidak mempertahankan keanggotaannya dalam organisasi atau komitmen organisasi yang rendah merupakan tren yang mengkhawatirkan bagi perusahaan di Indonesia (http://towerswatson.com).
Periantalo dan Mansoer (2008) menyatakan bahwa komitmen organisasi adalah identifikasi individu terhadap organisasi dan keinginan untuk tetap berada dalam organisasi. Komitmen organisasi merupakan ikatan psikis individu terhadap organisasi yang mencakup keterlibatan kerja, kesetiaan, dan kepercayaan terhadap nilai-nilai organisasi (O’Reilly, 1986).
Neal dan Noertheraft (dalam Sopiah 2008) menambahkan bahwa komitmen organisasi merupakan sikap individu terhadap organisasi agar tercapainya tujuan organisasi secara efektif dan efisien.
Mayer dan Allen (1997) membagi komitmen organisasi menjadi tiga komponen yaitu, afektif, normatif dan kontinum. Afektif merupakan ikatan secara emosional yang dimiliki oleh karyawan terhadap sebuah organisasi sehingga memunculkan keinginan untuk terlibat. Komponen normatif adalah sebuah komitmen yang muncul dikarenakan adanya tanggung jawab moral yang dimiliki karyawan terhadap organisasi. Berbeda dengan afektif dan normatif, komponen kontinum merupakan sebuah komitmen yang dipicu oleh untung rugi yang didapatkan oleh karyawan sehingga muncul rasa butuh akan organisasi.
Istilah komponen digunakan karena hubungan antara karyawan dengan organisasinya dapat bervariasi dalam ketiga komponen tersebut. Misalnya, seorang karyawan dapat secara bersamaan memiliki keterikatan dengan organisasi serta merasa wajib untuk bertahan dalam organisasi. Di sisi lain, terdapat karyawan yang menikmati pekerjaannya sekaligus menyadari bahwa ia lebih baik bertahan di organisasi tersebut dikarenakan situasi ekonomi yang tidak menentu. Dengan demikian, pengukuran komitmen organisasi juga seharusnya merefleksikan ketiga komponen komitmen yaitu komponen afektif, normatif, dan kontinum. Konsekuensinya, peneliti harus melihat kekuatan ketiga komponen secara bersamaan daripada mengklasifikasikannya secara terpisah apabila ingin mendapatkan
pemahaman yang jelas mengenai hubungan karyawan dengan organisasi (Mayer dan Allen, 1997). Berdasarkan pernyataan tokoh Mayer dan Allen tersebut, peneliti tertarik untuk meneliti ketiga komponen komitmen secara bersamaan untuk melihat komitmen organisasi secara lebih jelas. Hal tersebut dikarenakan sebagian besar penelitian yang telah dilakukan cenderung mengklasifikasikannya secara terpisah seperti yang telah dilakukan oleh Majorsy (2007) pada staf pengajar di Universitas Gunadarma dan Arishanti (2007) pada PT.X di kawasan Jakarta Selatan.
Mowday, Porter, dan Steers (dalam Keskes 2014) menyatakan bahwasalah satu faktor organisasi yang dianggap sebagai penentu utama dari terbentuknya komitmen organisasi adalah kepemimpinan. Pemimpin merupakan faktor utama dari terbentuknya komitmen organisasi karena ia merupakan pembentuk lingkungan kerja dan persepsi karyawan mengenai pekerjaan dan perusahaan tempat mereka bekerja (Rafferty dan Griffin, 2004).Semakin positif persepsi karyawan terhadap peran pemimpin maka akan semakin tinggi pula komitmen organisasi yang dimiliki sehingga dapat berimplementasi terhadap meningkatnya kinerja karyawan (Robbins, 1996). Komitmen dan perilaku karyawan yang menguntungkan bagi perusahaan didukung oleh seberapa kuat keterikatan yang dimiliki oleh karyawan terhadap team atau terlebih dengan pemimpin (Mayer dan Allen, 1997).
Hasil survei The Towers Watson 2014 Talent Management and Rewards Study menyatakan bahwa karyawan di Indonesia melihat pemimpin mereka sebagai penggerak atas keterikatan mereka terhadap organisasi
(http://towerswatson.com). Awaldi, Direktur dariTalent and Reward, Tower Watson juga menambahkan bahwa organisasi-organisasi yang ada di Indonesia perlu untuk meningkatkan keterikatan karyawan dengan organisasi melalui manajer dan supervisor yang mereka miliki untuk meningkatkan hasil bisnis secara positif (http://towerswatson.com). Kepemimpinan yang kuat merupakan salah satu hal yang berperan penting dalam mencapai kefektifan organisasi secara optimal (Suwarto, 1999). Covey (dalam Anggriawan 2012) juga menyatakan bahwa pemimpin yang bekerja secara efektif akan mampu mendorong bawahannya untuk memajukan perusahaan dan mencapai tujuan dengan baik.
Kepemimpinan dipandang sebagai sebuah proses sosial sehingga pemimpin dan bawahan akan mempengaruhi satu sama lain sebagai hasil dari interaksi yang terjadi di antara keduanya (Smither, 1994). Kepemimpinan adalah proses mempengaruhi sebuah kelompok yang dilakukan oleh seseorang untuk mencapai tujuan bersama (Northouse, 2013). Gibson (dalam Suwarto 1999) menyatakan bahwa kepemimpinan merupakan suatu upaya mempengaruhi dan memotivasi seseorang melalui komunikasi untuk mencapai tujuan tertentu tanpa adanya paksaan. Kepemimpinan digambarkan sebagai sebuah proses yang menimbulkan gerakan yang dinamis dari posisi kita berada ke suatu tempat di masa mendatang dengan kondisi yang berbeda. Kepemimpinan juga menyangkut intensionalitas, dalam artian bahwa perubahan yang ada bukanlah perubahan yang asal-asalan, melainkan menuju sebuah tujuan maupun kondisi yang diharapkan (Wirjana dan Supardo 2005).
Sebagian besar teori kepemimpinan yang banyak dipelajari mengasumsikan bahwa pemimpin memperlakukan semua pengikut mereka dengan cara yang sama. Dalam kenyataannya, pemimpin bisa bertindak dengan sangat berbeda kepada karyawan yang satu dengan lainnya (Wibowo dan Susanto, 2013). Hal tersebut dikarenakan pemimpin cenderung tidak memperlakukan bawahannya secara seragam (Dansereau, Graen, dan Haga dalam Spector, 2008). Pemimpin mengembangkan hubungan yang bervariasi dengan tiap bawahannya (Liden, Sparrowe, dan Wayne, 1997). Pemimpin cenderung tidak menjalankan perannya secara merata pada bawahannya dalam mengelola organisasi (Wijayanto dan Susanto, 2013). Hughes, Ginnett, dan Curphy (2012) menyatakan bahwa pemimpin justru membentuk hubungan yang khusus dan unik dengan masing-masing bawahan. Dengan kata lain, pemimpin cenderung memiliki orang-orang kepercayaan dalam suatu organisasi. Inilah yang kemudian menjadi dasar teori Leader Member Exchange (LMX) (Wibowo dan Susanto, 2013). Leader Member Exchange
(LMX) menjadi salah satu pendekatan yang digunakan untuk mempelajari hubungan antara proses kepemimpinan dengan kesuksesan sebuah organisasi (Gerstner dan Day, 1997).
