BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Angka kematian ibu dan janin masih tertinggi di ASEAN. Salah satunya yakni saat ibu mengalami komplikasi dari kehamilan dan persalinan. Ketuban pecah dini (KPD) merupakan salah satu penyebab meningkatnya kematian pada ibu dan janin akibat dari komplikasi yang ditimbulkan sehingga akan terjadi peningkatan angka kematian ibu dan bayi. Ketuban pecah dini merupakan masalah penting dalam obstetri yang dapat menimbulkan morbiditas dan mortalitas pada maternal maupun perinatal yang signifikan. Selain itu, perawatan bayi akibat dari komplikasi yang ditimbulkan memerlukan biaya yang cukup besar untuk perawatan intensif.
Diperkirakan insiden KPD didunia berkisar antara 5 % sampai 15 % dari seluruh kehamilan, dimana KPD aterm dengan insidennya lebih tinggi 6-19 %, sedangkan pada kehamilan preterm insidensnya 2 % dari semua kehamilan dan berbeda pada setiap negara. Di China dilaporkan insiden KPD lebih tinggi sekitar 19,53 % dari seluruh kehamilan sedangkan di Indonesia berkisar antara 4,5 % sampai 7,6 %.1 Di Rumah Sakit Sanglah Denpasar, Suwiyoga dan Budayasa melaporkan angka kejadian kasus KPD sebesar12,92 % dimana kasus KPD aterm sebesar 83.23 % dan KPD preterm sebesar 16.77 % dari 2113 persalinan.2
Ketuban pecah dini (KPD) adalah pecahnya selaput ketuban secara spontan pada saat belum inpartu, bila diikuti satu jam kemudian tidak timbul tanda-tanda awal persalinan dan pemeriksaan tes lakmus positif. Hal ini dapat terjadi pada kehamilan aterm maupun preterm.3Komplikasi dari KPD dapat terjadi pada ibu maupun bayi. Pada usia kehamilan aterm, 8-10% wanita hamil mengalami ketuban pecah dini, dan para wanita ini memiliki risiko infeksi intrauteri yang meningkat bila interval antara pecah ketuban dan pelahiran semakin lama. Pada ketuban pecah dini aterm maka 70% dari wanita tersebut akan mengalami proses persalinan dalam 24 jam dan 90% dalam 72 jam.
Korioamnionitis ditemukan pada 9% kehamilan dengan ketuban pecah dini aterm, dimana resikonya meningkat hingga 24% apabila pecah ketuban terjadi lebih dari 24 jam sedangkan kehamilan preterm insidennya lebih besar yaitu 13-60 %.
Solusio plasenta terjadi 4-12 %, maternal sepsis 0.8% dan kematian 0.14 % kehamilan dengan ketuban pecah dini, merupakan komplikasi yang jarang.
Komplikasi yang terjadi pada bayi adalah infeksi intrauterine, kompresi tali pusat, Respiratory Distress Syndrome (RDS), Necrotizing enterocolitis, perdarahan
intraventriculer dan sepsis neonatorum. 4
Penyebab KPD bersifat multifaktorial, akan tetapi sulit menentukan penyebab pasti tersebut antara lain infeksi, hormonal, faktor prilaku (merokok, nutrisi, koitus), faktor mekanis (kehamilan kembar, polihidramnion, dan makrosomia). Namun demikian, bukti terkini menunjukkan bahwa pecahnya selaput ketuban juga sebagai hasil dari proses biokimia yang menyebabkan
degradasi kolagen di dalam matriks ekstraseluler pada lapisan amnion korion dan kematian sel secara terprogram pada selaput ketuban (Apoptosis). 5,6,7
Muncul pertanyaan, apakah yang menyebabkan selaput ketuban pecah sebelum adanya kekuatan kontraksi?. Ditemukan defek yang bersifat fokal yaitu area yang berdekatan dengan lokasi ruptur dideskripsikan sebagai “Paracervical weak zone”.8Melemahnya selaput ketuban pada daerah ini diakibatkan dari peningkatan ekspresi MMP-9 dan produksi pro-MMP-9 melalui degradasi ECM, Penurunan Tissue Inhibitor Of Metalloproteinase (TIMP). dan peningkatan sitokin lokal oleh Tumor Necrosis Factor (TNF-α) melalui proses apotosis. 9
