• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penyelenggaraan Hygiene Sanitasi Pengolahan Salak Di Pt.Agrina Desa Parsalakan Kecamatan Angkola Barat Kabupaten Tapanuli Selatan Tahun 2013

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Penyelenggaraan Hygiene Sanitasi Pengolahan Salak Di Pt.Agrina Desa Parsalakan Kecamatan Angkola Barat Kabupaten Tapanuli Selatan Tahun 2013"

Copied!
112
0
0

Teks penuh

(1)

PENYELENGGARAAN HYGIENE SANITASI PENGOLAHAN SALAK DI PT. AGRINA DESA PARSALAKAN KECAMATAN

ANGKOLA BARAT KABUPATEN TAPANULI SELATAN

TAHUN 2013

SKRIPSI

Oleh :

YULI ARISYAH SIREGAR NIM. 101000315

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

PENYELENGGARAAN HYGIENE SANITASI PENGOLAHAN SALAK DI PT. AGRINA DESA PARSALAKAN KECAMATAN

ANGKOLA BARAT KABUPATEN TAPANULI SELATAN

TAHUN 2013

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat

Oleh :

YULI ARISYAH SIREGAR NIM. 101000315

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)

HALAMAN PENGESAHAN

Judul Skripsi : PENYELENGGARAAN HYGIENE SANITASI PENGOLAHAN SALAK DI PT.AGRINA DESA PARSALAKAN KECAMATAN ANGKOLA BARAT KABUPATEN TAPANULI SELATAN TAHUN 2013

Nama Mahasiswa : Yuli Arisyah Siregar Nomor Induk Mahasiswa : 101000315

Program Studi : Ilmu Kesehatan Masyarakat Peminatan : Kesehatan Lingkungan Tanggal Lulus : 22 April 2013

Disahkan Oleh Komisi Pembimbing

dr. Surya Dharma, MPH Dr.dr.Wirsal Hasan, MPH

NIP. 195804041987021001 NIP. 19491119198701100

Medan, April 2013 Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara Dekan,

(4)

ABSTRAK

Salak (Salacca edulis) merupakan tanaman yang batangnya rapat oleh pelepah daun, berduri pada pelepah dan tangkai daunnya, buahnya berdaging putih, berbiji keras berwarna coklat kehitaman. Proses pembuatan semua jenis olahan salak dengan menggunakan gula putih / sakarosa. Penerapan hygiene sanitasi pengolahan makanan dapat menjadikan produk makanan lebih baik dan bermutu.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui penyelenggaraan hygiene sanitasi pengolahan pada salak dan analisis pemeriksaan zat pemanis buatan yang diproduksi oleh di PT.agrina Desa Parsalakan Kecamatan Angkola Barat Kabupaten Tapanuli Selatan Tahun 2013.

Jenis penelitian ini adalah survey yang bersifat deskiptif dengan melihat penyelenggaraan hygiene sanitasi dan analisa laboratorium untuk mengetahui kandungan pemanis buatan pada pengolahan salak. Sampel yang diambil adalah jenis olahan salak yang di produksi oleh PT.agrina Desa Parsalakan Kecamatan Angkola Barat Kabupaten Tapanuli Selatan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada prinsip hygiene sanitasi pengolahan pada salak yang memenuhi syarat adalah pemilihan bahan baku, penyimpanan bahan baku, penyimpanan makanan jadi, dan pengangkutan makanan jadi. Sedangkan pada pengolahan makanan dan penyajian makanan tidak memenuhi syarat, hal ini mengacu pada Kepmenkes RI No. 942/Menkes/SK/VII/2003. Pada enam sampel yang diperiksa di Laboratorium tidak ada terdapat zat pemanis buatan pada olahan salak.

Dinas Kesehatan perlu mengadakan penyuluhan dan pengawasan secara menyeluruh oleh instansi terkait (Dinas Kesehatan) tentang pentingnya hygiene sanitasi makanan jajanan, serta pembinaan kepada produsen tentang penggunaan zat pemanis pada makanan.

(5)

ABSTRACT

Salak (Salacca edulis) is a plant which its stalk close by midrib leaves, prickly on midrib and stems leaves, fleshy white fruit, blackish brown hard seeds. The manufacturing process of all kinds of processed salak using white sugar/sakarosa. Application of hygiene sanitation on food processing can make a better quality food product.

The purpose of this research was to determine the implementation hygiene sanitation on salak manufacturing and analysis of artificial sweetener which are produced by PT. Agrina Parsalakan Village, West Angkola Subdistrict, South Tapanuli District in 2013.

The research was descriptive survey to see the implementation of hygiene sanitation and laboratory analysis for determine the presence of artificial sweetener on salak manufacturing. The samples taken from types of processed salak which are produced by PT. Agrina Parsalakan Village, West Angkola Subdistrict, South Tapanuli District.

The results showed that the principles of hygiene sanitation on salak manufacturing which qualified is the selection of raw materials, storage of raw materials, food storage and food transport. Whereas the food processing and food serving are not eligible, this refers to Kepmenkes RI No. 942/Menkes/SK/VII/2003. There are no artificial sweeteners in processed salak on six samples tested in the laboratory.

Health Department need to make a comprehensive counseling and supervision by the relevant agencies (Health Department) about the importance of hygiene sanitation on snack, and development to the producer about the use of sweetener in food.

(6)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Yuli Arisyah Siregar

Tempat/Tanggal Lahir : Padangsidimpuan/ 16 Juli 1986

Agama : Islam

Status Perkawinan : Belum kawin Jumlah Bersaudara : 4 orang

Alamat rumah : Jl. Imambonjol Gg. Muhammadiyah No.20 Padangsidimpuan

Riwayat Pendidikan

1. 1990-1992 : TK Aisyiah ABA 1 Padangsidimpuan

2. 1992-1998 : SD Swasta Muhammadiyah No.20 Padangsidimpuan 3. 1998-2000 : SMP N.1 Padangsidimpuan

4. 2001-2004 : SMA Negeri 1 Padangsidimpuan

(7)

KATA PENGANTAR Assalamualaikum, wr.wb

Alhamdulillah, puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat

dan karunia- Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Penyelenggaraan Hygiene Sanitasi Pada Pengolahan Salak Di Desa Parsalakan Kecamatan Angkola Barat Kabupaten Tapanuli Selatan Tahun 2013” sebagai salah satu syarat untuk meraih gelar kesarjanaan pada Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak dr.Surya Dharma, MPH selaku Dosen pembimbing I dan Bapak Dr.dr.Wirsal Hasan, MPH selaku Dosen pembimbing II yang dalam proses penulisan skripsi ini telah begitu banyak meluangkan waktu dan penuh kesabaran dalam memberikan bimbingan, petunjuk, saran dan masukan kepada penulis sehingga skripsi ini dapat terselesaikan. Selama penulisan skripsi ini penulis banyak mendapat dukungan, bantuan, dan bimbingan dari berbagai pihak secara moril maupun material. Oleh karena itu, dengan rasa hormat penulis mengucapkan terima kasih yang sebanyak-banyaknya kepada :

1. Dr. Drs. Surya Utama, MS selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

2. Ir. Evi Naria, M.Kes, selaku Ketua Departemen Kesehatan Lingkungan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

(8)

4. Seluruh Dosen dan Staff Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara khususnya Departemen Kesehatan Lingkungan.

5. Kedua orang tuaku tercinta Ayahanda Armansyah Siregar dan Ibunda Adelisma Rangkuti, dan adik-adikku Reza Akbar Rinaldi Siregar, Fahrul Rozi Fadli Siregar, serta Widya Aulia Riski Siregar terimakasih atas dukungan dan do’a nya selama ini.

6. Moraisyah P. Harahap yang selalu menanti dan tetap memberikan semangat, dukungan dan do’a ditiap waktu sampai selesainya skripsi ini.

7. Teman-teman satu angkatan FKM USU 2010, terimakasih atas dukungan, motivasi dan do’a nya selama ini. Semangat dan berjuang terus.

8. Teman-teman satu peminatan kesehatan lingkungan, terima kasih atas dukungan, bantuan, dan kebersamaannya selama ini.

9. Sahabat-sahabat ku Sri Rezki Pulungan, Siti Fatimah Siregar, Astina Aritonang, Imee Syorayah, Suryasih Mustika Nst, Ike Bena Lestina srg, Iba ambarisa, Khoirani dan semua sahabat-sahabat ku yang tak tersebutkan satu persatu. Terimakasih atas dukungan dan motivasi selama ini.

10. Teman-teman Kos Gang Pribadi 16 B, terima kasih untuk doanya dan kebersamaan selama ini.

(9)

Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penulisan skripsi ini. Untuk itu dengan segala kerendahan hati penulis mengharapkan saran dan kritik membangun dari semua pihak untuk kesempurnaan skripsi ini. Akhir kata penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Amin Ya Allah

Medan, April 2013 Penulis

(10)

DAFTAR ISI

Halaman Persetujuan ... i

Abstrak ... ii

Daftar Lampiran ... xii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 5

1.3. Tujuan Penelitian ... 5

1.3.1.Tujuan Umum ... 5

1.3.2.Tujuan Khusus ... 6

1.4. Manfaat Penelitian ... 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 7

2.1. Hygiene dan Sanitasi ... 7

2.1.1. Pengertian Hygiene ... 7

2.1.2 Pengertian Sanitasi... 8

2.1.3. Pengertian Makanan ... 9

2.1.4. Pengertian Sanitasi Makanan ... 10

2.2. Peranan Makanan Sebagai Media Penularan Penyakit ... 11

2.3. Penyehatan Makanan ... 12

2.3.1. Kontaminasi /Pengotoran Makanan (food contamination) ... 12

2.3.2. Keracunan Makanan ... 13

2.4. Prinsip Hygiene Sanitasi Makanan ... 14

2.4.1. Prinsip I : Pemilihan Bahan Makanan ... 14

2.4.1.1. Sumber Bahan Makanan Yang Baik ... 15

2.4.2. Prinsip II : Penyimpanan Bahan Makanan ... 16

2.4.3. Prinsip III : Pengolahan Makanan ... 18

2.4.3.1. Penjamah Makanan ... 18

2.4.3.2. Cara Pengolahan Makanan ... 20

2.4.3.3. Tempat Pengolahan Makanan... 20

2.4.3.4. Peralatan Pengolahan Makanan ... 21

2.4.4. Prinsip IV : Penyimpanan Makanan Jadi ... 21

2.4.5. Prinsip V : Pengankutan Makanan ... 22

2.4.6. Prinsip VI : Penyajian dan Pengemasan Makanan ... 23

2.5. Bahan Tambahan Makanan (BTM) ... 24

2.5.1. Pengertian Bahan Tambahan Makanan ... 24

2.5.2. Tujuan Penggunaan Bahan Tambahan Makanan ... 25

(11)

