KEHIDUPAN PETANI SALAK DI DESA PARSALAKAN KECAMATAN ANGKOLA BARAT KABUPATEN TAPANULI SELATAN (1970-2000)
SKRIPSI SARJANA DIKERJAKAN OLEH :
NAMA : HERY KRISTIANTO SILALAHI NIM : 100706014
Pembimbing,
Dra. Farida Hanum Ritonga, M.SP. NIP 195401111981032001
DEPARTEMEN SEJARAH
FAKULTAS ILMU BUDAYA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
ABSTRAK
Parsalakan merupakansebuahdesa yang berada di KecamatanAngkola Barat Kabupaten Tapanuli Selatan.Sesuai dengan makna dari namanya yang berarti suatu kawasan lahan salak yang luas, masyarakat Parsalakan pun menggantungkan keberlangsungan hidupnya dari pertanian salak. Kondisi geografis menjadi salah satu faktor pendukung masyarakat Parsalakan untuk bertanam salak, ditambah lagi letak desa Parsalakan yang strategis yakni berada di jalur lalu lintas Padangsidimpuan-Sibolga menjadi profit tersendiri perihal pendistribusian hasil produksi salak mereka.
Hingga periodesasi penulisan ini, tampak jelas diceritakan bahwa telah banyak terjadi perubahan yang dialami masyarakat selama 30 tahun bertanam salak. Mulai dari perubahan pola pikir masyarakat yang dulunya menganggap salak untuk dikonsumsi pribadi saja hingga menjadikan salak sebagai komoditas utama dari pertanian mereka. Hal tersebut tentu saja berdampak bagi masyarakat, mulai dari semakin banyaknya lahan salak yang dibuka, perawatan dan pemeliharaan salak yang menjadi perhatian masyarakat agar kualitas dari salak yang dihasilkan semakin baik, dan pemenuhan kebutuhan hidup sehari-hari dari masyarakat yang semakin terpenuhi.
Topik diatas menjadi permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini. Demi kemaksimalan penelitian ini maka memerlukan metode penelitian untuk penulisannya yakni Heuristik (pengumpulan data), Verifikasi( kritiksumber), Interpretasi (penafsiran terhadap sumber), dan Historiografi (penulisan).
KATA PENGANTAR
Dengan segenap hati dan jiwa, penulis mengucapkan rasa syukur kepada
Tuhan Yesus Kristus, karena berkat-Nya dan kasih karuniaNya, penulis bis a
menyelesaikan skripsi ini. Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada semua
pihak yang telah membantu penulis dalam mengerjakan tugas akhir ini. Skripsi ini
dikerjakan sebagai salah satu persyaratan dalam menyelesaikan perkuliahan penulis
di Departemen Sejarah Sejarah Fakultas Ilmu Budaya USU.
Adapun judul dari skripsi ini adalah “Kehidupan Petani Salak di Desa
Parsalakan Kecamatan Angkola Barat Kabupaten Tapanuli Selatan (1970 – 200)”.Tulisani ni menguraikan perjalanan kehidupan masyarakat Parsalakan mulai
dari latar belakang historisnya, keadaan kehidupan sebelum tahun 1970-an, dinamika
yang terjadi selama periode 1970 – 2000, hingga pengaruh pertanian salak itu sendiri
bagi kehidupan masyarakat yang ada di Desa Parsalakan KecamatanAngkola Barat
Kabupaten Tapanuli Selatan.
Penulis menyadari masih banyak kekurangan yang perlu diperbaiki dalam
tulisan ini.Untuk itu, penulis mengharapkan kritik yang kritis dari pembaca demi
perbaikan tulisan yang sederhana ini.Akhir kata, semoga tulisan ini bermanfaat bagi
pembaca.
Penulis
UCAPAN TERIMA KASIH
Dalam mengerjakan skripsi ini, penulis menghadapi begitu besar arus
tantangan yang selalu menghalangi hingga menghambat penulis untuk dapat
menyelesaikan skripsi ini.Penulis merasakan kejenuhan yang membuat api semangat
penulis hampir padam dalam menyelesaikan skripsi ini. Di saat teman-teman satu
angkatan penulis sudah sibuk mengerjakan tugas akhir dan bahkan sudah
menyelesaikannya, penulis masih terus bertanya-tanya di persimpangan jalan. Berkat
dukungan banyak pihak, penulis menyadari bahwa sudah saatnya menyelesaikan
skripsi agar lebih maksimal berkarya ketika menjadi alumni. Untuk itu, penulis
mengucapkan terimakasih yang sedalam-dalamnya karena jasa dan pertolongan
mereka telah menghidupkan semangat penulis hingga membuat penulis bergairah
kembali untuk menyelesaikan skripsi ini.
Kepada mereka:
1. Bapak Dr. Syahron Lubis, M.A. selaku Dekan Fakultas Ilmu Budaya USU.
2. Bapak Drs. Edi Sumarno M.Hum, dan Ibu Dra. Nurhabsyah M.Si selaku Ketua
dan Sekretaris Departemen Sejarah yang telah memberikan saran kepada penulis.
3. Ibu Farida Hanum Ritonga selaku Dosen Pembimbing penulis dalam
menyelesaikan skripsi ini. Terimakasih atas segala waktu yang disempatkan
untuk mengkritik dan membimbing penulis.
4. Terima kasih kepada bapak dan ibu dosen di Departemen Sejarah yang telah
5. Terima kasih juga kepada Bang Amperawira yang telah membantu penulis
perihal administrasi di Departemen Sejarah.
6. Almarhum Ayah saya Open Silalahi dan IbuSaya Ida Firmawati Saragih.
Terima kasih atas didikan, ajaran, nasehat, doa-doa hingga kebaikan kalian
yang telah kalian berikan kepada ananda. Penulis sangat bersyukur, karena
tanpa dorongan dari orangtua penulis mungkin skripsi ini tidak akan pernah
selesai.
7. Terimakasih kepada kedua adik saya Reza Arisandi Silalahi dan Nico Samuel
Silalahi atas dukungan kalian kepada saya. Semoga kalian lebih baik dari saya
dan lebih banyak berkarya lagi demi meraih segala mimpi dan cita-cita kalian.
8. Terimakasih kepada teman-teman penulis stambuk 2010, yang telah banyak
membantu penulis perihal informasi yang dibutuhkan demi meyelesaikan skripsi
ini dan juga waktu yang pernah kita lalui bersama.
9. Terimakasih kepada rekan seperjuangan penulis semasa perkuliahan, Lasron
Pardingotan Sinurat, Wilson Nainggolan, Stepanus Marsel Perangin-angin, dan
Moses Agustinus Berutu yang telah begitu banyak memberikan memori-memori
yang berkesan dan bermakna bagi penulis. Kalian memberikan begitu banyak
„kegilaan‟ di ruang hati penulis sehingga membuat penulis semakin sadar dan
semakin terbentuk karena kalian dan semakin memahami tentang pahit dan
manisnya kehidupan perkuliahan ini.
10.Kepada rekan-rekan kopral se-stambuk, Lae Gery Purba, Lae Try Sanjaya, Lae
dan teman-teman kopral periode 2013 dan 2014 yang tidak bisa penulis sebutkan
satu per satu. Begitu banyak keringat yang menetes deras, tetapi semangat kalian
tidak pernah pudar. Terimakasih buat semangat dan perhatian yang telah kalian
tularkan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Tiada kata yang bisa
penulis sampaikan selain bersyukur bisa mengenal dan berada ditengah-tengah
kalian.
11.Kepada teman-teman KTB saya Evitamala Simamora, Novitasari Butar-butar, Ira
Sela Tarigan, Helma Melati br. Karo, Anita Lumban Gaol, Desni Sihite, Giovani,
Sarni Perangin-angin, dan Gema, terimakasih buat segala doa-doa kalian yang
selalu menopang penulis dalam menghadapi setiap pergumulan dan dalam
menyelesaikan skripsi ini. Kepada PKK penulis, Kak Meisia Mutiara Manurung,
Kak Trya, Kak Yusnia dan Bang Aswin, terimakasih buat setiap didikan, ajaran,
nasihat, doa, dan kebaikan kalian yang membangun dan membentuk penulis juga
kepada Bang Saor yang memberikan semangat kepada penulis dalam
mengerjakan skripsi ini.
12.Kepada UKM KMK USU UP FIB yang telah membina penulis agar senantiasa
menjadi garam dan terang dimanapun berada. Terimakasih juga kepada
rekan-rekan kordinasi periode 2013 dan 2014 buat waktu yang telah kita lalui bersama.
Semoga kita bisa berjumpa di barisan yang sama pada waktuNya kelak.
13.Terimakasih kepada Bang Ramson Silalahi dan Bang Taufik yang telah
dimana penulis memulai ketikan pertama dari pengerjaan skripsi ini.
Informasi-informasi dan internetan gratis dari kalian sangat bermakna bagi penulis.
14.Kepada adik-adik kelompok saya,Hermini, Tri Mayanti Sembiring, Eva Yun
Elisa Silalahi dan Meisa Irawati Purba. Kalian adalah semangat dan motivasi
terbesar penulis untuk berani menatap masa depan.