Matrik metalloproteinase-9 menyebabkan degradasi ECM terutama kolagen tipe IV (membran utama penyusun basal membran) sehingga MMP-9 menjadi kontributor utama dalam ruptur membran aterm. Selanjutnya akan diikuti oleh aktivasi TNF-α melalui jalur ekstrinsik yang diperantarai oleh reseptor melibatkan ligan Fas dengan reseptor Fas akan mengatifkan caspase dan akhirnya memicu apoptosis. TNF-α adalah satu-satunya sitokin inflamatori yang dapat mengativasi MMP. Aktivasi MMP dan TNF – α telah menunjukkan kerja yang bersifat sinergis atau saling mempengaruhi untuk menyebabkan terjadinya pecah ketuban. 9
Terdapat bukti bahwa KPD terutama disebabkan terutama oleh infeksi pada traktus genitalis, dapat berupa infeksi bakteri (ekstraselular) atau bakteri obligat intraselular. Identifikasi mikroorganisme patologis pada flora vagina manusia segera setelah pecah ketuban mendukung konsep bahwa infeksi bakteri berperan pada patogenesa KPD. Respon terhadap infeksi akan mengaktivasi baik
MMP-9 maupun TNF-α.
Tingginya kasus infeksi intraseluler asimptomatis diantara ibu hamil atau wanita usia reproduksi dapat dipakai sebagai dasar kebijakan untuk perawatan dan tindakan pencegahan KPD dengan memberikan terapi antibiotika pencegahan untuk kasus-kasus resiko tinggi terjadinya ketuban pecah dini. Pada beberapa studi penatalaksanaan wanita terinfeksi dengan antikbiotik menurunkan angka KPD. Memahami faktor-faktor yang mungkin melemahkan selaput ketuban akan memiliki manfaat yang cukup besar terkait dengan mencegah dan mengobati KPD. 12Ketidakmampuan untuk mencegah KPD mungkin disebabkan kurangnya pemahaman tentang mekanisme molekuler dasar yang mendasari pecah ketuban.
Pustaka ini menggambarkan peran MMP-9 pada melemahnya membran yang menyebabkan ruptur dan interaksi antara MMP-9 dan TNF - αmenginduksi apoptosismembran melalui protein proapoptosis pada ketuban pecah dini.
BAB II SARI PUSTAKA
2.1 Definisi Ketuban Pecah Dini
Ketuban pecah dini (KPD) adalah pecahnya selaput ketuban secara spontan pada saat belum inpartu, bila diikuti satu jam kemudian tidak timbul tanda-tanda awal persalinan dan pemeriksaan tes lakmus positif. Hal ini dapat terjadi pada kehamilan aterm di mana usia kehamilan 37-42 minggu maupun kehamilan preterm yakni usia kehamilan ≤ 37 minggu. Pada kehamilan aterm, 8-10 % kehamilan akan mengalami ketuban pecah dini.3
2.2 Angka Insiden Ketuban Pecah Dini
Insiden KPD didunia berkisar antara 5 % sampai 15 % dari seluruh kehamilan, dimana KPD aterm dengan insidennya lebih tinggi 6-19 %, sedangkan pada kehamilan preterm insidensnya 2 % dari semua kehamilan dan berbeda pada setiap negara. Di China dilaporkan insiden KPD lebih tinggi sekitar 19,53 % dari seluruh kehamilan sedangkan di Indonesia berkisar antara 4,5 % sampai 7,6 %.Di Rumah Sakit Sanglah Denpasar, Suwiyoga dan Budayasa melaporkan angka kejadian kasus KPD sebesar12,92 % dimana kasus KPD aterm sebesar 83.23 % dan KPD preterm sebesar 16.77 % dari 2113 persalinan.2
Komplikasi dari KPD dapat terjadi pada ibu maupun bayi. Komplikasi dari KPD dapat terjadi pada ibu maupun bayi. Pada usia kehamilan aterm, 8-10%
wanita hamil mengalami ketuban pecah dini, dan para wanita ini memiliki risiko infeksi intrauteri yang meningkat bila interval antara pecah ketuban dan pelahiran semakin lama. Pada ketuban pecah dini aterm maka 70% dari wanita tersebut akan mengalami proses persalinan dalam 24 jam dan 90% dalam 72 jam.
