• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN

C. Tujuan Penulisan

Adapun yang menjadi tujuan yang ingin dicapai dalam penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui hal-hal yang menjadi Tinjauan Umum dari Perlindungan Konsumen Terhadap Perdagangan Barang Kadaluwarsa (Expired) di Indonesia

2. Untuk mengetahui bentuk Perlindungan Hukum bagi Konsumen yang terhadap Perdagangan Barang Kadaluwarsa (Expired) dan Sanksi Hukum yang diberikan bagi Pelaku Usaha berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen

3. Untuk mengetahui Bentuk Penye lesaian sengketa antara Pelaku Usaha dengan Ko nsumen terhadap Perdagangan Barang kadaluwarsa (Expired)

D. Manfaat Penulisan

Sesuai dengan tujuan penulisan, maka penulis membagi 2 manfaat penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut :

1. Manfaat Teoritis

Dimana penulisan skripsi ini dapat bermanfaat memberikan kontribusi baik dalam bentuk masukan, pemikiran serta menambah khasanah ilmu pengetahuan dan literatur dalam dunia akademis, khususnya yang berhubungan dengan ilmu hukum tentang perlindungan konsumen terhadap perdagangan barang kadaluwarsa, serta sebagai tambahan data kajian untuk penelitian selanjutnya.

2. Manfaat Praktis

Secara praktis, Penulisan skripsi ini dapat memberikan pengetahuan kepada masyarakat tentang hak dan perlindungan konsumen, serta sebagai bahan masukan terhadap Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM), Pemerintah dan seluruh Instansi Lembaga yang terkait. Sehingga diharapkan kebijakan dan perlindungan hukum terhadap konsumen khususnya perdagangan barang kadaluwarsa semakin ditata dan lebih baik.

E. Keaslian Penulisan

Skripsi ini berjudul ““TINJAUAN YURIDIS TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP PERDAGANGAN BARANG KADALUWARSA (EXPIRED) YANG DIJUAL OLEH PRODUSEN DILIHAT DARI PERSPEKTIF UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN” diangkat dari hasil pemikiran, ide dan gagasan penulis sendiri. Penulisan skripsi ini tidak sama dengan penulisan skripsi yang lainnya. Judul skripsi ini juga telah disetujui oleh Ketua Departemen Keperdataan dan telah dilakukan uji bersih kepusatakaan di Perpustakaan Fakultas Hukum USU.

Sepanjang pengamatan dan penelusuran penulis belum ada yang membahasnya atau pembahasan judul yang sama. Ada beberapa judul skripsi yang membahas tentang perlindungan konsumen terhadap pengedaran barang/makanan kadaluwarsa, akan tetapi substansi dari skripsi ini berbeda dengan skripsi yang ada

sebelumnya. Apabila terdapat persamaan pendapat maupun kutipan, semata-mata hanya sebatas faktor pendorong dan pelengkap dalam penulisan dan penyusunan skripsi ini yang penulis ambil berdasarkan literatur-literatur yang telah ada, baik itu yang berasa dari perpustakaan, media cetak maupun elektronik. Oleh karena itu, penulisan skripsi ini adalah asli karya penulis sendiri ditulis secara benar adanya serta dapat dipertanggung jawabkan secara ilmiah.

F. Tinjauan Pustaka 1. Perlindungan Hukum

Sebagaimana kita ketahui bahwa hukum tidak pernah lepas dari kehidupan setiap masyarakat. Hukum itu tumbuh dan terus berkembang sesuai dengan zaman dan kebutuhan masyarakat. Perlindungan hukum merupakan istilah yang disusun atas dua suku kata. Kata “Perlindungan” dan “hukum”. Kata “perlindungan” atau dalam bahasa Inggris disebut sebagai protection. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) perlindungan dapat disamakan dengan istilah proteksi, yang artinya adalah proses atau perbuatan memperlindungi, sedangkan menurut Black’s Law Dictionary, protection adalah the act of protecting, yang artinya tindakan melindungi.15 Secara umum, perlindungan berarti mengayomi sesuatu dari hal-hal yang berbahaya, atau dengan kata lain perlindungan diartikan sebagai pengayoman yang diberikan oleh seseorang terhadap orang yang lebih lemah.

