• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pertumbuhan ekonomi merupakan laju pertumbuhan yang dibentuk dari berbagai macam sektor ekonomi yang secara tidak langsung menggambarkan tingkat pertumbuhan ekonomi yang terjadi. Indikator ini penting untuk mengetahui keberhasilan pembangunan di masa yang akan datang. Pertumbuhan ekonomi dapat bernilai positif dan dapat pula bernilai negatif. Jika pada suatu periode perekonomian mengalami pertumbuhan positif, berarti kegiatan ekonomi pada periode tersebut mengalami peningkatan. Sedangkan jika pada suatu periode perekonomian mengalami pertumbuhan negatif, berarti kegiatan ekonomi pada periode tersebut mengalami penurunan.

Pertumbuhan ekonomi adalah proses kenaikan kapasitas produksi suatu erekonomian yang diwujudkan dalam bentuk kenaikan pendapatan nasional. Suatu Negara dikatakan mengalami pertumbuhan ekonomi apabila terjadi peningkatan GNP riil di negara tersebut. Adanya pertumbuhan ekonomi merupakan indikasi keberhasilan pembangunan ekonomi.

Pertumbuhan ekonomi Pemerintah Kota Provinsi Sumatera Utara selama periode tahun 2004-2010 terdapat perbedaan di antara Pemerintah Kota, sehingga mengakibatkan pembangunan daerah di antara Pemerintah Kota tersebut ada yang tumbuh lambat dan ada yang tumbuh cepat, seperti tertera pada Tabel 1.1.

Tabel 1.1. Pertumbuhan Ekonomi Pemerintah Kota Provinsi Sumatera Utara Tahun 2004-2010 (%)

No. Kabupaten/Kota 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 1 Sibolga 4.76 4.01 5.22 5.53 5.85 5.70 6.04 2 Tanjung Balai 5.95 4.11 3.54 4.01 4.00 4.17 4.93 3 Pematangsiantar 2.50 5.77 5.96 5.12 5.72 5.36 5.85 4 Tebing Tinggi 5.53 4.39 5.33 5.98 6.04 5.95 6.07 5 Medan 7.29 6.98 7.76 7.78 6.89 6.55 7.43 6 Binjai 8.17 5.28 5.32 5.68 5.54 5.87 6.07 7 Padangsidempuan 4.63 4.91 5.49 6.18 6.09 5.83 5.74 Sumber : BPS Pemerintah Kota Provinsi Sumatera Utara

Pelaksanaan desentralisasi fiskal di Indonesia sudah dilakukan sejak tanggal 1 Januari 2001. Melalui otonomi daerah dan desentralisasi fiskal, pemerintah daerah memiliki wewenang untuk menggali pendapatan dan melakukan peran alokasi secara mandiri dalam menetapkan prioritas pembangunan. Diharapkan dengan adanya otonomi dan desentralisasi fiskal dapat lebih memeratakan pembangunan sesuai dengan keinginan daerah untuk mengembangkan wilayah menurut potensi masing-masing.

Desentralisasi fiskal akan memberikan manfaat yang optimal jika diikuti oleh kemampuan finansial yang memadai oleh daerah otonom. Menurut UU No.33 Tahun 2004 sumber penerimaan yang digunakan untuk pendanaan pemerintah dalam pelaksanaan desentralisasi fiskal adalah Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK), Dana Bagi Hasil (DBH), pinjaman daerah, dan lain-lain penerimaan yang sah.

Desentralisasi fiskal Pemerintah Kota Provinsi Sumatera Utara selama periode tahun 2004-2010 terdapat perbedaan di antara Pemerintah Kota Provinsi Sumatera Utara, seperti terlihat pada Tabel 1.2.

Tahun 2004-2010 (%)

No. Kabupaten/Kota 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 1 Sibolga 4.76 4.01 5.22 5.53 5.85 5.70 6.04 2 Tanjung Balai 5.95 4.11 3.54 4.01 4.00 4.17 4.93 3 Pematangsiantar 2.50 5.77 5.96 5.12 5.72 5.36 5.85 4 Tebing Tinggi 5.53 4.39 5.33 5.98 6.04 5.95 6.07 5 Medan 7.29 6.98 7.76 7.78 6.89 6.55 7.43 6 Binjai 8.17 5.28 5.32 5.68 5.54 5.87 6.07 7 Padangsidempuan 4.63 4.91 5.49 6.18 6.09 5.83 5.74 Sumber : BPS Pemerintah Kota Provinsi Sumatera Utara

Otonomi daerah merupakan hak, kewenangan dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintah dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Hal tersebut sesuai dengan ketentuan umum di UU Otonomi daerah No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah yang telah menggantikan UU No. 22 Tahun 1999. Desentralisasi sendiri mempunyai tujuan untuk lebih meningkatkan kesejahteraan dan pelayanan kepada masyarakat, pengembangan kehidupan berdemokrasi, keadilan, pemerataan, dan pemeliharaan hubungan yang serasi antara pusat dan daerah dan antar daerah (Sidik, 2002).

UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah memisahkan dengan tegas antara fungsi Pemerintah Daerah (Eksekutif) dengan fungsi Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (Legislatif). Berdasarkan perbedaan fungsi tersebut menunjukkan bahwa pada pemerintah, peraturan perundang-undangan secara implisit merupakan bentuk kontrak eksekutif, legislatif dan publik.

