• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kehidupan Petani Salak di Desa Parsalakan Kecamatan Angkola Barat Kabupaten Tapanuli Selatan (1970 – 200)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Kehidupan Petani Salak di Desa Parsalakan Kecamatan Angkola Barat Kabupaten Tapanuli Selatan (1970 – 200)"

Copied!
104
0
0

Teks penuh

(1)

KEHIDUPAN PETANI SALAK DI DESA PARSALAKAN KECAMATAN ANGKOLA BARAT KABUPATEN TAPANULI SELATAN (1970-2000)

SKRIPSI SARJANA DIKERJAKAN OLEH :

NAMA : HERY KRISTIANTO SILALAHI NIM : 100706014

Pembimbing,

Dra. Farida Hanum Ritonga, M.SP. NIP 195401111981032001

DEPARTEMEN SEJARAH

FAKULTAS ILMU BUDAYA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)

ABSTRAK

Parsalakan merupakansebuahdesa yang berada di KecamatanAngkola Barat Kabupaten Tapanuli Selatan.Sesuai dengan makna dari namanya yang berarti suatu kawasan lahan salak yang luas, masyarakat Parsalakan pun menggantungkan keberlangsungan hidupnya dari pertanian salak. Kondisi geografis menjadi salah satu faktor pendukung masyarakat Parsalakan untuk bertanam salak, ditambah lagi letak desa Parsalakan yang strategis yakni berada di jalur lalu lintas Padangsidimpuan-Sibolga menjadi profit tersendiri perihal pendistribusian hasil produksi salak mereka.

Hingga periodesasi penulisan ini, tampak jelas diceritakan bahwa telah banyak terjadi perubahan yang dialami masyarakat selama 30 tahun bertanam salak. Mulai dari perubahan pola pikir masyarakat yang dulunya menganggap salak untuk dikonsumsi pribadi saja hingga menjadikan salak sebagai komoditas utama dari pertanian mereka. Hal tersebut tentu saja berdampak bagi masyarakat, mulai dari semakin banyaknya lahan salak yang dibuka, perawatan dan pemeliharaan salak yang menjadi perhatian masyarakat agar kualitas dari salak yang dihasilkan semakin baik, dan pemenuhan kebutuhan hidup sehari-hari dari masyarakat yang semakin terpenuhi.

Topik diatas menjadi permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini. Demi kemaksimalan penelitian ini maka memerlukan metode penelitian untuk penulisannya yakni Heuristik (pengumpulan data), Verifikasi( kritiksumber), Interpretasi (penafsiran terhadap sumber), dan Historiografi (penulisan).

(7)

KATA PENGANTAR

Dengan segenap hati dan jiwa, penulis mengucapkan rasa syukur kepada

Tuhan Yesus Kristus, karena berkat-Nya dan kasih karuniaNya, penulis bis a

menyelesaikan skripsi ini. Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada semua

pihak yang telah membantu penulis dalam mengerjakan tugas akhir ini. Skripsi ini

dikerjakan sebagai salah satu persyaratan dalam menyelesaikan perkuliahan penulis

di Departemen Sejarah Sejarah Fakultas Ilmu Budaya USU.

Adapun judul dari skripsi ini adalah “Kehidupan Petani Salak di Desa

Parsalakan Kecamatan Angkola Barat Kabupaten Tapanuli Selatan (1970 200)”.Tulisani ni menguraikan perjalanan kehidupan masyarakat Parsalakan mulai

dari latar belakang historisnya, keadaan kehidupan sebelum tahun 1970-an, dinamika

yang terjadi selama periode 1970 – 2000, hingga pengaruh pertanian salak itu sendiri

bagi kehidupan masyarakat yang ada di Desa Parsalakan KecamatanAngkola Barat

Kabupaten Tapanuli Selatan.

Penulis menyadari masih banyak kekurangan yang perlu diperbaiki dalam

tulisan ini.Untuk itu, penulis mengharapkan kritik yang kritis dari pembaca demi

perbaikan tulisan yang sederhana ini.Akhir kata, semoga tulisan ini bermanfaat bagi

pembaca.

Penulis

(8)

UCAPAN TERIMA KASIH

Dalam mengerjakan skripsi ini, penulis menghadapi begitu besar arus

tantangan yang selalu menghalangi hingga menghambat penulis untuk dapat

menyelesaikan skripsi ini.Penulis merasakan kejenuhan yang membuat api semangat

penulis hampir padam dalam menyelesaikan skripsi ini. Di saat teman-teman satu

angkatan penulis sudah sibuk mengerjakan tugas akhir dan bahkan sudah

menyelesaikannya, penulis masih terus bertanya-tanya di persimpangan jalan. Berkat

dukungan banyak pihak, penulis menyadari bahwa sudah saatnya menyelesaikan

skripsi agar lebih maksimal berkarya ketika menjadi alumni. Untuk itu, penulis

mengucapkan terimakasih yang sedalam-dalamnya karena jasa dan pertolongan

mereka telah menghidupkan semangat penulis hingga membuat penulis bergairah

kembali untuk menyelesaikan skripsi ini.

Kepada mereka:

1. Bapak Dr. Syahron Lubis, M.A. selaku Dekan Fakultas Ilmu Budaya USU.

2. Bapak Drs. Edi Sumarno M.Hum, dan Ibu Dra. Nurhabsyah M.Si selaku Ketua

dan Sekretaris Departemen Sejarah yang telah memberikan saran kepada penulis.

3. Ibu Farida Hanum Ritonga selaku Dosen Pembimbing penulis dalam

menyelesaikan skripsi ini. Terimakasih atas segala waktu yang disempatkan

untuk mengkritik dan membimbing penulis.

4. Terima kasih kepada bapak dan ibu dosen di Departemen Sejarah yang telah

(9)

5. Terima kasih juga kepada Bang Amperawira yang telah membantu penulis

perihal administrasi di Departemen Sejarah.

6. Almarhum Ayah saya Open Silalahi dan IbuSaya Ida Firmawati Saragih.

Terima kasih atas didikan, ajaran, nasehat, doa-doa hingga kebaikan kalian

yang telah kalian berikan kepada ananda. Penulis sangat bersyukur, karena

tanpa dorongan dari orangtua penulis mungkin skripsi ini tidak akan pernah

selesai.

7. Terimakasih kepada kedua adik saya Reza Arisandi Silalahi dan Nico Samuel

Silalahi atas dukungan kalian kepada saya. Semoga kalian lebih baik dari saya

dan lebih banyak berkarya lagi demi meraih segala mimpi dan cita-cita kalian.

8. Terimakasih kepada teman-teman penulis stambuk 2010, yang telah banyak

membantu penulis perihal informasi yang dibutuhkan demi meyelesaikan skripsi

ini dan juga waktu yang pernah kita lalui bersama.

9. Terimakasih kepada rekan seperjuangan penulis semasa perkuliahan, Lasron

Pardingotan Sinurat, Wilson Nainggolan, Stepanus Marsel Perangin-angin, dan

Moses Agustinus Berutu yang telah begitu banyak memberikan memori-memori

yang berkesan dan bermakna bagi penulis. Kalian memberikan begitu banyak

„kegilaan‟ di ruang hati penulis sehingga membuat penulis semakin sadar dan

semakin terbentuk karena kalian dan semakin memahami tentang pahit dan

manisnya kehidupan perkuliahan ini.

10.Kepada rekan-rekan kopral se-stambuk, Lae Gery Purba, Lae Try Sanjaya, Lae

(10)

dan teman-teman kopral periode 2013 dan 2014 yang tidak bisa penulis sebutkan

satu per satu. Begitu banyak keringat yang menetes deras, tetapi semangat kalian

tidak pernah pudar. Terimakasih buat semangat dan perhatian yang telah kalian

tularkan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Tiada kata yang bisa

penulis sampaikan selain bersyukur bisa mengenal dan berada ditengah-tengah

kalian.

11.Kepada teman-teman KTB saya Evitamala Simamora, Novitasari Butar-butar, Ira

Sela Tarigan, Helma Melati br. Karo, Anita Lumban Gaol, Desni Sihite, Giovani,

Sarni Perangin-angin, dan Gema, terimakasih buat segala doa-doa kalian yang

selalu menopang penulis dalam menghadapi setiap pergumulan dan dalam

menyelesaikan skripsi ini. Kepada PKK penulis, Kak Meisia Mutiara Manurung,

Kak Trya, Kak Yusnia dan Bang Aswin, terimakasih buat setiap didikan, ajaran,

nasihat, doa, dan kebaikan kalian yang membangun dan membentuk penulis juga

kepada Bang Saor yang memberikan semangat kepada penulis dalam

mengerjakan skripsi ini.

12.Kepada UKM KMK USU UP FIB yang telah membina penulis agar senantiasa

menjadi garam dan terang dimanapun berada. Terimakasih juga kepada

rekan-rekan kordinasi periode 2013 dan 2014 buat waktu yang telah kita lalui bersama.

Semoga kita bisa berjumpa di barisan yang sama pada waktuNya kelak.

13.Terimakasih kepada Bang Ramson Silalahi dan Bang Taufik yang telah

(11)

dimana penulis memulai ketikan pertama dari pengerjaan skripsi ini.

Informasi-informasi dan internetan gratis dari kalian sangat bermakna bagi penulis.

14.Kepada adik-adik kelompok saya,Hermini, Tri Mayanti Sembiring, Eva Yun

Elisa Silalahi dan Meisa Irawati Purba. Kalian adalah semangat dan motivasi

terbesar penulis untuk berani menatap masa depan.