2.5.4. Bahan Tambahan Makanan Yang Dilarang ... 28

2.6. Zat Pemanis ... 28

2.7. Jenis Zat Pemanis ... 29

2.7.1. Pemanis Alami ... 29

2.7.2. Pemanis Sintetis ... 29

2.8. Pemanis Yang Dilarang... 33

2.8.1. Dampak Pemanis Buatan Pada Kesehatan ... 34

2.8.2. Hubungan Struktur dan Rasa Manis ... 36

2.9. Salak ... 37

2.9.1. Jenis Olahan Salak ... 38

2.9.2. Proses Pembuatan Olahan Salak ... 39

2.10. Kerangka Konsep ... 46

BAB III METODE PENELITIAN ... 47

3.1.Jenis Penelitian ... 47

3.2.Lokasi dan Waktu Penelitian ... 47

3.2.1. Lokasi Penelitian ... 47

3.2.2. Waktu Penelitian ... 47

3.3.Populasi Penelitian ... 47

3.4.Objek Penelitian ... 48

3.5.Metode Pengumpulan Data ... 48

3.5.1.Data Primer ... 48

3.6.Pelaksanaan Penelitian ... 48

3.6.1.Pengambilan Sampel dan Pengiriman Ke Laboratorium ... 48

3.6.2.Cara Pemeriksaan Sampel di Laboratorium ... 49

3.6.2.1. Uji Kuatitatif ... 49

3.6.2.2. Uji Kuantitatif ... 50

3.6.3.Data Sekunder ... 52

3.7.Defenisi Operasional ... 52

3.8.Aspek Pengukuran ... 54

3.9.Analisis Data ... 55

BAB IV HASIL PENELITIAN ... 56

4.1.Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 56

4.2.Hasil Penelitian ... 56

4.2.1.Karakteristik Penjamah Makanan ... 56

4.2.1.1. Jenis Kelamin Penjamah ... 57

4.2.1.2. Umur Penjamah ... 57

4.2.1.3. Pendidikan Terakhir ... 58

4.2.1.4. Lama Bekerja ... 58

4.2.2.Enam Prinsip Hygiene Sanitasi Pada Pengolahan Salak ... 59

4.2.2.1 Pemilihan Baku Makanan ... 59

4.2.2.2. Penyimpanan Bakan Baku Makanan ... 60

4.2.2.3. Pengolahan Makanan... 60

(12)

4.2.2.5. Pengangkutan Makanan... 64

4.2.2.6. Penyajian Makanan ... 65

4.2.2.7. Hygiene Sanitasi Pengolahan Salak ... 66

4.3.Analisis Pemanis Buatan Pada Olahan Salak di PT.Agrina Desa Parsalakan Kecamatan Angkola Barat Kabupaten Tapanuli Selatan Tahun 2013 ... 67

BAB V PEMBAHASAN ... 68

5.1.Enam Prinsip Hygiene Sanitasi Makanan Pada Olahan Salak ... 68

5.1.1.Pemilihan Bahan Baku Makanan ... 68

5.1.2.Penyimpanan Bahan Makanan ... 70

5.1.3.Pengolahan Makanan ... 70

5.1.4.Penyimpanan Makanan Jadi ... 71

5.1.5.Pengangkutan Makanan ... 72

5.1.6.Penyajian / Pengemasan Makanan ... 73

5.2.Pemeriksaan Analisis Pemanis Buatan Pada Olahan Salak di PT.Agrina Desa Parsalakan Kecamatan Angkola Barat Kabupaten Tapanuli Selatan ... 73

BAB V1 KESIMPULAN DAN SARAN ... 75

6.1.Kesimpulan ... 75

6.2.Saran ... 76 DAFTAR PUSTAKA

(13)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1. Daftar Pemanis Sintesis Yang Diizinkan di Indonesia ... 34

Tabel 2.2. Kandungan Gizi Salak per 100 gram ... 39

Tabel 4.1. Distribusi Penjamah Makanan Olahan Salak Berdasarkan JenisKelamin Di Desa Parsalakan Kecamatan Angkola Barat Kabupaten Tapanuli Selatan Tahun 2013 ... 57 Tabel 4.2. Distribusi Penjamah Makanan Olahan Salak Berdasarkan Umur Di

Desa Parsalakan Kecamatan Angkola Barat Kabupaten Tapanuli Selatan Tahun 2013 ... 57 Tabel 4.3. Distribusi Penjamah Makanan Olahan Salak Berdasarkan

Pendidikan Terakhir Di Desa Parsalakan Kecamatan Angkola Barat Kabupaten Tapanuli Selatan Tahun 2013 ... 58 Tabel 4.4. Distribusi Penjamah Makanan Olahan Salak Berdasarkan Lama

Bekerja Di Desa Parsalakan Kecamatan Angkola Barat Kabupaten Tapanuli Selatan Tahun 2013 ... 58 Tabel 4.5. Hasil Rekapitulasi Hygiene Sanitasi Pengolahan Salak Yang

Diproduksi Oleh PT.Agrina Desa Parsalakan Kecamatan Angkola Barat Kabupaten Tapanuli Selatan Tahun 2013 ... 66 Tabel 4.6. Hasil Analisis Pemanis Buatan Pada Olahan Salak Di PT.Agrina

(14)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Lembar Observasi Hygiene Sanitasi Pengolahan Dodol Salak

Lampiran 2. Lembar Observasi Hygiene Sanitasi Pengolahan Minuman Nagogo Drink

Lampiran 3. Lembar Kuesioner

Lampiran 4. Surat Permohonan Izin Penelitian dari FKM USU

Lampiran 5. Surat Keterangan Selesai Penelitian dari Balai Laboratorium Kesehatan Daerah Medan

Lampiran 6. Surat Keterangan Selesai Penelitian Dari PT.Agrina Lampiran 7. Hasil Pemeriksaan Laboratorium

Lampiran 8. Analisa Data Statistik Tentang Higiene Sanitasi Pengolahan Makanan Dodol Salak dan Minuman Nagogo Drink

Lampiran 9. Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 942/Menkes/SK/VII/2003 tentang Pedoman Persyaratan Higiene Sanitasi Makanan Jajanan

Lampiran 10. Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 722/Menkes/PER/IX/1988 tentang Bahan Tambahan Makanan

(15)

ABSTRAK

Salak (Salacca edulis) merupakan tanaman yang batangnya rapat oleh pelepah daun, berduri pada pelepah dan tangkai daunnya, buahnya berdaging putih, berbiji keras berwarna coklat kehitaman. Proses pembuatan semua jenis olahan salak dengan menggunakan gula putih / sakarosa. Penerapan hygiene sanitasi pengolahan makanan dapat menjadikan produk makanan lebih baik dan bermutu.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui penyelenggaraan hygiene sanitasi pengolahan pada salak dan analisis pemeriksaan zat pemanis buatan yang diproduksi oleh di PT.agrina Desa Parsalakan Kecamatan Angkola Barat Kabupaten Tapanuli Selatan Tahun 2013.

Jenis penelitian ini adalah survey yang bersifat deskiptif dengan melihat penyelenggaraan hygiene sanitasi dan analisa laboratorium untuk mengetahui kandungan pemanis buatan pada pengolahan salak. Sampel yang diambil adalah jenis olahan salak yang di produksi oleh PT.agrina Desa Parsalakan Kecamatan Angkola Barat Kabupaten Tapanuli Selatan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada prinsip hygiene sanitasi pengolahan pada salak yang memenuhi syarat adalah pemilihan bahan baku, penyimpanan bahan baku, penyimpanan makanan jadi, dan pengangkutan makanan jadi. Sedangkan pada pengolahan makanan dan penyajian makanan tidak memenuhi syarat, hal ini mengacu pada Kepmenkes RI No. 942/Menkes/SK/VII/2003. Pada enam sampel yang diperiksa di Laboratorium tidak ada terdapat zat pemanis buatan pada olahan salak.

Dinas Kesehatan perlu mengadakan penyuluhan dan pengawasan secara menyeluruh oleh instansi terkait (Dinas Kesehatan) tentang pentingnya hygiene sanitasi makanan jajanan, serta pembinaan kepada produsen tentang penggunaan zat pemanis pada makanan.

(16)

ABSTRACT

Salak (Salacca edulis) is a plant which its stalk close by midrib leaves, prickly on midrib and stems leaves, fleshy white fruit, blackish brown hard seeds. The manufacturing process of all kinds of processed salak using white sugar/sakarosa. Application of hygiene sanitation on food processing can make a better quality food product.

The purpose of this research was to determine the implementation hygiene sanitation on salak manufacturing and analysis of artificial sweetener which are produced by PT. Agrina Parsalakan Village, West Angkola Subdistrict, South Tapanuli District in 2013.

The research was descriptive survey to see the implementation of hygiene sanitation and laboratory analysis for determine the presence of artificial sweetener on salak manufacturing. The samples taken from types of processed salak which are produced by PT. Agrina Parsalakan Village, West Angkola Subdistrict, South Tapanuli District.

The results showed that the principles of hygiene sanitation on salak manufacturing which qualified is the selection of raw materials, storage of raw materials, food storage and food transport. Whereas the food processing and food serving are not eligible, this refers to Kepmenkes RI No. 942/Menkes/SK/VII/2003. There are no artificial sweeteners in processed salak on six samples tested in the laboratory.

Health Department need to make a comprehensive counseling and supervision by the relevant agencies (Health Department) about the importance of hygiene sanitation on snack, and development to the producer about the use of sweetener in food.

