• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penyelenggaraan Hygiene Sanitasi Pada Pengolahan Salak Di Desa Parsalakan Kecamatan Angkola Barat Kabupaten Tapanuli Selatan Tahun 2013

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Penyelenggaraan Hygiene Sanitasi Pada Pengolahan Salak Di Desa Parsalakan Kecamatan Angkola Barat Kabupaten Tapanuli Selatan Tahun 2013"

Copied!
112
0
0

Teks penuh

(1)

LEMBAR OBSERVASI HYGIENE SANITASI PENGOLAHAN DODOL SALAK Berdasarkan Kepmenkes RI No.942/SK/VII/2003

Lokasi industri : Penanggung Jawab : Jumlah Karyawan :

No OBJEK PENGAMATAN KATEGORI

Ya Tidak Prinsip I : Pemilihan Bahan Baku

1 Bahan baku dalam kondisi baik

2 Buah Salak dalam keadaan matang dan tidak busuk 3 Tepung ketannya tidak berbau

4 Kelapanya yang dpilih sudah cukup tingkat ketuaannya dan tidak busuk

5 Gula pasir dan gula aren,penambah aroma dan rasa Prinsip II : Penyimpanan Bahan Baku

6 Tersedia tempat penyimpanan bahan dodol salak dalam keadaan bersih

7 Tempat penyimpanan bahan dodol salak tertutup 8 Tempat penyimpanan bahan makanan terpisah dari

makanan jadi

9 Tempat penyimpanan bahan dodol salak menjadi tempat bersarang serangga dan tikus

Prinsip III : Pengolahan Makanan Tempat Pengolahan

10 Lantainya dari bahan yang mudah dibersihkan, tidak licin, kedap air

11 Dinding kedap air dan mudah dibersihkan

12 Langit-langit sebaiknya berwarna terang dan mudah dibersihkan

13 Memiliki ventilasi yang cukup baik 14 Ada persediaan air bersih yang cukup

15 Tersedia tempat pembuangan sampah di dalam ruangan pengolahan makanan

16 Ruangan bebas dari vektor (lalat, tikus) 17 Tersedia saluran pembuangan air limbah 18 Tersedia tempat mencuci tangan

19 Peralatan yang digunakan dicuci terlebih dahulu sebelum digunakan

(2)

21 Tidak mengobrol saat mengolah makanan 22 Peralatan disimpan dalam rak yang tertutup

Tenaga Penjamah Makanan

23 Tidak menderita penyakit mudah menular,misalnya batuk,pilek influenza, diare

24 Menjaga kebersihan tangan, rambut,kuku, dan pakaian 25 Memakai celemek dan tutup kepala

26 Mencuci tangan setiap kali hendak menangani makanan

27 Menjamah makanan harus memakai alat/perlengkapan atau dengan alas tangan

28 Tidak merokok pada waktu melakukan pengolahan makanan

29 Tidak batuk atau bersin dihadapan makanan atau tanpa menutup hidung atau mulut

Cara Pengolahan

30 Tidak terjadi kerusakan-kerusakan makanan sebagai akibat cara pengolahan yang salah

31 Tidak terjadi pengotoran atau kontaminasi makanan 32 Tidak menambahkan zat pemanis pada waktu

pengolahan makanan

Prinsip IV : Penyimpanan Makanan

33 Tersedia tempat khusus untuk menyimpan dodol salak yang sudah jadi

34 Tempat penyimpanan dodol salak yang sudah jadi dalam keadaan bersih

35 Tempat penyimpanan dodol salak yang sudah jadi jauh dari sumber pencemaran

Prinsip V : Pengangkutan Makanan

36 Tersedia tempat khusus untuk mengangkut dodol salak 37 Dodol salak yang diangkut dalam keadaan tertutup 38 Tempat dodol salak dalam keadaan bersih

Prinsip VI : Penyajian/Pengemasan Makanan 39 Peralatan/pembungkus untuk penyajian dalam keadaan

bersih

40 Tangan penyaji tidak kontak langsung dengan dodol salak

41 Penyaji makanan berpakaian bersih dan rapi 42 Penyaji makanan menggunakan penutup

(3)

LEMBAR OBSERVASI HYGIENE SANITASI PENGOLAHAN MINUMAN NAGOGO DRINK Berdasarkan Kepmenkes RI No.942/SK/VII/2003

Lokasi industri : Penanggung Jawab : Jumlah Karyawan :

No OBJEK PENGAMATAN KATEGORI

Ya Tidak Prinsip I : Pemilihan Bahan Baku

1 Buah salaknya matang

2 Buah salak dalam keadaan segar dan tidak busuk 3 Raginya dalam keadaan tidak kadaluarsa

Prinsip II : Penyimpanan Bahan Baku

4 Tersedia tempat penyimpanan minumansalak dalam keadaan bersih

5 Tempat penyimpanan minuman salak tertutup 6 Tempat penyimpanan minuman salak terpisah dari

makanan jadi

7 Tempat penyimpanan minuman salak menjadi tempat bersarang serangga dan tikus

Prinsip III : Pengolahan Makanan Tempat Pengolahan

8 Lantainya dari bahan yang mudah dibersihkan, tidak licin, kedap air

9 Dinding kedap air dan mudah dibersihkan

10 Langit-langit sebaiknya berwarna terang dan mudah dibersihkan

11 Memiliki ventilasi yang cukup baik 12 Ada persediaan air bersih yang cukup

13 Tersedia tempat pembuangan sampah di dalam ruangan pengolahan makanan

14 Ruangan bebas dari vektor (lalat, tikus) 15 Tersedia saluran pembuangan air limbah 16 Tersedia tempat mencuci tangan

17 Peralatan yang digunakan dicuci terlebih dahulu sebelum digunakan

(4)

Tenaga Penjamah Makanan

20 Tidak menderita penyakit mudah menular,misalnya batuk,pilek influenza, diare

21 Menjaga kebersihan tangan, rambut,kuku, dan pakaian 22 Memakai celemek dan tutup kepala,sarung tangan, tutup

mulut

23 Mencuci tangan setiap kali hendak menangani makanan 24 Menjamah makanan harus memakai alat/perlengkapan

atau dengan alas tangan

25 Tidak merokok pada waktu melakukan pengolahan makanan

26 Tidak batuk atau bersin dihadapan makanan atau tanpa menutup hidung atau mulut

Cara Pengolahan

27 Tidak terjadi kerusakan-kerusakan makanan sebagai akibat cara pengolahan yang salah

28 Tidak terjadi pengotoran atau kontaminasi makanan 29 Biji salak dibuang dari dagingnya

30 Salak dicuci dengan air panas

31 Buah salak dimasukkan juicer, diperas dan pisahkan ampasnya

Prinsip IV : Penyimpanan Makanan

32 Tersedia tempat khusus untuk menyimpan minuman salak yang sudah jadi

33 Tempat penyimpanan minuman salak yang sudah jadi dalam keadaan bersih

35 Tempat penyimpanan minuman salak yang sudah jadi jauh dari sumber pencemaran

Prinsip V : Pengangkutan Makanan

36 Tersedia tempat khusus untuk mengangkut minuman salak

37 minuman salak yang diangkut dalam keadaan tertutup 38 Tempat minuman salaknya dalam keadaan bersih

Prinsip VI : Penyajian/Pengemasan Makanan 39 Peralatan/pembungkus untuk penyajian dalam keadaan

bersih

40 Tangan penyaji tidak kontak langsung dengan makanan 41 Penyaji makanan berpakaian bersih dan rapi

(5)

KUESIONER PENELITIAN PADA PENJAMAH PENGOLAHAN SALAK DI PT.AGRINA DESA PARSALAKAN KECAMATAN ANGKOLA

BARAT KABUPATEN TAPANULI SELATAN TAHUN 2013

Nama Responden :

Jenis Kelamin :

Umur :

Pendidikan Terakhir :

Lama Bekerja :

1. Apakah saudara/i tahu tentang hygiene perorangan yang baik seperti menjaga kebersihan panca indra, kebersihan kulit, kebersihan tangan, dan kebersihan pakaina bekerja?

a. Ya b. Tidak

2. Apakah saudara tahu tentang penyakit yang dapat disebabkan oleh pengolahan makanan yang tidak bersih?

a. Ya b. Tidak

3. Apakah saudara tahu untuk mencegah supaya makanan tidak kontak langsung dengan tubuh dalam pengolahan makanan dapat menggunakan sarung tangan, penjepit makanan, sendok, dan garpu :

a. Ya b. Tidak

4. Apakah saudara tahu untuk melindungi pencemaran terhadap makanan harus menggunakan celemek, tutup rambut, tutup mulut, dan sepatu dapur :

a. Ya b. Tidak

5. Apakah saudara/i memiliki surat keterangan berbadan sehat yang menyatakan bebas penyakit kulit, penyakit menular, penyakit infeksi, dan sudah

(6)

a. Ya b. Tidak

6. Dalam menjaga kesehatan penjamah makanan apakah pernah dilaksanakan pemeriksaan kesehatan secara berkala

a. Ya b. Tidak

7. Apakah saudara mencuci tangan sebelum mengolah makanan. a. Ya

b. Tidak

8. Apakah saudara mempunyai kuku pendek dan bersih tiap waktu bekerja a. Ya

b. Tidak

9. Apakah saudara/i memakai pakaian khusus yang bersih dan penggunaannya khusus waktu bekerja saja?

a. Ya b. Tidak

10. Apakah saudara mencuci bahan makanan terlebih dahulu sampai benar-benar bersih sebelum dimasak.

(7)

Frequencies

karyawan lama bekerja jenis kelamin

(8)

um ur kate gori

Frequency Percent Valid P ercent

(9)

Frequencies

pertany aan 1 pertany aan 2 pertany aan 3 pertany aan 4 pertany aan 5 pertany aan 6 pertany aan 7 pertany aan 8 pertany aan 9 pertany aan 10

(10)
(11)

Gambar 1. Sampel Penelitian

(12)

Gambar 3. Pemilihan Bahan Baku

(13)

Gambar 5. Pengolahan Makanan

(14)

Gambar 7. Pengankutan Makanan

(15)
(16)

DAFTAR PUSTAKA

Aninomous, 2007. Mengawetkan Makanan Secara Alami.

Anwar, 1997. Sanitasi Makanan Dan Minuman Pada Institusi Pendidikan Tenaga Sanitasi, Pusat Pendidikan Tenaga Sanitasi,Pusat pendidikan Tenaga Kesehatan Depkes RI. Jakarta.

