• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori

1.1 Latar Belakang Masalah

Perekonomian suatu negara dibangun atas dua sektor, yaitu Sektor Rill dan Sektor Moneter. Sektor Rill adalah sektor ekonomi yang ditumpukan pada sektor manufaktur dan jasa, sedangkan Sektor Moneter adalah sektor ekonomi yang ditumpukan pada sektor perbankan. Berdasarkan sistem operasionalnya, perbankan indonesia terbagi menjadi dua sistem. Pertama, sistem perbankan konvensional yang mendominasi dengan sistem bunga yang dalam istilah lain bunga adalah sama dengan riba yaitu tambahan atas nilai pinjaman pokok. Kedua adalah sistem perbankan syariah yang beroperasi berdasarkan prinsip-prinsip Syariah Islam berlandaskan pada al-quran dan hadits yang identik dengan bagi hasil.

Perbankan syariah pada dasarnya merupakan pengembangan dari konsep ekonomi Islam, terutama dalam bidang keuangan yang dikembangkan sebagai suatu respon dari kelompok ekonom dan praktisi perbankan muslim yang berupaya mengakomodasi desakan dari berbagai pihak yang menginginkan adanya jasa transaksi keuangan yang dilaksanakan sejalan dengan nilai moral dan prinsip-prinsip syariah Islam. Menghadap gejola moneter yang diwarnai dengan tingkat suku bunga tinggi, eksistensi perbankan syariah tidak tergoyahkan, karena perbankan syariah tidak berbasis bunga.

Perbankan syariah adalah suatu system yang pelaksananya berdasarkan hukum Islam. Pembentukan sistem ini berdasarkan adanya larangan dalam agama Islam untuk meminjamkan dan memunggut pinjaman dengan mengenakan bunga pinjaman, serta larangan-larangan untuk berinvestasi pada usaha-usaha haram. Pengalaman di masa krisis moneter yang terjadi pada 1997 – 1998 membuktikan bahwa kinerja sistem Islam yang diterapkan oleh perbankan syariah terbukti mampu bertahan menghadapi krisis moneter (http://asyharnotes.blogspot.co.id).

Perbankan syariah dari tahun ke tahun mengalami peningkatan yang cukup pesat, baik dari sisi pendanaan, pembiayaan, maupun jumlah kantor yang ada di Indonesia. Hal ini dilihat dari mayoritas penduduk di Indonesia muslim, sehingga ini merupakan peluang yang cukup besar. Selain itu juga perbankan konvensional terdapat kegiatan-kegiatan yang dilarang dalam syariah Islam, seperti menerima dan membayar bunga (riba). Berikut ini perkembangan bank umum syariah, unit usaha syariah dan bank pembiayaan rakyat syariah.

Tabel 1.1 Jumlah BUS, UUS, BPRS di Indonesia pada tahun 1998-2014 Tahun 1998 2004 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014

BUS 1 3 5 6 11 11 11 11 12

UUS - 15 27 25 23 24 23 23 22

BPRS 76 88 131 138 150 155 158 163 163

Tabel 1.1 menunjukkan perkembangan perbankan syariah berdasarkan laporan tahunan Bank Indonesia. Secara kuantitas, perbankan syariah terus mengalami peningkatan dalam jumlah bank. hal itu dapat dilihat dari jumlah jaringan kantor yang tiap tahunnya terus bertambah. Lahirnya UU No. 21 tahun 2008 tentang Perbankan Syariah mendorong peningkatan jumlah Bank Umum Syariah (BUS) dan Unit Usaha Syariah (UUS). Jika pada tahun 1998 hanya ada satu Bank Umum Syariah dan 76 Bank Perkreditan Rakyat Syariah, maka pada Juni 2015 (berdasarkan data Statistik Perbankan Syariah yang dipublikasikan oleh Bank Indonesia) jumlah bank syariah telah mencapai 34 unit yang terdiri atas 12 Bank Umum Syariah dan 22 Unit Usaha Syariah. Selain itu, jumlah Bank Perkreditan Rakyat Syariah (BPRS) telah mencapai 161 unit pada periode yang sama.

Perkembangan perekonomian nasional maupun internasional yang senantiasa bergerak cepat disertai tantangan yang semakin luas sehingga perlu dilakukan suatu cara antisipasi. Dalam rangka antisipasi dan kebutuhan masyarakat untuk menyelenggarakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah yang mulai marak di kalangan masyarakat kita. Perbankan dengan prinsip syariah lahir dengan dilatarbelakangi oleh kebutuhan masyarakat khususnya sebagian umat Islam Indonesia terhadap bank tanpa bunga, kelahiran bank syariah di Indonesia yang menggunakan sistem bank tanpa bunga telah membawa pengaruh yang signifikan terhadap sistem perbankan Indonesia. Konsep bunga pada bank konvensional oleh sebagian umat Islam Indonesia dianggap sebagai riba terlebih lagi dengan

adanya fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) tentang haramnya bunga bank.

