• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.6. Hipotesis

Desentralisasi fiskal dan pendapatan perkapita secara simultan dan parsial berpengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi Pemerintah Kota Provinsi Sumatera Utara.

Pertumbuhan Ekonomi

(Y) Pendapatan

Perkapita (X2) Desentralisasi

Fiskal (X1)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian adalah Pemerintah Kota Provinsi Sumatera Utara yang memiliki data pertumbuhan ekonomi, desentralisasi fiskal, dan pendapatan perkapita berturut-turut mulai dari tahun 2004 sampai dengan 2010. Dari 8 Pemerintah Kota di Provinsi Sumatera Utara, sebanyak 7 Pemerintah Kota di Provinsi Sumatera Utara yang memenuhi kriteria untuk ditetapkan sebagai subjek penelitian, yaitu Pemerintah Kota Binjai, Kota Medan, Kota Padangsidempuan, Kota Pematangsiantar, Kota Sibolga, Kota Tanjungbalai dan Kota Tebing Tinggi.

3.2. Lokasi Penelitian

Untuk mendapatkan dan mengumpulkan data yang dibutuhkan dalam penyelesaian penelitian ini diperoleh dari laporan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Pemerintah Kota Provinsi Sumatera Utara dari perpustakaan Badan Pusat Statistik Sumatera Utara yang beralamat di Jl. Asrama No. 179 Medan.

3.3. Jenis dan Sumber Data

Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan data sekunder yaitu berupa pengumpulan bahan-bahan dan data yang berhubungan dengan pokok bahasan yang peneliti kutip dari catatan atau laporan historis yang telah tersusun dalam arsip

(data dokumenter yang dipublikasikan dan yang tidak dipublikasikan) yang berasal dari perpustakaan Badan Pusat Statistik (BPS) Pemerintah Kota Provinsi Sumatera Utara.

3.4. Model dan Teknik Analisis Data

Data dianalisis dengan menggunakan metode analisis regresi linier berganda, yang merupakan metode statistik deskriptif dan infrensial yang digunakan untuk menganalisa data lebih dari dua variabel.

3.4.1. Perumusan model

Hipotesis penelitian diuji dengan menggunakan metode regresi linier berganda.

Dengan analisis ini pengaruh variabel independen terhadap variabel dependent yang diteliti bisa diketahui. Model persamaan regresi yang digunakan untuk menguji hipotesis yang berbunyi desentralisasi fiskal dan pendapatan perkapita berpengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi Pemerintah Kota Provinsi Sumatera Utara, adalah sebagai berikut :

Y = a + b1DF + b2

Keterangan :

PP

Y = Pertumbuhan Ekonomi (%)

a = Konstanta

b1,2 = Koefisien regresi

DF = Desentralisasi Fiskal (%)

PP = Pendapatan Perkapita (Rp. Jutaan)

3.4.2. Analisis Deskriptis

Data statistik yang diperoleh dalam penelitian perlu diringkas dengan baik dan teratur. Hal ini dimaksudkan untuk memperoleh gambaran yang lebih jelas tentang sekumpulan data yang diproleh baik mengenai sampel atau populasi.

3.4.3. Uji Asumsi Klasik

Sebelum dilakukan pengujian hipotesis dengan menggunakan analisis regresi maka diperlukan pengujian asumsi klasik meliputi :

3.4.3.1.

Uji normalitas bertujuan untuk mengetahui distribusi data dalam variabel yang digunakan dalam penelitian. Data yang baik dan layak digunakan dalam penelitian adalah data yang memiliki distribusi normal. Untuk menguji apakah distribusi normal atau tidak dapat dilihat melalui normal probability plot dengan membandingkan distribusi kumulatif dan distribusi normal. Data normal akan membentuk satu garis lurus diagonal, dan ploting data akan dibandingkan dengan garis diagonal. Jika distribusi data adalah normal, maka garis yang menggambarkan data sesungguhnya akan mengikuti garis diagonalnya. Uji statistik dilakukan uji one sample Kolmogorov Smirnov Test, jika nilai Kolmogorov Smirnov signifikannya di atas α = 0,05, maka Ho diterima yang berarti data residual berdistribusi normal (Ghozali, 2005).

Uji Normalitas

3.4.3.2.

