• Tidak ada hasil yang ditemukan

PEN ELITIAN PENDAHULUAN 1. Persentase Bagian-Bagian Biji Karet

Biji karet yang digunakan dalam penelitian ini adalah biji karet yang diperoleh dari Ciseeng, Bogor. Biji karet tersebut masih dalam keadaan belum dikupas (masih memiliki tempurung). Biji karet kemudian ditentukan persentase bagian-bagiannya. Penentuan persentase bagian-bagian biji karet dilakukan dengan cara mengambil biji karet sebanyak 15 buah secara acak dengan 3 kali ulangan. Biji karet dipecahkan, dipisahkan antara daging biji dan tempurungnya kemudian dilakukan penimbangan. Hasil yang didapatkan tercantum pada Tabel 5.

Tabel 5.Persentase kulit dan daging biji karet

No. Bobot 15 Biji Karet (gram) Daging Biji (gram) Kulit Biji (tempurung) (gram) Daging Biji (%) Kulit Biji (tempurung ) (%) 1 34,26 17,48 16,78 51,02 48,98 2 35,82 18,31 17,51 51,12 48,88 3 34,62 17,68 16,94 51,07 48,93 Rat a-rata 34,90 17,82 17,08 51,07 48,93

Berdasarkan Tabel 5 di atas, dapat diketahui bahwa biji karet yang digunakan dalam penelitian memiliki persentase daging biji yang sedikit lebih besar daripada persentase kulit bijinya. Hal ini hampir sama dengan penelitian Andayani (2008) yang menyatakan bahwa persentase daging biji karet terdiri dari sekitar 51 persen daging biji dan sekitar 49 persen kulit biji, namun agak sedikit berbeda dengan hasil penelitian Silam (1999), yang menyatakan bahwa biji karet memiliki persentase daging biji yang lebih rendah bila dibandingkan dengan persentase kulit bijinya, yaitu secara umum dalam setiap biji karet terdiri dari 48-50 persen daging biji dan 50-52 persen kulit biji. Hal ini bisa saja terjadi karena persentase daging dan kulit

25 biji karet ini dapat berbeda-beda tergantung dari jenis klon, lama penyimpanan biji karet, dan kadar air biji karet (Nadarajapillat & Wijewantha, 1967).

2. Karakterisasi Minyak Biji Karet

Minyak yang diperoleh kemudian di uji sifat fisiko dan kimianya. Beberapa sifat fisiko-kimia tersebut adalah bobot jenis, viskositas, warna, bilangan asam, persen FFA, bilangan iod, bilangan penyabunan, dan bilangan peroksida. Sifat Fisiko-kimia minyak merupakan parameter yang menujukkan kualitas minyak. Data hasil penelitian sifat kimia minyak dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Karakteristik minyak biji karet dan minyak ikan

No Sifat fisika kimia Nilai A B Minyak ikan*

1 2 3 4 5 6 7 8 Bobot jenis (g/cm3) Viskositas (centistokes) Warna (unit PtCo)

Bilangan iod (g iod/100 g minyak) Bilangan penyabunan (mg KOH/g minyak) Bilangan peroksida (meq/1000 g minyak) Bilangan asam (mg KOH/g minyak) Persen FFA (%) 0,94 48,4 2713 113 350 24 15 5,8 0,93 67,3 2713 115 357 23 12 5,8 0,92 160 4077 146 185 30 2 1 0,92 - 6106 148 168 14 0,19 5,8 Sumber : A = Setawan (2009) B = Andayani (2008) * = Suparno (2009a)

Bilangan iod adalah parameter penting yang menentukan apakah minyak bisa digunakan untuk proses penyamakan atau tidak. Dari hasil penelitian pada Tabel 6 di atas, diperoleh bilangan iod sebesar 113 g iod/100 g minyak. Nilai tesebut lebih rendah jika dibandingkan dengan penelitian sebelumnya oleh Andayani (2008) yaitu 146 g iod/100 g minyak dan Setiawan (2009) yaitu 115 g iod/ 100 g minyak. Menurut Suparno (2006), minyak biji karet memiliki nilai bilangan iod yang tinggi yaitu lebih dari 120. Bilangan iod ini merupakan karakteristik utama minyak yang dapat digunakan untuk penyamak kulit. Nilai bilangan iod yang lebih rendah ini dimungkinkan karena minyak biji karet telah mengalami kerusakan, baik pada saat sebelum ekstraksi, saat ekstraksi maupun setelah ekstraksi.