(17)

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang pemenuhannya menjadi hak asasi setiap rakyat Indonesia dalam mewujudkan sumber daya manusia yang berkualitas untuk melaksanakan pembangunan nasional. Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air baik yang diolah maupun tidak diolah, yang diperuntukan sebagai makanan atau minuman bagi konsumsi manusia, termasuk bahan tambahan pangan, bahan baku pangan, dan bahan lain yang digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan, dan atau pembuatan makanan atau minuman (UU No 7, 1996).

(18)

Makanan yang aman merupakan faktor yang penting untuk meningkatkan derajat kesehatan. Dalam Undang-undang RI No. 7 Tahun 1996 tentang pangan, keamanan pangan didefinisikan sebagai kondisi dan upaya yang diperlukan untuk mencegah pangan dari kemungkinan cemaran biologis, kimia, benda-benda lain yang dapat mengganggu, merugikan dan membahayakan kesehatan manusia.

Depkes RI (2009), keamanan pangan merupakan persyaratan utama yang harus dimiliki oleh setiap produksi yang beredar di pasaran. Setiap produsen bahan pangan yang memproduksi dan mempromosikan produk makanan dan minuman harus didasarkan pada standar dan persyaratan kesehatan. Untuk menjamin keamanan pangan olahan, maka dibutuhkan pengawasan, pengaturan dan pembinaan dari pemerintah.

Menurut Depkes RI (2003), Hygiene sanitasi adalah upaya untuk mengendalikan faktor makanan, orang, tempat dan perlengkapannya yang dapat atau mungkin dapat menimbulkan penyakit atau gangguan kesehatan. Persyaratan hygiene sanitasi adalah ketentuan-ketentuan teknis yang ditetapkan produk rumah makan dan restoran, personal dan perlengkapannya yang meliputi persyaratan bakteriologis, kimia dan fisika.

(19)

Depkes (2006), menyatakan bahwa bahan pangan yang dikonsumsi manusia terutama yang mengandung air dan protein yang tinggi merupakan produk yang mudah rusak. Upaya yang harus dilakukan untuk merperpanjang penyimpanan bahan makanan adalah dengan penggunaan bahan tambahan makanan yang bertujuan agar kualitas makanan tetap terjaga sehingga cita dan rasa dan penampilannya semakin baik.

Pemanis buatan adalah bahan tambahan makanan buatan yang ditambahkan pada makanan atau minuman untuk menciptakan rasa manis. Bahan pemanis buatan ini sama sekali tidak mempunyai nilai gizi. Contoh pemanis buatan antara lain sakarin, siklamat, dan aspartame. (Diana, 2012).

Penggunaan Bahan Tambahan Makanan (BTM) yang tidak memenuhi syarat adalah termasuk bahan tambahan yang memang jelas-jelas dilarang, seperti; pewarna, pemanis, dan bahan pengawet. Pelarangan juga menyangkut dosis penggunaan bahan tambahan makanan yang melampaui ambang batas maksimum yang telah ditentukan (Effendi, 2004).

(20)

Sesuai dengan KepMenkes RI Nomor 942/MENKES/SK/VII/2003 tentang pedoman persyaratan hygine sanitasi makanan jajanan, bahwa masyarakat perlu dilindungi dari makanan dan minuman yang tidak memenuhi persyaratan kesehatan agar tidak membahayakan kesehatan. Oleh karena itu penyelenggaraan hygiene sanitasi pada setiap tempat pengolahan makanan harus memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan. Namun dari beberapa penelitian terdahulu, banyak tempat pengolahan makanan jajanan yang masih belum memenuhi syarat hygiene sanitasi.

Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) makanan jajanan di Indonesia tidak menerapkan standar yang direkomendasikan. Pernyataan WHO juga didukung dengan hasil penelitian BPOM terhadap 163 sampel jajanan makanan dan minuman dari 10 propinsi dan sebanyak 80 sampel (80%) tidak memenuhi persyaratan mutu dan keamanan produk. Dari produk makanan jajanan itu banyak ditemukan penggunaan bahan pengawet dan pemanis yang dapat mengganggu kesehatan anak sekolah seperti penyakit kanker dan ginjal. Sebuah penelitian yang pernah dilakukan oleh Ravianto (2000) di kota Makassar menunjukkan bahwa semua sampel (100%) jajanan makanan dan minuman yang dijual di lapangan Karebosi mengandung siklamat.

Badan Pusat Pengawasan Obat dan makanan mencatat bahwa selama tahun 2004 di Indonesia terjadi 82 kasus keracunan makanan yang menyebabkan 6.500 korban sakit dan 29 orang yang meninggal dunia. Sebanyak 31 % kasus keracunan itu disebabkan makanan yang berasal dari jasa boga dan industri rumah tangga.

(21)

mengelola makanan, sanitasi makanan, sanitasi peralatan dan sanitasi tempat pengolahan makanan dapat terkontaminasi mikroba karena beberapa hal, diantaranya adalah menggunakan kain kotor untuk membersihkan meja, perabotan bersih dan lain-lain serta makanan disimpan tanpa menggunakan penutup sehingga serangga dan tikus dapat menjangkaunya.

Suatu penelitian yang dilakukan oleh Arisman (2000), bahwa dikota palembang didapatkan hasil sebanyak 6,6 % penjamah makanan yang tidak menggunakan celemek pada saat bekerja dan ditemukansebanyak 11,1 % penjamah makanan yang mempunyai perilaku suka menggaruk kepala dan hidung pada saat sedang bekerja.

Berdasarkan uraian di atas, peneliti ingin melakukan penelitian tentang penyelenggaraan hygiene sanitasi pengolahan salak yang diproduksi di PT.Agrina Desa Parsalakan Kecamatan Angkola Barat Kabupaten Tapanuli Selatan Tahun 2013 apakah sudah sesuai dengan KepMenkes RI No.942/MENKES/SK/VII/2003.

1.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas maka perlu diperhatikan tentang masalah hygiene sanitasi pengolahan salak dan analisis pemanis buatan pada hasil olahan salak di PT. Agrina Desa Parsalakan Kecamatan angkola Barat Kabupaten Tapanuli Selatan Tahun 2013.

(22)

Untuk mengetahui penyelenggaraan hygiene sanitasi dan analisis pemanis buatan pengolahan di PT.AGRINA Desa Parsalakan Kecamatan Angkola Barat Kabupaten Tapanuli Selatan Tahun 2013.

1.3.2. Tujuan Khusus

Adapun tujuan khususnya sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui hygiene sanitasi pemilihan bahan olahan salak. 2. Untuk mengetahui hygiene sanitasi penyimpanan bahan olahan salak. 3. Untuk mengetahui hygiene sanitasi cara pengolahan salak.

4. Untuk mengetahui hygiene sanitasi penyimpanan olahan salak. 5. Untuk mengetahui hygiene sanitasi pengangkutan olahan salak. 6. Untuk mengetahui hygiene sanitasi pengemasan olahan salak.

7. Untuk mengetahui ada tidaknya jenis zat pemanis buatan yang terkandung pada olahan salak.

1.4. Manfaat Penelitian

1. Memberikan masukan kepada Dinas Kesehatan Kabaupaten Tapanuli Selatan dalam hal pengawasan hygiene sanitasi pengolahan makanan.

2. Memberikan masukan kepada pengelola tentang pemakaian zat pemanis sebagai bahan tambahan makanan pada olahan salak yang diproduksi oleh PT.Agrina DesaParsalakan Kecamatan Angkola Barat Kabupaten Tapanuli selatan.

3. Sebagai masukan kepada Dinas Kesehatan untuk lebih memperhatikan penggunaan zat pemanis yang dilarang khususnya pada pabrik-pabrik makanan. 4. Menambah wawasan berpikir bagi peneliti terutama yang berhubungan dengan

(23)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Hygiene dan Sanitasi Makanan

Ditinjau dari ilmu kesehatan lingkungan, istilah hygiene dan sanitasi mempunyai tujuan yang sama erat kaitannya antara satu dengan yang lainnya yaitu melindungi, memelihara, dan mempertinggi derajat kesehatan manusia (individu maupun masyarakat). Tetapi dalam penerapannya, istilah hygiene dan sanitasi memiliki perbedaan yaitu hygiene lebih mengarahkan aktivitasnya kepada manusia (individu maupun masyarakat), sedangkan sanitasi lebih menitikberatkan pada faktor-faktor lingkungan hidup (Azwar, 1990).

2.1.1. Pengertian Hygiene

Hygiene menurut Depkes (2004), adalah upaya kesehatan dengan cara memelihara dan melindungi kebersihan individu subyeknya. Misalnya mencuci tangan untuk melindungi kebersihan tangan, mencuci piring untuk melindungi kebersihan piring. Membuang bagian makanan yang rusak untuk melindungi keutuhan makanan secara keseluruhan. Untuk mencegah kontaminasi makanan dengan zat-zat yang dapat mengakibatkan gangguan kesehatan diperlukan penerapan sanitasi lingkungan.

(24)

penyakit karena pengaruh lingkungan kesehatan tersebut, serta membuat kondisi lingkungan sedemikian rupa sehingga terjamin pemeliharaan kesehatan. Misalnya, minum air yang direbus, mencuci tangan sebelum memegang makanan, dan pengawasan kesegaran makanan.

2.1.2. Pengertian Sanitasi

Kata sanitasi diambil dari bahasa latin sanitas, yang artinya “kesehatan”. Kata ini digunakan lebih jauh untuk industri makanan, sanitasi adalah sebuah ciptaan dan pemeliharaan untuk kebersihan dan kondisi yang sehat. Hal ini berguna untuk mencegah terjadinya pencemaran makanan dan racun yang disebabkan oleh zat aditif. Pelaksanaan sanitasi ini sangat penting untuk menjaga keamanan makanan. Pengawasan hygiene yang kurang berkontribusi terhadap timbulnya ledakan penyakit akibat keracunan makanan (Marriot dan Norman, 1985).

Depkes (2004), menyatakan bahwa sanitasi adalah upaya kesehatan dengan cara memelihara dan melindungi kebersihan lingkungan dari subyeknya. Misalnya menyediakan air bersih untuk keperluan mencuci tangan, menyediakan tempat sampah untuk mewadahi sampah agar sampah tidak dibuang sembarangan.