Arisman, 2000, Identifikasi Perilaku Penjamah Makanan yang Berisiko Sebagai Sumber Keracunan Makanan, Laporan Hasil Penelitian Lembaga Penelitian Universitas Sriwijaya, Palembang.

Arisman, 2009, Buku Ajar Ilmu Gizi Keracunan Makanan. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.

Aulia, 2010. Pedoman Budi Daya Buah Salak. CV.Nuansa Aulia, Bandung.

Azwar, A. 1990. Pengantar Ilmu Kesehatan Lingkungan. Penerbit Mutiara Sumber Widya. Jakarta.

BPOM, 2002. Panduan Pengolahan Pangan Yang Baik Bagi Industri Rumah Tangga. Deput Bidang Pengawasan Keamanan Pangan dan Bahan

Berbahaya. Direktotat Surveilan dan Penyuluhan Keamanan Pangan. Cahyadi, W, 2006. Bahan Tambahan Pangan. Penerbit Bumi Aksara, Jakarta. Cahyadi, W. 2008. Analisis & Aspek Kesehatan Bahan Tambahan Pangan.

Bumi Aksara, Jakarta.

Chandra, B, 2006. Pengantar kesehatan lingkungan. Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.

Diana, F. 2012. Analisa Kualitatif Kuantitatif diakses 2 April 2013

Depkes RI, 2003. KepMenkes RI No.942/Menkes/SK/VII/2003 tentang Persyaratan Higiene Sanitasi Makanan Jajanan. DepKes RI, Jakarta.

(17)

___________, 1988. Permenkes RI No. 722/Menkes/Per/IX/1988 Tentang Bahan Tambahan Makanan, Jakarta.

__________, 1996. Undang-Undang RI No.7 Tahun1996 Tentang Pangan. Jakarta.

Effendi, 2004. Ilmu Kesehatan Masyarakat. PT. Citra Aditya Bakti, Bandung.

Girindra A, 2003. Biokimia I. Gramedia Pustaka, Jakarta.

Kusmayadi, Ayi dan Dadang Sukandar. 2007. Cara Memilih dan Mengolah Makanan Untuk Perbaikan Gizi Masyarakat (on line).Special Programme For Food Security: Asia Indonesia, dari Februari 2013.

Marriot dan Norman.1985. Principles Of Food Sanitation, Van Nostrand Reinhold Company, Amerika Serikat.

Mukono, H,J, 2010. Toksikologi Lingkungan. Airlangga University Press, Surabaya.

Nazarudiin dan Kritiawati, 1992. Dalam Skripsi Pendugaan Umur Keripik Salak. Fakhri maulana. Fakultas teknologi pertanian bogor IPB. Bogor

Notoatmodjo, S, 2000. Ilmu Kesehatan Mayarakat. PT Rieneka Cipta, Jakarta. Notoatmodjo, S., 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan. PT. Rineka Cipta.

Jakarta.

Nur’an, 2011. Amankah Makanan Yang Anda Konsumsi?. Arya Pustaka.

Oginawati, K. 2008. Sanitasi Makanan dan Minuman. Penerbit Institusi Teknologi Bandung Press. Bandung.

Sumantri, E. 2010. Kesehatan Lingkungan & Perspektif Islam. Kharisma Putra Utama, Jakarta.

Slamet, JS. 2009. Kesehatan Lingkungan. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

(18)

Winarno, F.G, 1997. Kimia Pangan dan Gizi. PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

(19)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah survei yang bersifat deskriptif yaitu untuk mengetahui gambaran penyelenggaraan hygiene sanitasi pengolahan salak dan analisis laboratorium untuk mengetahui kandungan zat pemanis pada olahan salak di PT.AGRINA Desa Parsalakan Kecamatan Angkola Barat Kabupaten Tapanuli Selatan Tahun 2013.

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2.1.Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di PT.Agrina Desa Parsalakan Kecamatan Angkola Barat Kabupaten Tapanuli Selatan yaitu untuk mengetahui gambaran penyelenggaraan hygiene sanitasi pada pengolahan salak.

Adapun alasan dipilihnya lokasi tersebut sebagai tempat penelitian karena: 1. Tempat tersebut banyak menghasilkan buah salak

2. Di daerah ini belum pernah dilakukan penelitian tentang pelaksanaan hygiene sanitasi dan pemeriksaan zat pemanis buatan.

3.2.2.Waktu Penelitian

Waktu penelitian dilakukan pada bulan Desember 2012 sampai dengan April 2013.

(20)

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh penjamah olahan salak di PT.Agrina Kecamatan Angkola Barat Tapanuli Selatan berjumlah 17 orang.

3.4. Obyek Penelitian

Obyek pada penelitian ini adalah olahan salak yang dihasilkan oleh PT.Agrina Desa Parsalakan Kecamatan Angkola Barat Kabupaten Tapanuli Selatan yang meliputi : Dodol salak, madu salak,nagogo drink, sirup salak, kurma salak, agar-agar salak.

3.5. Metode Pengumpulan Data 3.5.1.Data primer

Data primer diperoleh dari hasil observasi langsung ke lokasi pengolahan salak dengan menggunakan lembar observasi dan mengadakan wawancara langsung kepada penjamah makanan di PT.Agrina Desa Parsalakan Kecamatan Angkola Barat Kabupaten Tapanuli Selatan dengan instrumen yang disediakan mengenai hygiene sanitasi. Serta melalui sampel olahan salak di Laboratorium Kesehatan Medan.

3.6. Pelaksanaan Penelitian

3.6.1.Pengambilan Sampel dan Pengiriman Ke Laboratorium

1. Sampel dibeli dari setiap jenis olahan salak, kemudian dimasukkan kedalam paper bag.

2. Beri nomor kode dengan menggunakanspidol pada setiap kemasan olahan salak. 3. Sampel dibawa pulang kerumah peneliti dan dibiarkan selama satu hari.

(21)

5. Kemudian sampel dibawa ke Laboratorium Kesehatan Medan untuk diperiksa kandungan pemanis.

3.6.2.Cara Pemeriksaan Sampel di Laboratorium 3.6.2.1.Uji Kualitatif

Untuk mengetahui jenis pemanis buatan yang terdapat dalam olahan salak dapat dilakukan melalui pemeriksaan kualitatif.

1. Alat – alat a. Neraca analitik b. Pipet ukur c. Gelas piala d. Pemanas e. Pipet tetes 2. Bahan – bahan a. Salak

b. Larutan NaOH (1 : 20) c. Larutan HCL 13% d. Larutan FeCI3 N e. Asam asetat 50% f. KNO2 10%

g. Larutan CuSO4 1% h. Air panas

(22)

1. Masukkan 50 gram olahan salak ke dalam gelas piala 2. Larutan dalam 5ml larutan NaOH

3. Uapkan sampai kering diatas api kecil dan kemudian didingankan 4. Larutan dalam 20ml HCL 13% ditambah setetes larutan FeCI3 1 N 5. Amatilah perubahan warna yang terjadi.

Apabila larutan berwarna violet berarti adanya siklamat, jika pada larutan terdapat endapan putih berarti adanya sakarin, dan jika terdapat warna hijau berarti adanya aspartam.

3.6.2.2.Uji Kuantitatif

Untuk mengetahui bagaimana kadar pemanis buatan yang terdapat dalam olahan salak dapat silakukan melalui pemeriksaan kuantitatif.

1. Alat – alat

a. Sparator lengkap 250ml b. Pipet ukur 5ml

c. Buret lengket 50ml d. Kertas saring dan corong e. Cawan penguap

2. Pereaksi

a. Larutkan campuran choloform, etanol (9 : 1) b. Larutan HCL 5%

c. Larutan NaOH 0.1 N

(23)

Salak terlebih dahulu dilarutkan dengan air kemudian dengan penambahan HCL. Kemudian diekstrasi dengan kloroform : etanol (9 : 1) kemudian hasil ekstrasi dititrasi ditandai dengan penambahan indicator brom Thymol Blue titik akhir titrasi ditandai dengan terbentuknya warna biru.

Prosedur kerja :

a. Timbang 50 gram sampel yang sudah dihomogenkan, masukkan kedalam corong pisah, dengan bantuan 50ml aquadest. Tambahkan 5ml HCL 3N. Ekstraksi dengan endapan larutan kloroform : etanol (9 : 1), kocok sampai 15 menit, pisahkan kedalam erlenmeyer (lapisan kloroform berada dibagian bawah).

b. Kedalam corong pisah tambah 15ml larutan kloroform : etanol (9 : 1), kocok lagi dan pisahkan larutan kloroform, ulangi sekali lagi dengan menambahkan 10ml kloroform etanol.

c. Hasil penyaringan campuran kloroform : etanol (9 : 1) masukkan lagi kedalam corong pisah yang lain (bersih) tambah 50ml aquadest kemudian dititrasi. Pisahkan lapisan kloroform kedalam Erlenmeyer, lalu keringkan diatas pemanas air.

d. Setelah kering tamabahkan 50ml aquadest dan 5 tetes indicator Brom Thimol Blue.

e. Titrasi dengan NaOH 0,1 N hingga terjadi perubahan warna dari kuning menjadi biru.

4. Perhitungan

Kadar pemanis (%) = ����

18,32�100%

(24)

Keterangan : V = Volume pentiter (ml) B = Berat sampel N = Normalitas NaOH

3.6.3.Data Sekunder

Data sekunder yang digunakan merupakan literatur – literatur yang menjadi bahan masukan bagi penulis.

3.7. Defenisi Operasional

1. Salak (Salacca edulis) adalah tanaman yang batangnya rapat oleh pelepah daun, berduri pada pelepah dan tangkai daunnya, buahnya berdaging putih, berbiji keras berwarna cokelat kehitaman.

2. Dodol Salak adalah makanan yang terbuat dari tepung ketan, santan kelapa, gula merah yang dicampurkan dengan buah salak, yang dibungkus dengan plastik atau kertas.

