• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN

G. Sistematika Penulisan

Dalam melakukan pembahasan skripsi ini, penulis membagi dalam lima bab. Tata urutan sistematikanya sebagai berikut:

BAB I : Bab ini merupakan bab pendahuluan yang isinya antara lain memuat latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, metode penelitian, keaslian penulisan, sistematika penulisan.

BAB II : Merupakan Tinjauan Umum Mengenai Pengaturan Malpraktik Medis di Indonesia dan Pertanggungjawaban Dokter. Sub bagiannya terdiri dari Pengertian Malpraktik Medis dalam Hukum

Indonesia dan Perlindungannya Terhadap Pasien, Aspek Hukum Perdata Malpraktik Medis, Aspek Hukum Lainnya dari Malpraktik Medis, Tanggung Jawab Hukum Keperdataan Berdasarkan Wanprestasi.

BAB III: Merupakan Tinjauan Umum Mengenai Hubungan Perbuatan Melawan Hukum Dengan Tindakan Malpraktik Medis. Terdiri dari Pengertian Perbuatan Melawan Hukum, Syarat-Syarat Perbuatan Melawan Hukum, Penyebab Terjadinya Perbuatan Melawan Hukum dalam Malpraktik Medis, Akibat Hukum Perbuatan Melawan Hukum dalam Malpraktik Medis.

BAB IV: Akan membahas tentang Posisi Kasus, Pertimbangan Hakim serta Analisis Pertimbangan dan Putusan Hakim (Studi Putusan Nomor 38/Pdt.G/2016/PN.Bna) Terhadap Norma Hukum Perdata.

BAB V: Merupakan Kesimpulan dan Saran.

BAB II

TINJAUAN UMUM MENGENAI PENGATURAN MALPRAKTIK MEDIS DI INDONESIA DAN PERTANGGUNGJAWABAN PERDATA DOKTER

A. Pengertian Malpraktik Medis dalam Hukum Indonesia dan Aspek Perlindungannya Terhadap Pasien

Dalam melaksanakan tugas sebagai tenaga kesehatan, setiap tenaga kesehatan tersebut mungkin akan melakukan suatu pelanggaran. Pelanggaran tersebut dapat terjadi dalam bidang etika, disiplin dan dalam bidang hukum.

Berdasarkan ketentuan Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 Tentang Praktik Kedokteran. Pelanggaran disiplin akan diselesaikan oleh lembaga yang telah ditentukan oleh undang-undang yaitu Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia (MKDKI).30 Apabila dalam pemeriksaan ditemukan bahwasannya, pelanggaran yang terjadi merupakan pelanggaran dalam bidang etika, MKDKI meneruskan pengaduan pada organisasi profesi. Sehingga perkara tersebut ditangani oleh organisasi interen, seperti Ikatan Dokter Indonesia (IDI).31

Selain kedua pelanggaran tersebut, profesi kedokteran dapat pula melakukan pelanggaran dibidang hukum. Pengaduan terhadap MKDKI tidak membuat seseorang kehilangan upaya hukum secara perdata maupun

30 Pasal 55 (1) Undang-Undang Praktik Kedokteran “Untuk menegakkan disiplin dokter dan dokter gigi dalam penyelenggaraan praktik kedokteran, dibentuk Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia”

31 Pasal 68 Ibid “Apabila dalam pemeriksaan ditemukan pelanggaran etika, Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia meneruskan pengaduan pada organisasi profesi”

pidana.32 Malpraktik dalam Bahasa Indonesia merupakan padanan kata dari kata “Mal” yang berarti buruk dan “Praktik” yang berarti pelaksanaan pekerjaan. Sehingga malpraktik dapat dilakukan oleh profesi manapun.