(25)

Menurut Chandra (2006), tujuan dari sanitasi makanan antara lain : 1. Menjamin kesehatan dan kebersihan makanan.

2. Mencegah penularan wabah penyakit.

3. Mencegah beredarnya produk makanan yang merugikan masyarakat. 4. Mengurangi tingkat kerusakan atau pembusukan pada makanan.

5. Melindungi konsumen dari kemungkinan terkena penyakit yang disebarkan oleh perantara-perantara makanan.

Selain itu menurut Chandra (2006), didalam upaya sanitasi makanan terdapat enam ( 6 ) hal tahapan yang harus diperhatikan yaitu :

1. Keamanan dan kebersihan produk makanan yang diproduksi. 2. Kebersihan individu dalam pengolahan produk makanan. 3. Keamanan terhadap penyediaan air bersih.

4. Pengelolaan pembuangan air limbah serta kotoran.

5. Perlindungan makanan terhadap kontaminasi selama proses pengolahan, penyajian dan penyimpanan.

6. Pencucian dan pembersihan alat perlengkapan. 2.1.3. Pengertian Makanan

(26)

Makanan merupakan kebutuhan pokok yang sangat penting bagi manusia yang terdiri dari karbohidrat, protein, lemak, vitamin, mineral dan air, dan bukan dipakai sebagai obat. Makanan berguna untuk tubuh karena dapat menghasilkan energi, mengembangkan, dan memperbaiki jaringan tubuh, untuk mengatur reaksi kimia dalam tubuh serta untuk mempertahankan kondisi internal agar reaksi-reaksi tersebut tetap berjalan (Winarno, 1997).

Makanan merupakan salah satu kebutuhan pokok bagi kehidupan manusia. Menurut Notoatmodjo (2000), ada empat fungsi pokok bagi kehidupan manusia, yaitu:

1. Memelihara proses tubuh dalam pertumbuhan/perkembangan serta mengganti jaringan tubuh yang rusak.

2. Memperoleh energi guna melakukan aktivitas sehari-hari.

3. Mengatur metabolisme dan mengatur berbagai keseimbangan air, mineral dan cairan tubuh yang lain.

4. Berperan di dalam mekanisme pertahanan tubuh terhadap berbagai penyakit. 2.1.4. Pengertian Sanitasi Makanan

(27)

penjualan makanan yang akan merugikan pembeli, mengurangi kerusakan atau pemborosan makanan (Sumantri, 2010).

Menurut Sumantri (2010), Sanitasi makanan yang buruk bisa menyebabkan faktor kimia karena adanya zat-zat kimia yang digunakan untuk mempertahankan kesegaran bahan makanan, obat-obat penyemprot hama, penggunaan wadah bekas obat-obatan pertanian untuk kemasan makanan dan lain-lain. Sanitasi makanan yang buruk disebabkan oleh faktor mikrobiologi karena adanya kontaminasi oleh bakteri, virus, jamur, dan parasit. Akibat buruknya sanitasi makanan dapat timbul gangguan kesehatan pada orang yang mengkonsumsi makanan tersebut.

2.2. Peranan Makanan Sebagai Media Penularan Penyakit

Menurut Anwar (1997), dalam hubungannya dengan penyakit/keracunan makanan dapat berperan sebagai berikut:

1. Agent

Makanan dapat berperan sebagai agent penyakit, contohnya jamur, ikan dan tumbuhan lain yang secara alamiah memang mengandung zat beracun.

2. Vehicle

Makanan juga dapat sebagai pembawa (vehicle) penyebab penyakit, seperti bahan kimia atau parasit yang ikut termakan bersama makanan dan juga beberapa mikroorgganisme yang pathogen, serta bahan radioaktif. Makanan tersebut dicemari oleh zat-zat di atas atau zat-zat yang membahayakan kehidupan.

3. Media

(28)

2.3. Penyehatan Makanan

Makanan merupakan suatu hal yang yang sangat penting di dalam kehidupan manusia, makanan yang dimakan bukan saja memenuhi gizi dan mempunyai bentuk menarik, akan tetapi harus aman dalam arti tidak mengandung mikroorganisme dan bahan-bahan kimia yang dapat menyebabkan penyakit.

Menurut Depkes RI (2004), Penyehatan makanan adalah upaya untuk mengendalikan faktor tempat, peralatan, orang dan makanan yang dapat atau mungkin dapat menimbulkan gangguan kesehatan. Aspek penyehatan makanan adalah aspek pokok dari penyehatan makanan yang mempengaruhi terhadap keamanan makanan yang meliputi kontaminasi/pengotoran makanan (food contaminasi), Keracunan makanan (food poisoning), pembusukan makanan (food dikomposition) dan pemalsuan makanan (food adualteration).

2.3.1. Kontaminasi/Pengotoran Makanan (food contamination)

Menurut Depkes RI (2004), Kontaminasi atau pencemaran adalah masuknya zat asing ke dalam makanan yang tidak dikehendaki, yang dikelompokkan dalam 4 (empat) macam, yaitu:

(29)

Terjadinya pencemaran dapat dibagi dalam 2 (dua) cara, yaitu:

1. Pencemaran langsung, yaitu adanya pencemaran yang masuk ke dalam secara langsung, baik disengaja maupun tidak disengaja. Contoh: masuknya rambut kedalam nasi, penggunaan zat pemanis makanan dan sebagainya.

2. Pencemaran silang (cross contamination), yaitu pencemaran yang terjadi secara tidak langsung sebagai ketidaktahuan dalam pengolahan makanan. Contoh: makanan bercampur dengan pakaian atau peralatan kotor, menggunakan pisau pada pengolahan bahan mentah untuk bahan makanan jadi (makanan yang sudah terolah).

2.3.2. Keracunan Makanan (food poisoning)

Menurut Depkes RI (2004), Keracunan makanan adalah timbulnya gejala klinis penyakit atau gangguan kesehatan lainnya akibat mengkontaminasi makanan. Makanan yang menjadi penyebab keracunan biasanya telah tercemar oleh unsur- unsur fisika, mikroba ataupun kimia dalam dosis yang membahayakan. Kondisi tersebut dikarenakan pengelolaan makanan yang tidak memenuhi persyaratan kesehatan dan tidak memperhatikan kaidah-kaidah higiene sanitasi makanan.

Adapun yang menjadi penyebabnya :

1. Bahan makanan alami, yaitu makanan yang secara alami telah mengandung racun, seperti jamur beracun, ketela hijau, gadung atau umbi racun.

(30)

jumlah besar, yang kemudian hidup dan berkembang biak, seperti salmonellosis streptococcus.

3. Racun/toxin mikroba (bactrical food poisoning), yaitu racun atau toxin yang dihasilkan oleh mikroba dalam makanan yang masuk ke dalam tubuh dengan jumlah yang membahayakan seperti racun botulism yang disebabkan oleh colostridium pseudomonas cocovenenas. Terdapat pada tempe bongkrek.

4. Kimia, yaitu bahan berbahaya dalam makanan yang masuk dalam tubuh dalam jumlah yang membahayakan seperti pemanis buatan yang penggunaannya yang melebihi nilai ambang batas dapat menngakibatkan karsinogenik, kanker kantong kemih.

5. Alergi, yaitu tahan allergen di dalam makanan yang menimbulkan reaksi sensitive kepada orang-orang rentan, seperti histamine pada udang, tongkol dan bambu masak dan sebagainya.

2.4. Prinsip Hygiene Sanitasi Makanan

Prinsip hygiene sanitasi makanan adalah pengendalian terhadap empat faktor yaitu tempat, bangunan, peralatan, orang, dan bahan makanan. Ke empat faktor tersebut dikendalikan memlalui enam ( 6 ) prinsip hygiene sanitasi makanan yaitu (Depkes RI, 2003) :

2.4.1. Prinsip I : Pemilihan Bahan Makanan

(31)

sudah membusuk atau rusak. Salah satu upaya untuk mendapatkan bahan makanan yang baik adalah menghindari penggunaan bahan makanan yang berasal dari sumber tidak jelas karena kurang dapat dipertanggung jawabkan kualitasnya. Sanitasi makanan yang buruk bisa disebabkan oleh faktor mikrobiologi karena adanya kontaminasi oleh bakteri, misalnya virus, jamur, dan parasit (Sumantri, 2010).

Pemilihan bahan makanan adalah semua bahan baik terolah maupun tidak termasuk bahan tambahan makanan dan bahan penolong (Kepmenkes RI No.1908/Menkes/SK/VII/2003). Bahan tambahan disebut aman bila memenuhi empat kriteria, yaitu:

1. Tingkat kematangan sesuai dengan yang diinginkan. 2. Bebas dari pencemaran pada tahapan proses berikutnya.

3. Bebas dari adanya perubahan secara fisik/kimia akibat faktor-faktor luar. 4. Bebas dari mikroorganisme dan parasit penyebab penyakit.

2.4.1.1. Sumber Bahan Makanan Yang Baik

Untuk mendapatkan bahan makanan yang baik, perlu diketahui sumber-sumber bahan makanan yang baik pula. Sumber bahan makanan yang baik sering kali tidak mudah kita temukan karena jaringan perjalanan makanan yang begitu panjang dan melalui jaringan perdagangan pangan yang begitu luas.

Sumber bahan makanan yang baik adalah (Depkes RI, 2004) :

1. Pusat penjualan bahan makanan dengan sistem pengaturan suhu yang dikendalikan dengan baik misalnya swalayan.

(32)

2.4.2.Prinsip II : Penyimpanan Bahan Makanan

Tidak semua bahan makanan yang tersedia langsung dikonsumsi oleh masyarakat. Mengingat sifat bahan makanan yang berbeda – beda dan dapat membusuk, sehingga kualitasnya dapat terjaga. Tempat penyimpanan bahan makanan harus dalam keadaan bersih, tertutup, dan tidak menjadi tempat bersarang serangga dan tikus (Depkes, 2003).

