• Tidak ada hasil yang ditemukan

SKRIPSI. Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan dan Melengkapi Tugas-Tugas Guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum. Oleh VIKTOR LASE NIM.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "SKRIPSI. Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan dan Melengkapi Tugas-Tugas Guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum. Oleh VIKTOR LASE NIM."

Copied!
153
0
0

Teks penuh

(1)

UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan dan Melengkapi Tugas-Tugas Guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum

Oleh

VIKTOR LASE NIM. 170200299

DEPARTEMEN HUKUM KEPERDATAAN PROGRAM KEKHUSUSAN HUKUM PERDATA BW

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2021

(2)
(3)

Nama : Viktor Lase

NIM : 170200299

Departemen : Hukum Keperdataan

Judul Skripsi : “TINJAUAN YURIDIS TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP PERDAGANGAN BARANG KADALUWARSA (EXPIRED) YANG DIJUAL OLEH PRODUSEN DILIHAT DARI PERSPEKTIF UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN”

Dengan ini menyatakan:

1. Bahwa isi skripsi yang saya tulis tersebut di atas adalah benar tidak merupakan ciplakan dari skripsi atau karya ilmiah orang lain.

2. Apabila terbukti ditemukan dikemudian hari skripsi tersebut adalah ciplakan, maka segala akibat hukum yang timbul menjadi tanggung jawab saya.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya tanpa ada paksaan atau tekanan dari pihak manapun.

Medan, April 2021 Penulis,

Viktor Lase

(4)

ABSTRAK Viktor Lase

Saidin

Syamsul Rizal

Penulisan skripsi ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana perlindungan terhadap konsumen selaku korban yang menggunakan atau mengkomsumsi barang kadaluwasa yang diedarkan oleh produsen. Permasalahan yang diangkat dalam penulisan skripsi ini meliputi kajian tentang perlindungan konsumen terhadap perdagangan barang kadaluwarsa di Indonesia, seterusnya membahas tentang bentuk perlindungan hukum bagi konsumen yang menjadi korban atas perdagangan barang kadaluwarsa berdasarkan Undang-undang Perlindungan Konsumen, yang seterusnya pada akhir pembahasan membahas tentang bentuk penyelesaian sengketa antara produsen dan konsumen selaku korban perdagangan barang kadaluwarsa yang dikaitkan dengan UUPK dan hukum-hukum positif yang berkaitan.

Metode Penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah metode penelitian hukum normatif/yuridis normatif, dengan melakukan pendekatan secara deskriptif analitis. Metode penelitian yuridis normatif ini dilakukan dengan mengkaji dan menganalisis bahan literatur pustaka dengan menggunakan sumber data sekunder yang berupa bahan hukum primer meliputi peraturan perundang-undangan dan peraturan terkait lainnya, bahan hukum sekunder meliputi buku-buku literatur dan jurnal dan hasil penilitian hukum, serta bahan hukum tersier meliputi kamus, media massa dan internet.

Suatu kewajiban dan tanggung jawab setiap produsen dalam memberi kepuasan kepada konsumen yaitu dengan melakukan pemenuhan atas hak-hak yang dimiliki konsumen sebagaimana yang telah diatur dalam Undang-undang Perlindungan Konsumen. Apabila produsen tidak melakukan pemenuhan atas hak- hak konsumen tersebut maka sanksi hukum pun ditegakkan seadil-adilnya.

Produsen yang melakukan perdagangan barang kadaluwarsa berarti telah melakukan pelanggaran hukum sekaligus telah mengabaikan hak-hak konsumen, sehingga upaya perlindungan hukum bagi konsumen perlu dilakukan sebaik mungkin dengan menggunakan peraturan-peraturan hukum yang ada. Apabila terjadinya suatu sengketa antara konsumen dan produsen maka penyelesaiannya dapat ditempuh melalui jalur pengadilan dan di luar pengadilan.

Kata Kunci: Perlindungan Konsumen, Barang Kadaluwarsa, Penyelesaian Sengketa Konsumen

Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

 Dosen Pembimbing I

 Dosen Pembimbing II

(5)

Maha Esa dan Bunda Maria Bunda Yesus Kristus atas kasih dan karuniaNya yang berlimpah, Penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini dengan baik.

Teriring doa dan ucapan terima kasih banyak kepada kedua orang tua tercinta , sehingga penulis dapat mempersembahkan skripsi ini yang berjudul “Tinjauan Yuridis Tentang Perlindungan Konsumen Terhadap Perdagangan Barang Kadaluwarsa (Expired) Yang Dijual Oleh Produsen Dilihat Dari Perspektif Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen”.

Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat yang harus dipenuhi setiap mahasiswa untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih terdapat banyak kekurangan. Oleh sebab itu, penulis mengharapkan kritik, saran maupun masukan yang membangun dari berbagai pihak demi penyempurnaan skripsi ini kearah yang lebih baik lagi.

Penulis menyadari dalam penyusunan skripsi ini tidaklah terlepas dari dukungan, bimbingan, dorongan dan doa dari berbagai pihak. Untuk itu, pada kesempatan ini dengan tulus hati penulis mengucapkan terima kasih banyak kepada:

1. Bapak Dr. Muryanto Amin, S.Sos., M.si, selaku Rektor Universitas Sumatera Utara

2. Prof. Dr. Budiman Ginting, S.H., M.Hum, selaku Dekan Fakultas Hukum USU

(6)

3. Prof. Dr. Saidin, S.H., M.Hum, selaku Wakil Dekan I Fakultas Hukum USU, dan selaku Dosen Pembimbing I yang telah meluangkan waktu kepada penulis untuk memberikan bimbingan, dan nasehat kepada penulis dalam penyusunan skripsi ini.

4. Ibu Puspa Melati Hasibuan, S.H., M.Hum, selaku Wakil Dekan II Fakultas Hukum USU.

5. Bapak Dr. Jelly Leviza, S.H., M.Hum, selaku Wakil Dekan III Fakultas Hukum USU.

6. Prof. Dr. Rosnidar Sembiring, S.H., M.Hum, selaku Ketua Departemen Hukum Keperdataan Fakultas Hukum USU.

7. Bapak Syamsul Rizal, S.H., M.Hum, selaku Sekretaris Departemen Hukum Perdata Fakultas Hukum USU, dan selaku Dosen Pembimbing II yang telah meluangkan waktu kepada penulis untuk memberikan bimbingan, arahan dan masukan kepada penulis dalam penyusunan skripsi ini.

8. Seluruh Bapak/Ibu Dosen dan Staf Pengajar yang telah mendidik, membimbing, dan mengajarkan ilmu kepada penulis selama menempuh pendidikan perkuliahan di Fakultas Hukum USU.

9. Kepada saudara/saudari penulis sayangi, Yulius Juni Berkat (Abang), Angelus Andi Putra (Abang), Robert Roiman Boys (Abang), Ellen Pelangi Nduru (kakak ipar) , Anna Asalniat Lase (adek), Arvin Putra (adek) dan Welis Alfonsus (adek) serta seluruh Keluarga Besar yang telah

(7)

memberikan semangat, dukungan serta doa kepada penulis dalam penyusunan skripsi ini.

10. Sahabat-sahabat penulis semasa kuliah, Perdi Kurniawan, Alfred Lomboe, Apriaman Lase, Zefanya Febrian, Muhammad Fadhli, Jefrey Ariska Agustono, Yan Martin dan Jason yang turut membantu dan memberi semangat kepada penulis dalam menyusun skripsi ini.

11. Teman-teman seperjuangan klinis, Anna Maria, Raudhatul Jannah, Annisa Fahira, Christi, Kharisma dan Dinda yang saling menyemangati serta berjuang bersama dalam mengerjakan skripsi.

12. Sahabat-sahabat penulis semasa SMA sampai sekarang, Dewi Junita, Graceman Paskah, Ferdinan Ndruru dan Festina Duha yang telah meluangkan waktu untuk berdiskusi dan memberikan semangat serta dukungan yang kuat dalam pengerjaan skripsi ini.

13. Teman-teman seperdopingan dengan penulis, Muhammad Fadli dan Fathiya Nasution yang saling membantu dan menyemangati satu sama lain dalam mengerjakan skripsi.

14. Para kakak/abang senior, adek junior serta teman-teman stambuk 2017 anggota KMK Fidelis FH USU yang telah memberikan dukungan dan pengalaman berharga bagi penulis semasa kuliah di kampus tercinta ini.

15. Sahabat-sahabat penulis dari kampus FKM UNPRI, Rizky Pratama Oentario, David Ongko, Rofi Zevita, Luo Zebua, Dewi Anjani Lim, Meyliana Ginting, dan Liza Kartia yang turut memberi semangat dan dukungan dalam proses pengerjaan skripsi ini.