Sebelum membahas pengertian tentang malpraktik medik, ada beberapa pendapat sarjana tentang terminologi malpraktik. Masing-masing pendapat tersebut antara lain, sebagai berikut:

1. Hermien Hadiati menjelaskan malpractice secara harafiah berarti bad practice, atau praktek buruk yang berkaitan dengan praktek penerapan ilmu dan teknologi medik dalam menjalankan profesi medik yang mengandung ciri-ciri khusus. Karena malpraktik berkaitan dengan

“how to practice the medical science and technology”, yang sangat erat hubungannya dengan sarana kesehatan atau tempat melakukan praktek dan orang yang melaksanakan praktek, maka Hermien cenderung untuk menggunakan istilah “maltreatment”.33

2. Danny Wiradharma memandang malpraktik dari sudut tanggung jawab dokter yang berada dalam suatu perikatan dengan pasien, yaitu dokter tersebut melakukan praktek buruk.34

3. Ngesti Lestari mengartikan malpraktik secara harafiah sebagai

“pelaksanaan atau tindakan yang salah”.35

32 Pasal 66 (3) Ibid “Pengaduan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) tidak menghilangkan hak setiap orang untuk melaporkan adanya dugaan tindak pidana kepada pihak yang berwenang dan/atau menggugat kerugian perdata ke pengadilan”

33 Hermien Hadiati Koeswadji (II), Hukum Kedokteran (Studi Tentang Hubungan Hukum dalam mana Dokter Sebagai Salah Satu Pihak), (Bandung: Penerbit Citya Aditya Bakti, 1998), hal. 124.

34 Danny Wiradharmairadharma, Penuntun Kuliah Hukum Kedokteran, (Jakarta: Bina Rupa Aksara, 1996), hal. 87.

a. “Malpractice is mistreatment of disease or injury through ignorance, careless or criminal intent” (Stedman’s Medical Dictionary).36

b. “Malpractice = wrongdoing ; (law) improper treatment of patient by medical attendant; illegal action for one’s own benefit while in position of trust” (The Oxford Illustrated Dictionary).37

c. Junus Hanafiah mendefinisikan malpraktik medik adalah kelalaian seorang dokter untuk mempergunakan tingkat ketrampilan dan ilmu pengetahuan yang lazim dipergunakan dalam mengobati pasien atau orang yang terluka menurut ukuran di lingkungan yang sama.38

Didalam profesi kedokteran, malpraktik yang dilakukan oleh profesi kedokteran sering disebut dengan malpraktik medis. Hukum normatif (undang-undang) di Indonesia hanya menyinggung sedikit tentang ketentuan malpraktik yang dilakukan oleh tenaga kesehatan pada Pasal 11 ayat 1 huruf b Undang-undang Nomor 6 Tahun 1963 tentang Tenaga Kesehatan yang berbunyi:

35 Ngesti Lestari, “Masalah Malpraktek Etik dalam Praktek Dokter (Jejaring Bioeta dan

Humaniora)”, Kumpulan Makalah Seminar tentang Etika dan Hukum Kedokteran diselenggarakan oleh RSUD Dr. Saiful Anwar, Malang, 2001, hal. 2.

36 Chrisdiono M Achadiat, Dinamika Etika dan Hukum Kedokteran dalam Tantangan Zaman, (Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC, 2004), hal. 20.

37 Ibid., hal. 21.

38 M. Jusuf Hanafiah dan Amri Amir, Etika Kedokteran dan Hukum Kesehatan, (Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC, 1999), hal. 87.

“Melakukan sesuatu hal yang seharusnya tidak boleh diperbuat oleh seorang tenaga kesehatan, baik mengingat sumpah jabatannya maupun mengingat sumpah sebagai tenaga kesehatan”

Dengan demikian rumusan dari para ahli hukum yang ada di Indonesia dan dari negara-negara lain dapat dijadikan acuan. Beberapa definisi malpraktik medis adalah sebagai berikut:

1. Ninik Mariyanti

Malpraktik kedokteran dapat diartikan sebagai bencana yang timbul sebagai akibat dari suatu praktik kedokteran, bencana mana timbul tidak karena disengaja diduga sebelumnya, melainkan ada unsur lalai yang seharusnya tidak layak untuk dilakukan oleh seorang dokter, sehingga berakibat cacat atau matinya pasien.39

2. Guwandi menyimpulkan bahwa terdapat malpraktik apabila:40 a. Ada tindakan atau sikap dokter yang:

- Bertentangan dengan etika atau moral - Bertentangan dengan hukum

- Bertentangan dengan standar profesi medik (SPM)

- Kurangnya pengetahuan atau ketinggalan ilmu pada bidangnya yang berlaku umum.

b. Adanya kelalaian, kurangnya hati-hati atau kesalahan yang besar (culpa lata)

3. Puti Shelia

39 Ninik Mariyanti, Malpraktek Kedokteran: Dari Segi Hukum Pidana dan Hukum Perdata, (Jakarta: Bina Aksara, 1988), hal. 39.