26 Kerusakan pada minyak sebelum ekstraksi dapat terjadi misalnya karena penyimpanan. Ketika minyak masih dalam jaringan biji, kerusakan dapat disebabkan oleh aktivitas enzim, dan mikroorganisme dalam biji yang menyebabkan terjadinya proses hidrolisis. Biji karet yang diperoleh dalam penelitian ini tidak diketahui berapa lama telah disimpan. Hal ini tidak dapat dipastikan karena keterbatasan/sulitnya memperoleh biji karet yang masih baru pada saat penelitian, sehingga minyak biji karet yang dihasilkan juga mempunyai mutu yang lebih rendah. Kerusakan yang lain juga dapat terjadi pada saat proses ekstraksi maupun karena penyimpanan minyak.

Reaksi yang sering terjadi dan menurunkan kualitas minyak adalah reaksi oksidasi dan polimerisasi. Proses oksidasi dapat terjadi pada proses ekstraksi minyak. Adanya kontak dengan udara luar, pemanasan, oksigen akan berikatan dengan ikatan rangkap asam lemak tidak jenuh. Proses tersebut mengakibatkan ketidakjenuhan minyak berkurang karena ikatan rangkap pada asam lemak menjadi ikatan tunggal sehingga nilai bilangan iodnya berkurang. Semakin tinggi pemanasan yang diberikan maka semakin banyak minyak yang teroksidasi. Proses oksidasi merupakan proses utama yang berperan dalam menurunkan ketidakjenuhan minyak. Proses ini dapat dipercepat oleh suhu yang tinggi, adanya senyawa peroksida (termasuk minyak yang teroksidasi), enzim lipoksidase, katalis logam, dan katalis Fe-organik (Lea, 1962).

Berdasarkan Tabel 6, nilai bilangan penyabunan adalah sebesar 350 mg KOH/g minyak. Nilai tersebut sangat jauh berbeda jika dibandingkan dengan penelitian yang dilakukan Andayani (2008), besarnya bilangan penyabunan minyak biji karet adalah sebesar 185 mg KOH/g minyak. Namun tidak jauh berbeda dengan penelitian Setiawan (2009) yaitu sebesar 357 mg KOH/g minyak. Perbedaan nilai yang diperoleh dengan penelitian Andayani (2008) dimungkinkan disebabkan karena sebagian besar asam lemak yang terekstraksi adalah asam lemak yang berantai pendek, sehingga bobot molekul minyak rendah. Minyak yang mempunyai berat molekul rendah akan mempunyai bilangan penyabunan yang lebih tinggi daripada minyak yang mempunyai berat molekul tinggi (Ketaren, 1986).

27 Bilangan peroksida yang diperoleh pada penelitian ini adalah 24 tidak berbeda jauh dengan penelitian Setiawan (2008) yaitu sebesar 23 meq/1000 g minyak (Tabel 6). Faktor-faktor yang mempengaruhi proses oksidasi pada minyak mempengaruhi nilai bilangan peroksida yang diperoleh. Peroksida yang terbentuk pada minyak disebabkan beberapa faktor sebagaimana faktor yang mempengaruhi nilai bilangan iod. Jika pada pengukuran bilangan iod, kerusakan minyak dilihat dari penurunan jumlah ikatan rangkap pada minyak, sedangkan pada pengujian bilangan peroksida dilihat dari banyaknya oksigen yang terikat pada asam lemak tidak jenuh akibat proses oksidasi.

Berdasarkan Tabel 6, bilangan asam yang diproleh dari minyak biji karet adalah sebesar 15 mg KOH/g minyak. Hasil ini tidak jauh berbeda dengan hasil yang diperoleh pada penelitian Setiawan (2008) yaitu 12 mg KOH/g minyak, namun sangat jauh berbeda dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Andayani (2008) yaitu 2 mg KOH/g minyak. Bilangan asam menunjukkan seberapa banyak jumlah asam lemak bebas yang terkandung dalam minyak akibat proses hidrolisis. Semakin tinggi nilai bilangan asam suatu minyak, maka akan semakin tinggi pula tingkat kerusakannya karena jumlah molekul trigliserida yang terhidrolisisnya pun lebih banyak. Dengan demikian, kualitas dari minyak tersebut akan semakin rendah. Pembentukan asam lemak bebas pada minyak dapat terjadi karena proses pengolahan (penyiapan bahan).

B. PEN ELITIAN UTAMA

Dokumen terkait