(8)

16. Seluruh teman kampus khususnya stambuk 2017 yang sama-sama berjuang menuntut ilmu dalam menyelesaikan studi S1 di Fakultas Hukum USU tercinta ini. Serta para pihak yang turut membantu penyelesaian skripsi ini yang tidak satu persatu penulis sebutkan, diucapkan terima kasih banyak.

Teristimewa penulis ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya untuk kedua orangtua yang sangat penulis sayangi, Borolin Lase, BA dan Amelia Zebua S.Pd yang telah membesarkan dan memberikan kasih sayangnya yang tak terhingga, serta dukungan dan doa yang kuat kepada penulis dalam menyelesaikan penyusunan skripsi ini.

Demikian yang dapat penulis sampaikan. Apabila dalam penulisan skripsi ini terdapat berbagai kekurangan dan kesalahan, penulis memohon maaf terlebih dahulu. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi yang menggunakannya. Sekian, atas perhatiannya penulis ucapkan terima kasih.

Medan, April 2021 Penulis

Viktor Lase

(9)

DAFTAR ISI

ABSTRAK . . . ... . ... . ... . ... . ... . ... . .. . . . .. . .. . . . .. . .. . . .. . .. . . . .. . . i

KATA PENGANTAR ...ii

DAFTAR ISI ... vi

BAB I PENDAHULUAN . . . 1

A. Latar Belakang ...1

B. Rumusan Masalah ...12

C. Tujuan Penulisan ...13

D. Manfaat Penelitian ... 13

E. Keaslia n Penulisan ... 14

F. Tinjauan Pustaka ...15

1. Perlindungan Hukum ...15

2. Perlindungan Konsumen ...16

3. Konsumen ...18

4. Pelaku Usaha ...19

5. Barang Kadaluwarsa (Expired) ...19

G. Metode Penelitian ...21

H. Sistematika Penulisan ...24

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP PERDAGANGAN BARANG KADALUWARSA (EXPIRED) DI INDONESIA ...26

A. Pengertian, Sejarah, Asas dan Tujuan Perlindungan Konsumen ...26

(10)

B. Tinjauan Tentang Perdagangan Barang ...44 C. Jenis Barang yang dapat Kadaluwarsa (Expired) ...51 BAB III PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KONSUMEN YANG

MENJADI KORBAN PERDAGANGAN BARANG

KADALUWARSA (EXPIRED) DITINJAU DARI PERSPEKTIF UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN ...63

A. Faktor-Faktor Penyebab Terjadinya Peredaran Barang Kadaluwarsa (Expired) di Tangan Konsumen ...63

B. Dampak dan Kerugian yang Timbul bagi Konsumen Akibat Menggunakan atau Mengkomsumsi Produk Barang

Kadaluwarsa ...71 C. Pengaturan Hukum Tentang Barang Kadaluwarsa Berdasarkan

UUPK dan Hukum Positif di Indonesia ...74 D. Pembinaan dan Pengawasan Peredaran Barang Kadaluwarsa...81 BAB IV BENTUK PENYELESAIAN SENGK ETA ANTARA

PRODUSEN DENGAN KONSUMEN YANG MENJADI KORBAN PERDAGANGAN BARANG KADALUWARSA (EXPIRED) ... 90

A. Pertanggung Jawaban Produsen Atas Beredarnya Barang yang Telah Kadaluwarsa (Expired) ...90 B. Sanksi Hukum Bagi Pelaku Usaha yang Mengedarkan Barang

Kadaluwarsa ... 102

(11)

C. Bentuk Penyelesaian Sengketa Antara Konsumen dan Produsen Terkait Barang Kadaluwarsa (Expired) di Indonesia Dikaitkan dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang

Perlindungan Konsumen ... 112

BAB V PENUTUP ... 133

A. Kesimpulan ... 133

B. Saran...135 DAFTARPUSTAKA . . . . 1 3 7

(12)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pada masa ini perkembangan perekonomian di Indonesia sudah

mengalami pertumbuhan yang sangat pesat. Tak bisa dipungkiri bahwa kemajuan kegiataan ekonomi perdagangan saat ini dihadapkan pada berbagai tantangan sebagai akibat dari keterbukaan tersebut dan untuk itu secara tidak langsung negara dituntut untuk dapat memiliki daya saing yang kuat. Dengan keterbukaan itu akan memberikan banyak tantangan baik sebagai konsumen, produsen/pelaku usaha ataupun sebagai pemerintah. Salah satu aspeknya adalah bahwa akan semakin meningkat permasalahan dibidang perlindungan konsumen.1

Perlindungan konsumen merupakan bagian dari permasalahan kepentingan manusia yang harus diperhatikan dan diwujudkan oleh semua bangsa. Mewujudkan perlindungan konsumen adalah mewujudkan hubungan berbagai dimensi yang satu sama lain mempunyai keterkaitan dan saling ketergantungan antara konsumen, pengusaha dan pemerintah.2 Kegiatan penyelenggaraan, pengembangan dan pengaturan perlindungan konsumen yang direncanakan merupakan bagian dari mewujudkan amanah undang- undang.

1Nurmadjito, m a k a l a h “ Kesiapan Perangkat Peraturan Perundang-Undangan tentang Perlindungan Konsumen di Indonesia” dalam buku Hukum Perlindungan Konsumen, penyunting Husni Syawali dan Neni Sri Imaniyati, (Bandung : Mandar Maju, 2000) hal. 6

2 Ibid hal. 7

(13)

Adanya perlindungan konsumen tidak terlepas bagian dari hukum konsumen. Adapun pengertian hukum konsumen diartikan sebagai keseluruhan asas-asas dan kaidah- kaidah hukum yang mengatur hubungan dan masalah antara berbagai pihak satu sama lain yang berkaitan dengan barang dan/atau jasa konsumen dalam pergaulan hidup3. Selanjutnya, Perlindungan Konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada konsumen.4 Dengan demikian, perlindungan konsumen dimaksudkan bahwa setiap konsumen akan mendapat kepastian hukum dan hak-hak konsumen terhadap suatu barang yang dipakai/ diperoleh dari produsen.

Seperti kita ketahui semakin berkembang dan majunya teknologi akan mendorong volume produksi barang. Perkembangan ini juga mengubah hubungan antara penyedia produk dan pemakai produk yang semakin berjarak. Dimana produk barang yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan manusia semakin lama semakin canggih, sehingga timbul kesenjagan terhadap kebenaran informasi dan daya tanggap konsumen. Kondisi tersebut kemudian menempatkan konsumen pada posisi yang lemah. Dengan demikian, produsen/pengusaha atau pelaku usaha akan dengan mudah memasarkan setiap barang dan atau jasa tanpa memperhatikan hak-hak konsumen.

Era globalisasi menyebabkan terjadinya perkembangan perekonomian yang sangat pesat. Di dalam perekonomian modern ini telah menghasilkan berbagai jenis dan variasi dari barang dan/atau jasa yang dapat dikonsumsi oleh

3Az. Nasution, Konsumen dan Hukum :Tinjauan Sosial Ekonomi dan Hukum Pada Perlindungan Konsumen (Jakarta : Pustaka Sinar Harapan, 1995) hal 64-65

4Pasal 1 angka (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.

(14)

masyarakat. Globalisasi telah memunculkan saling ketergantungan pelaku ekonomi dunia. manufaktur, perdagangan, investasi melewati batas-batas negara, meningkatkan intesitas persaingan. Gejala ini semakin dipercepat oleh adanya kemajuan komunikasi dan transportasi teknologi.5 Manfaat bagi konsumen dari adanya perkembangan era globalisasi pada pasar yakni memberikan kebutuhan konsumen akan barang dan/atau jasa yang diinginkan dapat terpenuhi serta hal ini akan semakin terbuka lebar kebebasan untuk memilih aneka jenis dan kualitas barang dan/atau jasa yang sesuai dengan keinginan dan kemampuan dari konsumen. Adanya perluasan pasar dan perdagangan bebas menimbulkan persaingan yang kuat antara pelaku usaha yang satu dengan yang lainnya. Dalam kesempatan itu tak jarang pelaku usaha melakukan persaingan secara tidak jujur demi melancarkan kegiatan usahanya. Hal ini pun tentunya akan berdampak kepada konsumen dimana produk barang atau jasa yang mereka peroleh didapat dengan harga murah namun dengan kualitasnya yang buruk dan tidak layak diedarkan. Terjadinya kesenjangan dari persaingan perdagangan yang tidak jujur akan membawa akibat pada masyarakat selaku konsumen yang mendapat kerugian dan dampak buruk kesehatan bagi kehidupan mereka.