Leader Member Exchange (LMX) adalah sebuah teori kepemimpinan yang berfokus pada hubungan yang terjadi antara pemimpin dengan bawahannya (Dansereau, Graen, dan Haga dalam Spector, 2008). Leader Member Exchange (LMX) merupakan hubungan khusus yang dibangun oleh seorang pemimpin dengan sekelompok kecil bawahan yang terjalin seiring
dengan berjalannya waktu (Robbins dan Judge, 2008). Pola kepemimpinannya dikembangkan berdasarkan kualitas hubungan yang dimiliki oleh pemimpin dengan bawahannya (Dansereau, Graen, dan Haga dalam Landy dan Conte, 2010).
Leader Member Exchange (LMX) melihat keefektifan sebuah kepemimpinan dari kualitas interaksi yang dimiliki oleh pemimpin dengan bawahan yang tergabung dalam tim (Dansereau, Graen, dan Haga dalam Riggio, 2003). Hubungan yang terjalin antara pemimpin dengan bawahan memiliki karakteristik, yaitu melibatkan usaha secara fisik maupun mental, serta dukungan secara materi, informasi, maupun emosi (Liden, Sparrowe, dan Wayne, 1997).Pada proses tersebut anggota kelompok memberikan kontribusi dengan berkorban atau memberikan sesuatu pada kelompok dan menerima imbalan sesuai dengan apa yang telah ia berikan (Robbins, 2006). Pertukaran yang berhasil dibentuk cenderung akan mendorong anggota kelompok untuk mengembangkan hubungan baik dan mencapai kesuksesan bersama (Burgess dan Huston dalam Maslyn dan Uhl-Bien, 2001).
Leader Member Exchange (LMX) memiliki sebuah fenomena yang kontroversial. Leader Member Exchange(LMX) belum memiliki status yang jelas yaitu, unidimensi atau multidimensi. Pada awalnya konseptualisasi
Leader Member Exchange (LMX) dipandang sebagai sebuah konstruk yang unidimensional (Dienesch dan Liden dalam Harris 2004). Dalam perkembangannya, Dienesch dan Liden (dalam Harris, 2004) kemudian membagi Leader-Member Exchange(LMX) menjadi 4 dimensi, yaitu Afeksi
(Affection), Kontribusi (Contribution), Loyalitas (Loyalty), dan Penghargaan Profesional (Professional Respect). Berdasarkan perkembangan teori tersebut, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai Leader Member Exchange(LMX) secara multidimensional.
Imen Keskes dalam penelitiannya yang berjudul Transformational Leadership and Organizatinal Commitment: Mediating Role of Leader Member Exchange menyatakan bahwa perlu untuk dilakukan penelitian mengenai dimensi Leader Member Exchange(LMX)dengan Komitmen Organisasi secara langsung. Hal tersebut perlu dilakukan untuk mendapatkan data yang lebih mendetail mengenai hubungan yang dimiliki oleh dimensi
Leader Member Exchange (LMX) dengan Komitmen Organisasi. Pemimpin perlu untuk mengetahui seberapa jauh sikap dan pertukaran yang ia miliki dengan bawahan dalam mempengaruhi persepsi bawahannya mengenai
Leader Member Exchange (LMX) dan dalam memprediksi munculnya Komitmen Organisasi. Selain itu, pemimpin juga perlu untuk mendapatkan informasi mengenai cara yang paling tepat untuk dapat meningkatkan komitmen yang dimiliki karyawan terhadap organisasi dari sudut pandang kepemimpinan (Keskes, 2014). Berdasarkan saran yang diberikan dalam penelitian tersebut maka peneliti tertarik untuk meneliti mengenai hubungan antaraLeader Member Exchange(LMX) dengan Komitmen Organisasi.
B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam penelitian adalah “apakah terdapat hubungan antara dimensi Leader-Member Exchange (LMX)dengan komitmen organisasi pada karyawan?”
C. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui adanya hubungan antara dimensi Leader-Member Exchange(LMX)dengan komitmen organisasi pada karyawan.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoretis
Hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan sumbangan pemikiran pada bidang Psikologi Industri dan Kepemimpinan Organisasi, khususnya mengenai hubungan antara dimensiLeader-Member Exchange
(LMX) dengan komitmen organisasi.
2. Manfaat Praktis
2.1 Bagi Subjek
Hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu subjek dalam memberikan gambaran dalam memahami komitmen organisasi yang ia miliki.
2.2 Bagi Pemimpin
Hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu pemimpin dalam memberikan gambaran dalam memahami kualitas hubungan yang ia miliki dengan bawahannya.
Jika terbukti adanya hubungan yang positif dan signifikan antara
Leader Member Exchange(LMX) dengan komitmen organisasi, maka diharapkan pemimpin perusahaan dapat semakin meningkatkan kualitas hubungan yang positif dengan setiap bawahan yang dimiliki. Meningkatnya kualitas hubungan antara pemimpin dengan bawahan diharapkan dapat meningkatkan persepsi positif terhadap kualitas hubunganLeader Member Exchange(LMX) yang ada sehingga dapat menimbulkan komitmen organisasi pada karyawan.
2.3Bagi Perusahaan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu perusahaan terutama divisi HRD untuk lebih memahami tingkat komitmen organisasi serta
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Leader Member Exchange(LMX)
1. DefinisiLeader Member Exchange(LMX)
Leader Member Exchange (LMX) merupakan sebuah pendekatan kepemimpinan yang unik. Leader Member Exchange (LMX) adalah pendekatan kepemimpinan yang melihat hubungan yang dimiliki antara pemimpin dengan bawahan sebagai pusat dari sebuah proses kepemimpinan (Northouse, 2013). Leader Member Exchange (LMX) memandang bahwa pemimpin cenderung mengembangkan hubungan yang berbeda-beda dengan bawahannya ketika bekerja dalam tim (Liden, Sparrowe, dan Wayne, 1997).
Leader Member Exchange (LMX) menjelaskan mengenai hubungan khusus yang dimiliki oleh pemimpin dengan masing-masing bawahannya. Teori ini menggarisbawahi bahwa sebuah kepemimpinan yang efektif dipengaruhi oleh pertukaran antara pemimpin dengan bawahan yang efektif pula (Northouse, 2013).
