• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori

2.4. Pembiayaan/Akad Murabahah 1.Pengertian Murabahah 1.Pengertian Murabahah

Al-Murabahah berasal dari kata arab, yaitu Al-Ribh (keuntungan). Al-Murabahah dibentuk dengan wazan (pola pembentukan kata) mufa’alat yang mengandung arti saling. Oleh karenanya secara terminologi, diartikan dan didefinisikan dengan reaksi yang variatif. Ahmad Syaisy Al Qaffal mengatakan, Al-Murabahah adalah tambahan terhadap modal. Bagi Al-Sayid Sabiq murabahah adalah penjualan barang seharga pembelian disertai dengan keuntungan yang diberikan oleh pembeli artinya ada tambahan harga dari harga nilai beli.

Murabahah adalah akad jual beli barang dengan harga jual sebesar biaya perolehan ditambah keuntungan yang disepakati dan penjual harus mengungkapkan biaya perolehan barang tersebut kepada pembeli. PSAK 102 Paragraf 5 (dalam buku Riza 2012:141). Definisi ini menunjukkan bahwa transaksi murabahah tidak harus dalam bentuk pembayaran tangguh (kredit), melainkan dapat juga dalam bentuk tunai setelah menerima barang, ditangguhkan dengan mencicil setelah menerima barang, ataupun ditangguhkan dengan membayar sekaligus dikemudian hari.

UU No. 21 Tahun 2008 tentang perbankan syariah, menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan “akad murabahah” adalah akad pembiayaan suatu barang dengan menegaskan harga belinya kepada pembeli dan pembeli membayarnya dengan harga yang lebih sebagai keuntungan yang disepakati. Definisi lain dari murabahah menurut Kamus Istilah Keuangan dan Perbankan Syariah yang diterbitkan oleh Direktorat Perbankan Syariah, Bank Indonesia adalah murabahah merupakan jual beli barang pada harga asal dengan tambahan keuntungan yang disepakati. Selanjutnya, Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia juga mendefinisikan akad murabahah yaitu menjual suatu barang dengan menegaskan harga belinya kepada pembeli dan pembeli membayarnya dengan harga yang lebih tinggi sebagai laba.

1) Akad atau perjanjian jual beli antara bank dengan supplier untuk barang yang dipesan oleh nasabah.

2) Akad atau perjanjian antara bank dengan nasabah dengan menjual barang yang telah dimiliki bank kepada nasabah.

Murabahah adalah transaksi penjualan barang dengan menyatakan harga perolehan dan keuntungan (margin) yang disepakati oleh penjual dan pembeli (Sri Nurhayati & Wasilah, 2008). Hal yang membedakan murabahah dengan penjualan yang biasa kita kenal adalah penjual secara jelas memberi tahu kepada pembeli berapa harga pokok barang tersebut dan berapa besar keuntungan yang diinginkannya.

Berikut ini pendapat para ulama dalam buku Karim (2004:114) :

1) Maliki, membolehkan biaya-biaya yang langsung terkait dengan transkasi jual beli itu dan biaya-biaya yang tidak langsung terkait dengan transaksi tersebut, namun memberikan nilai tambah pada barang itu.

2) Hanafi membolehkan membebankan biaya-biaya secara umum timbul dalam suatu transaksi jual beli, namum mereka tidak membolehkan biaya-biaya yang memang semestinya dikerjakan oleh si penjual.

3) Hambali berpendapat bahwa semua biaya langsung maupun tidak langsung dapat dibebankan pada harga jual selama biaya-biaya itu harus dibayarkan kepada pihak ketiga dan akan menambah nilai barang yang dijual.

4) Syafi’i membolehkan membebankan biaya-biaya yang secara umum timbul dalam suatu transaksi jual beli kecuali biaya tenaga kerjanya sendiri karena komponen ini termasuk dalam keuntungannya. Begitu pula biaya-biaya yang tidak menambah nilai barang tidak boleh dimasukkan dalam komponen biaya.