Sementara istilah kata “hukum” dapat diartikan sebagai peraturan atau adat yang secara resmi dianggap mengikat, yang dikukuhkan oleh penguasa ataupun

15 Bryan A. Garner, Black’s Law Dictionary, ninth edition (St.paul: West, 2009) hal.1343

pemerintah, undang-undang, peraturan, dan sebagainya untuk mengatur pergaulan hidup dan perilaku masyarakatyang luas dan tak terbatas ruang lingkupnya. Menurut R. Soeroso, mengartikan hukum adalah himpunan peraturan yang dibuat oleh yang berwenang dengan tujuan untuk mengatur tata kehidupan bermasyarakat yang mempunyai ciri memerintah dan melarang serta mempunyai sifat memaksa dengan menjatuhkan sanksi hukuman bagi yang melanggarnya. Immanuel Kant mengatakan bahwa pengertian hukum itu masih sulit dicari karena luasnya ruang lingkup dan berbagai macam bidang yang dijadikan sumber ditemukannya hukum.16

Berdasarkan pengertian secara etimologi tersebut dapat dartikan bahwa perlindungan hukum adalah suatu perlindungan yang diberikan terhadap subyek hukum dalam bentuk perangkat hukum baik yang bersifat preventif maupun yang bersifat represif, baik yang tertulis maupun tidak tertulis. Perlindungan hukum juga sebagai suatu gambaran dari fungsi hukum, yaitu konsep dimana hukum dapat memberikan suatu keadilan, ketertiban, kepastian, kemanfaatan dan kedamaian.17

2. Perlindungan Konsumen

Perlindungan konsumen merupakan suatu bentuk perlindungan yang berasal dari pihak yang mempunyai wewenang untuk memberi perlindungan kepada konsumen atas hak-hak yang mereka miliki sebagai konsumen. Menurut

16 Bernard L Tanya, Yoan N Simanjuntak, Markus Y Hage, Teori Hukum (Yogyakarta : Genta Publishing, 2013) hal. 12

17 Rahayu, 2009, Pengangkutan Orang, etd.eprints.ums.ac.id. Peraturan Pemerintah RI,Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Tata cara Perlindungan Korban dan Saksi Dalam Pelanggaran Hak Asasi Manusia Yang Berat Undang-Undang RI Nomor 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga

Az. Nasution berpendapat bahwa hukum perlindungan konsumen merupakan bagian dari hukum konsumen yang memuat asas-asas atau kaidah-kaidah yang bersifat mengatur, dan juga mengandung sifat yang melindungi kepentingan konsumen. 18 Sementara itu, A. Zen Umar Purba mengatakan bahwa perlindungan konsumen adalah sebagai satu konsep terpadu merupakan hal baru, yang perkembangannya dimulai dari negara-negara maju. Namun demikian, saat sekarang konsep ini sudah tersebar ke bagian dunia lain. 19 Sedangkan, menurut pakar hukum dari Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) mengartikan perlindungan konsumen yaitu, sebagai keseluruhan asas-asas dan kaidah-kaidah yang mengatur dan melindungi konsumen dalam hubungan dan masalah penyediaan dan penggunaan produk, barang dan/atau jasa oleh konsumen antara penyedia dan penggunanya dalam kehidupan bermasyarakat. 20

Pengertian perlindungan konsumen secara yuridis tercantum dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 pasal 1 angka 1 yang menyebutkan bahwa

“Perlindungan konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada konsumen.” Dengan adanya Undang-undang Perlindungan Konsumen beserta perangkat hukum lainnya, maka diharapkan upaya perlindungan konsumen di Indonesia bisa menjadi lebih diperhatikan. Selain itu, upaya untuk melakukan perencanaan penyelenggaraan,

18Shidarta, Hukum Perlindungan Konsumen di Indonesia (Jakarta : PT. Grasindo, 2000) hal. 9