Uji heteroskedastisitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi terjadi perbedaan variance residual suatu periode pengamatan ke periode pengamatan yang lain. Model regresi yang baik adalah model regresi yang memiliki kesamaan variance residual suatu periode pengamatan dengan pengamatan yang lain, atau homokesdastisitas, dengan kata lain tidak terjadi heteroskedastisitas. Cara memprediksi

Uji Heteroskedastisitas

ada atau tidaknya heteroskedastisitas pada suatu model dapat dilihat dari pola gambar scatter plot model tersebut. Bila titik-titik menyebar secara acak, tidak membentuk suatu pola tertentu yang jelas, serta tersebar baik diatas maupun dibawah angka 0 pada sumbu Y maka tidak terjadi heteroskedastisitas. Uji statistik dilakukan dengan uji Glejser, jika variabel independen tidak signifikan secara statistik mempengaruhi variabel dependen nilai Absolut Ut (AbsUt), maka tidak terjadi heteroskedastisitas (Ghozali, 2005).

3.4.3.3.

Uji multikolinieritas diperlukan untuk mengetahui apakah ada tidaknya variabel independen yang memiliki kemiripan dengan variabel independen lain dalam satu model. Selain itu deteksi terhadap multikolinieritas juga bertujuan untuk menghindari bias dalam proses pengambilan keputusan mengenai pengaruh pada uji parsial masing-masing variabel independen terhadap variabel dependen. Deteksi multikolinieritas pada suatu model dapat dilihat jika nilai Variance Inflation Factor (VIF) tidak lebih dari 10 dan nilai Tolerance tidak kurang dari 0,1, maka model tersebut dapat dikatakan terbebas dari multikolinieritas. VIF = 1/Tolerance, maka jika VIF = 10 maka Tolerance = 1/10 = 0,1 (Ghozali, 2005).

Uji Multikolinieritas

3.4.3.4.

Uji autokorelasi dilakukan untuk mengetahui apakah dalam model regresi linear ada korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode t dengan kesalahan pengganggu pada periode t-1 (sebelumnya). Jika terjadi korelasi, maka dinamakan ada problem autokorelasi. Autokorelasi muncul karena observasi yang berurutan sepanjang waktu berkaitan satu sama lainnya. Pengujian asumsi ketiga ini, dilakukan dengan menggunakan uji Durbin Watson (Durbin-Watson Test), yaitu untuk menguji apakah

Uji Autokorelasi

terjadi korelasi serial atau tidak dengan menghitung nilai d statistik. Salah satu pengujian yang digunakan untuk mengetahui adanya autokorelasi adalah dengan memakai uji statistik Durbin Watson (DW test). Jika nilai Durbin Watson berada diantar -2 sampai +2 berarti tidak ada autokorelasi. Nilai Durbin Watson yang diperoleh dibandingkan dengan nilai tabel dengan menggunakan nilai signifikansi 5%. Jika nilai Durbin Watson > batas atas (du), dan kurang dari jumlah variabel independen – batas atas (du), maka dapat disimpulkan bahwa terima Ho, yang berarti tidak terdapat autokorelasi (Ghozali, 2005).

3.4.4. Pengujian Hipotesis

Pengujian hipotesis dengan menggunakan Uji F atau yang biasa disebut dengan Analysis of Variance (ANOVA). Pengujian ANOVA atau Uji F biasa dilakukan dengan dua

cara yaitu dengan melihat tingkat signifikansi atau dengan membandingkan F hitung dengan F tabel. Pengujian dengan tingkat signifikansi dilakukan dengan ketentuan yaitu apabila hasil signifikansi pada tabel ANOVA < α 0,05, maka Ho ditolak (berpengaruh), sementara sebaliknya apabila tingkat signifikansi pada tabel ANOVA > 0,05 maka Ho diterima (tidak berpengaruh).

Pengujian dengan membandingkan F hitung dengan F tabel dilakukan dengan ketentuan yaitu apabila F hitung > F tabel (α 0,05) maka Ha diterima Ho ditolak (berpengaruh), sementara sebaliknya apabila F hitung < F tabel (α 0,05) maka Ho diterima Ha ditolak (tidak berpengaruh). Adapun F tabel dicari dengan memperhatikan tingkat kepercayaan (α) dengan derajat bebas (degree of freedom). Pengujian dengan membandingkan t hitung dengan t tabel dilakukan dengan ketentuan yaitu apabila t hitung > t tabel (α 0,05) maka Ha diterima dan Ho ditolak, apabila t hitung < t tabel (α 0,05) maka Ho diterima dan Ha ditolak.

