Sari Pustaka
PERAN
PADA KETUBAN PE
Ni Luh Lany Christina Prajawati
dr. Ketut Surya Negara, SpOG (K), MARS
PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS BAGIAN/SMF OBSTETRI DAN GINEKOLOGI
FK UNUD/RSUP SANGLAH
PERAN MMP-9 DAN TNF-α PADA KETUBAN PECAH DINI
Oleh :
Ni Luh Lany Christina Prajawati
Pembimbing :
dr. Ketut Surya Negara, SpOG (K), MARS
PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS BAGIAN/SMF OBSTETRI DAN GINEKOLOGI
FK UNUD/RSUP SANGLAH DENPASAR
2017
PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS-I
BAGIAN/SMF OBSTETRI DAN GINEKOLOGI
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ... i
DAFTAR ISI ... ii
DAFTAR GAMBAR ... iv
DAFTAR SINGKATAN ... v
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar Belakang ... 1
BAB II SARI PUSTAKA ... 5
2.1 Definisi Ketuban Pecah Dini ... 5
2.2 Angka Insiden Ketuban Pecah Dini ... 5
2.3 Struktur Selaput Ketuban ... 6
2.4 Faktor – Faktor Penyebab KPD ... 8
2.4.1 Faktor Infeksi ... 8
2.4.2 Faktor Nutrisi ... 10 2.4.3 Faktor Hormon 2.4.4 Apoptosis ... 11
2.4.5 Faktor Mekanis ... 11
2.5 Struktur, Komposisi, dan Metabolisme Matriks Ekstraseluler pada Membran Janin... 12
2.6 Mekanisme Pecahnya selaput ketuban... 16
2.6.1 Terbentuknya Paracervical Weak Zone pada Selaput Ketuban Aterm... 17
2.6.2 Peran Degradasi Matrik Ekstraseluler dan Apoptosis Pada Terbentuknya Paracervical Weak Zone... 19
2.7 Matrix Metalloproteinase-9 (MMP-9)... 20
2.8 Tumor Necrosis Factor (TNF-α)... 25
2.9 Peran Matrix Metalloproteinase-9 (MMP-9) pada KPD... 26
2.10 Peran Tumor Necrosis Factor (TNF-α) pada Ketuban Pecah Dini... 29
2.11 Interrelasi Aktivasi MMP-9 dan TNF-α Apoptosis dan pada Kejadian KPD... 35
BAB III RINGKASAN ... 38 DAFTAR PUSTAKA ... 39
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Skema Struktur Selaput Ketuban ... 7
Gambar 2.2 Diagram Berbagai Mekanisme Multifaktorial sebagai Faktor Resiko Ketuan Pecah Dini ... 12
Gambar 2.3 Distribusi komponen ECM, Kolagen dan Non Kolagen pada Amnion, Korion dan Desidua ... 14
Gambar 2.4 Gambaran Skematik dari Golongan Matrix Metalloproteinase ... 22
Gambar 2.5 Skema Aktivasi dari Matrik Metalloproteinase ... 23
Gambar 2.6 Signal TNF-α pada Lapisan Amnion Korion ... 31
Gambar 2.7 Dua Jalur Utama apoptosis pada Ketuban Pecah Dini...32
Gambar 2.8Aktivasi MMP dan Apoptosis...35
DAFTAR SINGKATAN
ASEAN : Association of Southeast Asian Nations APAF-1 : Apoptotic Protease Activating Factor ATP : Adenosine triphosphate
Ca2+ : Calcium
Bax : BCL2 - associated X Protein Bcl-2 : B – Cell Lymphoma 2
CARD : Caspase Recruitment Domain
DIABLO : Second Mitochondria-drived activator of caspase or SMAC DISC : Death Inducing Signaling Complex
ECM : Exstracellur Matrix
FADD : Fasassociated Death Domain FAS : Fatty Acid Sintase
FASL : Fatty Acid Sintase Ligan
GM-CSF : Granulocyte-Macrophage Colony Stimulating Factor GAG : Glycosaminoglican
IFN Gamma : Interferon Gamma IL-1 : Interleukin -1 KPD : Ketuban Pecah dini MMP : Matrix Metalloproteinase mRNA : Messenger RNA
MT-MMP : Membrane Type - Matrix Metalloproteinase Nf-kβ :
Nuclear Factor-kβ NK : Natural killer PMN : Polymorphonuclear PGE2 : Prostaglandin E2 PGF2α, : Prostaglandin F2α, p53 : Protein 53
ROI : Reactive OxygenIntermediates
RIP : Receptor Interacting Protein
TIMP : Tissue Inhibitor of matrix Metalloproteinase TNFR1 : TNF receptor 1
TNFR2 : TNF receptor 2
TGF : Transforming Growth Factor TNF-α : Tumor Necrosis Factor
TRADD : TNF Reseptor – Associated Death Domain TRAF2 : TNF receptor–associated factor-2
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Angka kematian ibu dan janin masih tertinggi di ASEAN. Salah satunya yakni saat ibu mengalami komplikasi dari kehamilan dan persalinan. Ketuban pecah dini (KPD) merupakan salah satu penyebab meningkatnya kematian pada ibu dan janin akibat dari komplikasi yang ditimbulkan sehingga akan terjadi peningkatan angka kematian ibu dan bayi. Ketuban pecah dini merupakan masalah penting dalam obstetri yang dapat menimbulkan morbiditas dan mortalitas pada maternal maupun perinatal yang signifikan. Selain itu, perawatan bayi akibat dari komplikasi yang ditimbulkan memerlukan biaya yang cukup besar untuk perawatan intensif.
Diperkirakan insiden KPD didunia berkisar antara 5 % sampai 15 % dari seluruh kehamilan, dimana KPD aterm dengan insidennya lebih tinggi 6-19 %, sedangkan pada kehamilan preterm insidensnya 2 % dari semua kehamilan dan berbeda pada setiap negara. Di China dilaporkan insiden KPD lebih tinggi sekitar 19,53 % dari seluruh kehamilan sedangkan di Indonesia berkisar antara 4,5 % sampai 7,6 %.1 Di Rumah Sakit Sanglah Denpasar, Suwiyoga dan Budayasa melaporkan angka kejadian kasus KPD sebesar12,92 % dimana kasus KPD aterm sebesar 83.23 % dan KPD preterm sebesar 16.77 % dari 2113 persalinan.2
Ketuban pecah dini (KPD) adalah pecahnya selaput ketuban secara spontan pada saat belum inpartu, bila diikuti satu jam kemudian tidak timbul tanda-tanda awal persalinan dan pemeriksaan tes lakmus positif. Hal ini dapat terjadi pada kehamilan aterm maupun preterm.3Komplikasi dari KPD dapat terjadi pada ibu maupun bayi. Pada usia kehamilan aterm, 8-10% wanita hamil mengalami ketuban pecah dini, dan para wanita ini memiliki risiko infeksi intrauteri yang meningkat bila interval antara pecah ketuban dan pelahiran semakin lama. Pada ketuban pecah dini aterm maka 70% dari wanita tersebut akan mengalami proses persalinan dalam 24 jam dan 90% dalam 72 jam.
Korioamnionitis ditemukan pada 9% kehamilan dengan ketuban pecah dini aterm, dimana resikonya meningkat hingga 24% apabila pecah ketuban terjadi lebih dari 24 jam sedangkan kehamilan preterm insidennya lebih besar yaitu 13-60 %.
Solusio plasenta terjadi 4-12 %, maternal sepsis 0.8% dan kematian 0.14 % kehamilan dengan ketuban pecah dini, merupakan komplikasi yang jarang.
Komplikasi yang terjadi pada bayi adalah infeksi intrauterine, kompresi tali pusat, Respiratory Distress Syndrome (RDS), Necrotizing enterocolitis, perdarahan
intraventriculer dan sepsis neonatorum. 4
Penyebab KPD bersifat multifaktorial, akan tetapi sulit menentukan penyebab pasti tersebut antara lain infeksi, hormonal, faktor prilaku (merokok, nutrisi, koitus), faktor mekanis (kehamilan kembar, polihidramnion, dan makrosomia). Namun demikian, bukti terkini menunjukkan bahwa pecahnya selaput ketuban juga sebagai hasil dari proses biokimia yang menyebabkan
degradasi kolagen di dalam matriks ekstraseluler pada lapisan amnion korion dan kematian sel secara terprogram pada selaput ketuban (Apoptosis). 5,6,7
Muncul pertanyaan, apakah yang menyebabkan selaput ketuban pecah sebelum adanya kekuatan kontraksi?. Ditemukan defek yang bersifat fokal yaitu area yang berdekatan dengan lokasi ruptur dideskripsikan sebagai “Paracervical weak zone”.8Melemahnya selaput ketuban pada daerah ini diakibatkan dari peningkatan ekspresi MMP-9 dan produksi pro-MMP-9 melalui degradasi ECM, Penurunan Tissue Inhibitor Of Metalloproteinase (TIMP). dan peningkatan sitokin lokal oleh Tumor Necrosis Factor (TNF-α) melalui proses apotosis. 9
Matrik metalloproteinase-9 menyebabkan degradasi ECM terutama kolagen tipe IV (membran utama penyusun basal membran) sehingga MMP-9 menjadi kontributor utama dalam ruptur membran aterm. Selanjutnya akan diikuti oleh aktivasi TNF-α melalui jalur ekstrinsik yang diperantarai oleh reseptor melibatkan ligan Fas dengan reseptor Fas akan mengatifkan caspase dan akhirnya memicu apoptosis. TNF-α adalah satu-satunya sitokin inflamatori yang dapat mengativasi MMP. Aktivasi MMP dan TNF – α telah menunjukkan kerja yang bersifat sinergis atau saling mempengaruhi untuk menyebabkan terjadinya pecah ketuban. 9
Terdapat bukti bahwa KPD terutama disebabkan terutama oleh infeksi pada traktus genitalis, dapat berupa infeksi bakteri (ekstraselular) atau bakteri obligat intraselular. Identifikasi mikroorganisme patologis pada flora vagina manusia segera setelah pecah ketuban mendukung konsep bahwa infeksi bakteri berperan pada patogenesa KPD. Respon terhadap infeksi akan mengaktivasi baik
MMP-9 maupun TNF-α.
