• Tidak ada hasil yang ditemukan

SKRIPSI Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Tugas Akhir dan Memenuhi Syarat Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "SKRIPSI Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Tugas Akhir dan Memenuhi Syarat Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum"

Copied!
139
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISA PUTUSAN TENTANG TINDAK PIDANA DENGAN SENGAJA DAN TANPA HAK MENDISTRIBUSIKAN INFORMASI ELETRONIK

YANG MEMILIKI MUATAN PENGHINAAN DAN/ATAU PENCEMARAN NAMA BAIK

(STUDI PUTUSAN NOMOR 341/PID.SUS/2016/PN.TSM)

SKRIPSI

Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Tugas Akhir dan Memenuhi Syarat – Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum

OLEH :

INDAH WIDYARANTIKA ZEBUA NIM : 140200014

DEPARTEMEN HUKUM PIDANA

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2018

(2)
(3)

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Warrahmatullah Wabbarakatuh

Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allat SWT atas berkat rahmat dan karunia-NYA maka skripsi penulis yang berjudul “Analisa Putusan Tentang Tindak Pidana Dengan Sengaja Dan Tanpa Hak Mendistribusikan Informasi Elektronik Yang Memiliki Muatan Penghinaan Dan/Atau Pencemaran Nama Baik (Studi Putusan Nomor 341/Pid.Sus/2016/PN.TSM)” ini dapat selesai tepat pada waktunya.

Skripsi ini bagi mahasiswa merupakan suatu karya ilmiah yang disusun sebagai tugas akhir untuk memperoleh gelar sarjana yang bertujuan untuk melatih mahasiswa tersebut berpikir secara kritis dan mampu menuangkan berbagai ide dan pemikirannya secara terstruktur dan terperinci. Oleh sebab itu penulisan skripsi mutlak di perlukan sebagai salah satu pembelajaran bagi mahasiswa.

Secara khusus ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada :

1. Kedua orang tua penulis, ayahAmran Zebua dan mama Trisiawidiastuti Polem, serta adik penulis, Syukri Rahman Zebua, Ikhlas Zebua, dan Adinda Hasnah Zebua, atas segala dukungan dan doanya serta bantuannya baik moril maupun materiil;

2. Bapak Prof Dr. Runtung Sitepu, S.H, M.Hum selaku Rektor Universitas Sumatera Utara tempat penulis menimba ilmu selama kuliah;

3. Bapak Prof. Dr. Budiman Ginting, S.H., M.Hum selaku dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera U tara;

(4)

Fakultas Hukum USU;

6. Bapak Dr. M. Hamdan, S.H, M.H. selaku Dosen Pembimbing I penulis yang telah banyak memberikan bimbingan, arahan dan motivasi kepada penulis;

7. BapakDr.Mohammad Ekaputra, S.H., M.Hum Selaku Dosen Pembimbing II penulis yang juga telah banyak memberikan bimbingan dan pengarahan kepada penulis;

8. Bapak Affan Mukti, S.H., M.Hum selaku dosen Penasehat Akademik yang telah memberikan bimbingan dan konseling kepada penulis dalam kegiatan akademik penulis selama ini;

9. Rian Hidayat Penyalai selaku teman pria terdekat penulis yang selama ini telah mensupport, menasehati, dan memotivasi penulis dengan ikhlas selama penulis kuliah ;

10. Rekan – rekan penulis di Fakultas Hukum USU, Maulida Riani, Yana, Priscila, Hilda, dan lain lain yang tidak bisa disebutkan satu persatu, yang telah mensupport penulis selama kuliah dan dalam proses menyelesaikan skripsi ini ;

11. Keluarga besar Ikatan Mahasiswa Departemen Hukum Pidana (IMADANA) Fakultas Hukum USU ;

12. Teman-teman stambuk 2014 Fakultas Hukum USU.

(5)

Dalam penulisan skripsiini mungkin masih terdapat banyak kekurangan disana ini, oleh karena itu segala saran dan kritik serta koreksi yang bersifat membangun demi kesempurnaan penulisan skrispi ini untuk ke depannya, Penulis akan terima dengan tangan terbuka. Atas perhatiannya penulis ucapkan Terima Kasih.