Akhir kata, kepada seluruh pihak dan informan-informan yang telah membantu
penulis baik dari segi moril maupun materi dalam menyelesaikan skripsi ini, penulis
menghaturkan banyak terimakasih. Kiranya segala kebaikan yang penulis terima dibalas
oleh Bapa Kita Yesus Kristus.
Medan, Februari 2015
Penulis
DAFTAR ISI
ABSTRAK...i
KATAPENGANTAR……......ii
UCAPANTERIMKASIH...iii
DAFTAR ISI...vii
BAB I. Pendahuluan...1
1.1 Latar Belakang Masalah...1
1.2 Rumusan Masalah...6
1.3 Tujuan dan Manfaat...7
1.4 Tinjauan Pustaka...8
1.5 Metode Penelitian...10
BAB II. Kehidupan Masyarakat Parsalakan sebelum tahun 1970...13
2.1 Kondisi Alam dan Geografis...13
2.2 Keadaan Penduduk………...20
2.3 Sistem Mata Pencaharian Penduduk Parsalakan ...24
BAB III. Perkembangan Pertanian Petani Salak di Desa Parsalakan tahun 1970-2000………...31
3.2 Modal………...35
3.3 Pembibitan...39
3.4 Pemeliharaan Tanaman Salak..……..………...………50
3.5 Panen dan Pemasaran………...……….56 BAB IV.Pengaruh Pertanian Salak Bagi Kehidupan Masyarakat Parsalakan……….…61
4.1 Kehidupan Ekonomi...61
4.2 Kehidupan Sosial…...73
4.3 Pendidikan……….80
BAB V Penutup...82
5.1 Kesimpulan...82
5.2 Saran ...84
ABSTRAK
Parsalakan merupakansebuahdesa yang berada di KecamatanAngkola Barat Kabupaten Tapanuli Selatan.Sesuai dengan makna dari namanya yang berarti suatu kawasan lahan salak yang luas, masyarakat Parsalakan pun menggantungkan keberlangsungan hidupnya dari pertanian salak. Kondisi geografis menjadi salah satu faktor pendukung masyarakat Parsalakan untuk bertanam salak, ditambah lagi letak desa Parsalakan yang strategis yakni berada di jalur lalu lintas Padangsidimpuan-Sibolga menjadi profit tersendiri perihal pendistribusian hasil produksi salak mereka.
Hingga periodesasi penulisan ini, tampak jelas diceritakan bahwa telah banyak terjadi perubahan yang dialami masyarakat selama 30 tahun bertanam salak. Mulai dari perubahan pola pikir masyarakat yang dulunya menganggap salak untuk dikonsumsi pribadi saja hingga menjadikan salak sebagai komoditas utama dari pertanian mereka. Hal tersebut tentu saja berdampak bagi masyarakat, mulai dari semakin banyaknya lahan salak yang dibuka, perawatan dan pemeliharaan salak yang menjadi perhatian masyarakat agar kualitas dari salak yang dihasilkan semakin baik, dan pemenuhan kebutuhan hidup sehari-hari dari masyarakat yang semakin terpenuhi.
Topik diatas menjadi permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini. Demi kemaksimalan penelitian ini maka memerlukan metode penelitian untuk penulisannya yakni Heuristik (pengumpulan data), Verifikasi( kritiksumber), Interpretasi (penafsiran terhadap sumber), dan Historiografi (penulisan).
BAB II
KEHIDUPAN MASYARAKAT PARSALAKAN SEBELUM TAHUN 1970
2.1 Kondisi Alam dan Geografis
Pada zaman penjajahan Belanda, Kabupaten Tapanuli Selatan disebut
Afdeeling Padangsidimpuan yang dikepalai oleh seorang Residen yang berkedudukan
di Padangsidimpuan. Afdeeling Padangsidimpuan dibagi atas 3 onder afdeeling,
masing-masing dikepalai oleh seorang Controleur yang dibantu seorang , yaitu Onder
Afdeeling Angkola dan Sipirok yang berkedudukan di Padangsidimpuan dan dibagi
atas 3 onder distrik, yang kedua Onder Afdeeling Padang Lawas, berkedudukan di
Sibuhuan dan dibagi atas 3 onder distrik dan yang terakhir Onder Afdeeling
Mandailing Natal, berkedudukan di Kota Nopan dan terbagi atas 5 onder distrik.
Masing-masing onder distrik dikepalai oleh Asisten Demang.
Tiap-tiap Onder Distrik dibagi atas beberapa Luhat yang dikepalai
masing-masing oleh seorang Kepala Luhat ( Kepala Kuria) dan tiap-tiap Luhat dibagi atas
beberapa kampung yang dikepalai masing-masing oleh seorang Kepala Kampung
(Kepala Hoofd) dan dibantu seorang Kepala Ripo apabila kampung itu mempunyai penduduk yang jumlahnya banyak. Sepanjang Onder Distrik Angkola menjadi bagian
dari Afdeling Sidimpuan, begitu besar pengaruh kontak langsung yang didapatkan,
yaitu karena letak Onder Distrik Angkola yang letaknya strategis di pertigaan jalur
tenggara dan Bukittinggi di selatan membuat Padangsidimpuan menjadi kota transit
bagi para pengunjung.
Pada zaman penjajahan Jepang tak banyak pergantian struktur birokrasi di
Afdeeling Sidimpuan.Controleur-controleur semuanya ditangkapi dan tampuk
kepemimpinan diserahkan kepada Demang (Gun Tyo) dan tiap-tiap Onder-Onder
Distrik dipegang oleh seorang Hukugun Tyo.Semenjak kemerdekaan Indonesia
diproklamirkan, Tapanuli Selatan dikepalai oleh seorang Kepala Luhat Besar yang
bernama Binanga Siregar dan berkedudukan di Sidimpuan. Akibat dari agresi
Belanda militer pertama dan kedua, maka daerah administrasi pemerintahan berubah
sebagai berikut :
a. Daerah Padang Lawas yang berkedudukan di Gunungtua yang dipimpin
Parlindungan Lubis
b. Daerah Angkola-Sipirok yang berkedudukan di Padangsidimpuan dipimpin Muda
Siregar
c. Daerah Mandailing-Natal berkedudukan di Panyabungan dipimpin Junjungan
Lubis.
Pada periode Bupati Tapanuli Selatan dipegang oleh Junjungan Lubis, terjadi
penambahan 6 kecamatan, antara lain, Kecamatan Batang Angkola, Siabu, Sipirok
Sejak tanggal 30 November 1982, wilayah Padangsidimpuan dimekarkan
menjadi Kecamatan Padangsidimpuan Timur, Padangsidimpuan Barat,
Padangsidimpuan Utara, dan Padangsidimpuan Selatan dimana Kecamatan
Padangsidimpuan Utara dan Padangsidimpuan Selatan dibentuk menjadi Kota
Administratif Padangsidimpuan ( PP Nomor 32 tahun 1982).
Pada tahun 1992 dibentuk kecamatan Siais dengan ibukotanya Simarpinggan
yang berasal dari sebagian Kecamatan Padangsidimpuan Barat.Padangsidimpuan
Barat merupakan kecamatan kedua terbesar di Kota Padangsidimpuan dengan 34 desa
dan 1 kelurahan.Yang terbesar ialah kecamatan Padangsidimpuan Timur.Pada tahun
1993 ada 6 desa di kecamatan Padangsidimpuan Barat yang dilebur menjadi 1 desa
yaitu Desa Parsalakan.
Pada awalnya Desa Parsalakan merupakan gabungan dari 6 desa yaitu, Desa
Hutalambung, Huta Tonga, Huta Koje, Huta Tunggal, Aek Lubuk, dan Lobu Jelok.
Keenam desa tersebut kemudian dilebur menjadi 1 desa pada tahun 1993.Penyebab
keenam desa tersebut dilebur mengacu pada Undang-Undang Nomor 5 tahun 1979
tentang Pemerintahan Desa pada pasal 1A, dimana suatu wilayah dapat dikatakan
sebagai suatu desa jika ditempati oleh sejumlah penduduk dan diatur dalam peraturan
Menteri Dalam Negeri. Oleh karena Desa Parsalakan pada masa tersebut hanya terdiri
dari 6 desa dengan jumlah kepala keluarga tidak lebih 50 kepala keluarga per desanya
maka pemerintah pun pada masa itu mengambil keputusan untuk melebur ke 6 desa
rencana peleburan dan sekalaian sosialisasi mengenai syarat terbentuknya desa yang
sesuai dengan Undang-Undang Nomor 5 tahun 1979. Akhirnya setelah berembuk dan
mengerti mengapa pemerintah merencanakan peleburan ke 6 desa tersebut
disepakatilah nama desa tersebut Desa Parsalakan.Nama Parsalakan dipilih karena
karena keenam desa tersebut merupakan kawasan perkebunan salak yang terbesar di
Kecamatan Angkola Barat dengan luas lahannya 6.458 ha.