19A. Zen Umar Purba, Perlindungan Konsumen : Sendi-Sendi Pokok Pengaturan, Hukum dan Pembangunan, Agustus 1992. hal. 393

20N.H.T Siahaan, Hukum Konsumen: Perlindungan Konsumen dan Tanggung Jawab (Jakarta: Panta Rei, 2005) hal. 32

pengembangan dan pengaturan hukum perlindungan konsumen bertujuan untuk meningkatkan martabat dan kesadaran dan kesehjateraan konsumen.21

3. Konsumen

Istilah kata konsumen berasal dari kata consumer (Inggris-Amerika), atau consument/konsument (Belanda). Pengertian tersebut secara harafiah diartikan sebagai “orang atau perusahaan yang membeli barang tertentu atau menggunakan jasa tertentu” atau“sesuatu atau seseorang yang menggunakan suatu persediaan atau sejumlah barang”.22 Menurut Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia, pengertian konsumen adalah pemakai barang atau jasa yang tersedia dalam masyarakat bagi kepentingan diri sendiri, keluarga atau orang lain dan tidak untuk diperdagangkan kembali.23

Pengertian konsumen dalam arti umum adalah pemakai, pengguna atau pemanfaat barang atau jasa untuk tujuan tertentu. Dalam Pasal 1 ayat 2 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang perlindungan konsumen (UUPK) menyebutkan bahwa konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia didalam masyarakat, baik bagi kepentingan sendiri, keluarga, orang lain maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan. Dalam penjelasannya konsumen yang dimaksudkan dalam undang-undang ini adalah konsumen akhir (ultimate consumer).

21Abdul Halim Barkatulah, Hukum Perlindungan Konsumen : Kajian Teoretis dan Perkembangan Pemikiran (Bandung :Nusa Media, 2008) hal. 18

22Ibid. hal. 7

23 Celi Tri S Kristiyanti, Hukum Perlindungan Konsumen (Jakarta ; Sinar Grafika, 2008) hal. 23

4. Pelaku Usaha

Pelaku usaha dapat diartikan sebagai pengusaha yang menghasilkan barang dan jasa (produsen). Dalam pengertian ini termasuk di dalamnya pembuat, grosir, leveransir, dan pengecer profesional, yaitu setiap orang/badan yang ikut serta dalam penyediaan barang dan jasa hingga sampai ke tangan konsumen.

Dengan demikian pelaku usaha bukan hanya sebagai penghasil produk atau jasa saja, tetapi jugamereka yang terkait dengan penyampaian/ peredaran produk hinggasampai ke tangan konsumen.

Menurut pasal 1 Butir 3 UUPK, menyebutkan bahwa pelaku usaha adalah setiap orang perorangan atau badan usaha, baik yang berbentuk badan hukum maupun bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum negara Republik Indonesia, baik sendiri maupun bersama-sama melalui perjanjian menyelenggarakan kegiatan usaha dalam berbagai bidang ekonomi.24 Dalam penjelasan UUPK pelaku usaha yang termasuk dalam pengertian ini adalah perusahaan, korporasi, BUMN, koperasi, importir, pedagang, distributor dan lain lain.25 Dengan demikian, dapat dikatakan dalam pengertian ini produsen adalah bagian dari pelaku usaha.

5. Barang Kadaluwarsa (Expired)

Secara umum kadaluwarsa diartikan sebagai sesuatu yang sudah melewati batas waktu (jatuh tempo). Penggunaannya sangat sering dikaitkan dengan produk makanan, minuman, perawatan dan juga kesehatan. Kadaluwarsa dalam arti Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah “tidak model lagi (baju, kendaraan, dan

24Az. Nasution, Op. cit., hal. 17

25Ibid

sebagainya); tidak sesuai dengan zaman; sudah lewat atau telah habis jangka waktunya (tentang tuntutan dan sebagainya); habis tempo; telah lewat dari batas waktu berlakunya sebagaimana yang ditetapkan (berkaitan dengan makanan).”26 Batasan pengertian kadaluwarsa yang dimaksud pada pembahasan ini yaitu mengacu pada suatu produk/barang yang dikomsumsi dan/atau digunakan yang dapat mengakibatkan kerugian hingga mengancam kesehatan konsumen.