Assalamualaikum Warrahmatullah Wabbarakatuh

Medan, April 2018 Penulis

Indah Widyarantika Zebua

(6)

DAFTAR ISI ... iii

ABSTRAKSI ... vi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Perumusan Masalah ... 12

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan ... 13

D. Keaslian Penulisan ... 14

E. Tinjauan Kepustakaan ... 15

1. Tindak Pidana... 15

2. Informasi Elektronik ... 17

3. Penghinaan ... 18

4. Pencemaran Nama Baik ... 20

F. Metode Penelitian... 21

G. Sistematika Penulisan... 24

BAB II PENGATURAN HUKUM MENGENAI PENGHINAAN DAN/ATAU PENCEMARAN NAMA BAIK DALAM HUKUM POSITIF INDONESIA ... 26

A. Menurut KUHP ... 26

B. Menurut Undang-UndangNomor 40 Tahun 1999 tentangPers ... 47

(7)

C. Menurut Undang – Undang Nomor 32 Tahun 2002

tentang Penyiaran ... 55 D. Menurut.Undang – Undang Nomor 19 Tahun 2016

tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi

Elektronik.. ... 60 BAB III UPAYA PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA

DENGAN SENGAJA DAN TANPA HAK

MENDISTRIBUSIKAN INFORMASI ELEKTRONIK YANG MEMILIKI MUATAN PENGHINAAN

DAN/ATAU PENCEMARAN NAMA BAIK ... 64 A. Penanggulangan Kejahatan melalui Kebijakan Hukum

Pidana ... 64 B. Upaya Penanggulangan Tindak Pidana Penghinaan

dan/atau Pencemaran Nama Baik... 73 1. Upaya Non Penal yang bersifat Preventif dan Pre-

emtif.. ... 73 2. Upaya Penal yang bersifat Represif ... 78 BAB IV PENERAPAN PIDANA PELAKU TINDAK PIDANA

DENGAN SENGAJA DAN TANPA HAK

MENDISTRIBUSIKAN INFORMASI ELEKTRONIK YANG MEMILIKI MUATAN PENCEMARAN NAMA

(8)

1. Kronologi ... 87

2. Dakwaan ... 90

3. Tuntutan Pidana ... 91

4. Fakta Hukum ... 93

5. Pertimbangan Hukum... 98

6. Putusan ... 100

B. Analisa Putusan Nomor 341/Pid.Sus/2016/PN.Tsm ... 102

1. Dakwaan ... 102

2. Tuntutan ... 105

3. Putusan ... 109

BAB V PENUTUP ... 123

A. Kesimpulan ... 123

B. Saran ... 124

DAFTAR PUSTAKA ... 126

(9)

ABSTRAKSI Indah Widyarantika Zebua Dr. H. M. Hamdan, S.H., M.H Dr.Mohammad Ekaputra, S.H., M.Hum

Teknologi adalah keseluruhan sarana untuk menyediakan barang-barang yang diperlukan bagi kelangsungan dan kenyamanan hidup manusia. Teknologi telah memengaruhi masyarakat dan sekelilingnya dalam banyak cara. Semakin berkembangnya teknologi informasi sekarang ini, baik berupa internet atau media lain yang sama, menimbulkan berbagai akibat baik positif maupun negatif.

Skripsi ini menggunakan tiga rumusan masalah, yang kemudian mempunyai tujuan : untuk mengetahui pengaturan hukum mengenai penghinaan dan/atau pencemaran nama baik dalam hukum positif Indonesia, untuk mengetahui penanggulangan tindak pidana dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan informasi elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik, dan untuk mengetahui penerapan hukum terhadap pelaku tindak pidana dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan informasi elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik berdasarkan Putusan Nomor 314/Pid.Sus/2016/Pn.Tsm.

Skripsi ini menggunakan metode penelitian hukum normatif dengan mengkaji pengaturan hukum mengenai tindak pidana pencemaran nama baik.

Sumber data yang digunakan dalam skripsi ini adalah data sekunder dan digolongkan atas bahan hukum primer yang terdiri peraturan perundangan, bahan hukum sekunder yang terdiri dari buku dan dokumen yang berkaitan dengan tindak pidana pencemaran nama baik dengan menggunakan teknologi dan bahan hukum tersier yang terdiri dari kamus hukum, kamus bahasa indonesia, jurnal – jurnal yang berkaitan dengan tindak pidana pencemaran nama baik dengan menggunakan teknologi.Metode pengumpulan data yang digunakan adalah dengan studi kepustakaan (Library Research) dan studi dokumen. Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan analisis data kualitatif.