Leader Member Exchange (LMX) merupakan sebuah teori kepemimpinan yang berfokus pada hubungan yang terjadi antara pemimpin dengan bawahannya (Dansereau, Graen, dan Haga dalam Spector, 2008). Teori ini difokuskan pada penilaian yang dilakukan pemimpin dan bawahan mengenai hubungan dan interaksi yang terjadi di antara keduanya (Truckenbrodt dalam Hasdiabsar, 2011).Northouse (2013) menyatakan bahwa
Leader Member Exchange (LMX) tidak melihat kepemimpinan dari sudut pandang pemimpin maupun bawahan seperti teori kepemimpinan pada umumnya, melainkan dari proses yang terpusat pada interaksi yang terjadi antara pemimpin dengan masing-masing bawahannya. Leader Member Exchange (LMX) merupakan hubungan khusus yang dibangun oleh seorang pemimpin dengan sekelompok kecil bawahan dan terjalin seiring dengan berjalannya waktu (Robbins dan Judge, 2008).
Leader Member Exchange (LMX) merupakan sebuah teori yang menjelaskan kepemimpinan secara berbeda jika dibandingkan dengan teori kepemimpinan lainnya. Leader Member Exchange(LMX) dipandang sebagai sebuah teori yang membahas keunikan kepemimpinan dari sudut pandang proses serta hasil yang didapatkan (Harris, 2004). Leader Member Exchange
(LMX) melihat keefektifan sebuah kepemimpinan dari kualitas interaksi yang dimiliki oleh pemimpin dengan bawahan yang tergabung dalam tim (Dansereau, Graen, dan Haga dalam Riggio, 2003). Graen dan Uhl-Bien (dalam Gerstner dan Day 1997) memandang Leader Member Exchange
(LMX) sebagai sebuah teori yang menjelaskan mengenai proses pembuatan peran antara seorang pemimpin dengan karyawan, selain itu, teori tersebut juga menggambarkan bagaimana hubungan pemimpin dengan karyawan dikembangkan secara berbeda-beda antara karyawan satu dengan lainnya. Pola kepemimpinannya dikembangkan dari waktu ke waktu berdasarkan kualitas hubungan yang dimiliki oleh pemimpin dengan bawahannya (Dansereau, Graen, dan Haga dalam Landy dan Conte, 2010).
Robbins (2006) memandang Leader-Member Exchange (LMX) sebagai sebuah teori yang didasari oleh asumsi bahwa interaksi sosial menggambarkan suatu bentuk tukar menukar. Pada proses tersebut anggota kelompok memberikan kontribusi dengan berkorban atau memberikan sesuatu pada kelompok dan menerima imbalan sesuai dengan apa yang telah ia berikan. Northouse (2013) menambahkan bahwasejumlah bawahan yang berkontribusi lebih banyak akan menerima keuntungan lebih, sedangkan yang sedikit berkontribusi akan menerima keuntungan yang lebih sedikit. Secara umum, Leader Member Exchange (LMX) diasumsikan dengan pemimpin yang memiliki kebebasan untuk memilih bawahan yang mereka sukai atau anggap memiliki performa yang baik untuk menjalankan peran yang lebih penting dalam organisasi begitu pula sebaliknya (Harris, 2004). Karakter yang dimiliki oleh hubungan tersebut adalah adanya usaha dan dukungan secara materi, informasi, serta emosional yang terjalin di antara pemimpin dengan bawahannya (Liden, Sparrowe, dan Wayne, 1997).
Berdasarkan definisi-definisi yang telah dijabarkan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa Leader Member Exchange (LMX) merupakan sebuah pertukaran secara materi, informasi, serta emosional yang dimiliki antara pemimpin dengan masing-masing bawahannya, di mana bawahan yang berkontribusi lebih banyak akan menerima keuntungan lebih (in group), sedangkan yang sedikit berkontribusi akan menerima keuntungan yang sedikit pula (out group).
2. KelompokLeader Member Exchange(LMX)
Pengelompokkan dalam Leader Member Exchange (LMX) didasari oleh seberapa baik kualitas hubungan yang dimiliki oleh bawahan dengan pemimpin, begitu juga sebaliknya. Keterlibatan bawahan dalam tanggung jawab yang dimiliki oleh tim dan pemimpin juga menjadi tolak ukur lain dalam proses pengelompokkan bawahan (Northouse, 2008). Robbins dan Judge (2008) menyatakan bahwaLeader Member Exchange
(LMX) terbagi menjadi dua kelompok karyawan, yaitu: a. In group
Bawahan yang memiliki ketertarikan untuk menegosiasikan beberapa hal yang ingin mereka lakukan untuk kelompok kepada pemimpin merupakan bawahan yang tergabung dalam in group. Negosiasi yang terjadi antara pemimpin dengan bawahan tersebut melibatkan sebuah proses pertukaran. Bawahan dalam in group
memiliki kesediaan untuk melakukan lebih banyak hal dari yang ada dalam deskripsi pekerjaan yang mereka miliki sehingga cenderung mencari cara yang inovatif untuk tercapainya tujuan tim. Apabila seorang bawahan melakukan sejumlah aktivitas yang melebihi deskripsi pekerjaan mereka, maka pemimpin juga akan melakukan lebih banyak hal positif terhadap mereka.
Pemimpin cenderung memiliki hubungan yang khusus dengan sejumlah bawahan yang melakukan banyak hal bagi tujuan tim. Keduanya memiliki keterikatan secara produktif yang melebihi
hubungan kerja yang ditetapkan secara hierarki. Pemimpin dan bawahan cenderung mengembangkan hubungan yang berkualitas tinggi, efektif, dan berdampak positif bagi diri mereka sendiri maupun organisasi (Northouse, 2008). Pemimpin dan bawahan yang memiliki kualitas hubungan yang tinggi cenderung memiliki level kepuasan dan keefektifan yang tinggi, lebih terbukan dan jujur dalam berkomunikasi, memiliki akses yang lebih baik terhadap sumber daya, serta berperilaku “ekstra” atau di luar kontrak kerja yang dimiliki. (Gerstner dan Day dalam Maslyn dan Uhl-Bien, 2001).
Karakter hubungan yang dimiliki oleh bawahan dengan status in group dengan pemimpin cenderung penuh dengan kepercayaan dan dukungan secara emosional dari pemimpin (Dienesch dan Liden dalam Harris, 2004). Pemimpin dan bawahan yang tergabung dalamin group
memiliki rasa percaya yang tinggi, sikap saling menghormati dan menghargai yang tinggi, serta adanya rasa ketergantungan satu sama lain. Hal tersebut yang kemudian memicu timbulnya pengaruh dan tingkatan timbal baik yang tinggi antara keduanya (Northouse, 2008).
Penelitian yang dilakukan oleh Schriesheim, Castro, Zhou, dan Yammarino (dalam Northouse, 2008) mendapati bahwa kualitas hubungan yang tinggi bersifat lebih demokratis, terkontrol, serta memberikan pengaruh yang seimbang antara pemimpin dengan bawahan. Pemimpin dan bawahan juga dapat saling mengandalkan dalam hal bantuan dan dukungan khusus terhadap tanggung jawab
yang dimiliki oleh masing-masing pihak. Upaya dan dedikasi ekstra yang diberikan oleh bawahan juga direspon dengan tanggung jawab dan peluang lebih yang diberikan oleh pemimpin.