Korioamnionitis ditemukan pada 9% kehamilan dengan ketuban pecah dini aterm, dimana resikonya meningkat hingga 24% apabila pecah ketuban terjadi lebih dari 24 jam. Pada kehamilan preterm insidennya lebih besar yaitu 13-60 %. Solusio plasenta terjadi 4-12 %, maternal sepsis 0.8% dan kematian 0.14 % kehamilan dengan ketuban pecah dini, merupakan komplikasi yang jarang. Pada ketuban pecah dini aterm maka 70% dari wanita tersebut akan mengalami proses persalinan dalam 24 jam dan 90% dalam 72 jam. Komplikasi yang terjadi pada bayi adalah infeksi intrauterine, kompresi tali pusat, Respiratory Distress Syndrome (RDS), Necrotizing enterocolitis, perdarahan intraventriculer dan sepsis
neonatorum.4
2.3 Struktur Selaput Ketuban
Selaput membran ketuban terdiri dari lapisan amnion dan lapisan chorion, tidak mengandung pembuluh darah dan saraf, sehingga kebutuhan nutrisinya disuplai melalui cairan ketuban. Lapisan chorion lebih tebal dan lebih seluler namun lapisan amnion lebih kaku dan kuat karena memiliki daya regang yang
lebih besar. Ketebalan lapisan amnion + 20% dari ketebalan selaput membran ketuban yakni rata – rata tebalnya 0,08 - 0,12 mm.14
Selaput ketuban terdiri dari beberapa lapisan yang berbeda secara morfologi yang tersusun dari lima lapisan yang terpisah, yakni lapisan epitel amnion, lapisan membran basal, lapisan kompak, lapisan firoblas dan lapisan spongiosum. Lapisan yang paling dalam, yang terdekat dengan janin, terdiri dari sel epitel amnion yang tersusun di atas membran basal yang kaya kolagen IV dan glikoprotein non-kolagen. Di bawah membran basal terdapat lapisan kompakta tersusun atas kolagen tipe I, III dan V yang dihasilkan oleh sel mesenkim pada lapisan fibroblas, lapisan yang paling tebal. Lapisan intermediet/berongga (spongy) terdapat di bawah lapisan fibroblas, terdiri dari proteoglikan dan glikoprotein serta kolagen tipe III. 1
Gambar 2.1
Skema struktur selaput ketuban. 14
Lapisan ini memisahkan amnion dengan korion. Korion terdiri dari tropoblast, pseudobasement membrane, lapisan reticuler dan lapisan seluler.
Lapisan ini melekat erat dengan jaringan desidua uterus.13 Telah dikonfirmasi bahwa kolagen tipe I, III, IV, V, VI ditemukan pada berbagai lapisan amnionkorion. Kolagen (interstisial) tipe I dan III predominan dan membentuk ikatan parallel yang mempertahankan integritas mekanik amnion. Kolagen tipe V dan VI membentuk penghubung filamentosa antara kolagen interstitial dan membran basal epitel. Sel mesenkim merupakan tempat sintesis kolagen pada amnion di mana mencapai puncaknya pada amnion di awal kehamilan, mulai menurun setelah usia kehamilan 12 -14 minggu dan mencapai kadar terendahnya pada saat aterm.15
2.4 Faktor – Faktor Penyebab KPD
Penyebab ketuban pecah dini masih belum dapat diketahui dan tidak dapat ditentukan secara pasti. Beberapa laporan menyebabkan faktor-faktor yang berhubungan erat dengan ketuban pecah dini, namun faktor-faktor mana yang lebih berperan sulit diketahui. AdapunBeberapa faktor yang menyebabkan kelemahan selaput terjadi lebih dini yakni faktor infeksi, nutrisi, hormon, apoptosis dan mekanik.