Pengaturan Hukum tentang Tindak Pidana Pencemaran Nama Baik di Indonesia di atur didalam Kitab Undang – Undang Hukum Pidana (KUHP) pada Pasal 310 sampai Pasal 321 ayat. Analisa Hukum Pidana Terhadap Kasus Pencemaran Nama Baik dengan menggunakan alat Informasi dan Transaksi Elektronik (Studi Putusan Nomor 341/Pid.Sus/2016/Pn.Tsm) adalah penerapan Hukum Pidana Materiil terhadap pelaku tindak pidana pencemaran nama baik dalam putusan tersebut telah sesuai karena telah memenuhi unsur – unsur sebagaimana diatur dalam Pasal 27 ayat (3) Jo Pasal 45 ayat (1) Undang-Undang Nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.

Mahasiswa Departemen Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

Pembimbing I, Dosen Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

Pembimbing II, Dosen Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

(10)

A. Latar Belakang

Teknologi adalah keseluruhan sarana untuk menyediakan barang-barang yang diperlukan bagi kelangsungan dan kenyamanan hidup manusia. Teknologi telah memengaruhi masyarakat dan sekelilingnya dalam banyak cara. Teknologi telah membantu memperbaiki ekonomi (termasuk ekonomi global masa kini).

Secara umum, teknologi dapat didefenisikan sebagai entitas (wujud), benda maupun tak benda yang diciptakan secara terpadu melalui perbuatan, dan pemikiran untuk mencapai suatu nilai. Teknologi dapat dipandang sebagai kegiatan yang membentuk atau mengubah kebudayaan. Kemajuan teknologi memang sangat penting untuk kehidupan manusia zaman sekarang. Karena teknologi adalah salah satu penunjang kemajuan manusia dan menjadi kebutuhan dan merata di setiap sektor kehidupan manusia. Menurut Dikdik J. Rachbini1, teknologi informasi dan media elektronika dinilai sebagai simbol pelopor, yang akan mengintegrasikan seluruh sistem dunia, baik dalam aspek sosial, budaya, ekonomi, dan keuangan.

Globalisasi yang di kenal sekarang ini merupakan bukti dari perkembangan teknologi. Globalisasi pada dasarnya bermula dari awal abad ke 20, yakni pada saat revolusi transportasi dan elektronika mulai memperluas dan mempercepat perdagangan antar bangsa.

1 Dikdik M. Arief Mansur dan Elisatris Gultom, Cyber Law Aspek Hukum Teknologi Informasi (Bandung: Refika Aditama, 2005), hal. 1-2.

(11)

2

Menurut Budi Suhariyanto2 globalisasi telah menjadi pendorong lahirnya era perkembangan teknologi informasi. Fenomena kecepatan perkembangan teknologi informasi ini telah merebak di seluruh belahan dunia. Tidak hanya negara maju saja, namun negara berkembang juga telah memacu perkembangan teknologi informasi pada masyarakatnya masing-masing, sehingga teknologi informasi mendapatkan kedudukan yang penting bagi kemajuan sebuah bangsa.

Semakin berkembangnya teknologi informasi sekarang ini, baik berupa internet atau media lain yang sama menimbulkan berbagai akibat. Perkembangan internet tidak bisa dilepaskan dari Perang Dingin antara Uni Soviet (USSR) dan Amerika Serikat yang mulai mengemuka sejak usainya Perang Dunia II. Uni Soviet memulai Perang Dingin dalam bidang teknologi dengan meluncurkan Sputnik, satelit bumi buatan yang pertama pada tahun 1957. Sebagai respon atas stimulus yang diberikan oleh Uni Soviet, Amerika Serikat membentuk Advanced Research Project Agency (ARPA) pada tahun 1958. Dibentuknya Advanced Research Project Agency (ARPA) menjadikan Departemen of Defense (DoD) Amerika Serikat memimpin dalam pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi yang ditetapkan untuk kepentingan militer.3 Perang dingin tersebut berimplikasi dengan semakin giatnya kedua negara mengembangkan teknologi, dan Amerika ikut kemudian mengembangkan teknologinya dengan peruntukan militer. Ada akibat positif maupun negatif yang timbul dari perkembangan teknologi informasi tersebut. Proses globalisasi tersebut membuat fenomena yang mengubah model

2 Budi Suhariyanto, Tindak Pidana Teknologi Informasi (Cyber Crime) : Urgensi Pengaturan dan Celah Hukumnya, (Jakarta : Rajawali pers, 2013), hal. 1.

