• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kulit adalah produk samping yang paling berharga dari industri pemotongan hewan. Sebagian besar kulit diolah menjadi kulit samak. Salah satu produk kulit samak yang populer adalah kulit samoa (chamois leather). Kulit samoa dapat digunakan sebagai lap pembersih kendaraan bermotor, alat-alat optik, alat-alat pengering (handuk), filtrasi gasoline kualitas tinggi, alat pembungkus perhiasan/kristal dan masih banyak kegunaan lainnya.

Penyamakan kulit dapat dilakukan dengan berbagai bahan penyamak, bahan penyamak tersebut bisa berupa penyamak nabati, sintetis, mineral, dan penyamak minyak (Anonim,2008). Pada umumnya, penyamakan kulit dibedakan menjadi dua yaitu penyamakan kulit yang menggunakan krom (chrome-based leather tanning) dan penyamakan dengan selain krom (chrome-free leather tanning).

Krom adalah kontaminan terbesar dalam limbah pada proses penyamakan kulit. Dalam penyamakan kulit menggunakan krom, sejumlah besar komponen krom dibuang ke lingkungan yang menghasilkan dampak yang signifikan terhadap kerusakan lingkungan biologi dan ekologi (Shanker, 2009). Oleh karena itulah, industri secara perlahan mulai mengurangi penggunaan krom sebagai bahan penyamak. Penyamakan kulit yang bebas krom lebih ramah lingkungan baik dari segi proses produksi maupun produk yang dihasilkannya. Kulit samak yang bebas krom juga dianggap lebih unggul dipasaran industri otomotif Eropa (Liu, 2007).Penggunaan produk kulit samak yang bebas krom mulai digalakkan terutama untuk tujuan-tujuan khusus seperti produk perawatan kesehatan, produk yang berhubungan dengan anak-anak dan sebagainya (Liu, 2007)

Salah satu bahan penyamak selain krom yang sering digunakan dalam proses pretanning kulit adalah aldehida seperti misalnya adalah Relugan GT 50. Relugan GT 50 adalah produk BASF. Angka 50 menunjukkan konsentrasi dari glutaraldehida tersebut. Bahan penyamak ini dapat digunakan untuk segala jenis kulit sebagai bahan penyamak tunggal ataupun kombinasi,

2 mempunyai karakteristik penyebaran lemak yang sangat luas, menghasilkan kulit samak yang halus, berwarna kekuningan, mempunyai permeabilitas udara dan daya tahan yang baik (BASF, 2009), sehingga sangat cocok digunakan untuk proses pembuatan kulit samoa.

Saat ini, kulit samoa banyak diproduksi dengan menggunakan minyak ikan sebagai bahan baku utama dalam proses penyamakan. Beberapa jenis minyak ikan yang biasa digunakan adalah minyak ikan cod, sardine, herring, dan hiu (Krishnan et al., 2005a). Akan tetapi, penyamakan dengan menggunakan minyak ikan memiliki beberapa kekurangan seperti ketidakseragaman akibat keragaman dalam distribusi dan bau yang berhubungan dengan minyak ikan, selain itu harga minyak ikan juga cukup mahal.

Minyak biji karet diduga dapat digunakan sebagai bahan penyamak untuk memproduksi kulit samoa (chamois leather), karena minyak biji karet memiliki nilai bilangan iod yang tinggi yaitu lebih dari 120. Bilangan iod ini merupakan karakteristik utama minyak yang dapat digunakan untuk penyamak kulit (Suparno, 2006). Namun demikian biji karet sedikit terkendala musim, karena tanaman karet hanya berbuah pada musim- musim tertentu.

Dalam industri pemrosesan lateks, biji karet tidak secara intensif dikumpulkan untuk tujuan komersial. Total perkebunan karet di Indonesia mencapai 3 juta hektar lebih, terluas didunia. Sayangnya lahan karet yang luas tidak diimbangi dengan pengolahan yang memadai akibatnya prtoduktifitasnya menjadi rendah (Zuhra, 2006). Melihat kegunaan serta pemanfaatannya, minyak biji karet mempunyai peluang yang cukup potensial untuk dikembangkan. Berdasarkan latar belakang di atas, maka menarik untuk dilakukan penelitian terhadap pengaruh persentase bahan pretanning (Relugan GT 50) dalam proses penyamakan kulit samoa.