3. Madu salak adalah cairan dari sari salak yang banyak mengandung gula, berwarna kecoklatan dan rasanya manis.

4. Nagogo drink adalah minuman yang terbuat dari sari salak dengan tambahan gula yang dikemas ke dalam botol plastik.

5. Sirup salak adalah air gula kental yang ditambahkan sari buah salak dan terkadang diberi warna.

6. Kurma salak adalah buah salak yang berbentuk bulat lonjong dijadikan semacam manisan.

(25)

8. Keripik salak adalah makanan yang terbuat dari buah salak yang dipotong / di iris tipis kemudian di goreng.

9. Hygiene Sanitasi adalah upaya untuk mengendalikan faktor tempat, peralatan, orang dan makanan yang dapat atau mungkin dapat menimbulkan gangguan kesehatan. Memenuhi syarat bila seluruh prinsip hygiene sanitasi terpenuhi dan tidak memenuhi syarat kesehatan bila tidak memenuhi atau salah satu saja tidak sesuai dengan prinsip hygiene sanitasi makanan.

10. Pemilihan bahan makanan adalah proses menentukan bahan-bahan dengan kondisi segar, masih utuh dan diperoleh dari sumber yang resmi untuk digunakan dalam proses pengolahan salak.

11. Penyimpanan bahan makanan adalah menyimpan dan menempatkan makanan yang telah jadi dengan memperhatikan prinsip penyimpanan sementara waktu. 12. Pengolahan bahan adalah proses pengubahan bentuk dari bahan salak menjadi

berbagai macam hasil olahannya.

13. Penyinpanan salak adalah menaruh salak yang sudah jadi pada tempat yang tidak terjangkau oleh tikus, serangga, dan binatang pengganggu lainnya.

14. Zat pemanis adalah zat yang dapat menimbulkan rasa manis atau dapat membantu mempertajam penerimaan terhadap rasa manis, sedangkan kalori yang dihasilkannya jauh lebih rendah dari pada gula.

15. Uji secara kualitatif adalah pemeriksaan laboratorium untuk mengetahui ada tidaknya zat pemanis buatan pada olahan salak.

(26)

17. Memenuhi syarat apabila pernyataan dari observasi pada enam prinsip hygiene sanitasi sesuai dengan Kepmenkes RI No.942/Menkes/SK/VII/2003.

18. Tidak memenuhi syarat apabila salah satu dari pernyataan observasi pada enam prinsip hygiene sanitasi tidak sesuai dengan kepmenkes RI No.942/Menkes/SK/VII/2003.

3.8. Aspek Pengukuran

Aspek pengukurannya adalah melihat gambaran hygiene sanitasi pengolahan salak di PT.Agrina Kecamatan Angkola Barat Tapanuli Selatan yang meliputi pemilihan bahan salak, penyimpanan salak, pengolahan salak, penyimpanan olahan salak, pengangkutan olahan salak, penyajian/pengemasan olahan salak. Jika salah satu pernyataan dari observasi pada enam prinsip hygiene sanitasi tidak sesuai Kepmenkes No.942/Menkes/SK/VII/2003/ tentang persyaratan hygine sanitasi makanan jajanan, maka tahap tersebut tidak memenuhi syarat kesehatan. Untuk menilai hygiene sanitasi pengolahan salak, peneliti menggunakan kuesioner.

Adapun aspek pengukuran untuk observasi dan wawancara hygiene sanitasi pengolahan salak di PT.Agrina Desa Parsalakan Kecamatan Angkola Barat Kabupaten Tapanuli Selatan, dilakukan dengan menggunakan lembar observasi berupa pertanyaan yang menyajikan dua ( 2 ) jawaban “ Ya” dan “Tidak”, yaitu : 1. Jika semua jawaban “ya” dari setiap subkriteria penilaian maka memenuhi syarat

sesuai dengan Kepmenkes RI No.942/Menkes/SK/VII/2003.

(27)

3.9. Analisa Data

(28)

BAB IV

HASIL PENELITIAN

4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Kecamatan Angkola Barat terdiri dari 14 Desa dan 2 Kelurahan dengan jumlah kepala keluarga sebanyak 7.372 kk. Menurut data tahun 2011 luas area perkebunan salak daerah Kabupaten Tapanuli Selatan kini mencapai 18.967 Ha dengan jumlah produksi 426.758 ton/ tahun. Hasil produksi salak setiap harinya berkisar 500 kg sampai 1 ton per harinya dan pemasarannya sudah sampai keluar provinsi. Adapun batas- batas wilayahnya sebagai berikut :

1. Sebelah Utara : Desa Aek Nabara 2. Sebelah Selatan : Palopat Maria 3. Sebelah Barat : Desa Sisundung 4. Sebelah Timur : Desa Sialogo 4.2.Hasil Penelitian

Peneliti melakukan observasi terhadap penjamah makanan untuk melihat gambaran hygiene sanitasi pada pengolahan salak tersebut. Peneliti juga melakukan wawancara dengan penjamah makanan menggunakan kuesioner yang telah dipersiapkan. Peneliti juga melakukan pemeriksaan pemanis buatan pada olahan salak tersebut.

4.2.1. Karakteristik Penjamah Makanan

(29)

4.2.1.1. Jenis Kelamin Penjamah

Karakteristik penjamah makanan di Desa Parsalakan Kecamatan Angkola Barat Kabupaten Tapanuli Selatan berdasarkan jenis kelamin dapat dilihat pada tabel 4.1 sebagai berikut :

Tabel 4.1. Distribusi Penjamah Makanan Olahan Salak Berdasarkan Jenis Kelamin Di Desa Parsalakan Kecamatan Angkola Barat Kabupaten Tapanuli Selatan Tahun 2013

No Jenis Kelamin Jumlah Persentase ( % )

1. Laki – laki 7 41

2. Perempuan 10 59

Jumlah 17 100

Berdasarkan Tabel 4.1. diatas, bahwa penjamah makanan olahan salak yang terbanyak adalah berjenis kelamin perempuan sebanyak 10 orang (59%).

4.2.1.2. Umur Penjamah

Karakteristik penjamah makanan salak di Desa Parsalakan Kecamatan Angkola Barat Kabupaten Tapanuli Selatan berdasarkan umur dapat dilihat pada tabel 4.2 sebagai berikut :

Tabel 4.2. Distribusi Penjamah Makanan Olahan Salak Berdasarkan Umur Di Desa Parsalakan Kecamatan Angkola Barat Kabupaten Tapanuli Selatan Tahun 2013

No Umur ( Tahun ) Jumlah

1. 19 – 25 10

2. 26 – 32 5

3. > 32 2

Jumlah 17

(30)

4.2.1.3. Pendidikan Terakhir

Karakteristik penjamah makanan salak di Desa Parsalakan Kecamatan Angkola Barat Kabupaten Tapanuli Selatan berdasarkan pendidikan terakhir dapat dilihat pada tabel 4.3. sebagai berikut :

Tabel 4.3.Distribusi Penjamah Makanan Olahan Salak Berdasarkan Pendidikan

Terakhir Di Desa Parsalakan Kecamatan Angkola Barat Kabupaten Tapanuli Selatan Tahun 2013

No Pendidikan Terakhir Jumlah Persentase ( % )

1. S1 1 6

2. SMA / sederajat 16 94

Jumlah 17 100

Berdasarkan tabel 4.3. diatas bahwa sebahagian besar jumlah penjamah makanan yang terbanyak adalah berpendidikan SMA / sederajat sebanyak 16 orang (94%).

4.2.1.4. Lama Bekerja

Karakteristik penjamah makanan salak di Desa Parsalakan Kecamatan Angkola Barat Kabupaten Tapanuli Selatan berdasarkan lama bekerja dapat dilihat pada tabel 4.4. sebagai berikut :

Tabel 4.4. Distribusi Penjamah Makanan Olahan Salak Berdasarkan Lama Bekerja Di Desa Parsalakan Kecamatan Angkola Barat Kabupaten Tapanuli Selatan Tahun 2013

(31)

Berdasarkan tabel 4.4. diketahui bahwa penjamah makanan olahan salak yang paling lama bekerja adalah 9 orang (53 %) selama 4 tahun.

4.2.2.Enam Prinsip Hygiene Sanitasi Pada Pengolahan Salak

Berdasarkan hasil observasi yang telah dilakukan peneliti terhadap olahan salak di Desa Parsalakan Kecamatan Angkola Barat Kabupaten Tapanuli Selatan, diperoleh gambaran penyelenggaraan 6 prinsip hygiene sanitasi pada pengolahan salak yang disajikan dalam bentuk tabel distribusi.

4.2.2.1. Pemilihan Bahan Makanan

Hasil observasi peneliti terhadap 2 olahan salak berdasarkan pemilihan bahan baku makanan yaitu:

1. Pemilihan Bahan Baku Makanan Dodol Di PT.Agrina Desa Parsalakan Kecamatan Angkola Barat Kabupaten tapanuli Selatan Tahun 2013

Kriteria penilaian pemilihan bahan baku makanan dodol salak yaitu buah salaknya matang, dalam keadaan segar, tidak busuk, tepung ketannya tidak berbau, kelapa yang dipilih sudah cukup tua dan tidak busuk, serta gula pasir dan gula aren yang digunakan bersih. Hasil peneliti terhadap pemilihan bahan baku dodol salak, seluruhnya telah sesuai dengan kriteria dan memenuhi syarat.

2. Pemilihan Bahan Baku Minuman Nagogo Drink Di PT.Agrina Desa Parsalakan Kecamatan Angkola Barat Kabupaten tapanuli Selatan Tahun 2013

(32)

4.2.2.2. Penyimpanan Bahan Baku Makanan

Hasil observasi peneliti terhadap 2 olahan salak berdasarkan penyimpanan bahan baku makanan yaitu :

1. Penyimpanan Bahan Baku Dodol Salak Di PT.Agrina Desa Parsalakan Kecamatan Angkola Barat Kabupaten tapanuli Selatan Tahun 2013

Kriteria penilaian penyimpanan bahan baku dodol salak yaitu tersedianya penyimpanan dodol salak dalam keadaan bersih, tertutup, terpisah dari makanan jadi, dan tempat penyimpanan dodol menjadi tempat bersarang serangga dan tikus. Hasil peneliti terhadap penyimpanan bahan baku dodol salak, seluruhnya telah sesuai dengan kriteria dan memenuhi syarat.

2. Penyimpanan Bahan Baku Minuman Nagogo Drink Di PT.Agrina Desa Parsalakan Kecamatan Angkola Barat Kabupaten tapanuli Selatan Tahun 2013

Kriteria penilaian penyimpanan bahan baku minuman nagogo drink yaitu tersedianya penyimpanan minuman nagogo drink dalam keadaan bersih, tertutup, terpisah dari makanan jadi, dan tempat penyimpanan dodol menjadi tempat bersarang serangga dan tikus. Hasil peneliti terhadap penyimpanan bahan baku minuman, seluruhnya telah sesuai dengan kriteria dan memenuhi syarat.