Bawahan akan memperoleh beberapa keuntungan antara lain, penghargaan secara formal maupun informal, dukungan, akses yang lebih mudah, serta komunikasi yang lebih intens dengan pemimpin (Dienesch dan Liden dalam Harris 2004). Bawahan dalam in group
juga mendapatkan perhatian, penilaian kinerja yang lebih tinggi, kepuasan kerja yang lebih baik, serta kemungkinan besar untuk menerima hak istimewa tertentu dibandingkan dengan bawahan dalam
out group(Robbins dan Judge, 2008). Waktu dan dukungan yang lebih merupakan keuntungan lain yang bisa didapatkan oleh bawahan dalam
in group (Northouse, 2013). Bawahan yang berstatus in group pun mendapatkan keuntungan lain seperti sponsor dalam jaringan sosial serta mentoring.
Pemimpin cenderung memiliki kemungkinan untuk menyelesaikan lebih banyak tanggung jawab dengan cara yang lebih efektif daripada yang dapat ia capai sendirian (Northouse, 2013). Hal tersebut yang memicu pemimpin untuk membentuk hubungan pertukaran yang berkualitas tinggi dengan bawahan yang berstatusin group melampaui hubungan formal yang ada.Kualitas hubungan yang tinggi tersebut merupakan pertukaran yang sesungguhnya karena kedua belah pihak mendapatkan keuntungan (Hughes, Ginnett, dan Curphy, 2012).
b. Out group
Bawahan yang tidak memiliki ketertarikan untuk menerima beberapa tanggung jawab yang baru dan berbeda merupakan ciri-ciri bawahan yang tergabung dalamout group.Bawahan tersebut biasanya memiliki ketidakcocokan atau hubungan yang kurang dekat dengan pemimpin sehingga cenderung melakukan pekerjaannya sebatas deskripsi kerja yang mereka miliki saja (Northouse, 2008). Bawahan
out groupmemiliki kualitas hubungan pertukaran yang rendah sehingga memiliki interaksi yang sebagian besar hanya terjadi sebatas pemenuhan kewajiban kontraktual (Hughes, Ginnett, dan Curphy, 2012).
Hubungan antara pemimpin dan bawahan cenderung membawa dampak yang kurang baik ketika keduanya tidak memiliki usaha untuk mengembangkan kualitas hubungan yang baik (Blau dalam Maslyn dan Uhl-Bien, 2001). Hubungan yang terjalin antara pemimpin dengan bawahan dalam out group cenderung dibatasi oleh aturan dan sangat mengandalkan hubungan kerja yang ada. Mereka saling berhubungan hanya sebatas dalam peran organisasi yang dimiliki oleh masing-masing pihak. Kepatuhan yang dimiliki oleh bawahan terhadap pemimpin terjadi secara formal, statusnya sebatas hierarkis, dan sekedar untuk meraih imbalan secara ekonomi yang dikendalikan oleh pemimpin. Motif yang dimiliki oleh bawahan yang berada diout group
cenderung mengarah pada kepentingan pribadi, bukan demi kepentingan tim (Graen dan Uhl- Bien dalam Northouse, 2008)
Bawahan yang tergabung dalamout groupmemiliki dukungan dari pemimpin dan manfaat di luar pekerjaan mereka dengan kadar yang cenderung rendah (Harris dalam Northouse, 2008). Karakter hubungan yang dimiliki oleh bawahan dengan statusout groupdengan pemimpin cenderung memberikan kepercayaan, dukungan sosial, dan keuntungan yang rendah (Dansereau, Graen, dan Haga dalam Harris 2004). Kualitas hubungan yang rendah akan memberikan beberapa kerugian, terutama dalam hal memperoleh manfaat pekerjaan serta kemajuan karir (Vecchio dalam Maslyn dan Uhl-Bien, 2001). Bawahan dengan statusout groupakan memperoleh sedikit kepercayaan, penilaian baik, kepuasan kerja, waktu dan perhatian dari pemimpin (Robbins dan Judge, 2008).
Berdasarkan pengelompokkan yang telah dijabarkan di atas, maka dapat disimpulkan bahwaLeader Member Exchange(LMX) memiliki dua kelompok yaituin groupdanout group.
Tabel 1
TheVertical Dyad Linkage Model (Steers, 1991)
Distant relationship Strong relationship
3. Fase-fase Pembentukan Kepemimpinan Leader Member Exchange
(LMX)
Graen dan Uhl-Bien (dalam Northouse, 2013) menyatakan bahwa sebuah kepemimpinan Leader Member Exchange (LMX) dapat berkembang dengan cepat dalam tiga fase yaitu:
a. Fase 1 (orang asing)
Pada fase ini, interaksi yang terjadi dalam hubungan dua pihak antara pemimpin dengan bawahan pada umumnya dibatasi oleh peraturan. Pemimpin dan bawahan saling mengandalkan dalam hubungan kerja sehingga keduanya cenderung berhubungan di dalam peran organisasi yang telah ditetapkan. Pemimpin dan bawahan memiliki kualitas hubungan pertukaran yang rendah pada fase ini. Bawahan akan patuh pada pemimpin resmi yang memiliki status hirarkis demi mendapatkan imbalan secara ekonomi yang dikontrol oleh pemimpin. Motif yang dimiliki oleh bawahan pada fase ini mengarah
Leader Subordinate 1, Subordinate
2, Subordinate 3
Subordinate 4, Subordinate 5
pada kepentingan diri bukan untuk kepentingan kelompok (Graen dan Uhl-Bien dalam Northouse, 2013).
b. Fase 2 (perkenalan)
Fase 2 atau fase perkenalan, dimulai dengan adanya tawaran yang diberikan oleh pemimpin atau bawahan untuk meningkatkan pertukaran sosial yang berorientasi pada karir. Pertukaran yang terjadi termasuk membagi lebih banyak sumber daya dan informasi pribadi atau informasi yang terkait dengan pekerjaan. Fase ini merupakan sebuah periode pengujian bagi pemimpin dan bawahan dalam menilai ketertarikan bawahan untuk mengambil lebih banyak peran dan tanggung jawab dalam tim. Fase ini juga berguna untuk menilai kesediaan pemimpin untuk memberikan tantangan baru bagi bawahannya. Selama masa ini, hubungan yang terjadi antara dua pihak berubah dari interaksi yang dengan ketat diatur oleh deskripsi jabatan menjadi penetapan peran dan bergerak menuju cara baru dalam berelasi. Kualitas pertukaran pada fase ini telah meningkat menjadi kualitas menengah. Pada fase ini mulai mengembangkan kepercayaan dan penghargaan yang lebih besar untuk masing-masing pihak. Pemimpin dan bawahan cenderung tidak terlalu berfokus pada kepentingan diri sendiri melainkan lebih pada tujuan serta kegunaan kelompok (Northouse, 2013).