B. TUJUAN

Tujuan penelitian ini adalah:

1. Mengetahui pengaruh jumlah bahan pretanning Relugan GT 50 dan persentase minyak biji karet terhadap mutu kulit samoa.

3 2. Menentukan perlakuan terbaik dari berbagai perlakuan yang digunakan. 3. Mengetahui karakteristik kulit samoa yang dihasilkan.

4

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Tanaman Karet

Tanaman karet (Hevea brasiliensis) termasuk ke dalam divisi Spermatophyta, sub divisi Angiospermae, kelas Dicotyledonae, keluarga Euphorbiaceae, dan genus Hevea (Tim Penebar Swadaya, 1992).

Gambar 1. Tanaman Karet (Hevea brasiliensis) (Anonim, 2009). Tanaman karet merupakan pohon yang tumbuh tinggi dan berbatang cukup besar. Tinggi pohon dewasa mencapai 15-25 m. Batang tanaman biasanya tumbuh lurus dan memiliki percabangan yang tinggi di atas. Batang tanaman ini mengandung getah yang dikenal dengan nama lateks (Tim Penebar Swadaya, 1992). Selain menghasilkan getah, tanaman karet juga menghasilkan biji (Iskandar, 1993).

Tanaman karet adalah tanaman daerah tropis. Daerah yang cocok untuk tanaman karet adalah pada zona 15 oLS dan 15 oLU. Bila ditanam di luar zona tersebut, pertumbuhannya agak lambat, sehingga memulai produksinya pun lebih lambat. Curah hujan tahunan yang cocok untuk pertumbuhan tanaman karet tidak kurang dari 2.000 mm. Optimal antara 2.500-4.000 mm/tahun, yang terbagi dalam 100-150 hari hujan (Setyamidjaja, 1993).

Tanaman karet dapat tumbuh dengan baik pada ketinggian antara 1-600 meter diatas permukaan laut, dengan suhu harian 25-30oC. Derajat

5 keasaman tanah yang paling cocok untuk ditanami tanaman karet adalah 5-6 (Tim Penebar Swadaya, 1992).

Tanaman karet tumbuh optimal di dataran rendah, yakni pada ketinggian sampai 200 meter di atas permukaan laut. Semakin tinggi letak tempat, pertumbuhannya semakin lambat dan hasilnya lebih rendah. Ketinggian lebih dari 600 meter dari permukaan laut tidak cocok lagi untuk tanaman karet. Selain itu, tanaman karet juga dapat tumbuh pada berbagai jenis tanah, baik pada tanah-tanah vulkanis maupun vulkanis tua, aluvial, dan bahkan tanah gambut (Setyamidjaja, 1993).

B. Biji Karet

Bobot biji karet sekitar 3-5 gram tergantung dari varietas, umur biji dan kadar air. Biji karet berbentuk bulat telur dan rata pada salah satu sisinya (Nadarajapillat dan Wijewantha, 1967).

Gambar 2. Biji karet (Anonim, 2009).

Biji karet terdapat dalam setiap ruang buah. Jumlah biji biasanya tiga, kadang-kadang enam, sesuai dengan jumlah ruang. Ukuran biji besar dengan kulit keras. Warnanya coklat kehitaman dengan bercak-bercak berpola yang khas (Tim Penebar Swadaya, 1992).

Biji karet terdiri atas 45-50% kulit biji yang keras berwarna coklat dan 50-55% daging biji yang berwarna putih (Nadarajah, 1969). Biji karet segar terdiri atas 34,1% kulit, 41,2% isi dan 24,4% air, sedangkan biji karet yang telah dijemur dua hari terdiri atas 41,6% kulit, 8% kadar air, 15,3% minyak dan 35,1% bahan kering (Nadarajapillat dan Wijewantha, 1967).