40 Chrisdiono M Achadiat, Op.Cit, hal. 22.

Malpraktik medik adalah kelalaian seorang dokter untuk mempergunakan tingkat keterampilan dan ilmu pengetahuan yang lazim dipergunakan dalam mengobati pasien atau orang yang terluka menurut ukuran di lingkungan yang sama.41 Yang dimaksudkan kelalaian disini ialah sikap kurang hati-hati, yaitu tidak melakukan apa yang seseorang dengan sikap hati-hati melakukannya dengan wajar, atau sebaliknya melakukan apa yang seseorang dengan sikap hati-hati tidak akan melakukannya dalam situasi tersebut.42

Menurut Guwandi, Malpraktik tidaklah sama dengan kelalaian, karena kelalaian termasuk dalam istilah malpraktik, tetapi didalam malpraktik tidak selalu harus terdapat unsur kelalaian. Dengan demikian, malpraktik memiliki cakupan yang lebih luas selain mencakup kelalaian malpraktik juga dapat dilakukan dengan sengaja (intentional, dolus, opzettelijk), dan melanggar Undang-undang.43

Aspek perlindungan hukum terhadap pasien korban malpraktik oleh dokter berdasarkan hukum Indonesia, yaitu:44

1. Secara preventif: dengan adanya peraturan-peraturan yang mengatur mengenai tindakan-tindakan malpraktik, yaitu dalam Kitab

41 Puti Shelia, Studi Komparatif Perbuatan Melawan Hukum Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dengan The Law Of Tort Inggris (Penerapan dalam Malpraktek Medis), (Depok:

Skripsi Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2011), hal. 90.

42 Ibid.

43 J. Guwandi (IV), Pengantar Hukum Medik dan Bio-Etika (Prinsip, Pedoman, Pembuktian, dan Contoh Kasus), (Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran UI, 2009), hal. 80.

44 Sabungan Sibarani, “Aspek Perlindungan Hukum Pasien Korban Malpraktik Dilihat dari Sudut Pandang Hukum di Indonesia”, Justitia et Pax, Vol. 33, No. 1, 2014, hal. 1.

Undang Hukum Perdata (KUHP), Undang Kesehatan, Undang-Undang Tenaga Kesehatan, Undang-Undang-Undang-Undang Praktik Kedokteran

2. Secara represif: dengan adanya tindakan yang mengakibatkan kerugian, maka seseorang yang melakukan tindakan tersebut dijatuhkan sanksi berupa sanksi perdata, yaitu dengan mengganti kerugian serta sanksi administratif dan pidana.

Bentuk perlindungan hukum terhadap korban malpraktik oleh dokter yang diatur dalam KUHPerdata, yaitu berupa pengaturan pertanggungjawaban dokter yang melakukan malpraktik untuk memberikan ganti rugi kepada korban malpraktik atas kerugian yang timbul karena:45 1. Tidak ditepatinya perjanjian terapeutik yang telah disepakati oleh dokter

atau wanprestasi (cidera janji), yaitu berdasarkan Pasal 1239 KUHPerdata;

2. Perbuatan melawan hukum, yaitu berdasarkan Pasal 1365 KUHPerdata;

3. Kelalaian atau ketidakhati-hatian dalam berbuat atau bertindak, yaitu berdasarkan Pasal 1366 KUHPerdata;

4. Melalaikan kewajiban berdasarkan Pasal 1367 ayat (3) KUHPerdata.

Perlindungan hukum pasien yang disebabkan oleh malpraktik dokter dari sudut pandang Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran yaitu berupa pemberian hak kepada korban malpraktik untuk melakukan upaya hukum pengaduan kepada Ketua Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia, yang dapat juga secara bersamaan melakukan

45 Ibid, hal. 4.

upaya hukum secara hukum pidana maupun hukum perdata ke pengadilan serta pemberian wewenang kepada Majelis Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia (MKDKI) untuk mengeluarkan keputusan menjatuhkan sanksi disiplin kepada dokter yang terbukti bersalah.46 Bentuk perlindungan hukum ini terdapat dalam Pasal 66 ayat (1) UU Praktik Kedokteran, Pasal 66 ayat (3) UU Praktik Kedokteran, dan dalam Pasal 67 serta Pasal 68 UU Praktik Kedokteran.