Secara ringkas, dapat dikatakan bahwa keempat para ulama mazhab membolehkan pembebanan biaya langsung yang harus dibayarkan kepada pihak ketiga. Keempat mazhab sepakat tidak membolehkan pembebanan biaya langsung yang berkaitan dengan pekerjaan yang memang semestinya dilakukan penjual maupun biaya langsung berkaitan dengan hal-hal yang berguna.

2.4.2. Ketentuan Syariah

Berikut akan dijelaskan dari dalil-dalil umum dari Alquran dan Al-hadis mengenai akad murabahah.

1) Alquran

Beberapa dalil dari Alquran adalah sebagai berikut:

a) Surat An-Nisa ayat 29 yang artinya: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu.”

b) Surat Al-Baqarah ayat 280 yang artinya: “Dan jika (orang yang berutang itu) dalam kesukaran, maka berilah tangguh sampai dia berkelapangan. Dan menyedekahkan (sebagian atau semua utang) itu, lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui.”

c) Surat Al-Maidah ayat 1 yang artinya: “Hai orang-orang yang beriman, penuhilah akad-akad itu. Dihalalkan bagimu binatang ternak, kecuali yang akan dibacakan kepadamu, (yang demikian itu) dengan tidak menghalalkan berburu ketika kamu sedang mengerjakan haji. Sesungguhnya Allah menetapkan hukum-hukum menurut yang dikehendakinya.” d) Surat Al-Baqarah ayat 275 yang artinya: “Orang-orang yang

makan (mengambil) riba atau dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum dating larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. Orang yang kembali (mengambil riba), maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya.” 2) Al-Hadis

Beberapa dalil dari Al-hadis adalah sebagai berikut:

a) Dari Abu Sa’id Al-Khudri bahwa Rasulullah Saw. bersabda: “Sesungguhnya jual beli itu harus dilakukan

suka sama suka.” (HR. Al-Baihaqi, Ibnu Majah, dan sahih menurut Ibnu Hibban).

b) Rasulullah Saw. bersabda, “Ada tiga hal yang mengandung keberkahan: jual beli secara tangguh, muqaradhah (mudharabah) dan mencampur gandum dengan tepung untuk keperluan rumah tangga bukan untuk dijual.”(HR. Ibnu Majah dari Shuhaib).

c) “Sumpah itu melariskan barang dagangan, akan tetapi akan menghapus keberkahannya.” (HR. Iman Bukhari). d) “Penundaan (pembayaran) yang dilakukan oleh orang

mampu adalah suatu bentuk kezaliman.” (Diriwayatkan oleh Ash-Shahihain).

e) “Orang yang melepaskan seorang muslim dari kesulitannya di dunia, Allah akan melepaskan kesulitannya di hari kiamat dan Allah senantiasa menolong hamba-Nya selama ia menolong saudaranya.” (HR. Iman Muslim).

f) “Allah mengasihi orang yang memberikan kemudahan bila ia menjual dan membeli serta di dalam menagih haknya.” (Diriwayatkan dari Sahabat Abu Hurarirah Radhiyallahu’anhu).

2.4.3. Rukun Dan Ketentuan Murabahah

1) Pelaku

Pelaku harus cakap hukum dan balig (berakal dan dapat membedakan), sehingga jual beli dengan orang gila menjadi tidak sah sedangkan jual beli dengan anak kecil dianggap sah, apabila seizin walinya.

