• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Bahasa merupakan alat komunikasi bagi manusia. Dalam ilmu linguistik beberapa cabang ilmu yang mempelajari bahasa di antaranya, fonologi yang mempelajari tata bunyi, morfologi yang mempelajari seluk-beluk pembentukan kata, sintaksis pada frasa, klausa dan kalimat, serta lesikon pada tata kata.

Cabang ilmu linguistik yang berhubungan dengan bentuk kata, yaitu morfologi. Bentuk kata dapat mengalami perubahan salah satunya dengan proses pembubuhan afiks. Salah satu bentuk afiks dalam bahasa Indonesia itu adalah afiks men-, kata yang berafiks men- merupakan golongan kata verbal. Dilihat dari fungsinya afiks men- dalam bahasa Indonesia memiliki kesamaan dengan afiks N-

Fenomena yang terjadi dalam lingkungan mahasiswa yaitu kurang pahamnya mengenai suatu morfem, karena kebanyakan mahasiswa mengacuhkan morfem ini padahal ini sangat penting khususnya mahasiswa jurusan pendidikan bahasa dan sastra Indonesia, untuk melanjutkan ilmu yang sudah didapat selama proses perkuliahan, jadi hal ini sangat penting untuk dipelajari lebih lanjut.

Di dunia ini terdapat beribu-ribu bahasa dan di Indonesia terdapat beratus-ratus bahasa. Walaupun banyak bahasa, masing-masing mempunyai ciri tertentu.

Dengan perkataan lain, terdapat ciri kesemestaan dalam semua bahasa yang kita sebut kesemestaan bahasa atau universalia (language universals).

Di antara ciri-ciri kesemestaan itu adalah sebagai berikut.

1

1. Maksud atau fungsi utama bahasa adalah sebagai sarana komunikasi 2. Media utama bahasa adalah bunyi ujaran (vocal sound).

3. Semua bahasa memiliki leksikan atau kosakata yang mengandung makna.

4. Semua bahasa mempunyai tata bahasa atau grammar (Elson & Pickett, 1962 : 1)

Morfem merupakan salah satu satuan kebahasaan yang memiliki makna atau satuan gramatikal selain kata, frasa, klausa, kalimat, paragraf, dan wacana.Dari ketujuh satuan gramatikal tersebut, morfemlah yang terkecil.Artinya, morfem tidak bisa dibagi lagi menjadi satuan gramatikal yang lebih kecil. Karena morfem merupakan satuan gramatikal yang terkecil, morfem juga dapat disebut sebagai unsur langsung pembentuk kata—satuan gramatikal yang satu tingkat lebih besar daripada morfem.

Menjelaskan morfem memang tidak mudah. Orang biasanya hanya mengenal huruf, suku kata, kata, kalimat, paragraf, lalu karangan utuh atau wacana.Sebuah karangan terdiri dari beberapa paragraf. Sebuah paragraf memiliki beberapa kalimat. Sebuah kalimat terbentuk dari beberapa kata.Kata terbentuk dari suku kata. Suku kata terbentuk dari deretan huruf.

Jika demikian bentuk-bentuk bahasa berupa imbuhan seperti me(N)-, ber-, -an, -em-, atau partikel seperti –lah, -kah, -tah, disebut apa? Bentuk-bentuk tersebut tidak dapat disebut suku kata karena imbuhan atau partikel telah memiliki makna sementara suku kata tidak memiliki makna atau arti. Imbuhan dan pertikel juga tak dapat disebut kata karena bentuk di atas tidak dapat berdiri sendiri karena harus melekat pada bentuk lain.

Untuk menjelaskan hal tersebut, para ahli bahasa menciptakan sebuah konsep morfem. Sebuah kata tidak hanya terdiri dari suku-suku kata yang tak bermakna, melainkan dari satu atau lebih bentuk bahasa yang sudah bermakna yaitu morfem.