Berlakunya Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata), Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran dan peraturan-peraturan lainnya yang berkaitan langsung maupun tidak langsung dengan pemeliharaan kesehatan atau pelayanan kesehatan dan penerapannya dapat melindungi korban malpraktik berkaitan dengan hak-hak yang dimiliki oleh korban, sehingga pengaturan-pengaturan tersebut telah memenuhi aspek perlindungan pasien.

B. Aspek Hukum Perdata Malpraktik Medis

Hubungan hukum dokter dan pasien dari sudut perdata berada dalam suatu perikatan hukum. Perikatan hukum adalah suatu ikatan antara dua pihak atau lebih subjek hukum untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu atau memberikan sesuatu (1313 jo 1234 KUHPerdata).47 Sesuatu disebut prestasi. Perikatan hukum dalam perdata lahir oleh karena 2 (dua)

46 Ibid, hal. 8.

47 Pasal 1313 KUHPerdata berbunyi: “suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih”

Pasal 1234 KUHPerdata berbunyi: “tiap-tiap perikatan adalah untuk memberikan sesuatu, untuk berbuat sesuatu atau untuk tidak berbuat sesuatu”

sebab atau sumber, yang satu oleh suatu kesepakatan yang melahirkan perjanjian (1313 BW) dan yang lainnya oleh sebab UU (1352 BW).48

Dua kemungkinan yang dapat dipakai untuk dijadikan sebagai dasar yurudis gugatan malpraktik medis yaitu:

1. Gugatan berdasarkan adanya wanprestasi terhadap suatu kontrak;

2. Gugatan berdasarkan perbuatan melawan hukum (onrechtmatige daad) Perikatan yang disebabkan oleh suatu kesepakatan yang melahirkan perjanjian yang dilakukan oleh dokter disebut dengan perjanjian terapeutik yang berupa hubungan hukum yang melahirkan hak dan kewajiban bagi kedua belah pihak. Perjanjian atau transaksi ini memiliki sifat atau ciri yang khusus yang berbeda dengan perjanjian pada umumnya lain halnya dengan perjanjian atau transaksi yang biasanya dilakukan oleh masyarakat, kekhususannya terletak pada atau mengenai objek yang diperjanjikan. Jadi menurut hukum, objek perjanjian dalam transaksi terapeutik bukan kesembuhan pasien, melainkan mencari upaya yang tepat untuk kesembuhan pasien.49

Dalam hukum perikatan sebagaimana diatur dalam KUHPerdata, dikenal adanya dua macam perjanjian, yaitu:50

1. Inspanningverbintenis, yakni perjanjian upaya, artinya kedua belah pihak yang berjanji berdaya upaya secara maksimal untuk mewujudkan apa yang diperjanjikan.

48 Pasal 1352 KUHPerdata berbunyi: “perikatan-perikatan yang dilahirkan demi undang-undang, timbul dari undang-undang saja, atau dari undang-undang sebagai akibat perbuatan orang”

49 Bahder Johan Nasution, Op.Cit, hal 11.

50 Ibid, hal. 13.

2. Resultaatverbintenis, yakni suatu perjanjian bahwa pihak yang berjanji akan memberikan suatu resultaat, yaitu suatu hasil nyata yang sesuai dengan apa yang diperjanjikan.

Perjanjian antara dokter dengan pasien termasuk pada perjanjian inspanningverbintenis atau perikatan upaya, seorang dokter hanya berkewajiban untuk melakukan pelayanan kesehatan sesuai dengan standar profesinya. Penyimpangan yang dilakukan oleh seorang dokter dari prosedur medis, berarti melakukan tindakan ingkar janji atau cidera janji seperti yang diatur dalam pasal 1239 KUHPerdata.51 Jika seorang pasien atau keluarganya menganggap bahwa dokter tidak melakukan kewajiban-kewajiban kontraktualnya, pasien tersebut dapat menggugat dengan alasan wanprestasi dan menuntut agar mereka memenuhi syarat-syarat tersebut.