2.4.1 Faktor Infeksi
Infeksi dapat terjadi secara langsung pada selaput ketuban maupun ascendingdari vagina atau infeksi pada cairan ketuban. Infeksi saluran genital
menjadi pencetus pecahnya selaput ketuban pada hewan percobaan dan manusia.
Data epidemiologi menunjukkan hubungan antara koloni saluran genital oleh Streptococcus group B, Chlamydia trachomatis, Neisseria gonorrhoeae, dan
mikroorganisme penyebab vaginosis bakteri (bakteri anaerob, Gardnerellavaginalis, Mobiluncus sp, dan mikoplasma genital) akan meningkatkan risiko KPD. Hasil beberapa studi menunjukkan bahwa pengobatan wanita infeksi dengan antibiotik akan menurunkan angka KPD. Infeksi sistemik lain bisa berasal dari penyakit periodontal, pneumonia, sepsis, prankreatis, pielonefritis, korioamnionitis dan infeksi amnion semuanya berhubungan dengan terjadinya pecahnya ketuban. 13, 16
Infeksi dapat menyebabkan ketuban pecah dini sebesar 10-30% melalui beberapa mekanisme. Beberapa flora vagina, termasuk Streptococcus group B, Staphylococcus aureus, Trichomonas vaginalis, dan bakteri penyebab vaginosis bakterialis akan menghasilkan protease yang dapat menurunkan kadar kolagen dan melemahkan selaput ketuban. Respon terhadap infeksi berupa reaksi inflamasi akan merangsang produksi sitokin, MMP dan prostaglandin oleh netrofil PMN dan makropag ke tempat infeksi. Interleukin -1 dan tumor nekrosis faktor α yang diproduksi oleh monosit akan meningkatkan aktivitas MMP-1 dan MMP-3 pada sel- sel korion. 13, 16
Infeksi bakteri dan respon inflamasi juga merangsang produksi prostaglandin oleh selaput ketuban yang diduga berhubungan dengan ketuban
pecah dini karena menyebabkan iritabilitas uterus dan degradasi kolagen membran. Beberapa jenis bakteri tertentu dapat menghasilkan fosfolipase A2 yang melepaskan prekursor prostaglandin dari membran fosfolipid. Respon imunologis terhadap infeksi juga menyebabkan produksi prostaglandin E2 oleh sel korion akibat perangsangan sitokin yang diproduksi oleh monosit. Sitokin juga terlibat dalam induksi enzim siklooksigenase II yang berfungsi mengubah asam arakidonat menjadi prostaglandin. Prostaglandin E2 diketahui mengganggu sintesis kolagen pada selaput ketuban dan meningkatkan aktivitas dari MMP-1 dan MMP-3. 4
2.4.2 Faktor Nutrisi
Gangguan nutrisi seperti mikronutrien merupakan faktor presdisposisi adanya gangguan pada struktur kolagen. Asam askorbat yang berperan dalam pembentukan struktur kolagen tripel heliks berhubungan dengan pecahnya selaput ketuban. Zat tersebut kadarnya lebih rendah pada kasus ketuban pecah dini.17
2.4.3 Faktor Hormon
Progesteron dan estradiol dapat menekan proses remodeling matriks ektraselular pada jaringan reproduktif. Kedua hormon tersebut menurunkan konsentrasi MMP-1 dan MMP-3 serta meningkatkan konsentrasi TIMP pada fibroblas serviks kelinci. Tingginya konsentrasi progesteron dapat menyebabkan penurunan produksi kolagenase pada serviks kelinci, meskipun kadar yang lebih rendah dapat menstimulasi produksi kolagen. Ada juga protein relaksin yang
berfungsi mengatur remodeling jaringan ikat, diproduksi secara lokal oleh sel desidua dan plasenta. Hormon ini mempunyai aktivitas yang berlawanan dengan efek inhibisi oleh progesteron dan estradiol dengan meningkatkan ekspresi MMP-3 dan MMP-9 dalam selaput ketuban. Aktivitas hormon ini meningkat sebelum persalinan pada selaput saat aterm. 18
2.4.4 Apoptosis
Apoptosis adalah suatu proses kematian sel secara terprogram atau programmed cell death yang terjadi secara normal selama proses perkembangan dan penuaan semua jaringan tubuh. Terdapat sel-sel apoptosis di daerah yang berdekatan dengan robekan selaput ketuban yang disebut paracervical weak zone.