4.2.2.3. Pengolahan Makanan

(33)

1. Pengolahan Makanan Dodol Salak Di PT.Agrina Desa Parsalakan Kecamatan Angkola Barat Kabupaten tapanuli Selatan Tahun 2013

a. Penjamah Makanan

Kriteria penilaian penjamah makanan pada pengolahan dodol salak yaitu kebersihan tangan, rambut, kuku, dan pakaian, memakai celemek, tutup kepala, sarung tangan, penutup mulut, mencuci tangan setiap kali hendak menangani makanan, tidak batuk dan bersin dihadapan makanan atau tanpa penutup hidung atau mulut, tidak menderita penyakit yang mudah menular misalnya diare, batuk, pilek, influenza. Berdasarkan kriteria penilaian pada penjamah makanan tidak memenuhi syarat.

b. Cara Pengolahan makanan

Kriteria penilaian cara pengolahan makanan dodol salak yaitu tidak terjadi kerusakan-kerusakan sebagai akibat cara pengolahan yang salah, tidak terjadi kontaminasi makanan, dan tidak menambahkan zat pemanis pada waktu pengolahan makanan. Berdasarkan kriteria penilaian pada cara pengolahan makanan sudah memenuhi syarat.

c. Tempat Pengolahan Makanan

(34)

saluran pembuangan air limbah. Berdasarkan kriteria penilaian tempat pengolahan makanan tidak memenuhi syarat.

d. Peralatan Pengolahan Makanan

Kriteria penilaian peralatan pengolahan makanan dodol salak yaitu peralatan yang digunakan dicuci terlebih dahulu sebelum digunakan, peralatan dikeringkan dengan alat pengering, peralatan masak yang sudah bersih disimpan dirak piring yang tertutup, dan peralatan masak tidak rusak, atau retak. Berdasarkan kriteria penilaian peralatan pengolahan makanan tidak memenuhi syarat.

2. Pengolahan Minuman Nagogo Drink Di PT.Agrina Desa Parsalakan Kecamatan Angkola Barat Kabupaten tapanuli Selatan Tahun 2013

a. Penjamah Makanan

Kriteria penilaian penjamah makanan pada pengolahan minuman nagogo drink yaitu kebersihan tangan, rambut, kuku, dan pakaian, memakai celemek, tutup kepala, sarung tangan, penutup mulut, mencuci tangan setiap kali hendak menangani makanan, tidak batuk dan bersin dihadapan makanan atau tanpa penutup hidung atau mulut, tidak menderita penyakit yang mudah menular misalnya diare, batuk, pilek, influenza. Berdasarkan kriteria penilaian pada penjamah makanan tidak memenuhi syarat.

b. Cara Pengolahan Makanan

(35)

air panas, dan buah salak dimasukkan ke juicer, diperas dan dipisahkan. Berdasarkan kriteria penilaian pada cara pengolahan minuman nagogo drink tidak memenuhi syarat.

c. Tempat Pengolahan Makanan

Kriteria penilaian tempat pengolahan minuman nagogo drink yaitu lantainya dari bahan yang mudah dibersihkan, tidak licin, kedap air, dinding kedap air dan mudah dibersihkan, langit-langit sebaiknya berwarna terang, dan mudah dibersihkan, memiliki ventilasi yang cukup baik, tersedianya tempat pembuangan sampahdi dalam ruangan, ruangan bebas dari vektor, tersedianya saluran pembuangan air limbah. Berdasarkan kriteria penilaian tempat pengolahan makanan tidak memenuhi syarat.

d. Peralatan Pengolahan Makanan

Kriteria penilaian peralatan pengolahan minuman nagogo drink yaitu peralatan yang digunakan dicuci terlebih dahulu sebelum digunakan, peralatan dikeringkan dengan alat pengering, peralatan masak yang sudah bersih disimpan dirak piring yang tertutup, dan peralatan masak tidak rusak, atau retak. Berdasarkan kriteria penilaian peralatan pengolahan minuman nagogo drink tidak memenuhi syarat.

4.2.2.4. Penyimpanan Makanan

(36)

1. Penyimpanan Makanan Jadi Dodol Salak Di PT.Agrina Desa Parsalakan Kecamatan Angkola Barat Kabupaten tapanuli Selatan Tahun 2013

Kriteria penilaian penyimpanan makanan jadi yaitu tersedianya tempat khusus untuk menyimpan dodol salak yang sudah jadi, tempat penyimpanan dodol salak dalam keadan bersih, dan penyimpanannya yang sudah jadi jauh dari sumber pencemaran. Hasil peneliti terhadap penyimpanan makanan jadi dodol salak, seluruhnya telah sesuai dengan kriteria dan memenuhi syarat.

2. Penyimpanan Minuman Jadi Nagogo drink Salak Di PT.Agrina Desa Parsalakan Kecamatan Angkola Barat Kabupaten tapanuli Selatan Tahun 2013

Kriteria penilaian penyimpanan minuman nagogo drink jadi yaitu tersedianya tempat khusus untuk menyimpan minuman salak yang sudah jadi, tempat penyimpanan minuman salak dalam keadan bersih, dan penyimpanannya yang sudah jadi jauh dari sumber pencemaran. Hasil peneliti terhadap penyimpanan minuman jadi, seluruhnya telah sesuai dengan kriteria dan memenuhi syarat.

4.2.2.5. Pengangkutan Makanan

Hasil observasi peneliti terhadap 2 olahan salak berdasarkan pengolahan makanan yaitu :

1. Pengangkutan Makanan Dodol Salak Di PT.Agrina Desa Parsalakan Kecamatan Angkola Barat Kabupaten tapanuli Selatan Tahun 2013

(37)

2. Pengangkutan Minuman Nagogo Drink Di PT.Agrina Desa Parsalakan Kecamatan Angkola Barat Kabupaten tapanuli Selatan Tahun 2013

Kriteria penilaian pengangkutan minuman nagogo drink yaitu tersedianya tempat khusus untuk mengangkut minuman salak, minuman salak yang diangkut dalam keadaan tertutup, dan tempatnya dalam keadaan bersih. Hasil peneliti terhadap pengangkutan minuman, seluruhnya telah sesuai dengan kriteria dan memenuhi syarat.

4.2.2.6. Penyajian Makanan

Hasil observasi peneliti terhadap 2 olahan salak berdasarkan pengolahan makanan yaitu :

1. Penyajian Makanan Dodol Salak Di PT.Agrina Desa Parsalakan Kecamatan Angkola Barat Kabupaten Tapanuli Selatan Tahun 2013

Kriteria penilaian penyajian makanan dodol salak yaitu pembungkus untuk penyajian dalam keadaan bersih, tangan penyaji tidak kontak langsung dengan makanan, penyaji makanan berpakaian bersih dan rapi, dan penyaji makanan menggunakan penutup kepala/ menata rambut dengan rapi. Hasil peneliti terhadap penyajian makanan, seluruhnya belum sesuai dengan kriteria dan tidak memenuhi syarat.

2. Penyajian Minuman Nagogo drink Di Pt.Agrina Desa Parsalakan Kecamatan Angkola Barat Kabupaten Tapanuli Selatan Tahun 2013

(38)

penyajian minuman, seluruhnya belum sesuai dengan kriteria dan tidak memenuhi syarat.

4.2.2.7. Hygiene Sanitasi Pengolahan Salak

Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan peneliti terhadap dua olahan salak di Desa Parsalakan Kecamatan Angkola Barat Kabupaten Tapanuli Selatan Tahun 2013 dapat diketahui sudah memenuhi syarat atau tidak memenuhi syarat sesuai dengan ketentuan yang berlaku, yang dapat dilihat pada tabel 4.17 sebagai berikut :

Tabel 4.5. Hasil Rekapitulasi Hygiene Sanitasi Pengolahan Salak Yang Diproduksi Oleh PT.Agrina Desa Parsalakan Kecamatan Angkola Barat Kabupaten Tapanuli Selatan Tahun 2013

(39)

nagogo drink memenuhi syarat (100%), pengangkutan makanan jadi dodol dan minuman nagogo drink memenuhi syarat, penyajian makanan dodol dan minuman nagogo drink tidak memenuhi syarat (100%).

4.3. Analisis Pemanis Buatan Pada Olahan Salak Di PT.Agrina Desa Parsalakan Kecamatan Angkola Barat Kabupaten Tapanuli Selatan Tahun 2013

Berdasarkan hasil pemeriksaan di Laboratorium, dari 6 sampel jenis olahan salak yang diperiksa yaitu dodol salak, kurma salak, minuman salak, sirup salak, madu salak, dan agar-agar salak, diperoleh bahwa tidak ada satupun jenis olahan salak yang menggunakan pemanis buatan. Hasil analisa pemanis buatan yang peneliti lakukan di Laboratorium Kesehatan Provinsi Sumatera Utara, disajikan dalam tabel 4.18 sebagai berikut :

Tabel 4.6. Hasil Analisis Pemanis Buatan Pada Olahan Salak Di PT.Agrina Desa Parsalakan Kecamatan Angkola Barat Kabupaten Tapanuli Selatan Tahun 2013

No Kode Sampel Hasil Pemeriksaan Zat Pemanis Buatan

Sakarin Siklamat Aspartam Sakarosa 1 A (dodol salak) Negatif ( - ) Negatif ( - ) Negatif ( - ) Positif (+) 2 B (madu salak) Negatif ( - ) Negatif ( - ) Negatif ( - ) Positif (+) 3 C (nagogo drink) Negatif ( - ) Negatif ( - ) Negatif ( - ) Positif (+) 4 D (sirup salak) Negatif ( - ) Negatif ( - ) Negatif ( - ) Positif (+) 5 E (kurma salak) Negatif ( - ) Negatif ( - ) Negatif ( - ) Positif (+) 6 F (agar-agar salak) Negatif ( - ) Negatif ( - ) Negatif ( - ) Positif (+)

(40)
(41)

BAB V PEMBAHASAN

5.1. Enam Prinsip Hygiene Sanitasi Makanan Pada Olahan Salak 5.1.1. Pemilihan Bahan Baku Makanan

Bahan makanan yang dijual mengalami perjalanan yang panjang melalui jaringan perdagangan pangan. Banyak yang tidak mengetahui dari mana sumber makanan tersebut berasal sehingga sumber makanan yang baik sering kali tidak mudah ditemukan dan mempengaruhi kualitasnya. Mutu dan keamanan pangan suatu produk pangan sangat tergantung pada mutu dan keamanan bahan mentahnya. Oleh karena itu, untuk dapat mengahasilkan produk pangan yang bermutu dan aman dikonsumsi, bahan mentah harus dipilih terlebih dahulu (BPOM, 2002).