Akhir kata, kepada seluruh pihak dan informan-informan yang telah membantu

penulis baik dari segi moril maupun materi dalam menyelesaikan skripsi ini, penulis

menghaturkan banyak terimakasih. Kiranya segala kebaikan yang penulis terima dibalas

oleh Bapa Kita Yesus Kristus.

Medan, Februari 2015

Penulis

(12)

DAFTAR ISI

ABSTRAK...i

KATAPENGANTAR……......ii

UCAPANTERIMKASIH...iii

DAFTAR ISI...vii

BAB I. Pendahuluan...1

1.1 Latar Belakang Masalah...1

1.2 Rumusan Masalah...6

1.3 Tujuan dan Manfaat...7

1.4 Tinjauan Pustaka...8

1.5 Metode Penelitian...10

BAB II. Kehidupan Masyarakat Parsalakan sebelum tahun 1970...13

2.1 Kondisi Alam dan Geografis...13

2.2 Keadaan Penduduk………...20

2.3 Sistem Mata Pencaharian Penduduk Parsalakan ...24

BAB III. Perkembangan Pertanian Petani Salak di Desa Parsalakan tahun 1970-2000………...31

(13)

3.2 Modal………...35

3.3 Pembibitan...39

3.4 Pemeliharaan Tanaman Salak..……..………...………50

3.5 Panen dan Pemasaran………...……….56 BAB IV.Pengaruh Pertanian Salak Bagi Kehidupan Masyarakat Parsalakan……….…61

4.1 Kehidupan Ekonomi...61

4.2 Kehidupan Sosial…...73

4.3 Pendidikan……….80

BAB V Penutup...82

5.1 Kesimpulan...82

5.2 Saran ...84

(14)

ABSTRAK

Parsalakan merupakansebuahdesa yang berada di KecamatanAngkola Barat Kabupaten Tapanuli Selatan.Sesuai dengan makna dari namanya yang berarti suatu kawasan lahan salak yang luas, masyarakat Parsalakan pun menggantungkan keberlangsungan hidupnya dari pertanian salak. Kondisi geografis menjadi salah satu faktor pendukung masyarakat Parsalakan untuk bertanam salak, ditambah lagi letak desa Parsalakan yang strategis yakni berada di jalur lalu lintas Padangsidimpuan-Sibolga menjadi profit tersendiri perihal pendistribusian hasil produksi salak mereka.

Hingga periodesasi penulisan ini, tampak jelas diceritakan bahwa telah banyak terjadi perubahan yang dialami masyarakat selama 30 tahun bertanam salak. Mulai dari perubahan pola pikir masyarakat yang dulunya menganggap salak untuk dikonsumsi pribadi saja hingga menjadikan salak sebagai komoditas utama dari pertanian mereka. Hal tersebut tentu saja berdampak bagi masyarakat, mulai dari semakin banyaknya lahan salak yang dibuka, perawatan dan pemeliharaan salak yang menjadi perhatian masyarakat agar kualitas dari salak yang dihasilkan semakin baik, dan pemenuhan kebutuhan hidup sehari-hari dari masyarakat yang semakin terpenuhi.

Topik diatas menjadi permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini. Demi kemaksimalan penelitian ini maka memerlukan metode penelitian untuk penulisannya yakni Heuristik (pengumpulan data), Verifikasi( kritiksumber), Interpretasi (penafsiran terhadap sumber), dan Historiografi (penulisan).

(15)

BAB II

KEHIDUPAN MASYARAKAT PARSALAKAN SEBELUM TAHUN 1970

2.1 Kondisi Alam dan Geografis

Pada zaman penjajahan Belanda, Kabupaten Tapanuli Selatan disebut

Afdeeling Padangsidimpuan yang dikepalai oleh seorang Residen yang berkedudukan

di Padangsidimpuan. Afdeeling Padangsidimpuan dibagi atas 3 onder afdeeling,

masing-masing dikepalai oleh seorang Controleur yang dibantu seorang , yaitu Onder

Afdeeling Angkola dan Sipirok yang berkedudukan di Padangsidimpuan dan dibagi

atas 3 onder distrik, yang kedua Onder Afdeeling Padang Lawas, berkedudukan di

Sibuhuan dan dibagi atas 3 onder distrik dan yang terakhir Onder Afdeeling

Mandailing Natal, berkedudukan di Kota Nopan dan terbagi atas 5 onder distrik.

Masing-masing onder distrik dikepalai oleh Asisten Demang.

Tiap-tiap Onder Distrik dibagi atas beberapa Luhat yang dikepalai

masing-masing oleh seorang Kepala Luhat ( Kepala Kuria) dan tiap-tiap Luhat dibagi atas

beberapa kampung yang dikepalai masing-masing oleh seorang Kepala Kampung

(Kepala Hoofd) dan dibantu seorang Kepala Ripo apabila kampung itu mempunyai penduduk yang jumlahnya banyak. Sepanjang Onder Distrik Angkola menjadi bagian

dari Afdeling Sidimpuan, begitu besar pengaruh kontak langsung yang didapatkan,

yaitu karena letak Onder Distrik Angkola yang letaknya strategis di pertigaan jalur

(16)

tenggara dan Bukittinggi di selatan membuat Padangsidimpuan menjadi kota transit

bagi para pengunjung.

Pada zaman penjajahan Jepang tak banyak pergantian struktur birokrasi di

Afdeeling Sidimpuan.Controleur-controleur semuanya ditangkapi dan tampuk

kepemimpinan diserahkan kepada Demang (Gun Tyo) dan tiap-tiap Onder-Onder

Distrik dipegang oleh seorang Hukugun Tyo.Semenjak kemerdekaan Indonesia

diproklamirkan, Tapanuli Selatan dikepalai oleh seorang Kepala Luhat Besar yang

bernama Binanga Siregar dan berkedudukan di Sidimpuan. Akibat dari agresi

Belanda militer pertama dan kedua, maka daerah administrasi pemerintahan berubah

sebagai berikut :

a. Daerah Padang Lawas yang berkedudukan di Gunungtua yang dipimpin

Parlindungan Lubis

b. Daerah Angkola-Sipirok yang berkedudukan di Padangsidimpuan dipimpin Muda

Siregar

c. Daerah Mandailing-Natal berkedudukan di Panyabungan dipimpin Junjungan

Lubis.

Pada periode Bupati Tapanuli Selatan dipegang oleh Junjungan Lubis, terjadi

penambahan 6 kecamatan, antara lain, Kecamatan Batang Angkola, Siabu, Sipirok

(17)

Sejak tanggal 30 November 1982, wilayah Padangsidimpuan dimekarkan

menjadi Kecamatan Padangsidimpuan Timur, Padangsidimpuan Barat,

Padangsidimpuan Utara, dan Padangsidimpuan Selatan dimana Kecamatan

Padangsidimpuan Utara dan Padangsidimpuan Selatan dibentuk menjadi Kota

Administratif Padangsidimpuan ( PP Nomor 32 tahun 1982).

Pada tahun 1992 dibentuk kecamatan Siais dengan ibukotanya Simarpinggan

yang berasal dari sebagian Kecamatan Padangsidimpuan Barat.Padangsidimpuan

Barat merupakan kecamatan kedua terbesar di Kota Padangsidimpuan dengan 34 desa

dan 1 kelurahan.Yang terbesar ialah kecamatan Padangsidimpuan Timur.Pada tahun

1993 ada 6 desa di kecamatan Padangsidimpuan Barat yang dilebur menjadi 1 desa

yaitu Desa Parsalakan.

Pada awalnya Desa Parsalakan merupakan gabungan dari 6 desa yaitu, Desa

Hutalambung, Huta Tonga, Huta Koje, Huta Tunggal, Aek Lubuk, dan Lobu Jelok.

Keenam desa tersebut kemudian dilebur menjadi 1 desa pada tahun 1993.Penyebab

keenam desa tersebut dilebur mengacu pada Undang-Undang Nomor 5 tahun 1979

tentang Pemerintahan Desa pada pasal 1A, dimana suatu wilayah dapat dikatakan

sebagai suatu desa jika ditempati oleh sejumlah penduduk dan diatur dalam peraturan

Menteri Dalam Negeri. Oleh karena Desa Parsalakan pada masa tersebut hanya terdiri

dari 6 desa dengan jumlah kepala keluarga tidak lebih 50 kepala keluarga per desanya

maka pemerintah pun pada masa itu mengambil keputusan untuk melebur ke 6 desa

(18)

rencana peleburan dan sekalaian sosialisasi mengenai syarat terbentuknya desa yang

sesuai dengan Undang-Undang Nomor 5 tahun 1979. Akhirnya setelah berembuk dan

mengerti mengapa pemerintah merencanakan peleburan ke 6 desa tersebut

disepakatilah nama desa tersebut Desa Parsalakan.Nama Parsalakan dipilih karena

karena keenam desa tersebut merupakan kawasan perkebunan salak yang terbesar di

Kecamatan Angkola Barat dengan luas lahannya 6.458 ha.