Selaput ketuban di daerah supraservikal menunjukkan peningkatan aktivitas MMP-9 yang menyebabkan degradasi matrik ekstraseluler dan aktivitas petanda apoptosis melalui TNF-α selaput ketuban.9
2.4.5 Faktor Mekanis
Peregangan secara mekanis seperti pada polihidramnion, kehamilan ganda dan berat badan bayi besar (trauma) akan menyebabkan regangan selaput ketuban yang akan merangsang beberapa faktor di selaput ketuban yakni prostaglandin E2 dan interleukin-8. Selain itu peregangan juga merangsang aktivitas MMP-1 pada membran. Interleukin-8 diproduksi dari sel amnion dan korionik bersifat kemotaktik terhadap neutrofil dan merangsang aktifitas kolagenase.
Hal – hal tersebut akan menyebabkan terganggungnya keseimbangan proses sintesis dan degradasi matriks ekstraseluler yang akhirnya menyebabkan
pecahnya selaput ketuban. Konsentrasi interleukin
trimester kedua kehamilan rendah, tetapi akan meningkat cukup tinggi pada akhir kehamilan, dan diinhibisi oleh progesteron. Ja
prostaglandin amnion akan memperlihatkan perubahan biokimia pada selaput ketuban yang mungkin dimulai oleh adanya regangan selaput ketuban dan apoptosis.18
Diagram berbagai mekanisme multifaktorial sebag
pecahnya selaput ketuban. Konsentrasi interleukin-8 dalam cairan amnion selama trimester kedua kehamilan rendah, tetapi akan meningkat cukup tinggi pada akhir kehamilan, dan diinhibisi oleh progesteron. Jadi produksi interleukin
prostaglandin amnion akan memperlihatkan perubahan biokimia pada selaput ketuban yang mungkin dimulai oleh adanya regangan selaput ketuban dan
Gambar 2.2
Diagram berbagai mekanisme multifaktorial sebagai faktor resiko ketuban pecah dini.14
8 dalam cairan amnion selama trimester kedua kehamilan rendah, tetapi akan meningkat cukup tinggi pada akhir di produksi interleukin-8 dan prostaglandin amnion akan memperlihatkan perubahan biokimia pada selaput ketuban yang mungkin dimulai oleh adanya regangan selaput ketuban dan
resiko
2.5 Struktur, Komposisi, dan Metabolisme Matriks Ekstraseluler pada Membran Janin
Reproduksi membutuhkan remodeling dari jaringan yang berkaitan dengan peristiwa penting dalam ovulasi, menstruasi, implantasi, plasentasi, partus, rahim, dan perbaikan serviks setelah persalinan. Proses remodeling dan perbaikan mempengaruhi sel dan matriks ekstraseluler (ECM) sekitarnya. Perubahan dinamis pada ECM menghasilkan perubahan dalam komposisi stroma, yang pada akhirnya dapat mempengaruhi fungsi sel. Peristiwa ini dimediasi melalui reseptor membran yang mengenali komponen ECM tertentu, atau melalui penyerapan atau pelepasan faktor pertumbuhan, terutama anggota dari keluarga faktor pertumbuhan transforming growth factor (TGF), yang dikenal untuk memainkan peran kunci dalam reproduksi. Protein ECM mayor juga mempengaruhi stabilitas ECM, dan karena itu dapat menjadi faktor yang menyebabkan efek samping termasuk plasentasi abnormal, ketuban pecah dini, insufisiensi serviks, ruptur uterus, dan prolaps organ panggul. 15
Matriks ekstraselular (ECM) memainkan peran penting dalam menentukan fungsi sel dan organ: (1) merupakan suatu organisasi substrat yang memberikan kekuatan regangan jaringan; (2) merupakan sel-sel pengikat dan mempengaruhi morfologi dan fungsi sel melalui interaksi dengan reseptor permukaan sel; dan (3) adalah suatu reservoir untuk faktor pertumbuhan. Matriks Ekstraseluler ditemukan di semua jaringan mamalia. Matriks Ekstraseluler (ECM) terdiri atas protein struktural yang terdiri dari berbagai jenis kolagen (lebih dari 28 jenis rantai yang berbeda) dan non kolagen. Kolagen fibrilliar terdiri dari tipe I, II, III, V dan XI,
memberikan struktur dan bentuk, serta merupakan komponen utama dari kulit dan tulang, sedangkan kolagen jenis lainnya berfungsi untuk pe
membran basal.Kolagen yang dominan pada cervix adalah tipe I dan III, dan beberapa tipe IV dan V, Tipe kolagen tersebut juga merupakan kolagen yang dominan pada selaput membran janin. Non kolagen terdiri dari mikrofibril, elastin, laminin, fibronektin, tenascin, dan protein matrix seluler yakni glycosaminoglycan, proteoglikan dan thrombospondin.