3Agus Raharjo, Cybercrime : Pemahaman dan Upaya Pencegahan Kejahatan Berteknologi, (Bandung Citra : Aditya Bakti, 2002), hal. 61.

(12)

komunikasi konvensial dengan melahirkan kenyataan dalam dunia maya (virtual reality) yang dikenal sekarang ini dengan internet. Internet merupakan jaringan dari jaringan-jaringan, sistem-sistem komputer lokal yang tersambung ke sistem regional nasional dan internasional. Semuanya dihubungkan dengan beraneka ragam sambungan, seperti kabel serat optik, kawat tembaga pasangan berpilin, transmisi gelombang mikro, atau media komunikasi lain. Setiap komputer di jaringan berkomunikasi dengan yang lain dengan konvensi bahasa mesin yang dikenal sebagai protokol internet (internet protocol).4

Untuk mengirimkan informasi dari satu komputer ke yang lain, internet memecahnya menjadi paket-paket, yang dilabeli dengan alamat tujuan akhir dan kode-kode yang memungkinkannya untuk disusun kembali dengan urutan yang semestinya pada komputer tujuan akhir. Bahkan sebenarnya, informasi dilewatkan melalui lintasan yang terus ditinjau kembali seiring lewatnya informasi dari simpul ke simpulsepanjang internet. Salah satu konsep yang terkait adalah bahwa lokasi komputer dimana pun tidak penting baik bagi internet maupun bagi individu-individu yang mencoba mengakses informasi tersebut.5

Pada hari ini, ketika hampir seluruh perguruan tinggi berlomba-lomba memasang jaringan internet dari provider yang menjual ruang-ruang web dan fasilitas browsing tanpa berlangganan, bank-bank dan hotel mulai berlomba membuka web-web mereka, dan berbagai usaha lain ikut memasang iklan di internet, maka perusahaan-perusahaan teknologi informasi dunia mulai merambah

4Maskun,Kejahatan siber Cyber Crime, (Jakarta : Kencana Prenada Media Group, 2013), hal. 91.

5Ibid., hal. 92.

(13)

4

pasar Indonesia, maka sebenarnya masyarakat kita sedang berlenggang menuju pintu gerbang informasi dunia.

Internet berkembang demikian pesat sebagai kultur masyarakat modern, dikatakan sebagai kultur karena melalui internet berbagai aktifitas masyarakat cyber seperti berpikir, berkreasi, dan bertindak dapat diekspresikan di dalamnya, kapanpun dan dimanapun.

Kehadiran internet telah membuka cakrawala baru dalam kehidupan manusia. Internet merupakan sebuah ruang informasi dan komunikasi yang menjanjikan menembus batas-batas antarnegara dan mempercepat penyebaran dan pertukaran ilmu dan gagasan di kalangan ilmuwan dan cendekiawan di seluruh dunia. Internet membawa kita kepada ruang atau dunia baru yang tercipta yang dinamakan Cyberspace.6

Cyberspace merupakan tempat kita berada ketika kita mengarungi dunia informasi global interaktif yang bernama internet. Istilah ini pertama kali digunakan oleh William Gibson dalam novel fiksi ilmiahnya yang berjudul Neuromancer. Cyberspace menampilkan realitas, tetapi bukan realitas yang nyata sebagaimana bisa kita lihat, melainkan realitas virtual (virtual reality), dunia maya, dunia yang tanpa batas.7

Pada perkembangannya internet ternyata membawa sisi negatif, dengan membuka peluang munculnya tindakan-tindakan anti sosial yang selama ini dianggap tidak mungkin terjadi atau tidak terpikirkan akan terjadi. Sebuah teori

6Agus Rahardjo, Op.Cit., hal. 4.

7Ibid., hal. 4-5.

(14)

menyatakan, crime is product of society its self, yang secara sederhana dapat diartikan bahwa masyarakat itu sendirilah yang menghasilkan kejahatan.