Tingginya kasus infeksi intraseluler asimptomatis diantara ibu hamil atau wanita usia reproduksi dapat dipakai sebagai dasar kebijakan untuk perawatan dan tindakan pencegahan KPD dengan memberikan terapi antibiotika pencegahan untuk kasus-kasus resiko tinggi terjadinya ketuban pecah dini. Pada beberapa studi penatalaksanaan wanita terinfeksi dengan antikbiotik menurunkan angka KPD. Memahami faktor-faktor yang mungkin melemahkan selaput ketuban akan memiliki manfaat yang cukup besar terkait dengan mencegah dan mengobati KPD. 12Ketidakmampuan untuk mencegah KPD mungkin disebabkan kurangnya pemahaman tentang mekanisme molekuler dasar yang mendasari pecah ketuban.
Pustaka ini menggambarkan peran MMP-9 pada melemahnya membran yang menyebabkan ruptur dan interaksi antara MMP-9 dan TNF - αmenginduksi apoptosismembran melalui protein proapoptosis pada ketuban pecah dini.
BAB II SARI PUSTAKA
2.1 Definisi Ketuban Pecah Dini
Ketuban pecah dini (KPD) adalah pecahnya selaput ketuban secara spontan pada saat belum inpartu, bila diikuti satu jam kemudian tidak timbul tanda-tanda awal persalinan dan pemeriksaan tes lakmus positif. Hal ini dapat terjadi pada kehamilan aterm di mana usia kehamilan 37-42 minggu maupun kehamilan preterm yakni usia kehamilan ≤ 37 minggu. Pada kehamilan aterm, 8- 10 % kehamilan akan mengalami ketuban pecah dini.3
2.2 Angka Insiden Ketuban Pecah Dini
Insiden KPD didunia berkisar antara 5 % sampai 15 % dari seluruh kehamilan, dimana KPD aterm dengan insidennya lebih tinggi 6-19 %, sedangkan pada kehamilan preterm insidensnya 2 % dari semua kehamilan dan berbeda pada setiap negara. Di China dilaporkan insiden KPD lebih tinggi sekitar 19,53 % dari seluruh kehamilan sedangkan di Indonesia berkisar antara 4,5 % sampai 7,6 %.Di Rumah Sakit Sanglah Denpasar, Suwiyoga dan Budayasa melaporkan angka kejadian kasus KPD sebesar12,92 % dimana kasus KPD aterm sebesar 83.23 % dan KPD preterm sebesar 16.77 % dari 2113 persalinan.2
Komplikasi dari KPD dapat terjadi pada ibu maupun bayi. Komplikasi dari KPD dapat terjadi pada ibu maupun bayi. Pada usia kehamilan aterm, 8-10%
wanita hamil mengalami ketuban pecah dini, dan para wanita ini memiliki risiko infeksi intrauteri yang meningkat bila interval antara pecah ketuban dan pelahiran semakin lama. Pada ketuban pecah dini aterm maka 70% dari wanita tersebut akan mengalami proses persalinan dalam 24 jam dan 90% dalam 72 jam.
Korioamnionitis ditemukan pada 9% kehamilan dengan ketuban pecah dini aterm, dimana resikonya meningkat hingga 24% apabila pecah ketuban terjadi lebih dari 24 jam. Pada kehamilan preterm insidennya lebih besar yaitu 13-60 %. Solusio plasenta terjadi 4-12 %, maternal sepsis 0.8% dan kematian 0.14 % kehamilan dengan ketuban pecah dini, merupakan komplikasi yang jarang. Pada ketuban pecah dini aterm maka 70% dari wanita tersebut akan mengalami proses persalinan dalam 24 jam dan 90% dalam 72 jam. Komplikasi yang terjadi pada bayi adalah infeksi intrauterine, kompresi tali pusat, Respiratory Distress Syndrome (RDS), Necrotizing enterocolitis, perdarahan intraventriculer dan sepsis
neonatorum.4
2.3 Struktur Selaput Ketuban
Selaput membran ketuban terdiri dari lapisan amnion dan lapisan chorion, tidak mengandung pembuluh darah dan saraf, sehingga kebutuhan nutrisinya disuplai melalui cairan ketuban. Lapisan chorion lebih tebal dan lebih seluler namun lapisan amnion lebih kaku dan kuat karena memiliki daya regang yang
lebih besar. Ketebalan lapisan amnion + 20% dari ketebalan selaput membran ketuban yakni rata – rata tebalnya 0,08 - 0,12 mm.14
Selaput ketuban terdiri dari beberapa lapisan yang berbeda secara morfologi yang tersusun dari lima lapisan yang terpisah, yakni lapisan epitel amnion, lapisan membran basal, lapisan kompak, lapisan firoblas dan lapisan spongiosum. Lapisan yang paling dalam, yang terdekat dengan janin, terdiri dari sel epitel amnion yang tersusun di atas membran basal yang kaya kolagen IV dan glikoprotein non-kolagen. Di bawah membran basal terdapat lapisan kompakta tersusun atas kolagen tipe I, III dan V yang dihasilkan oleh sel mesenkim pada lapisan fibroblas, lapisan yang paling tebal. Lapisan intermediet/berongga (spongy) terdapat di bawah lapisan fibroblas, terdiri dari proteoglikan dan glikoprotein serta kolagen tipe III. 1
Gambar 2.1
Skema struktur selaput ketuban. 14
Lapisan ini memisahkan amnion dengan korion. Korion terdiri dari tropoblast, pseudobasement membrane, lapisan reticuler dan lapisan seluler.
Lapisan ini melekat erat dengan jaringan desidua uterus.13 Telah dikonfirmasi bahwa kolagen tipe I, III, IV, V, VI ditemukan pada berbagai lapisan amnionkorion. Kolagen (interstisial) tipe I dan III predominan dan membentuk ikatan parallel yang mempertahankan integritas mekanik amnion. Kolagen tipe V dan VI membentuk penghubung filamentosa antara kolagen interstitial dan membran basal epitel. Sel mesenkim merupakan tempat sintesis kolagen pada amnion di mana mencapai puncaknya pada amnion di awal kehamilan, mulai menurun setelah usia kehamilan 12 -14 minggu dan mencapai kadar terendahnya pada saat aterm.15
2.4 Faktor – Faktor Penyebab KPD
Penyebab ketuban pecah dini masih belum dapat diketahui dan tidak dapat ditentukan secara pasti. Beberapa laporan menyebabkan faktor-faktor yang berhubungan erat dengan ketuban pecah dini, namun faktor-faktor mana yang lebih berperan sulit diketahui. AdapunBeberapa faktor yang menyebabkan kelemahan selaput terjadi lebih dini yakni faktor infeksi, nutrisi, hormon, apoptosis dan mekanik.
2.4.1 Faktor Infeksi
Infeksi dapat terjadi secara langsung pada selaput ketuban maupun ascendingdari vagina atau infeksi pada cairan ketuban. Infeksi saluran genital
menjadi pencetus pecahnya selaput ketuban pada hewan percobaan dan manusia.