Desa Parsalakan terletak di Kecamatan Angkola Barat Kabupaten Tapanuli

Selatan yang luasnya sekitar 182,17 km2 atau 4,80 persen dari total luas Kabupaten

Tapanuli Selatan terdiri dari, 12 desa dan 2 kelurahan yaitu, Siuhom, Sisundung,

Parsalakan, Sialogo, Lembah Lubuk Raya, Sitaratoit, Lobu Layan Sigordang, Aek

Nabara, Sibangkua, Sigumur, Sitinjak, Simatorkis Sisoma, Panobasan, Panobasan

Lombang. Desa yang terbesar di Kecamatan Angkola Barat yaitu, Desa Parsalakan

dengan luas 28,60 km2. Topografi di desa-desa yang ada di Kecamatan Angkola

Barat berbukit-bukit dan datar dan diapit oleh 2 gunug yaitu Gunung Sanggarudang

dan Gunung Lubuk Raya.

Kecamatan Angkola Barat secara administratif berbatasan dengan Kecamatan

Batang Toru di sebelah utara, Kecamatan Angkola Sangkunur di sebelah barat,

Kecamatan Angkola Selatan di sebelah selatan dan Kota Padangsidimpuan di sebelah

timur. Jarak Desa Parsalakan dengan Kecamatan Angkola Barat (ibukota kecamatan)

adalah 9 km, jarak ke Kabupaten Tapanuli Selatan (ibukota kabupaten) adalah 8 km

(19)

administrasi Desa Parsalakan mempunyai batas – batas sebagai berikut : sebelah utara

berbatasan dengan Desa Paya Tobotan, sebelah selatan berbatasan dengan Desa Aek

Latong Siamporik. sebelah barat berbatasan dengan Desa Paya Pusat Aek Nabara

,sebelah timur berbatasan dengan Desa Sawah Sialogo.

Untuk dapat mengakses Desa Parsalakan,maka terlebih dahulu dari

Padangsidimpuan dengan jarak 7 km hingga ke perbatasan Padangsidimpuan dengan

Kabupaten Tapanuli Selatan akan melewati Hutaimbaru dan Palopat Maria.

Hutaimbaru berada di perbatasan antara Kota Padangsidimpuan dengan

Padangsidimpuan Barat ( kini Angkola Barat). Hutaimbaru dulunya merupakan

bagian dari kecamatan Padangsidimpuan Barat, tetapi sesuai dengan UU No. 4 tahun

2001 maka Padangsidimpuan Barat berubah nama menjadi Angkola Barat dan

menjadi bagian dari Kabupaten Tapanuli Selatan dan Hutaimbaru pun menjadi

kelurahan dari Kota Administratif Padangsidimpuan. Sepanjang jarak tersebut dapat

ditempuh dengan sepeda motor atau dengan mobil. Jalanan pun terbilang mulus,

tetapi sedikit menanjak dan tidak ada tikungan-tikungan tajam hingga ke Palopat

Maria. Dari Palopat Maria kira-kira 1 km lagi maka akan sampai ke daerah

Parsalakan. Desa Parsalakan merupakan jalur lintas Sibolga-Sidimpuan.Di sepanjang

melewati daerah Parsalakan, disuguhi pemandangan yang asri dan sejuk karena di

pinggir-pinggir jalan tersebut selain rumah warga ada juga pohon-pohon salak yang

berbaris rapi di sepanjang jalan.Jalanan di sepanjang Desa Parsakan juga terbilang

(20)

membentuk terasering pada sawah, banyak juga jalan yang berlobang dan

bergelombang terutama di bagian tikungan tajamnya.Topografi desa Parsalakan itu

berbukit-bukit dan sampai dengan datar.Setiap bukitnya ditempati 1 desa.Desa

pertama yang dilewati pertama kali yaitu Huta Koje atau Pertanian, Aek Lubuk, dan

Huta Tunggal jadi ada 4 bukit yang dilewati. Sedangkan dua desa lagi yaitu Lobu

Jelok dan Huta Lambung berada di daerah pedalamannya Jalanan di Huta Koje

hingga ke Huta Tunggal terbilang mulus dan sedikit tikungan. Di sepanjang jalannya

selain rumah warga yang berada di pinggir jalan, juga ada pohon-pohon salak,

karet,pisang. Dalam pola pertanian ladang pada umumnya ditemukan desa atau

kampung dimana penghuninya mempunyai rumah tetap/permanen dan dimana

terdapat pasar, toko-toko dan lain sebagainya, agak ramai setelah panen sampai

musim kemarau.Warga di daerah tersebut selain tinggal di pinggir jalan juga

mendirikan depot salak di depan rumahnya dan di bagian belakang rumahnya

ditanami kebun salak. Dalam perjalanan juga kadangkala ditandai dengan nampaknya

asap-asap yang keluar dari tengah-tengah kebun salak. Asap-asap tersebut berasal

dari kayu bakar yang dikumpulkan hingga menyerupai api unggun dan di bakar di

tengah-tengah kebun. Menurut masyarakat setempat dibuatnya api unggun tersebut

untuk mengusir hama-hama yang ada di kebun dan berfungsi untuk menjaga

kesuburan tanah agar tetap lembab.

Semakin jelas terdengar suara ayam berkokok seturut juga sebagai penanda

(21)

bermain dan juga yang sedang menunggu angkutan umum untuk berangkat sekolah

ke Hutaimbaru atau ke pusat kota Padangsidimpuan, dan ada yang berangkat ke

Sitinjak, yang merupakan ibukota kecamatan Angkola Barat. Di Parsalakan hanya

ada 2 sekolah sehingga dan tidak bisa menampung siswa dalam jumlah banyak,

sehingga membuat orangtua menyekolahkan anak-anaknya ke luar Desa Parsalakan

yaitu, Hutaimbaru yang berada di Padangsidimpuan dan juga Sitinjak.Para orangtua

juga memulai kegiatannya dengan pergi ke ladang salaknya untuk memanen

salaknya, meskipun belum musim panen mereka tetap berangkat untuk memeriksa

kebunnya dan memetik buah salak yang sudah matang meskipun dalam jumlah yang

sedikit, sekitar 2-3 karung.1 karung beratnya 25-30 kg tergantung daya tampun

karungnya.Harga 1 kg bervariasi berada di kisaran Rp3000-Rp5000, sehingga 1

karung dihargai di kisaran Rp120.000-Rp130.000.

Tekstur tanah yang ada di Desa Parsalakan merupakan tempat yang cocok

untuk menanam salak. Tanaman salak akan tumbuh baik pada ketinggian 0-700 m di

atas permukaan laut. Selain itu, faktor iklim yang sangat berpengaruh terhadap

perkembangan tanaman salak adalah curah hujan. Tanaman salak akan tumbuh baik

pada daerah yang mempunyai curah hujan rata-rata perbulan 200-400 mm. Desa

Parsalakan mempunyai curah hujan yang merata sepanjang tahun, sehingga membuat

tanah untuk menanam salak tetap lembab. Hal ini sangat baik untuk pertumbuhan

(22)

Hampir semua struktur lapisan tanah di sekitar Desa Parsalakan merupakan

perbukitan terjal dan jurang yang curam.Setidaknya hal tersebut kemudian menjadi

latar belakang spesifikasi profesi dalam struktur masyarakat Parsalakan.

2.2 Keadaan Penduduk

Angkola adalah salah satu sub suku bangsa Batak yang berasal dari Sumatera

Utara yang tinggal di wilayah Kabupaten Tapanuli Selatan. Suku Batak Angkola

mengenal paham kekerabatan patrilineal, yaitu garis keturunan berdasarkan marga

orangtua laki-laki. Di Angkola dikenal beberapa marga saja, antara lain, Siregar,

Harahap, Hasibuan, Rambe, Daulay, Tanjung, Ritonga, dan Hutasuhut.

Di daerah Parsalakan ada 2 marga yang menguasai 6 desa tersebut yaitu

marga Harahap dan Hasibuan. Marga Harahap menguasai daerah Hutalambung,Aek

Lubuk, dan Hutakoje, sedangkan marga Hasibuan menguasai daerah Lobujelok,Huta

Tunggal dan Huta Tonga.8

Masyarakat Parsalakan sangat menjunjung tinggi nilai-nilai adat suku

Angkola. Upacara-upacara adat ( ritual) seperti Horja Godang dan Mangupa

merupakan rangkaian upacara adat perkawinan yang hingga sekarang masih selalu

diselenggarakan secara turun-temurun. Menurut tradisi atau adat masyarakat tersebut

upacara mangupa merupakan sarana utama bagi para kerabat untuk menyampaikan

8

(23)

doa dan harapan mereka agar pengantin yang baru memasuki gerbang pernikahan

memperoleh kebahagiaan dan kesentosaan dalam hidup berumah tangga. Di samping

itu, upacara mangupa merupakan ritual yang digunakan oleh para kerabat untuk

menetapkan berbagai kebijaksanaan tradisional(traditional wisdom) yang diperlukan

oleh sepasang pengantin untuk membina rumah tangga yang harmonis menurut

konsep masyarakat Angkola-Sipirok.

Sehubungan dengan adat mangupa ini dalam masyarakat Angkola ada

beberapa hal yang selalu mendapat upah-upah, yaitu anak yang baru lahir, keluarga

yang memasuki rumah baru, yang baru menikah, dan hal-hal yang dianggap penting

untuk menguatkan semangat seseorang misalnya baru lulus ujian, baru sembuh sakit,

atau menunaikan ibadah haji. Sedangkan Horja Godang merupakan ritual yang

paling tinggi dan besar bagi masyarakat Angkola-Sipirok. Berbicara tentang Horja

Godang, ada beberapa langkah yang harus dilalui, yaitu martahi sabagas, martahi godang, mandohoni, mangalo-alo mora, panaek gondang, maralok-alok, margalanggang, mambuat ipon, kehe tu tapian raya bangunan, mangupa dan paulak anak boru.9Menurut tradisi masyarakat Angkola-Sipirok, untuk melaksanakan

upacara Horja Godang yang di dalamnya harus disertai seni tor-tor dan onang-onang

dilaksanakan pada satu tempat yang dinamakan galanggang paradaton.Dalam

pelaksanaannya sejumlah kerabat pengantin laki-laki dan tokoh pimpinan adat

menyampaikan pidato adat.