Desa Parsalakan terletak di Kecamatan Angkola Barat Kabupaten Tapanuli
Selatan yang luasnya sekitar 182,17 km2 atau 4,80 persen dari total luas Kabupaten
Tapanuli Selatan terdiri dari, 12 desa dan 2 kelurahan yaitu, Siuhom, Sisundung,
Parsalakan, Sialogo, Lembah Lubuk Raya, Sitaratoit, Lobu Layan Sigordang, Aek
Nabara, Sibangkua, Sigumur, Sitinjak, Simatorkis Sisoma, Panobasan, Panobasan
Lombang. Desa yang terbesar di Kecamatan Angkola Barat yaitu, Desa Parsalakan
dengan luas 28,60 km2. Topografi di desa-desa yang ada di Kecamatan Angkola
Barat berbukit-bukit dan datar dan diapit oleh 2 gunug yaitu Gunung Sanggarudang
dan Gunung Lubuk Raya.
Kecamatan Angkola Barat secara administratif berbatasan dengan Kecamatan
Batang Toru di sebelah utara, Kecamatan Angkola Sangkunur di sebelah barat,
Kecamatan Angkola Selatan di sebelah selatan dan Kota Padangsidimpuan di sebelah
timur. Jarak Desa Parsalakan dengan Kecamatan Angkola Barat (ibukota kecamatan)
adalah 9 km, jarak ke Kabupaten Tapanuli Selatan (ibukota kabupaten) adalah 8 km
administrasi Desa Parsalakan mempunyai batas – batas sebagai berikut : sebelah utara
berbatasan dengan Desa Paya Tobotan, sebelah selatan berbatasan dengan Desa Aek
Latong Siamporik. sebelah barat berbatasan dengan Desa Paya Pusat Aek Nabara
,sebelah timur berbatasan dengan Desa Sawah Sialogo.
Untuk dapat mengakses Desa Parsalakan,maka terlebih dahulu dari
Padangsidimpuan dengan jarak 7 km hingga ke perbatasan Padangsidimpuan dengan
Kabupaten Tapanuli Selatan akan melewati Hutaimbaru dan Palopat Maria.
Hutaimbaru berada di perbatasan antara Kota Padangsidimpuan dengan
Padangsidimpuan Barat ( kini Angkola Barat). Hutaimbaru dulunya merupakan
bagian dari kecamatan Padangsidimpuan Barat, tetapi sesuai dengan UU No. 4 tahun
2001 maka Padangsidimpuan Barat berubah nama menjadi Angkola Barat dan
menjadi bagian dari Kabupaten Tapanuli Selatan dan Hutaimbaru pun menjadi
kelurahan dari Kota Administratif Padangsidimpuan. Sepanjang jarak tersebut dapat
ditempuh dengan sepeda motor atau dengan mobil. Jalanan pun terbilang mulus,
tetapi sedikit menanjak dan tidak ada tikungan-tikungan tajam hingga ke Palopat
Maria. Dari Palopat Maria kira-kira 1 km lagi maka akan sampai ke daerah
Parsalakan. Desa Parsalakan merupakan jalur lintas Sibolga-Sidimpuan.Di sepanjang
melewati daerah Parsalakan, disuguhi pemandangan yang asri dan sejuk karena di
pinggir-pinggir jalan tersebut selain rumah warga ada juga pohon-pohon salak yang
berbaris rapi di sepanjang jalan.Jalanan di sepanjang Desa Parsakan juga terbilang
membentuk terasering pada sawah, banyak juga jalan yang berlobang dan
bergelombang terutama di bagian tikungan tajamnya.Topografi desa Parsalakan itu
berbukit-bukit dan sampai dengan datar.Setiap bukitnya ditempati 1 desa.Desa
pertama yang dilewati pertama kali yaitu Huta Koje atau Pertanian, Aek Lubuk, dan
Huta Tunggal jadi ada 4 bukit yang dilewati. Sedangkan dua desa lagi yaitu Lobu
Jelok dan Huta Lambung berada di daerah pedalamannya Jalanan di Huta Koje
hingga ke Huta Tunggal terbilang mulus dan sedikit tikungan. Di sepanjang jalannya
selain rumah warga yang berada di pinggir jalan, juga ada pohon-pohon salak,
karet,pisang. Dalam pola pertanian ladang pada umumnya ditemukan desa atau
kampung dimana penghuninya mempunyai rumah tetap/permanen dan dimana
terdapat pasar, toko-toko dan lain sebagainya, agak ramai setelah panen sampai
musim kemarau.Warga di daerah tersebut selain tinggal di pinggir jalan juga
mendirikan depot salak di depan rumahnya dan di bagian belakang rumahnya
ditanami kebun salak. Dalam perjalanan juga kadangkala ditandai dengan nampaknya
asap-asap yang keluar dari tengah-tengah kebun salak. Asap-asap tersebut berasal
dari kayu bakar yang dikumpulkan hingga menyerupai api unggun dan di bakar di
tengah-tengah kebun. Menurut masyarakat setempat dibuatnya api unggun tersebut
untuk mengusir hama-hama yang ada di kebun dan berfungsi untuk menjaga
kesuburan tanah agar tetap lembab.
Semakin jelas terdengar suara ayam berkokok seturut juga sebagai penanda
bermain dan juga yang sedang menunggu angkutan umum untuk berangkat sekolah
ke Hutaimbaru atau ke pusat kota Padangsidimpuan, dan ada yang berangkat ke
Sitinjak, yang merupakan ibukota kecamatan Angkola Barat. Di Parsalakan hanya
ada 2 sekolah sehingga dan tidak bisa menampung siswa dalam jumlah banyak,
sehingga membuat orangtua menyekolahkan anak-anaknya ke luar Desa Parsalakan
yaitu, Hutaimbaru yang berada di Padangsidimpuan dan juga Sitinjak.Para orangtua
juga memulai kegiatannya dengan pergi ke ladang salaknya untuk memanen
salaknya, meskipun belum musim panen mereka tetap berangkat untuk memeriksa
kebunnya dan memetik buah salak yang sudah matang meskipun dalam jumlah yang
sedikit, sekitar 2-3 karung.1 karung beratnya 25-30 kg tergantung daya tampun
karungnya.Harga 1 kg bervariasi berada di kisaran Rp3000-Rp5000, sehingga 1
karung dihargai di kisaran Rp120.000-Rp130.000.
Tekstur tanah yang ada di Desa Parsalakan merupakan tempat yang cocok
untuk menanam salak. Tanaman salak akan tumbuh baik pada ketinggian 0-700 m di
atas permukaan laut. Selain itu, faktor iklim yang sangat berpengaruh terhadap
perkembangan tanaman salak adalah curah hujan. Tanaman salak akan tumbuh baik
pada daerah yang mempunyai curah hujan rata-rata perbulan 200-400 mm. Desa
Parsalakan mempunyai curah hujan yang merata sepanjang tahun, sehingga membuat
tanah untuk menanam salak tetap lembab. Hal ini sangat baik untuk pertumbuhan
Hampir semua struktur lapisan tanah di sekitar Desa Parsalakan merupakan
perbukitan terjal dan jurang yang curam.Setidaknya hal tersebut kemudian menjadi
latar belakang spesifikasi profesi dalam struktur masyarakat Parsalakan.
2.2 Keadaan Penduduk
Angkola adalah salah satu sub suku bangsa Batak yang berasal dari Sumatera
Utara yang tinggal di wilayah Kabupaten Tapanuli Selatan. Suku Batak Angkola
mengenal paham kekerabatan patrilineal, yaitu garis keturunan berdasarkan marga
orangtua laki-laki. Di Angkola dikenal beberapa marga saja, antara lain, Siregar,
Harahap, Hasibuan, Rambe, Daulay, Tanjung, Ritonga, dan Hutasuhut.
Di daerah Parsalakan ada 2 marga yang menguasai 6 desa tersebut yaitu
marga Harahap dan Hasibuan. Marga Harahap menguasai daerah Hutalambung,Aek
Lubuk, dan Hutakoje, sedangkan marga Hasibuan menguasai daerah Lobujelok,Huta
Tunggal dan Huta Tonga.8
Masyarakat Parsalakan sangat menjunjung tinggi nilai-nilai adat suku
Angkola. Upacara-upacara adat ( ritual) seperti Horja Godang dan Mangupa
merupakan rangkaian upacara adat perkawinan yang hingga sekarang masih selalu
diselenggarakan secara turun-temurun. Menurut tradisi atau adat masyarakat tersebut
upacara mangupa merupakan sarana utama bagi para kerabat untuk menyampaikan
8
doa dan harapan mereka agar pengantin yang baru memasuki gerbang pernikahan
memperoleh kebahagiaan dan kesentosaan dalam hidup berumah tangga. Di samping
itu, upacara mangupa merupakan ritual yang digunakan oleh para kerabat untuk
menetapkan berbagai kebijaksanaan tradisional(traditional wisdom) yang diperlukan
oleh sepasang pengantin untuk membina rumah tangga yang harmonis menurut
konsep masyarakat Angkola-Sipirok.