Data epidemiologi menunjukkan hubungan antara koloni saluran genital oleh Streptococcus group B, Chlamydia trachomatis, Neisseria gonorrhoeae, dan
mikroorganisme penyebab vaginosis bakteri (bakteri anaerob, Gardnerellavaginalis, Mobiluncus sp, dan mikoplasma genital) akan meningkatkan risiko KPD. Hasil beberapa studi menunjukkan bahwa pengobatan wanita infeksi dengan antibiotik akan menurunkan angka KPD. Infeksi sistemik lain bisa berasal dari penyakit periodontal, pneumonia, sepsis, prankreatis, pielonefritis, korioamnionitis dan infeksi amnion semuanya berhubungan dengan terjadinya pecahnya ketuban. 13, 16
Infeksi dapat menyebabkan ketuban pecah dini sebesar 10-30% melalui beberapa mekanisme. Beberapa flora vagina, termasuk Streptococcus group B, Staphylococcus aureus, Trichomonas vaginalis, dan bakteri penyebab vaginosis bakterialis akan menghasilkan protease yang dapat menurunkan kadar kolagen dan melemahkan selaput ketuban. Respon terhadap infeksi berupa reaksi inflamasi akan merangsang produksi sitokin, MMP dan prostaglandin oleh netrofil PMN dan makropag ke tempat infeksi. Interleukin -1 dan tumor nekrosis faktor α yang diproduksi oleh monosit akan meningkatkan aktivitas MMP-1 dan MMP-3 pada sel- sel korion. 13, 16
Infeksi bakteri dan respon inflamasi juga merangsang produksi prostaglandin oleh selaput ketuban yang diduga berhubungan dengan ketuban
pecah dini karena menyebabkan iritabilitas uterus dan degradasi kolagen membran. Beberapa jenis bakteri tertentu dapat menghasilkan fosfolipase A2 yang melepaskan prekursor prostaglandin dari membran fosfolipid. Respon imunologis terhadap infeksi juga menyebabkan produksi prostaglandin E2 oleh sel korion akibat perangsangan sitokin yang diproduksi oleh monosit. Sitokin juga terlibat dalam induksi enzim siklooksigenase II yang berfungsi mengubah asam arakidonat menjadi prostaglandin. Prostaglandin E2 diketahui mengganggu sintesis kolagen pada selaput ketuban dan meningkatkan aktivitas dari MMP-1 dan MMP-3. 4
2.4.2 Faktor Nutrisi
Gangguan nutrisi seperti mikronutrien merupakan faktor presdisposisi adanya gangguan pada struktur kolagen. Asam askorbat yang berperan dalam pembentukan struktur kolagen tripel heliks berhubungan dengan pecahnya selaput ketuban. Zat tersebut kadarnya lebih rendah pada kasus ketuban pecah dini.17
2.4.3 Faktor Hormon
Progesteron dan estradiol dapat menekan proses remodeling matriks ektraselular pada jaringan reproduktif. Kedua hormon tersebut menurunkan konsentrasi MMP-1 dan MMP-3 serta meningkatkan konsentrasi TIMP pada fibroblas serviks kelinci. Tingginya konsentrasi progesteron dapat menyebabkan penurunan produksi kolagenase pada serviks kelinci, meskipun kadar yang lebih rendah dapat menstimulasi produksi kolagen. Ada juga protein relaksin yang
berfungsi mengatur remodeling jaringan ikat, diproduksi secara lokal oleh sel desidua dan plasenta. Hormon ini mempunyai aktivitas yang berlawanan dengan efek inhibisi oleh progesteron dan estradiol dengan meningkatkan ekspresi MMP- 3 dan MMP-9 dalam selaput ketuban. Aktivitas hormon ini meningkat sebelum persalinan pada selaput saat aterm. 18
2.4.4 Apoptosis
Apoptosis adalah suatu proses kematian sel secara terprogram atau programmed cell death yang terjadi secara normal selama proses perkembangan dan penuaan semua jaringan tubuh. Terdapat sel-sel apoptosis di daerah yang berdekatan dengan robekan selaput ketuban yang disebut paracervical weak zone.
Selaput ketuban di daerah supraservikal menunjukkan peningkatan aktivitas MMP-9 yang menyebabkan degradasi matrik ekstraseluler dan aktivitas petanda apoptosis melalui TNF-α selaput ketuban.9
2.4.5 Faktor Mekanis
Peregangan secara mekanis seperti pada polihidramnion, kehamilan ganda dan berat badan bayi besar (trauma) akan menyebabkan regangan selaput ketuban yang akan merangsang beberapa faktor di selaput ketuban yakni prostaglandin E2 dan interleukin-8. Selain itu peregangan juga merangsang aktivitas MMP-1 pada membran. Interleukin-8 diproduksi dari sel amnion dan korionik bersifat kemotaktik terhadap neutrofil dan merangsang aktifitas kolagenase.
Hal – hal tersebut akan menyebabkan terganggungnya keseimbangan proses sintesis dan degradasi matriks ekstraseluler yang akhirnya menyebabkan
pecahnya selaput ketuban. Konsentrasi interleukin
trimester kedua kehamilan rendah, tetapi akan meningkat cukup tinggi pada akhir kehamilan, dan diinhibisi oleh progesteron. Ja
prostaglandin amnion akan memperlihatkan perubahan biokimia pada selaput ketuban yang mungkin dimulai oleh adanya regangan selaput ketuban dan apoptosis.18
Diagram berbagai mekanisme multifaktorial sebag
pecahnya selaput ketuban. Konsentrasi interleukin-8 dalam cairan amnion selama trimester kedua kehamilan rendah, tetapi akan meningkat cukup tinggi pada akhir kehamilan, dan diinhibisi oleh progesteron. Jadi produksi interleukin
prostaglandin amnion akan memperlihatkan perubahan biokimia pada selaput ketuban yang mungkin dimulai oleh adanya regangan selaput ketuban dan
Gambar 2.2
Diagram berbagai mekanisme multifaktorial sebagai faktor resiko ketuban pecah dini.14
8 dalam cairan amnion selama trimester kedua kehamilan rendah, tetapi akan meningkat cukup tinggi pada akhir di produksi interleukin-8 dan prostaglandin amnion akan memperlihatkan perubahan biokimia pada selaput ketuban yang mungkin dimulai oleh adanya regangan selaput ketuban dan
resiko
2.5 Struktur, Komposisi, dan Metabolisme Matriks Ekstraseluler pada Membran Janin
Reproduksi membutuhkan remodeling dari jaringan yang berkaitan dengan peristiwa penting dalam ovulasi, menstruasi, implantasi, plasentasi, partus, rahim, dan perbaikan serviks setelah persalinan. Proses remodeling dan perbaikan mempengaruhi sel dan matriks ekstraseluler (ECM) sekitarnya. Perubahan dinamis pada ECM menghasilkan perubahan dalam komposisi stroma, yang pada akhirnya dapat mempengaruhi fungsi sel. Peristiwa ini dimediasi melalui reseptor membran yang mengenali komponen ECM tertentu, atau melalui penyerapan atau pelepasan faktor pertumbuhan, terutama anggota dari keluarga faktor pertumbuhan transforming growth factor (TGF), yang dikenal untuk memainkan peran kunci dalam reproduksi. Protein ECM mayor juga mempengaruhi stabilitas ECM, dan karena itu dapat menjadi faktor yang menyebabkan efek samping termasuk plasentasi abnormal, ketuban pecah dini, insufisiensi serviks, ruptur uterus, dan prolaps organ panggul. 15
Matriks ekstraselular (ECM) memainkan peran penting dalam menentukan fungsi sel dan organ: (1) merupakan suatu organisasi substrat yang memberikan kekuatan regangan jaringan; (2) merupakan sel-sel pengikat dan mempengaruhi morfologi dan fungsi sel melalui interaksi dengan reseptor permukaan sel; dan (3) adalah suatu reservoir untuk faktor pertumbuhan. Matriks Ekstraseluler ditemukan di semua jaringan mamalia. Matriks Ekstraseluler (ECM) terdiri atas protein struktural yang terdiri dari berbagai jenis kolagen (lebih dari 28 jenis rantai yang berbeda) dan non kolagen. Kolagen fibrilliar terdiri dari tipe I, II, III, V dan XI,
memberikan struktur dan bentuk, serta merupakan komponen utama dari kulit dan tulang, sedangkan kolagen jenis lainnya berfungsi untuk pe
membran basal.Kolagen yang dominan pada cervix adalah tipe I dan III, dan beberapa tipe IV dan V, Tipe kolagen tersebut juga merupakan kolagen yang dominan pada selaput membran janin. Non kolagen terdiri dari mikrofibril, elastin, laminin, fibronektin, tenascin, dan protein matrix seluler yakni glycosaminoglycan, proteoglikan dan thrombospondin.
Distribusi komponen ECM, Kolagen dan non kolagen pada amnio, korion dan
Elastin memiliki kemampuan meregang seperti karet, memberikan ketahanan untuk jaringan dalam pembentukan dan pemeliharaan arsitektur jaringan. Proteoglycan menyebabkan akumulasi hyaluronan dan air di ECM sehingga menyebabkan penyebaran fibril, mencegah agr
menyebabkan menurunan daya regang. Glycosaminoglican (GAG) berfungsi memberikan struktur dan bentuk, serta merupakan komponen utama dari kulit dan tulang, sedangkan kolagen jenis lainnya berfungsi untuk pembentukan jaringan di membran basal.Kolagen yang dominan pada cervix adalah tipe I dan III, dan beberapa tipe IV dan V, Tipe kolagen tersebut juga merupakan kolagen yang dominan pada selaput membran janin. Non kolagen terdiri dari mikrofibril, inin, fibronektin, tenascin, dan protein matrix seluler yakni glycosaminoglycan, proteoglikan dan thrombospondin. 17
Gambar . 2.3
Distribusi komponen ECM, Kolagen dan non kolagen pada amnio, korion dan desidual16
Elastin memiliki kemampuan meregang seperti karet, memberikan ketahanan untuk jaringan dalam pembentukan dan pemeliharaan arsitektur jaringan. Proteoglycan menyebabkan akumulasi hyaluronan dan air di ECM sehingga menyebabkan penyebaran fibril, mencegah agregasi dan akhirnya menyebabkan menurunan daya regang. Glycosaminoglican (GAG) berfungsi memberikan struktur dan bentuk, serta merupakan komponen utama dari kulit dan mbentukan jaringan di membran basal.Kolagen yang dominan pada cervix adalah tipe I dan III, dan beberapa tipe IV dan V, Tipe kolagen tersebut juga merupakan kolagen yang dominan pada selaput membran janin. Non kolagen terdiri dari mikrofibril, inin, fibronektin, tenascin, dan protein matrix seluler yakni
Distribusi komponen ECM, Kolagen dan non kolagen pada amnio, korion dan
Elastin memiliki kemampuan meregang seperti karet, memberikan ketahanan untuk jaringan dalam pembentukan dan pemeliharaan arsitektur jaringan. Proteoglycan menyebabkan akumulasi hyaluronan dan air di ECM egasi dan akhirnya menyebabkan menurunan daya regang. Glycosaminoglican (GAG) berfungsi
dalam proses aktivasi sitokin yakni mengaktifkan berbagai inflammatory sel seperti makrofag. GAG (decorin) sebagai fibrillogenesis kolagen. Diakhir kehamilan, dekorin meningkat pada servik akan menyebabkan peyusunan fibril dan fibril tersisah.15 Sel mesenkimal adalah tempat sintesis dan pengolahan kolagen di amnion. Sebagian besar prokolagen α1(I), α2(I), dan α1(III) messenger RNA (mRNA) diperlukan untuk sintesis kolagen, ditemukan dalam sel mesenkimal amnion, dan dalam jumlah yang tak berarti ditemukan dalam sel epitelial amnion. Sintesis kolagen tipe I dan III jugaminimal pada sel epitelial amnion, sedangkan dalam jumlah besar diproduksi oleh sel mesenkimal. 15
Distribusi komponen ECM, kolagen tipe I, III, IV, V, dan VI, pada membran janin manusia waktu persalinan telah diperiksa dengan teknik imunohistokimia. Ekstraseluler matrik membentuk kerangka arsitektur amniochorion. Daya regang selaput ketuban tergantung pada jenis kolagen yang membentuk ECM. Kolagen adalah komponen struktural utama selaput ketuban.