Seiring dengan meningkatnya pertumbuhan ekonomi, pembiayaan perbankan syariah juga mengalami peningkatan yang tajam. Kualitas pembiayaan syariah juga menunjukkan kinerja yang membaik dengan ditunjukkan oleh membesarnya porsi pembiayaan. Perbankan syariah menawarkan berbagai produk pembiayaan yang sangat menarik. Ada 8 macam pembiayaan pada perbankan syariah, berikut ini adalah tabel bentuk pembiayaan dan definisi pembiayaan.

Tabel 1.2 Bentuk pembiayaan dan definisi pembiayaan No Bentuk Pembiayaan Definisi Pembiayaan

1 Akad Wadiah Perjanjian antara pemilik barang (termasuk uang), dimana pihak penyimpan bersedia menyimpan dan menjaga keselamatan barang yang dititipkan kepadanya.

2 Akad Mudharabah Bentuk kerja sama antara dua atau lebih pihak dimana pemilik modal (shahibul amal) mempercayakan sejumlah modal kepada pengelola (mudharib) dengan suatu perjanjian di awal.

3 Akad Musyarakah Bentuk umum dari usaha bagi hasil dimana dua orang atau lebih menyumbangkan pembiayaan dan manajemen usaha.

4 Akad Murabahah Prinsip jual beli barang pada harga asal dengan tambahan keuntungan yang disepakati.

5 Akad Salam Pembelian barang yang diserahkan di kemudian hari sementara pembayarannya dilakukan di muka.

6 Akad Istishna Pembelian barang yang dilakukan dengan kontrak penjualan yang disepakati.

7 Akad Ijarah Pemindahan hak guna atas barang dan jasa tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan.

8 Akad Qardh Pemberian harta kepada orang lain yang dapat ditagih dan diminta kembali.

Sejak awal perkembangan perbankan syariah di Indonesia, dari sisi pembiayaan, akad murabahah lebih mendominasi pembiayaan bank syariah. Pembiayaan akad berbasis bagi hasil seperti mudharabah dan musyarakah di Indonesia saat ini belum memiliki porsi besar sebagaimana pembiayaan dengan akad murabahah. Berdasarkan data statistik perbankan syariah, menunjukkan bahwa pembiayaan murabahah paling banyak menyalurkan dananya dengan prinsip jual-beli, dibandingkan dengan pembiayaan lainnya. Berikut adalah tabelnya :

Tabel 1.3 Pembiayaan perbankan syariah (milliar rupiah) tahun 2010-2014 Pembiayaan /Tahun 2010 2011 2012 2013 2014 Mudharabah 8.631 10.229 12.023 13.625 14.354 Musyarakah 14.624 18.960 27.667 39.874 49.387 Murabahah 37.508 56.365 88.004 110.565 117.371 Salam 0 0 0 0 0 Istishna 347 326 376 582 633 Ijarah 2.341 3.839 7.345 10.481 11.620 Qardh 4.731 12.937 12.090 8.995 5.965

Sumber : Statistik perbankan syariah, Bank Indonesia

Dari tabel 1.2 dapat dilihat bahwa pembiayaan murabahah mendominasi pembiayaan perbankan syariah di Indonesia. Berdasarkan statistik perbankan syariah periode desember 2010 menyebutkan bahwa pembiayaan murabahah adalah sebesar Rp. 37.508 trilliun. Sedangkan pembiayaan mudharabah yaitu sebesar Rp. 8.631 triliun, serta pembiayaan

musyarakah yaitu sebesar Rp. 14.624 trilliun. Hal ini menunjukkan bahwa pembiayaan dengan basis jual-beli (murabahah) memiliki kontribusi yang lebih besar dibandingkan dengan pembiayaan dengan basis bagi hasil (mudharabah dan musyarakah).

Menurut Riza (2012:141) Murabahah merupakan salah satu bentuk menghimpun dana yang dilakukan oleh perbankan syariah, baik untuk kegiatan usaha yang bersifat produktif maupun yang bersifat konsumtif. Murabahah merupakan pembiayaan bank syariah melalui sistem jual beli untuk barang atau jasa dengan kesepakatan keuntungan dan jangka waktu tertentu. Mekanisme ini bias digunakan untuk kebutuhan modal kerja atau kepemilikan sebuah barang dengan cara dicicil. Murabahah merupakan akad jual beli barang dengan menyatakan harga perolehan dari margin keuntungan yang telah disepakati oleh penjual dan pembeli. Dalam daftar istilah buku himpunan fatwa DSN (dewan syariah nasional) dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan murabahah adalah menjual suatu barang dengan menengaskan harga belinya kepada pembeli dan pembeli membayarnya dengan harga yang lebih sebagai laba.