Tujuan penyimpanan bahan makanan adalah agar bahan makanan tidak mudah rusak dan kehilangan nilai gizinya. Semua bahan makanan dibersihkan terlebih dahulu sebelum disimpan, yang dapat dilakukan dengan cara mencuci. Setelah dikeringkan kemudian dibungkus dengan pembungkus yang bersih dan disimpan dalam ruangan yang bersuhu rendah (kusmayadi, 2008).

Syarat-syarat penyimpanan bahan makanan menurut Kepmenkes RI No. 1098/Menkes/SK/VII/2003 adalah:

1. Tempat penyimpanan bahan makanan selalu terpelihara dan dalam keadaan bersih.

2. Penempatannya terpisah dengan makanan jadi.

3. Penyimpanan bahan makanan diperlukan untuk setiap jenis bahan makanan yaitu: a. Dalam suhu yang sesuai.

(33)

4. Bila bahan makanan disimpan di gudang, cara penyimpanannya tidak menempel pada langit-langit, dengan ketentuan sebagai berikut:

a. Jarak makanan dengan lantai 15 cm. b. Jarak makanan dengan dinding 5 cm. c. Jarak makanan dengan langit-langit 60 cm.

5. Bahan makanan disimpan dalam aturan sejenis, disusun dalam rak-rak sedemikian rupa sehingga tidak mengakibatkan rusaknya bahan makanan.

Bahan makanan yang disimpan lebih dahulu digunakan dahulu (antri), sedangkan bahan makanan yang masuk belakangan terakhir dikeluarkan. Pengambilan dengan cara seperti ini disebut cara First In First Out (FIFO).

Ada empat ( 4 ) cara penyimpanan makanan yang sesuai dengan suhunya menurut Depkes RI, 2004:

1. Penyimpanan sejuk (cooling), yaitu suhu penyimpanan 10o-15o C untuk jenis minuman buah, es krim dan sayur.

2. Penyimpanan dingin (chilling), yaitu suhu penyimpanan 4o-10o C untuk bahan makanan yang berprotein yang akan segera diolah kembali. Untuk bahan berprotein yang mudah rusak untuk jangka waktu sampai 24 jam.

3. Penyimpanan dingin sekali (freezing), yaitu suhu penyimpanan 0o-4o C Penyimpanan beku (frozen), yaitu suhu penyimpanan < 0 oC untuk bahan makanan protein yang mudah rusak untuk jangka waktu > 24 jam.

(34)

2.4.3.Prinsip III : Pengolahan Makanan

pengolahan makanan adalah proses pengubahan bentuk dari bahan mentah menjadi makanan siap santap. Pengolahan makanan yang baik adalah yang mengikuti kaidah dari prinsip-prinsip hygiene dan sanitasi. Semua kegiatan pengolahan makanan harus dilakukan dengan cara terlindung dari kontak langsung dengan tubuh. Perlindungan kontak langsung dengan makanan dilakukan dengan menggunakan sarung tangan plastik dan penjepit makanan (Arisman, 2009).

Tujuan pengolahan makanan adalah agar tercipta makanan yang memenuhi syarat kesehatan, mempunyai cita rasa yang sesuai, serta mempunyai bentuk yang mengundang selera (Azwar, 1990). Dalam pengolahan makanan, ada empat aspek yang harus diperhatikan yaitu penjamah makanan, cara pengolahan, tempat pengolahan makanan, dan peralatan pengolahan makanan (Kusmayadi, 2008).

2.4.3.1. Penjamah Makanan

Penjamah makanan adalah orang yang secara langsung berhubungan dengan makanan dan peralatan mulai dari tahap persiapan, pembersihan, pengolahan, pengangkutan, sampai dengan tahap penyajian. Agar bahan makanan tidak sampai tercemar, maka penjamah makanan harus terpelihara hygiene dan sanitasinya. Syarat yang ditetapkan pada penjamah makanan menurut Depkes RI (2003) antara lain : 1. Memiliki temperamen yang baik

(35)

kebersihan tangan (potong kuku dan mencuci tangan), kebersihan rambut (pakai tutup kepala), dan kebersihan pakaian kerja.

3. Berdasarkan sehat dengan surat keterangan sehat yang menyatakan: - Bebas penyakit kulit

- Bebas penyakit menular seperti influenza, dan diare - Bukan carrier dari suatu penyakit infeksi

- Bebas TBC, pertusis, dan penyakit pernapasan berbahaya lainnya

- Sudah mendapatkan imunisasi Chotypa (cholera, Thypus, dan Parathypus) Semua penjamah makanan harus selalu memelihara kebersihan pribadinya dan harus sealalu berperilaku sehat ketika bekerja. Hal-hal yang harus diperhatikan dalam kebersihan pribadi (personal hygiene) penjamah makanan adalah sebagai berikut :

1. Mencuci tangan, kebersihan tangan penjamah makanan yang bekerja mengolah dan memproduksi pangan sangat penting sehingga perlu mendapatkan perhatian khusus. Penjamah harus selalu mencuci tangan sebelum bekerja dan keluar dari kamar mandi. Selain itu, kuku juga harus dirawat dan dibersihkan serta dianjurkan supaya tidak memakai perhiasan seperti cincin sewaktu bekerja.

2. Pakaian, hendaknya penjamah makanan memakai pakaian khusus dengan ukuran yang pas dan bersih, umumnya pakaian berwarna terang (putih) dan penggunaannya khusus waktu bekerja saja.

(36)

4. Sarung tangan / celemek, hendaknya penjamah makanan memakai sarung tangan dan celemek (apron) selama mengolah makanan dan sarung tangan ini harus dalam keadaan baik dan bersih.

5. Tidak merokok, penjamah makanan sama sekali tidak di izinkan merokok selama pengolahan makanan.

2.4.3.2. Cara Pengolahan Makanan

Cara pengolahan makanan harus baik seperti menggunakan air yang bersih dalam setiap pengolahan, penjamah makanan mencuci tangan setiap kali hendak menjamah makanan, serta penjamah makanan tidak bersentuhan langsung dengan makanan tetapi menggunakan peralatan seperti penjepit makanan.

Dalam proses pengolahan makanan perlu diperhatikan : - Cara menjamah makanan

- Nilai gizi makanan

- Teknik memasak makanan - Cara pengolahan yang bersih - Hygiene penjamah makanan - Hygiene dan sanitasi makanan - Kesehatan penjamah makanan

2.4.3.3. Tempat Pengolahan Makanan

(37)

2.4.3.4. Peralatan Pengolahan Makanan

Peralatan pengolahan makanan harus memenuhi persyaratan kesehatan sebagai berikut (Depkes RI, 2011) :

1. Peralatan yang kontak langsung dengan makanan tidak boleh mengeluarkan zat beracun yang melebihi ambang batas sehingga membahayakan kesehatan.

2. Peralatan pengolahan makanan tidak boleh rusak, gompel, retak, dan tidak menimbulkan pencemaran terhadap makanan.

3. Permukaan peralatan yang kontak langsung dengan makanan harus conus atau ada sudut mati, rata, halus, dan mudah dibersihkan.

4. Peralatan pengolahan makanan harus dalam keadaan bersih sebelum digunakan. 5. Cara pencucian peralatan harus memenuhi ketentuan yaitu pencucian peralatan

harus menggunakan sabun.

6. Peralatan yang sudah didesinfeksi harus ditiriskan pada rak-rak anti karat sampai kering sendiri dengan bantuan sinar matahari atau mesin pengering dan tidak boleh dilap dengan kain.

2.4.4.Prinsip IV : Penyimpanan Makanan Jadi

Penyimpanan makanan jadi bertujuan untuk mencegah pertumbuhan dan perkembangan bakteri pada makanan, mengawetkan makanan dan mencegah pembusukan makanan, dan mencegah timbulnya sarang hama dalam makanan.

Hal – hal yang perlu diperhatikan dalam penyimpanan makanan menurut Depkes RI 2004 adalah :

a. Makanan yang disimpan harus diberi tutup.

(38)

c. Makanan tidak boleh disimpan dekat dengan saluran air.

d. Apabila disimpan diruangan terbuka hendaknya tidak lebih dari 6 jam dan ditutup agar terhindar dari serangga dan binatang lainnya.

e. Lemari penyimpanan sebaiknya tertutup. 2.4.5.Prinsip V : Pengangkutan Makanan

Pengangkutan makanan yang sehat akan sangat berperan di dalam mencegah terjadinya pencemaran makanan. Dalam proses pengangkutan makanan banyak pihak yang terkait mulai dari persiapan, pewadahan, orang, suhu, dan kendaraan pengangkut itu sendiri. Cara mengangkut makanan harus memenuhi persyaratan sanitasi, misalnya apakah sarana pengangkutan memiliki alat pendingin dan tertutup. Pengangkutan tersebut dilakukan baik dari sumber ke pasar maupun dari sumber ke tempat penyimpanan, agar bahan makanan tidak tercemar oleh kontaminan (Chandra, 2006).

Makanan yang telah diolah dan disimpan dengan cara hygiene akan menjadi tercemar kalau cara pengangkutannya tidak baik. Makanan perlu diperhatikan dalam cara pengangkutannya (Depkes RI, 2000), yaitu sebagai berikut:

1. Makanan jadi tidak diangkut bersama dengan bahan makanan mentah. 2. Makanan diangkut dalam wadah tertutup sendiri-sendiri.

3. Pengisisan wadah tidak sampai penuh agar tersedia udara untuk ruang gerak. 4. Penempatan wadah dalam kendaraan tidak saling mencemari atau menumpahi. 5. Alat pengangkut yang tertutup khusus dan permukaan dalamnya mudah

(39)

2.4.6.Prinsip VI : Penyajian dan Pengemasan Makanan

Proses terakhir dari prinsip hygiene sanitasi makanan adalah penyajian makanan. Dalam penyajian makanan harus diperhatikan tempat penyajian, alat penyajian, dan tenaga penyaji. Makanan disajikan pada tempat yang bersih, sirkulasi udara dapat berlangsung, peralatan yang digunakan bersih, dan orang yang menyajikan makanan harus berpakaian bersih, menggunakan tutup kepala, dan tangan penyaji tidah boleh kontak langsung dengan makanan yang disajikan (Slamet, 2004).