Pada kelompok-kelompok masyarakat tertentu, penguasaan teknologi ini benar-benar dimanfaatkan untuk pengembangan usaha, dunia pendidikan, jaringan informasi, manajemen, sekuritas, dan sebagainya. Namun pada kelompok masyarakat luas, terutama remaja, jaringan internet lebih banyak digunakan untuk hiburan dan pergaulan, dan ternyata itu sangat digemari oleh remaja-remaja di Indonesia, karena ternyata begitu banyak netter yang mendistribusikan dan mentransmisikan informasi elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik yang merupakan kejahatan.

Kejahatan yang lahir sebagai dampak negatif dari perkembangan aplikasi internet ini sering disebut dengan cyber crime. Dari pengertian ini tampak bahwa cyber crime mencakup semua jenis kejahatan beserta modus operandinya yang dilakukan sebagai dampak negatif aplikasi internet.

Dalam beberapa kepustakaan, cyber crime sering diidentikkan sebagai computer crime. Menurut the U.S. Department of Justice computer crime sebagai:“Any illegal act requiring knowledge of computer for its perpetration, investigation, or prosecution”,8(yang dapat diartikan : setiap perbuatan melanggar hukum yang memerlukan pengetahuan tentang komputer untuk menangani, menyelidiki dan menuntutnya). Pendapat lain dikemukakan oleh Organization for Economi Cooperation Development (OECD) yang menggunakan istilah computer

8 Maskun, Op.Cit., hal. 47.

(15)

6

related crime yang berarti :”Any illegal, unethical or unauthorized behavior involving automatic data processing and/or transmission data.”9

Mengingat kejahatan merupakan gejala sosial, maka Muladi dan Barda Nawawi Arief10 mengemukakan pemahaman terhadap kejahatan harus didasarkan pada konsep kejahatan sebagai penyakit individual (the personal disease), gejala patologi individu atau manusia (a human or individually pathological phenomenon), yang kemudian diseimbangkan dengan konsepsi kejahatan sebagai penyakit sosial (a socially pathological phenomenon). Begitu pula dalam penanggulangan kejahatan seyogyanya didasarkan pada hasil studi interdisipliner.

Indra Safitri11 mengemukakan kejahatan dunia maya adalah: “Jenis kejahatan yang berkaitan dengan pemanfaatan sebuah teknologi informasi tanpa batas serta memiliki karakteristik yang kuat dengan sebuah rekayasa teknologi yang mengandalkan kepada tingkat keamanan yang tinggi dan kredibilitas dari sebuah informasi yang disampaikan dan diakses oleh pelanggan internet.”

Kepolisian Inggris menyatakan bahwa cyber crime adalah segala macam penggunaan jaringan komputer untuk tujuan kriminal dan/atau kriminal berteknologi tinggi dengan menyalahgunakan kemudahan teknologi digital12.

Dalam laporan Kongres PBB X/2000 dinyatakan Cyber crime atau computer-related crime, mencakup keseluruhan bentuk-bentuk baru dari kejahatan yang ditujukan pada komputer, jaringan komputer dan para

9Ibid.

10 Muladi dan Barda Nawawi Arief, Kapita Selekta Kebijakan Hukum Pidana, (Bandung : Alumni, 1998), hal. 169.

11Abdul Wahid dan Mohammad Labib, Kejahatan Mayantara (Cyber Crime), (Jakarta : Refika Aditama, 2005), hal. 40.

12Ibid.

(16)

penggunanya, dan bentuk-bentuk kejahatan tradisonal yang sekarang dilakukan dengan menggunakan atau dengan bantuan peralatan komputer.13

Muladi dalam bukunya yang ditulis bersama Barda Nawawi Arief, “Bunga Rampai Hukum Pidana” memandang cyber crime dengan pendekatan computer crime (kejahatan komputer). Namun demikian, cyber crime sesungguhnya berbeda dengan computer crime.14

Walaupun begitu, sesungguhnya memang ada upaya untuk memperluas pengertian komputer agar dapat melingkupi segala kejahatan di internet dengan peralatan apapun, seperti pengertian komputer dalam The Proposed West Virginia Computer Crimes Act :15

“An electronic, magnetic, optical, electrochemical or other high speed data processing device performing logical, arithmetic, or storage functions, and includes any data storage facility or communications facility directly related to or operating in conjunction with such device, but such term does not include an automated typewriter or type-setter, a portable hand-held calculator, or other similar device.”

Pendapat yang mengidentikkan cyber crime dengan computer crime dapat dipahami dengan menggunakan pendekatan pemaknaan komputer yang diperluas seperti pengertian tersebut di atas.