9

Parlaungan Ritonga dan Ridwan Azhar, Sistem Pertuturan Masyarakat Tapanuli Selatan,

(24)

Pelaksanaan adat Angkola bisa dikategorikan rumit, karena banyaknya

ritual-ritual yang harus dilalui dan membutuhkan waktu yang sangat lama.Pesta-pesta adat

di Angkola bisa menghabiskan waktu 3 hari 3 malam bahkan hingga seminggu jika

mampu untuk membiayainya. Biaya yang diperlukan untuk mengadakan pesta adat di

Angkola tidaklah sedikit, kira-kira membutuhkan dana sekitar 80 juta-an dan itupun

untuk pesta yang 3 hari 3 malam, sedangkan untuk yang seminggu bisa memakan

biaya 100 juta lebih. Dari biaya tersebut sudah termasuk biaya untuk membeli kerbau,

dan memesan gondang dan pemainnya

Tidak sulit untuk menspesifikasikan pekerjaan penduduk yang ada di Desa

Parsalakan.Seperti telah disebutkan sebelumnya, lahan yang ada di Desa Parsalakan

merupakan yang cocok untuk ditanami tanaman salak, sehingga masyarakat pun

berlomba-lomba untuk bertanam salak.Kira-kira hampir 90 persen masyarakat yang

ada di Desa Parsalakan merupakan parsalak. Lahan yang subur, tidak memerlukan

perawatan yang intensif serta hasil yang diperoleh juga menggiurkan, tidak hanya

membuat masyarakat Parsalakan saja yang berlomba-lomba untuk menanam salak,

melainkan mengundang masyarakat tetangganya, yaitu orang-orang Mandailing

untuk menanam salak, meskipun hanya dalam jumlah kecil saja masyarakat yang

datang ke sana.Selain orang Mandailing, masyarakat dari suku-suku utara seperti

Karo, Batak Toba, Sidikalang- Dairi juga datang ke Angkola Barat.Mereka mencoba

peruntungan mereka dengan datang ke daerah Angkola untuk merubah nasib

(25)

di Angkola Barat.Mereka melihat bahwa masyarakat Angkola Barat yang banyak

menanam salak dan memperoleh penghasilan yang cukup besar membuat mereka

juga mencoba untuk menanam salak di Angkola Barat.Kemudian dengan meminta

izin dari kepala desa setempat, mereka kemudian mendapat lahan yang berada di

daerah perbatasan antara Angkola Barat dengan Angkola Selatan.Tantangan untuk

menanam salak bagi masyarakat pendatang tersebut yaitu harus membuka

lahan-lahan yang ditumbuhi oleh pohon-pohon.Hal tersebut tidak menyurutkan semangat

mereka malah menjadi motivasi bagi mereka demi memperoleh hidup yang baik dari

bertanam salak.Bibit salak mereka peroleh dari petani-petani salak secara gratis tanpa

ada pungutan.Akan tetapi, ketika masyarakat meminta salak yang dihasilkan oleh

mereka, mereka tidak keberatan karena itu sebagai tanda balas budi mereka karena

telah diperbolehkan menanam salak dan diberikan bibit salak secara gratis

.Lama-kelamaan hasil yang mereka peroleh dianggap cukup untuk mendatangkan keluarga

yang ditinggalkan di kampung asal untuk hidup dan tinggal bersama-sama dengan

mereka.Pada tahun 1982 sudah mulai berkembang sebuah pemukiman masyarakat

(26)

2.3 Sistem Mata Pencaharian Penduduk Desa Parsalakan

Mengandalkan potensi alam lingkungan merupakan ciri khas penduduk

Parsalakan.Hal ini bisa dilihat dari bagaimana penduduk Parsalakan mengelola tanah

mereka.Menurut masyarakat setempat, mereka bertanam salak sudah sangat lama

sekali.Tidak jelas sejak tahun berapa, yang jelas lahan salak milik orangtua mereka

diwariskan kepada anak-anaknya begitu seterusnya, sehingga sangat sulit untuk

menelusuri siapa sebenarnya yang pertama kali menemukan dan menanam salak di

Desa Parsalakan.10

Aktivitas sehari-hari dalam mata pencaharian bertani salak dilakukan secara

bergotong royong.Pada masyarakat Parsalakan dikenal dengan istilah

Marsialapari.Marsialapari yaitu melakukan pekerjaan secara bersama-sama

ke(ladang).Sistem Marsialapari ini dikerjakan secara bersama-sama oleh 3-4

keluarga.Keluarga tersebut biasanya keluarga yang satu marga, maka secara

bergiliran mereka mengerjakan ladang berdasarkan urutan yang telah mereka

tentukan sendiri.Dalam mengerjakan ladang tersebut, bukan hanya si ayah atau yang

laki-laki saja yang pergi ke ladang salak, tapi ibu beserta anak perempuannya juga

turut serta dibawa ke ladang salak.Keluarga-keluarga tersebut biasanya pergi ke

ladang setelah mereka sarapan pagi dan menyiapkan bekal untuk dibawa ke

ladang.Dalam kebiasaan masyarakat Parsalakan, biasanya yang menyiapkan bekal

adalah keluarga yang pada minggu tersebut ladangnya hendak dikerjakan. Bekal yang

10

(27)

disediakan tergantung kemampuan keluarga tersebut untuk menyediakannya, jika

dirasa mampu maka keluarga tersebut kadang-kadang akan memasak ayam untuk

bekal, tetapi kalaupun tidak mampu juga tidak menjadi masalah yang berarti, sebab

ladang tersebut juga tetap akan dikerjakan, dan bagi keluarga yang lain juga itu

adalah hal yang lumrah karena keluarga tersebut masih satu keluarga/marga dengan

mereka. Dalam pengerjaannya di ladang tersebut, pekerjaan yang laki-laki dan

perempuan tentunya berbeda. Para pihak ayah dan anak laki-lakinya akan

mengerjakan pekerjaan yang berat seperti, membuka lahan salak, menanam biji,

memotong pelepah salak, dan memanen salak. Dalam memotong salak yang hendak

dipanen, ada suatu parang khusus yang yang biasanya digunakan yaitu parang yang

ujungnya makin melebar ke ujungnya. Sedangkan para ibu-ibu dan anak-anaknya

yang perempuan, akan membersihkan rumput-rumput liar yang tumbuh di sekitar

pohon salak, selain itu mereka juga yang akan mempersiapkan makanan ke piring

untuk disantap bersama-sama dengan keluarga yang lain ketika waktunya untuk

makan siang.

Pada waktu panen tiba, keluarga-keluarga tersebut juga menjual hasil panen

salak mereka secara bersama-sama juga.Pada waktu itu jalan dari ladang salak ke

jalan yang menjadi jalan utama di Desa Parsalakan belum semulus sekarang.Untuk

masuk ke ladangsalak, misalnya dari Desa Hutalambung jalan belum dibuka.Oleh

karena itu transportasi yang mereka pakai yaitu menggunakan kuda untuk

(28)

tersebut mereka letakkan diatas kuda.Pada kuda tersebut dipasangi dua kantung yang

berada pada dua sisi kuda tersebut.Ketika kuda tersebut telah sampai ke jalan utama

yang ada di Parsalakan, maka hasil panen salak tersebut kemudian dipindahkan ke

atas gerobak pedati yang ditarik oleh sapi atau kerbau.Hasil panen yang telah

dipindahkan tersebut biasanya dijual ke Sibolga.Dalam perjalanannya ke Sibolga,

keluarga-keluarga yang Marsialapari tadi juga menjual hasil salak mereka juga

bersama-sama. Mereka menjualnya bersama-sama karena takut akan bahaya yang

akan mereka dapati di sepanjang perjalanan, misalnya seperti ancaman dari binatang

liar seperti harimau ataupun perompak-perompak yang kadang-kadang beraksi di

sepanjang jalan Parsalakan-Sibolga. Ketika mereka telah sampai di Sibolga, para

petani salak tadi menjual salak mereka dengan pedagang-pedagang yang ada di

Sibolga dengan menggunakan sistim barter. Petani salak tadi membarter salaknya

dengan kebutuhan pokok sehari-hari yang mereka butuhkan yaitu dengan beras, ikan,

sayuran, dan lainnya tergantung kebutuhan dari petani-petani salak yang menjual

tersebut.Selain ke Sibolga, para petani juga ada yang menjual salaknya ke Sidimpuan

meskipun dalam jumlah yang kecil.