Dalam kehidupan sehari-hari tentunya kita tak pernah lepas dalam mengkonsumsi suatu barang. Kita selaku pembeli produk/barang dalam hal ini sebagai konsumen tentu menginginkan barang yang berkulitas baik dan aman untuk digunakan. Namun dalam hal kenyataannya, secara universal pada beberapa

5 Jaqnes Delors, The Future of Free Trade in Europe and The World, Makalah Erman Rajagukguk dalam buku “Hukum Perlindungan Konsumen” disunting oleh Husni Syawali dan Neni Sri Imaniyati (Bandung : Mandar Maju, 2000) hal. 3

(15)

sisi menunjukkan adanya kelemahan konsumen, sehingga konsumen tidak mempunyai kedudukan yang aman. Oleh karena itu, secara mendasar konsumen juga membutuhkan perlindungan hukum yang sifatnya universal. Mengingat lemahnya kedudukan konsumen pada umumnya dibandingkan dengan kedudukan produsen yang lebih kuat dalam banyak hal, maka pembahasan perlindungan konsumen akan selalu terasa aktual dan perlu untuk dikaji ulang.6

Berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi yang sangat cepat mengakibatkan produsen semakin produktifitas dan berefisiensi dalam memproduksi barang atau jasa. Produsen/pelaku usaha melakukan cara yang seefektif mungkin dalam memasarkan dan mendistribusikan produk barang atau jasa agar dapat memperoleh konsumen yang banyak. Untuk itu segala cara pendekatan diupayakan sehingga mungkin menimbulkan berbagai dampak, termasuk keadaan yang menjurus pada tindakan yang bersifat negatif bahkan tidak terpuji yang berawal dari itikad buruk. Dampak buruk yang terjadi seperti kualitas atau mutu barang atau jasa yang tidak layak pakai, informasi yang tidak jelas/sesat, pemalsuan barang atau jasa, hingga pengedaran barang yang telah kadaluwarsa (expired). Oleh karena itu, perlindungan terhadap konsumen terasa sangatlah penting untuk dikaji secara materiil mupun formil. Dengan demikian upaya-upaya untuk memberikan perlindungan yang memadai terhadap

6 Sri Redjeki Hartono, Perlindungan Konsumen di Indonesia. Dalam Mimbar Hukum Fakultas Hukum UGM, Edisi Khusus No. 39/X/2001 hal. 147

(16)

kepentingan konsumen merupakan suatu hal penting dan mendesak, untuk segera dicari solusinya, terutama di Indonesia mengingat sedemikian kompleksnya permasalahan yang menyangkut perlindungan konsumen, dan terlebih saat memasuki era perdagangan bebas.7

Perlindungan konsumen dalam era pasar global menjadi sangat penting.

Karena disamping mempunyai hak-hak yang bersifat universal konsumen juga mempunyai hak-hak yang bersifat sangat spesifik (baik situasi maupun kondisi).

Permasalahan yang dihadapi konsumen di Indonesia, seperti juga yang dialami konsumen di negara-negara berkembang lainnya, tidak hanya sekedar bagaimana memilih barang, tetapi jauh lebih kompleks dari itu yaitu menyangkut pada penyadaran semua pihak, baik itu pengusaha, pemerintah maupun konsumen sendiri tentang pentingnya perlindungan konsumen. Pengusaha menyadari bahwa mereka harus menghargai hak-hak konsumen, memproduksi barang dan jasa yang berkualitas, aman dimakan/digunakan, mengikuti standar yang berlaku, dengan harga yang sesuai (reasonable). Selanjutnya pemerintah juga harus menyadari diperlukannya Undang-undang yang menyangkut segala sektor tentang perlindungan konsumen serta bertugas untuk mengawasi berjalannya peraturan perundang-undangan itu dengan baik.8

7 Sri Redjeki Hartono, makalah “Aspek-Aspek Hukum Perlindungan Konsumen dalam Kerangka Era Perdagangan Bebas” dalam buku Hukum Perlindungan Konsumen, penyunting Husni Syawali dan Neni Sri Imaniyati, (Bandung : Mandar Maju, 2000) hal.33

8 Abdul Halim Barkatulah, Hukum Perlindungan Konsumen : Kajian Teoretis dan Perkembangan Pemikiran (Bandung :Nusa Media, 2008) hal. 18

(17)

Konsumen juga harus sadar akan hak-hak yang mereka punyai sebagai seorang konsumen sehingga dapat melakukan sosial kontrol terhadap perbuatan dan perilaku pelaku usaha maupun pemerintah. Untuk meningkatkan harkat dan martabat konsumen maka perlu ditingkatkan kesadaran, pengetahuan, kepedulian, kemampuan, dan kemandirian konsumen untuk melindungi diri serta menumbuh kembangkan sikap pelaku usaha yang bertanggung jawab. Sementara itu, setiap pelaku usaha mempunyai kewajiban pertama, beritikad baik dimulai sejak barang dirancang/diproduksi hingga pada tahap purna penjualan. Kedua, memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan keadaan suatu barang atau jasa serta memberi penjelasan penggunaan, perbaikan dan pemeliharaan.9 Pentingnya penyampaiaan informasi yang benar terhadap konsumen mengenai suatu produk, bertujuan supaya konsumen tidak salah anggapan terhadap gambaran suatu produk tertentu. Penyampaiaan informasi ini dapat berupa representasi, peringatan, maupun instruksi. Oleh karena itu, kenyamanan konsumen terhadap menggunakan/mengkomsumsi suatu barang atau jasa merupakan kewajiban prioritas dari produsen atau pelaku usaha.

Peredaran barang kadaluwarsa di tangan masyarakat sudah semakin sering terjadi, bukan hanya di toko usaha ritel kecil seperti kios, pedagang eceran akan tetapi juga terjadi pada toko usaha ritel berskala besar seperti swalayan (Supermarket). Baik itu barang yang berupa makanan, minuman, kosmetik hingga obat-obatan. Ironisnya barang kadaluwarsa tersebut telah

9 Ahmadi Miru dan Sutarman Yodo, Hukum Perlindungan Konsumen (Jakarta : Rajawali Pers, 2004) hal. 54-55

(18)

diketahui oleh pelaku usaha/ toko ritel, namun menjualnya kembali dengan cara mengganti tanggal kadaluwarsa (expired) itu menjadi baru sehingga seakan-akan terlihat masih layak pakai oleh konsumen. Hal ini tentu merugikan dan memberikan dampak buruk bagi masyarakat. Seperti yang terjadi di Probolinggo, Hadi Zainal Abidin yang merupakan Walikota Probolinggo bersama dengan timnya yang terdiri dari Dinas Kesehatan, Dinas Koperasi, Usaha Mikro, Perindustrian dan Perdagangan (DKUPP), kepolisian dan lembaga perlindungan konsumen menemukan bahan makanan kadaluwarsa saat melakukan inspeksi mendadak (sidak) di sejumlah pasar swalayan atau supermarket di Kota Probolinggo, Jawa Timur. Dalam sidak itu, dia bersama tim bergerak ke enam lokasi sasaran untuk mengecek keadaan barang-barang di sejumlah supermarket dan pertokoan di kota tersebut. Dari pengecekan itu mereka menemukan bahan makanan yang sudah kadaluwarsa tapi masih dipajang di salah satu supermarket di Jalan Dr Sutomo, Kota Probolinggo. Hadi Zainal juga meminta semua makanan berupa mustard (bumbu masakan khas Eropa) yang berwarna kuning untuk diambil oleh petugas karena telah kadaluwarsa. Dalam keterangannya bahwa hal itu terjadi karena adanya kelalaian pengecekan kadaluwarsa dari pihak toko. Pihak toko menganggap hal itu sepele padahal berdampak besar bagi reputasi toko maupun kenyamanan masyarakat. Di supermarket itu petugas kembali menemukan merica bubuk yang sudah kadaluwarsa pada bulan Oktober 2019, tepatnya sudah 2 bulan jatuh tempo kadaluwarsa saat barang itu didapatkan oleh petugas. Selain itu, sejumlah produk Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) yang tidak dilengkapi tanggal

(19)

kadaluwarsa dan kemasan produk yang rusak atau kemasan penyok didapati oleh petugas.10

Sementara itu, pada September 2020 terjadi penjualan makanan kemasan yang telah kadaluwarsa di Kabupaten Jayawijaya. Dimana sejumlah pedagang kios di Kompleks Sinakma, Kabupaten Jayawijaya, Provinsi Papua dilaporkan ke Dinas Tenaga Kerja, Perindustrian dan Perdagangan (Nakerindag) Jayawijaya karena kedapatan menjual makanan kemasan yang kadaluwarsa. Ternyata barang tersebut telah jatuh tempo kadaluwarsa hampir 2 sampai 3 bulan. Menurut keterangan warga Sinakma, Vina Rumbewas mengatakan bahwa pernah menyampaikan kepada pemerintah supaya bisa ditindaklanjuti hal tersebut. Dikarena banyak warga yang berbelanja di kios itu.