Belum ada kesepakatan mengenai definisi tentang cyber crime atau kejahatan dunia siber, sebagaimana yang dikatakan oleh Muladi, sampai saat ini belum ada definisi yang seragam tentang cyber crime baik nasional maupun global. Ungkapan senada juga dinyatakan oleh Agus Raharjo, bahwa istilah cyber

13Barda Nawawi Arief, loc.cit. hal. 259.

14 Agus Raharjo, Op.Cit., hal. 228.

15 Academia, Kejahatan di Dunia Maya (Cyber Crime) : oleh I Wayan Putra Yasa (100010236) Kelas AF 101, https://www.academia.edu/6518821/KEJAHATAN_DI_DUNIA_MA YA_CYBER_CRIME_OLEH_I_WAYAN_PUTRA_YASA_100010236_KELAS_AF_101, diakses pada tanggal 1 November 2017, pukul 19.00 WIB

(17)

8

crime sampai saat ini masih belum ada kesatuan pendapat bahkan tidak ada pengakuan internasional mengenai istilah baku, tetapi ada yang menyamakan istilah cyber crime dengan computer crime.16

Barda Nawawi Arief menggunakan istilah “tindak pidana mayantara”

untuk menyebut cyber crime. Beliau mengatakan, dengan istilah “tindak pidana mayantara”17 dimaksudkan identik dengan tindak pidana di ruang siber (cyber space) atau yang biasa juga dikenal dengan istilah “cyber crime”.

Cyber space (ruang siber) itu bersifat global, artinya tidak terikat pada yurisdiksi nasional suatu negara. Hal ini dikarenakan bahwa cyber space ini tercipta oleh adanya jaringan internet. Internet itu merupakan medium komunikasi elektronik global yang merupakan perwujudan dari gabungan semua jaringan komputer yang ada di dunia (gigantic network), otomatis keberadaannya dimiliki oleh setiap orang atau pihak-pihak yang membangunnya secara personal, namun pada saat pengoperasiannya dan pemanfaatannya adalah merupakan kepentingan global.

Kaitan antara cyber crime dengan computer crime dapat disimpulkan bahwa cyber crime termasuk bagian dari computer crime. Singkatnya cyber crime bisa disebut juga sebagai computer crime. Dalam perspektif ini bisa dipahami bila cyber crime diidentikkan dengan computer crime. Tapi dalam perkembangannya identifikasi ini tidak relevan lagi karena pelaku tidak harus menggunakan komputer sebagai alat dalam aksinya. Perbedaan mendasar cyber crime dan

16Ibid.

17 Hukum Online, Dunia Siber yang Tidak Maya Oleh: Teguh Arifiyadi, http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt59c88b4e7bae6/dunia-siber-yang-tidak-maya-oleh-- teguh-arifiyadi, diakses pada tanggal 01 November 2017, pukul 19.20 WIB

(18)

computer crime sebagaimana yang dikemukakan oleh Nazura Abdul Manaf adalah adanya unsur komputer yang terkoneksi melalui perangkat telekomunikasi dalam bentuk internet online yang menjadi media bagi seseorang atau kelompok untuk melakukan pelanggaran dan/atau kejahatan.18

Cyber crime merupakan gejala sosial (social phenomenon) yang sudah mengarah pada ranah hukum pidana, yaitu berupa kejahatan (crime). Cyber crime bukan hanya dianggap sebagai permasalahan individual, atau lokal, atau nasional, atau regional, melainkan sudah menjadi permasalahan global. Setiap negara mestinya peduli untuk menanggulangi kejahatan teknologi tinggi tersebut (high- tech crime), baik melalui kebijakan non-hukum pidana (nonpenal policy) maupun kebijakan hukum pidana (penal policy).

Seiring dengan semakin merambahnya penggunaan internet di Indonesia, aktivitas penghinaan cyber juga mengalami perkembangan. Para pelaku mulai menggunakan situs-situs jejaring sosial seperti facebook, instagram, path, twitter, youtube, bloguntuk melancarkan aksinya. Facebook yang awalnya digunakan untuk pertemanan, kini digunakan untuk mendistribusikan, mentransmisikan dan mengakses informasi elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran. Begitu pula dengan instagram yang awalnya hanya sebagai wadah berbagi foto pribadi, sekarang menjadi wadah untuk berbagi foto yang mengandung penghinaan dan/atau pencemaran nama baik, dan kemudian dengan ramai-ramai dikomentari oleh netizen yang saling berargumen.