Sehubungan dengan adat mangupa ini dalam masyarakat Angkola ada
beberapa hal yang selalu mendapat upah-upah, yaitu anak yang baru lahir, keluarga
yang memasuki rumah baru, yang baru menikah, dan hal-hal yang dianggap penting
untuk menguatkan semangat seseorang misalnya baru lulus ujian, baru sembuh sakit,
atau menunaikan ibadah haji. Sedangkan Horja Godang merupakan ritual yang
paling tinggi dan besar bagi masyarakat Angkola-Sipirok. Berbicara tentang Horja
Godang, ada beberapa langkah yang harus dilalui, yaitu martahi sabagas, martahi godang, mandohoni, mangalo-alo mora, panaek gondang, maralok-alok, margalanggang, mambuat ipon, kehe tu tapian raya bangunan, mangupa dan paulak anak boru.9Menurut tradisi masyarakat Angkola-Sipirok, untuk melaksanakan
upacara Horja Godang yang di dalamnya harus disertai seni tor-tor dan onang-onang
dilaksanakan pada satu tempat yang dinamakan galanggang paradaton.Dalam
pelaksanaannya sejumlah kerabat pengantin laki-laki dan tokoh pimpinan adat
menyampaikan pidato adat.
9
Parlaungan Ritonga dan Ridwan Azhar, Sistem Pertuturan Masyarakat Tapanuli Selatan,
Pelaksanaan adat Angkola bisa dikategorikan rumit, karena banyaknya
ritual-ritual yang harus dilalui dan membutuhkan waktu yang sangat lama.Pesta-pesta adat
di Angkola bisa menghabiskan waktu 3 hari 3 malam bahkan hingga seminggu jika
mampu untuk membiayainya. Biaya yang diperlukan untuk mengadakan pesta adat di
Angkola tidaklah sedikit, kira-kira membutuhkan dana sekitar 80 juta-an dan itupun
untuk pesta yang 3 hari 3 malam, sedangkan untuk yang seminggu bisa memakan
biaya 100 juta lebih. Dari biaya tersebut sudah termasuk biaya untuk membeli kerbau,
dan memesan gondang dan pemainnya
Tidak sulit untuk menspesifikasikan pekerjaan penduduk yang ada di Desa
Parsalakan.Seperti telah disebutkan sebelumnya, lahan yang ada di Desa Parsalakan
merupakan yang cocok untuk ditanami tanaman salak, sehingga masyarakat pun
berlomba-lomba untuk bertanam salak.Kira-kira hampir 90 persen masyarakat yang
ada di Desa Parsalakan merupakan parsalak. Lahan yang subur, tidak memerlukan
perawatan yang intensif serta hasil yang diperoleh juga menggiurkan, tidak hanya
membuat masyarakat Parsalakan saja yang berlomba-lomba untuk menanam salak,
melainkan mengundang masyarakat tetangganya, yaitu orang-orang Mandailing
untuk menanam salak, meskipun hanya dalam jumlah kecil saja masyarakat yang
datang ke sana.Selain orang Mandailing, masyarakat dari suku-suku utara seperti
Karo, Batak Toba, Sidikalang- Dairi juga datang ke Angkola Barat.Mereka mencoba
peruntungan mereka dengan datang ke daerah Angkola untuk merubah nasib
di Angkola Barat.Mereka melihat bahwa masyarakat Angkola Barat yang banyak
menanam salak dan memperoleh penghasilan yang cukup besar membuat mereka
juga mencoba untuk menanam salak di Angkola Barat.Kemudian dengan meminta
izin dari kepala desa setempat, mereka kemudian mendapat lahan yang berada di
daerah perbatasan antara Angkola Barat dengan Angkola Selatan.Tantangan untuk
menanam salak bagi masyarakat pendatang tersebut yaitu harus membuka
lahan-lahan yang ditumbuhi oleh pohon-pohon.Hal tersebut tidak menyurutkan semangat
mereka malah menjadi motivasi bagi mereka demi memperoleh hidup yang baik dari
bertanam salak.Bibit salak mereka peroleh dari petani-petani salak secara gratis tanpa
ada pungutan.Akan tetapi, ketika masyarakat meminta salak yang dihasilkan oleh
mereka, mereka tidak keberatan karena itu sebagai tanda balas budi mereka karena
telah diperbolehkan menanam salak dan diberikan bibit salak secara gratis
.Lama-kelamaan hasil yang mereka peroleh dianggap cukup untuk mendatangkan keluarga
yang ditinggalkan di kampung asal untuk hidup dan tinggal bersama-sama dengan
mereka.Pada tahun 1982 sudah mulai berkembang sebuah pemukiman masyarakat
2.3 Sistem Mata Pencaharian Penduduk Desa Parsalakan
Mengandalkan potensi alam lingkungan merupakan ciri khas penduduk
Parsalakan.Hal ini bisa dilihat dari bagaimana penduduk Parsalakan mengelola tanah
mereka.Menurut masyarakat setempat, mereka bertanam salak sudah sangat lama
sekali.Tidak jelas sejak tahun berapa, yang jelas lahan salak milik orangtua mereka
diwariskan kepada anak-anaknya begitu seterusnya, sehingga sangat sulit untuk
menelusuri siapa sebenarnya yang pertama kali menemukan dan menanam salak di
Desa Parsalakan.10
Aktivitas sehari-hari dalam mata pencaharian bertani salak dilakukan secara
bergotong royong.Pada masyarakat Parsalakan dikenal dengan istilah
Marsialapari.Marsialapari yaitu melakukan pekerjaan secara bersama-sama
ke(ladang).Sistem Marsialapari ini dikerjakan secara bersama-sama oleh 3-4
keluarga.Keluarga tersebut biasanya keluarga yang satu marga, maka secara
bergiliran mereka mengerjakan ladang berdasarkan urutan yang telah mereka
tentukan sendiri.Dalam mengerjakan ladang tersebut, bukan hanya si ayah atau yang
laki-laki saja yang pergi ke ladang salak, tapi ibu beserta anak perempuannya juga
turut serta dibawa ke ladang salak.Keluarga-keluarga tersebut biasanya pergi ke
ladang setelah mereka sarapan pagi dan menyiapkan bekal untuk dibawa ke
ladang.Dalam kebiasaan masyarakat Parsalakan, biasanya yang menyiapkan bekal
adalah keluarga yang pada minggu tersebut ladangnya hendak dikerjakan. Bekal yang
10
disediakan tergantung kemampuan keluarga tersebut untuk menyediakannya, jika
dirasa mampu maka keluarga tersebut kadang-kadang akan memasak ayam untuk
bekal, tetapi kalaupun tidak mampu juga tidak menjadi masalah yang berarti, sebab
ladang tersebut juga tetap akan dikerjakan, dan bagi keluarga yang lain juga itu
adalah hal yang lumrah karena keluarga tersebut masih satu keluarga/marga dengan
mereka. Dalam pengerjaannya di ladang tersebut, pekerjaan yang laki-laki dan
perempuan tentunya berbeda. Para pihak ayah dan anak laki-lakinya akan
mengerjakan pekerjaan yang berat seperti, membuka lahan salak, menanam biji,
memotong pelepah salak, dan memanen salak. Dalam memotong salak yang hendak
dipanen, ada suatu parang khusus yang yang biasanya digunakan yaitu parang yang
ujungnya makin melebar ke ujungnya. Sedangkan para ibu-ibu dan anak-anaknya
yang perempuan, akan membersihkan rumput-rumput liar yang tumbuh di sekitar
pohon salak, selain itu mereka juga yang akan mempersiapkan makanan ke piring
untuk disantap bersama-sama dengan keluarga yang lain ketika waktunya untuk
makan siang.
Pada waktu panen tiba, keluarga-keluarga tersebut juga menjual hasil panen
salak mereka secara bersama-sama juga.Pada waktu itu jalan dari ladang salak ke
jalan yang menjadi jalan utama di Desa Parsalakan belum semulus sekarang.Untuk
masuk ke ladangsalak, misalnya dari Desa Hutalambung jalan belum dibuka.Oleh
karena itu transportasi yang mereka pakai yaitu menggunakan kuda untuk
tersebut mereka letakkan diatas kuda.Pada kuda tersebut dipasangi dua kantung yang
berada pada dua sisi kuda tersebut.Ketika kuda tersebut telah sampai ke jalan utama
yang ada di Parsalakan, maka hasil panen salak tersebut kemudian dipindahkan ke
atas gerobak pedati yang ditarik oleh sapi atau kerbau.Hasil panen yang telah
dipindahkan tersebut biasanya dijual ke Sibolga.Dalam perjalanannya ke Sibolga,
keluarga-keluarga yang Marsialapari tadi juga menjual hasil salak mereka juga
bersama-sama. Mereka menjualnya bersama-sama karena takut akan bahaya yang
akan mereka dapati di sepanjang perjalanan, misalnya seperti ancaman dari binatang
liar seperti harimau ataupun perompak-perompak yang kadang-kadang beraksi di
sepanjang jalan Parsalakan-Sibolga. Ketika mereka telah sampai di Sibolga, para
petani salak tadi menjual salak mereka dengan pedagang-pedagang yang ada di
Sibolga dengan menggunakan sistim barter. Petani salak tadi membarter salaknya
dengan kebutuhan pokok sehari-hari yang mereka butuhkan yaitu dengan beras, ikan,
sayuran, dan lainnya tergantung kebutuhan dari petani-petani salak yang menjual
tersebut.Selain ke Sibolga, para petani juga ada yang menjual salaknya ke Sidimpuan
meskipun dalam jumlah yang kecil.