Daya regang utama disediakan oleh kolagen interstitial tipe I dan III, bersama- sama dengan sejumlah kecil jenis V, VI, dan VII. Kolagen tipe I dan III ditemukan di sebagian besar lapisan membran janin, kecuali di lapisan korion trofoblas. Fibronektin, laminin, dan kolagen tipe I dan IV yang terletak di jaringan ECM yang merangkum sel-sel sitotrofoblas di korion. Kolagen tipe IV menyediakan rangka untuk perakitan protein struktural non kolagen dan merupakan komponen utama dari basal membran yang berperan dalam pembentukan dan pertahan struktur matrik. Kolagen tipe V dan VII adalah kolagen fibrillar normal, dan mereka memberikan fungsi pertahanantambahan
untuk basal membran bersamaan dengan kolagen tipe IV.16,17
Ekstaseluler matrik merupakan struktur yang sangat stabil, kompleks dan jarang mengalami perubahan, dimana remodelingnya sangat terkontrol. Perubahan dalam konten dan komposisi ECM menentukan sifat fisik dan biologisnya, termasuk kekuatan dan kerentanan terhadap degradasi. Komponen ECM sendiri juga mengandung matrikines yang bila terpapar oleh proteolisis memiliki efek kuat pada fungsi sel, termasuk merangsang produksi sitokin dan matriks metaloproteinase (MMP). Defek atau cacat dalam sintesis dan metabolisme ECM dan proses fisiologis dari pergantian ECM berkontribusi terhadap perubahan pada membran janin yang mendahului partus normal dan memberikan kontribusi pada kejadian patologis yang menyebabkan ketuban pecah dini. Sifat biokimia membran janin dari minggu 23-42 kehamilan, dan membran yang pecah sebelum waktunya dilaporkan kandungan kolagen menurun. Kekuatan membran menurun seiring bertambahnya usia kehamilan pada daerah yang lemah dibandingkan daerah yang kuat. Ini dikaitkan dengan terjadinya degradasi matrik melibatkan MMP dan apoptosis. Hal ini konsisten dengan peneliaian yang menyatakan mikroba ascending dapat menghasilkan protease mereka sendiri yang merusak matrik melalui jalur apoptosis. 16,17
2.6 Mekanisme Pecahnya Selaput Ketuban
Pecahnya selaput ketuban merupakan bagian integral dari onset dan perjalanan persalinan. Meskipun pecah ketuban spontan biasanya terjadi akibat adanya kontraksi uterus dan terjadi selama persalinan aterm, tetapi terdapat 10%
kejadian pecah ketuban sebelum munculnya kontraksi uterus pada kehamilan aterm dan 40% pada kehamilan preterm. Hal ini menunjukkan bahwa kekuatan kontraksi yang menyebabkan peregangan bukan merupakan faktor satu-satunya penyebab pecahnya selaput ketuban.18
Pecahnya selaput ketuban yang terjadi pada saat intrapartum disebabkan oleh penurunan kekuatan secara merata, pada seluruh bagian, akibat adanya kontraksi uterus dan peregangan yang berulang. Hal ini dibuktikan oleh percobaan Rangswamy dkk., yang menyimpulkan bahwa terdapat penurunan daya regang dari selaput ketuban yang sudah mengalami proses persalinan dibanding daya regang selaput ketuban yang belum mengalami proses persalinan.6
Kemudian muncul pertanyaan, apakah yang menyebabkan selaput ketuban pecah sebelum adanya kekuatan kontraksi? Berbagai penelitian yang telah dilakukan menemukan bahwa pada selaput ketuban yang pecah sebelum inpartu (ketuban pecah dini) ditemukan adanya defek yang bersifat fokal. Area yang berdekatan dengan lokasi ruptur dideskripsikan sebagai “restricted zone of extreme altered morphology” yang ditandai oleh adanya pembengkakan dan
kerusakan jaringan fibriler kolagen pada masing-masing lapisan kompak, fibroblas dan lapisan berongga.10
2.6.1 Terbentuknya Paracervical Weak Zone pada Selaput Ketuban Aterm Model pada tikus percobaan menunjukkan bahwa amnion, sebagai komponen terkuat dari selaput ketuban, memiliki kekuatan 6-9 kali lebih kuat dibandingkan korion yang hanya berkontribusi sebesar 10-15 persen dari kekuatan
selaput ketuban.8,9 Penelitian oleh mahalia dkk, menyimpulkan bahwa apoptosis dan degradasi matriks ekstraselluler pada selaput ketuban hewan coba tikus terjadi sebelum onset persalinan. Akibat dari kedua proses ini terjadi perubahan bentuk fisik amnion dari lembaran yang elastis menjadi jeli tidak berbentuk, sebelum onset persalinan akibat kematian sel epitel amnion dan juga lisis matriks kolagen
di bawahnya. Akhirnya selaput ketuban menjadi semakin lemah dan semakin rentan untuk pecah mendekati akhir masa kehamilan. 9
Malak dan Bell pada tahun 1994 adalah yang pertamakali menemukan adanya sebuah area yang disebut dengan “high morphological change” pada selaput ketuban pada daerah di sekitar serviks. Daerah ini merupakan 2-10% dari keseluruhan permukaan selaput ketuban. Bell dan kawan-kawan kemudian lebih lanjut menemukan bahwa area ini ditandai dengan adanya peningkatan MMP-9, peningkatan apoptosis trofoblas, perbedaan ketebalan membran, dan peningkatan myofibroblas.18Penelitian lain oleh Rangaswamy dkk.mendukung konsep paracervical weak zone tersebut. Mereka menemukan bahwa selaput ketuban
daerah paraservikal pecah dengan hanya 20-50% dari kekuatan yang dibutuhkan untuk menimbulkan robekan di area selaput ketuban lainnya.6 Dengan menggunakan pemeriksaan histologi hematoksilin-eosin tampak gambaran perubahan yang sesuai dengan gambaran histologi khas apoptosis yang terutama terjadi pada daerah paraservikal.9
Berbagai penelitian tersebut mendukung konsep adanya perbedaan zona pada selaput ketuban, khususnya zona di sekitar serviks yang secara signifikan lebih lemah dibandingkan dengan zona lainnya seiring dengan terjadinya
perubahan pada susunan biokimia dan histologi. Pada paracervical ini terjadi dekstruksi dan pembengkakan jaringan ikat dimana daerah ini tidak memiliki desidua atau jika ada desidua tampaknya nyata tipis dibandingkan dengan daerah lain. Hasil ini konsisten dengan penelitian lain yakni menunjukkan bahwa supraservical merupakan daerah integritas struktural yang lemah, rentan terhadap ruptur selama persalinan (SCS). Paracervical weak zone ini telah muncul sebelum terjadinya pecah selaput ketuban dan berperan sebagai initial breakpoint.9
2.6.2 Peran Degradasi Matrik Ekstraseluler dan Apoptosis pada Terbentuknya Paracervical Weak Zone
Proses apakah yang menyebabkan pembentukan paracervical weak zone?
Seperti yang telah diungkapkan sebelumnya, pecahnya selaput ketuban juga sebagai hasil dari proses biokimia yang menyebabkan degradasi kolagen di dalam matriks ekstraseluler pada lapisan amnion korion dan kematian sel secara terprogram pada ketuban (apoptosis).9 Dalam membran janin tikus aterm, terjadi peningkatan MMP yang sesuai dengan penurunan kolagen. Ekspresi MMP-9 dan produksi pro-MMP-9 signifikan meningkat pada daerah paracervical lapisan amnionkorion. Maka, MMP-9 menjadi kontributor utama dalam ruptur membran aterm dimana peningkatan MMP-9 dapat mengakibatkan degradasi ECM.