Pengemasan makanan bertujuan untuk memberi perlindungan terhadap kerusakan, dapat memberikan dan mempertahanakan kualitas produksi, berfungsi sebagai pelindung terhadap gangguan luar serta untuk menarik perhatian konsumen. Bahan pengemas yang digunakan seperti plastik harus dalam keadaan baik dan bersih. Ketika mengemas makanan penjamah seharusnya menggunakan sarung tangan agar terhindar dari kontaminasi, serta memakai pakaian yang bersih (Sumantri, 2010).

Adapun syarat penyajian makanan yang baik adalah sebagai berikut (Depkes RI, 2011) :

1. Cara menyajikan makanan harus terhindar dari pencemaran

2. Peralatan yang dipergunakan untuk menyajikan makanan harus terjaga kebersihannya.

(40)

4. Makanan yang disajikan dalam keadaan hangat ditempatkan pada fasilitas penghangat makanan dengan suhu minimal 60 o C.

5. Penyajian dilakukan dengan perilaku yang sehat dan pakaian bersih 6. Penyajian makanan harus memenuhi persyaratan sebagai berikut :

- Ditempat yang bersih

- Meja dimana makanan disajikan harus tertutup kain putih atau tutup plastik berwarna menarik kecuali bila meja terbuat dari formica, taplak tidak mutlak ada.

- Tempat-tempat bumbu/merica, garam, cuka, saus, kecap, sambal, dan lain-lain perlu dijaga kebersihannya terutama mulut tempat bumbu.

- Asbak tempat abu rokok yang tersedia di atas meja makan setiap saat dibersihkan.

- Peralatan makan dan minum yang telah dipakai, paling lambat lima menit sudah dicuci bersih.

2.5. Bahan Tambahan Makanan (BTM) 2.5.1.Pengertian Bahan Tamabahan Makanan

(41)

makanan untuk menghasilakan atau diharapakan menghasilkan (langsung atau tidak langsung) suatu komponen yang mempengaruhi sifat khas makanan.

Berdasarkan peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.722/MENKES/PER/IX/88 tentang bahan tambahan makanan adalah bahan yang biasanya tidak digunakan sebagai makanan dan biasanya bukan merupakan komponen khas makanan, mempunyai atau tidak mempunyai nilai gizi, yang dengan sengaja ditambahkan ke dalam makanan untuk maksud teknologi pada pembuatan, pengolahan, penyiapan, perlakuan, pengepakan, pengemasan, dan penyimpanan (Cahyadi, 2008).

Bahan tambahan makanan adalah merupakan bahan kimia yang terdapat dalam makanan yang ditambahkan secara sengaja atau yang secara alami bukan merupakan bagian dari bahan baku, untuk mempengaruhi dan menambah cita rasa, warna, tekstur, dan penampilan dari makanan (Mukono, 2010).

2.5.2. Tujuan Penggunaan Bahan Tambahan Makanan

Menurut Syah (2005), secara khusus tujuan penggunaannya bahan tambahan adalah untuk:

a. Membentuk makanan menjadi lebih baik, renyah dan lebih enak di mulut. b. Memberikan warna dan aroma yang lebih menarik sehingga menambah selera. c. Meningkatkan kualitas makanan.

d. Menghemat biaya.

(42)

Bahan tambahan makanan yang digolongkan berdasarkan tujuan penggunaannya di dalam pangan. Pengelompokan bahan tambahan pangan yang diizinkan untuk digunakan didalam pangan menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 722/Menkes/Per/IX/1988 adalah sebagai berikut :

1. Pewarna, yaitu bahan tambahan pangan yang dapat memperbaiki atau memberi warna pada pangan.

2. Pemanis buatan, bahan tambahan pangan yang dapat menyebabkan rasa manis pada pangan, tidak atau hampir tidak mempunyai nilai gizi.

3. Pengawet, yaitu bahan tambahan pangan yang dapat mencegah atau menghambat proses fermentasi, pengemasan atau penguraian lain pada makanan yang diisebabkan oleh pertumbuhan mikroba.

4. Antioksidan, yaitu bahan tambahan pangan yang dapat mencegah atau menghambat proses oksidasi lemak sehingga tidak menyebabkan terjadinya kondisi tengik.

5. Antigumpal, yaitu bahan tambahan pangan yang dapat mencegah menggumpalnya pangan dan bahan tersebut dapat berupa serbuk, tepung, atau bubuk.

6. Penyedap rasa, aroma atau penguat rasa yaitu bahan tambahan pangan yang memberi tambahan atau mempertegas rasa dan aroma.

7. Pengaturan keasaman, yaitu bahan tambahan pangan yang dapat mengasamkan, menetralkan, dan mempertahankan, derajat keasaman pangan.

(43)

9. Pengemulsi, pemantapan, dan pengental, yaitu bahan tambahan pangan yang dapat membantu terbentuknya dan memantapkan sistem dispersi yang homogen pada pangan.

10.Menjadikan pangan berkonsistensi keras, yaitu bahan tambahan pangan yang dapat memperkeras atau mencegah melunaknya pangan.

11.Sekuestran, yaitu bahan tambahan pangan yang dapat mengikat ion logam yang terdapat dalam pangan dan dapat menetapkan warna, aroma serta tekstur pangan (Mukono, 2010).

Diluar pengelompokan bahan tambahan pangan yang tercantum dalam Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 722/Menkes/PER/IX/1988 masih ada beberapa bahan tambahan pangan lain yang biasanya digunakan juga dalam pangan yaitu :

1. Enzim, yaitu bahan tambahan pangan yang berasal dari hewan, tanaman atau mikroba yang dapat menguraikan secara enzimatis, misalnya membuat pangan menjadi empuk dan lebih larut.

2. Peningkatan kualitas nilai gizi, yaitu bahan tambahan pangan yang berupa asam amino, mineral, dan vitamin, baik tunggal maupun campuran.

(44)

2.5.4. Bahan Tambahan Makanan Yang Dilarang

Bahan Tambahan Makanan yang tidak diizinkan atau dilarang menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No.1168/Menkes/Per/X/1999 diantaranya sebagai berikut (Depkes RI, 1999) :

1. Asam borat (boric acid) dan senyawanya 2. Asam salisilat (salicylic acid)

3. Dietilpirokarbonat (diethylpirocarbonate) 4. Dulsin (dulcin)

5. Kalium klorat (potttasium chlorate) 6. Kloramfenikol (chloramphenicol)

7. Minyak nabati yang dibrominasi (brominated vegetable oils) 8. Nitrofurazon (nitrofurazone)

9. Formalin (formaldehyde)

10. Kalium bromat (potassium bromate) 11. Rhodamin B

12. Methanil yellow 2.6. Zat Pemanis

Pemanis merupakan zat yang sering ditambahkan dan digunakan untuk keperluan produk olahan pangan, industri, serta minuman dan makanan kesehatan yang berfungsi untuk meningkatkan cita rasa manis (Cahyadi, 2005).

(45)

termasuk ke dalam bahan tambahan kimia, selain zat lain seperti antioksidan, pemutih, pengawet, pewarna, dan lain-lain. Pemanis alternatif umum digunakan sebagai pengganti gula jenis sukrosa, glukosa atau fruktosa. Ketiga jenis gula tersebut merupakan pemanis utama yang sering digunakan dalam berbagai industri. Pemanis berfungsi untuk meningkatkan cita rasa dan aroma, memperbaiki sifat-sifat fisik, sebagai pengawet, memperbaiki sifat-sifat kimia sekaligus merupakan sumber kalori bagi tubuh (Girindra, 2003).

2.7. Jenis Zat pemanis 2.7.1.Pemanis Alami

Pemanis alami biasanya berasal dari tanaman. Tanaman penghasil pemanis yang utama adalah tebu (Saccharum officanarum L). Jenis pemanis ini sering disebut dengan gula alam atau sukrosa. Selain itu, ada berbagai jenis pemanis lain yang dapat digunakan untuk makanan, diantaranya yaitu laktosa, maltosa, glukosa, fruktosa, sorbitol, manitol, gliserol, dan glisin (Cahyadi, 2008).

2.7.2.Pemanis Sintetis

Pemanis buatan (sintetis) merupakan bahan tambahan yang dapat memberikan rasa manis dalam makanan, tetapi tidak memiliki nilai gizi. Sebagai contoh yaitu sakarin, siklamat, aspartam, dulsin, sorbitol sintesis. Diantara berbagai jenis pemanis buatan tersebut hanya beberapa saja yang diizinkan penggunaannya dalam makanan, diantaranya sakarin, siklamat, dan aspartam dalam jumlah yang dibatasi dan dosis tertentu (Yuliarti, 2010).

(46)

bagi kesehatan manusia maupun hewan yang mengonsumsinya. Pembatasan tersebut kita kenal dengan ADI (Acceptable Daily Intake) ataupun asupan harian yang dapat diterima. ADI merupakan jumlah maksimal pemanis buatan dalam mg/kg berat badan yang dapat dikonsumsi tiap hari selama hidup tanpa menimbulkan efek yang merugikan kesehatan.

Pemanis sintetik dapat menimbulkan rasa manis atau dapat membantu mempertajam penerimaan terhadap rasa manis sedangkan kalori yang dihasilkannya jauh lebih rendah dari gula atau glukosa, sukrosa, maltosa. Contoh :

1. Siklamat, yang mempunyai rasa manis 30-300 kali dari gula. 2. Sakarin, yang mempunyai rasa manis 200-700 kali dari gula. 3. Aspartam, yang mempunyai rasa manis 180-200 kali dari gula. 1. Siklamat

Siklamat pertama kali ditemukan tahun 1939 dan diperbolehkan untuk digunakan kedalam makanan di U.S.A. pada tahun 1950. Dilanjutkan dengan pengujian dalam keamanan untuk senyawa yang muncul ditemukan pada tahun 1967 (Cahyadi, 2006).

(47)

pangan dan minuman terdorong untuk menggunakan kedua jenis pemanis buatan tersebut di dalam produk.

