• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III. Perkembangan Pertanian Petani Salak di Desa Parsalakan tahun

3.1 Latar Belakang Petani Salak di Desa Parsalakan

Menurut masyarakat Parsalakan ada beragam cerita yang berkembang di dalam masyarakat mengenai asal-muasal datangnya salak ke daerah Angkola Barat. Misalnya, ada yang mengklaim bahwa salak ini dulunya berasal dari Marancar. Berdasarkan pihak yang mengklaim tersebut ketika ada sanak famili yang datang berkunjung ke Parsalakan, buah tangan yang biasanya mereka berikan adalah buah salak, begitu juga sebaliknya ketika orang-orang Parsalakan berkunjung ke daerah Marancar, buah tangan yang mereka terima adalah buah salak.Buah salak yang mereka terima ini biasanya bijinya langsung dibuang ke belakang halaman rumah mereka, dan tanpa mereka sadari biji salak yang dibuang tersebut tumbuh subur di

belakang halaman rumah mereka.11Melihat hasil tanaman salak yang baik dan

tumbuh subur di daerah tersebut, sehingga membuat masyarakat Parsalakan berlomba-lomba untuk menanam salak.Selain itu ada juga yang mengatakan bahwasanya yang membawa salak ini dulunya adalah seekor anjing.Anjing tersebut membawa biji salak dari Desa Marancar dan kemudian menyimpan bijinya di suatu lahan di Desa Parsalakan. Lama-kelamaan karena terlalu seringnya anjing tersebut

11

membawa biji salak, maka biji salak yang disimpan dalam tanah itu kemudian tumbuh dan menjadi pohon salak.Ada juga pihak yang mengatakan kalau bibit buah salak ini dulunya diberikan oleh pihak kolonial Belanda,pada saat mereka berada di daerah Parsalakan. Belanda kemudian meminta kepada penduduk setempat untuk menanam biji salak yang mereka bawa untuk ditanam di lahan yang dimiliki oleh masyarakat dan Belanda juga meminta warga Parsalakan sebagai pekerjanya kemudian hasil produksinya dibagi 2. Untuk memuluskan rencana mereka tersebut, pihak kolonial Belanda mendekati para ketua-ketua adat dan kepala desa untuk berunding dengan warganya agar mau menanam biji salak di lahan mereka.Setelah mendapat persetujuan dari warga beserta kepala desanya, maka mulailah biji salak yang dibawa oleh Belanda untuk ditanam.

Terlepas dari berbagai cerita masyarakat tentang asal-muasalnya salak di Desa Parsalakan, ternyata pada mulanya masyarakat Parsalakan belum mengetahui kalau salak merupakan buah yang memiliki nilai jual. Hal tersebut bisa dilihat sebelum tahun 1970-an dimana masyarakat menanam salak di lahannya secara tidak terurus. Tanaman salak tersebut dibiarkan tumbuh begitu saja, dan ketika berbuah dan sudah bisa dipetik, langsung diambil dan dimakan tempat. Jika salak yang mereka petik berlebih maka sisanya yang tidak habis dimakan akan dibawa pulang ke rumah. Orang-orang Parsalakan sangat gemar memakan salak bahkan ketika mereka memakan satu buah salak, maka akan timbul keinginan untuk memakannya lagi, seolah-olah menjadi kecanduan karena dirasa tidak cukup untuk memakan satu salak

saja, melainkan ingin makan salak tersebut. Sehingga ada istilah yang berkembang di

Angkola Barat, „Salak Sibangkua, dipangan sada mangido dua’ yang artinya salak

Sibangkua kalau dimakan satu ingin tambah menjadi dua.

Pada mulanya salak hanya untuk konsumsi rumah tangga saja, maka banyak tanaman salak yang tidak terurus dan tidak terawat dengan baik.Lahan salak dibiarkan tumbuh begitu saja, karena masyarakat belum mengetahui nilai jual salak tersebut. Masyarakat baru mulai mengetahui kalau salak memiliki nilai jual ,ketika mereka mencoba membarter salak mereka dengan kebutuhan pokok sehari-hari yang ada di Sibolga. Ketika para pedagang yang ada di Sibolga mencoba buah salak tersebut, mereka ternyata ketagihan karena timbul keinginan untuk memakan buah salak tersebut secara terus menerus sehingga membuat pedagang tersebut bersedia membarter produk-produk miliknya seperti beras, sayur-sayuran dan ikan laut. Selain Sibolga, Padangsidimpuan juga menjadi pilihan yang realistis bagi pemasaran buah salak, sebab kota tersebut letaknya dekat dengan daerah Parsalakan dan bisa ditempuh dalam waktu satu jam. Dari segi tenaga dan waktu tidak memerlukan tenaga ekstra seperti membawa salak ke Sibolga. Posisi Padangsidimpuan semakin kukuh sebagai destinasi pemasaran salak karena kota tersebut menjadi persinggahan bagi pengunjung yang lewat dari Padangsidimpuan sehingga menjadi daya tarik tersendiri bagi pengunjung tersebut untuk membeli salak. Setelah mengetahui bahwasanya salak memiliki nilai jual yang bisa dibarter maka hal tersebut mempengaruhi pola pikir masyarakat Parsalakan yang tadinya menganggap tanaman

salak hanya untuk konsumsi pribadi kemudian beralih untuk diperdagangkan ke Sibolga dan Padangsidimpuan. Masyarakat pun mulai satu persatu menjual hasil

tanaman salak mereka ke Sibolga dan Padangsidimpuan meskipun

menggunakankendaraan sado/pedati dengan memakan waktu 3 hari baru sampai ke Sibolga karena medan yang dilalui tidak sebaik sekarang dan belum menggunakan alat transportasi modern seperti mobil dan sepeda motor, namun hal ini tidak menyurutkan semangat mereka untuk menjual salaknya ke Sibolga. Setelah dirasa mendapatkan untung dari menjual salak dengan menukarnya/barter dengan kebutuhan pokok sehari-hari mereka, maka masyarakat pun mulai membuka lahan salak yang baru agar hasil produksi salaknya bertambah.Dalam membuka lahan baru tersebut masyarakat memiliki tantangan tersendiri yaitu, tekstur tanah yang ada di Desa Parsalakan yang berbukit-bukit dan bahkan terlihat seperti membentuk suatu lembah sehingga membutuhkan tenaga yang ekstra dan perlu kehati-hatian dalam membuka lahan baru tersebut.

Oleh karena merasa mendapat untung yang baik dari bertanam salak, maka masyarakat Parsalakan pun mulai memperhatikan pohon-pohon salak mereka.Pohon- pohon salak tersebut diurus dan dirawat dengan baik, seperti membersihkan rumput- rumput yang tumbuh disekitar pohon salak dengan menggunakan peralatan tradisional seperti sabit. Tidak hanya itu saja, masyarakat Parsalakan juga menanam tanaman seperti karet di areal pohon salak tersebut sebagai pohon pelindung salak dari sinar matahari langsung, dikarenakan daun-daun pohon salak tersebut

mudahsekali gosong danselain itu pohon pelindung tersebut juga berperan dalam menjaga kelembapan kebun agar tanahnya tidak menjadi kering dan juga berperan dalam melindungi pohon salak tersebut dari terpaan angin kencang sebab pelepah daun salak sangat mudah putus jika terkena angin. Ada juga yang memagari pohon salaknya agar tidak diganggu oleh hewan liar seperti babi dan anjing yang suka membongkar buah salak yang sudah matang.

Dokumen terkait