Penelitian lain oleh Reti dan kolega menunjukkan bahwa selaput ketuban di daerah paraservikal menunjukkan peningkatan aktivitas petanda apoptosis yaitu cleaved-caspase-3, cleaved-caspase-9, dan penurunan aktivitas anti-apoptosis, Bcl-2.Pada daerah supraservikal, dimana protein-protein tersebut merupakan
protein yang berperan pada jalur intrinsik. 8,9Penelitian Sebelumnya, jalur apoptosis intrinsik telah terbukti menjadi jalur dominan pada lapisan amniochorion. Namun pada penelitian lain, menemukan bahwa jalur ekstrinsik oleh TNF-α melibatkan interaksi transmembran yang diperantarai oleh reseptor melibatkan ligan Fas dengan reseptor Fas memicu apoptosis. Perubahan ekspresi protein pro dan antiapoptosis pada daerah paraservikal menyebabkan kelemahan integritas struktur selaput ketuban dan meningkatkan risiko terjadinya pecah ketuban. Metode lain untuk membuktikan adanya proses apoptosis dilakukan oleh Kataoka, dkk. dengan cara mengukur derajat fragmentasi DNA dengan densitometer. Didapatkan hasil laju apoptosis ditemukan lebih tinggi pada amnion dari pasien dengan ketuban pecah dini dibandingkan pasien tanpa ketuban pecah dini, dan laju apoptosis ditemukan paling tinggi pada daerah sekitar serviks dibandingkan dengan daerah fundus.22
Melemahnya selaput ketuban diakibatkan dari ketidakseimbangan antara Matrix Metalloproteinase (MMP) dan Tissue Inhibitor Of Metalloproteinase (TIMP) melalui degradasi kolagen dan peningkatan sitokin lokal oleh Tumor Necrosis Factor (TNF-α) melalui proses apoptosis. Aktivasi MMP dan TNF – α
telah menunjukkan kerja yang bersifat sinergis atau saling mempengaruhi untuk menyebabkan terjadinya pecah ketuban. 9
2.7. Matrix Metalloproteinase-9 (MMP-9)
Matrix Metalloproteinaseadalah proteinase remodelling ECM yang utama,
memainkan peran utama untuk degradasi kolagen, akan tetapi juga berfungsi
dalam perbaikan dan remodeling jaringan, seperti angiogenesis, penyembuhan luka, tumbuh kembang embrio, morfogenesis organ, remodelling tulang rawan, pertumbuhan tulang, perbaikan kornea, dan kesehatan periodontal. Fungsinya tidak hanya terbatas pada degradasi matrix extracellular. MMP berperan dalam migrasi sel, diferensiasi sel, pertumbuhan sel, apoptosis dan respon inflamasi yang tidak berhubungan dengan degradasi kolagen atau molekul matriks lainnya. 5
Matrix Metalloproteinase merupakan calsium-based and zinc-dependent endopeptidase yang ditemukan pada tahun 1962. Untuk ekspresi dan aktivasi ensim MMP tersebut diperlukan Zn2+ dan Ca2+ dimana memiliki mekanisme katalitik yang menggunakan zinc untuk mendegradasi komponen matriks ekstraseluller.Manusia memiliki 23 jenis MMP berdasarkan urutan asam amino utama mereka dan spesifisitas substratnya.5 Substrat tersebut dibagi berdasarkan beberapa kelompok meliputi23
1. Kolagenase (MMP-1, -8, dan -13),
Meliputi MMP-1 (kolagen interstitial), MMP-8 yang disekresikan oleh neutrofil, dan MMP-13. Tipe kolagen ini dapat memecah kolagen yang berstruktur helix dan menghancurkan kolagen tipe I dan III.
2. Gelatinase (MMP-2 dan -9)
meliputi MMP-2 dan MMP-9. Kelompok ini mempunyai struktur fibronektin tipe II yang berfungsi untuk berikatan dengan gelatin dan memecah struktur gelatin. Mampu mengurai lebih lanjut fragmen kolagen yang telah didenaturasi oleh kolagenase interstitial. Gelatinase juga memecah komponen membran basal dan proteoglikan.
3. Matrilysins
meliputiMMP-7 dan -26
4. stromelysins
meliputi MMP-3, MMP-10, dan MMP-11, yang dapat menghancurkan kolagen tipe IV, V, IX,dan X
5. MMP tipe membran (MMP-14)
Meliputi MMP-14, , -15, -16, -17, -24, dan -25 kelompok ini memiliki furin pada strukturnya yang memiliki fungsi mengaktivasi MMP di intraselular, tipe ini tidak diekskresikan ke ekstraselular.
Gambar 2.4
Gambaran Skematik dari Golongan Matrix Metalloproteinase.5
Matrix metalloproteinase memiliki 4 bagian yang berbeda, yang terdiri dari bagian N-teminal pro-domain, bagian katalis, bagian penghubung dan bagian C-terminal hemopexin. Keseluruhan lengan tersebut nantinya kan berperan untuk pengenalan substrat makromolekul dan ikut berinteraksi dengan TIMP. Bagian
pro-domain terdiri dari urutan kekal dengan kelompok sistein sulfhidril yang tidak berpasangan yang kemudian interaksinya dengan bagian aktif zinc yang berfungsi mempertahankan enzim pada bentuk laten. Bagian prodomain beberapa MMP memiliki kemampuan untuk mengenali enzim furin-like, dimana enzim hasil pemecahannya menghasilkan aktivasi MMP. Bagian katalis dari gelatinase terdiri dari tiga gelatin-binding fibronektin tipe II. Bagian hemopexin/vitronectin terlipat menjadi struktur baling-baling dengan empat bilah.5
Gambar 2.5
Skema aktivasi dari Matrik Metalloproteinase.23
Matrix metalloproteinase disintesis dalam bentuk laten oleh beberapa sel seperti fibroblas dan leukosit. Mekanisme kerja MMP mengakibatkan degradasi matriks ekstraselular yaitu adanya suatu stimulus yang bekerja melalui ikatan
membran atau reseptor interselular, yang akan menimbulkan signal cascade intraselular sehingga menyebabkan sintesis MMP mRNA. Kemudian MMP mRNA dirubah dalam bentuk laten atau pro-MMP. Mayoritas pro-MMP, diproduksi dalam bentuk laten yang membutuhkan aktivasi di dalam ekstraselular oleh proteinase lain. Aktivasi cascade ini dapat terjadi melalui MMPs lainnya, seperti MT-MMPs, proteinase serin seperti jalur-plasmin plasminogen aktivator, atau proteinase lainnya. Setelah MMP aktif, dapat mendegradasi matrik ekstraseluler. Atau MMP aktif dapat terikat oleh inhibitor MMP, seperti TIMP, yang mengakibatkan adanya inhibisi pada aktivitas MMP.23
Aktivitas MMP dikontrol secara ketat oleh mekanisme regulator yang kompleks, termasuk aktivasi proteolitik, up- and down-regulation oleh induktor dan inhibitor, dan penghambatan langsung melalui aktivator dan inhibitor jaringan metalloproteinase (TIMPs). Keseimbangan antara konsentrasi MMP dan TIMP membantu mengontrol aktivitas proteolitik. Gangguan keseimbangan fisiologik antara MMP dan inhibitornya dapat mengakibatkan kelainan jaringan. MMP diproduksi oleh amnion, korion, dan desidua, berperan penting dalam mempertahankan dan menghancurkan matriks ekstraseluler koriomanion dan serviks. Pada selaput ketuban, MMPs memfasilitasi pecahnya selaput baik yang normal dan yang patologis yaitu ketuban pecah dini. Peningkatan ekspresi komponen MMP di cairan amnion berhubungan dengan penurunan kekuatan tegangan membran, yang menyebabkan ruptur selaput ketuban. Selama proses persalinan manusia (cukup bulan atau kelahiran prematur), pecahnya selaput ketuban dikaitkan dengan peningkatan yang signifikan konsentrasi aktif MMP-9
dan penurunan signifikan nilai rata-rata konsentrasi aktif TIMP-1 dan -2.5
2.8 Tumor Necrosis Factor (TNF-α)
Sitokin adalah protein perantara yang dikeluarkan oleh sel-sel imun yang berfungsi mengatur fungsi sel imun lain. Sitokin disekresikan oleh sel inflamasi dan sel imun begitu juga growth factor, onkogen, kemokin dan faktor terlarut lainnya yang mempengaruhi diferensiasi pertumbuhan dan viabilitas dari sel.