c. Fase 3 (hubungan pertemanan yang matang)
Fase 3, hubungan pertemanan yang matang, ditandai dengan pertukaran antara pemimpin dengan bawahan yang berkualitas tinggi. Orang-orang yang telah maju pada tahap ini akan memiliki rasa saling percaya, sikap saling menghormati, dan saling menghargai yang tinggi. Hubungan yang terjadi antara pemimpin dan bawahan telah teruji dan keduanya mendapati bahwa mereka dapat saling bergantung. Dalam hubungan pertemanan yang matang, ada tingkatan timbal balik yang tinggi antara pemimpin dengan bawahan. Masing-masing pihak akan saling mempengaruhi dan dipengaruhi oleh pihak lain. Keduanya juga dapat saling mengandalkan untuk bantuan dan dukungan khusus. Contoh, pemimpin dapat mengandalkan bawahannya untuk melakukan tugas tambahan, dan bawahan dapat mengandalkan pada pemimpin untuk dukungan atau dorongan yang diperlukan. Intinya, pemimpin dan bawahan saling terikat secara produktif yang melebihi hubungan kerja yang ditetapkan oleh hirarki. Keduanya akan mengembangkan hubungan yang sangat efektif dan memberikan hasil yang positif bagi diri mereka dan organisasi (Northouse, 2013).
Tabel 2
Fase-Fase dalam Pembentukan Kepemimpinan LMX (Northouse, 2013)
Fase 1 Fase 2 Fase 3
Orang Asing Perkenalan Pertemanan
Peran Tertulis Diuji Dinegosiasikan
Pengaruh Satu arah Campuran Timbal balik
Pertukaran Kualitas rendah Kualitas sedang Kualitas tinggi
Minat Diri sendiri Diri sendiri Kelompok & orang lain
Waktu
Hughes, Ginnett, dan Curphy (2012) membagi perkembangan hubunganLeader-Member Exchange(LMX)menjadi 3 fase, yaitu: a. Role-Taking
Role-Taking merupakan tahap perkembangan yang terjadi di awal pengalaman kerja karyawan. Pada tahap ini, pemimpin menawarkan kesempatan untuk melakukan tanggung jawab tertentu serta mengevaluasi kinerja dan potensi mereka.
b. Role-Making
Role-Making, merupakan tahap yang cukup menentukan karena pada fase ini terjadi proses membangun kepercayan. Para bawahan yang
didapati tidak seirama akan dimasukkan ke dalamout group sedangkan yang seirama diin group.
c. Routinization
Routinization, merupakan sebuah tahap di mana hubungan yang semakin kuat terbentuk. Pada tahap ini, perbedaan sikap yang diberikan antara kelompok dalam dengan kelompok luar semakin terbentuk.
Berdasarkan fase-fase pembentuk kepemimpinan yang telah dijabarkan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa Leader Member Exchange (LMX) memiliki tiga fase pembentuk kepemimpinan yaitufase orang asing (fase 1), fase perkenalan (fase 2), dan fase hubungan pertemanan yang matang (fase 3).
4. DimensiLeader Member Exchange(LMX)
Dienesch dan Liden (dalam Harris, 2004) membagi Leader-Member Exchange(LMX) menjadi 4 dimensi, yaitu :
a. Afeksi (Affection)
Afeksi merupakan sebuah kondisi saling mempengaruhi antara pemimpin dengan bawahannya berdasarkan daya tarik interpersonal yang tidak hanya berasal dari nilai professional kerja sehingga terjalin hubungan pribadi yang bermanfaat bagi kedua belah pihak (misalnya persahabatan) (Hasdiabsar, 2011). Afeksi yang dimiliki antara pemimpin dengan bawahan pada umumnya berdasarkan interaksi secara interpersonal bukan hanya sebatas profesional atau pekerjaan. Rasa
saling menyukai atau afeksi yang dimiliki oleh pemimpin dan bawahan merupakan salah satu dimensi yang penting dalam sebuah relasi (Dienesch dan Liden dalam Harris, 2004). Pemimpin dan bawahan yang memiliki kualitas hubungan yang tinggi bisanya juga memiliki afeksi yang tinggi (Dienesch dan Liden dalam Harris, 2004). Afeksi yang tinggi bukanlah menjadi satu-satunya patokan dari tingginya Leader Member Exchange (LMX) atau kualitas hubungan yang dimiliki oleh pemimpin dan bawahan.Leader Member Exchange(LMX) yang tinggi juga dipengaruhi oleh tinggi rendahnya dimensi lain (Liden dan Maslyn dalam Harris, 2004).
b. Kontribusi (Contribution)
Kontribusi merupakan sebuah persepsi mengenai jumlah, arahan dan kualitas pekerjaan yang diperjuangkan oleh pemimpin dan bawahan dalam mencapai tujuan utama dari tim secara langsung maupun tidak (Dienesch dan Liden dalam Harris, 2004). Sejauh mana bawahan menangani dan menyelesaikan tanggung jawab yang melampaui kontrak kerja serta seberapa besar dukungan yang diberikan pemimpin dalam hal sumber daya dan peluang merupakan bagian yang sangat penting dalam mengevaluasi dimensi ini (Hasdiabsar, 2011). Secara eksplisit kontribusi bukanlah bagian dari dimensi yang dimiliki oleh
Leader Member Exchange(LMX). Kontribusi mulai ditetapkan sebagai bagian dari dimensi Leader Member Exchange (LMX) sejak konseptualisasi yang dihasilkan dari penelitian mengenai pertukaran
yang terjadi antara pemimpin dengan bawahan. Penelitian tersebut menyatakan bahwa pekerjaan mempengaruhi perilaku karyawan sehingga dapat mempengaruhi kualitas hubungan dari Leader Member Exchange (LMX) (Graen dalam Harris, 2004). Seringkali keterkaitan antara pekerjaan dengan perilaku karyawan disebut sebagai performansi atau perilaku ekstrakontraktual, namun gagasan mengenai kontribusi mulai dikenal sejak awal dari munculnya konseptualisasi mengenai
Leader Member Exchange(LMX) (Harris, 2004). c. Loyalitas (Loyalty)
Loyalitas merupakan tingkat kesetiaan yang dimiliki antara pemimpin dan bawahan yang ditentukan oleh seberapa besar dukungan yang diberikan baik secara langsung melalui tindakan maupun tidak antara satu sama lain (Dienesch dan Liden dalam Harris, 2004). Pada dimensi ini, kesetiaan yang dimiliki oleh karyawan cenderung konsisten dari waktu ke waktu (Hasdiabsar, 2011). Meskipun loyalitas terhadap pemimpin dapat dilihat sebagai hasil dari kualitas hubungan Leader Member Exchange (LMX) yang tinggi, namun Dienesch dan Liden menyatakan bahwa akan lebih baik jika dikonseptualisasikan sebagai sebuah dimensi. Pernyataan Diensch dan Liden tersebut juga didukung oleh penelitian secara empiris (Liden dan Maslyn dalam Harris, 2004). d. Penghargaan Profesional (Proffesional Respect)
Penghargaan profesionalmerupakan persepsi yang dimiliki oleh tiap bagian dari tim dalam membangun reputasi di dalam maupun di
luar organisasi yang ditunjukkan dengan memberikan yang terbaik dalam setiap pekerjaannya (Liden dan Maslyn dalam Harris, 2004).Persepsi ini cenderung berdasarkan data historis yang dimiliki oleh seorang karyawan seperti: pengalaman berinteraksi, komentar yang diberikan oleh orang lain terhadap individu baik di dalam maupun di luar organisasi, serta penghargaan secara professional yang pernah dicapai. Hal tersebut yang kemudian memunculkan kemungkinan bahwa persepsi mengenai rasa hormat terhadap seseorang dapat terbentuk sebelum bekerja atau bertemu dengan pihak yang bersangkutan (Hasdiabsar, 2011).