3.5. Definisi Variabel Operasional Penelitian

1. Pertumbuhan Ekonomi adalah pertumbuhan Produk Domestik Regional Bruto per tahun menurut harga konstan, yang dinyatakan dalam satuan persen.

2. Desentralisasi Fiskal adalah rasio antara Pendapatan Asli Daerah ditambah bagi hasil pajak dan bukan pajak dengan realisasi pengeluaran total pemerintah kota-kota, yang dinyatakan dalam persen

DFPer tahun

PAD + Bagi Hasil Pajak dan Bukan Pajak

= 100%

Realisasi Total Pengeluaran Kota-kota

3. Pendapatan Perkapita adalah pendapatan rata-rata penduduk dalam 1 tahun, yang dinyatakan dalam Jutaan Rupiah.

Tabel 3.1.Definisi Variabel Operasional Penelitian

Jenis Variabel

Nama

Variabel Definisi Operasional Variabel Indiktor Kinerja Regional Bruto per tahun menurut harga konstan yang lebih rendah untuk melaksanakan fungsinya secara efektif dalam penyediaan pelayanan di sektor publik serta didukung sumber-sumber keuangan yang memadai dari PAD termasuk surcharge of taxes, pinjaman, maupun Dana Perimbangan dari Pusat.

Independe n

Pendapata n Perkapita

(PP)

pendapatan rata-rata penduduk dalam 1 tahun

Pendapatan Perkapita tahun 2004-2010

Rasio

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil Penelitian

4.1.1. Deskripsi Data Penelitian

Sebelum melakukan pembahasan mengenai data secara statistik harus terlebih dahulu memperhatikan deskripsi data Pemerintah Kota yang telah ditentukan sebagai sampel. Populasi pada penelitian ini berjumlah 8 Pemerintah Kota di Provinsi Sumatera Utara. Di antara 8 Pemerintah Kota tersebut yang memenuhi kriteria menjadi anggota sampel sesuai dengan maksud penelitian adalah sebanyak 7 Pemerintah Kota di Provinsi Sumatera Utara

Data kuantitatif yang dipergunakan pada penelitian ini adalah Pertumbuhan Ekonomi Pemerintah Kota Provinsi Sumatera Utara Tahun 2004 sampai dengan 2010. Desentralisasi Fiskal Pemerintah Kota Provinsi Sumatera Utara Tahun 2004 sampai dengan Tahun 2010 yang diperoleh berdasarkan PAD ditambah Bagi Hasil Pajak dan Bukan Pajak Pemerintah Kota Provinsi Sumatera Utara Tahun 2004 sampai dengan Tahun 2010 dan Pengeluaran Pemerintah Kota Provinsi Sumatera Utara tahun 2004 sampai dengan tahun 2010. Pendapatan Perkapita Pemerintah Kota Provinsi Sumatera Tahun 2004 sampai dengan Tahun 2010 yang diperoleh berdasarkan PDRB Harga Konstan Pemerintah Kota Provinsi Sumatera Utara Tahun 2004 sampai dengan Tahun 2010 dan Jumlah Penduduk Pemerintah Kota Provinsi Sumatera Utara Tahun 2004 sampai dengan Tahun 2010. Data diperoleh dari Badan Pusat Statistik Pemerintah Kota Provinsi Sumatera Utara.

4.1.2. Deskripsi Statistik Data Penelitian

Berdasarkan data penelitian yang diperoleh selama 7 tahun pengamatan, maka diperoleh deskriptif statistik data penelitian. Dari data deskriptif statistik data penelitian diperoleh data hasil yang mencakup n (banyaknya data yang diperoleh), rata-rata (mean), standar deviasi, nilai minimum, dan nilai maksimum atas variable-variabel penelitian. Variabel-variabel tersebut meliputi pertumbuhan ekonomi, desentralisasi fiskal dan belanja modal yang dapat dilihat pada Tabel 4.1.