Sitokin dibagi menjadi 6 kelompok yaitu interleukin, colony-stimulating factor, interferon, tumor necrosis factor, growth factor dan kemokin.25
TNF-αadalah sitokin yang berperan dalam regulasi inflamasi, pertahanan tubuh, apoptosis, autoimunitas dan perkembangan organ. TNF-α diproduksi utama oleh makrophage dan juga diproduksi oleh banyak sel meliputi limposit T dan B, mas sel, fibroblasts, keratinocytes, osteoblasts, sel otot polos dan distimulasi oleh pertama, infeksi yang terdiri dari bacterial produk (liposakarida), virus, jamur, parasite. Kedua, inflamasi meliputi sitokin (IL-1, interferon, virus, parasite, complemen dan imun complek). Ketiga, injuri. Terdapat 2 bentuk TNF, yaitu TNF-α dan TNF-β. TNF-α diproduksi oleh berbagai jenis sel T, sel B, Natural killer (NK), astrosit dan Kupfer. Pembentukan terjadi sebagai respon
terhadap rangsangan bakteri, virus dan sitokin granulocyte makrofag stimulating factor (GM-CSF, IL-1, IL-2, IFN gama), kompleks imun, komponen-komplemen C5a dan reactive oxygenintermediates (ROI). Sebaliknya TNF-β disekresi oleh sel T dan sel B teraktivasi; ia dapat berada pada permukaan sel bila terikat pada
protein transmembran LT- β.22. TNF-α memiliki fungsi biologi utama untuk menginduksi inflamasi melalui jalur signaling melibatkan interaksi transmembran yang diperantarai 2 reseptor yakni TNF receptor 1 (TNFR1) and TNF receptor 2 (TNFR2). Jalur ini akan menginduksi apoptosis. 25
TNF-α dahulu dikenal dengan berbagai nama, yaitu cachetin, necrosin, sitotoksin makrofag atau faktor sitotoksik. Bersama-sama dengan interferron
(IFN) gama, TNF-α bersifat sitotoksin bagi banyak jenis sel tumor. TNF-α terbukti juga merupakan modulator respon imun kuat yang memperantarai induksi molekul adhesi, sitokin lain dan aktivasi netrofil. Disamping berfungsi meningkatkan ekspresi molekul adhesi yang memudahkan leukosit melekat pada permukaan endotel, dan merangsang sel fagosit mononuclear untuk mensekresi chemokine, serta mengaktivasi leukosit, TNF yang diproduksi dalam jangka
panjang dengan konsentrasi rendah dapat mengakibatkan tissue remodeling. TNF dapat berfungsi sebagai faktor angiogenesis dan membentuk pembuluh darah baru, dan dapat berfungsi sebagai faktor pertumbuhan fibroblast yang mengakibatkan pembentukan jaringan ikat. 25
2.9 Peran Matrix Metalloproteinase-9 (MMP-9) pada KPD
Selama masa kehamilan keutuhan dari selaput ketuban tetap terjaga oleh karena aktivitas MMP yang rendah dan konsentrasi TIMP yang relatif lebih tinggi. Saat mendekati persalinan keseimbangan tersebut akan bergeser, kadar MMP yang meningkat dan penurunan TIMP akan menyebabkan terjadinya degradasi matrik ekstraseluler selaput ketuban. Pada ketuban pecah dini terjadi
perubahanseperti penurunan jumlah jaringan kolagen dan terganggunya struktur kolagen, serta peningkatan aktivitas kolagenolitik. 23
Degradasi kolagen dikendalikan oleh MMP yang memiliki spesifisitas berbeda untuk tiap- tipe kolagen. Matrix metallproteinase sendiri dapat dimodulasi oleh tissue inhibitor of matrix metalloproteinases (TIMPs). Rasio MMP / TIMP merupakan indikator yang baik dari degradasi kolagen dimana menentukan apakah kolagen tersebut akan mengalami degradasi atau tidak.
Degradasi, yang diikuti dengan deposisi kolagen baru berupa fibroblas, menentukan hasil akhir kekuatan sebuah jaringan. 23
Matrix Metalloproteinases -1, MMP-2, MMP-3, MMP-8 dan MMP-9 telah ditemukan pada amniokorion. MMP-1 adalah MMP yang dominan sebelum dimulainya kontraksi. MMP-2 kadarnya menetap dan tidak berespon terhadap sitokin atau perubahan yang berkaitan dengan ketuban pecah dini preterm atau persalinan. Sedangkan bentuk aktif dan laten MMP-9 menunjukkan peningkatan kadar pada cairan ketuban pasien dengan ketuban pecah dini dan persalinan yang diinduksi dengan sitokin. Meskipun MMP jenis 1, 2, 3, 8 dan 9 telah dijelaskan dengan baik di amniokorion, investigasi utama di fetal membran telah dilakukan dengan jenis MMP-2 dan 9.Matrix Metalloproteinases -9 ditemukan kadarnya meningkat penurunan signifikan nilai rata-rata konsentrasi aktif TIMP-1 dan -2 pada ketuban pecah dini dan pada saat persalinan. 5 Oleh karenanya disimpulkan bahwa MMP-9 memainkan peranan yang penting pada proses remodelling, pelemahan dan pecahnya selaput ketuban. Kadar MMP-9 merupakan petanda kekuatan selaput ketuban yang sangat baik.23
Kekuatan amnion dan korion sebagian besar disebabkan kolagen. Kolagen I, III, IV, V dan VI terdapat dalam berbagai lapisan amniokorion. Kekuatan utama dalam amnion berasal dari kolagen I (terlihat secara luas di lapisan kompak dan mesoderm yang berdekatan) dan kolagen IV (komponen utama dari membran basal dan dari bundel yang menghubungkan lapisan mesenchymal dan epitel).7 Pada tahap awal katabolisme kolagen dimediasi oleh kolagen interstitial (MMP-1) memecah kolagen tipe I,II, dan III. Selanjuntnya didegradasi oleh gelatinase (MMP-2 dan MMP-9) mampu mengurai lebih lanjut fragmen kolagen yang telah didenaturasi oleh kolagenase interstitial dan kolagen tipe IV. Peningkatan aktivitas MMP-2 dan MMP-9memberikan dampak pada degradasi matriks ekstraselular yang selanjutnya akan diikuti oleh proses apoptosis sel epitel amnion yang pada akhirnya menyebabkan proses perenggangan dan ruptur membran.24
Meningkatnya ekspresi dan aktifitas MMP-9 pada cairan ketuban (ditentukan oleh enzimlinked immunosorbert assay (ELISA) timbul oleh karena adanya hubungan dengan pecahnya selaput membran ketuban pada kehamilan aterm. Imunohistokimia dan data kultur sel menunjukkan MMP-9 yang dihasilkan dalam sel epitel amnion dan sel chorion trofoblas sel. Hipotesis bahwa MMPs memiliki efek kausatif pada pecahnya selaput membran ketuban ini diperkuat oleh sebuah studi yang memperlihatkan peningkatan lokal MMP 9 dan konsentrasi protein di daerah cervix dari selaput membran janin sebelum persalinan – yaitu paracervical weak zone, dimana tempat terjadi pecahnya selaput membran
ketuban. 5
Penelitian yang dilakukan di universitas Medan, ketebalan kolagen lapisan
chorioamnion secara signifikan lebih tipis pada pasien KPD dibandingkan dengan
tanpa KPD melalui pemeriksaan imunohistokimia dengan menghitung ketebalan kolagen dalam satuan mikrometer. Hasil ini di dukung oleh penelitian lain yang menyatakan ditemukan peningkatan MMP-9 pada lapisan chorioamnon yang tipis tersebut, dimana terjadi degradasi oleh MMP-9 melalui menguraian triple helix kolagen tipe IV, fibronectin dan proteoglikan12
Tanda – tanda yang menstimulasi aktivitas MMP belum dapat dipahami sepenuhnya. Faktor eksternal, seperti infeksi memicu pola dini aktivitas MMP.
Wanita dengan KPD yang diikuti oleh infeksi mikroba di amnion memiliki peningkatan progresif konsentrasi MMP-1, -8, -9 dan konsentrasi MMP-2 yang lebih rendah di dalam cairan ketuban.Matrik Metaloproteinase -9 diketahui diproduksi oleh banyak sel inflamasi seperti macrophage, polymorphonuclear leukocytes, T-lymphocytes, dan B-lymphocytes. Peningkatan konstrentrasi MMP-9
di segmen bawah uterus selama persalinan diinduksi oleh TNF-α.TNF-α meregulasi pro MMP-9 menjadi bentuk aktif MMP-9 yang berpartisipasi dalam menghancurkan kolagen melalui jalur apoptosis. 5
2.10 Peran Tumor Necrosis Factor (TNF-α) pada KPD
Sitokin Inflamasi (IL-1, IL-6 dan TNF-α) telah ditemukan dalam konsentrasi tinggi di cairan ketuban ibu hamil dengan ketuban pecah dini. Namun, TNF-α adalah sitokin yang memiliki karakteristik paling berbeda dari sitokin lain, dimana mempengaruhi family MMP selama kehamilan. TNF-α merupakan anggota proinflammatori sitokin yang telah terbukti memicu ekspresi MMP di
berbagai jaringan, salah satunya dapat mengaktifkan pelepasan MMP-9 pada selaput ketuban dan juga memicu apoptosis selaput ketuban. Aktivitas MMP-9 akan menyebabkan degradasi kolagen tipe IV pada selaput ketuban sehingga menyebabkan ketuban pecah dini.8 TNF-α menginduksi apoptosis melalui aktivasi TNF receptor I (TNFR1). Pada penelitian yang dilakukan oleh Stephe dkk, TNF-α
adalah satu-satunya sitokin yang dapat mengaktifkan MMP yakni MMP-9 dan apoptosis pada selaput ketuban. Jadi, peningkatan TNF-α melalui Aktivasi MMP- 9 dan induksi apoptosis dapat menyebabkan Ketuban pecah dini.8,11
Beberapa laboratorium memisahkan antara jalur persalinan preterm dan ketuban pecah dini. Ketuban pecah dini dikaitkan dengan aktivasi MMP dan apoptosis selaput ketuban. Namun, infeksi dapat dikaitkan dengan persalinan preterm maupun ketuban pecah dini melalui peningkatan konsentrasi sitokin inflamasi (terleukin IL-1, IL-6, and TNF-α) pada cairan ketuban. Sitokin-sitokin ini akan menginduksi produksi prostaglandin dari jaringan plasenta untuk mengakibatkan kontraksi. Namun, muncul pertanyaanmengapa ibu hamil dapat mengalami persalinan preterm sedangkan ibu hamil yang lain mengalami pecah ketuban dini. Sitokin yang dapat meningkatkan aktivitas MMP, menurunkan aktivasi TIMP dan menginduksi apoptosis adalah dikaitkan dengan KPD bukan pada persalinan preterm. Konsentrasi TNF-α meningkat pada apoptosis selaput ketuban telah dibuktikan. MMP dan proapoptosis meningkat pada KPD dibandingkan pada persalinan preterm. Hal ini yang menunjukkan terdapat jalur yang berbeda untuk menyebabkan KPD atau persalinan preterm.11
TNF-α memediasi signalnya melalui 2 reseptor yakni TNF receptor 1
(TNFR1) and TNF receptor 2 receptor–associated death domain pertama, rekrutmen Fas
aktivasi caspase dan apoptosis. Ked
factor-2 (TRAF2) dan Receptor Interacting Protein
nuclear factor-kβ (Nf-k
inflamasi) melalui phosphorilasi dan memisahkan
Peristiwa ini yang mendukung terjadinya KPD bukan persalinan preterm.