2) Objek jual beli, harus memenuhi:

a) Barang yang diperjualbelikan adalah barang halal

b) Barang yang diperjualbelikan harus dapat diambil manfaatnya atau memiliki nilai, dan bukan merupakan barang-barang yang dilarang diperjualbelikan.

c) Barang tersebut adalah milik si penjual.

d) Barang tersebut dapat diserahkan tanpa tergantung dengan kejadian tertentu di masa depan.

e) Barang tersebut harus diketahui secara spesifik dan dapat diindentifikasi oleh pembeli sehingga tidak ada gharar (ketidakpastian).

f) Barang yang diakadkan ada di tangan penjual. 3) Ijab Kabul

Pernyataan dan ekspresi saling rida/rela di antara pihak-pihak pelaku akad yang dilakukan secara verbal, tertulis, melalui korespondensi atau menggunakan cara-cara komunikasi modern. Apabila jual beli telah dilakukan sesuai dengan ketentuan syariah maka kepemiliknnya, pembayarannya, dan

pemanfaatan atas barang yang diperjualbelikan menjadi halal. Demikian sebaliknya.

2.4.4. Jenis-Jenis Murabahah

Jenis-Jenis murabahah dapat dibedakan menjadi dua macam yaitu :

1) Praktek Murabahah Tanpa Pesanan

Dalam Murabahah jenis ini, penjual melakukan pembelian barang setelah ada pemesanan dari pembeli. Murabahah dengan pesanan dapat bersifat mengikat atau tidak mengikat pembeli untuk membeli barang yang dipesannya. 2) Murabahah Tanpa Pesanan

Dalam Murabahah ini termasuk jenis murabahah yang bersifat tidak mengikat. Murabahah ini dilakukan tidak melihat ada yang pesan atau tidak sehingga penyediaan barang dilakukan sendiri oleh penjual.

2.4.5. Prinsip Dan Ketentuan Umum Murabahah

Adapun prinsip dan ketentuan umum murabahah adalah sebagai berikut:

1) Bank dan nasabah harus mengadakan akad murabahah yang bebas riba.

2) Barang yang diperjualbelikan tidak termasuk kategori yang diharamkan dalam syariat Islam.

3) Bank kemudian menjual barang tersebut kepada nasabah dengan harga jual senilai dengan harga perolehan ditambah keuntungannya.

4) Bank dapat mencegah terjadinya penyalahgunaan atau kerusakan akad melalui perjanjian tambahan dengan nasabah. 5) Jika bank hendak mewakilkan kepada nasabah untuk membeli

barang dari pihak ketiga, akad jual beli murabahah harus dilakukan setelah barang secara prinsip menjadi milik bank. 6) Jika bank menerima permintaan nasabah akan suatu barang atau

asset, ia harus membeli terlebih dahulu asset yang dipesan tersebut dan bank harus menyempurnakan jual beli yang sah dengan pedagang tersebut.

2.4.6. Sumber Dana

Menurut Karim (2004:117) Berdasarkan sumber dana yang digunakan, pembiayaan murabahah dibedakan menjadi tiga kelompok yaitu:

1) Pembiayaan murabahah yang didanai dengan URIA (Unrestriced Investment Account) investasi tidak terikat. 2) Pembiayaan murabahah didanai dengan RIA (Restriced

Invesment Account) investasi terikat.

3) Pembiayaan murabahah didanai dengan modal bank.

2.5. Capital Adequacy Ratio (CAR)

Rasio CAR (Capital Adequacy Ratio) adalah kecukupan modal yang menunjukkan kemampuan bank dalam mempertahankan modal yang

mencukupi dan kemampuan manajemen bank dalam mengidentifikasi, mengukur, mengawasi, dan mengontrol risiko-risiko yang dapat berpengaruh terhadap besarnya modal bank. Berdasarkan derelugasi BI tertanggal 29 Febuari 1993, bank yang dinyatakan termasuk bank sehat (berkinerja baik) apabila memiliki CAR paling sedikit sebesar 8%, sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Bank For International Settlements (BIS). Semakin tinggi CAR maka semakin tinggi pula bank melakukan pembiayaannya. Begitu juga sebaliknya, semakin rendah CAR semakin rendah pula pembiayaan yang disalurkan oleh bank. Sehingga CAR diduga juga berpengaruh positif terhadap pembiayaan murabahah.

Dokumen terkait