Tanaman salak tidak hanya tanaman yang berkembang di Parsalakan. Di
samping salak, masyarakat juga menanam tanaman lain seperti karet, pisang, durian,
jambu dan kelapa. Tanaman karet cukup berkembang di Parsalakan, karena tanaman
salak membutuhkan pohon naungan/pelindung yang cukup rimbun pada masa awal
pohon naungan tersebut terlebih dahulu. Naungan yang paling baik untuk
pertumbuhan awal tanaman salak adalah tanaman pisang. Tanaman pisang hanya
digunakan sebagai naungan sementara, sedangkan untuk naungan tetap digunakan
tanaman tahunan seperti kelapa, karet, durian, petai, lamtoro, mangga, sirsak, jambu,
sawo, dan sebagainya.Sehingga tak jarang dijumpai pohon-pohon seperti pisang,
karet, petai dan sebagainya di samping pohon salak. Tanaman salak mutlak
memerlukan pohon pelindung, jika tidak ada pohon pelindung, pertumbuhan tanaman
salak akan terhambat. Tanaman salak yang yang daunnya tidak terlindung, sering
terdapat bercak-bercak terbakar sinar matahari dan bercak-bercak serangan penyakit
bercak daun. Di samping itu buahnya juga akan menjadi kecil-kecil, warnanya kusam
dan penampakannya tidak menarik. Pohon pelindung tanaman salak dapat dibagi
menjadi dua kategori, yaitu pohon pelindung sementara dan pohon pelindung
permanen, dan tanaman karet tergolong ke kategori pohon pelindung permanen.
Tanaman karet, cukup banyak ditanami oleh penduduk Parsalakan, meskipun
bukan menjadi komoditas utama. Memang ada sedikit perhatian dari masyarakat yang
menanam karet dan hal tersebut dilihat dari aktivitas manderes( bacamenderes) yaitu
dilakukan dengan cara menyayat kulit batang karet dari kiri ke kanan bawah dengan
pisau sadap. Selain itu yang menjadi penghambat bagi penduduk Parsalakan untuk
memproduksi karet dalam jumlah yang lebih banyak lagi adalah karena faktor
geografis di Parsalakan sendiri.Tanaman karet tumbuh optimal di dataran rendah,
tempat, pertumbuhannya makin lambat dan hasilnya secara kualitas lebih
rendah.Ketinggian lebih dari 600 meter dari permukaan laut tidak cocok lagi untuk
tanaman karet, sementara daerah Parsalakan berada di daerah dataran tinggi dan
topografinya juga berbukit-bukit. Selain itu curah hujan juga menjadi faktor
penghambat lainnya, karena Parsalakan termasuk memiliki curah hujan yang cukup
tinggi yaitu kira-kira antara 2000-4000 mm/tahun, sedangkan curah hujan yang cocok
untuk pertumbuhan tanaman karet tidak kurang dari 2000 mm/tahun. Faktor
pendistribusian juga menjadi masalah yang pelik yang dihadapi jika hendak menanam
karet, dikarenakan daerah pendistribusiannya cukup jauh yaitu di daerah Panompuan
ada sebuah perusahaan karet yang berada di Kabupaten Padang Lawas dan PT.
Sihitang Raya yang berada di pinggiran Kota Padangsidimpuan. Jika menghitung
biaya yang dihabiskan untuk memproduksi dan mendistribusikannya maka tidak
sebanding dengan keuntungan yang didapatkan, apalagi lahan untuk menanam karet
tidak sebanyak lahan untuk menanam salak.Jika dibandingkan dengan tanaman salak
yang tidak membutuhkan perhatian yang lebih dari tanaman karet, membuat
masyarakat lambat laun hanya menganggap karet sebagai pohon penaung saja.Dari
segi hasil produksi juga, salak lebih menjanjikan karena tanaman salak dapat berbuah
sepanjang tahun sedangkan karet membutuhkan waktu sekitar 5 tahun untuk dapat
memproduksi getah. Selain itu dalam menderes juga diperlukan waktu yang tepat
yaitu sepagi mungkin agar diperoleh hasil lateks yang tinggi, karena turgor pembuluh
berlangsung dengan aliran yang kuat, dan apabila hujan jatuh sejak dini hari
penyadapan harus dimulai agak siang, karena penyadapan setelah hujan akan
menghasilkan lateks yang encer dan mudah keluar dari alur sadapan serta mudah
mengalami prakolugasi. Peralatan yang dibutuhkan guna melakukan penyadapan juga
cukup banyak, yaitu pisau sadap, talang lateks atau spout, mangkok, cinicin
mangkok, tali cincin, quadri/signat, ember dan spatel.Peralatan dan perlengkapan
tersebut harus ada jika menginginkan kualitas yang baik.Berbanding terbalik dengan
salak yang hanya membutuhkan parang dan sarung tangan ketika hendak memanen
hasil salak tersebut.Hal tersebut menjadi pembanding bagi masyarakat yang ada di
Parsalakan untuk menggantungkan kehidupannya dari usaha bertanam salak,
sehingga masyarakat banyak yang menjadi petani salak. Selain itu,masyarakat hanya
menganggap tanaman karet tersebut sebagai tanaman tumpangsari.
Pada awalnya sebelum tahun 1970 hingga akhir 1980an masyarakat
Parsalakan tidak menganggap penting pendidikan bagi anak-anaknya
kelak.Anggapan-anggapan tersebut berkembang dikarenakan mereka menganggap
dengan hasil bertanam salak saja mereka sudah makmur bahkan pendapatan yang
dihasilkan dari bertanam salak lebih besar dari pendapatan seorang pegawai negeri
sipil (PNS) yang tamatan SMA ataupun S-1. Dari bertanam salak dirasa sudah cukup
untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari seperti membeli beras dan lauk pauk, bahkan
hasil dari menjual salak ketika hasil penjualannya berlebih, maka uang tersebut akan
Parsalakan memang tidak punya latar belakang pendidikan yang baik, tetapi
pemikiran mereka tentang masa depan, bagaimana memenuhi kebutuhan ke depannya
sudah cukup terlihat ketika mereka berani menginvestasikan uangnya. Hal sebaliknya
akan mereka dapati jika bekerja sebagai pegawai negeri sipil, mereka merasa tidak
ada jaminan akan bisa memenuhi kebutuhan-kebutuhan yang mereka perlukan. Selain
itu masyarakat juga belum merasakan dampaknya jika menyekolahkan anaknya,
karena ketika si anak telah selesai bersekolah, pada akhirnya mereka juga akan
menjadi petani salak. Hal tersebut membuat masyarakat Parsalakan tidak tertarik
untuk menyekolahkan anak mereka, dan lebih memilih untuk membawa serta
anaknya ikut bersama mereka ke ladang salak. Membawa serta anaknya ke ladang
tidak hanya sekedar untuk membantu pekerjaan sang ayah dalam merawat ataupun
memanen salak tersebut, melainkan juga untuk mengajarkan si anak bagaimana
caranya menanam, merawat hingga memanen salak, karena kelak lahan-lahan salak
BAB III
Perkembangan Pertanian Petani Salak di Desa Parsalakan tahun
1970-2000
3.1 Latar Belakang Petani Salak di Desa Parsalakan
Menurut masyarakat Parsalakan ada beragam cerita yang berkembang di
dalam masyarakat mengenai asal-muasal datangnya salak ke daerah Angkola Barat.
Misalnya, ada yang mengklaim bahwa salak ini dulunya berasal dari Marancar.
Berdasarkan pihak yang mengklaim tersebut ketika ada sanak famili yang datang
berkunjung ke Parsalakan, buah tangan yang biasanya mereka berikan adalah buah
salak, begitu juga sebaliknya ketika orang-orang Parsalakan berkunjung ke daerah
Marancar, buah tangan yang mereka terima adalah buah salak.Buah salak yang
mereka terima ini biasanya bijinya langsung dibuang ke belakang halaman rumah
mereka, dan tanpa mereka sadari biji salak yang dibuang tersebut tumbuh subur di
belakang halaman rumah mereka.11Melihat hasil tanaman salak yang baik dan
tumbuh subur di daerah tersebut, sehingga membuat masyarakat Parsalakan
berlomba-lomba untuk menanam salak.Selain itu ada juga yang mengatakan
bahwasanya yang membawa salak ini dulunya adalah seekor anjing.Anjing tersebut
membawa biji salak dari Desa Marancar dan kemudian menyimpan bijinya di suatu
lahan di Desa Parsalakan. Lama-kelamaan karena terlalu seringnya anjing tersebut
11
membawa biji salak, maka biji salak yang disimpan dalam tanah itu kemudian
tumbuh dan menjadi pohon salak.Ada juga pihak yang mengatakan kalau bibit buah
salak ini dulunya diberikan oleh pihak kolonial Belanda,pada saat mereka berada di
daerah Parsalakan. Belanda kemudian meminta kepada penduduk setempat untuk
menanam biji salak yang mereka bawa untuk ditanam di lahan yang dimiliki oleh
masyarakat dan Belanda juga meminta warga Parsalakan sebagai pekerjanya
kemudian hasil produksinya dibagi 2. Untuk memuluskan rencana mereka tersebut,
pihak kolonial Belanda mendekati para ketua-ketua adat dan kepala desa untuk
berunding dengan warganya agar mau menanam biji salak di lahan mereka.Setelah
mendapat persetujuan dari warga beserta kepala desanya, maka mulailah biji salak
yang dibawa oleh Belanda untuk ditanam.