Tanaman salak tidak hanya tanaman yang berkembang di Parsalakan. Di

samping salak, masyarakat juga menanam tanaman lain seperti karet, pisang, durian,

jambu dan kelapa. Tanaman karet cukup berkembang di Parsalakan, karena tanaman

salak membutuhkan pohon naungan/pelindung yang cukup rimbun pada masa awal

(29)

pohon naungan tersebut terlebih dahulu. Naungan yang paling baik untuk

pertumbuhan awal tanaman salak adalah tanaman pisang. Tanaman pisang hanya

digunakan sebagai naungan sementara, sedangkan untuk naungan tetap digunakan

tanaman tahunan seperti kelapa, karet, durian, petai, lamtoro, mangga, sirsak, jambu,

sawo, dan sebagainya.Sehingga tak jarang dijumpai pohon-pohon seperti pisang,

karet, petai dan sebagainya di samping pohon salak. Tanaman salak mutlak

memerlukan pohon pelindung, jika tidak ada pohon pelindung, pertumbuhan tanaman

salak akan terhambat. Tanaman salak yang yang daunnya tidak terlindung, sering

terdapat bercak-bercak terbakar sinar matahari dan bercak-bercak serangan penyakit

bercak daun. Di samping itu buahnya juga akan menjadi kecil-kecil, warnanya kusam

dan penampakannya tidak menarik. Pohon pelindung tanaman salak dapat dibagi

menjadi dua kategori, yaitu pohon pelindung sementara dan pohon pelindung

permanen, dan tanaman karet tergolong ke kategori pohon pelindung permanen.

Tanaman karet, cukup banyak ditanami oleh penduduk Parsalakan, meskipun

bukan menjadi komoditas utama. Memang ada sedikit perhatian dari masyarakat yang

menanam karet dan hal tersebut dilihat dari aktivitas manderes( bacamenderes) yaitu

dilakukan dengan cara menyayat kulit batang karet dari kiri ke kanan bawah dengan

pisau sadap. Selain itu yang menjadi penghambat bagi penduduk Parsalakan untuk

memproduksi karet dalam jumlah yang lebih banyak lagi adalah karena faktor

geografis di Parsalakan sendiri.Tanaman karet tumbuh optimal di dataran rendah,

(30)

tempat, pertumbuhannya makin lambat dan hasilnya secara kualitas lebih

rendah.Ketinggian lebih dari 600 meter dari permukaan laut tidak cocok lagi untuk

tanaman karet, sementara daerah Parsalakan berada di daerah dataran tinggi dan

topografinya juga berbukit-bukit. Selain itu curah hujan juga menjadi faktor

penghambat lainnya, karena Parsalakan termasuk memiliki curah hujan yang cukup

tinggi yaitu kira-kira antara 2000-4000 mm/tahun, sedangkan curah hujan yang cocok

untuk pertumbuhan tanaman karet tidak kurang dari 2000 mm/tahun. Faktor

pendistribusian juga menjadi masalah yang pelik yang dihadapi jika hendak menanam

karet, dikarenakan daerah pendistribusiannya cukup jauh yaitu di daerah Panompuan

ada sebuah perusahaan karet yang berada di Kabupaten Padang Lawas dan PT.

Sihitang Raya yang berada di pinggiran Kota Padangsidimpuan. Jika menghitung

biaya yang dihabiskan untuk memproduksi dan mendistribusikannya maka tidak

sebanding dengan keuntungan yang didapatkan, apalagi lahan untuk menanam karet

tidak sebanyak lahan untuk menanam salak.Jika dibandingkan dengan tanaman salak

yang tidak membutuhkan perhatian yang lebih dari tanaman karet, membuat

masyarakat lambat laun hanya menganggap karet sebagai pohon penaung saja.Dari

segi hasil produksi juga, salak lebih menjanjikan karena tanaman salak dapat berbuah

sepanjang tahun sedangkan karet membutuhkan waktu sekitar 5 tahun untuk dapat

memproduksi getah. Selain itu dalam menderes juga diperlukan waktu yang tepat

yaitu sepagi mungkin agar diperoleh hasil lateks yang tinggi, karena turgor pembuluh

(31)

berlangsung dengan aliran yang kuat, dan apabila hujan jatuh sejak dini hari

penyadapan harus dimulai agak siang, karena penyadapan setelah hujan akan

menghasilkan lateks yang encer dan mudah keluar dari alur sadapan serta mudah

mengalami prakolugasi. Peralatan yang dibutuhkan guna melakukan penyadapan juga

cukup banyak, yaitu pisau sadap, talang lateks atau spout, mangkok, cinicin

mangkok, tali cincin, quadri/signat, ember dan spatel.Peralatan dan perlengkapan

tersebut harus ada jika menginginkan kualitas yang baik.Berbanding terbalik dengan

salak yang hanya membutuhkan parang dan sarung tangan ketika hendak memanen

hasil salak tersebut.Hal tersebut menjadi pembanding bagi masyarakat yang ada di

Parsalakan untuk menggantungkan kehidupannya dari usaha bertanam salak,

sehingga masyarakat banyak yang menjadi petani salak. Selain itu,masyarakat hanya

menganggap tanaman karet tersebut sebagai tanaman tumpangsari.

Pada awalnya sebelum tahun 1970 hingga akhir 1980an masyarakat

Parsalakan tidak menganggap penting pendidikan bagi anak-anaknya

kelak.Anggapan-anggapan tersebut berkembang dikarenakan mereka menganggap

dengan hasil bertanam salak saja mereka sudah makmur bahkan pendapatan yang

dihasilkan dari bertanam salak lebih besar dari pendapatan seorang pegawai negeri

sipil (PNS) yang tamatan SMA ataupun S-1. Dari bertanam salak dirasa sudah cukup

untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari seperti membeli beras dan lauk pauk, bahkan

hasil dari menjual salak ketika hasil penjualannya berlebih, maka uang tersebut akan

(32)

Parsalakan memang tidak punya latar belakang pendidikan yang baik, tetapi

pemikiran mereka tentang masa depan, bagaimana memenuhi kebutuhan ke depannya

sudah cukup terlihat ketika mereka berani menginvestasikan uangnya. Hal sebaliknya

akan mereka dapati jika bekerja sebagai pegawai negeri sipil, mereka merasa tidak

ada jaminan akan bisa memenuhi kebutuhan-kebutuhan yang mereka perlukan. Selain

itu masyarakat juga belum merasakan dampaknya jika menyekolahkan anaknya,

karena ketika si anak telah selesai bersekolah, pada akhirnya mereka juga akan

menjadi petani salak. Hal tersebut membuat masyarakat Parsalakan tidak tertarik

untuk menyekolahkan anak mereka, dan lebih memilih untuk membawa serta

anaknya ikut bersama mereka ke ladang salak. Membawa serta anaknya ke ladang

tidak hanya sekedar untuk membantu pekerjaan sang ayah dalam merawat ataupun

memanen salak tersebut, melainkan juga untuk mengajarkan si anak bagaimana

caranya menanam, merawat hingga memanen salak, karena kelak lahan-lahan salak

(33)

BAB III

Perkembangan Pertanian Petani Salak di Desa Parsalakan tahun

1970-2000

3.1 Latar Belakang Petani Salak di Desa Parsalakan

Menurut masyarakat Parsalakan ada beragam cerita yang berkembang di

dalam masyarakat mengenai asal-muasal datangnya salak ke daerah Angkola Barat.

Misalnya, ada yang mengklaim bahwa salak ini dulunya berasal dari Marancar.

Berdasarkan pihak yang mengklaim tersebut ketika ada sanak famili yang datang

berkunjung ke Parsalakan, buah tangan yang biasanya mereka berikan adalah buah

salak, begitu juga sebaliknya ketika orang-orang Parsalakan berkunjung ke daerah

Marancar, buah tangan yang mereka terima adalah buah salak.Buah salak yang

mereka terima ini biasanya bijinya langsung dibuang ke belakang halaman rumah

mereka, dan tanpa mereka sadari biji salak yang dibuang tersebut tumbuh subur di

belakang halaman rumah mereka.11Melihat hasil tanaman salak yang baik dan

tumbuh subur di daerah tersebut, sehingga membuat masyarakat Parsalakan

berlomba-lomba untuk menanam salak.Selain itu ada juga yang mengatakan

bahwasanya yang membawa salak ini dulunya adalah seekor anjing.Anjing tersebut

membawa biji salak dari Desa Marancar dan kemudian menyimpan bijinya di suatu

lahan di Desa Parsalakan. Lama-kelamaan karena terlalu seringnya anjing tersebut

11

(34)

membawa biji salak, maka biji salak yang disimpan dalam tanah itu kemudian

tumbuh dan menjadi pohon salak.Ada juga pihak yang mengatakan kalau bibit buah

salak ini dulunya diberikan oleh pihak kolonial Belanda,pada saat mereka berada di

daerah Parsalakan. Belanda kemudian meminta kepada penduduk setempat untuk

menanam biji salak yang mereka bawa untuk ditanam di lahan yang dimiliki oleh

masyarakat dan Belanda juga meminta warga Parsalakan sebagai pekerjanya

kemudian hasil produksinya dibagi 2. Untuk memuluskan rencana mereka tersebut,

pihak kolonial Belanda mendekati para ketua-ketua adat dan kepala desa untuk

berunding dengan warganya agar mau menanam biji salak di lahan mereka.Setelah

mendapat persetujuan dari warga beserta kepala desanya, maka mulailah biji salak

yang dibawa oleh Belanda untuk ditanam.

Terlepas dari berbagai cerita masyarakat tentang asal-muasalnya salak di Desa

Parsalakan, ternyata pada mulanya masyarakat Parsalakan belum mengetahui kalau

salak merupakan buah yang memiliki nilai jual. Hal tersebut bisa dilihat sebelum

tahun 1970-an dimana masyarakat menanam salak di lahannya secara tidak terurus.