Anggaran Daerah merupakan rencana keuangan yang menjadi dasar dalam pelaksanaan pelayanan publik. Penyusunan APBD diawali dengan membuat kesepakatan antara eksekutif dan legislatif tentang kebijakan umum APBD dan prioritas dan plafon anggaran yang akan menjadi pedoman untuk penyusunan anggaran pendapatan dan

belanja. Eksekutif membuat rancangan APBD sesuai dengan kebijakan umum APBD dan prioritas dan plafon anggaran yang kemudian diserahkan kepada legislatif untuk dipelajari dan dibahas bersama-sama sebelum ditetapkan sebagai Peraturan Daerah (Darwanto dan Yustikasari, 2007). Dalam perspektif keagenan, hal ini merupakan bentuk kontrak menjadi alat bagi legislatif untuk mengawasi pelaksanaan anggaran oleh eksekutif.

Kebijakan otonomi daerah merupakan pendelegasian kewenangan yang disertai dengan penyerahan dan pengalihan pendanaan, sarana dan prasarana serta sumber daya manusia dalam kerangka desentralisasi fiskal. Dalam pelaksanaan desentralisasi fiskal, menunjukkan bahwa potensi fiskal pemerintah daerah antara satu dengan daerah yang lain bisa menjadi sangat beragam. Perbedaan ini pada gilirannya dapat menghasilkan pertumbuhan ekonomi yang beragam pula. Mardiasmo (2002a) pemberian otonomi yang lebih besar akan memberikan dampak yang lebih besar bagi pertumbuhan ekonomi, hal inilah yang mendorong daerah untuk mengalokasikan secara lebih efesien berbagai potensi lokal untuk kepentingan pelayanan publik Dengan demikian, bahwa desentralisasi memberikan dampak yang positif terhadap pertumbuhan ekonomi dengan mengalokasikan secara efesien berbagai potensi lokal untuk kepentingan layanan publik.

Sebagian kalangan berpendapat bahwa pelaksanaan desentralisasi sebagai pendekatan Bing Bang atau terburu-buru tanpa persiapan dan sosialisasi karena jangka waktu persiapan yang terlalu pendek untuk negara yang begitu besar dengan kondisi geografis yang cukup menyulitkan (Brodjonegoro, 2003). Terlebih ditengah-tengah upaya bangsa melepaskan diri dari krisis ekonomi moneter yang berkepanjangan dari pertengahan tahun 1997. Akibatnya kebijakan ini memunculkan kesiapan (fiskal) daerah yang berbeda satu dengan yang lain, terlebih kebijakan ini terlahir disaat disparitas pertumbuhan ekonomi yang tinggi.

Pendapatan nasional pada dasarnya merupakan kumpulan pendapatan masyarakat suatu negara. Tinggi rendahnya pendapatan nasional akan mempengaruhi tinggi rendahnya pendapatan per kapita negara yang bersangkutan.

Akan tetapi, banyak sedikitnya jumlah penduduk pun akan mempengaruhi jumlah pendapatan per kapita suatu Negara.

Pendapatan perkapita selama periode tahun 2004-2010 juga menunjukkan adanya perbedaan di antara Pemerintah Kota Provinsi Sumatera Utara, seperti terlihat pada Tabel 1.3.

Tabel 1.3. PDRB Perkapita Pemerintah Kota Provinsi Sumatera Utara Tahun 2004-2010 (Rp Jutaan)

No. Kabupaten/Kota 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 1 Sibolga 6.19 6.33 6.99 7.38 7.81 8.26 8.76 2 Tanjung Balai 7.35 7.47 8.02 8.24 8.47 8.71 9.05 3 Pematangsiantar 6.86 7.16 7.10 7.44 7.84 8.23 8.69 4 Tebing Tinggi 6.25 6.46 6.69 7.02 7.35 7.70 8.03 5 Medan 10.75 10.84 11.56 12.36 13.28 13.90 15.11 6 Binjai 6.27 6.44 6.83 7.14 7.46 7.81 8.21 7 Padangsidempuan 3.89 3.94 4.08 4.53 4.68 4.78 4.88 Sumber : BPS Pemerintah Kota Provinsi Sumatera Utara

Pembangunan ekonomi adalah suatu proses kenaikan pendapatan total dan pendapatan perkapita dengan memperhitungkan adanya pertambahan penduduk dan disertai dengan perubahan fundamental dalam struktur ekonomi suatu negara dan pemerataan pendapatan bagi penduduk suatu negara. Pembangunan ekonomi tak dapat lepas dari pertumbuhan ekonomi (economic growth); pembangunan ekonomi mendorong pertumbuhan ekonomi, dan sebaliknya, pertumbuhan ekonomi memperlancar proses pembangunan ekonomi.

Desentralisasi fiskal selama periode tahun 2004-2010 terdapat range yang cukup besar di antara Pemerintah Kota Provinsi Sumatera Utara, sehingga mengakibatkan pembangunan daerah di Pemerintah Kota tersebut berjalan lambat

Berdasarkan latar belakang tersebut diatas maka penulis membuat penelitian dengan judul ”Pengaruh Desentralisasi Fiskal dan Pendapatan Perkapita terhadap Pertumbuhan Ekonomi di Kota-Kota Provinsi Sumatera Utara”.

Dokumen terkait