Bagi warga yang berbelanja sebaiknya sebelum membeli makanan lihat dulu tanggal kadaluwarsa. Soalnya selain Pop Mie dan Milo masih banyak jenis makanan lain yang telah kadaluwarsa di tahun 2019. Dari pemeriksaan itu, Tim Dinas Perindustrian dan Perdagangan Jayawijaya menemukan sejumlah makanan yang telah kadaluwarsa berupa makanan ringan, minuman kemasan siap saji yang beredar di 12 lebih kios yang berjejeran di permukiman padat penduduk di Sinakma.11 Seperti yang kita ketahui, peredaran barang kadaluwarsa bukan hanya makanan dan minuman saja akan tetapi obat-obatan

10 Antaranews.com, Walikota Probolinggo Temukan Bahan Makanan Kadaluwarsa Saat Inpeksi, dalam https: //www.antaranews.com /berita/1203151 /wali-kota-probolinggo-temukan- bahan-makanan-kedaluwarsa-saat-inspeksi, diakses pada tanggal 24 Februari 2021 Pukul 17.30 WIB

11 Iwan Supriyatna - Suara.com, Sejumlah Pedagang Nakal Tega Jual Makanan Kadaluarsa di Jayawijaya, dalam https://www.suara.com/bisnis/2020/09/17/084149/sejumlah- pedagang-nakal-tega-jual-makanan-kadaluarsa-di-jayawijaya, diakses pada tanggal 24 Februari 2021 pukul 18: 20 WIB

(20)

yang telah kadaluwarsa juga masih marak beredar ditangan konsumen.

Seperti kasus yang terjadi di Pasar Pramuka, Jakarta Timur yakni adanya peredaran obat-obatan yang kadaluwarsa. Akibat menjual dan megedarkan obat kadaluwarsa, sebanyak enam toko obat di Pasar Pramuka, Kelurahan Pal Meriam, Kecamatan Matraman, disegel pihak Perusahaan Daerah Pasar Jaya. Selain enam toko disegel, satu apotek di pasar yang sama dipasangi garis polisi. Penyegelan itu merupakan buntut dari sidak yang dilakukan oleh tim gabungan yang terdiri dari Polda Metro Jaya, Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) Provinsi DKI Jakarta dan Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta. Sebelumnya, petugas telah mencurigai maraknya penjualan obat ilegal di pasar tersebut. Obat tersebut dijual kembali ke pasaran dengan dikemas menggunakan kemasan baru dan mengubah tahun kadaluwarsa obat menjadi baru. Kepala Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta, Koesmedi Priharto menerangkan, sebelum dilakukan penyegelan, BPOM DKI sudah menyelidikinya terlebih dulu. Ternyata di enam toko obat ini terjadi penyimpangan yakni menjual obat keras tanpa resep dokter, menjual obat yang kadaluarsa dan tak memiliki izin edar. Sementara itu Kepala BPOM DKI Jakarta, Dewi Prawitasari mengimbau agar masyarakat cerdas dalam memilih kemasan obat seperti apakah terdapat izin dari BPOM dan izin edar. Ia juga berharap masyarakat membeli obat ditempat yang memiliki izin dan aman, seperti Rumah Sakit atau toko obat resmi.12

12 Pemerintah Kota Administrasi Jaktim, Jual Obat Kadaluwarsa, Enam Toko Obat di Pasar Pramuka disegel dalam https://timur.jakarta.go.id/v19/news/ Kesejahteraan/1777/Jual- Obat-Kadaluarsa,-Enam-Toko-Obat-Di-Pasar-Pramuka-Disegel, diakses pada tanggal 25 Februari 2021 pukul 10.22 WIB

(21)

Ditempat lain, di Jawa Barat polisi menangkap pelaku penjualan kosmetik kadaluwarsa (expired). Dalam aksinya pelaku menghapus label kadaluwarsa kosmetik itu sebelum dijual kembali ke pasaran. Pelaku yang berinisial “P” itu ditangkap karena menjual ratusan jenis kosmetik kadaluwarsa. Kosmetik kadaluwarsa tersebut didapat dari berbagai wilayah, diantaranya dari Bogor.

Barang tersebut kemudian dikumpul, diproduksi/dikemas dan dihapus label kadaluwarsanya diganti menjadi baru. Kegiatan itu dikerjakan oleh pelaku bersama dengan empat karyawannya di gudang yang berada di kawasan Ciparay, Kabupaten Bandung. Kemudian kosmetik yang kadaluwarsa itu dijual kembali dengan cara memanfaatkan event keramaian untuk memasarkannya, seperti lapak pedagang kaki lima.13

Berdasarkan beberapa contoh kasus diatas, membuktikan bahwa peredaran barang kadaluwarsa sudah meresahkan masyarakat sebagai konsumen. Mulai dari makanan, minuman, obat-obatan hingga kosmetik yang kadaluwarsa dijadikan sebagai alat kejahatan dalam meraih untung yang sebesar-besarnya kepada konsumen. Produsen/Pelaku usaha berupaya menghalalkan berbagai cara untuk dapat mengedarkan produk ilegalnya kepada masyarakat. Tentu hal ini akan merugikan dan berdampak membahayakan kehidupan konsumen itu sendiri.

Namun, tidak semua konsumen menyadari atas kerugian yang dialami ketika membeli barang yang kadaluwarsa. Konsumen beranggapan bahwa menyelesaikan masalah dengan menggantikan barang yang kadaluwarsa itu

13 Dony Indra Ramadhan - detikNews, Waspada Kosmetik Kadaluwarsa Beredar di Pasaran, dalam https://news.detik.com/foto-news/d-4698836/waspada-kosmetik-kedaluwarsa- beredar-di-pasaran/1, diakses pada tanggal 25 Februari 2021 pukul 11.15 WIB

(22)

dengan barang yang baru kepada penjual/pelaku usaha sudah dianggap cukup.

Padahal sebagai konsumen masih banyak hak-hak yang kita peroleh sebagaimana diatur dalam UUPK.

Banyaknya kejadian beredarnya barang kadaluwarsa diberbagai wilayah di Indonesia merupakan masalah besar yang dialami konsumen. Hak-hak konsumen merasa terabaikan dan kurang diperhatikan. Kepentingan pelaku usaha dalam memperoleh laba sebanyak-banyaknya dari konsumen membuat pelaku usaha dan konsumen menjadi semakin tidak seimbang, sebab pelaku usaha memiliki kecenderungan melecehkan hak-hak konsumen serta memanfaatkan kelemahan konsumen tanpa mendapatkan sanksi hukum14. Sehingga timbul pertanyaan dari masyarakat tentang bagaimana bentuk perlindungan hukum yang diberikan oleh produsen maupun pelaku usaha kepada para konsumen menyangkut beredarnya barang kadaluwarsa. Oleh karena itu, Undang-Undang No 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, dimaksudkan agar menjadi landasan hukum yang kuat bagi masyarakat agar dapat melakukan upaya pemberdayaan konsumen melalui pembinaan dan pendidikan konsumen. Diharapkan dengan adanya UUPK dapat menjamin kepastian dan perlindungan terhadap konsumen dan pelaku usaha, khususnya terhadap pelaku usaha agar menjalankan usahanya dengan jujur agar konsumen tidak mengalami kerugian atas barang dan/atau jasa yang dikonsumsi oleh konsumen.

Dengan adanya aturan hukum perlindungan konsumen dan hukum positif yang berkaitan, kita berharap bahwa hak-hak setiap konsumen harus dilindungi dan

14Abdul Hakim Barakatulah, Hak-Hak Konsumen, Cet. ke-1, (Bandung: Nusa Media, 2010), hal. 15

(23)

dihargai. Namun, kenyataannya penegakkan aturan hukum itu masih sering dilanggar dan tidak dilaksanakan secara konsekuen. Pemerintah juga diangggap masih lalai dalam mengawasi setiap produk-produk yang dipasarkan di masyarakat. Hal ini ditandai dengan banyaknya konsumen maupun Yayasan Lembaga Konsumen yang melapor atas beredanya barang kadaluwarsa tersebut. Praktik peredaran barang kadaluwarsa seakan-akan terlihat seperti hal yang lumrah terjadi ditengah masyarakat kini. Dengan latar belakang inilah, penulis tertarik untuk melakukan penelitian yang dituangkan dalam penulisan berjudul :

“TINJAUAN YURIDIS TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP PERDAGANGAN BARANG KADALUWARSA (EXPIRED) YANG DIJUAL OLEH PRODUSEN DILIHAT DARI PERSPEKTIF UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN”

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian diatas maka pokok permasalahan yang dibahas dalam skripsi ini adalah sebagai berikut :

1. Apa saja yang menjadi Kajian dalam Perlindungan Konsumen Terhadap Perdagangan Barang Kadaluwarsa (Expired) di Indonesia ?

2. Bagaimana Aspek Perlindungan Hukum bagi Konsumen Terhadap Perdagangan Barang Kadaluwarsa (Expired) bila Ditinjau dari Perspektif Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen?

3. Bagaimanakah Bentuk Penye lesaian S engketa antara Ko nsumen dengan Produsen Terhadap Perdagangan Barang Kadaluwarsa (Expired) ?

(24)

C. Tujuan Penulisan

Adapun yang menjadi tujuan yang ingin dicapai dalam penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui hal-hal yang menjadi Tinjauan Umum dari Perlindungan Konsumen Terhadap Perdagangan Barang Kadaluwarsa (Expired) di Indonesia

2. Untuk mengetahui bentuk Perlindungan Hukum bagi Konsumen yang terhadap Perdagangan Barang Kadaluwarsa (Expired) dan Sanksi Hukum yang diberikan bagi Pelaku Usaha berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen

3. Untuk mengetahui Bentuk Penye lesaian sengketa antara Pelaku Usaha dengan Ko nsumen terhadap Perdagangan Barang kadaluwarsa (Expired)

D. Manfaat Penulisan

Sesuai dengan tujuan penulisan, maka penulis membagi 2 manfaat penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut :

1. Manfaat Teoritis

Dimana penulisan skripsi ini dapat bermanfaat memberikan kontribusi baik dalam bentuk masukan, pemikiran serta menambah khasanah ilmu pengetahuan dan literatur dalam dunia akademis, khususnya yang berhubungan dengan ilmu hukum tentang perlindungan konsumen terhadap perdagangan barang kadaluwarsa, serta sebagai tambahan data kajian untuk penelitian selanjutnya.

(25)

2. Manfaat Praktis

Secara praktis, Penulisan skripsi ini dapat memberikan pengetahuan kepada masyarakat tentang hak dan perlindungan konsumen, serta sebagai bahan masukan terhadap Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM), Pemerintah dan seluruh Instansi Lembaga yang terkait. Sehingga diharapkan kebijakan dan perlindungan hukum terhadap konsumen khususnya perdagangan barang kadaluwarsa semakin ditata dan lebih baik.

E. Keaslian Penulisan

Skripsi ini berjudul ““TINJAUAN YURIDIS TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP PERDAGANGAN BARANG KADALUWARSA (EXPIRED) YANG DIJUAL OLEH PRODUSEN DILIHAT DARI PERSPEKTIF UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN” diangkat dari hasil pemikiran, ide dan gagasan penulis sendiri. Penulisan skripsi ini tidak sama dengan penulisan skripsi yang lainnya. Judul skripsi ini juga telah disetujui oleh Ketua Departemen Keperdataan dan telah dilakukan uji bersih kepusatakaan di Perpustakaan Fakultas Hukum USU.

Sepanjang pengamatan dan penelusuran penulis belum ada yang membahasnya atau pembahasan judul yang sama. Ada beberapa judul skripsi yang membahas tentang perlindungan konsumen terhadap pengedaran barang/makanan kadaluwarsa, akan tetapi substansi dari skripsi ini berbeda dengan skripsi yang ada

(26)

sebelumnya. Apabila terdapat persamaan pendapat maupun kutipan, semata-mata hanya sebatas faktor pendorong dan pelengkap dalam penulisan dan penyusunan skripsi ini yang penulis ambil berdasarkan literatur-literatur yang telah ada, baik itu yang berasa dari perpustakaan, media cetak maupun elektronik. Oleh karena itu, penulisan skripsi ini adalah asli karya penulis sendiri ditulis secara benar adanya serta dapat dipertanggung jawabkan secara ilmiah.

F. Tinjauan Pustaka 1. Perlindungan Hukum

Sebagaimana kita ketahui bahwa hukum tidak pernah lepas dari kehidupan setiap masyarakat. Hukum itu tumbuh dan terus berkembang sesuai dengan zaman dan kebutuhan masyarakat. Perlindungan hukum merupakan istilah yang disusun atas dua suku kata. Kata “Perlindungan” dan “hukum”. Kata “perlindungan” atau dalam bahasa Inggris disebut sebagai protection. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) perlindungan dapat disamakan dengan istilah proteksi, yang artinya adalah proses atau perbuatan memperlindungi, sedangkan menurut Black’s Law Dictionary, protection adalah the act of protecting, yang artinya tindakan melindungi.15 Secara umum, perlindungan berarti mengayomi sesuatu dari hal-hal yang berbahaya, atau dengan kata lain perlindungan diartikan sebagai pengayoman yang diberikan oleh seseorang terhadap orang yang lebih lemah.

Sementara istilah kata “hukum” dapat diartikan sebagai peraturan atau adat yang secara resmi dianggap mengikat, yang dikukuhkan oleh penguasa ataupun

15 Bryan A. Garner, Black’s Law Dictionary, ninth edition (St.paul: West, 2009) hal.1343

(27)

pemerintah, undang-undang, peraturan, dan sebagainya untuk mengatur pergaulan hidup dan perilaku masyarakatyang luas dan tak terbatas ruang lingkupnya. Menurut R. Soeroso, mengartikan hukum adalah himpunan peraturan yang dibuat oleh yang berwenang dengan tujuan untuk mengatur tata kehidupan bermasyarakat yang mempunyai ciri memerintah dan melarang serta mempunyai sifat memaksa dengan menjatuhkan sanksi hukuman bagi yang melanggarnya. Immanuel Kant mengatakan bahwa pengertian hukum itu masih sulit dicari karena luasnya ruang lingkup dan berbagai macam bidang yang dijadikan sumber ditemukannya hukum.16

Berdasarkan pengertian secara etimologi tersebut dapat dartikan bahwa perlindungan hukum adalah suatu perlindungan yang diberikan terhadap subyek hukum dalam bentuk perangkat hukum baik yang bersifat preventif maupun yang bersifat represif, baik yang tertulis maupun tidak tertulis. Perlindungan hukum juga sebagai suatu gambaran dari fungsi hukum, yaitu konsep dimana hukum dapat memberikan suatu keadilan, ketertiban, kepastian, kemanfaatan dan kedamaian.17

2. Perlindungan Konsumen

Perlindungan konsumen merupakan suatu bentuk perlindungan yang berasal dari pihak yang mempunyai wewenang untuk memberi perlindungan kepada konsumen atas hak-hak yang mereka miliki sebagai konsumen. Menurut

16 Bernard L Tanya, Yoan N Simanjuntak, Markus Y Hage, Teori Hukum (Yogyakarta : Genta Publishing, 2013) hal. 12

17 Rahayu, 2009, Pengangkutan Orang, etd.eprints.ums.ac.id. Peraturan Pemerintah RI,Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Tata cara Perlindungan Korban dan Saksi Dalam Pelanggaran Hak Asasi Manusia Yang Berat Undang-Undang RI Nomor 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga

(28)

Az. Nasution berpendapat bahwa hukum perlindungan konsumen merupakan bagian dari hukum konsumen yang memuat asas-asas atau kaidah-kaidah yang bersifat mengatur, dan juga mengandung sifat yang melindungi kepentingan konsumen. 18 Sementara itu, A. Zen Umar Purba mengatakan bahwa perlindungan konsumen adalah sebagai satu konsep terpadu merupakan hal baru, yang perkembangannya dimulai dari negara-negara maju. Namun demikian, saat sekarang konsep ini sudah tersebar ke bagian dunia lain. 19 Sedangkan, menurut pakar hukum dari Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) mengartikan perlindungan konsumen yaitu, sebagai keseluruhan asas-asas dan kaidah-kaidah yang mengatur dan melindungi konsumen dalam hubungan dan masalah penyediaan dan penggunaan produk, barang dan/atau jasa oleh konsumen antara penyedia dan penggunanya dalam kehidupan bermasyarakat. 20

Pengertian perlindungan konsumen secara yuridis tercantum dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 pasal 1 angka 1 yang menyebutkan bahwa

“Perlindungan konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada konsumen.” Dengan adanya Undang- undang Perlindungan Konsumen beserta perangkat hukum lainnya, maka diharapkan upaya perlindungan konsumen di Indonesia bisa menjadi lebih diperhatikan. Selain itu, upaya untuk melakukan perencanaan penyelenggaraan,

18Shidarta, Hukum Perlindungan Konsumen di Indonesia (Jakarta : PT. Grasindo, 2000) hal. 9

19A. Zen Umar Purba, Perlindungan Konsumen : Sendi-Sendi Pokok Pengaturan, Hukum dan Pembangunan, Agustus 1992. hal. 393

20N.H.T Siahaan, Hukum Konsumen: Perlindungan Konsumen dan Tanggung Jawab (Jakarta: Panta Rei, 2005) hal. 32

(29)

pengembangan dan pengaturan hukum perlindungan konsumen bertujuan untuk meningkatkan martabat dan kesadaran dan kesehjateraan konsumen.21

3. Konsumen

Istilah kata konsumen berasal dari kata consumer (Inggris-Amerika), atau consument/konsument (Belanda). Pengertian tersebut secara harafiah diartikan sebagai “orang atau perusahaan yang membeli barang tertentu atau menggunakan jasa tertentu” atau“sesuatu atau seseorang yang menggunakan suatu persediaan atau sejumlah barang”.22 Menurut Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia, pengertian konsumen adalah pemakai barang atau jasa yang tersedia dalam masyarakat bagi kepentingan diri sendiri, keluarga atau orang lain dan tidak untuk diperdagangkan kembali.23

Pengertian konsumen dalam arti umum adalah pemakai, pengguna atau pemanfaat barang atau jasa untuk tujuan tertentu. Dalam Pasal 1 ayat 2 Undang- Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang perlindungan konsumen (UUPK) menyebutkan bahwa konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia didalam masyarakat, baik bagi kepentingan sendiri, keluarga, orang lain maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan. Dalam penjelasannya konsumen yang dimaksudkan dalam undang-undang ini adalah konsumen akhir (ultimate consumer).

21Abdul Halim Barkatulah, Hukum Perlindungan Konsumen : Kajian Teoretis dan Perkembangan Pemikiran (Bandung :Nusa Media, 2008) hal. 18

22Ibid. hal. 7

23 Celi Tri S Kristiyanti, Hukum Perlindungan Konsumen (Jakarta ; Sinar Grafika, 2008) hal. 23

(30)

4. Pelaku Usaha

Pelaku usaha dapat diartikan sebagai pengusaha yang menghasilkan barang dan jasa (produsen). Dalam pengertian ini termasuk di dalamnya pembuat, grosir, leveransir, dan pengecer profesional, yaitu setiap orang/badan yang ikut serta dalam penyediaan barang dan jasa hingga sampai ke tangan konsumen.

Dengan demikian pelaku usaha bukan hanya sebagai penghasil produk atau jasa saja, tetapi jugamereka yang terkait dengan penyampaian/ peredaran produk hinggasampai ke tangan konsumen.

Menurut pasal 1 Butir 3 UUPK, menyebutkan bahwa pelaku usaha adalah setiap orang perorangan atau badan usaha, baik yang berbentuk badan hukum maupun bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum negara Republik Indonesia, baik sendiri maupun bersama-sama melalui perjanjian menyelenggarakan kegiatan usaha dalam berbagai bidang ekonomi.24 Dalam penjelasan UUPK pelaku usaha yang termasuk dalam pengertian ini adalah perusahaan, korporasi, BUMN, koperasi, importir, pedagang, distributor dan lain lain.25 Dengan demikian, dapat dikatakan dalam pengertian ini produsen adalah bagian dari pelaku usaha.

5. Barang Kadaluwarsa (Expired)

Secara umum kadaluwarsa diartikan sebagai sesuatu yang sudah melewati batas waktu (jatuh tempo). Penggunaannya sangat sering dikaitkan dengan produk makanan, minuman, perawatan dan juga kesehatan. Kadaluwarsa dalam arti Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah “tidak model lagi (baju, kendaraan, dan

24Az. Nasution, Op. cit., hal. 17

25Ibid

(31)

sebagainya); tidak sesuai dengan zaman; sudah lewat atau telah habis jangka waktunya (tentang tuntutan dan sebagainya); habis tempo; telah lewat dari batas waktu berlakunya sebagaimana yang ditetapkan (berkaitan dengan makanan).”26 Batasan pengertian kadaluwarsa yang dimaksud pada pembahasan ini yaitu mengacu pada suatu produk/barang yang dikomsumsi dan/atau digunakan yang dapat mengakibatkan kerugian hingga mengancam kesehatan konsumen.

Produk/barang tersebut yang dapat dikategorikan kadaluwarsa biasanya berupa makanan, minuman, obat-obatan, kosmetik dan sebagainya.

Defenisi dari barang kadaluwarsa tidak dijelaskan di dalam Undang- undang Perlindungan Konsumen. Namun, UUPK mengatur tentang larangan terhadap pelaku usaha yang memproduksi dan/atau memperdagangkan barang atau jasa yang tidak mencantumkan tanggal kadaluwarsa atau jangka waktu penggunaan / pemanfaatan yang paling baik atas barang tertentu.27 Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 180/MENKES/PER/IV/1985 tentang Makanan Kadaluwarsa, disebutkan pada pasal 1 huruf (d) bahwa tanggal daluwarsa adalah batas akhir suatu makanan dijamin mutunya, sepanjang penyimpanannya mengikuti petunjuk yang diberikan oleh produsen. Informasi batas waktu kadaluwarsa suatu produk biasanya tercantum pada kemasan produk yang pada umumnya bertuliskan Expired Date (tanggal kadaluwarsa). Expired Date adalah kode yang diberikan untuk memberi informasi mengenai batas waktu maksimal sebuah produk aman untuk dikonsumsi. Artinya, produk/barang yang

26 Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga Departemen Pendidikan, (Jakarta : Balai Pustaka, 2007)

27 Pasal 8 ayat 1 Huruf g Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen.

(32)

sudah melampaui tanggal kedaluwarsa, yang tercantum di kemasan, tidak boleh dikonsumsi karena dapat membahayakan kesehatan konsumen.

Berdasarkan uraian diatas, pengertian barang kadaluwarsa dapat diartikan bahwa keadaan suatu barang dan/atau jasa ataupun produk kemasan makanan dan minuman yang tidak layak dikomsumsi/ digunakan oleh konsumen karena sudah melewati batas waktu pemakaiannya, dan apabila produk itu dikonsumsi/digunakan akan mengakibatkan dampak buruk hingga mengganggu masalah kesehatan konsumen. Maraknya peredaran produk/barang kadaluwarsa di tangan konsumen, haruslah diperhatikan oleh pemerintah untuk memberi perlindungan hukum kepada konsumen. Bentuk perlindungan konsumen yang diberikan adalah dengan mengeluarkan undang-undang, peraturan pemerintah, atau penerbitan standar mutu barang. Selain itu, yang tidak kalah pentingnya adalah pemerintah melakukan pengawasan terhadap penerapan peraturan ataupun standar-standar yang ditetapkan serta melakukan fungsi pengawasan terhadap produk/barang yang diproduksi maupun yang dijual oleh pelaku usaha.

G. Metode Penelitian

Untuk melengkapi penulisan skripsi dengan tujuan agar lebih terarah dan dapat dipertanggung jawabkan secara ilmiah, maka metode yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari :

1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian hukum normatif (yuridis normatif), yakni dengan melakukan kajian

(33)

terhadap norma hukum dan perundang-undangan lainnya yang berkaitan dengan permasalahan yang dibahas (analisis approach).28 Metode ini dilakukan dengan menelaah dan mengkaji ketentuan-ketentuan hukum dalam peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan permasalahan serta memperoleh data dan keterangan dari berbagai sumber literatur di perpustakaan, jurnal hasil penelitian, koran, majalah, situs internet dan sebagainya.

2. Sifat Penelitian

Penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi bersifat deskriptif analitis yaitu mendeskripsikan atau memberi gambaran terhadap objek yang diteliti melalui data atau permasalahan yang ada, kemudian diolah dan dianalisis secara yuridis dengan menggunakan ketentuan-ketentuan aturan peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan masalah untuk ditarik sebuah kesimpulan.

3. Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Data sekunder adalah data yang didapat tidak secara langsung dari objek penelitian melainkan diperoleh dari studi kepustakaan, meliputi peraturan perundang- undangan, buku-buku, jurnal-jurnal hukum, situs internet, media massa, dan kamus.29 Dalam Penelitian ini, penulis menggunakan 3 sumber bahan hukum, adalah sebagai berikut :

28 Ibrahim Johnny, Teori & Metodeologi Penelitian Hukum Normatif (Malang : Bayu Media Publishing, 2005) hal. 4

29 Ronny Hanitijo Soemitro, Metode Penelitian Hukum (Jakarta : Ghalia Indonesia, 1983) hal. 24

(34)

a) Bahan hukum primer

Bahan hukum primer adalah bahan-bahan hukum yang mengikat terhadap permasalahan yang diangkat.30 Bahan hukum primer ini meliputi peraturan perundang-undangan, peraturan pemerintah, dan peraturan lainnya yang terkait dengan objek penelitian.

b) Bahan hukum sekunder

Bahan hukum sekunder adalah bahan-bahan yang memberikan kejelasan mengenai bahan hukum primer 31. Bahan hukum sekunder yang termasuk dalam penelitian ini terdiri dari buku-buku literatur, buku-buku yang berkaitan tentang perlindungan konsumen, karya-karya ilmiah dari kalangan hukum, hasil-hasil penelitian hukum, dan artikel-artikel yang berkaitan dengan objek penelitian.

c) Bahan hukum tersier

Bahan hukum tersier adalah bahan yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder,32 yang terdiri dari kamus, ensiklopedia, bibliography, majalah dan sebagainya.

4. Metode Pengumpulan Data

Berdasarkan sumber data sekunder yang digunakan dalam penelitian ini.

Maka, metode yang digunakan penulis dalam pengumpulan data pada penelitian ini adalah dengan menggunakan studi kepustakaan (library research), yaitu dengan mempelajari dan menganalisis berbagai sumber bacaan meliputi peraturan perundang- undangan, buku-buku, kamus,

30 Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif: Suatu Tinjauan Singkat, Cetakan ke 3 (Jakarta: Rajawali Pers, 1990) hal. 14

31 Ibid hal. 15

32 Soerjono Soekanto, op.cit., hal. 52

(35)

jurnal hukum, situs internet, media massa dan sebagainya yang berkaitan dengan objek penelitian.

5. Metode Analisis Data

Penelitian ini menggunakan metode analisis data kualitatif, yaitu dengan menganalisa data-data yang diuraikan dalam kalimat-kalimat yang merupakan penjelaskan terhadap objek permasalahan yang terkait pada penulisan skripsi ini.

H. Sistematika Penulisan

Sistematika dalam penulisan skripsi ini yaitu terbagi dalam beberapa bab, yang dapat diuraikan sebagai berikut :

Bab I Pendahuluan

Bab ini sebagai pengantar tentang gambaran umum dari objek permasalahan yang diteliti. Isinya meliputi Latar belakang masalah, Perumusan Masalah, Tujuan Penulisan, Manfaat Penulisan, Keaslian Penulisan, Tinjauan Pustaka, Metode Penelitian, hingga Sistematika Penulisan.

Bab II Tinjauan Umum Tentang Perlidungan Konsumen Terhadap Perdagangan Barang Kadaluwarsa (expired) di Indonesia Dalam bab ini menguraikan tentang tinjauan umum atau landasan teori tentang perlindungan konsumen terhadap perdagangan barang kadaluwarsa, perdagangan barang serta pengelompokan jenis barang yang dapat kadaluwarsa.

(36)

Bab III Aspek Perlindungan Hukum Bagi Konsumen Yang Menjadi Korban Perdagangan Barang Kadaluwarsa (Expired) Ditinjau Dari Perspektif Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen

Dalam bab ini membahas tentang faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya peredaran barang kadaluwarsa, dampak dan kerugian yang timbul akibat dari menggunakan barang kadaluwarsa, dan juga pengaturan dan perlindungan hukum kepada konsumen terhadap peredaran barang kadaluwarsa berdasarkan UUPK dan hukum positif, serta pembinaan dan pengawasan perdagangan barang kadaluwarsa.

Bab IV Bentuk Penyelesaian Sengketa Antara Produsen Dengan Konsumen Yang Menjadi Korban Perdagangan Barang Kadaluwarsa (Expired)

Dalam bab ini menguraikan tentang pertanggung jawaban dan sanksi hukum yang dikenakan kepada produsen yang mengedarkan barang kadaluwarsa serta menjelaskan tentang bentuk penyelesaian sengketa antara konsumen dan produsen yang ditempuh dikaitkan dengan Undang-undang Perlindungan Konsumen.

Bab V Penutup

Bab ini menguraikan tentang kesimpulan yang merupakan jawaban dari rumusan masalah setelah dilakukan pembahasan dan saran-saran dari penulis hasil penelitian yang dilakukan.

(37)

BAB II

TINJAUAN UMUM TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN

TERHADAP PERDAGANGAN BARANG KADALUWARSA DI INDONESIA

A. Pengertian, Sejarah, Asas dan Tujuan Perlindungan Konsumen 1. Pengertian Perlindungan Konsumen

Defenisi perlindungan konsumen sebenarnya telah diuraikan pada pembahasan sebelumnya. Berbicara tentang perlindungan konsumen berarti membicarakan tentang hak-hak konsumen yang harus dilindungi. Perlindungan konsumen merupakan upaya memberi perlindungan hukum kepada konsumen atas hak-hak yang mereka miliki sebagai konsumen. Perlindungan terhadap konsumen sangat terkait dengan adanya perlindungan hukum dikarenakan perlindungan konsumen mempunyai beberapa aspek hukum yang menyangkut suatu materi untuk mendapatkan perlindungan ini bukan sekedar perlindungan fisik melainkan hak-hak konsumen yang bersifat abtrak.33 Sebagaimana kita ketahui posisi konsumen yang lemah, maka ia harus dilindungi oleh hukum. Oleh karena itu, adanya hukum konsumen dan hukum perlindungan konsumen dapat memberi perlindungan (pengayoman) hukum kepada konsumen. Kedua bidang hukum tersebut merupakan dua bidang hukum yang sulit dipisahkan dan ditarik batasannya. Adapun pengertian dari hukum konsumen diartikan sebagai keseluruhan asas-asas atau kaidah-kaidah yang mengatur hubungan dan

33 M.Shidqon Prabowo, Perlindungan Hukum Jamaah Haji Indonesia, (Yogyakarta : Rangkang, 2010) hal. 38

(38)

masalah antara berbagai pihak satu sama lain berkaitan dengan barang dan/atau jasa konsumen, di dalam pergaulan hidup. Sedangkan hukum perlindungan konsumen merupakan bagian dari hukum konsumen yang memuat asas-asas atau kaidah-kaidah yang bersifat mengatur, dan juga mengandung sifat yang melindungi kepentingan konsumen.34

Rumusan pengertian perlindungan konsumen disebutkan di dalam pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen bahwa perlindugan konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi perlindungan konsumen. Rumusan tersebut cukup memadai dimana undang-undang menjamin adanya kepastian hukum kepada konsumen. Dengan demikian, diharapkan undang-undang tersebut sebagai benteng untuk meniadakan tindakan sewenang-wenang yang dilakukan pelaku usaha yang mementingkan kepentingan sepihak saja. Kesewenangan- wenangan akan mengakibatkan ketidakpastian hukum. Oleh karena itu, agar segala upaya memberikan jaminan akan kepastian hukum, ukurannya secara kualitatif ditentukan dalam undang-undang perlindungan konsumen.35

1. Konsumen

Secara umum konsumen diartikan sebagai pemakai, pengguna atau pemanfaat barang atau jasa untuk tujuan tertentu. Didalam suatu proses distribusi konsumen merupakan akhir dari suatu proses distribusi, konsumen adalah pengguna atau pemanfaat akhir dari suatu produk/barang. Konsumen berasal dari

34Az Nasution, Konsumen dan Hukum : Tinjauan Sosial, Ekonomi dan Hukum pada Perlindungan Konsumen (Jakarta: Pustaka Sinar harapan, 1995) hal. 64-65

35 Ahmadi Miru, Op.cit., hal. 1

(39)

kata consumer (Inggris-Amerika), atau consument/konsument (Belanda). Secara harafiah arti kata consumer yaitu (lawan dari produsen) setiap orang yang menggunakan barang. Konsumen pada umumnya adalah sebagai pemakai terakhir dari produk yang diserahkan kepada mereka oleh pengusaha, yakni setiap orang yang mendapatkan barang untuk dipakai dan tidak untuk diperdagangkan atau diperjual belikan lagi.

Menurut Hondius, seorang pakar masalah konsumen di Belanda mengartikan konsumen sebagai pemakai produksi terakhir dari benda dan jasa (uiteindelijke gebruiker van goederen en diensten).36 Dengan rumusan itu, Hondius ingin membedakan antara konsumen bukan pemakai terakhir (konsumen antara) dan konsumen pemakai terakhir. Konsumen dalam arti luas mencakup kedua kriteria itu, sedangkan konsumen dalam arti sempit mengacu pada konsumen pemakai terakhir. Untuk menghindari kerancuan pemakaian istilah

“konsumen”, maka pengertian konsumen terdiri dari 3 batasan yaitu 37:

1) Konsumen komersial (commercial consumer), adalah setiap orang yang mendapatkan barang dan/atau jasa yang digunakan untuk memproduksi barang dan/atau jasa lain dengan tujuan mendapat keuntungan.

2) Konsumen antara (intermediate consumer), adalah setiap orang yang mendapatkan barang dan/atau jasa yang digunakan untuk diperdagangkan kembali juga dengan tujuan mencari keuntungan.

3) Konsumen akhir (ultimate consumer), adalah setiap orang yang mendapatkan dan menggunakan barang dan/atau jasa untuk tujuan

36 E.H Hondius, Konsumentenrecht, 1976 dalam Shidarta Op. cit., hal. 2

37 Zulham, Hukum Perlindugan Konsumen (Jakarta: Kecana, 2013) hal. 117

(40)

memenuhi kebutuhan pribadi, keluarga, orang lain, dan makhluk hidup lainnya dan tidak untuk diperdagangkan kembali dan/atau untuk mencari keuntungan kembali.

Pengertian konsumen menurut pasal 1 angka (2) UUPK menyebutkan bahwa konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia didalam masyarakat, baik bagi kepentingan sendiri, keluarga, orang lain maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan. Dari pengertian konsumen menurut UUPK, maka dapat dikemukakan beberapa unsur yaitu 38:

1) Setiap orang

Subjek yang disebut sebagai konsumen berarti setiap orang yang berstatus sebagai pemakai barang dan/atau jasa. Namun istilah orang menimbulkan keraguan, apakah hanya orang individual yang lazim disebut natuurlijke persoon atau termasuk bahan hukum (rechtspersoon).Oleh karena itu, istilah yang menjadi konsumen disini harus mencakup juga badan usaha yang bersifat berbadan hukum/tidak berbadan hukum ;

2) Pemakai

Sesuai dengan bunyi pasal 1 angka (2) Undang-undang perlindungan konsumen, kata “pemakai” menekankan, konsumen adalah konsumen akhir (ultimate consumer). Istilah kata “pemakai” dalam hal ini digunakan untuk rumusan ketentuan tersebut atau menunjukkan suatu barang dan/ atau jasa yang dipakai tidak serta merta hasil dari transaksi

38 Celina Tri S Kristiyanti, Ibid., hal. 27

(41)

jual beli. Artinya sebagai konsumen tidak selalu harus membayar uang untuk memperoleh barang atau jasa itu. Dengan demikian, dasar hubungan hukum antara konsumen dan pelaku usaha tidak perlu harus kontraktual (the privity of contract) ;

3) Barang dan/atau Jasa

Berkaitan dengan istilah barang dan/atau jasa, sebagai pengganti terminologi tersebut digunakan kata produk. Saat ini “produk” sudah berkonotasi barang atau jasa. UUPK mengartikan barang sebagai setiap benda, baik berwujud maupun tidak berwujud, baik bergerak maupun tidak bergerak, baik dihabiskan maupun tidak dapat dihabiskan, yang dapat untuk diperdagangkan, dipakai, dipergunakan, atau dimanfaatkan oleh konsumen ;

4) Yang tersedia dalam masyarakat

Barang dan/atau jasa yang ditawarkan kepada masyarakat sudah harus bersedia di pasaran (lihatjugaketentuan pasal 9 ayat (1) huruf e UUPK). Dalam perdagangan yang makin kompleks ini, syarat itu tidak multak lagi dituntut oleh masyarakat konsumen ;

5) Bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, makhluk hidup lain Transaksi konsumen ditunjukan untuk kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain dan makhluk hidup. Kepentingan ini tidak sekedar ditujukan bagi untuk diri sendiri dan keluarga, tetapi juga barang atau jasa itu diperuntukkan bagi orang lain (di luar diri sendiri dan keluarganya), bahkan untuk makhluk hidup ;

(42)

6) Barang dan/atau jasa itu tidak untuk diperdagangkan

Pengertian konsumen dalam UUPK dipertegas, yakni hanya konsumen akhir. Batasan itu sudah biasa dipakai dalam peraturan perlindungan konsumen di berbagai negara.

Dalam perlindungan konsumen terdapat hak-hak konsumen secara universal yang harus dilindungi dan dihormati yaitu :39 1). Hak keamanan dan keselamatan; 2). Hak atas informasi; 3). Hak untuk memilih; 4). Hak untuk didengar; 5). Hak atas lingkungan hidup.

Sementara itu, dalam Pasal 4 UUPK secara eksplisit menyebutkan bahwa ada 9 hak-hak konsumen adalah sebagai berikut :40

(1) Hak atas kenyamanan, keamanan dan keselamatan dalam mengkomsumsi barang dan/atau jasa ;

(2) Hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan ;

(3) Hak atas informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa ;

(4) Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa yang digunakan ;

(5) Hak untuk mendapatkan advokasi perlindungan konsumen secara patut ;

(6) Hak untuk mendapatkan pembinaan dan pendidikan konsumen ;

39Abdul Halim Barakatulah, Op. cit., hal. 3

40Shidarta Ibid. hal. 17

(43)

(7) Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif ;

(8) Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian, apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebgaimana mestinya ;

(9) Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.

Sedangkan yang menjadi kewajiban konsumen disebutkan dalam Pasal 5 Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen diantaranya sebagai berikut :41

(1) Membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian atau pemanfaatan barang dan/atau jasa, demi keamanan dan keselamatan ;

(2) Beritikad baik dalam melalakukan transaksi pembelian barang dan/atau jasa ;

(3) Membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati ;

(4) Mengikuti upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut.

Berdasarkan hak dan kewajiban konsumen tersebut, terlihat bahwa masalah hak kenyamanan, keamanan dan keselamatan konsumen merupakan hal yang paling pokok dan utama dalam hukum perlindungan konsumen.

Sementara itu, kewajiban konsumen dimaksudkan agar konsumen dapat memperoleh hasil yang optimum atas perlindungan dan/ atau kepastian hukum bagi dirinya.42

41 Shidarta, Ibid., hal. 171

42Abdul Halim Barakatulah, Ibid, hal. 25

(44)

2. Pelaku usaha

Seperti kita ketahui produsen merupakan pengusaha yang menghasilkan barang atau jasa. Pengertian produsen tersebut meliputi sebagai pembuat, grosir, leveransir, dan pengecer profesional, yaitu setiap orang/badan yang ikut serta dalam penyediaan barang dan jasa hingga sampai ke tangan konsumen. Dengan demikian, produsen tidak hanya diartikan sebagai pihak pembuat pabrik yang menghasilkan produk saja, tetapi juga mereka yang terkait dengan penyampaian/

peredaran produk hinggasampai ke tangan konsumen.

Undang-undang Perlindungan Konsumen tidak memakai istilah produsen, tetapi memakai istilah lain yang kurang lebih sama artinya, yaitu “pelaku usaha”.

Dalam pasal 1 angka (3) UUPK mengartikan bahwa pelaku usaha adalah setiap orang perorangan atau badan usaha, baik yang bebentuk badan hukum maupun bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum Negara Republik Indonesia, baik sendiri maupun bersama- sama melalui perjanjian menyelenggarakan kegiatan usaha dalam berbagai bidang ekonomi. Az. Nasution berpendapat bahwa produsen atau pelaku usaha dapat dikelompokan menjadi tiga antara lain :43

1) Penyedia dana untuk keperluan para penyedia barang atau pelayanan jasa;

2) Penghasil atau pembuat barang dan/atau pelayanan jasa;

3) Penyalur barang dan/atau pelayanan jasa.

Menurut Product Liability Directive (selanjutnya disebut Directive) sebagai pedoman bagi negara Masyarakat Ekonomi Eropa (MEE) dalam pasal 3 menyebutkan bahwa pelaku usaha/produsen adalah44 :

43 Ahmadi Miru dan Sutarman Yodo, Op. cit., hal.63

44Ahmadi Miru, Prinsip-prinsip Perlindungan Hukum Bagi Konsumen di Indonesia, Disertasi ( Surabaya : Program Pasca Sarjana Universitas Airlangga, 2000) hal. 31

Referensi

Dokumen terkait

Perumusan masalah dalam penelitian skripsi ini adalah bagaimana pengawasan sebagai sarana penegakan hukum dalam Hukum Administrasi Negara, Bagaimana tugas pokok dan

73 Ahmad Miru & Sutarman Yodo, Hukum Perlindungan Konsumen, Edisi Revisi , Jakarta, PT RajaGrafindo Persada, 2004, hal 77.. regulasi-regulasi yang relevan untuk

Menimbang, bahwa terhadap pembelaan yang disampaikan oleh Terdakwa dan Penasehat Hukumnya, yang mana sebagimana pertimbangan Majelis Hakim tersebut di atas dimana

Sumber data dalam penelitian ini adalah hasil wawancara dengan Bapak Ahmad Tarkalil sebagai Kepala Bagian Humas yang dilaksanakan pada 28 Oktober 2019 dan data

Penelitian ini bertujuan untuk menguji dan menganalisis pengaruh usia pada kreativitas dengan job resource sebagai variabel moderasi dengan objek penelitian pada rumah

Peran partai politik telah memberikan kontribusi yang signifikan bagi sistem perpolitikan nasional, terutama dalam kehidupan masyarakat Indonesia yang dinamis

Dalam kasus yang telah terjadi dalam artian konsumen sudah dirugikan oleh pelaku usaha maka perlindungan hukum yang di tempuh yaitu perlindungan hukum secara represif,

Dalam mengakomodir berbagai usulan dari masyarakat terkait pelayanan kesejahteraan sosial tentunya Dinas Sosial dan Penanggulangan Kemiskinan Kota Bandung perlu