Tanaman salak tersebut dibiarkan tumbuh begitu saja, dan ketika berbuah dan sudah

bisa dipetik, langsung diambil dan dimakan tempat. Jika salak yang mereka petik

berlebih maka sisanya yang tidak habis dimakan akan dibawa pulang ke rumah.

Orang-orang Parsalakan sangat gemar memakan salak bahkan ketika mereka

memakan satu buah salak, maka akan timbul keinginan untuk memakannya lagi,

(35)

saja, melainkan ingin makan salak tersebut. Sehingga ada istilah yang berkembang di

Angkola Barat, „Salak Sibangkua, dipangan sada mangido dua’ yang artinya salak

Sibangkua kalau dimakan satu ingin tambah menjadi dua.

Pada mulanya salak hanya untuk konsumsi rumah tangga saja, maka banyak

tanaman salak yang tidak terurus dan tidak terawat dengan baik.Lahan salak

dibiarkan tumbuh begitu saja, karena masyarakat belum mengetahui nilai jual salak

tersebut. Masyarakat baru mulai mengetahui kalau salak memiliki nilai jual ,ketika

mereka mencoba membarter salak mereka dengan kebutuhan pokok sehari-hari yang

ada di Sibolga. Ketika para pedagang yang ada di Sibolga mencoba buah salak

tersebut, mereka ternyata ketagihan karena timbul keinginan untuk memakan buah

salak tersebut secara terus menerus sehingga membuat pedagang tersebut bersedia

membarter produk-produk miliknya seperti beras, sayur-sayuran dan ikan laut. Selain

Sibolga, Padangsidimpuan juga menjadi pilihan yang realistis bagi pemasaran buah

salak, sebab kota tersebut letaknya dekat dengan daerah Parsalakan dan bisa

ditempuh dalam waktu satu jam. Dari segi tenaga dan waktu tidak memerlukan

tenaga ekstra seperti membawa salak ke Sibolga. Posisi Padangsidimpuan semakin

kukuh sebagai destinasi pemasaran salak karena kota tersebut menjadi persinggahan

bagi pengunjung yang lewat dari Padangsidimpuan sehingga menjadi daya tarik

tersendiri bagi pengunjung tersebut untuk membeli salak. Setelah mengetahui

bahwasanya salak memiliki nilai jual yang bisa dibarter maka hal tersebut

(36)

salak hanya untuk konsumsi pribadi kemudian beralih untuk diperdagangkan ke

Sibolga dan Padangsidimpuan. Masyarakat pun mulai satu persatu menjual hasil

tanaman salak mereka ke Sibolga dan Padangsidimpuan meskipun

menggunakankendaraan sado/pedati dengan memakan waktu 3 hari baru sampai ke

Sibolga karena medan yang dilalui tidak sebaik sekarang dan belum menggunakan

alat transportasi modern seperti mobil dan sepeda motor, namun hal ini tidak

menyurutkan semangat mereka untuk menjual salaknya ke Sibolga. Setelah dirasa

mendapatkan untung dari menjual salak dengan menukarnya/barter dengan kebutuhan

pokok sehari-hari mereka, maka masyarakat pun mulai membuka lahan salak yang

baru agar hasil produksi salaknya bertambah.Dalam membuka lahan baru tersebut

masyarakat memiliki tantangan tersendiri yaitu, tekstur tanah yang ada di Desa

Parsalakan yang berbukit-bukit dan bahkan terlihat seperti membentuk suatu lembah

sehingga membutuhkan tenaga yang ekstra dan perlu kehati-hatian dalam membuka

lahan baru tersebut.

Oleh karena merasa mendapat untung yang baik dari bertanam salak, maka

masyarakat Parsalakan pun mulai memperhatikan pohon-pohon salak

mereka.Pohon-pohon salak tersebut diurus dan dirawat dengan baik, seperti membersihkan

rumput-rumput yang tumbuh disekitar pohon salak dengan menggunakan peralatan

tradisional seperti sabit. Tidak hanya itu saja, masyarakat Parsalakan juga menanam

tanaman seperti karet di areal pohon salak tersebut sebagai pohon pelindung salak

(37)

mudahsekali gosong danselain itu pohon pelindung tersebut juga berperan dalam

menjaga kelembapan kebun agar tanahnya tidak menjadi kering dan juga berperan

dalam melindungi pohon salak tersebut dari terpaan angin kencang sebab pelepah

daun salak sangat mudah putus jika terkena angin. Ada juga yang memagari pohon

salaknya agar tidak diganggu oleh hewan liar seperti babi dan anjing yang suka

membongkar buah salak yang sudah matang.

3.2 Modal

Masyarakat Parsalakan tidak membutuhkan dana yang besar sebagai modal

mereka dalam membuka lahan untuk tanaman salak dan memelihara salak.

Masyarakat hanya menggunakan modal tenaga dan motivasi yang besar untuk

merubah kondisi hidupnya kearah yang lebih baik sebagai modal utama

mereka.Mereka hanya membutuhkan parang dan sabit yang digunakan untuk

membersihkan tanaman-tanaman liar seperti rumput.Selain itu peralatan tersebut juga

digunakan untuk memanen salak terutama dalam memotong tandan salak dari pohon

salak. Dalam pengerjaan lahan salak tersebut petani salak mengerjakan ladangnya

secara bergotong royong sebagaimana yang biasa dilakukan oleh masyarakat tersebut

sehari-hari yaitu dengan caramarsialapari. Seperti telah disinggung di

babsebelumnya, pengerjaan dengan sistem marsialapari ini yaitu ketika 2-3 keluarga

mengerjakan ladangnya secara bergantian dan bersama-sama. Tentu saja sistem

tersebut tidak membutuhkan modal yang besar, karena dikerjakan secara sukarela dan

(38)

ladang tersebut.Dalam sistem ini ditentukan waktu secara bersama-sama dari

keluarga tersebut mengenai ladang siapa yang hendak dikelola untuk jangka waktu

minggu ini. Setelah disepakati waktunya, maka merekaakan mulai mengerjakan

ladang keluarga yang telah disepakati tersebut. Ketika ladang suatu keluarga tersebut

akan dikerjakan, maka keluarga yang ladangnya dikerjakan akan menyiapkan makan

siang untuk keluarga-keluarga yang mengerjakan lahan salaknya. Biasanya lauk yang

hendak disediakan tergantung kemampuan dana dari keluarga yang lahannya sedang

dikerjakan tersebut. Tidak ada unsur paksaan apakah lauknya harus ayam atau ikan

yang penting tidak membebani si keluarga yang lahannya hendak dikerjakan tersebut.

Dalam pengerjaan Marsialapari ini baik yang laki-laki maupaun yang perempuan

juga turut ambil bagiannya masing-masing. Misalnya, yang laki-laki biasanya akan

melakukan pengerjaan pembibitan, menggali tanah sebagai tempat bibit salak tersebut

hingga proses pemanenan, sedangkan kaum perempuan disamping membantu

menyediakan makanan sebagai makan siang keluarga-keluarga juga melakukan

pekerjaan seperti mencabut rumput-rumput yang tumbuh di sekitar pohon salak atau

membersihkan pelepah-pelepah dan daun-daun salak yang jatuh berserakan di sekitar

areal pohon salak tersebut. Begitu juga halnya dalam penjualan salak, petani salak

hanya membutuhkan modal yaitu pedati yang ditarik oleh kerbau.dan dalam sistim

penjualan ini seperti telah diuraikan di bab sebelumnya keluarga yang marsialapari

tadi juga ikut secara bersama-sama menjual hasil salak mereka ke Sibolga. Hal

(39)

perjalanan menuju ke Sibolga. Seiring berkembangnya waktu kearah yang lebih baik

dan ditambah dengan penghasilan daribuah salak mereka yang baik mengundang para

tauke untuk datang ke Parsalakan sebagai distributor untuk memasarkan hasil salak

mereka.Hal tersebut tentu saja memudahkan petani salak untuk menjual hasil salak

mereka tanpa menggunakan tenaga pedati.Semakin mudahnya akses untuk menjual

salak yang dibarengi dengan bertambahnya penghasilan membuat para petani salak

tersebut mulai bisa memenuhi kebutuhan yang diinginkan seperti membeli kendaraan

roda dua atau sepeda motor. Sepeda motor tersebut digunakan untuk mengangkut

hasil salak mereka dari kebun ke Parsalakan. Mereka menggunakan sepeda motor

karena sudah dibukanya jalan dari ladang mereka ke daerah Parsalakan. Dari sini

dapatdilihat bahwa usaha salak para petani salak telah berubah ke arah yang lebih

baik dan tentunya memberikan pendapatan yang menguntungkan mereka.

Dalam membudidayakan tanaman salak yang ada di lahan mereka, sistem

yang digunakan masih sederhana, tidak membutuhkan modal dalam mengusahakan

lahan mereka.Menurut salah seorang informan dalam satu hektar (Ha) lahan mereka

tersebut membutuhkan waktu kira-kira 4-5 tahun agar tanaman salak dapat tumbuh

besar menjadi pohon dan siap untuk dipanen. Dalam proses pertumbuhan tanaman

salak tersebut mulai dari pembibitan hingga memanen, tidak membutuhkan modal

yang banyak bahkan hampir tidak ada. Sebab bibit salak pun diperoleh dari biji salak

yang buahnya telah dimakan kemudian biji salak tersebut direndam dalam air selama

(40)

penyiraman. Dalam mencari sumber air para petani salak tidak kesulitan, sebab

daerah Parsalakan itu sendiri juga memiliki curah hujan yang tinggi sehingga mereka

memanfaatkan curah hujan tersebut sebagai keuntungan tanpa harus menjinjing air

dari rumah hingga ke ladang mereka. Selain itu para petani salak yang ada di

Parsalakan tidak memakai pupuk buatan dalam proses penanaman salak mereka.