Tabel 4.1. Deskriptif Statistik Data Pertumbuhan Ekonomi, Desentralisasi Fiskal (%) dan Pendapatan Perkapita (Rp. Jutaan)

Pertumbuhan Sumber : Pemerintah Kota Dalam Angka diolah, 2012

Hasil deskriptif statitik data pertumbuhan ekonomi, desentralisasi fiskal dan pendapatan perkapita dapat diuraikan sebagai berikut :

a. Pertumbuhan Ekonomi

Hasil observasi data selama periode tahun 2004-2010 terhadap variable pertumbuhan ekonomi Pemerintah Kota Provinsi Sumatera Utara menunjukkan bahwa rata-rata (mean) pertumbuhan ekonomi Pemerintah Kota yang diteliti adalah sebesar 5,58%. Tingkat pertumbuhan ekonomi Pemerintah Kota terendah

yang dicapai adalah 2,50% dan tingkat pertumbuhan ekonomi Pemerintah Kota tertinggi yang dicapai adalah 8,17%. sehingga jarak (range) antara capaian maksimum pertumbuhan ekonomi Pemerintah Kota dengan capaian minimum pertumbuhan ekonomi Pemerintah Kota adalah 5,67% (8,17% - 2,50%). Hasil ini menunjukkan pertumbuhan ekonomi selama periode tahun pengamatan 2004-2010 terdapat range yang cukup besar di antara Pemerintah Kota Provinsi Sumatera Utara, sehingga mengakibatkan pembangunan daerah di antara Pemerintah Kota tersebut ada yang tumbuh lambat dan ada yang tumbuh cepat.

Pertumbuhan ekonomi yang tinggi merupakan salah satu prasyarat pembangunan yang harus dipenuhi sebagai landasan pembangunan baik dalam bidang ekonomi, politik sosial dan kebudayaan. Adanya pertumbuhan ekonomi yang mantap akan mendukung kepada kemajuan bidang-bidang lain sehingga suatu daerah khususnya daerah Pemerintah Kota Provinsi Sumatera Utara tidak terpaku dalam orientasi pada tujuan jangka pendek dan ruang lingkup pemikiran yang sempit. Dengan kata lain pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator yang digunakan untuk melihat kinerja pembangunan yang dilaksanakan khussunya dalam bidang ekonomi.

b. Desentralisasi Fiskal

Hasil observasi data selama periode tahun 2004-2010 terhadap variable desentralisasi fiskal Pemerintah Kota Provinsi Sumatera Utara menunjukkan bahwa rata-rata (mean) desentralisasi fiskal Pemerintah Kota yang diteliti adalah sebesar 6,72%. Tingkat desentralisasi fiskal Pemerintah Kota terendah yang dicapai adalah 2,47% dan tingkat desentralisasi fiskal Pemerintah Kota tertinggi yang dicapai adalah 25,68%, sehingga jarak (range) antara capaian maksimum

desentralisasi fiskal Pemerintah Kota dengan capaian minimum desentralisasi fiskal Pemerintah Kota adalah 23,21% (25,68% - 2,47%). Hasil ini menunjukkan desentralisasi fiskal selama periode tahun pengamatan 2004-2010 terdapat range yang cukup besar di antara Pemerintah Kota Provinsi Sumatera Utara, sehingga mengakibatkan pembangunan daerah di Pemerintah Kota tersebut berjalan lambat. Perbedaan range yang cukup besar menunjukkan bahwa salah satu Pemerintah Kota di Provinsi Sumatera Utara memiliki Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang sangat rendah sedangkan pengeluaran pemerintahnya cukup besar, yang membuktikan bahwa PAD Pemerintah Kota tersebut dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) belum mampu membiayai pengeluaran pemerintah dalam pembangunan di wilayah Pemerintah Kota tersebut.

c. Pendapatan Perkapita

Hasil observasi data selama periode tahun 2004-2010 terhadap variable pendapatan perkapita Pemerintah Kota Provinsi Sumatera Utara menunjukkan bahwa rata-rata (mean) pendapatan perkapita Pemerintah Kota yang diteliti adalah sebesar Rp. 7,77 juta. Tingkat pendapatan perkapita Pemerintah Kota terendah yang dicapai adalah Rp. 3,69 juta dan tingkat pendapatan perkapita Pemerintah Kota tertinggi yang dicapai adalah Rp. 15,11 juta sehingga jarak (range) antara capaian maksimum pendapatan perkapita Pemerintah Kota dengan capaian minimum pendapatan perkapita Pemerintah Kota adalah Rp. 11,22 juta (Rp. 15,11 juta – Rp. 3,89 juta). Hasil ini menunjukkan pendapatan perkapita selama periode tahun pengamatan 2004-2010 terdapat range yang cukup besar di antara Pemerintah Kota Provinsi Sumatera Utara. Hasil ini dapat terjadi disebabkan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) yang merupakan produk barang dan

jasa yang dihasilkan salah satu Pemerintah Kota cukup rendah sedangkan jumlah penduduk cukup tinggi sehingga pendapatan perkapita menjadi rendah yang konsekuensinya kesejahteraan masyarakat juga rendah.