Terlepas dari berbagai cerita masyarakat tentang asal-muasalnya salak di Desa
Parsalakan, ternyata pada mulanya masyarakat Parsalakan belum mengetahui kalau
salak merupakan buah yang memiliki nilai jual. Hal tersebut bisa dilihat sebelum
tahun 1970-an dimana masyarakat menanam salak di lahannya secara tidak terurus.
Tanaman salak tersebut dibiarkan tumbuh begitu saja, dan ketika berbuah dan sudah
bisa dipetik, langsung diambil dan dimakan tempat. Jika salak yang mereka petik
berlebih maka sisanya yang tidak habis dimakan akan dibawa pulang ke rumah.
Orang-orang Parsalakan sangat gemar memakan salak bahkan ketika mereka
memakan satu buah salak, maka akan timbul keinginan untuk memakannya lagi,
saja, melainkan ingin makan salak tersebut. Sehingga ada istilah yang berkembang di
Angkola Barat, „Salak Sibangkua, dipangan sada mangido dua’ yang artinya salak
Sibangkua kalau dimakan satu ingin tambah menjadi dua.
Pada mulanya salak hanya untuk konsumsi rumah tangga saja, maka banyak
tanaman salak yang tidak terurus dan tidak terawat dengan baik.Lahan salak
dibiarkan tumbuh begitu saja, karena masyarakat belum mengetahui nilai jual salak
tersebut. Masyarakat baru mulai mengetahui kalau salak memiliki nilai jual ,ketika
mereka mencoba membarter salak mereka dengan kebutuhan pokok sehari-hari yang
ada di Sibolga. Ketika para pedagang yang ada di Sibolga mencoba buah salak
tersebut, mereka ternyata ketagihan karena timbul keinginan untuk memakan buah
salak tersebut secara terus menerus sehingga membuat pedagang tersebut bersedia
membarter produk-produk miliknya seperti beras, sayur-sayuran dan ikan laut. Selain
Sibolga, Padangsidimpuan juga menjadi pilihan yang realistis bagi pemasaran buah
salak, sebab kota tersebut letaknya dekat dengan daerah Parsalakan dan bisa
ditempuh dalam waktu satu jam. Dari segi tenaga dan waktu tidak memerlukan
tenaga ekstra seperti membawa salak ke Sibolga. Posisi Padangsidimpuan semakin
kukuh sebagai destinasi pemasaran salak karena kota tersebut menjadi persinggahan
bagi pengunjung yang lewat dari Padangsidimpuan sehingga menjadi daya tarik
tersendiri bagi pengunjung tersebut untuk membeli salak. Setelah mengetahui
bahwasanya salak memiliki nilai jual yang bisa dibarter maka hal tersebut
salak hanya untuk konsumsi pribadi kemudian beralih untuk diperdagangkan ke
Sibolga dan Padangsidimpuan. Masyarakat pun mulai satu persatu menjual hasil
tanaman salak mereka ke Sibolga dan Padangsidimpuan meskipun
menggunakankendaraan sado/pedati dengan memakan waktu 3 hari baru sampai ke
Sibolga karena medan yang dilalui tidak sebaik sekarang dan belum menggunakan
alat transportasi modern seperti mobil dan sepeda motor, namun hal ini tidak
menyurutkan semangat mereka untuk menjual salaknya ke Sibolga. Setelah dirasa
mendapatkan untung dari menjual salak dengan menukarnya/barter dengan kebutuhan
pokok sehari-hari mereka, maka masyarakat pun mulai membuka lahan salak yang
baru agar hasil produksi salaknya bertambah.Dalam membuka lahan baru tersebut
masyarakat memiliki tantangan tersendiri yaitu, tekstur tanah yang ada di Desa
Parsalakan yang berbukit-bukit dan bahkan terlihat seperti membentuk suatu lembah
sehingga membutuhkan tenaga yang ekstra dan perlu kehati-hatian dalam membuka
lahan baru tersebut.
Oleh karena merasa mendapat untung yang baik dari bertanam salak, maka
masyarakat Parsalakan pun mulai memperhatikan pohon-pohon salak
mereka.Pohon-pohon salak tersebut diurus dan dirawat dengan baik, seperti membersihkan
rumput-rumput yang tumbuh disekitar pohon salak dengan menggunakan peralatan
tradisional seperti sabit. Tidak hanya itu saja, masyarakat Parsalakan juga menanam
tanaman seperti karet di areal pohon salak tersebut sebagai pohon pelindung salak
mudahsekali gosong danselain itu pohon pelindung tersebut juga berperan dalam
menjaga kelembapan kebun agar tanahnya tidak menjadi kering dan juga berperan
dalam melindungi pohon salak tersebut dari terpaan angin kencang sebab pelepah
daun salak sangat mudah putus jika terkena angin. Ada juga yang memagari pohon
salaknya agar tidak diganggu oleh hewan liar seperti babi dan anjing yang suka
membongkar buah salak yang sudah matang.
3.2 Modal
Masyarakat Parsalakan tidak membutuhkan dana yang besar sebagai modal
mereka dalam membuka lahan untuk tanaman salak dan memelihara salak.
Masyarakat hanya menggunakan modal tenaga dan motivasi yang besar untuk
merubah kondisi hidupnya kearah yang lebih baik sebagai modal utama
mereka.Mereka hanya membutuhkan parang dan sabit yang digunakan untuk
membersihkan tanaman-tanaman liar seperti rumput.Selain itu peralatan tersebut juga
digunakan untuk memanen salak terutama dalam memotong tandan salak dari pohon
salak. Dalam pengerjaan lahan salak tersebut petani salak mengerjakan ladangnya
secara bergotong royong sebagaimana yang biasa dilakukan oleh masyarakat tersebut
sehari-hari yaitu dengan caramarsialapari. Seperti telah disinggung di
babsebelumnya, pengerjaan dengan sistem marsialapari ini yaitu ketika 2-3 keluarga
mengerjakan ladangnya secara bergantian dan bersama-sama. Tentu saja sistem
tersebut tidak membutuhkan modal yang besar, karena dikerjakan secara sukarela dan
ladang tersebut.Dalam sistem ini ditentukan waktu secara bersama-sama dari
keluarga tersebut mengenai ladang siapa yang hendak dikelola untuk jangka waktu
minggu ini. Setelah disepakati waktunya, maka merekaakan mulai mengerjakan
ladang keluarga yang telah disepakati tersebut. Ketika ladang suatu keluarga tersebut
akan dikerjakan, maka keluarga yang ladangnya dikerjakan akan menyiapkan makan
siang untuk keluarga-keluarga yang mengerjakan lahan salaknya. Biasanya lauk yang
hendak disediakan tergantung kemampuan dana dari keluarga yang lahannya sedang
dikerjakan tersebut. Tidak ada unsur paksaan apakah lauknya harus ayam atau ikan
yang penting tidak membebani si keluarga yang lahannya hendak dikerjakan tersebut.
Dalam pengerjaan Marsialapari ini baik yang laki-laki maupaun yang perempuan
juga turut ambil bagiannya masing-masing. Misalnya, yang laki-laki biasanya akan
melakukan pengerjaan pembibitan, menggali tanah sebagai tempat bibit salak tersebut
hingga proses pemanenan, sedangkan kaum perempuan disamping membantu
menyediakan makanan sebagai makan siang keluarga-keluarga juga melakukan
pekerjaan seperti mencabut rumput-rumput yang tumbuh di sekitar pohon salak atau
membersihkan pelepah-pelepah dan daun-daun salak yang jatuh berserakan di sekitar
areal pohon salak tersebut. Begitu juga halnya dalam penjualan salak, petani salak
hanya membutuhkan modal yaitu pedati yang ditarik oleh kerbau.dan dalam sistim
penjualan ini seperti telah diuraikan di bab sebelumnya keluarga yang marsialapari
tadi juga ikut secara bersama-sama menjual hasil salak mereka ke Sibolga. Hal
perjalanan menuju ke Sibolga. Seiring berkembangnya waktu kearah yang lebih baik
dan ditambah dengan penghasilan daribuah salak mereka yang baik mengundang para
tauke untuk datang ke Parsalakan sebagai distributor untuk memasarkan hasil salak
mereka.Hal tersebut tentu saja memudahkan petani salak untuk menjual hasil salak
mereka tanpa menggunakan tenaga pedati.Semakin mudahnya akses untuk menjual
salak yang dibarengi dengan bertambahnya penghasilan membuat para petani salak
tersebut mulai bisa memenuhi kebutuhan yang diinginkan seperti membeli kendaraan
roda dua atau sepeda motor. Sepeda motor tersebut digunakan untuk mengangkut
hasil salak mereka dari kebun ke Parsalakan. Mereka menggunakan sepeda motor
karena sudah dibukanya jalan dari ladang mereka ke daerah Parsalakan. Dari sini
dapatdilihat bahwa usaha salak para petani salak telah berubah ke arah yang lebih
baik dan tentunya memberikan pendapatan yang menguntungkan mereka.