6 Tabel 1. Komposisi kimia daging biji karet

Komponen Komposisi (%)

A B C

Kadar air Kadar lemak Kadar serat kasar Kadar protein Kadar abu 14,50 49,50 3,80 22,50 3,50 7,60 39,00 2,80 21,70 3,10 6,10 50,56 15,30 18,60 3,21 Sumber : A = Bahasuan (1984)

B = Stosic dan Kaykay (1981) C = Silam (1998)

C. Minyak Biji Karet

Minyak biji karet adalah minyak yang diperoleh dari ekstraksi biji yang berasal dari tanaman karet. Dalam industri pemrosesan lateks, biji karet tidak secara intensif dikumpulkan untuk tujuan komersial. Kandungan minyak dalam daging biji karet atau inti biji karet adalah 45-50 persen (Hardjosuwito dan Hoesnan, 1976). Analisis saat ini menunjukkan bahwa minyak biji karet banyak mengandung asam lemak jenuh (18,9%) yang terdiri dari asam palmitat (10,2%) dan asam stearat (8,7%) serta asam lemak tidak jenuh (80,5%) yang terdiri dari asam oleat (24,6%), asam linoleat (39,6%) dan asam linolenat (16,3%) (Anonim, 2009).

Studi pendahuluan mengenai kemungkinan penggunaan minyak biji karet sebagai minyak goreng memberikan hasil bahwa minyak biji karet dapat digunakan sebagai minyak goreng asalkan proses pembuatan minyak biji karet dilakukan dengan baik. Hasil analisis kimianya menunjukkan, bahwa sifat kimianya hampir sama dengan s ifat minyak kacang tanah, tetapi penelitian lebih lanjut menunjukkan bahwa minyak biji karet Indonesia apabila didasarkan pada standar AOCS untuk minyak kelapa, baik sebelum maupun sesudah pemurnian tidak dapat digunakan sebagai minyak goreng (Anonim, 1984).

Pemakaian minyak biji karet dalam industri nonpangan antara lain untuk bahan pembuat sabun, bahan cat sebagai minyak mengering,

7 bahan pelengkap kosmetik, damar alkid, faktis, dan lain sebagainya (Anonim, 1984).

Minyak biji karet juga diduga dapat digunakan sebagai bahan penyamak untuk memproduksi kulit samoa (chamois leather), karena minyak biji karet memiliki nilai bilangan iod yang tinggi yaitu lebih dari 120. Bilangan iod ini merupakan karakteristik utama minyak yang dapat digunakan untuk penyamak kulit (Suparno, 2006).

D. Kulit

Kulit adalah bagian terluar dari struktur manusia, hewan atau tumbuhan. Pada hewan atau manusia kulit adalah lapisan luar tubuh yang merupakan suatu kerangka luar, tempat bulu tumbuh. Kulit berfungsi melindungi badan atau tubuh dari pengaruh-pengaruh luar, misalnya panas, pengaruh yang bersifat mekanis, kimiawi, serta merupakan alat penghantar suhu (Suardana et al., 2008).

Menurut Judoamidjojo (1974), struktur kulit hewan dapat dibedakan secara makroskopis dan mikroskopis (histology). Secara makroskopis, kulit hewan dibagi atas beberapa daerah yaitu daerah krupon (crupon), kepala dan leher, serta daerah kaki, ekor dan perut. Secara mikroskopis, kulit hewan terdiri dari tiga lapisan, yaitu lapisan epidermis, korium, dan subkutis.

Gambar 3. Struktur kulit secara makroskopis (Suardana et al., 2008)

Keterangan : A, B Bag ian kepala dan leher ; C, D Krupon ; EF Ekor, perut, dan ka ki

8 Pembagian kulit secara makroskopis adalah pembagian yang mengacu kepada bagian-bagian kulit yang pada umumnya disamak dan menunjukkan kualitas kulit. Daerah krupon adalah bagian terpenting dari kulit hewan karena bagian ini meliputi 55% dari seluruh kulit. Pada bagian ini, terdapat jaringan yang rapat dan kuat. Daerah kepala dan leher meliputi sekitar 23% dari seluruh kulit. Ketebalan kulit pada daerah kepala dan leher relatif lebih tebal dari daerah lainnya, tetapi mempunyai jaringan yang lebih longgar dari daerah krupon. Daerah kaki, perut dan ekor, meliputi 22% dari seluruh kulit. Pada daerah perut, ketebalan kulit relatif tipis dan jaringannya longgar, sedangkan daerah kaki kulit lebih tebal dan jaringan lebih padat (Judoamidjojo, 1974).