Berdasarkan data kuantitatif yang diperoleh di 7 Pemerintah Kota Provinsi Sumatera Utara menunjukkan adanya perbedaan rataan pertumbuhan ekonomi, desentralisasi fiskal dan pendapatan perkapita selama periode tahun 2004-2010, seperti yang tertera pada Tabel 4.2.

Tabel 4.2. Rataan Pertumbuhan Ekonomi, Desentralisasi Fiskal dan Pendapatan

Sumber : BPS Provinsi Sumatera Utara

Berdasarkan Tabel 4.2. di atas menunjukkan bahwa Pemerintah Kota Medan memiliki pertumbuhan rata-rata tertinggi selama periode tahun 2004-2010 yaitu sebesar 7,24%, diikuti Pemerintah Kota Binjai sebesar 5,94%, Pemerintah Kota Tebing Tinggi sebesar 5,52%, Pemerintah Kota Padangsidempuan sebesar 5,45%, Pemerintah Kota Pematangsiantar sebesar 5,30%, Pemerintah Kota Sibolga sebesar 5,26% dan Pemerintah Kota Tanjung Balai sebesar 4,32%. Hasil rataan di atas menunjukkan bahwa Pemerintah Kota Medan memiliki pertumbuhan ekonomi tertinggi dan Pemerintah Kota Tanjung Balai memiliki

pertumbuhan ekonomi terendah, yang menunjukkan tingkat pembangunan di Kota Medan lebih tinggi dibanding Kota Tanjung Balai, sehingga faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi lebih memungkinkan dilaksanakan di Kota Medan seperti adanya investor yang menginvestasikan dananya dalam sektor hotel, restoran dan perdaganagn, sektor industri pengolahan, sektor bangunan, dan sektor jasa-jasa.

Hasil rataan desentralisasi fiskal selama periode tahun 2004-2010 menunjukkan bahwa Pemerintah Kota Medan memiliki desentralisasi fiscal tertinggi yaitu 20,62% diikuti dengan Pemerintah Kota Pematangsiantar sebesar 5,85%, Pemerintah Kota Tanjung Balai sebesar 4,70%, Pemerintah Kota Binjai sebesar 4,68%, Pemerintah Kota Tebing Tinggi sebesar 4,51%, Pemerintah Kota Sibolga sebesar 3,63% dan Pemerintah Kota Padangsidempuan sebesar 3,05%.

Hasil ini menunjukkan bahwa desentralisasi fiskal Pemerintah Kota Medan memiliki range yang cukup besar terhadap Pemerintah Kota lain di Provinsi Sumatera Utara, hal ini disebabkan Pemerintah Kota Medan merupakan ibu kota Provinsi Sumatera Utara sehingga PAD Kota Medan cukup banyak diperoleh dan pengeluaran pemerintah juga cukup banyak untuk melaksanakan pembangunan.

Hasil rataan pendapatan perkapita selama periode tahun 2004-2010 menunjukkan bahwa Pemerintah Kota Medan memiliki pendapatan perkapita tertinggi yaitu sebesar Rp. 12,54 juta, diikuti Pemerintah Kota Tanjung Balai sebesar Rp. 8,19 juta, Pemerintah Kota Pematangsiantar sebesar Rp. 7,62 juta, Pemerintah Kota Sibolga sebesar Rp. 7,39 juta, Pemerintah Kota Binjai sebesar Rp. 7,17 juta, Pemerintah Kota Tebing Tinggi sebesar Rp. 7,07 juta dan Pemerintah Kota Padangsidempaun sebesar Rp. 4,40 juta. Hasil ini menunjukkan

selama periode tahun 2004-2010 Pemerintah Kota Medan memiliki pendapatan perkapita tertinggi sedangkan Pemerintah Kota Padangsidempuan memiliki pendapatan perkapita terendah.

Berdasarkan indikator pertumbuhan ekonomi dan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atau pendapatan per kapita Pemerintah Kota berdasarkan atas dasar harga konstan 2000 dapat dilakukan klasifikasi Pemerintah Kota Provinsi Sumatera Utara berdasarkan analisis Tipologi Klassen.