Jika perbuatan atau tindakan dokter yang bersangkutan melanggar hukum atau peraturan yang berlaku maka disebut dengan perbuatan melawan hukum (onrechtmatige daad) yang diatur pada pasal 1365 KUHPerdata, dimana pasal ini dapat dijadikan dasar gugatan walaupun tidak ada hubungan kontraktual. Perbuatan seorang dokter dapat dikatakan perbuatan melawan hukum apabila memenuhi unsur-unsur sebagai berikut:

1. Pasien harus mengalami suatu kerugian.

2. Adanya suatu perbuatan

3. Ada kesalahan atau kelalaian (disamping perorangan, rumah sakit juga bisa bertanggung jawab atas kesalahan dan kelalaian pegawainya).

51 Pasal 1239 KUHPerdata berbunyi: “tiap-tiap perikatan untuk berbuat sesuatu, atau untuk tidak berbuat sesuatu, apabila si berutang tidak memenuhi kewajibannya, mendapatkan

penyelesaiannya dalam kewajiban memberikan penggantian biaya, rugi dan bunga”

4. Ada hubungan causal antara kerugian dan kesalahan.

5. Melanggar hukum.

C. Aspek Hukum Lainnya dalam Malpraktik Medis

Selain adanya aspek hukum perdata dalam malpraktik medis atau juga disebut dengan istilah civil malpractice, terdapat juga aspek hukum pidana dan hukum administrasi dalam malpraktik medis.

Malpraktik pidana (criminal malpractice) terjadi apabila pasien meninggal dunia atau mengalami cacat akibat tenaga kesehatan kurang hati-hati, atau kurang cermat dalam melakukan upaya perawatan terhadap pasien yang meninggal dunia atau cacat tersebut. Malpraktik pidana ada 3 (tiga) bentuk yaitu:52

a. Malpraktik pidana karena kesengajaan (intentional), misalnya pada kasus aborsi tanpa indikasi medis, tidak melakukan pertolongan pada kasus gawat padahal diketahui bahwa tidak ada orang lain yang bisa menolong, serta memberikan surat keterangan yang tidak benar.

b. Malpraktik pidana karena kecerobohan (recklessness), misalnya melakukan tindakan yang tidak lege artis atau tidak sesuai dengan standar profesi serta melakukan tindakan tanpa disertai persetujuan tindakan medis.

c. Malpraktik pidana karena kealpaan (negligence), misalnya terjadi cacat atau kematian pada pasien sebagai akibat tindakan tenaga kesehatan yang kurang hati-hati.

52 Cecep Triwibowo, Etika dan Hukum Kesehatan, (Yogyakarta: Nuha Medika, 2014), hal. 274.

Pada malpraktik administratif (administrative malpractice) terjadinya malpraktik apabila tenaga kesehatan melakukan pelanggaran terhadap hukum administrasi negara yang berlaku, misalnya menjalankan praktek bidan tanpa lisensi atau izin praktek, melakukan tindakan yang tidak sesuai dengan lisensi atau izinnya,menjalankan praktek dengan izin yang sudah kadaluarsa, dan menjalankan praktek tanpa membuat cacatan medis. Undang-Undang Nomor 36 tahun 2009 Pasal 23 ayat (3) bahwa

“dalam menyelenggarakan pelayanan kesehatan, tenaga kesehatan wajib memiliki izin dari pemerintah”.53

D. Tanggung Jawab Hukum Keperdataan Berdasarkan Wanprestasi Wanprestasi berasal dari istilah aslinya dalam bahasa Belanda

“wanprestatie” yang artinya tidak dipenuhinya prestasi atau kewajiban yang telah ditetapkan terhadap pihak-pihak tertentu didalam suatu perikatan, baik perikatan yang dilahirkan dari suatu transaksi ataupun perikatan yang timbul karena undang-undang.54

Prof. R. Subekti, SH, mengemukakan bahwa wanprestasi itu adalah kelalaian atau kealpaan yang dapat berupa 4 macam yaitu:55

1. Tidak melakukan apa yang telah disanggupi akan dilakukannya

2. Melaksanakan apa yang telah diperjanjikannya, tetapi tidak sebagaimana yang diperjanjikan.

53 Riska Andi Fitriono, Budy Setyanto dan Rehnalemken Ginting, “Penegakan Hukum Melalui Malpraktik Melalui Pendekatan Mediasi Penal”, Yustisia. Vol.5 No.1 Januari – April 2016, hal. 90