Kulit hewan secara mikroskoskopis (histologis) dibagi berdasarkan struktur lapisan yang menyusun kulit. Kulit memiliki tiga lapisan utama yaitu lapisan epidermis, korium, dan subkutis. Lapisan epidermis juga disebut lapisan tanduk, yang berfungsi sebagai pelindung pada hewan hidup. Korium merupakan tenunan kolagen kulit yang merupakan bahan utama dalam proses-proses penyamakan. Korium sebagian besar dibangun oleh serat kolagen yang merupakan benang-benang halus yang berkelok-kelok dalam berkas-berkas yang terbungkus lembaran anyaman atau tenunan retikular. Lapisan subkutis merupakan tenunan pengikat longgar yang menghubungkan korium dengan bagian-bagian lain dari tubuh. Hipodermis sebagian besar terdiri atas serat-serat kolagen dan elastin.

Gambar 4. Penampang kulit (Suardana et al., 2008).

Keterangan :1. Ra mbut, 2. Lubang ra mbut, 3. Ke lenjar le mak, 4. Kantong rambut, 5. Kelen jar keringat, 6. Sel le mak, 7.Pe mbuluh darah, 8. Syaraf, 9. Serat Collagen, 10. Tenunan lema k,

9 Komposisi kimia kulit terdiri dari dua golongan yaitu golongan protein dan golongan non protein. Protein berbentuk terdiri dari kolagen, elastin, dan keratin. Kolagen merupakan bagian terpenting dalam teknologi kulit, karena kolagen menjadi dasar susunan kulit samak dan dapat tahan terhadap enzim proteolitik. Protein tak berbentuk (globular protein) merupakan media bagi protein berbentuk, dapat larut dalam air dan mudah terdenaturasi karena pemanasan. Protein tak berbentuk terdiri dari albumin globulin. Golongan non protein terdiri dari air, lipid, dan bahan mineral. Persentase kandungan kimia dalam kulit yaitu: air 65%, lemak 1,8%, bahan mineral 0,2% dan protein 33% (Judoamidjojo, 1974).

Air di dalam kulit ada dua macam yaitu air yang terikat dengan protein (polar) dan air yang bebas (kapiler). Air yang terikat kira-kira 1/3 bagian, sedangkan air yang bebas 2/3 bagian. Bagian kulit secara makroskopis yang mengandung air paling banyak adalah bagian perut, sedangkan bagian yang paling sedikit adalah bagian krupon. Bagian kulit secara mikroskopis yang memiliki kandungan air paling banyak adalah korium. Lipid paling banyak terdapat pada bagian subkutis kulit. Hewan yang memiliki bulu tebal pada umumnya memiliki kandungan lemak yang lebih banyak. Bahan mineral dalam kulit terdiri dari K, Ca, Fe, P, dan umumnya sebagian garam klorida, sulfat, karbonat, dan fosfat; sedikit SiO2, Zn, Ni, As, Fe, dan S (Purnomo, 1985).

Ketika hewan hidup, kulitnya sangat lembut, fleksibel dan sangat kuat. Kulit mereka memiliki kemampuan untuk terjadinya penguapan air ke luar kulit, namun sebaliknya air tidak bisa masuk ke dalamnya. Ketika mereka mati, mereka kehilangan karakteristik tersebut. Jika mereka basah maka mereka akan busuk, dan jika mereka kering maka mereka akan mengeras dan rapuh. Tujuan dari proses penyamakan adalah untuk mempertahankan karakteristik alami kulit, mempertahankan kestabilan dan sekaligus mencegah terjadinya pembusukan (Mann, 2000).

10 Tabel 2. Gugus amino yang terdapat pada kulit (Mann,

2000).

E. Penyamakan Kulit

Kulit tersusun dari banyak sekali ikatan jaringan serat yang dapat bergerak dan berikatan antar satu sama lain ketika hewan masih hidup. Ketika hewan sudah mati, jaringan tersebut cenderung mengerut dan menjadi keras. Pada dasarnya, tujuan utama dilakukan proses penyamakan adalah untuk menetapkan jaringan serat kolagen melalui proses kimiawi, melumasi mereka sehingga mereka dapat bergerak dan berika tan satu sama lain. Oleh karena itulah melalui proses penyamakan dapat meningkatkan fleksibilitas dan kekuatan kulit (Mann, 2000).