Produk/barang tersebut yang dapat dikategorikan kadaluwarsa biasanya berupa makanan, minuman, obat-obatan, kosmetik dan sebagainya.

Defenisi dari barang kadaluwarsa tidak dijelaskan di dalam Undang-undang Perlindungan Konsumen. Namun, UUPK mengatur tentang larangan terhadap pelaku usaha yang memproduksi dan/atau memperdagangkan barang atau jasa yang tidak mencantumkan tanggal kadaluwarsa atau jangka waktu penggunaan / pemanfaatan yang paling baik atas barang tertentu.27 Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 180/MENKES/PER/IV/1985 tentang Makanan Kadaluwarsa, disebutkan pada pasal 1 huruf (d) bahwa tanggal daluwarsa adalah batas akhir suatu makanan dijamin mutunya, sepanjang penyimpanannya mengikuti petunjuk yang diberikan oleh produsen. Informasi batas waktu kadaluwarsa suatu produk biasanya tercantum pada kemasan produk yang pada umumnya bertuliskan Expired Date (tanggal kadaluwarsa). Expired Date adalah kode yang diberikan untuk memberi informasi mengenai batas waktu maksimal sebuah produk aman untuk dikonsumsi. Artinya, produk/barang yang

26 Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga Departemen Pendidikan, (Jakarta : Balai Pustaka, 2007)

27 Pasal 8 ayat 1 Huruf g Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen.

sudah melampaui tanggal kedaluwarsa, yang tercantum di kemasan, tidak boleh dikonsumsi karena dapat membahayakan kesehatan konsumen.

Berdasarkan uraian diatas, pengertian barang kadaluwarsa dapat diartikan bahwa keadaan suatu barang dan/atau jasa ataupun produk kemasan makanan dan minuman yang tidak layak dikomsumsi/ digunakan oleh konsumen karena sudah melewati batas waktu pemakaiannya, dan apabila produk itu dikonsumsi/digunakan akan mengakibatkan dampak buruk hingga mengganggu masalah kesehatan konsumen. Maraknya peredaran produk/barang kadaluwarsa di tangan konsumen, haruslah diperhatikan oleh pemerintah untuk memberi perlindungan hukum kepada konsumen. Bentuk perlindungan konsumen yang diberikan adalah dengan mengeluarkan undang-undang, peraturan pemerintah, atau penerbitan standar mutu barang. Selain itu, yang tidak kalah pentingnya adalah pemerintah melakukan pengawasan terhadap penerapan peraturan ataupun standar-standar yang ditetapkan serta melakukan fungsi pengawasan terhadap produk/barang yang diproduksi maupun yang dijual oleh pelaku usaha.

G. Metode Penelitian

Untuk melengkapi penulisan skripsi dengan tujuan agar lebih terarah dan dapat dipertanggung jawabkan secara ilmiah, maka metode yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari :

1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian hukum normatif (yuridis normatif), yakni dengan melakukan kajian

terhadap norma hukum dan perundang-undangan lainnya yang berkaitan dengan permasalahan yang dibahas (analisis approach).28 Metode ini dilakukan dengan menelaah dan mengkaji ketentuan-ketentuan hukum dalam peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan permasalahan serta memperoleh data dan keterangan dari berbagai sumber literatur di perpustakaan, jurnal hasil penelitian, koran, majalah, situs internet dan sebagainya.

2. Sifat Penelitian

Penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi bersifat deskriptif analitis yaitu mendeskripsikan atau memberi gambaran terhadap objek yang diteliti melalui data atau permasalahan yang ada, kemudian diolah dan dianalisis secara yuridis dengan menggunakan ketentuan-ketentuan aturan peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan masalah untuk ditarik sebuah kesimpulan.

3. Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Data sekunder adalah data yang didapat tidak secara langsung dari objek penelitian melainkan diperoleh dari studi kepustakaan, meliputi peraturan perundang- undangan, buku-buku, jurnal-jurnal hukum, situs internet, media massa, dan kamus.29 Dalam Penelitian ini, penulis menggunakan 3 sumber bahan hukum, adalah sebagai berikut :

28 Ibrahim Johnny, Teori & Metodeologi Penelitian Hukum Normatif (Malang : Bayu Media Publishing, 2005) hal. 4

29 Ronny Hanitijo Soemitro, Metode Penelitian Hukum (Jakarta : Ghalia Indonesia, 1983) hal. 24

a) Bahan hukum primer

Bahan hukum primer adalah bahan-bahan hukum yang mengikat terhadap permasalahan yang diangkat.30 Bahan hukum primer ini meliputi peraturan perundang-undangan, peraturan pemerintah, dan peraturan lainnya yang terkait dengan objek penelitian.

b) Bahan hukum sekunder

Bahan hukum sekunder adalah bahan-bahan yang memberikan kejelasan mengenai bahan hukum primer 31. Bahan hukum sekunder yang termasuk dalam penelitian ini terdiri dari buku-buku literatur, buku-buku yang berkaitan tentang perlindungan konsumen, karya-karya ilmiah dari kalangan hukum, hasil-hasil penelitian hukum, dan artikel-artikel yang berkaitan dengan objek penelitian.

c) Bahan hukum tersier

Bahan hukum tersier adalah bahan yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder,32 yang terdiri dari kamus, ensiklopedia, bibliography, majalah dan sebagainya.

4. Metode Pengumpulan Data

Berdasarkan sumber data sekunder yang digunakan dalam penelitian ini.

Maka, metode yang digunakan penulis dalam pengumpulan data pada penelitian ini adalah dengan menggunakan studi kepustakaan (library research), yaitu dengan mempelajari dan menganalisis berbagai sumber bacaan meliputi peraturan perundang- undangan, buku-buku, kamus,

30 Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif: Suatu Tinjauan Singkat, Cetakan ke 3 (Jakarta: Rajawali Pers, 1990) hal. 14

31 Ibid hal. 15

32 Soerjono Soekanto, op.cit., hal. 52

jurnal hukum, situs internet, media massa dan sebagainya yang berkaitan dengan objek penelitian.

5. Metode Analisis Data

Penelitian ini menggunakan metode analisis data kualitatif, yaitu dengan menganalisa data-data yang diuraikan dalam kalimat-kalimat yang merupakan penjelaskan terhadap objek permasalahan yang terkait pada penulisan skripsi ini.

H. Sistematika Penulisan

Sistematika dalam penulisan skripsi ini yaitu terbagi dalam beberapa bab, yang dapat diuraikan sebagai berikut :

Bab I Pendahuluan

Bab ini sebagai pengantar tentang gambaran umum dari objek permasalahan yang diteliti. Isinya meliputi Latar belakang masalah, Perumusan Masalah, Tujuan Penulisan, Manfaat Penulisan, Keaslian Penulisan, Tinjauan Pustaka, Metode Penelitian, hingga Sistematika Penulisan.

Bab II Tinjauan Umum Tentang Perlidungan Konsumen Terhadap Perdagangan Barang Kadaluwarsa (expired) di Indonesia Dalam bab ini menguraikan tentang tinjauan umum atau landasan teori tentang perlindungan konsumen terhadap perdagangan barang kadaluwarsa, perdagangan barang serta pengelompokan jenis barang yang dapat kadaluwarsa.

Bab III Aspek Perlindungan Hukum Bagi Konsumen Yang Menjadi Korban Perdagangan Barang Kadaluwarsa (Expired) Ditinjau Dari Perspektif Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen

Dalam bab ini membahas tentang faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya peredaran barang kadaluwarsa, dampak dan kerugian yang timbul akibat dari menggunakan barang kadaluwarsa, dan juga pengaturan dan perlindungan hukum kepada konsumen terhadap peredaran barang kadaluwarsa berdasarkan UUPK dan hukum positif, serta pembinaan dan pengawasan perdagangan barang kadaluwarsa.