54 Abdul Kadir Muhammad (II), Hukum Perdata Indonesia, (Bandung: PT. Citra Aditya Bhakti, 2000), hal. 20.

55 R. Subekti, Hukum Perjanjian Cetakan ke II, (Jakarta: Pembimbing Masa, 1970), hal. 50.

3. Melakukan apa yang diperjanjikan tetapi terlambat.

4. Melakukan suatu perbuatan yang menurut transaksi tidak dapat dilakukan.

Wanprestasi dalam pelayanan medis timbul karena tindakan seorang dokter berupa pemberian jasa perawatan yang tidak patut sesuai dengan apa yang diperjanjikan. Perawatan yang tidak patut dapat berupa tindakan kurang kehati-hatian, atau akibat kelalaian dari dokter yang bersangkutan sehingga menyalahi tujuan perjanjian terapeutik.

Tanggung jawab dokter dalam hal adanya wanprestasi dalam pelayanan medis bertujuan untuk mendapatkan ganti rugi terhadap kerugian pasien dalam terjadinya kesalahan atau malpraktik medik.

Tanggung jawab dokter karena wanprestasi diatur dalam ketentuan Pasal 1239 KUHPerdata yang menyebutkan bahwa:56

“tiap-tiap perikatan untuk berbuat sesuatu, atau untuk tidak berbuat sesuatu, apabila siberutang tidak memenuhi kewajibannya, mendapatkan penyelesaiannya dalam kewajiban memberikan penggantian biaya, rugi dan bunga”

Wanprestasi dalam pelayanan kesehatan baru terjadi bila telah terpenuhi unsur-unsur berikut ini:57

1. Hubungan antara dokter dengan pasien terjadi berdasarkan kontrak terapeutik;

56 Kitab Undang-undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek), diterjemahkan oleh R. Subekti dan R. Tjitrosudibio, cet. 30, (Jakarta: Pradnya Paramita, 1976), ps. 1239.

57 Bahder Johan Nasution, Op.Cit., hal. 63.

2. Dokter telah memberikan pelayanan kesehatan yang tidak patut yang menyalahi tujuan kontrak terapeutik

3. Pasien menderita kerugian akibat tindakan dokter yang bersangkutan.

Dengan terpenuhinya atau terbukti adanya unsur wanprestasi tersebut, pasien dapat memintakan pertanggungjawaban dokter atas kerugian yang dideritanya. Pasien dapat mengajukan gugatan terhadap dokter ke Pengadilan Negeri dimana terjadi sengketa, namun pasien harus memberikan bukti bahwa telah terjadi kerugian akibat wanprestasi tersebut, sebagaimana yang ada dalam sistem hukum perdata di Indonesia, pembuktian terhadap dalil-dalil gugatannya dibebankan kepada pasien/penggugat.

Adapun penggantian kerugian akibat wanprestasi didalam Pasal 1249 KUHPerdata58 hanya ditentukan dalam bentuk uang. Namun, dalam perkembangannya menurut para ahli dan yurisprudensi kerugian dapat dibedakan menjadi kerugian materil dan kerugian immaterial.59 Kerugian materil yaitu kerugian yang dapat diukur dengan uang, sedangkan kerugian immaterial adalah kerugian yang diderita tidak bernilai uang.

58 Pasal 1249 berbunyi: “jika dalam suatu perikatan ditentukannya, bahwa si yang lalai

memenuhinya, sebagai ganti rugi harus membayar suatu jumlah uang tertentu, maka kepada pihak yang lain tak boleh diberikan suatu jumlah yang lebih maupun yang kurang daripada jumlah itu”

59 Resfina Agustin Riza, “Tanggung Jawab Dokter Terhadap Pasien dalam Hal Terjadinya Malpraktik Medik Dilihat dari Perspektif Hukum Perdata”, Jurnal Cendikia Hukum, Vol. 4, No.1, 2018, hal. 6.