Distribusi komponen ECM, Kolagen dan non kolagen pada amnio, korion dan
Elastin memiliki kemampuan meregang seperti karet, memberikan ketahanan untuk jaringan dalam pembentukan dan pemeliharaan arsitektur jaringan. Proteoglycan menyebabkan akumulasi hyaluronan dan air di ECM sehingga menyebabkan penyebaran fibril, mencegah agr
menyebabkan menurunan daya regang. Glycosaminoglican (GAG) berfungsi memberikan struktur dan bentuk, serta merupakan komponen utama dari kulit dan tulang, sedangkan kolagen jenis lainnya berfungsi untuk pembentukan jaringan di membran basal.Kolagen yang dominan pada cervix adalah tipe I dan III, dan beberapa tipe IV dan V, Tipe kolagen tersebut juga merupakan kolagen yang dominan pada selaput membran janin. Non kolagen terdiri dari mikrofibril, inin, fibronektin, tenascin, dan protein matrix seluler yakni glycosaminoglycan, proteoglikan dan thrombospondin. 17
Gambar . 2.3
Distribusi komponen ECM, Kolagen dan non kolagen pada amnio, korion dan desidual16
Elastin memiliki kemampuan meregang seperti karet, memberikan ketahanan untuk jaringan dalam pembentukan dan pemeliharaan arsitektur jaringan. Proteoglycan menyebabkan akumulasi hyaluronan dan air di ECM sehingga menyebabkan penyebaran fibril, mencegah agregasi dan akhirnya menyebabkan menurunan daya regang. Glycosaminoglican (GAG) berfungsi memberikan struktur dan bentuk, serta merupakan komponen utama dari kulit dan mbentukan jaringan di membran basal.Kolagen yang dominan pada cervix adalah tipe I dan III, dan beberapa tipe IV dan V, Tipe kolagen tersebut juga merupakan kolagen yang dominan pada selaput membran janin. Non kolagen terdiri dari mikrofibril, inin, fibronektin, tenascin, dan protein matrix seluler yakni
Distribusi komponen ECM, Kolagen dan non kolagen pada amnio, korion dan
Elastin memiliki kemampuan meregang seperti karet, memberikan ketahanan untuk jaringan dalam pembentukan dan pemeliharaan arsitektur jaringan. Proteoglycan menyebabkan akumulasi hyaluronan dan air di ECM egasi dan akhirnya menyebabkan menurunan daya regang. Glycosaminoglican (GAG) berfungsi
dalam proses aktivasi sitokin yakni mengaktifkan berbagai inflammatory sel seperti makrofag. GAG (decorin) sebagai fibrillogenesis kolagen. Diakhir kehamilan, dekorin meningkat pada servik akan menyebabkan peyusunan fibril dan fibril tersisah.15 Sel mesenkimal adalah tempat sintesis dan pengolahan kolagen di amnion. Sebagian besar prokolagen α1(I), α2(I), dan α1(III) messenger RNA (mRNA) diperlukan untuk sintesis kolagen, ditemukan dalam sel mesenkimal amnion, dan dalam jumlah yang tak berarti ditemukan dalam sel epitelial amnion. Sintesis kolagen tipe I dan III jugaminimal pada sel epitelial amnion, sedangkan dalam jumlah besar diproduksi oleh sel mesenkimal. 15
Distribusi komponen ECM, kolagen tipe I, III, IV, V, dan VI, pada membran janin manusia waktu persalinan telah diperiksa dengan teknik imunohistokimia. Ekstraseluler matrik membentuk kerangka arsitektur amniochorion. Daya regang selaput ketuban tergantung pada jenis kolagen yang membentuk ECM. Kolagen adalah komponen struktural utama selaput ketuban.