Sebab menurut salah seorang petani salak12, hasil dari pohon salak memang baik jika

diberi pupuk buatan pada lima tahun pertama, akan tetapi ketika pemberian pupuk

pada pohon salak dihentika maka hasil yang didapatkan pasti tidak akan baik, karena

pohon salak tersebut sudah menjadi kecanduan terhadap pupuk tersebut, sehingga

kalau tidak diberi maka hasilnya pun tidak baik. Oleh karena itu, para petani di

Parsalakan biasanya hanya memberi pupuk kandang saja bagi pohon salak mereka,

selain lebih murah, cara mendapatkannya juga mudah yakni dari kotoran sapi.Selain

itu, kualitas yang dihasilkan juga baik.

Para petani salak yang di Parsalakan hanya menghabiskan uangnya selama

proses penanaman salak yaitu untuk membeli parang dan sabit. Selain itu mereka

juga membeli karung sebagai tempat penampungan salak atau untuk tempat kemasan

salak sebelum dijual ke tauke. Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, seiring

bertambahnya penghasilan dari salak tersebut, terjadi perubahan dalam proses

pemanenan salak, yaitu dimana mulai berkurangnya proses marsialapari dalam

masyarakat Parsalakan. Sebab pendapatan mereka yang baik dan mendatangkan

12

(41)

keuntungan, maka para petani salak mulai mempekerjakan pekerja-pekerja yang

membantu mereka dalam memanen salak.Para pekerja tersebut digaji untuk menjaga

kebun salak, memelihara kebun salak tersebut meskipun si petani salak juga datang

memperhatikan pohon salaknya hingga memanen salak mereka.

3.3 Pembibitan

Pembibitan merupakan tahap awal dalam melakukan pengembangan tanaman.

Bibit yang ditanam akan sangat mempengaruhi keadaan pertumbuhan tanaman dan

produksi serta mutu buah yang akan dipanen. Tanaman salak dapat

dikembangbiakkan melalui dua cara, yang pertama menggunakan biji dan yang kedua

menggunakan tunas akar atau anakan. Umumnya perkembangbiakan tanaman salak

di Parsalakan dilakukan dengan menggunakan biji meskipun ada juga yang dari tunas

akar atau anakan. Untuk tujuan pengembangan yang lebih komersil, penggunaan bibit

dari tunas akar akan lebih menguntungkan. Sedangkan penanaman salak untuk tujuan

konservasi, pengawetan alam, pembuatan hutan lindung akan lebih baik jika

menggunakan bibit yang berasal dari biji. Kedua cara pengembangbiakan salak

tersebut diatas masing-masing mempunyai kelebihan dan kekurangan.

Kelemahan dari penanaman menggunakan biji ini adalah sulitnya menentukan

jumlah pohon salak betina maupun salak jantan yang ditanam.Jenis pohon salak

jantan dan betina tidak dapat diketahui atau ditentukan dengan melihat bentuk

(42)

buah yang dipanen nantinya belum tentu sama dengan mutu buah pohon induknya,

bisa lebih baik juga bisa lebih buruk.

Mengenai penentuan jenis salak betina dan jantan ini, menurut salah seorang

petani salak, biji salak yang betina lebih banyak dari yang jantan.Selisihnya berkisar

antara 30-40 yang jantan dan 60-70 yang betina dari 100 pohon.Pehitungan tersebut

dapat dijelaskan melalui analisis biji salak.Buah salak ada yang berbiji 1, ada yang

berbiji 2, ada yang berbiji 3, dan sangat jarang yang berbiji 4. Jumlah buah yang

berbiji 1 dan 2 relatif sama tetapi jumlahnya lebih sedikit dari salak yang berbiji 3.

Biasanya dalam satu tumpukan salak akan didapat peluang salak berbiji 1,2 dan 3 dari

10 buah adalah 2,3 dan 5. Jika biji buah yang berbiji 1 peluangnya menjadi betina

dan jantan sama, dan buah yang berbiji 2 peluangnya menjadi jantan dan betina juga

sama, serta buah yang berbiji 3, peluangnya menjadi jantan 1 dan betina 2, maka total

akhir dari 10 buah yang menghasilkan 23 biji itu akan didapat 9 pohon salak yang

jantan dan 14 pohon salak yang betina.

Kelebihan lain dari penanaman salak dengan menggunakan biji ini adalah

lebih mudah dan murah. Penanamannya dapat dilakukan langsung ke lapangan tanpa

persemaian terutama untuk biji-biji yang perkecambahannya seragam.Jika ingin

melakukan penyemaian untuk mendapatkan bibit dengan pertumbuhan yang seragam,

ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, yaitu persiapan tempat penyemaian,

pemilihan biji, perkecambahan biji dan pengantongan bibit. Pemilihan tempat dan

(43)

perkecambahan biji. Siapkan tanah yang baik, gembur dan subur dan tidak

mengandung bibit penyakit. Jangan menggunakan tanah bekas persemaian yang telah

lalu atau bekas persemaian tanaman lain sejenis salak.

Buah yang akan diambil bijinya untuk dijadikan bibit hendaknya yang cukup

tua,biasanya ditandai dengan warna bijinya yang cokelat sampai coklat tua. Pilih biji

yang bentuk bijinya ukuran normal.Biji-biji yang terpilih selanjutnya direndam

dengan air selama 2-3 hari dan setiap hari airnya harus diganti.Kemudian biji-biji ini

dicuci sampai bersih, jika tidak bersih, sisa asam dari daging buah dapat menghambat

perkecambahan.Di samping itu dapat menjadi media tumbuh bagi jamur atau bakteri

penyakit.Jamur dan bakteri ini dapat menyerang biji dan menyebabkan biji busuk dan

menyebar ke biji-biji lain yang ada di sekitarnya.

Perkecambahan biji dapat dilakukan dengan dua cara, yang pertama biji

dikecambahkan di media tanah dan yang kedua dikecambahkan di tempat yang

lembap. Pengecambahan biji pada media tanah pengerjaannya seperti yang umum

dilakukan, yaitu menyiapkan tempat persemaian, kemudian biji disusun secara

teratur, berbaris-baris pada tanah yang telah disiapkan, lalu ditutup dengan tanah

yang gembur dan mulsa diatasnya.Mulsa13 yang digunakan bisa daun kelapa, atau

tebasan alang-alang atau merang padi. Dengan cara ini biji akan berkecambah sekitar

4 minggu. Perkecambahan dengan cara ini dianjurkan untuk bibit yang tumbuh tidak

13

(44)

segera akan dimasukkan ke dalam kantong plastik, polibag atau ditanam langsung ke

kebun. Perkecambahan di tempat yang lembap dan gelap, caranya adalah dengan

memasukkan biji ke dalam keranjang dari bamboo,rotan atau plastik, kemudian

ditutup atasnya agar tercipta suasana yang gelap.

Menurut masyarakat setempat cara pembibitan yang mereka kerjakan adalah

dengan perkecambahan melalui media tanah, tetapi mereka juga memiliki keuntungan

yang kedua yaitu, tanah yang ada juga lembap tidak kering. Hal tersebut dikarenakan

curah hujan yang merata bahkan hampir-hampir lebih mengakibatkan kondisi tanah

menjadi lembap.Selain karena lebih mudah dan tanpa mengeluarkan biaya yang

banyak, perkecambahan melalui metode tersebut juga diselingi pepohonan yang

menjadi penaung bagi buah salak tersebut, sehingga menciptakan kondisi yang gelap

dan baik bagi pertumbuhan biji salak. Dengan keuntungan yang dimiliki tersebut,

membuat perkecambahan biji dengan cara yang pertama tersebut akan lebih cepat

dari yang seharusnya yaitu 4 minggu menjadi 3 minggu saja sudah berkecambah

sepanjang 1-4 cm. Biji-biji yang sudah berkecambah ini sudah dapat langsung

dipindahkan atau ditanam langsung ke lapangan atau ke dalam polibag. Untuk bibit

yang masih lama ditanam ke lapangan sebaiknya dimasukkan ke polibag yang

berukuran agak besar.Namun pengantongan bibit tidak menjadi suatu syarat utama

dalam pembibitan.Yang paling penting adalah menyiapkan tempat untuk

menanamkan bibit itu di kebun seperti penyiapan lahan, pupuk kandang, kompos,

(45)

Selain penanaman salak dengan melalui biji, petani salak yang ada di

Parsalakan juga biasanya melakukan pembibitan melalui tunas akar. Jika sebelumnya

pembibitan melalui biji biasanya dilakukan seorang petani salak yang baru

mempunyai lahan dan membukanya, sehingga membutuhkan biji-biji salak.Biji-biji

tersebut biasanya diperoleh dari petani salak yang lainnya. Sedangkan penanaman

salak melalui bibit tunas akar ini dilakukan oleh petani salak yang sebelumnya sudah

mempunyai lahan yang dipenuhi oleh pohon salak, sehingga untuk mempermudah

mereka dalam memperbanyak tanaman salaknya tidak perlu lagi menggunakan

metode melalui perkecambahan biji, karena pastinya akan membutuhkan waktu yang

lama dalm proses penanamannya. Selain itu, pembibitan melalui tunas akar ini

sebaiknya diambil dari pohon induk yang unggul baik pertumbuhannya maupun

buahnya. Pembibitan salak dengan tunas akar ini banyak memberikan keuntungan,

karena bibit yang didapat sudah dapat ditentukan jenis jantan atau betinanya. Mutu

bibit dari tunas akar ini sangat ditentukan oleh pohon induknya. Jika pohon induknya

baik, maka dapat dipastikan anak yang diambil akan baik seperti induknya. Sebab

prinsip dari perkembangbiakan secara vegetatif ini akan mewariskan sifat-sifat baik

atau unggul dari induknya seratus persen. Namun kenyataan selanjutnya di lapangan

sangat dipengaruhi oleh lingkungan tempat dimana tanaman itu ditanam.