BAB III

TINJAUAN UMUM MENGENAI HUBUNGAN PERBUATAN MELAWAN HUKUM DENGAN TINDAKAN MALPRAKTIK MEDIS

A. Pengertian Perbuatan Melawan Hukum

Berdasarkan sejarah perbuatan melawan hukum, erat kaitannya dengan perumusan pasal 1365 KUHPerdata yang mengatakan bahwa:60

“Setiap perbuatan melawan hukum, yang membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian”

Terdapat dua aliran dimana pengertian dari perbuatan melawan hukum itu sendiri berbeda, yaitu sebelum tahun 1919 dan setelah tahun 1919. Dahulu sebelum tahun 1919, perbuatan melawan hukum memiliki penafsiran yang sempit karena pembuat undang-undang sendiri tidak memberikan penjelasan lebih lanjut mengenai apa itu yang dinamakan

“tindakan melawan hukum”, maka timbullah penafsiran oleh para sarjana dan pihak pengadilan. Pada mulanya, sesuai dengan pengaruh kodefikasi, orang menafsirkan tindakan melawan hukum secara sempit, namun di kemudian hari yang dianut adalah penafsiran yang luas.

Yang dimaksud dengan penafsiran sempit adalah bahwa kita baru mengatakan ada onrechtmatige daad, kalau:61

- Ada pelanggaran terhadap hak subjektif seseorang;

60Kitab Undang-undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek), Op.Cit., ps. 1365.

61 J. Satrio, Hukum Perikatan: Perikatan Yang Lahir Dari Undang-Undang, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2001), hal. 141.

- Tindakan tersebut bertentangan dengan kewajiban hukum si pelaku.

Yang dimaksud dengan hak subjektif adalah hak subjektif seseorang yang diberikan oleh undang-undang, dengan mengecualikan semua orang lain. Sedangkan, kata “yang diberikan oleh undang-undang”

yang berarti bahwa hak tersebut harus diatur dalam undang-undang. Jadi, untuk menggugat berdasarkan tindakan melawan hukum orang harus dapat menunjukkan ketentuan undang-undang yang menjadi dasar gugatannya.62 Perbuatan yang tidak bertentangan dengan undang-undang di waktu yang lampau tidak pernah merupakan tindakan melawan hukum, sekalipun mungkin sangat bertentangan dengan moral maupun tata karma (geode zeden).63 Namun, jurisprudengi mengakui juga hak-hak subjektif yang tidak secara tegas diatur dalam undang-undang, seperti hak atas kesehatan, hak atas nama baik dan lain-lain. Pada pokoknya, tindakan melawan hukum harus berupa tindakan yang melanggar hak subjektif yang diatur oleh undang-undang atau bertentangan dengan kewajiban hukum si pelaku yang ditentukan dalam undang-undang.

Pengertian perbuatan melawan hukum dalam arti sempit ini ditandai dengan Arrest Hoge Raad dalam perkara Singer Naaimachine, adapun perkara tersebut yaitu:64

“perkara bermula dari seorang pedagang menjual mesin jahit merk

“singer” yang telah disempurkan. Padahal mesin itu sama sekali bukan

62 Ibid.

63 Ibid, hal. 142.

64 Munir Fuady, Perbuatan Melawan Hukum (Pendekatan Kontemporer), (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2002), hal. 29.

produk dari “singer” itu sendiri. Kata-kata “singer” dituis dengan huruf yang besar, sedangkan kata-kata lain ditulis dengan huruf kecil-kecil sehingga sepintas hanya terbaca “singer” saja. Ketika pedagang itu digugat ke pengadilan, H.R. antara lain mengatakan bahwa tindakan pedagang itu bukanlah merupakan tindakan melawan hukum karena tidak setiap tindakan dalam dunia usaha, yang bertentangan dengan tata karma yang ada dalam masyarakat dianggap sebagai tindakan melawan hukum”

Seperti yang sudah dikatakan sebelumnya mengenai perbuatan melawan hukum dalam arti yang sempit adalah pelanggaran terhadap hak subjektif seseorang atau kewajiban hukum si pelaku, dan semuanya itu harus merupakan hak dan kewajiban yang diatur dalam undang-undang.

Dalam praktiknya dikehidupan masyarakat, tidak semua kepentingan manusia diatur dalam undang-undang, karena kepentingan manusia yang sangat berkembang, sehingga kepentingan itu mungkin berubah-ubah dan bertambah seiring dengan berjalannya waktu.

Dalam praktiknya dikehidupan masyarakat, tidak semua kepentingan manusia diatur dalam undang-undang, karena kepentingan manusia yang sangat berkembang, sehingga kepentingan itu mungkin berubah-ubah dan bertambah seiring dengan berjalannya waktu.

Dokumen terkait