Berdasarkan dimensi-dimensi yang telah dijabarkan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa Leader Member Exchange (LMX) memiliki empat dimensi yaituafeksi (affection), kontribusi (contribution), loyalitas (loyalty), dan penghargaan professional (professional respect).
5. DampakLeader Member Exchange
Leader Member Exchange (LMX) mempengaruhi keefektifan dari sebuah organisasi. Kualitas hubungan yang terjalin antara pemimpin dan bawahan dalam Leader Member Exchange (LMX) memiliki keterkaitan dengan hasil positif yang diberikan oleh pemimpin, pengikut, tim, dan organisasi secara umum (Graen dan Uhl- Bien dalam Northouse, 2008). Dalam sebuah penelitian Atwater dan Carmeli di Israel, apabila seorang
bawahan memiliki kualitas hubungan yang tinggi maka hal tersebut dapat berdampak positif terkait dengan energi yang ada dalam diri karyawan. Hal tersebut yang kemudian memunculkan keterlibatan yang lebih besar dalam tanggung jawab yang membutuhkan kreatifitas. Leader Member Exchange (LMX) tidak memiliki hubungan secara langsung dengan kreatifitas, namun berfungsi untuk memupuk perasaan bawahan terhadap organisasi, yang pada akhirnya akan mampu meningkatkan kreatifitas mereka (Northouse, 2008)
Semakin baik kualitas hubungan yang dimiliki oleh pemimpin dengan bawahannya, maka bawahan akan memiliki energi yang positif dan lebih berprestasi sehingga berdampak positif pula terhadap kesejahteraan sebuah organisasi (Northouse, 2008). Tingginya kualitas hubungan yang dimiliki oleh pemimpin dengan bawahannya mengarahkan karyawan untuk memiliki sikap dan performansi yang baik, serta tingginya tingkat
Organizational Citizenship Behavior (OCB)(Spector, 2007). Selain itu, kualitas hubungan yang tinggi juga memiliki hubungan dengan tingginya kualitas motivasi, performansi, serta kepuasan yang dimiliki oleh karyawan (Gerstner dan Day dalam Landy dan Conte 2010). Hal ini didukung oleh pernyataan Robbins (2006) bahwa dampak yang dihasilkan dari out group memiliki indikasi yang mirip dengan karyawan yang memiliki kepuasan yang rendah sedangkan pada in group mirip dengan karyawan yang memiliki kepuasan yang tinggi. Kulitas pertukaran yang tinggi juga dapat meminimalisir munculnya stres dan intensi untuk
turnover(Spector, 2007).Interaksi dan negosiasi positif yang terjadi antara pemimpin dengan bawahan akan mendorong keduanya untuk bergerak melebihi kepentingan pribadi untuk mencapai tujuan organisasi. (Northouse, 2008).
B. Komitmen organisasi
1. Definisi Komitmen Organisasi
Komitmen organisasi adalah sebuah keinginan karyawan untuk mempertahankan keanggotaannya serta keberpihakannya terhadap tujuan-tujuan yang dimiliki dalam sebuah organisasi (Robbin, 2006). Komitmen organisasi merupakan penerimaan dan internalisasi dari nilai dan tujuan organisasi yang ditunjukkan dengan kontribusi serta peran yang dilakukan oleh karyawan demi tercapainya nilai dan tujuan tersebut (de Citiis dan Summer dalam Jans, 1989). Mathis dan Jackson (dalam Sopiah 2008) mengungkapkan bahwa komitmen organisasi merupakan sebuah derajat yang mengukur rasa percaya yang dimiliki oleh karyawan dan penerimaan terhadap tujuan-tujuan organisasi serta keinginan untuk tetap tinggal. Neal dan Noertheraft (dalam Sopiah 2008) menambahkan bahwa komitmen organisasi merupakan sikap individu yang diberikan kepada organisasi agar tercapainya tujuan organisasi secara efektif dan efisien. Kuntjoro (2002) juga mengungkapkan bahwa komitmen organisasi merupakan sebuah hubungan antara individu dengan organisasi.
Meyer dan Allen (1997) mendefinisikankomitmen organisasi sebagai kondisi psikologis yang menunjukkan adanya hubungan antara karyawan dengan organisasi sehingga mempengaruhi keputusan karyawan untuk mempertahankan keanggotaannya di dalam organisasi tersebut.Yuwono, Purwanto, dan Kurniawan (dalam Wijayanto dan Susanto, 2013) memandang bahwa komitmen organisasi menjelaskan hubungan yang dimiliki oleh karyawan dengan sebuah organisasi secara aktif. Individu yang berkomitmen mempunyai keyakinan diri terhadap nilai-nilai dan tujuan organisasi, kerelaan untuk menggunakan usahanya dengan sungguh-sungguh demi kepentingan organisasi, serta keinginan yang kuat untuk mempertahankan keanggotaannya. O’Reilly (dalam Sopiah, 2008) menyebutkan bahwa komitmen organisasi merupakan sebuah ikatan psikologis karyawan terhadap sebuah organisasi yang mencakup keterlibatan kerja, loyalitas, dan rasa percaya terhadap nilai-nilai organisasi.
Berdasarkan definisi komitmen organisasi yang telah dijabarkan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa komitmen organisasi merupakan kondisi psikologis karyawan yang ditandai oleh adanya rasa percaya dan keinginan untuk bersungguh-sunggung dalam melaksanakan tanggung jawab serta mempertahakan keanggotaannya sebagai bentuk keberpihakan terhadap tujuan serta nilai yang dimiliki dalam sebuah organisasi.