2. Sakarin

Sakarin ditemukan dengan tidak sengaja oleh Fahbelrg dan Remses pada tahun 1897. Ketika pertama kali ditemukan sakarin digunakan sebagai antiseptik dan pengawet, tetapi sejak tahun 1900 digunakan sebagai pemanis. Sakarin dengan rumus C7H5NO3S dan berat molekul 183,18 disintesis dari toluen biasanya tersedia sebagai garam natrium. Nama lain dari sakarin adalah 2,3 dihidro-3-oksobenzisulfonasol, benzosulfimida atau o-sulfobenzimida. Sedangkan nama dagangnya adalah glucide, garantose, saccarinol, saccarinose, sakarol, saxin, sykose, hermesetas (Cahyadi, 2006).

(48)

yang dicoba di Canada diberikan sakarin dengan dosis yang sangat tinggi, yaitu kira-kira ekuivalen dengan 800 kaleng diet soda per hari.

Permasalahan ini masih terus berlangsung sampai kini, pemerintah Indonesia mengeluarkan peraturan melalui Menteri Kesehatan RI No. 208/Menkes/Per/IV/1985 tentang pemanis buatan dan No. 722/Menkes/Per/IX/1988 tentang bahan tambahan pangan, bahwa pada pangan dan minuman olahan khusus yaitu berkalori rendah dan untuk penderita penyakit diabetes mellitus kadar maksimum sakarin yang diperbolehkan adalah 300 mg/kg (Cahyadi, 2006).

3. Aspartam

Menurut Cahyadi (2006), Aspartam ditemukan secara tidak sengaja oleh James Schulter pada tahun 1965, ketika mensintesis obat-obat untuk bisul dan borok. Aspartam adalah senyawa metal ester dipeptida yaitu L-aspartil-L-alanin-metilester dengan rumus C14H16N2O5 memiliki daya kemanisan 100-200 kali sukrosa.

Aspartam yang dikenal dengan nama dagang equal, merupakan salah satu bahan tambahan pangan telah melalui berbagai uji yang mendalam dan menyeluruh aman bagi penderita diabetes mellitus. Sejak tahun 1981 telah diizinkan untuk dipasarkan. Pada penggunaan dalam minuman ringan, aspartam kurang menguntungkan karena penyimpanan dalam waktu lama akan mengakibatkan turunnya rasa manis. Selain itu, aspartam tidak tahan panas sehingga tidak baik digunakan dalam bahan pangan yang diolah melalui pemanasan (Cahyadi, 2006).

(49)

menyebutkan jumlah aspartam yang boleh ditambahkan kedalam bahan pangan. Hal ini berarti bahwa aspartam masih dianggap aman untuk dikonsumsi.

2.8. Pemanis Yang Dilarang

(50)

Tabel 2.1. Daftar Pemanis Sintesis Yang Diizinkan di Indonesia

Nama pemanis Sintesis

ADI Jenis Bahan Makanan Batas Maksimal

0 – 2,5mg Makanan berkalori rendah a.permen karet h.es krim dan sejenisnya i.minumanringan terfermentasi Siklamat Makanan berkalori rendah

a.permen karet b.permen c.saus

d.es krim dan sejenisnya e.es lilin Sumber : Peraturan Menteri Kesehatan RI nomor 208/Menkes/Per/IV/1985.

2.8.1.Dampak Pemanis Buatan pada Kesehatan

(51)

Pemanis buatan diperoleh secara sintetis melalui reaksi-reaksi kimia di laboratorium maupun skala industri. Karena diperoleh melalui proses sintetis dapat dipastikan bahan tersebut mengandung senyawa-senyawa sintetis. Penggunaan pemanis buatan perlu diwaspadai karena dalam takaran yang berlebih dapat menimbulkan efek samping yang merugikan kesehatan manusia. Hasil penelitian menunjukkan bahwa beberapa jenis pemanis buatan berpotensi menyebabkan tumor dan bersifat karsinogenik. Oleh karena itu Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization/ WHO) telah menetapkan batas-batas yang disebut Acceptable Daily Intake (ADI) atau kebutuhan per orang per hari, yaitu jumlah yang dapat dikonsumsi tanpa menimbulkan resiko (Yuliarti, 2007).

(52)

Pemanis buatan banyak menimbulkan bahaya bagi kesehatan manusia, seperti : 1. Migrain dan sakit kepala 6. Asma

2. Kehilangan daya ingat 7. Hipertensi

3. Bigung 8. Diare

4. Insomnia 9. sakit perut

5. Iritasi 10.Alergi

2.8.2.Hubungan Struktur dan Rasa Manis

Faktor-faktor yang perlu diperhatikan untuk mengetahui hubungan struktur kimia dan bahan pemanis dengan rasa manis (Cahyadi, 2006) adalah:

1. Mutu Rasa Manis

Faktor ini sangat bergantung dari sifat kimia bahan pemanis dan kemurniannya. Dari uji sensoris menunjukkan tingkat mutu rasa manis yang berbeda antara bahan pemanis satu dengan yang lainnya. Bahan alami yang mendekati rasa manis, kelompok gula yang banyak dipakai sebagai dasar pembuatan bahan pemanis sintesis adalah asam-asam amino. Salah satu dipeptida seperti aspartam memiliki rasa manis dengan mutu yang serupa dengan kelompok gula dan tidak memiliki rasa ikutan. Sedangkan pada sakarin dan siklamat menimbulkan rasa ikutan pahit yang semakin terasa dengan bertambah bahan pemanis. Rasa pahit tersebut diduga terkait dengan struktur molekulnya, karena dengan pemurnian yang bagaimanapun tidak dapat menghilangkan rasa pahit.

2. Intensitas Rasa Manis

(53)

dalam yang sama maupun yang berbeda antara masing-masing bahan pemanis. Masing-masing pemanis berbeda kemampuannya untuk merangsang indra perasa. Kekuatan rasa manis yang ditimbulkan oleh bahan pemanis dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya adalah suhu dan sifat mediumnya (cair atau padat).

3. Kenikmatan Rasa Manis

Bahan pemanis ditambahkan dengan tujuan untuk memperbaiki rasa dan bau bahan pangan sehingga rasa manis yang timbul dapat meningkatkan kelezatan. Dari berbagai pemanis tidak sempurna dapat menimbulakan rasa nikmat yang dikehendaki. Pada pemanis sintesis seperti sakarin malah tidak dapat menimbulkan rasa nikmat malah memberikan rasa yang tidak menyenangkan. Tetapi penggunaan campuran sakarin dan siklamat pada bahan pangan dapat menimbulkan rasa manis dan tanpa menimbulkan rasa pahit. Meskipun rasa manis yang tepat sangat disukai, tetapi pemanis yang berlebihan akan terasa tidak enak. Pemanis mempunyai harga toleransi yang berbeda antara kelompok masyarakat bahkan antar individu.

2. 9. Salak

(54)

dibawah species. Beberapa yang terkenal diantaranya adalah salak Sidimpuan dari Sumatera Utara (Aulia, 2010).

2.9.1.Jenis Hasil Olahan Salak

Adapun jenis hasil olahan salak di PT.Agrina Desa Parsalakan Kecamatan Angkola Barat Kabupaten Tapanuli Selatan terdiri dari tujuh ( 7 ) jenis olahan salak antara lain :

1. Dodol Salak 2. Madu Salak 3. Nagogo Drink 4. Sirup Salak 5. Kurma Salak 6. Agar-Agar Salak 7. Keripik salak

Manfaat mengkonsumsi buah salak segar dan salak olahan baik berupa makanan dan minuman, antara lain :

1. Menurunkan kolesterol dalam tubuh. 2. Menurunkan kadar gula dalam darah. 3. Mempertahankan kelembaban kulit. 4. Memperkuat struktur tulang.

(55)

Tabel 2.2. Kandungan Gizi Salak per 100 gram

Komponen Jumlah

Kalori 77 Kal

Protein 0,5 gr

Karbohidrat 20,9 gr

Kalsium 28 mg

Fosfor 18 mg

Besi 4,2 gr

Vit B1 0,04 gr

Vit C 2 mg

Sumber : PT.Agrina Desa Parsalakan Kecamatan Angkola Barat Kabupaten Tapanuli Selatan.

2.9.2. Proses Pembuatan Olahan Salak 1. Dodol Salak

Adapun proes pembuatan dodol salak adalah sebagai berikut : Bahan Utama :

Cara pembuatan dodol salak:

1. Buah salak untuk dodol haruslah yang matang dan baik (tidak cacat dan tidak busuk).

2. Buah salak dikupas dan dicuci dengan bersih. 3. Pisahkan daging salak dengan bijinya.

4. Cuci bersih, rebus, kemudian digilingh dan dihaluskan.

(56)

6. Santan dan tepung diaduk hingga merata. 7. Masukkan daging salak yang sudah digiling. 8. Masak ± ¼ jam, kemudian masukkan larutan gula. 9. Masak hingga matang.

10. Tanda sudah matang, tidak lengket di daun pisang.

11. Kemudian taruh ke dalam cetakan, dinginkan ± 3 jam – 10 jam 12. Dodol siap untuk dikemas.

2. Madu Salak Bahan Utama : 1. Sari salak 2. Gula

Cara pembuatan Madu salak :

1. Buah salak untuk madu salak harus merupakan salak super dan pilihan,tidak rusak, buahnya matang dan besar dan rasanya manis.

2. Buah salak dikupas kulitnya.

3. Pisahkan daging salak dengan bijinya. 4. Cuci bersih dengan air panas.

5. Masukkan kedalam juicer kemudian diperas. 6. Pisahkan ampas hasil perasaan.

7. Air salak hasil perasaan dimasak dengan air gula pasir. 8. Diaduk hingga mendidih dengan suhu 120o C.

(57)

11. Madu salak disaring kembali. 12. Diendapkan selama 1 malam.

13. Dinginkan ±½ jam, kemudian dikemas ke dalam botol yang telah steril. 3. Nagogo Drink

Bahan Utama : 1. Buah salak 2. Gula 3. Ragi salak

Cara pembuatan nagogo drink :

1. Buah salak untuk nagogo drink harus matang dan tidak busuk. 2. Kupas kulitnya, pisahkan daging salak dengan bijinya.

3. Cuci bersih dengan air panas.

4. Masukkan dalam juicer, lalu diperas dan dipisahkan ampasnya.

5. Air hasil perasan diamasak dengan gula sambil di aduk-aduk hingga suhu 120o C.

6. Tanda sari matang, warnanya kecoklatan-coklatan. 7. Dinginkan ± 2 – 3 jam

8. Saring, kemudian diendapkan selama 1 malam. 9. Masak kembali.

10. Dinginkan ± ½ jam. 11. Tambahkan air soda.

12. Kemudian diamkan selama 1 malam dan tutup rapat.

(58)

4. Sirup Salak Bahan utama : 1. Sari salak 2. gula

Cara pembuatan sirup salak:

1. Buah salak untuk sirup salak harus salak yang tidak rusak dan busuk serta buahnya sudah matang.

2. Buah salak dikupas kulitnya. 3. Pisahkan daging dengan bijinya. 4. Cuci bersih dengan air panas.

5. Masukkan dalam juicer kemudian peras. 6. Pisahkan ampas hasil perasaan.

7. Air salak hasil perasaan dimasak dengan gula pasir. 8. Setelah mendidih langsung dicetak dalam plastik cetakan. 9. Dinginkan dalam ember / bak yang berisi air ± 3 jam. 10. Angkat air, potong-potong sesuia dengan ukuran. 11. Siap dikemas.