Berdasarkan hasil penelitian yang peneliti lakukan pada prinsip pemilihan bahan baku pada dodol salak maka diperoleh bahan baku dalam kondisi baik, buah salak dalam keadaan matang, segar dan tidak busuk, tepung ketan tidak berbau dan kelapa yang dipih sudah cukup tingkat ketuaannya dan tidak busuk, gula pasir dan gula aren dalam keadaan bersih. Sedangkan pemilihan bahan baku pada minuman nagogo drink diperoleh buah salak dalam keadaan matang, segar, dan tidak busuk, ragi yang digunakan dalam keadaan baik dan tidak kadaluarsa.

(42)

asam, manis agak sepet atau manis bercampur asam dan sepat. Dalam 1 buah salak mengandung 1-3 biji. Bijinya berwarna coklat berbentuk persegi dan berkeping satu (Nazarudiin danKristiawati, 1992).

Buah salak terdiri atas kulit buah, daging buah dan biji. Sisik kulit buah menjadi satu dengan kulit buahnya. Kulit buah sangat tipis, tebalnya sekitar 0,3 mm. Sedangkan kulit luar buah salak berfungsi sebagai pelindung alami terhadap daging buah yang dibungkusya terhadap pengaruh keadaan lingkungan. Jika kulit sudah terkupas maka terlihatlah bagian dalam buah (Aulia, 2010).

Umur buah salak yang baik untuk dipasarkan adalah antara 6-7 bulan sejak keluarnya bunga (Aulia, 2010), tetapi jika musim hujan tiba pada saaat buah salak sudah membesar (4-5 bulan), maka petani memanen buahnya lebih awal dari biasanya. Hal ini disebabkan karena buah salak tersebut cepat membesar sehingga terjadi ketidak seimbangan dalam membesarkan kulit dan isi mengakibatkan kulit buah pecah sebelum mencapai umur 6-7 bulan (Aulia, 2010).

Menurut Aulia (2010) buah salak yang sudah masak umumnya mempunyai ciri-ciri seperti: Kulit buah bersih mengkilap dan susunan sisiknya tampak lebih renggang, bila buah dipetik, mudah sekali terlepas dari tandan buah, biji salak berwarna coklat gelap kehitaman, bila dipijit dibagian ujungnya, telah terasa lembut dan empuk, bila dicium menyebar aroma salak dan bila dimasukan kedalam air akan terapung.

(43)

dikendalikan dengan baik (swalayan) dan tempat-tempat penjualan yang diawasi oleh pemerintah daerah dengan baik.

5.1.2. Penyimpanan Bahan Makanan

Berdasarkan hasil penelitian pada proses penyimpanan bahan baku makanan olahan salak di Desa Parsalakan Kecamatan Angkola Barat Kabupaten Tapanuli Selatan yaitu memenuhi syarat, semua jenis olahan salak menyimpan bahan baku ditempat yang tertutup, bersih, kedap air, dan tertutup, serta menggunakan tempat penyimpanan bahan baku makanan terpisah dari makanan jadi. Wadah penyimpanan bahan baku dodol dan minuman nagogo drink menggunakan ember plastik yang tertutup.

Menurut Depkes (2004), tempat penyimpanan bahan baku makanan harus dalam keadaan bersih, kedap air dan tertutup, serta penyimpanan bahan baku makanan terpisah dari makanan jadi.

Tempat penyimpanan khusus harus tersedia untuk menyimpan bahan-bahan bukan pangan seperti bahan pencuci, pelumas dan oil. Tempat penyimpanan harus mudah dibersihkan dan bebas dari hama seperti serangga, binatang pengerat seperti tikus, burung, atau mikroba dan ada sirkulasi udara (BPOM, 2002).

5.1.3. Pengolahan Makanan

(44)

makanan. Pada tempat pengolahan makanan ditemukan bahwa lantainya tidak mudah dibersihkan, terlihat pada dinding dapur kerak hitam yang mungkin sudah susah untuk dibersihkan, tidak tersedianya tempat mencuci tangan. Pada peralatan pengolahan makanan tidak dikeringkan dengan alat pengering. Peralatan yang sudah dicuci hanya diletakkan ditempat yang bersih tanpa penutup. Dan pada pengolahan makanan bahan baku salak tidak dicuci dengan air panas, tetapi dicuci dengan air mengalir. Pada proses pengolahan makanan kemungkinan bisa terjadi kerusakan pada olahan salak.

Hal ini menunjukkan bahwa penjamah sangat tidak memperhatikan hygiene sanitasi pengolahan. Masih rendahnya pengetahuan penjamah makanan dalam hal memperhatikan kebersihan hasil olahannnya.

Menurut Depkes RI (2006) penjamah makanan adalah orang yang secara langsung berhubungan dengan makanan dan peralatan. Penjamah makanan ini mempunyai peluang untuk menularkan penyakit. Banyak infeksi yang ditularkan melalui penjamah makanan, antara lain staphylococcus areus, ditularkan melalui hidung dan tenggorokan, kuman Clostridium perfringens, Streptococcus, Salmonella dapat ditularkan melalui kulit. Oleh sebab itu penjamah makanan harus selalu dalam keadaan sehat dan terampil.

5.1.4. Penyimpanan Makanan Jadi

(45)

Prinsip penyimpanan makanan jadi bertujuan untuk mencegah tumbuhan dan perkembangan bakteri pada makanan. Menurut Depkes RI (2003), syarat penyimpanan makanan jadi yaitu terlindung dari debu, bahan kimia berbahaya, serangga, tikus, dan makanan yang cepat busuk / basi disimpan dalam suhu panas (65˚C atau lebih).

5.1.5. Pengangkutan Makanan

Prinsip pengangkutan makanan yang baik adalah tidak terjadinya pencemaran selama proses pengangkutan baik pencemaran fisik, mikroba, maupun kimia. Kemungkinan pengotoran makanan terjadi sepanjang pengangkutan yang dipengaruhi oleh alat pengangkut, tehnik pengankutan maupun tenaga pengangkut makanan (Depkes RI, 2004).

Berdasarkan hasil observasi yang telah peneliti lakukan pada olahan salak sudah memenuhi syarat. Dimana tersedianya tempat khusus untuk mengangkut makanan seperti keranjang yang terbuat dari bahan plastik, dalam keadaan bersih dan tertutup. Pengangkutan olahan salak yang dijual keluar daerah menggunakan jasa pengangkutan khusus barang yang belum terjamin kebersihannya. Jika pengangkutan olahan salak menggunakan angkutan khusus barang bisa menyebabkan kerusakan pada makanan. Hal ini terjadi karena alat angkutan yang digunakan bukan khusus untuk jenis olahan salak saja, melainkan semua barang yang akan dikirim tercampur dengan barang lain sehingga jenis olahan salak yang diangkut sering terjadi kerusakan seperti perubahan pada aroma makanan dan kerusakan bentuk.

(46)

yang bersih dan harus dalam wadah yang terpisah dengan bahan mentah sehingga terlindung dari pencemaran.

5.1.6. Penyajian / Pengemasan Makanan

Penyajian makanan merupakan rangkaian akhir dalam tahap pengolahan makanan. Dalam penyajian makanan harus diperhatikan tempat penyajian, alat penyajian, dan tenaga penyaji. Makanan disajikan di tempat yang bersih, sirkulasi udara dapat berlangsung, peralatan yang digunakan bersih, dan orang yang menyajikan makanan harus menggunakan celemek, tutup kepala, sarung tangan/penjepit makanan/sendok/plastik (Slamet, 2009).

Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan pada tahap pengemasan tidak memenuhi syarat. Hal ini terlihat pada saat pengemasan makanan, tangan penyaji tidak menggunakan sarung tangan atau penjepit/sendok/plastik. Pengemasan olahan salak yang dilakukan dengan kontak lansung akan memperbesar kemungkinan terjadi kontaminasi ulang pada produk olahan salak yang dihasilkan.

5.2. Pemeriksaan Analisis Pemanis Buatan Pada Olahan Salak Di PT.Agrina Desa Parsalakan Kecamatan Angkola Barat Kabupaten Tapanuli Selatan Tahun 2013

(47)

kristal yang merupakan hasil pemanasan dan pengeringan sari tebu, bentuk gula pasir / putih, yaitu butiran berwarna putih yang tersusun atas 99.9% sakarosa murni. Selain dijual dalam bentuk butiran, gula pasir juga dijual dalam bentuk tepung, populer dengan sebutan gula halus.

Fungsi gula pasir biasanya ditambahkan ke dalam makanan dan minuman untuk memberikan rasa manis. Namun selain memberikan rasa, gula pasir juga berfungsi sebagai pengawet. Sama halnya dengan garam, sifat gula pasir adalah higroskopis atau menyerap air sehingga sel-sel bakteri akan dehidrasi dan akhirnya mati. Penggunaan gula sebagai pengawet, lazim disebut dengan istilah penggulaan. Penggunaanya bisa ditaburkan atau dicampur dan dilarutkan dengan bahan makanan atau minuman yang akan diawetkan (anonimous, 2007).

(48)

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil observasi hygiene sanitasi pengolahan salak dan

pemeriksaan pemanis buatan di PT. Agrina Desa Parsalakan Kecamatan Angkola Barat Kabupaten Tapanuli Selatan Tahun 2013, maka diperoleh kesimpulan sebagai berikut :

1. Karakteristik penjamah makanan olahan salak di PT. Agrina Desa Parsalakan Kecamatan Angkola Barat Kabupaten Tapanuli Selatan antara lain jumlah penjamah makanan perempuan (59%) lebih banyak dari penjamah makanan laki-laki (41%), umur penjamah makanan yang paling muda adalah 19 tahun dan penjamah makanan yang paling tua adalah 49 tahun, pendidikan terakhir penjamah makanan yang paling rendah adalah SMA / sederajat dan yang paling tinggi adalah S1, lama bekerja penjamah makanan yang paling lama adalah 9 orang (53%) selama 4 tahun.