Penyamakan adalah perubahan kulit mentah yang sifatnya tidak stabil menjadi lebih stabil terhadap perlakuan-perlakuan tertentu seperti

11 aksi bakteri, zat kimia, dan perlakuan fisik (Fahidin, 1977). Dengan kata lain, penyamakan adalah proses memodifikasi struktur kolagen, komponen utama kulit, dengan mereaksikannya dengan berbagai bahan kimia (tanin atau bahan penyamak) yang pada umumnya meningkatkan stabilitas hidrotermal kulit tersebut dan kulit tersebut menjadi tahan terhadap mikroorganisme (Suparno et al., 2005).

Penyamakan merupakan perpaduan antara ilmu dan seni untuk mengubah kulit hewan yang sangat mudah rusak menjadi kulit samak. Rangkaian proses ini merupakan proses yang sangat tua untuk memproduksi berbagai produk garmen yang mewah serta beberapa produk kulit. Sampai saat ini tidak ada yang dapat menggantikan ataupun menyerupai karakteristik dari kulit samak (Churchill, 1983).

Penyamakan adalah perubahan kulit mentah yang sifatnya tidak stabil menjadi lebih stabil terhadap perlakuan-perlakuan tertentu seperti aksi bakteri, zat kimia, dan perlakuan fisik (Fahidin, 1977). Dengan kata lain, penyamakan adalah proses memodifikasi struktur kolagen, komponen utama kulit, dengan mereaksikannya dengan berbagai bahan kimia (tanin atau bahan penyamak) yang pada umumnya meningkatkan stabilitas hidrotermal kulit tersebut dan kulit tersebut menjadi tahan terhadap mikroorganisme (Suparno et al., 2005).

Gambar 5. Jaringan kulit sebelum dan setelah disamak (ilustrasi) (Mann, 2000).

12 Penyamakan dilakukan dengan menggunakan bahan pernyamak (tanning agent). Pada proses penyamakan kulit jaringan kolagen distabilkan oleh tanning agent dari sifat asli kulit seperti misalnya sifat kulit yang sangat rentan terhadap pembusukan. Di dalam prosesnya, jaringan kolagen distabilkan melalui pembentukan crosslink dengan tanning agent. Selanjutnya dimensi kestabilannya akan meningkat, lebih tahan terhadap aksi mekanis, dan terhadap suhu.

Kulit samak yang telah digunakan orang untuk berbagai keperluan sejak ribuan tahun lalu mempunyai sifat istimewa yang tidak dimiliki oleh bahan alami maupun bahan buatan manusia yang lain. Kulit samak dapat mengeras tetapi dapat pula sangat lembut dan lugas seperti tekstil. Kulit samak tidak hanya kuat, tahan lama serta lugas tetapi juga mempunyai struktur berpori yang unik sehingga memiliki permeabilitas udara yang baik (Judoamidjojo, 1981).

F. Penyamakan Aldehida

Bahan penyamak sangat banyak jenisnya, bisa berupa penyamak nabati, sintetis, mineral, dan penyamak minyak (Anonim, 2008). Penggunanan bahan penyamak ini tergantung dari karakte r produk yang ingin dihasilkan.

Beberapa golongan aldehida memiliki sifat reaktif terhadap kolagen dan mencegah pembusukan kulit. Glutaraldehida (OCH-(CH2)3 -CHO) adalah dialdehida yang dapat digunakan sebagai bahan pretanning. Glutaraldehida bebentuk ikatan semiacetal dengan gugus hidroksil dari hidroksiprolin, hidroksilin dan serin. Dengan fenol, dia akan membentuk komponen yang tidak larut (insoluble), sehingga glutaraldehida tidak bisa digunakan dengan bahan penyamak nabati. Glutaraldehida menghasilkan kulit samak dengan karakteristik tahan terhadap peluh, tahan pencucian, lebih sempurna dan densitas yang lebih baik. Glutaraldehida membentuk polimer di dalam larutan, gugus hidroksil dari polimer akan aktif dan akan bereaksi dengan gugus amino. Penyamakan aldehida menghasilkan kulit

13 samak dengan stabilitas hidrotermal mencapai maksimum 85oC (Covington, 1997).