Alat analisis Tipologi Klassen digunakan untuk mengetahui klasifikasi daerah berdasarkan dua indikator utama, yaitu pertumbuhan ekonomi dan pendapatan atau produk domestik regional konstan tahun 2000 per kapita daerah.

Dengan menentukan rata-rata pertumbuhan ekonomi sebagai sumbu vertical dan rata-rata produk domestik regional bruto (PDRB) per kapita sebagai sumbu horizontal, daerah dalam hal ini Pemerintah Kota yang diamati dapat dibagi menjadi empat klasifikasi/golongan, yaitu: daerah yang cepat maju dan cepat tumbuh (high growth and high income), daerah maju tapi tertekan (high income but low growth), daerah yang berkembang cepat (high growth but low income),

dan daerah yang relatif tertinggal (low growth and low income) (Syafrizal, 1997;

Kuncoro dan Aswandi, 2002).

Menurut Syafrizal (1997) dan Kuncoro dan Aswandi, (2002) analisis Tipologi Klassen menghasilkan empat klasifikasi sektor dengan karakteristik yang berbeda sebagai berikut :

1. Pemerintah Kota yang maju dan tumbuh dengan pesat (high growth and high income) (Kuadran I). Kuadran ini merupakan kuadran yang laju pertumbuhan pemerintah kota yang lebih besar dibandingkan terhadap laju

pertumbuhan PDRB daerah yang menjadi referensi dan memilki PDRB perkapita yang lebih besar dibandingkan PDRB perkapita tersebut terhadap PDRB perkapita daerah yang menjadi referensi.

2. Pemerintah Kota maju tapi tertekan (high income but low growth) (Kuadran II). Kuadran ini merupakan kuadran yang laju pertumbuhan pemerintah kota yang lebih kecil dibandingkan laju pertumbuhan PDRB daerah yang menjadi referensi, tetapi memilki PDRB perkapita yang lebih besar dibandingkan PDRB perkapita tersebut terhadap PDRB perkapita daerah yang menjadi referensi

3. Pemerintah Kota potensial atau masih dapat berkembang (high growth but low income) (Kuadran III). Kuadran ini merupakan kuadran yang laju

pertumbuhan pemerintah dalam PDRB yang lebih besar dibandingkan terhadap laju pertumbuhan PDRB daerah yang menjadi referensi, tetapi memilki PDRB perkapita yang lebih kecil dibandingkan terhadap PDRB perkapita daerah yang menjadi referensi.

4. Pemerintah Kota relatif tertinggal (low growth ang low income) (Kuadran IV). Kuadran ini merupakan kuadran yang laju pertumbuhan pemerintah kota yang lebih kecil dibandingkan terhadap laju pertumbuhan PDRB daerah yang menjadi referensi dan sekaligus memilki PDRB perkapita yang lebih kecil dibandingkan PDRB perkapita daerah yang menjadi referensi

Klasifikasi Pemerintah Kota di Provinsi Sumatera Utara berdasarkan pendapatan per kapita dan pertumbuhan menggunakan analisis tipologi Klassen, dapat dilihat pada Tabel 4.3.

Tabel 4.3. Analisis Tipologi Klassen Klasifikasi Daerah berdasarkan Pertumbuhan Ekonomi dan PDRB Perkapita Pemerintah Kota Tahun 2004-2010

Kuadran I Kuadran II

Pemerintah Kota yang maju dan tumbuh dengan pesat (high growth and high income)

Pemerintah Kota maju tapi tertekan (high income but low growth)

Kota Medan Kota Tanjung Balai

Kuadran III Kuadran IV

Pemerintah Kota potensial atau masih dapat berkembang (high growth but low income)

Pemerintah Kota tertinggal (low growth and low income)

Kota Binjai Kota Sibolga

Kota Pematngsiantar Kota Tebing Tinggi Kota Padangsidempuan Sumber : Tabel 4.2.

Berdasarkan tipologi Klassen, Pemerintah Kota di Provinsi Sumatera Utara dibagi menjadi empat (4) klasifikasi, yaitu Pemerintah Kota Medan termasuk pemerintah kota yang cepat maju dan cepat tumbuh. Kecamatan yang termasuk katagori kecamatan yang maju dan tumbuh cepat ini pada umumnya daerah yang maju baik dari segi pembangunan atau kecepatan pertumbuhan.