2. Pemilihan bahan baku olahan dodol dan minuman nagogo drink di Desa Parsalakan Kecamatan Angkola Barat Kabupaten Tapanuli Selatan memenuhi syarat.

3. Penyimpanan bahan baku olahan dodol dan minuman nagogo drink di Desa Parsalakan Kecamatan Angkola Barat Kabupaten Tapanuli Selatan memenuhi syarat.

(49)

5. Penyimpanan makanan dodol dan minuman nagogo drink yang sudah di Desa Parsalakan Kecamatan Angkola Barat Kabupaten Tapanuli Selatan memenuhi syarat.

6. Pengangkutan makanan dodol dan minuman nagogo drink yang sudah di Desa Parsalakan Kecamatan Angkola Barat Kabupaten memenuhi syarat.

7. Penyajian makanan dodol dan minuman nagogo drink di Desa Parsalakan Kecamatan Angkola Barat Kabupaten tidak memenuhi syarat.

8. Berdasarkan dari 6 sampel jenis olahan yang diperiksa tidak ada yang mengandung pemanis buatan baik siklamat, sakarin, dan aspartam. Tetapi semua sampel mengandung gula putih (sakarosa).

6.2. Saran

1. Bagi penjamah makanan:

a. sebaiknya mencuci tangan terlebih dahulu dengan air dan sabun saat mau mengolah makanan dan menyajikan makanan.

b. menggunakan alat pelindung diri secara lengkap (celemek, tutup kepala, penutup mulut, sarung tangan) saat mau mengolah makanan dan menyajikan makanan. c. Lebih memperhatikan kebersihan dapur, terutama lantai dan dinding selalu

dibersihkan sebelum dan sesudah mengolah makanan.

(50)

2. bagi Dinas Kesehatan Tapanuli Selatan agar mengadakan pengawasan dan pemantauan hygiene sanitasi pengolahan makanan dan minuman khususnya di PT. Agrina Desa Parsalakan Kecamatan Angkola Barat Kabupaten Tapanuli Selatan.

(51)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Hygiene dan Sanitasi Makanan

Ditinjau dari ilmu kesehatan lingkungan, istilah hygiene dan sanitasi mempunyai tujuan yang sama erat kaitannya antara satu dengan yang lainnya yaitu melindungi, memelihara, dan mempertinggi derajat kesehatan manusia (individu maupun masyarakat). Tetapi dalam penerapannya, istilah hygiene dan sanitasi memiliki perbedaan yaitu hygiene lebih mengarahkan aktivitasnya kepada manusia (individu maupun masyarakat), sedangkan sanitasi lebih menitikberatkan pada faktor-faktor lingkungan hidup (Azwar, 1990).

2.1.1. Pengertian Hygiene

Hygiene menurut Depkes (2004), adalah upaya kesehatan dengan cara memelihara dan melindungi kebersihan individu subyeknya. Misalnya mencuci tangan untuk melindungi kebersihan tangan, mencuci piring untuk melindungi kebersihan piring. Membuang bagian makanan yang rusak untuk melindungi keutuhan makanan secara keseluruhan. Untuk mencegah kontaminasi makanan dengan zat-zat yang dapat mengakibatkan gangguan kesehatan diperlukan penerapan sanitasi lingkungan.

(52)

penyakit karena pengaruh lingkungan kesehatan tersebut, serta membuat kondisi lingkungan sedemikian rupa sehingga terjamin pemeliharaan kesehatan. Misalnya, minum air yang direbus, mencuci tangan sebelum memegang makanan, dan pengawasan kesegaran makanan.

2.1.2. Pengertian Sanitasi

Kata sanitasi diambil dari bahasa latin sanitas, yang artinya “kesehatan”. Kata ini digunakan lebih jauh untuk industri makanan, sanitasi adalah sebuah ciptaan dan pemeliharaan untuk kebersihan dan kondisi yang sehat. Hal ini berguna untuk mencegah terjadinya pencemaran makanan dan racun yang disebabkan oleh zat aditif. Pelaksanaan sanitasi ini sangat penting untuk menjaga keamanan makanan. Pengawasan hygiene yang kurang berkontribusi terhadap timbulnya ledakan penyakit akibat keracunan makanan (Marriot dan Norman, 1985).

Depkes (2004), menyatakan bahwa sanitasi adalah upaya kesehatan dengan cara memelihara dan melindungi kebersihan lingkungan dari subyeknya. Misalnya menyediakan air bersih untuk keperluan mencuci tangan, menyediakan tempat sampah untuk mewadahi sampah agar sampah tidak dibuang sembarangan.

(53)

Menurut Chandra (2006), tujuan dari sanitasi makanan antara lain : 1. Menjamin kesehatan dan kebersihan makanan.

2. Mencegah penularan wabah penyakit.

3. Mencegah beredarnya produk makanan yang merugikan masyarakat. 4. Mengurangi tingkat kerusakan atau pembusukan pada makanan.

5. Melindungi konsumen dari kemungkinan terkena penyakit yang disebarkan oleh perantara-perantara makanan.

Selain itu menurut Chandra (2006), didalam upaya sanitasi makanan terdapat enam ( 6 ) hal tahapan yang harus diperhatikan yaitu :

1. Keamanan dan kebersihan produk makanan yang diproduksi. 2. Kebersihan individu dalam pengolahan produk makanan. 3. Keamanan terhadap penyediaan air bersih.

4. Pengelolaan pembuangan air limbah serta kotoran.

5. Perlindungan makanan terhadap kontaminasi selama proses pengolahan, penyajian dan penyimpanan.

6. Pencucian dan pembersihan alat perlengkapan. 2.1.3. Pengertian Makanan

(54)

Makanan merupakan kebutuhan pokok yang sangat penting bagi manusia yang terdiri dari karbohidrat, protein, lemak, vitamin, mineral dan air, dan bukan dipakai sebagai obat. Makanan berguna untuk tubuh karena dapat menghasilkan energi, mengembangkan, dan memperbaiki jaringan tubuh, untuk mengatur reaksi kimia dalam tubuh serta untuk mempertahankan kondisi internal agar reaksi-reaksi tersebut tetap berjalan (Winarno, 1997).

Makanan merupakan salah satu kebutuhan pokok bagi kehidupan manusia. Menurut Notoatmodjo (2000), ada empat fungsi pokok bagi kehidupan manusia, yaitu:

1. Memelihara proses tubuh dalam pertumbuhan/perkembangan serta mengganti jaringan tubuh yang rusak.

2. Memperoleh energi guna melakukan aktivitas sehari-hari.

3. Mengatur metabolisme dan mengatur berbagai keseimbangan air, mineral dan cairan tubuh yang lain.

4. Berperan di dalam mekanisme pertahanan tubuh terhadap berbagai penyakit. 2.1.4. Pengertian Sanitasi Makanan

(55)

penjualan makanan yang akan merugikan pembeli, mengurangi kerusakan atau pemborosan makanan (Sumantri, 2010).

Menurut Sumantri (2010), Sanitasi makanan yang buruk bisa menyebabkan faktor kimia karena adanya zat-zat kimia yang digunakan untuk mempertahankan kesegaran bahan makanan, obat-obat penyemprot hama, penggunaan wadah bekas obat-obatan pertanian untuk kemasan makanan dan lain-lain. Sanitasi makanan yang buruk disebabkan oleh faktor mikrobiologi karena adanya kontaminasi oleh bakteri, virus, jamur, dan parasit. Akibat buruknya sanitasi makanan dapat timbul gangguan kesehatan pada orang yang mengkonsumsi makanan tersebut.

2.2. Peranan Makanan Sebagai Media Penularan Penyakit

Menurut Anwar (1997), dalam hubungannya dengan penyakit/keracunan makanan dapat berperan sebagai berikut:

1. Agent

Makanan dapat berperan sebagai agent penyakit, contohnya jamur, ikan dan tumbuhan lain yang secara alamiah memang mengandung zat beracun.

2. Vehicle

Makanan juga dapat sebagai pembawa (vehicle) penyebab penyakit, seperti bahan kimia atau parasit yang ikut termakan bersama makanan dan juga beberapa mikroorgganisme yang pathogen, serta bahan radioaktif. Makanan tersebut dicemari oleh zat-zat di atas atau zat-zat yang membahayakan kehidupan.

3. Media

(56)

2.3. Penyehatan Makanan

Makanan merupakan suatu hal yang yang sangat penting di dalam kehidupan manusia, makanan yang dimakan bukan saja memenuhi gizi dan mempunyai bentuk menarik, akan tetapi harus aman dalam arti tidak mengandung mikroorganisme dan bahan-bahan kimia yang dapat menyebabkan penyakit.

Menurut Depkes RI (2004), Penyehatan makanan adalah upaya untuk mengendalikan faktor tempat, peralatan, orang dan makanan yang dapat atau mungkin dapat menimbulkan gangguan kesehatan. Aspek penyehatan makanan adalah aspek pokok dari penyehatan makanan yang mempengaruhi terhadap keamanan makanan yang meliputi kontaminasi/pengotoran makanan (food

contaminasi), Keracunan makanan (food poisoning), pembusukan makanan (food

dikomposition) dan pemalsuan makanan (food adualteration). 2.3.1. Kontaminasi/Pengotoran Makanan (food contamination)

Menurut Depkes RI (2004), Kontaminasi atau pencemaran adalah masuknya zat asing ke dalam makanan yang tidak dikehendaki, yang dikelompokkan dalam 4 (empat) macam, yaitu:

(57)

Terjadinya pencemaran dapat dibagi dalam 2 (dua) cara, yaitu:

1. Pencemaran langsung, yaitu adanya pencemaran yang masuk ke dalam secara langsung, baik disengaja maupun tidak disengaja. Contoh: masuknya rambut kedalam nasi, penggunaan zat pemanis makanan dan sebagainya.

2. Pencemaran silang (cross contamination), yaitu pencemaran yang terjadi secara tidak langsung sebagai ketidaktahuan dalam pengolahan makanan. Contoh: makanan bercampur dengan pakaian atau peralatan kotor, menggunakan pisau pada pengolahan bahan mentah untuk bahan makanan jadi (makanan yang sudah terolah).

2.3.2. Keracunan Makanan (food poisoning)

Menurut Depkes RI (2004), Keracunan makanan adalah timbulnya gejala klinis penyakit atau gangguan kesehatan lainnya akibat mengkontaminasi makanan. Makanan yang menjadi penyebab keracunan biasanya telah tercemar oleh unsur- unsur fisika, mikroba ataupun kimia dalam dosis yang membahayakan. Kondisi tersebut dikarenakan pengelolaan makanan yang tidak memenuhi persyaratan kesehatan dan tidak memperhatikan kaidah-kaidah higiene sanitasi makanan.