Dalam membudidayakan tanaman salak yang ada di lahan mereka, sistem
yang digunakan masih sederhana, tidak membutuhkan modal dalam mengusahakan
lahan mereka.Menurut salah seorang informan dalam satu hektar (Ha) lahan mereka
tersebut membutuhkan waktu kira-kira 4-5 tahun agar tanaman salak dapat tumbuh
besar menjadi pohon dan siap untuk dipanen. Dalam proses pertumbuhan tanaman
salak tersebut mulai dari pembibitan hingga memanen, tidak membutuhkan modal
yang banyak bahkan hampir tidak ada. Sebab bibit salak pun diperoleh dari biji salak
yang buahnya telah dimakan kemudian biji salak tersebut direndam dalam air selama
penyiraman. Dalam mencari sumber air para petani salak tidak kesulitan, sebab
daerah Parsalakan itu sendiri juga memiliki curah hujan yang tinggi sehingga mereka
memanfaatkan curah hujan tersebut sebagai keuntungan tanpa harus menjinjing air
dari rumah hingga ke ladang mereka. Selain itu para petani salak yang ada di
Parsalakan tidak memakai pupuk buatan dalam proses penanaman salak mereka.
Sebab menurut salah seorang petani salak12, hasil dari pohon salak memang baik jika
diberi pupuk buatan pada lima tahun pertama, akan tetapi ketika pemberian pupuk
pada pohon salak dihentika maka hasil yang didapatkan pasti tidak akan baik, karena
pohon salak tersebut sudah menjadi kecanduan terhadap pupuk tersebut, sehingga
kalau tidak diberi maka hasilnya pun tidak baik. Oleh karena itu, para petani di
Parsalakan biasanya hanya memberi pupuk kandang saja bagi pohon salak mereka,
selain lebih murah, cara mendapatkannya juga mudah yakni dari kotoran sapi.Selain
itu, kualitas yang dihasilkan juga baik.
Para petani salak yang di Parsalakan hanya menghabiskan uangnya selama
proses penanaman salak yaitu untuk membeli parang dan sabit. Selain itu mereka
juga membeli karung sebagai tempat penampungan salak atau untuk tempat kemasan
salak sebelum dijual ke tauke. Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, seiring
bertambahnya penghasilan dari salak tersebut, terjadi perubahan dalam proses
pemanenan salak, yaitu dimana mulai berkurangnya proses marsialapari dalam
masyarakat Parsalakan. Sebab pendapatan mereka yang baik dan mendatangkan
12
keuntungan, maka para petani salak mulai mempekerjakan pekerja-pekerja yang
membantu mereka dalam memanen salak.Para pekerja tersebut digaji untuk menjaga
kebun salak, memelihara kebun salak tersebut meskipun si petani salak juga datang
memperhatikan pohon salaknya hingga memanen salak mereka.
3.3 Pembibitan
Pembibitan merupakan tahap awal dalam melakukan pengembangan tanaman.
Bibit yang ditanam akan sangat mempengaruhi keadaan pertumbuhan tanaman dan
produksi serta mutu buah yang akan dipanen. Tanaman salak dapat
dikembangbiakkan melalui dua cara, yang pertama menggunakan biji dan yang kedua
menggunakan tunas akar atau anakan. Umumnya perkembangbiakan tanaman salak
di Parsalakan dilakukan dengan menggunakan biji meskipun ada juga yang dari tunas
akar atau anakan. Untuk tujuan pengembangan yang lebih komersil, penggunaan bibit
dari tunas akar akan lebih menguntungkan. Sedangkan penanaman salak untuk tujuan
konservasi, pengawetan alam, pembuatan hutan lindung akan lebih baik jika
menggunakan bibit yang berasal dari biji. Kedua cara pengembangbiakan salak
tersebut diatas masing-masing mempunyai kelebihan dan kekurangan.
Kelemahan dari penanaman menggunakan biji ini adalah sulitnya menentukan
jumlah pohon salak betina maupun salak jantan yang ditanam.Jenis pohon salak
jantan dan betina tidak dapat diketahui atau ditentukan dengan melihat bentuk
buah yang dipanen nantinya belum tentu sama dengan mutu buah pohon induknya,
bisa lebih baik juga bisa lebih buruk.
Mengenai penentuan jenis salak betina dan jantan ini, menurut salah seorang
petani salak, biji salak yang betina lebih banyak dari yang jantan.Selisihnya berkisar
antara 30-40 yang jantan dan 60-70 yang betina dari 100 pohon.Pehitungan tersebut
dapat dijelaskan melalui analisis biji salak.Buah salak ada yang berbiji 1, ada yang
berbiji 2, ada yang berbiji 3, dan sangat jarang yang berbiji 4. Jumlah buah yang
berbiji 1 dan 2 relatif sama tetapi jumlahnya lebih sedikit dari salak yang berbiji 3.
Biasanya dalam satu tumpukan salak akan didapat peluang salak berbiji 1,2 dan 3 dari
10 buah adalah 2,3 dan 5. Jika biji buah yang berbiji 1 peluangnya menjadi betina
dan jantan sama, dan buah yang berbiji 2 peluangnya menjadi jantan dan betina juga
sama, serta buah yang berbiji 3, peluangnya menjadi jantan 1 dan betina 2, maka total
akhir dari 10 buah yang menghasilkan 23 biji itu akan didapat 9 pohon salak yang
jantan dan 14 pohon salak yang betina.
Kelebihan lain dari penanaman salak dengan menggunakan biji ini adalah
lebih mudah dan murah. Penanamannya dapat dilakukan langsung ke lapangan tanpa
persemaian terutama untuk biji-biji yang perkecambahannya seragam.Jika ingin
melakukan penyemaian untuk mendapatkan bibit dengan pertumbuhan yang seragam,
ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, yaitu persiapan tempat penyemaian,
pemilihan biji, perkecambahan biji dan pengantongan bibit. Pemilihan tempat dan
perkecambahan biji. Siapkan tanah yang baik, gembur dan subur dan tidak
mengandung bibit penyakit. Jangan menggunakan tanah bekas persemaian yang telah
lalu atau bekas persemaian tanaman lain sejenis salak.
Buah yang akan diambil bijinya untuk dijadikan bibit hendaknya yang cukup
tua,biasanya ditandai dengan warna bijinya yang cokelat sampai coklat tua. Pilih biji
yang bentuk bijinya ukuran normal.Biji-biji yang terpilih selanjutnya direndam
dengan air selama 2-3 hari dan setiap hari airnya harus diganti.Kemudian biji-biji ini
dicuci sampai bersih, jika tidak bersih, sisa asam dari daging buah dapat menghambat
perkecambahan.Di samping itu dapat menjadi media tumbuh bagi jamur atau bakteri
penyakit.Jamur dan bakteri ini dapat menyerang biji dan menyebabkan biji busuk dan
menyebar ke biji-biji lain yang ada di sekitarnya.
Perkecambahan biji dapat dilakukan dengan dua cara, yang pertama biji
dikecambahkan di media tanah dan yang kedua dikecambahkan di tempat yang
lembap. Pengecambahan biji pada media tanah pengerjaannya seperti yang umum
dilakukan, yaitu menyiapkan tempat persemaian, kemudian biji disusun secara
teratur, berbaris-baris pada tanah yang telah disiapkan, lalu ditutup dengan tanah
yang gembur dan mulsa diatasnya.Mulsa13 yang digunakan bisa daun kelapa, atau
tebasan alang-alang atau merang padi. Dengan cara ini biji akan berkecambah sekitar
4 minggu. Perkecambahan dengan cara ini dianjurkan untuk bibit yang tumbuh tidak
13
segera akan dimasukkan ke dalam kantong plastik, polibag atau ditanam langsung ke
kebun. Perkecambahan di tempat yang lembap dan gelap, caranya adalah dengan
memasukkan biji ke dalam keranjang dari bamboo,rotan atau plastik, kemudian
ditutup atasnya agar tercipta suasana yang gelap.