Untuk mengidentifikasi sebuah morfem, dua unsur satuan gramatikal, yaitu bentuk dan makna, menjadi landasan utama.Ada empat prinsip pokok penentuan morfem.Pertama, satuan kebahasaan yang memiliki dua atau lebih bentuk dan makna yang sama merupakan sebuah morfem. Misalnya, bentuk ajar dalam belajar, pelajar, pengajar, dan pelajaran merupakan satu morfem karena memiliki struktur fonologis dan makna yang sama. Kedua, dua atau lebih bentuk yang sama tetapi maknanya berbeda masih bisa disebut morfem. Misalnya awalan ter- dalam terbawa, tercantik, dan terpercaya.Ketiga, dua atau lebih bentuk yang memiliki struktur fonologis yang berbeda atau hanya mirip tetapi memiliki makna yang sama bisa menjadi sebuah morfem jika perbedaan itu dapat dijelaskan secara fonologis. Misalnya awalan ber- dalam belajar, berlayar, dan bekerja memiliki perubahan struktur fonologis karena berada pada kondisi fonologis yang berbeda.Keempat, satuan kebahasaan yang terbelah di awal dan akhir kata menjadi morfem apabila memiliki kesatuan makna. Misalnya konfiks pe(N)-an dalam penulisan, pembukuan, pemulihan, dan penggambaran.

Seperti yang telah dijelaskan, morfem sebagai unsur langsung pembentuk kata bersifat abstrak karena ada dalam konsep. Misalnya, kata penjahit merupakan kata yang terdiri dari dua morfem yaitu {pe(N)-} dan {jahit}, sementara itu kata tidur merupakan kata yang terdiri dari satu morfem yaitu {tidur}. Oleh karena itu,

morfem perlu direalisasikan. Realisasi dari morfem adalah alomorf. Misalnya morfem {buku} direalisasikan dalam bentuk unsur leksikal buku.

Ada morfem yang memiliki bentuk alomorf yang sama dengan bentuk morfemnya. Misalnya morfem {baca} menjadi membaca, pembaca, membacakan, dan pembacaan.Ada pula morfem yang memiliki bentuk alomorf yang bervariasi dengan bentuk morfemnya.Variasi tersebut muncul karena morfem tersebut memasuki lingkungan yang berbeda—dalam hal ini lingkungan fonologis.

Misalnya morfem {me(N)-} memiliki alomorf me-, mem-, men-, meny-, meng-, dan menge-. Setiap bentuk dari alomorf disebut morf.Jadi sebuah morfem memiliki satu atau lebih variasi yang disebut alomorf dan alomorf tersebut terdiri dari satu atau lebih morf.

Morfem memiliki beberapa jenis. Berdasarkan bisa tidaknya langsung digunakan dalam frasa atau kalimat, morfem dibagi menjadi dua yaitu (1) morfem bebas dan (2) morfem terikat. Morfem bebas adalah morfem yang tanpa bergabung dengan morfem lain sudah dapat digunakan dalam frasa atau kalimat.

Misalnya morfem {pergi} langsung dapat digunakan dalam frasa sedang pergi atau kalimat ibu sedang pergi ke pasar. Dengan kata lain morfem bebas dapat langsung menjadi kata. Kata yang demikian disebut sebagai kata monomorfemik atau kata yang terdiri dari satu morfem saja.

Dalam mengidentifikasi suatu morfem sangatlah sulit, karena ada beberapa hal yang perlu dipahami, misalnya dalam menentukan suatu morfem membaca, kalau tidak memahami betul apa itu morfem, maka akan mengatakan bahwa kata

membaca itu satu morfem, padahal kata membaca itu terdiri atas dua morfem men- dan baca.

Untuk menentukan sebuah satuan bentuk adalah morfem atau bukan, penulis harus membandingkan bentuk tersebut di dalam kehadirannya dengan bentuk-bentuk lain. Kalau bentuk tersebut ternyata bisa hadir secara berulang-ulang dengan bentuk lain, maka bentuk tersebut adalah sebuah morfem.

Dengan demikian apabila masalah tidak ditangani oleh orang yang berwawasan luas mengenai morfem, maka masalah itu tidak akan bisa terselesaikan dengan baik, maka dari itu harus ditindak lanjuti..

Dokumen terkait