Bahan penyamak aldehida digunakan untuk membuat produk kulit yang sangat lembut, berwarna keputihan, dan biasanya digunakan untuk menyamak kulit domba dengan lapisan grain yang dihilangkan. Kulit samak yang dihasilkan dapat dicuci (Natesan, 1998)

Relugan GT 50 adalah gluteraldehyde-tanning agent yang merupakan produk BASF. Angka 50 menunjukkan konsentrasi dari glutaraldehida tersebut. Bahan penyamak ini dapat digunakan untuk segala jenis kulit sebagai bahan penyamak tunggal, kombinasi, maupun penyamak ulang. Bahan ini mempunyai karakteristik penyebaran lemak yang sangat luas, menghasilkan kulit samak yang halus, berwarna kekuningan, permeabilitas udara dan daya tahan yang baik (Anonim, 2009). Bahan penyamak ini dapat menghasilkan produk dengan karakter spesial seperti misalnya kemampuan mencuci yang permanen, sangat lembut dan stabil. Karakter spesialnya tersebut memungkinkan untuk digunakan dalam lingkungan medis. Kulit samak yang dihasilkan berwarna kuning keemasan (Anonim, 2008).

Gambar 6. Reaktifitas glutaraldehida (Covington, 1997).

Walaupun reaksi crosslink antara kolagen dengan aldehida telah lama dipelajari, namun mekanisme rekasinya belum dapat diketahui

n H2CO CH2 CH2 C C H O O H H2CO CH2 CH2 C C OH O OH H2CO CH2 CH2 C C O O O H2CO CH2 CH2 C C O O O H2CO CH2 CH2 C C O O O

14 dengan pasti. Sebagian besar peneliti sepakat bahwa gugus aldehidik berikatan dengan gugus amino bebas dari lisin dan membentuk ikatan silang (Covington, 1997).

Bahan penyamak aldehida, glutaraldehida dapat digunakan untuk menyamak kulit domba. Dengan jenis penyamakan ini, kulit domba dapat menghasilkan berbagai produk yang sangat berguna untuk clothing yang dapat dicuci seperti pakaian dan pada umumnya sangat tahan terhadap pengerutan pada kondisi dibawah normal. Bahan penyamak ini juga mempunyai kemampuan untuk menjaga stabilitas kulit dari pembusukan, peluh dan dapat menghasilkan produk yang dapat digunakan untuk berbagai tujuan (Churchill, 1983).

G. Penyamakan Minyak

Penyamakan minyak adalah penyamakan kulit menggunakan minyak, biasanya minyak ikan, untuk menghasilkan kulit samoa (chamois leather). Metode tradisional pembuatan kulit chamois adalah mengimpregnasi kulit domba split basah dengan minyak ikan dalam fulling stocks dan kemudian menggantungnya dalam stoves hangat untuk oksidasi minyak. Minyak yang teroksidasi tersebut memiliki kemampuan menyamak kulit. Kedua proses tersebut dapat diulang sampai kulit tersamak dengan memadai. Kelebihan minyak dari kulit dihilangkan dengan pengepresan hidrolik dilanjutkan dengan pencucian akhir dalam air alkalin hangat. Kulit tersebut kemudian digantung untuk pengeringan dan kemudian dilanjutkan ke finishing (Sharphouse, 1981; Dewhurst, 2004). Dalam finishing, kulit diwarnai dengan bahan pewarna (dye) untuk meningkatkan keindahannya atau untuk keperluan mode (fashion). Umumnya, warna diperoleh dengan cara menggunakan pewarna asam atau premetallised yang menghasilkan warna-warna cerah (Covington et al., 2005).

Dasar penyamakan minyak modern adalah mengoksidasi minyak ikan yang sudah diaplikasikan pada kulit setelah penghilangan kapur

15 (delimed pelt) dengan bantuan oksigen atmosfir pada kondisi terkendali. Bahan penyamak gliserida tak jenuh yang biasa digunakan adalah minyak cod dan minyak sardine. Asam-asam lemak tersebut memiliki sampai enam ikatan ganda dalam rantai alifatiknya yang memberikan produk reaksi dari oksidasi dan polimerisasi untuk memberikan efek penyamakan minyak pada kondisi penyamakan normal (Sharphouse, 1985).