Sedangkan TNFR2 secara yang akan mengaktivasi mengaktivasi MMP dan ap menyebabkan persalinan preterm.
Signal TNF
Ketuban Pecah dini disebabkan terutama oleh infeksi pada traktus TNF receptor 2 (TNFR2). Diawali, TNFR1 berikatan dengan TNF
associated death domain (TRADD), dilanjutkan ke tahap kedua, yakni Fas-associated death domain (FADD) akan mengakibatkan aktivasi caspase dan apoptosis. Kedua, rekrutmen TNF receptor–
Receptor Interacting Protein(RIP) menyebabkan aktivasi
kβ) yang akan memicu inflamasi (induksi MMP ui phosphorilasi dan memisahkan Nf-kβ dari komp
Peristiwa ini yang mendukung terjadinya KPD bukan persalinan preterm.
Sedangkan TNFR2 secara 11dimana merupakan proinflamatori dan antiapoptosis, yang akan mengaktivasi Nf-kβ, sitokin dan produksi prostaglandin, namun tidak mengaktivasi MMP dan apoptosis untuk menyebabkan kontraksi dan akhirnya menyebabkan persalinan preterm. 11
Gambar 2.6.
Signal TNF-α pada lapisan amnion korion.11
Ketuban Pecah dini disebabkan terutama oleh infeksi pada traktus (TNFR2). Diawali, TNFR1 berikatan dengan TNF dilanjutkan ke tahap kedua, yakni akan mengakibatkan –associated
(RIP) menyebabkan aktivasi ) yang akan memicu inflamasi (induksi MMP-9, sitokin dari kompleknya.
Peristiwa ini yang mendukung terjadinya KPD bukan persalinan preterm.
dimana merupakan proinflamatori dan antiapoptosis, , sitokin dan produksi prostaglandin, namun tidak optosis untuk menyebabkan kontraksi dan akhirnya
Ketuban Pecah dini disebabkan terutama oleh infeksi pada traktus
genitalis, dapat berupa infeksi bakteri
intraselular. Infeksi traktus genitalis dapat menyebabkan terjadinya apoptosis sel amnion pada selaput ketuban yaitu bakteri (ekstraselular) dan infeksi bakteri obligat intraselular melalui jaur mitokondria. Kuman
tersebut merupakan infeksi dengan kemampuan merusak mitokondria Di antara kuman-kuman tersebut yang paling penting adalah Chlamydia trachomatis.
Tingginya kasus infeksi intraseluler asimptomatis diantara ibu hamil atau wanita usia reproduksi dapat dipakai sebagai dasar kebijakan untuk perawatan dan tindakan pencegahan KPD dengan memberikan terapi antibiotika pencegahan untuk kasus-kasus resiko tinggi terjadinya ketuban pecah dini. Terapi antibiotika yang diberikan untuk bakteri obligat
intraselular yang potensial yaitu: Chlamydia trachomatis, di mana angka prevalensi pada kehamilan bervariasi antara 2
genitalis, dapat berupa infeksi bakteri (ekstraselular) atau bakteri obligat intraselular. Infeksi traktus genitalis dapat menyebabkan terjadinya apoptosis sel amnion pada selaput ketuban yaitu bakteri (ekstraselular) dan infeksi bakteri obligat intraselular melalui jaur mitokondria. Kuman-kuman obligat intraselular tersebut merupakan infeksi dengan kemampuan merusak mitokondria Di antara kuman tersebut yang paling penting adalah Chlamydia trachomatis.
Tingginya kasus infeksi intraseluler asimptomatis diantara ibu hamil atau wanita roduksi dapat dipakai sebagai dasar kebijakan untuk perawatan dan tindakan pencegahan KPD dengan memberikan terapi antibiotika pencegahan kasus resiko tinggi terjadinya ketuban pecah dini. Terapi antibiotika yang diberikan untuk bakteri obligat intraselular. Salah satu bakteri obligat intraselular yang potensial yaitu: Chlamydia trachomatis, di mana angka prevalensi pada kehamilan bervariasi antara 2–35%.12
(ekstraselular) atau bakteri obligat intraselular. Infeksi traktus genitalis dapat menyebabkan terjadinya apoptosis sel amnion pada selaput ketuban yaitu bakteri (ekstraselular) dan infeksi bakteri obligat intraselular tersebut merupakan infeksi dengan kemampuan merusak mitokondria Di antara kuman tersebut yang paling penting adalah Chlamydia trachomatis.
Tingginya kasus infeksi intraseluler asimptomatis diantara ibu hamil atau wanita roduksi dapat dipakai sebagai dasar kebijakan untuk perawatan dan tindakan pencegahan KPD dengan memberikan terapi antibiotika pencegahan kasus resiko tinggi terjadinya ketuban pecah dini. Terapi antibiotika intraselular. Salah satu bakteri obligat intraselular yang potensial yaitu: Chlamydia trachomatis, di mana angka
Gambar 2.7
Dua jalur utama apoptosis pada ketuban pecah dini11
Terdapat dua jalur apoptosis utama yang berperan terjadinya ketuban pecah dini yang diinisiasi oleh infeksi agen genotoksik, dan faktor yang tidak diketahui. yakni:11
1. Jalur TNF reseptor (TNFR1) dan Fas, Jalur sinyal ekstrinsik yang memicu apoptosis melibatkan interaksi transmembran yang diperantarai oleh reseptor. Ketika terjadi Ikatan ligan Fas dengan reseptor Fas, terjadi perubahan bentuk pada domain sitotoksik (death domain) dari reseptor FAS. Perubahan domain dari death domain ini membuat ikatan tersebut dikenali oleh protein adaptor yaitu FADD (Fasassociated death domain) sedangkan pengikatan ligan TNF dengan reseptor TNF akan mengakibatkan pengikatan protein adapter TRADD dan rekrutmen FADD dan RIP. FADD kemudian bergabung dengan procaspase-8 melalui dimerisasi domain death effector. Pada titik ini, terbentuk death-inducing signaling complex (DISC), mengakibatkan aktivasi autokatalitik procaspase-8 dan setelah caspase-8 teraktivasi, caspase-8 kemudian mengaktifkan caspase-3 yang berakhir dengan proses apoptosis
2. Jalur p53-dimediasi diprakarsai oleh fragmentasi DNA merupakan jalur intrinsik. Kerusakan DNA meningkat transaktivator p53 protein dalam sel.
Protein supresor tumor p53 memegang peranan penting dalam hal regulasi protein famili Bcl-2. Protein 53 merupakan faktor transkripsi spesifik
yang dapat diaktifkan oleh berbagai macam rangsangan stres seluler.
Protein 53 secara langsung menginduksi transkripsi protein proapoptosis, Bax. Efek induksi bax oleh p53 ini dapat menghambat efek antiapoptosis dari Bcl-2. Aktivasi dari protein Bax akibat peningkatan permeabilitas membran mitokondria tanpa menyebabkan kerusakan membran itu sendiri sehingga melepaskan sitokrom c keluar ke sitoplasma. Sitokrom c akan melalui caspase dependent pathway, mengativasi caspase 3 dan menyebakan apoptosis.11 , 23
Mekanisme kerja lain protein Bax pada mitokondria adalah dengan mempengaruhi kadar Ca2+, dimana Bax akan berkolaborasi dengan Bax lain membentuk channel formation (suatu kanal). Kanal ini menjadi tempat masuknya ion Ca2+. Ketika ion ini masuk maka keluarlah sitokrom c dari mitokondria ke sitolasma. Sitokrom c yang berada di sitoplasma akan diikat oleh Apaf-1 (apoptosis activating faktor), protein yang berbatasan/ dikelilingi oleh Bcl-2 di permukaan luar mitokondria. Apaf-1 akan diikat dan membentuk CARD domain dan membentuk apoptosome (suatu holoenzim, gabungan beberapa protein).Kompleks ini adalah suatu protease yang bertugas memotong/degradasi protein lain. Apoptosome akan mengaktifkan procaspase 9 menjadi caspase 9 (caspase awal yang diaktifkan oleh release sitokrom c). Jalur ekstrinsik dan intrinsik akan bertemu di satu titik terminal yang sama, dimulai dengan pengaktifan caspase 3 disebut sebagai caspase eksekutor, yang berperan central dalam apopotosis, menentukan sel akan mengalami apoptosis atau tidak. caspase
inisiator meliputi caspase 8 dan caspase 9 akan mengaktifkan procaspase 3 menjadi caspase 3. Caspase 3 yang jumlahnya berlimpah ini akan memotong sitoskeleton (kerangka sel), pembentukan apoptotic body, fagositosisdan di akhiri dengan apoptosis sel amnion. 11, 26
2.11 Interrelasi Aktivasi MMP-9 dan TNF-αApoptosis dan pada KPD Perubahan morfologi pada daerah supraservikal yang telah dijelaskan sebelumnya sangat berkaitan dengan peningkatan aktivitas MMP dan apoptosis.