Penelitian Agista (2015) menunjukkan bahwa capital adequacy ratio (CAR) tidak berpengaruh terhadap pembiayaan pada tingkat signifikan. CAR tidak dapat digunakan untuk memprediksi pembiayaan karena dari uji parsial menunjukkan bahwa tidak ada pengaruh signifikan antara variabel ini dengan pembiayaan. Sedangkan menurut khodijah (2008) modal sendiri berpengaruh positif dan signifikan terhadap pembiayaan

murabahah dan DPK atau simpanan tidak berpengaruh positif dan signifikan terhadap pembiayaan murabahah. Penelitian endang (2011) menunjukkan bahwa DPK dan SBIS berpengaruh positif terhadap pembiayaan murabahah.

Menurut Fahmi (2014:181 ) Capital adequacy ratio (CAR) adalah rasio kecukupan modal yang berfungsi menampung risiko kerugian yang kemungkinan dihadapi oleh bank. Semakin tinggi CAR maka semakin baik kemampuan bank tersebut untuk menanggung risiko dari setiap kredit/aktiva produktif yang berisiko. Jika nilai CAR tinggi maka bank tersebut mampu membiayai kegiatan operasional dan memberikan kontribusi yang cukup besar bagi profitabilitas. CAR merupakan indikator terhadap kemampuan bank utuk menutupi penurunan aktivanya sebagai akibat dari kerugian-kerugian bank yang disebabkan oleh aktiva yang beresiko.

Modal merupakan aspek penting bagi suatu unit usaha karena digunakan untuk memenuhi kebutuhan dalam setiap aktivitasnya. Modal Sendiri merupakan modal yang berasal dari pemilik perusahaan dan yang tertanam di dalam perusahaan untuk waktu yang tidak tertentu lamanya (http://freetaskatcampuss.blogspot.co.id/2010/05/1.htm). Setiap penciptaan aktiva dapat berpotensi menghasilkan keuntungan dan menimbulkan risiko, maka modal dapat digunakan untuk menjaga kemungkinan terjadinya risiko kerugian terutama yang berasal dari dana pihak ketiga. Semakin bagus sistem permodalan bank syariah maka akan membentuk kerpercayaan yang

kuat dari masyrakat sehingga dapat mempengaruhi keputusan nasabah dalam melakukan pembiayaan.

Dana pihak ketiga (DPK) merupakan dana nasabah yang disalurkan kepada bank dan menjadi asset terbesar yang dimiliki oleh bank syariah (http://nanangbudianas.blogspot.co.id/2013/02/pengertian-dana-pihak-ketiga_5.html). Semakin tinggi DPK yang dimiliki bank syariah maka akan semakin banyak jumlah dana yang akan disalurkan bank kepada masyarakat dalam bentuk pembiayaan.

Berdasarkan peraturan bank Indonesia No.10/11/PBI/2008 sertifikat wadiah bank Indonesia atau SWBI diganti menjadi sertifikat bank Indonesia syariah atau SBIS. Definisi sertifikat bank Indonesia syariah adalah surat berharga berdasarkan prinsip syariah berjangka waktu pendek dalam mata uang rupiah yang diterbitkan oleh bank Indonesia (http://www.bi.go.id/id/peraturan/moneter/Pages/pbi_101108.aspx). SBIS diterbitkan menggunakan akad ju’alah. Akad ju’alah adalah janji atau komitmen untuk memberikan imbalan tertentu atas pencapaian hasil yang ditentukan dari suatu

Dari uraian diatas, bahwa capital adequacy ratio, modal sendiri, dana pihak ketiga, dan sertifikat bank Indonesia syariah mempunyai pengaruh terhadap pembiayaan murabahah. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui seberapa besar pengaruh variabel independen terhadap variabel

dependen. Oleh karena itu penelitian ini mengambil judul “Analisis

Ketiga (DPK), Dan Sertifikat Bank Syariah Indonesia (SBIS) Terhadap Pembiayaan Murabahah Perbankan Syariah Di Indonesia Periode Tahun 2010-2014

1.2. PERUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan, maka peneliti merumuskan masalah yaitu:

1) Apakah Capital Adequacy Ratio (CAR) berpengaruh secara parsial terhadap Pembiayaan Murabahah perbankan syariah di Indonesia? 2) Apakah Modal Sendiri berpengaruh secara parsial terhadap

Pembiayaan Murabahah perbankan syariah di Indonesia?

3) Apakah Dana Pihak Ketiga (DPK) berpengaruh secara parsial terhadap Pembiayaan Murabahah perbankan syariah di Indonesia?

4) Apakah Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS) berpengaruh secara parsial terhadap Pembiayaan Murabahah perbankan syariah di Indonesia?

5) Apakah Capital Adequacy Ratio (CAR), Modal Sendiri, Dana Pihak Ketiga (DPK), dan Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS) berpengaruh secara simultan terhadap Pembiayaan Murabahah perbankan syariah di Indonesia?

Dokumen terkait