2. KomponenKomitmen organisasi
Mayer dan Ellen (1997) membedakan komitmen organisasi menjadi 3 komponen, yaitu:
a. Komponen Afektif
Komitmen afektif merupakan ikatan secara emosional yang dimiliki oleh karyawan terhadap organisasi yang ia ikuti sehingga memunculkan keinginan untuk menjadi bagian dari organisasi (Mayer dan Ellen, 1997).Komponenafektif menunjukkan kelekatan emosional karyawan, mengidentifikasikandirinya dan menunjukkan keterlibatannya di dalam organisasi tersebut. Komitmen afektif dapat muncul dikarenakan adanya pengaruh dari kondisi dan harapan karyawan mengenai pekerjaan yang ia miliki (Spector, 2007). Karyawan yang memiliki komponen afektif yang tinggi akan mempertahankan keanggotaannya dalam organisasi. Mereka memiliki keinginan untuk tetap berada di dalam organisasi (Mayer dan Ellen, 1997). Komitmen afektif yang dimiliki oleh karyawan dapat ditujukan pada teman kerja, customer, serta profesi yang ia miliki (McShane dan Von Glinow, 2005).
b. Komponen Normatif
Komponen normatif merupakan komitmen yang muncul dikarenakan adanyatanggung jawab moral karyawan secara individu terhadap organisasi sehingga timbul kesadaran bahwa komitmen terhadap organisasi merupakan hal yang seharusnya dilakukan(Mayer
dan Ellen, 1997).Komitmen normatif dipengaruhi oleh nilai-nilai yang dimiliki secara personal oleh karyawan serta rasa tanggung jawab yang dimiliki terhadap pemimpin maupun organisasi tempat ia bekerja. Rasa tanggung jawab yang dimiliki oleh karyawan dapat muncul apabila organisasi pernah melakukan suatu hal yang berharga baginya seperti, membiayai karyawan untuk melanjutkan pendidikannya ke jenjang yang lebih tinggi (Spector, 2007). Pekerja dengan komponen normatif yang tinggi akan cenderung merasa bahwa merekaharus tetap berada di organisasi (Mayer dan Ellen, 1997).
c. Komponen Kontinum
Komponen kontinum berkaitan dengan pertimbangan-pertimbangan yang dimiliki oleh karyawan mengenai untung ruginya ketika bergabung di sebuah organisasi sehingga muncul rasa butuh akan organisasi (Mayer dan Ellen, 1997).Selain itu, komitmen kontinum ini dapat muncul dikarenakan adanya keuntungan yang dirasakan oleh karyawan ketika bekerja pada sebuah organisasi serta tidak adanya alternatif pekerjaan yang lebih baik dari yang ia miliki (Spector, 2007). Dengan kata lain, komitmen yang dimiliki terbentuk oleh ikatan yang terjalin antara karyawan dengan organisasi yang bukan hanya sebatas kelekatan secara emosional. Hal tersebut yang kemudian memicu karyawan untuk tidak meninggalkan organisasi karena memiliki pikiran bahwa dirinya akan merasa rugi (McShane dan Von Glinow, 2005).
Berdasarkan komponen-komponen yang telah dijabarkan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa terdapat tiga komponen yang dimiliki oleh komitmen organisasi, yaitu afektif, normatif, dan kontinum.
3. Dampak Komitmen Organisasi
Komitmen organisasi yang kuat akan membawa dampak positif, antara lain: peningkatan prestasi kerja, motivasi kerja, masa kerja, produktivitas kerja, dan rendahnya tingkat absensi yang dimiliki oleh karyawan sehingga menurunkan tingkat turnover pada perusahaan (Steers dalam Oktorita, Rosyid, dan Lestari, 2001). Komitmen organisasi juga meningkatkan performansi kerja serta Organizational Citizenship Behavior(OCB) (McShane dan Von Glinow, 2005). Komitmen organisasi berpengaruh positif terhadap keberadaan karyawan, seperti tingkat absen dan turnover, serta sikap karyawan terhadap pekerjaannya dan organisasi (Riggio, 2008). Selain itu, komitmen organisasi memiliki korelasi yang positif dengan usia, pendidikan, serta seberapa lama seorang karyawan telah bekerja pada sebuah organisasi. Semakin tua, berpendidikan, dan lamanya seseorang telah bergabung dalam sebuah organisasi maka semakin tinggi pula komitmen yang dimiliki, begitu pula sebaliknya (Becker dalam Riggio, 2008).
Komitmen juga memiliki keterkaitan dengan stress kerja serta keadilan organisasi. Karyawan yang memiliki komitmen organisasi yang tinggi akan cenderung memiliki stress kerja yang rendah serta mampu
merasakan keadilan dalam organisasi, begitu pula sebaliknya (Spector, 2007) Selain itu, komitmen organisasi yang dimiliki oleh karyawan dapat meningkatkan kepuasan klien karena karyawan yang memiliki komitmen akan cenderung memiliki pengetahuan dan sikap yang lebih baik dalam melayani klien. Namun di sisi lain, organisasi yang karyawannya memiliki komitmen organisasi yang tinggi akan membuat organisasi memiliki kesempatan yang terbatas untuk mempekerjakan karyawan baru yang memilki pengetahuan dan ide yang segar (McShane dan Von Glinow, 2005).
C. Dinamika Hubungan Antara Leader Member Exchange (LMX) dan
Komitmen Organisasi
Teori kepemimpinan yang banyak dipelajari sebagian besar mengasumsikan bahwa pemimpin memperlakukan semua pengikut mereka dengan cara yang sama. Dalam kenyataannya, pemimpin bisa bertindak dengan sangat berbeda kepada karyawan yang satu dengan lainnya (Wibowo dan Susanto, 2013). Dansereau, Graen, dan Haga (dalam Spector, 2007) menyatakan bahwa asumsi bahwa setiap pemimpin membentuk hubungan yang sama dengan setiap bawahannya merupakan kelemahan dari sebagian besar penelitian mengenai kepemimpinan.
Kepemimpinan dipandang sebagai sebuah proses sosial sehingga pemimpin dan bawahan akan mempengaruhi satu sama lain sebagai hasil dari interaksi yang terjadi di antara keduanya (Smither, 1994). Relasi antara
pemimpin dengan bawahan dapat terjalin secara berbeda-beda (Riggio, 2003). Pemimpin membangun hubungan pemimpin-bawahan yang beragam pada masing-masing bawahannya (Yulk, 1994). Hal tersebut dikarenakan pemimpin cenderung tidak memperlakukan bawahannya secara seragam (Dansereau, Graen, dan Haga dalam Spector, 2008).