18Maskun., Op.Cit, hal. 50.

(19)

10

Sisi negatif lain dari perkembangan ini adalah munculnya cyber crime atau kejahatan komputer yang berdampak pula pada hukum nasional yang telah ada, sehingga dirasa diperlukannya penyesuaian hukum yang sesuai dengan kondisi dan perkembangan tesebut. Di Indonesia, tingkat penyalahgunaan jaringan internet juga tinggi hal ini dapat dilihat dari pemberitaan surat kabar Kompas yang berjudul Cyber Media pada tanggal 19/3/2002 menulis bahwa berdasarkan AC Nielsen 2001 Indonesia ternyata menempati posisi ke enam terbesar di dunia atau ke empat di Asia dalam tindak kejahatan di internet.19

Cyber crime merupakan salah satu bentuk atau dimensi baru dari kejahatan masa kini yang mendapat perhatian luas di dunia internasional. Cyber crime merupakan salah satu sisi gelap dari kemajuan teknologi yang mempunyai dampak negatif sangat luas bagi seluruh bidang kehidupan modern saat ini.

Dengan memperhatikan dampak negatif dari perkembangan cyber crime ini maka seyogyanya melakukan antisipasi terhadap upaya penanggulangan cyber crime ini.

Hukum perlu mengantisipasi hilangnya batas dimensi ruang, waktu dan tempat agar internet betul-betul bermanfaat. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik atau yang lebih dikenal sebagai Undang- Undang ITE mungkin bisa disebut sebagai berkah sekaligus musibah bagi pengguna Internet di Indonesia. Berkah yang dimaksud ialah sebagai aturan – aturan yang harus menjadi pedoman manusia dalam menggunakan internet. Sedangkan yang dimaksud

19 Kompas, UU ITE dan Tantangan "Cybercrime”, dalam http://nasional.kompas.com/rea d/2008/04/17/02300074/UU.ITE.dan.Tantangan..quot.Cybercrime.quot., diakses 01 November 2017, pukul 20.00 WIB

(20)

dengan musibah ialah Undang-Undang ITE ini menjadi pembatas bagi masyarakat untuk berekspresi serta mengeluarkan pendapat.

Undang-Undang ini merupakan payung hukum bagi semua aktivitas dan transaksi di Internet dan media elektronik. Tentunya setelah melihat sekilas mengenai tindakan-tindakan yang dilarang dalam Undang-Undang ITE tersebut maka terlihat bahwa media di internet yang paling dekat dan paling sering menjadi ambang batas dalam terjadinya pidana dalam Undang-Undang ITE adalah media sosial. Dalam ini Undang-Undang ITE ini memiliki sudut pandang yang baru dalam perumusan masalah tindak pidana dibandingkandengan pandangan dalam Kitab Undang- Undang Hukum Pidana (KUHP) yang cenderung di pandang telah konvensional. Namun, di antara kebaikan yang terkandung dalam undang-undang itu, ada satu pasal yang agak mengkhawatirkan, bukan hanya bagi para jurnalis melainkan juga narablog, yakni Pasal 27 ayat (3). Pasal ini merupakan ancaman bagi seseorang yang dengan sengaja melakukan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik kepada orang lain dengan menggunakan akses informasi elektronik atau dokumen elektronik.

Dalam perkembangannya saat ini, Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik ini telah mengalami beberapa perubahan yang kemudian disahkah menjadi Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, di mana ancaman pidana yang sebelumnya diatur dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik telah diubah, begitupun dengan tindak pidana penghinaan dan/atau pencemaran nama baik yang dibahas dalam skripsi ini.

(21)

12

Oleh karena itu, di sini penulis akan menguraikan mengenai tindak pidana dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan informasi elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik. Dalam menguraikan hal tersebut maka penulis akan menguraikan mengenai pengaturan hukum mengenai penghinaan dan/atau pencemaran nama baik dalam hukum positif Indonesia dan penanggulangan tindak pidana dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan informasi elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik. Kemudian akan diulas juga tentang penerapan pidana pelaku tindak pidana dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan informasi elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik, dengan menganalisis Putusan Pengadilan Negeri Tasikmalaya dengan Register Nomor : 341/Pid.Sus/2016/PN.TSM.