Saat teraktivasi, MMP mampu mendegradasi berbagai komponen ECM. Matrik metalloprotein yang larut, khususnya MMP2 dan MMP9, merupakan modulator utama pada integritas selaput ketuban selama kehamilan dan juga bertanggungjawab pada proses pecahnya selaput ketuban dalam proses persalinan.27
Membrane type 1
sebagai enzim laten 63kDa yang tidak aktif, kemudian dibawa ke membran sel dimana dilakukan pemotongan menjadi bentuk aktif 57 kDa. MMP
sebagai proenzim 72 kDa, dan belum d pembelahan proteolitik. Aktivasi MMP
melibatkan MT1-MMP dan TIMP2. Kompleks proMMP terminal dari kedua protein, meninggalkan inhibitor N untuk mengikat MTI-MMP pada permukaan sel. ProMMP di permukaan sel, yang bebas dari TIMP. Namun bila TIMP
MMP, kompleks ini dapat bertindak sebagai reseptor untuk proMMP
meningkat pada masa kehamilan sampai aterm namun, meningkat 8 kali pada daerah ruptur membran . 27
Gambar 2.8
Aktivasi MMP dan apoptosis.11
Membrane type 1 MMP (MT1-MMP, juga dikenal sebagai MMP-14) disintesis
sebagai enzim laten 63kDa yang tidak aktif, kemudian dibawa ke membran sel dimana dilakukan pemotongan menjadi bentuk aktif 57 kDa. MMP-2 laten (proMMP-
sebagai proenzim 72 kDa, dan belum dapat diaktivasi menjadi bentuk aktif 68 kDa oleh pembelahan proteolitik. Aktivasi MMP-2 tersebut dimediasi oleh sel permukaan MMP dan TIMP2. Kompleks proMMP-2/TIMP-2 terbentuk melalui C terminal dari kedua protein, meninggalkan inhibitor N-terminal TIMP-2 secara bebas
MMP pada permukaan sel. ProMMP-2 diaktifkan oleh MT1 di permukaan sel, yang bebas dari TIMP. Namun bila TIMP-2 sudah menghambat MT1 MMP, kompleks ini dapat bertindak sebagai reseptor untuk proMMP-2. MMP
meningkat pada masa kehamilan sampai aterm namun, meningkat 8 kali pada daerah 14) disintesis sebagai enzim laten 63kDa yang tidak aktif, kemudian dibawa ke membran sel dimana -2) disekresi apat diaktivasi menjadi bentuk aktif 68 kDa oleh 2 tersebut dimediasi oleh sel permukaan 2 terbentuk melalui C-
2 secara bebas 2 diaktifkan oleh MT1-MMP 2 sudah menghambat MT1-
2. MMP -2 tidak meningkat pada masa kehamilan sampai aterm namun, meningkat 8 kali pada daerah
Faktor yang terkait dengan KPD dapat meningkatkan ekspresi MT1-MMP, MMP-2, dan MMP-3 dari fetal membran dan menginduksi ekspresi MMP-9.
Faktor etiologi yang tidak diketahui, infeksi atau agen genotoxic akan menyebabkan peningkatan MT1-MMP dan rendahnya tingkat TIMP 2. MT1- MMP dan TIMP2 merupakan mediator utama dari aktivitas MMP2, dari pro- MMP2 menjadi bentuk aktif sedangkan rendahnya konsentrasi TIMP2 akan menyebabkan berkurangnya inhibisi pada enzim yang teraktivasi.MMP2 aktif dan 3, bersama dengan berbagai protease lainnya akan mengaktifkan MMP-9.
Beberapa bukti menunjukkan dari sebuah tinjauan literatur dan analisis imunohistokimia laboratorium bahwa gelatinase (MMP-2 dan MMP-9) secara khusus mendegradasi kolagen tipe IV pada basal membran. Degradasi membran basal adalah penting untuk melemahnya ECM, yang akhirnya mengarah pada ruptur membran. 11,27
Faktor aktivasi MMP-9 juga dapat mengaktifkan jalur apoptosis dimediasi oleh p53 dan TNF.TNF-α mengaktifkan MMP-9 dan juga memicu apoptosis selaput ketuban. Dua jalur apotosis yang diperatarai oleh TNF-α jalur ekstrinsik melibatkan interaksi transmembran yang diperantarai oleh reseptor. dan jalur intrinsik oleh p53. Peningkatan p53 menyebabkan peningkatan ekspresi MMP-2 yang kemudian akan mengaktifkan MMP-9. Protein 53 memicu apoptosis dengan mengatur ekspresi Bcl famili,yaitu, Bcl-2 (antiapoptotic) dan bax (pro-apoptosis).
Protein 53 menurunkan regulasi Bcl-2 dan menginduksi ekspresi dari bax, yang mengarah pada aktivasi caspase yang akhirnya mengakibatkan apoptosis.. 11,27
Semua MMPs ini aktif akan menimbulkan keadaan proteolitik sehingga selaput ketuban akan rentan mengalami degradasi ECM dan diikuti pecahnya membran.11,27Hal ini mendukung bahwa aktivasi MMP dan apoptosis pada selaput ketuban berhubungan dengan ketuban pecah dini. 11,27
.
BAB III RINGKASAN
Ketuban pecah dini merupakan masalah penting dalam obstetri yang dapat menimbulkan morbiditas dan mortalitas pada maternal maupun perinatal yang signifikan. Penyebab selaput ketuban pecah sebelum adanya kekuatan kontraksi berkaitan dengan ditemukan adanya defek yang bersifat fokal yang disebut sebagai “Paracervical weak zone”. Pada daerah ini terjadipeningkatan ekspresi MMP-9 melalui degdarasi ECMdan peningkatan sitokin lokal oleh Tumor Necrosis Factor (TNF-α) melalui apoptosis. Aktivasi MMP dan TNF – α telah
menunjukkan kerja yang bersifat sinergis atau saling mempengaruhi untuk melemahkan selaput ketuban dan akhirnya menyebabkan pecah ketuban.10
Saat teraktivasi, MMP-9 mampu mendegradasi ECM, merupakan modulator utama pada integritas selaput ketuban selama kehamilan.10MMP-9 juga dapat menginduksi terjadinya apoptosis melalui TNF-α. TNF-α adalah satu- satunya sitokin inflamatori yang dapat mengativasi MMP yakni MMP-9 sehingga menyebabkan peningkatan degradasi ECM khususnya kolagen tipe IV. TNF-α menginduksiapoptosis pada selaput ketuban melalui dua jalur apoptosis utama dimana di inisiaisi oleh infeksi atau faktor yang tidak diketahui yakni jalur sinyal ekstrinsik yang melibatkan interaksi transmembran yang diperantarai oleh reseptor dan melalui jalur intrinsik yang diperantarai oleh p53. Jalur apoptosis ini juga dapat menginduksi MMP-9.
DAFTAR PUSTAKA
1. Getahun D, Stricland D, Ananth C, Fasseth M, Kirby S, Jacobsen S.
Recurrent Of Preterm Rupture Of Membranes In Relation To Interval Between Pregnancies. American Journal of Obstetrics And Gynaecology, United State of America. 2010; 220 : 570.e1-6
2. Suwiyoga IK, & Budayasa AA. Peran faktor resiko ketuban pecah dini terhadap insidens sepsis neonatorum dini pada kehamilan aterm. Cermin Dunia Kedokteran. 2006; 151 : 14-17
3. Soewarto S. Ketuban Pecah Dini, Ilmu Kebidanan, Edisi Keempat, PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, 2010 Jakarta; 677 - 682.
4. Cunningham, FG. Preterm Birth. Obstetri Williams 23rd. The McGraw- Hill Company, New York. (2010); 804-831
5. Junnan G, Cong H, Siwen J. Roles and Regulation of the Matrix Metalloproteinase System in Parturition. Molecular Reproduction &
Development. 2016 ; 83 : 276-86
6. Rangaswamy N, Mercer BM, Kumar D, Moore JJ, Mansour JM, Redline R, Moore RM. Weakening and Rupture of Human Fetal Membranes- Biochemistry and Biomechanics. INTECH Open Access Publisher. 2012 7. Menon R, & Fortunato SJ. The role of matrix degrading enzymes and
apoptosis in repture of membranes. Journal of the Society for Gynecologic Investigation. 2004 ; 11 (7) : 427-437.
8. Wibowo AP, Sulistyowati S, Supriyadi HP. Difference of Serum MMP-9 and TNF –α Level in Preterm and Term Premature Rupture of Membrane.
University of Sebelas Maret Obstet Ginekol. 2015 Jan ; 3 (1)
9. Chai M, Walker SP, Riley C, Rice GE, Permezel MLappas M.Effect of Supracervical Apposition and Spontaneous Labour on Apoptosis and Matrix Metalloproteinases in Human Fetal Membranes. BioMed Research International. 2013; 10
10. Tency I, Verstraelen H, Kroes I, Holtappels G, Verhasselt B, Vaneechoutte M. Imbalances between matrix metalloproteinases (MMPs) and tissue inhibitor of metalloproteinases (TIMPs) in maternal serum during preterm labor. 2012.