Pemimpin cenderung tidak menjalankan perannya secara merata pada bawahannya dalam mengelola organisasi (Wijayanto dan Susanto, 2013). Hughes, Ginnett, dan Curphy (2012) menyatakan bahwa pemimpin justru membentuk hubungan yang khusus dan unik dengan masing-masing bawahan. Dengan kata lain, pemimpin cenderung memiliki orang-orang kepercayaan dalam suatu organisasi. Inilah yang kemudian menjadi dasar teori Leader-Member Exchange (LMX) (Wibowo dan Susanto, 2013). Leader Member Exchange(LMX) berfokus pada pentingnya hubungan secara individual yang terjadi antara pemimpin dengan masing-masing bawahannya (Spector, 2007).
Leader-Member Exchange (LMX) yang dikembangkan memiliki empat dimensi, yaitu afeksi (affection), kontribusi (contribution), loyalitas (loyalty), dan penghargaan profesional (professional respect) (Harris, 2011).
Afeksi (affection) merupakan sebuah perasaan yang dirasakan oleh pemimpin maupun bawahan yang berdasar pada interaksi secara interpersonal dan bukan hanya sekedar pekerjaan atau nilai-nilai profesional (Liden, 1997).Karyawan yang memiliki persepsi positif dengan menikmati kebersamaan yang terjalin di antara mereka akan tergabung dalam in group
seperti persahabatan. Persahabatan yang terjalin mendorong karyawan untuk memiliki kualitas hubungan yang cenderung positif sehingga karyawan tersebut memiliki komitmen terhadap organisasi, begitu pula sebaliknya.
Kontribusi (contribution) berhubungan dengan cara yang digunakan dalam menyelesaikan pekerjaan serta seberapa besar upaya yang dilakukan oleh pemimpin dan bawahan dalam mencapai tujuan bersama (Liden, 1997). Karyawan yang mempersepsikan hal tersebut secara positif akan akan tergabung dalam in group dan cenderung memiliki keinginan lebih untuk berkontribusi di luar deskripsi pekerjaan yang dimilikinya. Kondisi tersebut yang kemudian akan menimbulkan munculnya kualitas hubungan yang tinggi antara pemimpin dengan bawahannya sehingga karyawan pun memiliki komitmen terhadap organisasi, begitu pula sebaliknya.
Loyalitas (loyalty) merupakan suatu tingkatan dimana pemimpin dan bawahan memilki kesetiaan satu sama lain dan secara formal dapat dilihat dari tindakan dan sikap satu sama lain di hadapan umum (Liden, 1997). Karyawan yang memiliki persepsi positif akan akan tergabung dalam in group dan cenderung setia sehingga akan memiliki sikap saling dukung dengan pemimpinnya. Hal tersebut yang menunjukkan bahwa karyawan memiliki kualitas hubungan yang tinggi sehingga karyawan pun memiliki komitmen terhadap organisasi, begitu pula sebaliknya.
Penghargaan professional (professional respect) merupakan sebuah persepsi terhadap satu sama lain (pemimpin dan bawahan) dalam membangun reputasi di dalam maupun di luar organisasi atau dengan kata lain
menunjukkan keunggulan dalam bekerja. (Liden, 1997). Karyawan yang mempersepsikan hal tersebut secara positif akan akan tergabung dalam in group dan cenderung memiliki rasa hormat dan pengakuansecara profesional. Kondisi tersebut yang kemudian memicu munculnya kualitas hubungan yang tinggi antara pemimpin dengan bawahannya sehingga karyawan pun memiliki komitmen terhadap organisasi, begitu pula sebaliknya.
D. Kerangka Pemikiran
Skema 1
Hubungan antara Dimensi Afeksi dengan Variabel Komitmen Organisasi
Pemimpin menjalin hubungan yang unik dengan
masing-masing bawahan (LMX)
Dipersepsi positif oleh
karyawan
Dipersepsi negatif oleh
karyawan
In Group
Afeksi
Komitmentinggi
Komitmenrendah
Pemimpin dan bawahan
tidak bersahabat
Pemimpin dan bawahan
bersahabat
Skema 2
Hubungan antara Dimensi Kontribusi dengan Variabel Komitmen
Organisasi
Pemimpin menjalin hubungan yang unik dengan
masing-masing bawahan (LMX)
Dipersepsi positif oleh
karyawan
Dipersepsi negatif oleh
karyawan
Memiliki keinginan lebih
untuk berkontribusi di
luar deskripsi pekerjaan
yang dimiliki
Kontribusi
Komitmentinggi
Komitmenrendah
Hanya berkontribusi
sebatas deskripsi
pekerjaan yang dimiliki
Skema 3
Hubungan antara Dimensi Loyalitas dengan Variabel Komitmen
Organisasi
Pemimpin menjalin hubungan yang unik dengan
masing-masing bawahan (LMX)
Dipersepsi positif oleh
karyawan
Dipersepsi negatif oleh
karyawan
Setia dan saling dukung
Loyalitas
Komitmentinggi
Komitmenrendah
Tidak setia dan saling
dukung
In Group
Skema 4
Hubungan antara Dimensi Penghormatan Profesional dengan Variabel Komitmen Organisasi
Pemimpin menjalin hubungan yang unik dengan
masing-masing bawahan (LMX)
Dipersepsi positif oleh
karyawan
Dipersepsi negatif oleh
karyawan
Memiliki rasa hormat
dan pengakuan secara
profesional
Penghargaan profesional
Komitmentinggi
Komitmenrendah
Tidak memiliki rasa
hormat dan pengakuan
secara
profesional
E. Hipotesis
Berdasarkan keterkaitan antara dimensi Leader Member Exchange (LMX) dengan variabel komitmen organisasi, maka dapat diajukan hipotesis sebagai berikut:
1. Terdapat hubungan positif antara dimensi afeksi (affection)dengan komitmen organisasi.
2. Terdapat hubungan positif antara dimensi kontribusi (contribution)dengan komitmen organisasi.
3. Terdapat hubungan positif antara dimensi loyalitas (loyalty)dengan komitmen organisasi.
4. Terdapat hubungan positif antara dimensi penghargaan professional (professional respect)dengan komitmen organisasi.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Penelitian mengenaihubungan antaraLeader-Member Exchange(LMX) dengan Komitmen Organisasi ini menggunakan metode penelitian kuantitatif secara korelasional. Penelitian kuantitatif adalah penelitian ilmiah yang sistematis terhadap bagian-bagian dan fenomena serta hubungan-hubungannya(Sugiyono,2006). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara dimensi Leader Member Exchange (LMX) dengan Komitmen Organisasi. Penelitian kuantitatif adalah penelitian yang berkutat dengan angka, yang datanya berupa bilangan (skor, nilai, ranking, atau frekuensi), yang kemudian dianalisis secara statistik dalam menjawab pertanyaan atau hipotesis penelitian serta melakukan prediksi bahwa sebuah variabel tertentu mempengaruhi variable yang lain (Creswell dalam Alsa 2003).
B. Identifikasi Variabel Penelitian
Variabel Bebas
LeaderMember Exchange (LMX) dengan empat dimensinya yaitu afeksi (affection), kontribusi (contribution), loyalitas (loyality), dan penghormatan professional (professional respect).