Daya regang utama disediakan oleh kolagen interstitial tipe I dan III, bersama-sama dengan sejumlah kecil jenis V, VI, dan VII. Kolagen tipe I dan III ditemukan di sebagian besar lapisan membran janin, kecuali di lapisan korion trofoblas. Fibronektin, laminin, dan kolagen tipe I dan IV yang terletak di jaringan ECM yang merangkum sel-sel sitotrofoblas di korion. Kolagen tipe IV menyediakan rangka untuk perakitan protein struktural non kolagen dan merupakan komponen utama dari basal membran yang berperan dalam pembentukan dan pertahan struktur matrik. Kolagen tipe V dan VII adalah kolagen fibrillar normal, dan mereka memberikan fungsi pertahanantambahan
untuk basal membran bersamaan dengan kolagen tipe IV.16,17
Ekstaseluler matrik merupakan struktur yang sangat stabil, kompleks dan jarang mengalami perubahan, dimana remodelingnya sangat terkontrol. Perubahan dalam konten dan komposisi ECM menentukan sifat fisik dan biologisnya, termasuk kekuatan dan kerentanan terhadap degradasi. Komponen ECM sendiri juga mengandung matrikines yang bila terpapar oleh proteolisis memiliki efek kuat pada fungsi sel, termasuk merangsang produksi sitokin dan matriks metaloproteinase (MMP). Defek atau cacat dalam sintesis dan metabolisme ECM dan proses fisiologis dari pergantian ECM berkontribusi terhadap perubahan pada membran janin yang mendahului partus normal dan memberikan kontribusi pada kejadian patologis yang menyebabkan ketuban pecah dini. Sifat biokimia membran janin dari minggu 23-42 kehamilan, dan membran yang pecah sebelum waktunya dilaporkan kandungan kolagen menurun. Kekuatan membran menurun seiring bertambahnya usia kehamilan pada daerah yang lemah dibandingkan daerah yang kuat. Ini dikaitkan dengan terjadinya degradasi matrik melibatkan MMP dan apoptosis. Hal ini konsisten dengan peneliaian yang menyatakan mikroba ascending dapat menghasilkan protease mereka sendiri yang merusak matrik melalui jalur apoptosis. 16,17
2.6 Mekanisme Pecahnya Selaput Ketuban
Pecahnya selaput ketuban merupakan bagian integral dari onset dan perjalanan persalinan. Meskipun pecah ketuban spontan biasanya terjadi akibat adanya kontraksi uterus dan terjadi selama persalinan aterm, tetapi terdapat 10%
kejadian pecah ketuban sebelum munculnya kontraksi uterus pada kehamilan aterm dan 40% pada kehamilan preterm. Hal ini menunjukkan bahwa kekuatan kontraksi yang menyebabkan peregangan bukan merupakan faktor satu-satunya penyebab pecahnya selaput ketuban.18
Pecahnya selaput ketuban yang terjadi pada saat intrapartum disebabkan oleh penurunan kekuatan secara merata, pada seluruh bagian, akibat adanya kontraksi uterus dan peregangan yang berulang. Hal ini dibuktikan oleh percobaan Rangswamy dkk., yang menyimpulkan bahwa terdapat penurunan daya regang dari selaput ketuban yang sudah mengalami proses persalinan dibanding daya regang selaput ketuban yang belum mengalami proses persalinan.6
Kemudian muncul pertanyaan, apakah yang menyebabkan selaput ketuban pecah sebelum adanya kekuatan kontraksi? Berbagai penelitian yang telah
Kemudian muncul pertanyaan, apakah yang menyebabkan selaput ketuban pecah sebelum adanya kekuatan kontraksi? Berbagai penelitian yang telah