Adapun yang menjadi penyebabnya :

1. Bahan makanan alami, yaitu makanan yang secara alami telah mengandung racun, seperti jamur beracun, ketela hijau, gadung atau umbi racun.

(58)

jumlah besar, yang kemudian hidup dan berkembang biak, seperti salmonellosis streptococcus.

3. Racun/toxin mikroba (bactrical food poisoning), yaitu racun atau toxin yang dihasilkan oleh mikroba dalam makanan yang masuk ke dalam tubuh dengan jumlah yang membahayakan seperti racun botulism yang disebabkan oleh

colostridium pseudomonas cocovenenas. Terdapat pada tempe bongkrek.

4. Kimia, yaitu bahan berbahaya dalam makanan yang masuk dalam tubuh dalam jumlah yang membahayakan seperti pemanis buatan yang penggunaannya yang melebihi nilai ambang batas dapat menngakibatkan karsinogenik, kanker kantong kemih.

5. Alergi, yaitu tahan allergen di dalam makanan yang menimbulkan reaksi sensitive kepada orang-orang rentan, seperti histamine pada udang, tongkol dan bambu masak dan sebagainya.

2.4. Prinsip Hygiene Sanitasi Makanan

Prinsip hygiene sanitasi makanan adalah pengendalian terhadap empat faktor yaitu tempat, bangunan, peralatan, orang, dan bahan makanan. Ke empat faktor tersebut dikendalikan memlalui enam ( 6 ) prinsip hygiene sanitasi makanan yaitu (Depkes RI, 2003) :

2.4.1. Prinsip I : Pemilihan Bahan Makanan

(59)

sudah membusuk atau rusak. Salah satu upaya untuk mendapatkan bahan makanan yang baik adalah menghindari penggunaan bahan makanan yang berasal dari sumber tidak jelas karena kurang dapat dipertanggung jawabkan kualitasnya. Sanitasi makanan yang buruk bisa disebabkan oleh faktor mikrobiologi karena adanya kontaminasi oleh bakteri, misalnya virus, jamur, dan parasit (Sumantri, 2010).

Pemilihan bahan makanan adalah semua bahan baik terolah maupun tidak termasuk bahan tambahan makanan dan bahan penolong (Kepmenkes RI No.1908/Menkes/SK/VII/2003). Bahan tambahan disebut aman bila memenuhi empat kriteria, yaitu:

1. Tingkat kematangan sesuai dengan yang diinginkan. 2. Bebas dari pencemaran pada tahapan proses berikutnya.

3. Bebas dari adanya perubahan secara fisik/kimia akibat faktor-faktor luar. 4. Bebas dari mikroorganisme dan parasit penyebab penyakit.

2.4.1.1. Sumber Bahan Makanan Yang Baik

Untuk mendapatkan bahan makanan yang baik, perlu diketahui sumber-sumber bahan makanan yang baik pula. Sumber bahan makanan yang baik sering kali tidak mudah kita temukan karena jaringan perjalanan makanan yang begitu panjang dan melalui jaringan perdagangan pangan yang begitu luas.

Sumber bahan makanan yang baik adalah (Depkes RI, 2004) :

1. Pusat penjualan bahan makanan dengan sistem pengaturan suhu yang dikendalikan dengan baik misalnya swalayan.

(60)

2.4.2.Prinsip II : Penyimpanan Bahan Makanan

Tidak semua bahan makanan yang tersedia langsung dikonsumsi oleh masyarakat. Mengingat sifat bahan makanan yang berbeda – beda dan dapat membusuk, sehingga kualitasnya dapat terjaga. Tempat penyimpanan bahan makanan harus dalam keadaan bersih, tertutup, dan tidak menjadi tempat bersarang serangga dan tikus (Depkes, 2003).

Tujuan penyimpanan bahan makanan adalah agar bahan makanan tidak mudah rusak dan kehilangan nilai gizinya. Semua bahan makanan dibersihkan terlebih dahulu sebelum disimpan, yang dapat dilakukan dengan cara mencuci. Setelah dikeringkan kemudian dibungkus dengan pembungkus yang bersih dan disimpan dalam ruangan yang bersuhu rendah (kusmayadi, 2008).

Syarat-syarat penyimpanan bahan makanan menurut Kepmenkes RI No. 1098/Menkes/SK/VII/2003 adalah:

1. Tempat penyimpanan bahan makanan selalu terpelihara dan dalam keadaan bersih.

2. Penempatannya terpisah dengan makanan jadi.

3. Penyimpanan bahan makanan diperlukan untuk setiap jenis bahan makanan yaitu: a. Dalam suhu yang sesuai.

(61)

4. Bila bahan makanan disimpan di gudang, cara penyimpanannya tidak menempel pada langit-langit, dengan ketentuan sebagai berikut:

a. Jarak makanan dengan lantai 15 cm. b. Jarak makanan dengan dinding 5 cm. c. Jarak makanan dengan langit-langit 60 cm.

5. Bahan makanan disimpan dalam aturan sejenis, disusun dalam rak-rak sedemikian rupa sehingga tidak mengakibatkan rusaknya bahan makanan.

Bahan makanan yang disimpan lebih dahulu digunakan dahulu (antri), sedangkan bahan makanan yang masuk belakangan terakhir dikeluarkan. Pengambilan dengan cara seperti ini disebut cara First In First Out (FIFO).

Ada empat ( 4 ) cara penyimpanan makanan yang sesuai dengan suhunya menurut Depkes RI, 2004:

1. Penyimpanan sejuk (cooling), yaitu suhu penyimpanan 10o-15o

2. Penyimpanan dingin (chilling), yaitu suhu penyimpanan 4

C untuk jenis minuman buah, es krim dan sayur.

o -10o

3. Penyimpanan dingin sekali (freezing), yaitu suhu penyimpanan 0

C untuk bahan makanan yang berprotein yang akan segera diolah kembali. Untuk bahan berprotein yang mudah rusak untuk jangka waktu sampai 24 jam.

o

-4o C Penyimpanan beku (frozen), yaitu suhu penyimpanan < 0 o

4. penyimpanan beku (frozen), yaitu suhu penyimpanan < 0

C untuk bahan makanan protein yang mudah rusak untuk jangka waktu > 24 jam.

o

(62)

2.4.3.Prinsip III : Pengolahan Makanan

pengolahan makanan adalah proses pengubahan bentuk dari bahan mentah menjadi makanan siap santap. Pengolahan makanan yang baik adalah yang mengikuti kaidah dari prinsip-prinsip hygiene dan sanitasi. Semua kegiatan pengolahan makanan harus dilakukan dengan cara terlindung dari kontak langsung dengan tubuh. Perlindungan kontak langsung dengan makanan dilakukan dengan menggunakan sarung tangan plastik dan penjepit makanan (Arisman, 2009).

Tujuan pengolahan makanan adalah agar tercipta makanan yang memenuhi syarat kesehatan, mempunyai cita rasa yang sesuai, serta mempunyai bentuk yang mengundang selera (Azwar, 1990). Dalam pengolahan makanan, ada empat aspek yang harus diperhatikan yaitu penjamah makanan, cara pengolahan, tempat pengolahan makanan, dan peralatan pengolahan makanan (Kusmayadi, 2008).

2.4.3.1. Penjamah Makanan

Penjamah makanan adalah orang yang secara langsung berhubungan dengan makanan dan peralatan mulai dari tahap persiapan, pembersihan, pengolahan, pengangkutan, sampai dengan tahap penyajian. Agar bahan makanan tidak sampai tercemar, maka penjamah makanan harus terpelihara hygiene dan sanitasinya. Syarat yang ditetapkan pada penjamah makanan menurut Depkes RI (2003) antara lain : 1. Memiliki temperamen yang baik

(63)

kebersihan tangan (potong kuku dan mencuci tangan), kebersihan rambut (pakai tutup kepala), dan kebersihan pakaian kerja.

3. Berdasarkan sehat dengan surat keterangan sehat yang menyatakan: - Bebas penyakit kulit

- Bebas penyakit menular seperti influenza, dan diare - Bukan carrier dari suatu penyakit infeksi

- Bebas TBC, pertusis, dan penyakit pernapasan berbahaya lainnya

- Sudah mendapatkan imunisasi Chotypa (cholera, Thypus, dan Parathypus) Semua penjamah makanan harus selalu memelihara kebersihan pribadinya dan harus sealalu berperilaku sehat ketika bekerja. Hal-hal yang harus diperhatikan dalam kebersihan pribadi (personal hygiene) penjamah makanan adalah sebagai berikut :

1. Mencuci tangan, kebersihan tangan penjamah makanan yang bekerja mengolah dan memproduksi pangan sangat penting sehingga perlu mendapatkan perhatian khusus. Penjamah harus selalu mencuci tangan sebelum bekerja dan keluar dari kamar mandi. Selain itu, kuku juga harus dirawat dan dibersihkan serta dianjurkan supaya tidak memakai perhiasan seperti cincin sewaktu bekerja.

2. Pakaian, hendaknya penjamah makanan memakai pakaian khusus dengan ukuran yang pas dan bersih, umumnya pakaian berwarna terang (putih) dan penggunaannya khusus waktu bekerja saja.

(64)

4. Sarung tangan / celemek, hendaknya penjamah makanan memakai sarung tangan dan celemek (apron) selama mengolah makanan dan sarung tangan ini harus dalam keadaan baik dan bersih.

5. Tidak merokok, penjamah makanan sama sekali tidak di izinkan merokok selama pengolahan makanan.

2.4.3.2. Cara Pengolahan Makanan

Cara pengolahan makanan harus baik seperti menggunakan air yang bersih dalam setiap pengolahan, penjamah makanan mencuci tangan setiap kali hendak menjamah makanan, serta penjamah makanan tidak bersentuhan langsung dengan makanan tetapi menggunakan peralatan seperti penjepit makanan.

Dalam proses pengolahan makanan perlu diperhatikan : - Cara menjamah makanan

- Nilai gizi makanan

- Teknik memasak makanan - Cara pengolahan yang bersih - Hygiene penjamah makanan - Hygiene dan sanitasi makanan - Kesehatan penjamah makanan

2.4.3.3. Tempat Pengolahan Makanan

(65)

2.4.3.4. Peralatan Pengolahan Makanan

Peralatan pengolahan makanan harus memenuhi persyaratan kesehatan sebagai berikut (Depkes RI, 2011) :

1. Peralatan yang kontak langsung dengan makanan tidak boleh mengeluarkan zat beracun yang melebihi ambang batas sehingga membahayakan kesehatan.

2. Peralatan pengolahan makanan tidak boleh rusak, gompel, retak, dan tidak menimbulkan pencemaran terhadap makanan.

3. Permukaan peralatan yang kontak langsung dengan makanan harus conus atau ada sudut mati, rata, halus, dan mudah dibersihkan.

4. Peralatan pengolahan makanan harus dalam keadaan bersih sebelum digunakan. 5. Cara pencucian peralatan harus memenuhi ketentuan yaitu pencucian peralatan

harus menggunakan sabun.

6. Peralatan yang sudah didesinfeksi harus ditiriskan pada rak-rak anti karat sampai kering sendiri dengan bantuan sinar matahari atau mesin pengering dan tidak boleh dilap dengan kain.

2.4.4.Prinsip IV : Penyimpanan Makanan Jadi

Penyimpanan makanan jadi bertujuan untuk mencegah pertumbuhan dan perkembangan bakteri pada makanan, mengawetkan makanan dan mencegah pembusukan makanan, dan mencegah timbulnya sarang hama dalam makanan.

Hal – hal yang perlu diperhatikan dalam penyimpanan makanan menurut Depkes RI 2004 adalah :

a. Makanan yang disimpan harus diberi tutup.

(66)

c. Makanan tidak boleh disimpan dekat dengan saluran air.

d. Apabila disimpan diruangan terbuka hendaknya tidak lebih dari 6 jam dan ditutup agar terhindar dari serangga dan binatang lainnya.

e. Lemari penyimpanan sebaiknya tertutup. 2.4.5.Prinsip V : Pengangkutan Makanan

Pengangkutan makanan yang sehat akan sangat berperan di dalam mencegah terjadinya pencemaran makanan. Dalam proses pengangkutan makanan banyak pihak yang terkait mulai dari persiapan, pewadahan, orang, suhu, dan kendaraan pengangkut itu sendiri. Cara mengangkut makanan harus memenuhi persyaratan sanitasi, misalnya apakah sarana pengangkutan memiliki alat pendingin dan tertutup. Pengangkutan tersebut dilakukan baik dari sumber ke pasar maupun dari sumber ke tempat penyimpanan, agar bahan makanan tidak tercemar oleh kontaminan (Chandra, 2006).

Makanan yang telah diolah dan disimpan dengan cara hygiene akan menjadi tercemar kalau cara pengangkutannya tidak baik. Makanan perlu diperhatikan dalam cara pengangkutannya (Depkes RI, 2000), yaitu sebagai berikut:

1. Makanan jadi tidak diangkut bersama dengan bahan makanan mentah. 2. Makanan diangkut dalam wadah tertutup sendiri-sendiri.

3. Pengisisan wadah tidak sampai penuh agar tersedia udara untuk ruang gerak. 4. Penempatan wadah dalam kendaraan tidak saling mencemari atau menumpahi. 5. Alat pengangkut yang tertutup khusus dan permukaan dalamnya mudah

(67)

2.4.6.Prinsip VI : Penyajian dan Pengemasan Makanan

Proses terakhir dari prinsip hygiene sanitasi makanan adalah penyajian makanan. Dalam penyajian makanan harus diperhatikan tempat penyajian, alat penyajian, dan tenaga penyaji. Makanan disajikan pada tempat yang bersih, sirkulasi udara dapat berlangsung, peralatan yang digunakan bersih, dan orang yang menyajikan makanan harus berpakaian bersih, menggunakan tutup kepala, dan tangan penyaji tidah boleh kontak langsung dengan makanan yang disajikan (Slamet, 2004).

Pengemasan makanan bertujuan untuk memberi perlindungan terhadap kerusakan, dapat memberikan dan mempertahanakan kualitas produksi, berfungsi sebagai pelindung terhadap gangguan luar serta untuk menarik perhatian konsumen. Bahan pengemas yang digunakan seperti plastik harus dalam keadaan baik dan bersih. Ketika mengemas makanan penjamah seharusnya menggunakan sarung tangan agar terhindar dari kontaminasi, serta memakai pakaian yang bersih (Sumantri, 2010).

Adapun syarat penyajian makanan yang baik adalah sebagai berikut (Depkes RI, 2011) :

1. Cara menyajikan makanan harus terhindar dari pencemaran

2. Peralatan yang dipergunakan untuk menyajikan makanan harus terjaga kebersihannya.

(68)

4. Makanan yang disajikan dalam keadaan hangat ditempatkan pada fasilitas penghangat makanan dengan suhu minimal 60 o

5. Penyajian dilakukan dengan perilaku yang sehat dan pakaian bersih C.

6. Penyajian makanan harus memenuhi persyaratan sebagai berikut : - Ditempat yang bersih

- Meja dimana makanan disajikan harus tertutup kain putih atau tutup plastik berwarna menarik kecuali bila meja terbuat dari formica, taplak tidak mutlak ada.

- Tempat-tempat bumbu/merica, garam, cuka, saus, kecap, sambal, dan lain-lain perlu dijaga kebersihannya terutama mulut tempat bumbu.

- Asbak tempat abu rokok yang tersedia di atas meja makan setiap saat dibersihkan.

- Peralatan makan dan minum yang telah dipakai, paling lambat lima menit sudah dicuci bersih.

2.5. Bahan Tambahan Makanan (BTM) 2.5.1.Pengertian Bahan Tamabahan Makanan

Berdasarakan Permenkes RI No.722 Tahun 1988, bahan tambahan makanan

(food additive) adalah bahan yang biasa yang biasanya tidak digunakan sebagai

(69)

makanan untuk menghasilakan atau diharapakan menghasilkan (langsung atau tidak langsung) suatu komponen yang mempengaruhi sifat khas makanan.

Berdasarkan peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.722/MENKES/PER/IX/88 tentang bahan tambahan makanan adalah bahan yang biasanya tidak digunakan sebagai makanan dan biasanya bukan merupakan komponen khas makanan, mempunyai atau tidak mempunyai nilai gizi, yang dengan sengaja ditambahkan ke dalam makanan untuk maksud teknologi pada pembuatan, pengolahan, penyiapan, perlakuan, pengepakan, pengemasan, dan penyimpanan (Cahyadi, 2008).

Bahan tambahan makanan adalah merupakan bahan kimia yang terdapat dalam makanan yang ditambahkan secara sengaja atau yang secara alami bukan merupakan bagian dari bahan baku, untuk mempengaruhi dan menambah cita rasa, warna, tekstur, dan penampilan dari makanan (Mukono, 2010).

2.5.2. Tujuan Penggunaan Bahan Tambahan Makanan

Menurut Syah (2005), secara khusus tujuan penggunaannya bahan tambahan adalah untuk:

a. Membentuk makanan menjadi lebih baik, renyah dan lebih enak di mulut. b. Memberikan warna dan aroma yang lebih menarik sehingga menambah selera. c. Meningkatkan kualitas makanan.

d. Menghemat biaya.

(70)

Bahan tambahan makanan yang digolongkan berdasarkan tujuan penggunaannya di dalam pangan. Pengelompokan bahan tambahan pangan yang diizinkan untuk digunakan didalam pangan menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 722/Menkes/Per/IX/1988 adalah sebagai berikut :

1. Pewarna, yaitu bahan tambahan pangan yang dapat memperbaiki atau memberi warna pada pangan.

2. Pemanis buatan, bahan tambahan pangan yang dapat menyebabkan rasa manis pada pangan, tidak atau hampir tidak mempunyai nilai gizi.

3. Pengawet, yaitu bahan tambahan pangan yang dapat mencegah atau menghambat proses fermentasi, pengemasan atau penguraian lain pada makanan yang diisebabkan oleh pertumbuhan mikroba.

4. Antioksidan, yaitu bahan tambahan pangan yang dapat mencegah atau menghambat proses oksidasi lemak sehingga tidak menyebabkan terjadinya kondisi tengik.

5. Antigumpal, yaitu bahan tambahan pangan yang dapat mencegah menggumpalnya pangan dan bahan tersebut dapat berupa serbuk, tepung, atau bubuk.

6. Penyedap rasa, aroma atau penguat rasa yaitu bahan tambahan pangan yang memberi tambahan atau mempertegas rasa dan aroma.

7. Pengaturan keasaman, yaitu bahan tambahan pangan yang dapat mengasamkan, menetralkan, dan mempertahankan, derajat keasaman pangan.

Gambar

Gambar 1. Sampel Penelitian
Gambar 3. Pemilihan Bahan Baku
Gambar 5. Pengolahan Makanan
Gambar 7. Pengankutan Makanan
+6

Referensi

Dokumen terkait

Kompensasi dan lingkungan Kerja terhadap Kepuasan Kerja dan Kinerja Karyawan (Studi Kasus PT Bank Tabungan Pensiun Nasional, Tbk Cabang Malang ) hasil dari

Web Forum Yamaha Kings Club Jakarta ini merupakan suatu aplikasi web yang secara khusus ditujukan untuk semua pecinta otomotif khususnya pecinta motor Yamaha RX-KING dengan tujuan

Pelaksanaan IKM agar dilaksanakan secara periodik untuk mengetahui tingkat kinerja unit pelayanan secara berkala dan memperoleh gambaran secara obyektif mengenai

Perkembangan sistem komunikasi personal nirkabel (wireless) yang pesat telah membangkitkan gagasan tentang akses internet dan informasi dari perangkat komunikasi personal

Pengolahan data IKM pada Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Sleman dilaksanakan dengan menghitung data hasil jawaban responden yang merupakan persepsi

Dengan melihat dari banyaknya drilling hazard pada formasi formasi yang akan di bor penulis menyarankan untuk menambahkan trayek tambahan pada perencanaan casing pada sumur X-9

K-01 Diisi nam a Anda dengan ejaan sesuai yang tercant um pada ijasah / surat ket erangan lain yang bersifat legal.. K-02 Diisi tem pat lahir Anda sesuai yang t ercantum

Salah satu program pemberantasan demam berdarah oleh Puskesmas adalah pemantauan jentik berkala (PJB) yang dilakukan 4 kali dalam setahun.. Selain itu juga ada program lain