Bab IV Bentuk Penyelesaian Sengketa Antara Produsen Dengan Konsumen Yang Menjadi Korban Perdagangan Barang Kadaluwarsa (Expired)

Dalam bab ini menguraikan tentang pertanggung jawaban dan sanksi hukum yang dikenakan kepada produsen yang mengedarkan barang kadaluwarsa serta menjelaskan tentang bentuk penyelesaian sengketa antara konsumen dan produsen yang ditempuh dikaitkan dengan Undang-undang Perlindungan Konsumen.

Bab V Penutup

Bab ini menguraikan tentang kesimpulan yang merupakan jawaban dari rumusan masalah setelah dilakukan pembahasan dan saran-saran dari penulis hasil penelitian yang dilakukan.

BAB II

TINJAUAN UMUM TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN

TERHADAP PERDAGANGAN BARANG KADALUWARSA DI INDONESIA

A. Pengertian, Sejarah, Asas dan Tujuan Perlindungan Konsumen 1. Pengertian Perlindungan Konsumen

Defenisi perlindungan konsumen sebenarnya telah diuraikan pada pembahasan sebelumnya. Berbicara tentang perlindungan konsumen berarti membicarakan tentang hak-hak konsumen yang harus dilindungi. Perlindungan konsumen merupakan upaya memberi perlindungan hukum kepada konsumen atas hak-hak yang mereka miliki sebagai konsumen. Perlindungan terhadap konsumen sangat terkait dengan adanya perlindungan hukum dikarenakan perlindungan konsumen mempunyai beberapa aspek hukum yang menyangkut suatu materi untuk mendapatkan perlindungan ini bukan sekedar perlindungan fisik melainkan hak-hak konsumen yang bersifat abtrak.33 Sebagaimana kita ketahui posisi konsumen yang lemah, maka ia harus dilindungi oleh hukum. Oleh karena itu, adanya hukum konsumen dan hukum perlindungan konsumen dapat memberi perlindungan (pengayoman) hukum kepada konsumen. Kedua bidang hukum tersebut merupakan dua bidang hukum yang sulit dipisahkan dan ditarik batasannya. Adapun pengertian dari hukum konsumen diartikan sebagai keseluruhan asas-asas atau kaidah-kaidah yang mengatur hubungan dan

33 M.Shidqon Prabowo, Perlindungan Hukum Jamaah Haji Indonesia, (Yogyakarta : Rangkang, 2010) hal. 38

masalah antara berbagai pihak satu sama lain berkaitan dengan barang dan/atau jasa konsumen, di dalam pergaulan hidup. Sedangkan hukum perlindungan konsumen merupakan bagian dari hukum konsumen yang memuat asas-asas atau kaidah-kaidah yang bersifat mengatur, dan juga mengandung sifat yang melindungi kepentingan konsumen.34

Rumusan pengertian perlindungan konsumen disebutkan di dalam pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen bahwa perlindugan konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi perlindungan konsumen. Rumusan tersebut cukup memadai dimana undang-undang menjamin adanya kepastian hukum kepada konsumen. Dengan demikian, diharapkan undang-undang tersebut sebagai benteng untuk meniadakan tindakan sewenang-wenang yang dilakukan pelaku usaha yang mementingkan kepentingan sepihak saja. Kesewenangan-wenangan akan mengakibatkan ketidakpastian hukum. Oleh karena itu, agar segala upaya memberikan jaminan akan kepastian hukum, ukurannya secara kualitatif ditentukan dalam undang-undang perlindungan konsumen.35

1. Konsumen

Secara umum konsumen diartikan sebagai pemakai, pengguna atau pemanfaat barang atau jasa untuk tujuan tertentu. Didalam suatu proses distribusi konsumen merupakan akhir dari suatu proses distribusi, konsumen adalah pengguna atau pemanfaat akhir dari suatu produk/barang. Konsumen berasal dari