Pencangkokan ataupun pemisahan tunas akar ini dapat dilakukan pada

berbagai umur pohon induk. Cara kerjanya adalah dengan mengerdilkan tunas akar.

(46)

pangkal tunas. Kemudian dilakukan pemotongan hubungan antara pohon induk

dengan anakan sebesar 75 persen, sisakan sedikit saja. Kemudian pada pangkal tunas

akar ini diletakkan kaleng yang telah diisi tanah atau dilakukan penimbunan saja ke

pangkal tunas akar. Jika sudah ada tampak tanda-tanda tunas akar telah membentuk

akar yang biasanya ditandai dengan kelihatan tumbuh dan segar kembali, maka

dilakukan pemutusan hubungan antara pohon induk dengan anaknya. Kemudian

anaknya diangkat dan bibit tersebut dapat langsung ditanam di lahan yang telah

disiapkan.

Tunas akar hasil pemisahan ini selanjutnya di letakkan di tempat persemaian.

Tempatnya juga diusahakan harus yang teduh, terhindar dari penyinaran matahari

langsung, karena anakan yang baru pindah sangat peka terhadap sinar matahari.

Pada dasarnya salak dapat tumbuh pada semua jenis tanah. Indikator yang

dapat digunakan untuk mengetahui jenis tanah yang baik ditanami salak adalh dengan

melihat atau memperhatikan pertumbuhan tanaman keluarga palem seperti pinang,

rotan, enau/aren, dan kelapa. Jika tanaman tersebut tumbuh baik maka tanaman salak

pun dapat tumbuh dengan baik.Tindakan selanjutnya tinggal usaha si petani salak

untuk memelihara dan merwatnya sehingga dapat berbuah. Pekerjaan yang perlu

diperhatikan dalam melakukan penanaman salak adalah pohon pelindung, jarak

(47)

Tanaman salak mutlak memerlukan pohon pelindung, jika tidak ada pohon

pelindung, pertumbuhan tanaman salak akan terhambat. Tanaman salak yang

daunnya tidak terlindung, sering terdapat bercak sinar matahari dan

bercak-bercak serangan penyakit bercak-bercak daun. Di samping itu buahnya juga akan menjadi

kecil-kecil, warnanya kusam dan terkihat tidak menarik. Pohon pelindung tanaman

salak dapat dibagi menjadi dua kategori, yaitu pohon pelindung sementara dan pohon

pelindung permanen.Pohon pelindung sementara adalah pohon pelindung yang

sifatnya sementara, sewaktu-waktu bisa dimatikan, dan untuk selanjutnya pohon

pelindung permanen yang berperan untuk melindungi pohon slak.Penggunaan pohon

pelindung sementara ini ditujukan untuk mengejar waktu penanaman agar tidak

terlambat.Pohon pelindung sementara ini juga dapat menambah pendapatan melalui

hasil yang diberikannya sebelum tanaman salak menghasilkan. Jenis tanaman yang

dapat digunakan sebagai pohon pelindung sementara antara lain tanaman pisang, ubi

karet, kayu res dan jenis tanaman lainnya yang pertumbuhannya cepat. Sedangkan

pohon pelindung permanen adalah pohon pelindung yang berumur panjang dan

diharapkan dapat menaungi tanaman salak selama pertumbuhannya.Sebaliknya pohon

pelindung ini adalah pohon yang tumbuhnya tinggi, kuat, tidak mudah patah atau

roboh dan berumur panjang. Tanaman tahunan yang akan dijadikan pohon pelindung

permanen sebaiknya dipilih yang daunnya besar-besar atau dalam bentuk pelepah

seperti kelapa, atau tanaman yang daunnya kecil-kecil sekali seperti petai. Hal ini

(48)

bagi petani salak, terutama pekerjaan membersihkan daun-daun yang jatuh di atas

bunga atau pelepah. Daun-daun tersebut dapat mengganggu pandangan untuk melihat

bunga-bunga yang sedang mekar dan akan diserbuki. Walaupun demikian jika

terpaksa atau ingin juga menanam salak pada lahan yang sudah ada tanaman

hortikulturanya dan daunnya berukuran sedang. Penanaman salak ini masih akan

menguntungkan, karena pekerjaan pembersihan daun ini tidak sulit.

Jarak tanam salak hendaknya diatur dengan baik, karena jarak tanam akan

mempengaruhi gerakan dan pekerjaan kita dalam melakukan pemeliharaan,

penyerbukan bunga dan pemanenan. Penentuan jarak tanam salak dibagi dua, yaitu

untuk tanaman yang ditanam di kebun yang baru dibuka dan penanaman salak pada

lahan yang sudah ada tanaman tahunannya.Dalam hal ini tanaman salak berperan

sebagai tanaman sela.Untuk salak yang ditanam di antara tanaman tahunan yang

sudah ada, sebagai tanaman sela, jarak tanamnya dibuat mengikuti pola tanaman

tahunan yang sudah ada.Pada kondisi ini tidak dapat ditentukan jarak tanamnya yang

pasti. Yang perlu diperhatikan adalah menyiapkan dan memperhitungkan jalan yang

akan digunakan dalam melakukan pemeliharaannya nanti.Salak yang akan ditanam

khusus, jarak tanamnya dapat ditentukan dengan berbagai pilihan, mulai dari 2,5 x

2,5m; 3 x 3 m; 4 x 1 m, atau 4 x 2 m dengan jumlah pohon dua per dua meter.

Menurut petani salak yang ada di Parsalakan, system tersebut dinamakan menanam

(49)

melakukan penanaman dengan menggunakan lorong ini, antara lain memudahkan

dalam :

- melakukan penyerbukan bunga

- pemeliharaan tanaman dan penyiangan rumput-rumputan - melakukan pemanenan

- mengurangi kerebahan tanaman sewaktu ada angin kencang, dan

- penanamannya dapat menggunakan sistem teras, untuk di lahan yang miring

Pemilihan jarak tanam akan menentukan jumlah tanaman yang dapat ditanam

dalam satu satuan luas. Jarak tanam dapat mempengaruhi pekerjaan petani salak

dalam melakukan pemeliharaan tanaman seperti, melakukan penyerbukan,

penyiangan, dan panen. Salak yang ditanam terlalu rapat akan menyebabkan

pertumbuhannya kecil, pelepah daunnya mengarah ke atas, dan tanaman akan cepat

tinggi serta cepat tua karena persaingan dalam ruang dan unsure hara dalam tanah.

Sedangkan jarak tanaman yang terlalu jarang akan menambah pekerjaan penyiangan

dan kemungkinan mudah roboh bila diterpa angin kencang.Setelah itu dibuat pula

pembuatan lubang tanam yang bertujuan untuk memberikan kesempatan akar tumbuh

dan berkembang dengan baik sehingga tanaman dapat tumbuh sempurna. Pembuatan

lubang untuk menanam salak dapat dilakukan dengan dua cara. Yang pertama adalah

dengan menggunakan tugal dan yang kedua adalah membuat lubang tanaman seperti

yang lazim dilakukan.Dalam melakukan pembuatan lubang tanam ini para petani

salak yang ada di Parsalakan mengerjakannya sesuai kondisi lahan yang

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil analisis data diversifikasi produk salak dengan kedua faktor yang mempengaruhinya dari hasil kuesioner yang dibagikan kepada responden di Kecamatan

Berdasarkan hasil analisis data diversifikasi produk salak dengan kedua faktor yang mempengaruhinya dari hasil kuesioner yang dibagikan kepada responden di Kecamatan

Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan peneliti terhadap dua olahan salak di Desa Parsalakan Kecamatan Angkola Barat Kabupaten Tapanuli Selatan Tahun 2013 dapat diketahui

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui penyelenggaraan hygiene sanitasi pengolahan pada salak dan analisis pemeriksaan zat pemanis buatan yang diproduksi oleh di

“Pengaruh Kredit Usaha Rakyat terhadap Pendapatan Usaha Tani Salak di Kecamatan Angkola Barat Kabupaten Tapanuli Selatan”. 1.2

2.4.2 Faktor-faktoryang Mempengaruhi PendapatanUsaha Tani Salak Dalam melakukan kegiatan usaha tani salak, beberapa faktor-faktor yang. perlu diperhatikan dan dapat

peneliti tertarik untuk mengadakan penelitian dengan judul “ Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Diversifikasi Produk Salak Di Kecamatan Angkola Barata. Kabupaten

Untuk menyelesaikan masalah 1 digunakan metode analisis deskriptif dengan melihat faktor apa saja yang menjadi kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman