• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Teknologi adalah keseluruhan sarana untuk menyediakan barang-barang yang diperlukan bagi kelangsungan dan kenyamanan hidup manusia. Teknologi telah memengaruhi masyarakat dan sekelilingnya dalam banyak cara. Teknologi telah membantu memperbaiki ekonomi (termasuk ekonomi global masa kini).

Secara umum, teknologi dapat didefenisikan sebagai entitas (wujud), benda maupun tak benda yang diciptakan secara terpadu melalui perbuatan, dan pemikiran untuk mencapai suatu nilai. Teknologi dapat dipandang sebagai kegiatan yang membentuk atau mengubah kebudayaan. Kemajuan teknologi memang sangat penting untuk kehidupan manusia zaman sekarang. Karena teknologi adalah salah satu penunjang kemajuan manusia dan menjadi kebutuhan dan merata di setiap sektor kehidupan manusia. Menurut Dikdik J. Rachbini1, teknologi informasi dan media elektronika dinilai sebagai simbol pelopor, yang akan mengintegrasikan seluruh sistem dunia, baik dalam aspek sosial, budaya, ekonomi, dan keuangan.

Globalisasi yang di kenal sekarang ini merupakan bukti dari perkembangan teknologi. Globalisasi pada dasarnya bermula dari awal abad ke 20, yakni pada saat revolusi transportasi dan elektronika mulai memperluas dan mempercepat perdagangan antar bangsa.

1 Dikdik M. Arief Mansur dan Elisatris Gultom, Cyber Law Aspek Hukum Teknologi Informasi (Bandung: Refika Aditama, 2005), hal. 1-2.

2

Menurut Budi Suhariyanto2 globalisasi telah menjadi pendorong lahirnya era perkembangan teknologi informasi. Fenomena kecepatan perkembangan teknologi informasi ini telah merebak di seluruh belahan dunia. Tidak hanya negara maju saja, namun negara berkembang juga telah memacu perkembangan teknologi informasi pada masyarakatnya masing-masing, sehingga teknologi informasi mendapatkan kedudukan yang penting bagi kemajuan sebuah bangsa.

Semakin berkembangnya teknologi informasi sekarang ini, baik berupa internet atau media lain yang sama menimbulkan berbagai akibat. Perkembangan internet tidak bisa dilepaskan dari Perang Dingin antara Uni Soviet (USSR) dan Amerika Serikat yang mulai mengemuka sejak usainya Perang Dunia II. Uni Soviet memulai Perang Dingin dalam bidang teknologi dengan meluncurkan Sputnik, satelit bumi buatan yang pertama pada tahun 1957. Sebagai respon atas stimulus yang diberikan oleh Uni Soviet, Amerika Serikat membentuk Advanced Research Project Agency (ARPA) pada tahun 1958. Dibentuknya Advanced Research Project Agency (ARPA) menjadikan Departemen of Defense (DoD) Amerika Serikat memimpin dalam pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi yang ditetapkan untuk kepentingan militer.3 Perang dingin tersebut berimplikasi dengan semakin giatnya kedua negara mengembangkan teknologi, dan Amerika ikut kemudian mengembangkan teknologinya dengan peruntukan militer. Ada akibat positif maupun negatif yang timbul dari perkembangan teknologi informasi tersebut. Proses globalisasi tersebut membuat fenomena yang mengubah model

2 Budi Suhariyanto, Tindak Pidana Teknologi Informasi (Cyber Crime) : Urgensi Pengaturan dan Celah Hukumnya, (Jakarta : Rajawali pers, 2013), hal. 1.

3Agus Raharjo, Cybercrime : Pemahaman dan Upaya Pencegahan Kejahatan Berteknologi, (Bandung Citra : Aditya Bakti, 2002), hal. 61.

komunikasi konvensial dengan melahirkan kenyataan dalam dunia maya (virtual reality) yang dikenal sekarang ini dengan internet. Internet merupakan jaringan dari jaringan-jaringan, sistem-sistem komputer lokal yang tersambung ke sistem regional nasional dan internasional. Semuanya dihubungkan dengan beraneka ragam sambungan, seperti kabel serat optik, kawat tembaga pasangan berpilin, transmisi gelombang mikro, atau media komunikasi lain. Setiap komputer di jaringan berkomunikasi dengan yang lain dengan konvensi bahasa mesin yang dikenal sebagai protokol internet (internet protocol).4

Untuk mengirimkan informasi dari satu komputer ke yang lain, internet memecahnya menjadi paket-paket, yang dilabeli dengan alamat tujuan akhir dan kode-kode yang memungkinkannya untuk disusun kembali dengan urutan yang semestinya pada komputer tujuan akhir. Bahkan sebenarnya, informasi dilewatkan melalui lintasan yang terus ditinjau kembali seiring lewatnya informasi dari simpul ke simpulsepanjang internet. Salah satu konsep yang terkait adalah bahwa lokasi komputer dimana pun tidak penting baik bagi internet maupun bagi individu-individu yang mencoba mengakses informasi tersebut.5

Pada hari ini, ketika hampir seluruh perguruan tinggi berlomba-lomba memasang jaringan internet dari provider yang menjual ruang-ruang web dan fasilitas browsing tanpa berlangganan, bank-bank dan hotel mulai berlomba membuka web-web mereka, dan berbagai usaha lain ikut memasang iklan di internet, maka perusahaan-perusahaan teknologi informasi dunia mulai merambah

4Maskun,Kejahatan siber Cyber Crime, (Jakarta : Kencana Prenada Media Group, 2013), hal. 91.

5Ibid., hal. 92.

4

pasar Indonesia, maka sebenarnya masyarakat kita sedang berlenggang menuju pintu gerbang informasi dunia.

Internet berkembang demikian pesat sebagai kultur masyarakat modern, dikatakan sebagai kultur karena melalui internet berbagai aktifitas masyarakat cyber seperti berpikir, berkreasi, dan bertindak dapat diekspresikan di dalamnya, kapanpun dan dimanapun.

Kehadiran internet telah membuka cakrawala baru dalam kehidupan manusia. Internet merupakan sebuah ruang informasi dan komunikasi yang menjanjikan menembus batas-batas antarnegara dan mempercepat penyebaran dan pertukaran ilmu dan gagasan di kalangan ilmuwan dan cendekiawan di seluruh dunia. Internet membawa kita kepada ruang atau dunia baru yang tercipta yang dinamakan Cyberspace.6

Cyberspace merupakan tempat kita berada ketika kita mengarungi dunia informasi global interaktif yang bernama internet. Istilah ini pertama kali digunakan oleh William Gibson dalam novel fiksi ilmiahnya yang berjudul Neuromancer. Cyberspace menampilkan realitas, tetapi bukan realitas yang nyata sebagaimana bisa kita lihat, melainkan realitas virtual (virtual reality), dunia maya, dunia yang tanpa batas.7

Pada perkembangannya internet ternyata membawa sisi negatif, dengan membuka peluang munculnya tindakan-tindakan anti sosial yang selama ini dianggap tidak mungkin terjadi atau tidak terpikirkan akan terjadi. Sebuah teori

6Agus Rahardjo, Op.Cit., hal. 4.

7Ibid., hal. 4-5.

menyatakan, crime is product of society its self, yang secara sederhana dapat diartikan bahwa masyarakat itu sendirilah yang menghasilkan kejahatan.

Pada kelompok-kelompok masyarakat tertentu, penguasaan teknologi ini benar-benar dimanfaatkan untuk pengembangan usaha, dunia pendidikan, jaringan informasi, manajemen, sekuritas, dan sebagainya. Namun pada kelompok masyarakat luas, terutama remaja, jaringan internet lebih banyak digunakan untuk hiburan dan pergaulan, dan ternyata itu sangat digemari oleh remaja-remaja di Indonesia, karena ternyata begitu banyak netter yang mendistribusikan dan mentransmisikan informasi elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik yang merupakan kejahatan.

Kejahatan yang lahir sebagai dampak negatif dari perkembangan aplikasi internet ini sering disebut dengan cyber crime. Dari pengertian ini tampak bahwa cyber crime mencakup semua jenis kejahatan beserta modus operandinya yang dilakukan sebagai dampak negatif aplikasi internet.

Dalam beberapa kepustakaan, cyber crime sering diidentikkan sebagai computer crime. Menurut the U.S. Department of Justice computer crime sebagai:“Any illegal act requiring knowledge of computer for its perpetration, investigation, or prosecution”,8(yang dapat diartikan : setiap perbuatan melanggar hukum yang memerlukan pengetahuan tentang komputer untuk menangani, menyelidiki dan menuntutnya). Pendapat lain dikemukakan oleh Organization for Economi Cooperation Development (OECD) yang menggunakan istilah computer

8 Maskun, Op.Cit., hal. 47.

6

related crime yang berarti :”Any illegal, unethical or unauthorized behavior involving automatic data processing and/or transmission data.”9

Mengingat kejahatan merupakan gejala sosial, maka Muladi dan Barda Nawawi Arief10 mengemukakan pemahaman terhadap kejahatan harus didasarkan pada konsep kejahatan sebagai penyakit individual (the personal disease), gejala patologi individu atau manusia (a human or individually pathological phenomenon), yang kemudian diseimbangkan dengan konsepsi kejahatan sebagai penyakit sosial (a socially pathological phenomenon). Begitu pula dalam penanggulangan kejahatan seyogyanya didasarkan pada hasil studi interdisipliner.

Indra Safitri11 mengemukakan kejahatan dunia maya adalah: “Jenis kejahatan yang berkaitan dengan pemanfaatan sebuah teknologi informasi tanpa batas serta memiliki karakteristik yang kuat dengan sebuah rekayasa teknologi yang mengandalkan kepada tingkat keamanan yang tinggi dan kredibilitas dari sebuah informasi yang disampaikan dan diakses oleh pelanggan internet.”

Kepolisian Inggris menyatakan bahwa cyber crime adalah segala macam penggunaan jaringan komputer untuk tujuan kriminal dan/atau kriminal berteknologi tinggi dengan menyalahgunakan kemudahan teknologi digital12.

Dalam laporan Kongres PBB X/2000 dinyatakan Cyber crime atau computer-related crime, mencakup keseluruhan bentuk-bentuk baru dari kejahatan yang ditujukan pada komputer, jaringan komputer dan para

9Ibid.

10 Muladi dan Barda Nawawi Arief, Kapita Selekta Kebijakan Hukum Pidana, (Bandung : Alumni, 1998), hal. 169.

11Abdul Wahid dan Mohammad Labib, Kejahatan Mayantara (Cyber Crime), (Jakarta : Refika Aditama, 2005), hal. 40.

12Ibid.

penggunanya, dan bentuk-bentuk kejahatan tradisonal yang sekarang dilakukan dengan menggunakan atau dengan bantuan peralatan komputer.13

Muladi dalam bukunya yang ditulis bersama Barda Nawawi Arief, “Bunga Rampai Hukum Pidana” memandang cyber crime dengan pendekatan computer crime (kejahatan komputer). Namun demikian, cyber crime sesungguhnya berbeda dengan computer crime.14

Walaupun begitu, sesungguhnya memang ada upaya untuk memperluas pengertian komputer agar dapat melingkupi segala kejahatan di internet dengan peralatan apapun, seperti pengertian komputer dalam The Proposed West Virginia Computer Crimes Act :15

“An electronic, magnetic, optical, electrochemical or other high speed data processing device performing logical, arithmetic, or storage functions, and includes any data storage facility or communications facility directly related to or operating in conjunction with such device, but such term does not include an automated typewriter or type-setter, a portable hand-held calculator, or other similar device.”

Pendapat yang mengidentikkan cyber crime dengan computer crime dapat dipahami dengan menggunakan pendekatan pemaknaan komputer yang diperluas seperti pengertian tersebut di atas.

Belum ada kesepakatan mengenai definisi tentang cyber crime atau kejahatan dunia siber, sebagaimana yang dikatakan oleh Muladi, sampai saat ini belum ada definisi yang seragam tentang cyber crime baik nasional maupun global. Ungkapan senada juga dinyatakan oleh Agus Raharjo, bahwa istilah cyber

13Barda Nawawi Arief, loc.cit. hal. 259.

14 Agus Raharjo, Op.Cit., hal. 228.

15 Academia, Kejahatan di Dunia Maya (Cyber Crime) : oleh I Wayan Putra Yasa (100010236) Kelas AF 101, https://www.academia.edu/6518821/KEJAHATAN_DI_DUNIA_MA YA_CYBER_CRIME_OLEH_I_WAYAN_PUTRA_YASA_100010236_KELAS_AF_101, diakses pada tanggal 1 November 2017, pukul 19.00 WIB

8

crime sampai saat ini masih belum ada kesatuan pendapat bahkan tidak ada pengakuan internasional mengenai istilah baku, tetapi ada yang menyamakan istilah cyber crime dengan computer crime.16

Barda Nawawi Arief menggunakan istilah “tindak pidana mayantara”

untuk menyebut cyber crime. Beliau mengatakan, dengan istilah “tindak pidana mayantara”17 dimaksudkan identik dengan tindak pidana di ruang siber (cyber space) atau yang biasa juga dikenal dengan istilah “cyber crime”.

Cyber space (ruang siber) itu bersifat global, artinya tidak terikat pada yurisdiksi nasional suatu negara. Hal ini dikarenakan bahwa cyber space ini tercipta oleh adanya jaringan internet. Internet itu merupakan medium komunikasi elektronik global yang merupakan perwujudan dari gabungan semua jaringan komputer yang ada di dunia (gigantic network), otomatis keberadaannya dimiliki oleh setiap orang atau pihak-pihak yang membangunnya secara personal, namun pada saat pengoperasiannya dan pemanfaatannya adalah merupakan kepentingan global.

Kaitan antara cyber crime dengan computer crime dapat disimpulkan bahwa cyber crime termasuk bagian dari computer crime. Singkatnya cyber crime bisa disebut juga sebagai computer crime. Dalam perspektif ini bisa dipahami bila cyber crime diidentikkan dengan computer crime. Tapi dalam perkembangannya identifikasi ini tidak relevan lagi karena pelaku tidak harus menggunakan komputer sebagai alat dalam aksinya. Perbedaan mendasar cyber crime dan

16Ibid.

17 Hukum Online, Dunia Siber yang Tidak Maya Oleh: Teguh Arifiyadi, http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt59c88b4e7bae6/dunia-siber-yang-tidak-maya-oleh--teguh-arifiyadi, diakses pada tanggal 01 November 2017, pukul 19.20 WIB

computer crime sebagaimana yang dikemukakan oleh Nazura Abdul Manaf adalah adanya unsur komputer yang terkoneksi melalui perangkat telekomunikasi dalam bentuk internet online yang menjadi media bagi seseorang atau kelompok untuk melakukan pelanggaran dan/atau kejahatan.18

Cyber crime merupakan gejala sosial (social phenomenon) yang sudah mengarah pada ranah hukum pidana, yaitu berupa kejahatan (crime). Cyber crime bukan hanya dianggap sebagai permasalahan individual, atau lokal, atau nasional, atau regional, melainkan sudah menjadi permasalahan global. Setiap negara mestinya peduli untuk menanggulangi kejahatan teknologi tinggi tersebut (high- tech crime), baik melalui kebijakan non-hukum pidana (nonpenal policy) maupun kebijakan hukum pidana (penal policy).

Seiring dengan semakin merambahnya penggunaan internet di Indonesia, aktivitas penghinaan cyber juga mengalami perkembangan. Para pelaku mulai menggunakan situs-situs jejaring sosial seperti facebook, instagram, path, twitter, youtube, bloguntuk melancarkan aksinya. Facebook yang awalnya digunakan untuk pertemanan, kini digunakan untuk mendistribusikan, mentransmisikan dan mengakses informasi elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran. Begitu pula dengan instagram yang awalnya hanya sebagai wadah berbagi foto pribadi, sekarang menjadi wadah untuk berbagi foto yang mengandung penghinaan dan/atau pencemaran nama baik, dan kemudian dengan ramai-ramai dikomentari oleh netizen yang saling berargumen.

18Maskun., Op.Cit, hal. 50.

10

Sisi negatif lain dari perkembangan ini adalah munculnya cyber crime atau kejahatan komputer yang berdampak pula pada hukum nasional yang telah ada, sehingga dirasa diperlukannya penyesuaian hukum yang sesuai dengan kondisi dan perkembangan tesebut. Di Indonesia, tingkat penyalahgunaan jaringan internet juga tinggi hal ini dapat dilihat dari pemberitaan surat kabar Kompas yang berjudul Cyber Media pada tanggal 19/3/2002 menulis bahwa berdasarkan AC Nielsen 2001 Indonesia ternyata menempati posisi ke enam terbesar di dunia atau ke empat di Asia dalam tindak kejahatan di internet.19

Cyber crime merupakan salah satu bentuk atau dimensi baru dari kejahatan masa kini yang mendapat perhatian luas di dunia internasional. Cyber crime merupakan salah satu sisi gelap dari kemajuan teknologi yang mempunyai dampak negatif sangat luas bagi seluruh bidang kehidupan modern saat ini.

Dengan memperhatikan dampak negatif dari perkembangan cyber crime ini maka seyogyanya melakukan antisipasi terhadap upaya penanggulangan cyber crime ini.

Hukum perlu mengantisipasi hilangnya batas dimensi ruang, waktu dan tempat agar internet betul-betul bermanfaat. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik atau yang lebih dikenal sebagai Undang-Undang ITE mungkin bisa disebut sebagai berkah sekaligus musibah bagi pengguna Internet di Indonesia. Berkah yang dimaksud ialah sebagai aturan – aturan yang harus menjadi pedoman manusia dalam menggunakan internet. Sedangkan yang dimaksud

19 Kompas, UU ITE dan Tantangan "Cybercrime”, dalam http://nasional.kompas.com/rea d/2008/04/17/02300074/UU.ITE.dan.Tantangan..quot.Cybercrime.quot., diakses 01 November 2017, pukul 20.00 WIB

dengan musibah ialah Undang-Undang ITE ini menjadi pembatas bagi masyarakat untuk berekspresi serta mengeluarkan pendapat.

Undang-Undang ini merupakan payung hukum bagi semua aktivitas dan transaksi di Internet dan media elektronik. Tentunya setelah melihat sekilas mengenai tindakan-tindakan yang dilarang dalam Undang-Undang ITE tersebut maka terlihat bahwa media di internet yang paling dekat dan paling sering menjadi ambang batas dalam terjadinya pidana dalam Undang-Undang ITE adalah media sosial. Dalam ini Undang-Undang ITE ini memiliki sudut pandang yang baru dalam perumusan masalah tindak pidana dibandingkandengan pandangan dalam Kitab Undang- Undang Hukum Pidana (KUHP) yang cenderung di pandang telah konvensional. Namun, di antara kebaikan yang terkandung dalam undang-undang itu, ada satu pasal yang agak mengkhawatirkan, bukan hanya bagi para jurnalis melainkan juga narablog, yakni Pasal 27 ayat (3). Pasal ini merupakan ancaman bagi seseorang yang dengan sengaja melakukan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik kepada orang lain dengan menggunakan akses informasi elektronik atau dokumen elektronik.

Dalam perkembangannya saat ini, Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik ini telah mengalami beberapa perubahan yang kemudian disahkah menjadi Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, di mana ancaman pidana yang sebelumnya diatur dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik telah diubah, begitupun dengan tindak pidana penghinaan dan/atau pencemaran nama baik yang dibahas dalam skripsi ini.

12

Oleh karena itu, di sini penulis akan menguraikan mengenai tindak pidana dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan informasi elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik. Dalam menguraikan hal tersebut maka penulis akan menguraikan mengenai pengaturan hukum mengenai penghinaan dan/atau pencemaran nama baik dalam hukum positif Indonesia dan penanggulangan tindak pidana dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan informasi elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik. Kemudian akan diulas juga tentang penerapan pidana pelaku tindak pidana dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan informasi elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik, dengan menganalisis Putusan Pengadilan Negeri Tasikmalaya dengan Register Nomor : 341/Pid.Sus/2016/PN.TSM.

B. Rumusan Masalah

Setelah mengetahui latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka dapat dirumuskan beberapa pokok permasalahan, yaitu:

1. Bagaimana pengaturan hukum mengenai penghinaan dan/atau pencemaran nama baik dalam hukum positif Indonesia ?

2. Bagaimana upaya penanggulangan tindak pidana dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan informasi elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik ?

3. Bagaimana penerapan hukum terhadap pelaku tindak pidana dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan informasi elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik berdasarkan Putusan Nomor 341/Pid.Sus/2016/Pn.Tsm?

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan

Dalam penulisan skripsi ini, terdapat beberapa tujuan yang hendak dicapai, antara lain adalah :

1. Untuk mengetahui pengaturan hukum mengenai penghinaan dan/atau pencemaran nama baik dalam hukum positif Indonesia.

2. Untuk mengetahui penanggulangan tindak pidana dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan informasi elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik.

3. Untuk mengetahui penerapan hukum terhadap pelaku tindak pidana dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan informasi elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik berdasarkan Putusan Nomor 341/Pid.Sus/2016/Pn.Tsm.

Penulisan skripsi ini dapat memberikan manfaat secara teoritis dan praktis sebagai berikut :

1. Manfaat secara teoritis

Penulisan skripsi ini diharapkan dapat bermanfaat bagi ilmu pengetahuan, khususnya memberi masukan terhadap perkembangan ilmu Hukum Pidana sekaligus pengetahuan tentang hal-hal yang berhubungan dengan “Tindak pidana dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan informasi elektronik yang memilik muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik”. Dan juga penulisan skripsi ini diharapkan dapat menambah dan memperkaya literatur - literatur dalam bidang hukum yang telah ada sebelumnya.

2. Manfaat secara praktis

14

Penulisan skripsi ini diharapkan dapat memberi manfaat bagi masyarakat luas, baik mahasiswa fakultas hukum, aparat penegak hukum, praktisi hukum, pemerintah, maupun masyarakat awam agar masyarakat dapat lebih memahami hukum, terutama menyangkut hal yang berhubungan dengan Tindak pidana dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan informasi elektronik yang memilik muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik.

D. Keaslian Penulisan

Penulisan skripsi yang berjudul “Analisa Putusan Tentang Tindak Pidana Dengan Sengaja Dan Tanpa Hak Mendistribusikan Informasi Elektronik Yang Memiliki Muatan Penghinaan Dan/Atau Pencemaran Nama Baik (Studi Putusan Nomor 341/Pid.Sus/2016/PN.TSM)” adalah membahas mengenai tentang penerapan pidana terhadap pelaku tindak pidana Pencemaran Nama Baik berdasarkan Pasal 27 ayat (3) Jo. Pasal 45 ayat (1) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 serta penerapan Putusan Putusan Nomor Register 341/Pid.Sus/2016/PN.TSMini belum pernah ditulis oleh mahasiswa lain di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. Skripsi ini asli merupakan hasil karya penulis sendiri tanpa adanya penjiplakan atau plagiat dari skripsi orang lain.

Penulis menyusun skripsi ini dari berbagai literatur, berupa buku-buku, peraturan perundang-undangan, jurnal, website, dan sumber lain yang mendukung penulisan skripsi ini.

E. Tinjauan Kepustakaan 1) Tindak Pidana

Tindak Pidana adalah tindakan yang dilarang oleh aturan hukum, dimana didalam larangan tersebut terdapat sanksi (ancaman) yang berupa pidana tertentu bagi yang melanggar aturan tersebut. Maksudnya ialah apabila ada seseorang melakukan tindakan melanggar hukum maka orang tersebut dapat dikenai sanksi pidana. Dapat dimengerti yang dimaksud dengan istilah “Tindak Pidana” atau dalam bahasa belanda strafbaar feit, yang sebenarnya istilah resmi dalam strafwetboekatau Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Sebagaimana diketahui bahwa secara dogmatis masalah pokok yang berhubungan dengan hukum pidana adalah membicarakan tiga hal, yaitu : 20

1. Perbuatan yang dilarang ;

2. Orang yang melakukan perbuatan yang dilarang itu ; 3. Pidana yang diancamkan terhadap pelanggar larangan itu.

Menurut pendapat R. Soesilo, Tindak Pidana yaitu sesuatu perbuatan yang dilarang atau diwajibkan oleh undang-undang yang apabila dilakukan atau diabaikan, maka orang yang melakukan atau mengabaikan itu diancam dengan hukuman.21

Menurut Pompe22 Tindak Pidana atau Straafbaarfeit secara teoritis adalah pelanggaran norma atau gangguan terhadap tertib hukum yang dengan sengaja

20 M.Hamdan, Tindak Pidana Suap & Money Politics, (Medan: Pustaka Bangsa Press, 2005, hal. 8.

21Roeslan Saleh, Sifat Melawan Hukum Dari Perbuatan Pidana, (Jakarta : Aksara Baru, ,2008), hal 32. Mengutip R. Soesilo.

22P.A.F. Lamintang, Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia, (Bandung : Citra Aditya Bakti, 1997), hal. 34.

16

atau tidak sengaja telah dilakukan oleh seorang pelaku, dimana tertib hukum dan terjaminnya kepentingan hukum. Definisi lain dari tindak pidana juga dapat

atau tidak sengaja telah dilakukan oleh seorang pelaku, dimana tertib hukum dan terjaminnya kepentingan hukum. Definisi lain dari tindak pidana juga dapat

Dokumen terkait