34Az Nasution, Konsumen dan Hukum : Tinjauan Sosial, Ekonomi dan Hukum pada Perlindungan Konsumen (Jakarta: Pustaka Sinar harapan, 1995) hal. 64-65

35 Ahmadi Miru, Op.cit., hal. 1

kata consumer (Inggris-Amerika), atau consument/konsument (Belanda). Secara harafiah arti kata consumer yaitu (lawan dari produsen) setiap orang yang menggunakan barang. Konsumen pada umumnya adalah sebagai pemakai terakhir dari produk yang diserahkan kepada mereka oleh pengusaha, yakni setiap orang yang mendapatkan barang untuk dipakai dan tidak untuk diperdagangkan atau diperjual belikan lagi.

Menurut Hondius, seorang pakar masalah konsumen di Belanda mengartikan konsumen sebagai pemakai produksi terakhir dari benda dan jasa (uiteindelijke gebruiker van goederen en diensten).36 Dengan rumusan itu, Hondius ingin membedakan antara konsumen bukan pemakai terakhir (konsumen antara) dan konsumen pemakai terakhir. Konsumen dalam arti luas mencakup kedua kriteria itu, sedangkan konsumen dalam arti sempit mengacu pada konsumen pemakai terakhir. Untuk menghindari kerancuan pemakaian istilah

“konsumen”, maka pengertian konsumen terdiri dari 3 batasan yaitu 37:

1) Konsumen komersial (commercial consumer), adalah setiap orang yang mendapatkan barang dan/atau jasa yang digunakan untuk memproduksi barang dan/atau jasa lain dengan tujuan mendapat keuntungan.

2) Konsumen antara (intermediate consumer), adalah setiap orang yang mendapatkan barang dan/atau jasa yang digunakan untuk diperdagangkan kembali juga dengan tujuan mencari keuntungan.

3) Konsumen akhir (ultimate consumer), adalah setiap orang yang mendapatkan dan menggunakan barang dan/atau jasa untuk tujuan

36 E.H Hondius, Konsumentenrecht, 1976 dalam Shidarta Op. cit., hal. 2

37 Zulham, Hukum Perlindugan Konsumen (Jakarta: Kecana, 2013) hal. 117

memenuhi kebutuhan pribadi, keluarga, orang lain, dan makhluk hidup lainnya dan tidak untuk diperdagangkan kembali dan/atau untuk mencari keuntungan kembali.

Pengertian konsumen menurut pasal 1 angka (2) UUPK menyebutkan bahwa konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia didalam masyarakat, baik bagi kepentingan sendiri, keluarga, orang lain maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan. Dari pengertian konsumen menurut UUPK, maka dapat dikemukakan beberapa unsur yaitu 38:

1) Setiap orang

Subjek yang disebut sebagai konsumen berarti setiap orang yang berstatus sebagai pemakai barang dan/atau jasa. Namun istilah orang menimbulkan keraguan, apakah hanya orang individual yang lazim disebut natuurlijke persoon atau termasuk bahan hukum (rechtspersoon).Oleh karena itu, istilah yang menjadi konsumen disini harus mencakup juga badan usaha yang bersifat berbadan hukum/tidak berbadan hukum ;

2) Pemakai

Sesuai dengan bunyi pasal 1 angka (2) Undang-undang perlindungan konsumen, kata “pemakai” menekankan, konsumen adalah konsumen akhir (ultimate consumer). Istilah kata “pemakai” dalam hal ini digunakan untuk rumusan ketentuan tersebut atau menunjukkan suatu barang dan/ atau jasa yang dipakai tidak serta merta hasil dari transaksi

Sesuai dengan bunyi pasal 1 angka (2) Undang-undang perlindungan konsumen, kata “pemakai” menekankan, konsumen adalah konsumen akhir (ultimate consumer). Istilah kata “pemakai” dalam hal ini digunakan untuk rumusan ketentuan tersebut atau menunjukkan suatu barang dan/ atau jasa yang dipakai tidak serta merta hasil dari transaksi

Dokumen terkait