5. Kurma Salak Bahan utama: 1. Salak

(59)

Cara pembuatan kurma salak:

1. Buah salak untuk kurma harus matang dan tidak busuk, dan sebaiknya buah yang tunggal (berbiji satu).

2. Buah salak dikupas kulitnya kemudian dicuci bersih. 3. Buah salak direndam dengan air garam, cuci dan tiriskan. 4. Buah salak ditaburi denga gula putih.

5. Diamkan selama 1 malam.

6. Pisahkan / tiriskan air gula dengan buah salak. 7. Air gula dimasak agak kental sampai suhu 120o C.

8. Dinginkan air gula, kemudian tuangkan kedalam buah salak. 9. Diamkan 1 malam.

10. Ulangi perlakuan sebanyak 3 kali sampai berwarna agak merah.

11. Setelah warna berubah jadi kemerahan, masak air gula dan buah salak sampai mengental.

12. Tiriskan air gula.

13. Kurma salak dijemur ± 2 hari.

14. Setelah kering, siap dipacking dan dipasarkan. 6. Agar-agar Salak

(60)

4. Gula

Cara pembuatan agar-agar salak:

1. Buah salak yang digunakan harus matang dan tidak rusak / busuk. 2. Buah salak dikupas kulitnya.

3. Pisahkan buah salak dengan bijinya. 4. Cuci bersih lalu dimasukkan dalam juicer. 5. Saring dan pisahkan ampasnya.

6. Air hasil saringan dimasak dengan gula putih dan air. 7. Masukkan agar-agar powder dan nutrijell.

8. Masak hinnga mendidih 9. Dinginkan ±2 jam.

10. Siap dikemas dan dipasarkan. 7. Keripik Salak

Bahan utama : 1. Salak

2. Garam

3. Minyak nabati

Cara pembuatan keripik salak :

1. Buah salak untuk keripik harus matang, lekang dari buahnya dan daging buahnya tebal.

(61)

4. Buah salak direndam dalam air garam dan tepung tapioka, kemudian tiriskan ± ¼ jam.

5. Nyalakan vacum frying, tekan tombol merah. 6. Nyalakan kompor gas

7. Setelah suhu 80 ˚C, masukkan daging salak dalam vacum.

8. Setelah 1½ jam, lihat suhu antara 80 – 85 ˚C, dan tidak ada uap air pada kaca vacum (menandakan bahwa keripik salak sudah matang).

9. Keripik salak yang sudah matang, diangkat kemudian dimasukkan dalam kipas pengering.

(62)

2.10.Kerangka Konsep

Kepmenkes No 942/SK/VII/2003 Pedoman Hygiene Sanitasi Makanan Jajanan

Permenkes RI No. 722/Per/ IX/1988 Tentang Bahan Tambahan Makanan Hygiene sanitasi makanan

berdasarkan 6 prinsip pengolahannnya :

(63)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah survei yang bersifat deskriptif yaitu untuk mengetahui gambaran penyelenggaraan hygiene sanitasi pengolahan salak dan analisis laboratorium untuk mengetahui kandungan zat pemanis pada olahan salak di PT.AGRINA Desa Parsalakan Kecamatan Angkola Barat Kabupaten Tapanuli Selatan Tahun 2013.

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2.1.Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di PT.Agrina Desa Parsalakan Kecamatan Angkola Barat Kabupaten Tapanuli Selatan yaitu untuk mengetahui gambaran penyelenggaraan hygiene sanitasi pada pengolahan salak.

Adapun alasan dipilihnya lokasi tersebut sebagai tempat penelitian karena: 1. Tempat tersebut banyak menghasilkan buah salak

2. Di daerah ini belum pernah dilakukan penelitian tentang pelaksanaan hygiene sanitasi dan pemeriksaan zat pemanis buatan.

3.2.2.Waktu Penelitian

Waktu penelitian dilakukan pada bulan Desember 2012 sampai dengan April 2013.

(64)

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh penjamah olahan salak di PT.Agrina Kecamatan Angkola Barat Tapanuli Selatan berjumlah 17 orang.

3.4. Obyek Penelitian

Obyek pada penelitian ini adalah olahan salak yang dihasilkan oleh PT.Agrina Desa Parsalakan Kecamatan Angkola Barat Kabupaten Tapanuli Selatan yang meliputi : Dodol salak, madu salak,nagogo drink, sirup salak, kurma salak, agar-agar salak.

3.5. Metode Pengumpulan Data 3.5.1.Data primer

Data primer diperoleh dari hasil observasi langsung ke lokasi pengolahan salak dengan menggunakan lembar observasi dan mengadakan wawancara langsung kepada penjamah makanan di PT.Agrina Desa Parsalakan Kecamatan Angkola Barat Kabupaten Tapanuli Selatan dengan instrumen yang disediakan mengenai hygiene sanitasi. Serta melalui sampel olahan salak di Laboratorium Kesehatan Medan.

3.6. Pelaksanaan Penelitian

3.6.1.Pengambilan Sampel dan Pengiriman Ke Laboratorium

1. Sampel dibeli dari setiap jenis olahan salak, kemudian dimasukkan kedalam paper bag.

2. Beri nomor kode dengan menggunakanspidol pada setiap kemasan olahan salak. 3. Sampel dibawa pulang kerumah peneliti dan dibiarkan selama satu hari.

(65)

5. Kemudian sampel dibawa ke Laboratorium Kesehatan Medan untuk diperiksa kandungan pemanis.

3.6.2.Cara Pemeriksaan Sampel di Laboratorium 3.6.2.1.Uji Kualitatif

Untuk mengetahui jenis pemanis buatan yang terdapat dalam olahan salak dapat dilakukan melalui pemeriksaan kualitatif.

1. Alat – alat a. Neraca analitik b. Pipet ukur c. Gelas piala d. Pemanas e. Pipet tetes 2. Bahan – bahan a. Salak

b. Larutan NaOH (1 : 20) c. Larutan HCL 13% d. Larutan FeCI3 N e. Asam asetat 50% f. KNO2 10%

g. Larutan CuSO4 1% h. Air panas

(66)

1. Masukkan 50 gram olahan salak ke dalam gelas piala 2. Larutan dalam 5ml larutan NaOH

3. Uapkan sampai kering diatas api kecil dan kemudian didingankan 4. Larutan dalam 20ml HCL 13% ditambah setetes larutan FeCI3 1 N 5. Amatilah perubahan warna yang terjadi.

Apabila larutan berwarna violet berarti adanya siklamat, jika pada larutan terdapat endapan putih berarti adanya sakarin, dan jika terdapat warna hijau berarti adanya aspartam.

3.6.2.2.Uji Kuantitatif

Untuk mengetahui bagaimana kadar pemanis buatan yang terdapat dalam olahan salak dapat silakukan melalui pemeriksaan kuantitatif.

1. Alat – alat

a. Sparator lengkap 250ml b. Pipet ukur 5ml

c. Buret lengket 50ml d. Kertas saring dan corong e. Cawan penguap

2. Pereaksi

a. Larutkan campuran choloform, etanol (9 : 1) b. Larutan HCL 5%

c. Larutan NaOH 0.1 N

Gambar

Tabel 2.1. Daftar Pemanis Sintesis Yang Diizinkan di Indonesia
Tabel 2.2. Kandungan Gizi Salak per 100 gram
Tabel 4.3.Distribusi
Tabel 4.6. Hasil Analisis Pemanis Buatan Pada Olahan Salak Di PT.Agrina  Desa Parsalakan Kecamatan Angkola Barat Kabupaten Tapanuli Selatan Tahun 2013
+5

Referensi

Dokumen terkait

Laila Nurhasanah Siregar : Analisis Finansial Industri Pengolahan Dodol Salak Dan Prospek Pengembangannya Di Kabupaten Tapanuli Selatan (Studi Kasus : Desa Parsalakan, Kec..

Saat Pelaksanaan Pembangunan Jalan Rabat Beton di Dusun Koje Huta Sisundung Kecamatan Angkola Barat Kabupaten Tapanuli

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui penyelenggaraan hygiene sanitasi pengolahan pada salak dan analisis pemeriksaan zat pemanis buatan yang diproduksi oleh di

Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air baik yang diolah maupun tidak diolah, yang diperuntukan sebagai makanan atau minuman bagi konsumsi manusia,

Berdasarkan peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.722/MENKES/PER/IX/88 tentang bahan tambahan makanan adalah bahan yang biasanya tidak digunakan sebagai makanan

Sanitasi Makanan Dan Minuman Pada Institusi Pendidikan Tenaga Sanitasi, Pusat Pendidikan Tenaga Sanitasi,Pusat pendidikan Tenaga Kesehatan Depkes RI.. Arisman, 2000,

Metode yang digunakan dalam analisis terhadap peranan Kredit Usaha Rakyat (KUR) terhadap peningkatan pendatapan petani salak di Kecamatan Angkola Barat Kabupaten Tapanuli

Metode yang digunakan dalam analisis terhadap peranan Kredit Usaha Rakyat (KUR) terhadap peningkatan pendatapan petani salak di Kecamatan Angkola Barat Kabupaten Tapanuli