Menurut Judoamidjojo (1981), penyamakan minyak berlangsung dalam dua fase, mula- mula minyak diambil oleh kulit secara mekanis, kemudian dilanjutkan dengan proses oksidasi. Dalam proses pengikatan yang penting adalah terdapatnya paling sedikit dua ikatan rangkap dalam molekul. Pada proses oksidasi, ikatan rangkap mengambil dua atom oksigen dan membentuk peroksida. Sebagian dari peroksida dapat bereaksi dengan gugus amino dari kolagen.

Minyak yang dibutuhkan dalam penyamakan tergantung dari jumlah bahan (kulit) yang akan disamak. Minyak tersebut akan melakukan crosslink dengan protein yang ada di kulit untuk membentuk kulit samak. (Suparno, 2006).

Serat kolagen adalah komponen utama yang akan bereaksi dengan minyak sehingga kebutuhan minyak yang akan digunakan sebagai bahan penyamak disesuaikan dengan jumlah bahan (kulit) yang akan disamak. Kelebihan minyak dari kulit dihilangkan dengan pengepresan hidrolik dilanjutkan dengan pencucian akhir dalam air basa hangat. Kulit tersebut kemudian digantung untuk pengeringan dan kemudian dilanjutkan ke finishing (Sharphouse, 1981; Dewhurst, 2004).

Proses oksidasi dapat berlangsung bila terjadi kontak antara sejumlah oksigen dengan minyak atau lemak. Proses oksidasi tidak ditentukan oleh besar kecilnya jumlah lemak dalam bahan sehingga bahan yang mengandung lemak dalam jumlah kecilpun mudah mengalami proses oksidasi. Oksidasi spontan lemak tidak jenuh didasarkan pada serangan oksigen terhadap ikatan rangkap (ikatan tidak jenuh) sehingga membentuk hidroperoksida tidak jenuh. Asam lemak tidak jenuh yang terdapat dalam molekul trigliserida terdiri dari asam oleat (mengandung 1 ikatan

16 rangkap), asam linoleat (2 ikatan rangkap), dan asam linolenat (3 ikatan rangkap) (Ketaren, 1986).

H. Kulit Samoa (Chamois Leather)

Kulit samoa merupakan artikel kulit yang populer dalam perdagangan (Sharphouse, 1995). Permintaan akan kulit samoa di pasaran global terus meningkat (Krishnan et al., 2005). Kulit jenis tersebut biasanya dihasilkan baik dari kulit kambing atau domba setelah penghilangan kapur (delimed pelt) dan lapisan grain.

Gambar 7. Kulit samoa (chamois leather) (Anonim, 2009).

Kulit samoa dibuat dari kulit domba atau anak sapi dengan lapisan grain yang dihilangkan. Kulit samoa disamak dengan menggunakan minyak ikan untuk membuat kulit tersebut menjadi sangat lembut dan lemas. Kulit ini sangat lunak pada kedua sisinya. Kulit samoa tidak mahal dan sangat umum digunakan untuk penyaringan minyak bumi dan industri alat-alat optik. Kulit Samoa juga bisa digunakan untuk industri garmen (Natesan, 1998)

Kulit samoa memiliki sifat-sifat yang istimewa, yakni memiliki berat jenis yang sangat rendah, absorpsi air yang tinggi, kelembutan, dan kenyamanan (Wachsmann, 1999). Penggunaan utama kulit samoa adalah sebagai alat pencuci, yang memiliki kelebihan diantaranya adalah kapasitas mengabsorpsi air yang tinggi, pengeluaran air dengan mudah, dan sebagian besar kotoran mudah dicuci dari kulit tersebut. Penggunaan lainnya adalah untuk pembuatan sarung tangan, untuk penyaringan air dari minyak bumi, dan orthopaedic leather (Sharphouse, 1995; John, 1996).

17 Persyaratan-persyaratan penting kulit chamois yang diperlukan, misalnya persyaratan kulit samoa menurut SNI disajikan dalam Tabel 3.

Dokumen terkait