Menurut masyarakat setempat cara pembibitan yang mereka kerjakan adalah
dengan perkecambahan melalui media tanah, tetapi mereka juga memiliki keuntungan
yang kedua yaitu, tanah yang ada juga lembap tidak kering. Hal tersebut dikarenakan
curah hujan yang merata bahkan hampir-hampir lebih mengakibatkan kondisi tanah
menjadi lembap.Selain karena lebih mudah dan tanpa mengeluarkan biaya yang
banyak, perkecambahan melalui metode tersebut juga diselingi pepohonan yang
menjadi penaung bagi buah salak tersebut, sehingga menciptakan kondisi yang gelap
dan baik bagi pertumbuhan biji salak. Dengan keuntungan yang dimiliki tersebut,
membuat perkecambahan biji dengan cara yang pertama tersebut akan lebih cepat
dari yang seharusnya yaitu 4 minggu menjadi 3 minggu saja sudah berkecambah
sepanjang 1-4 cm. Biji-biji yang sudah berkecambah ini sudah dapat langsung
dipindahkan atau ditanam langsung ke lapangan atau ke dalam polibag. Untuk bibit
yang masih lama ditanam ke lapangan sebaiknya dimasukkan ke polibag yang
berukuran agak besar.Namun pengantongan bibit tidak menjadi suatu syarat utama
dalam pembibitan.Yang paling penting adalah menyiapkan tempat untuk
menanamkan bibit itu di kebun seperti penyiapan lahan, pupuk kandang, kompos,
Selain penanaman salak dengan melalui biji, petani salak yang ada di
Parsalakan juga biasanya melakukan pembibitan melalui tunas akar. Jika sebelumnya
pembibitan melalui biji biasanya dilakukan seorang petani salak yang baru
mempunyai lahan dan membukanya, sehingga membutuhkan biji-biji salak.Biji-biji
tersebut biasanya diperoleh dari petani salak yang lainnya. Sedangkan penanaman
salak melalui bibit tunas akar ini dilakukan oleh petani salak yang sebelumnya sudah
mempunyai lahan yang dipenuhi oleh pohon salak, sehingga untuk mempermudah
mereka dalam memperbanyak tanaman salaknya tidak perlu lagi menggunakan
metode melalui perkecambahan biji, karena pastinya akan membutuhkan waktu yang
lama dalm proses penanamannya. Selain itu, pembibitan melalui tunas akar ini
sebaiknya diambil dari pohon induk yang unggul baik pertumbuhannya maupun
buahnya. Pembibitan salak dengan tunas akar ini banyak memberikan keuntungan,
karena bibit yang didapat sudah dapat ditentukan jenis jantan atau betinanya. Mutu
bibit dari tunas akar ini sangat ditentukan oleh pohon induknya. Jika pohon induknya
baik, maka dapat dipastikan anak yang diambil akan baik seperti induknya. Sebab
prinsip dari perkembangbiakan secara vegetatif ini akan mewariskan sifat-sifat baik
atau unggul dari induknya seratus persen. Namun kenyataan selanjutnya di lapangan
sangat dipengaruhi oleh lingkungan tempat dimana tanaman itu ditanam.
Pencangkokan ataupun pemisahan tunas akar ini dapat dilakukan pada
berbagai umur pohon induk. Cara kerjanya adalah dengan mengerdilkan tunas akar.
pangkal tunas. Kemudian dilakukan pemotongan hubungan antara pohon induk
dengan anakan sebesar 75 persen, sisakan sedikit saja. Kemudian pada pangkal tunas
akar ini diletakkan kaleng yang telah diisi tanah atau dilakukan penimbunan saja ke
pangkal tunas akar. Jika sudah ada tampak tanda-tanda tunas akar telah membentuk
akar yang biasanya ditandai dengan kelihatan tumbuh dan segar kembali, maka
dilakukan pemutusan hubungan antara pohon induk dengan anaknya. Kemudian
anaknya diangkat dan bibit tersebut dapat langsung ditanam di lahan yang telah
disiapkan.
Tunas akar hasil pemisahan ini selanjutnya di letakkan di tempat persemaian.
Tempatnya juga diusahakan harus yang teduh, terhindar dari penyinaran matahari
langsung, karena anakan yang baru pindah sangat peka terhadap sinar matahari.
Pada dasarnya salak dapat tumbuh pada semua jenis tanah. Indikator yang
dapat digunakan untuk mengetahui jenis tanah yang baik ditanami salak adalh dengan
melihat atau memperhatikan pertumbuhan tanaman keluarga palem seperti pinang,
rotan, enau/aren, dan kelapa. Jika tanaman tersebut tumbuh baik maka tanaman salak
pun dapat tumbuh dengan baik.Tindakan selanjutnya tinggal usaha si petani salak
untuk memelihara dan merwatnya sehingga dapat berbuah. Pekerjaan yang perlu
diperhatikan dalam melakukan penanaman salak adalah pohon pelindung, jarak
Tanaman salak mutlak memerlukan pohon pelindung, jika tidak ada pohon
pelindung, pertumbuhan tanaman salak akan terhambat. Tanaman salak yang
daunnya tidak terlindung, sering terdapat bercak sinar matahari dan
bercak-bercak serangan penyakit bercak-bercak daun. Di samping itu buahnya juga akan menjadi
kecil-kecil, warnanya kusam dan terkihat tidak menarik. Pohon pelindung tanaman
salak dapat dibagi menjadi dua kategori, yaitu pohon pelindung sementara dan pohon
pelindung permanen.Pohon pelindung sementara adalah pohon pelindung yang
sifatnya sementara, sewaktu-waktu bisa dimatikan, dan untuk selanjutnya pohon
pelindung permanen yang berperan untuk melindungi pohon slak.Penggunaan pohon
pelindung sementara ini ditujukan untuk mengejar waktu penanaman agar tidak
terlambat.Pohon pelindung sementara ini juga dapat menambah pendapatan melalui
hasil yang diberikannya sebelum tanaman salak menghasilkan. Jenis tanaman yang
dapat digunakan sebagai pohon pelindung sementara antara lain tanaman pisang, ubi
karet, kayu res dan jenis tanaman lainnya yang pertumbuhannya cepat. Sedangkan
pohon pelindung permanen adalah pohon pelindung yang berumur panjang dan
diharapkan dapat menaungi tanaman salak selama pertumbuhannya.Sebaliknya pohon
pelindung ini adalah pohon yang tumbuhnya tinggi, kuat, tidak mudah patah atau
roboh dan berumur panjang. Tanaman tahunan yang akan dijadikan pohon pelindung
permanen sebaiknya dipilih yang daunnya besar-besar atau dalam bentuk pelepah
seperti kelapa, atau tanaman yang daunnya kecil-kecil sekali seperti petai. Hal ini
bagi petani salak, terutama pekerjaan membersihkan daun-daun yang jatuh di atas
bunga atau pelepah. Daun-daun tersebut dapat mengganggu pandangan untuk melihat
bunga-bunga yang sedang mekar dan akan diserbuki. Walaupun demikian jika
terpaksa atau ingin juga menanam salak pada lahan yang sudah ada tanaman
hortikulturanya dan daunnya berukuran sedang. Penanaman salak ini masih akan
menguntungkan, karena pekerjaan pembersihan daun ini tidak sulit.
Jarak tanam salak hendaknya diatur dengan baik, karena jarak tanam akan
mempengaruhi gerakan dan pekerjaan kita dalam melakukan pemeliharaan,
penyerbukan bunga dan pemanenan. Penentuan jarak tanam salak dibagi dua, yaitu
untuk tanaman yang ditanam di kebun yang baru dibuka dan penanaman salak pada
lahan yang sudah ada tanaman tahunannya.Dalam hal ini tanaman salak berperan
sebagai tanaman sela.Untuk salak yang ditanam di antara tanaman tahunan yang
sudah ada, sebagai tanaman sela, jarak tanamnya dibuat mengikuti pola tanaman
tahunan yang sudah ada.Pada kondisi ini tidak dapat ditentukan jarak tanamnya yang
pasti. Yang perlu diperhatikan adalah menyiapkan dan memperhitungkan jalan yang
akan digunakan dalam melakukan pemeliharaannya nanti.Salak yang akan ditanam
khusus, jarak tanamnya dapat ditentukan dengan berbagai pilihan, mulai dari 2,5 x
2,5m; 3 x 3 m; 4 x 1 m, atau 4 x 2 m dengan jumlah pohon dua per dua meter.
Menurut petani salak yang ada di Parsalakan, system tersebut dinamakan menanam
melakukan penanaman dengan menggunakan lorong ini, antara lain memudahkan
dalam :
- melakukan penyerbukan bunga
- pemeliharaan tanaman dan penyiangan rumput-rumputan - melakukan pemanenan
- mengurangi kerebahan tanaman sewaktu ada angin kencang, dan
- penanamannya dapat menggunakan sistem teras, untuk di lahan yang miring
Pemilihan jarak tanam akan menentukan jumlah tanaman yang dapat ditanam
dalam satu satuan luas. Jarak tanam dapat mempengaruhi pekerjaan petani salak
dalam melakukan pemeliharaan tanaman seperti, melakukan penyerbukan,
penyiangan, dan panen. Salak yang ditanam terlalu rapat akan menyebabkan
pertumbuhannya kecil, pelepah daunnya mengarah ke atas, dan tanaman akan cepat
tinggi serta cepat tua karena persaingan dalam ruang dan unsure hara dalam tanah.
Sedangkan jarak tanaman yang terlalu jarang akan menambah pekerjaan penyiangan
dan kemungkinan mudah roboh bila diterpa angin kencang.Setelah itu dibuat pula
pembuatan lubang tanam yang bertujuan untuk memberikan kesempatan akar tumbuh
dan berkembang dengan baik sehingga tanaman dapat tumbuh sempurna. Pembuatan
lubang untuk menanam salak dapat dilakukan dengan dua cara. Yang pertama adalah
dengan menggunakan tugal dan yang kedua adalah membuat lubang tanaman seperti
yang lazim dilakukan.Dalam melakukan pembuatan lubang tanam ini para petani
salak yang ada di Parsalakan mengerjakannya sesuai kondisi lahan yang