Pemerintah Kota Tanjung Balai termasuk pemerintah kota yang maju tapi tertekan. Pemerintah Kota Binjai termasuk pemerintah kota potensial atau masih dapat berkembang. Pemerintah Kota Sibolga, Kota Pematangsiantar, Kota Tebing Tinggi dan Kota Padangsidempuan termasuk pemerintah kota relatif tertinggal.

4.1.3. Pengujian Asumsi Klasik

Uji normalitas data bertujuan untuk mengetahui apakah dalam model regresi variabel pengganggu atau residual memiliki distribusi normal (Erlina, 2008). Untuk menguji apakah data penelitian ini terdistribusi normal atau tidak

4.1.3.1. Uji normalitas

Cara mudah untuk melihat normalitas residual adalah dengan melihat probability plot yang membandingkan distribusi kumulatif dari distribusi normal.

Distribusi normal akan membentuk satu garis lurus diagonal dan ploting data residual akan dibandingkan dengan garis diagonal. Selain itu untuk melihat normalitas residual juga dapat dilakukan dengan melihat grafik histogram yang membandingkan antara observasi dengan distribusi normal yang mendekati distribusi normal.

Dengan melihat tampilan grafik normal plot pada Gambar 4.1. dapat disimpulkan bahwa data menyebar di sekitar garis diagonal dan mengikuti arah garis diagonalnya. Hal ini menunjukan data residual berdistribusi normal.

Demikian pula dengan hasil grafik histogram pada Gambar 4.2. yang menunjukkan bahwa data residual berdistribusi normal yang dilihat dari gambar berbentuk lonceng yang hampir sempurna (simetris).

Gambar 4.1. Normal P-Plot of Regression Standardized Residual

0.00.20.40.60.81.0

Observed Cum Prob

0.00.20.40.60.81.0

Expected Cum Prob

Dependent Variable: Pertumbuhan Ekonomi

Normal P-P Plot of Regression Standardized Residual

Gambar 4.2. Histogram

Uji statistik yang dapat digunakan untuk menguji normalitas residual antara lain adalah uji statistik non parametric Kolmogorov-Smirnov (S). Uji K-S dilakukan dengan membuat hipotesis :

Ho : Data residual tidak berdistribusi normal Ha : Data residual berdistribusi normal Untuk menentukannya maka kriterianya adalah :

Ho diterima apabila nilai signifikansi (Asymp.Sig) < 0,05 Ha diterima apabila nilai signifikansi (Asymp.Sig) > 0,05

Tabel 4.4. Kolmogorov – Smirnov Test

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

Unstandardized Residual

N 49

Normal Parameters(a,b)

Mean .0000000

Std. Deviation .90877254

Frequency

Mean = 1.78E-15 Std. Dev. = 0.979

Dependent Variable: Pertumbuhan Ekonomi

Histogram

Positive .136

Negative -.142

Kolmogorov-Smirnov Z .994

Asymp. Sig. (2-tailed) .276

a Test distribution is Normal.

Dari hasil uji statistik pada Tabel 4.4. menunjukkan bahwa nilai Kolmogorov-Smirnov Z sebesar 0,994 dan signifikansinya pada 0,276 dan nilainya di atas α = 0,05 (Asymp.Sig = 0,276 > 0,05) sehingga hipotesis Ha diterima yang berarti data residual berdistribusi normal.

Uji heteroskedastisitas bertujuan untuk menguji apakah model regresi terjadi ketidaksamaan varians dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain. Untuk mendeteksi ada tidaknya heteroskedastisitas dapat dilakukan dengan melihat grafik scatterplots.

4.1.3.2. Uji heteroskedastisitas

Gambar 4.3. Grafik scatterplots

-10123Regression Standardized Predicted Value

-4-3-2-10123Regression Studentized Residual

Dependent Variable: Pertumbuhan Ekonomi Scatterplot

Dari grafik scatterplots dalam Gambar 4.3. menunjukkan bahwa titik-titik menyebar secara acak serta tersebar baik di atas maupun di bawah angka 0 pada sumbu Y dan tidak membentuk pola tertentu yang teratur, hal ini dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi heteroskedastisitas pada model regresi.

Uji Glesjer

Uji Glesjer mengusulkan untuk meregres nilai absolute residual terhadap

Uji Glesjer mengusulkan untuk meregres nilai absolute residual terhadap

Dokumen terkait