B. Rumusan Masalah

Setelah mengetahui latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka dapat dirumuskan beberapa pokok permasalahan, yaitu:

1. Bagaimana pengaturan hukum mengenai penghinaan dan/atau pencemaran nama baik dalam hukum positif Indonesia ?

2. Bagaimana upaya penanggulangan tindak pidana dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan informasi elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik ?

3. Bagaimana penerapan hukum terhadap pelaku tindak pidana dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan informasi elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik berdasarkan Putusan Nomor 341/Pid.Sus/2016/Pn.Tsm?

(22)

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan

Dalam penulisan skripsi ini, terdapat beberapa tujuan yang hendak dicapai, antara lain adalah :

1. Untuk mengetahui pengaturan hukum mengenai penghinaan dan/atau pencemaran nama baik dalam hukum positif Indonesia.

2. Untuk mengetahui penanggulangan tindak pidana dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan informasi elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik.

3. Untuk mengetahui penerapan hukum terhadap pelaku tindak pidana dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan informasi elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik berdasarkan Putusan Nomor 341/Pid.Sus/2016/Pn.Tsm.

Penulisan skripsi ini dapat memberikan manfaat secara teoritis dan praktis sebagai berikut :

1. Manfaat secara teoritis

Penulisan skripsi ini diharapkan dapat bermanfaat bagi ilmu pengetahuan, khususnya memberi masukan terhadap perkembangan ilmu Hukum Pidana sekaligus pengetahuan tentang hal-hal yang berhubungan dengan “Tindak pidana dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan informasi elektronik yang memilik muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik”. Dan juga penulisan skripsi ini diharapkan dapat menambah dan memperkaya literatur - literatur dalam bidang hukum yang telah ada sebelumnya.

2. Manfaat secara praktis

(23)

14

Penulisan skripsi ini diharapkan dapat memberi manfaat bagi masyarakat luas, baik mahasiswa fakultas hukum, aparat penegak hukum, praktisi hukum, pemerintah, maupun masyarakat awam agar masyarakat dapat lebih memahami hukum, terutama menyangkut hal yang berhubungan dengan Tindak pidana dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan informasi elektronik yang memilik muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik.

D. Keaslian Penulisan

Penulisan skripsi yang berjudul “Analisa Putusan Tentang Tindak Pidana Dengan Sengaja Dan Tanpa Hak Mendistribusikan Informasi Elektronik Yang Memiliki Muatan Penghinaan Dan/Atau Pencemaran Nama Baik (Studi Putusan Nomor 341/Pid.Sus/2016/PN.TSM)” adalah membahas mengenai tentang penerapan pidana terhadap pelaku tindak pidana Pencemaran Nama Baik berdasarkan Pasal 27 ayat (3) Jo. Pasal 45 ayat (1) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 serta penerapan Putusan Putusan Nomor Register 341/Pid.Sus/2016/PN.TSMini belum pernah ditulis oleh mahasiswa lain di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. Skripsi ini asli merupakan hasil karya penulis sendiri tanpa adanya penjiplakan atau plagiat dari skripsi orang lain.

Penulis menyusun skripsi ini dari berbagai literatur, berupa buku-buku, peraturan perundang-undangan, jurnal, website, dan sumber lain yang mendukung penulisan skripsi ini.

(24)

E. Tinjauan Kepustakaan 1) Tindak Pidana

Tindak Pidana adalah tindakan yang dilarang oleh aturan hukum, dimana didalam larangan tersebut terdapat sanksi (ancaman) yang berupa pidana tertentu bagi yang melanggar aturan tersebut. Maksudnya ialah apabila ada seseorang melakukan tindakan melanggar hukum maka orang tersebut dapat dikenai sanksi pidana. Dapat dimengerti yang dimaksud dengan istilah “Tindak Pidana” atau dalam bahasa belanda strafbaar feit, yang sebenarnya istilah resmi dalam strafwetboekatau Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Sebagaimana diketahui bahwa secara dogmatis masalah pokok yang berhubungan dengan hukum pidana adalah membicarakan tiga hal, yaitu : 20

1. Perbuatan yang dilarang ;

2. Orang yang melakukan perbuatan yang dilarang itu ; 3. Pidana yang diancamkan terhadap pelanggar larangan itu.

Menurut pendapat R. Soesilo, Tindak Pidana yaitu sesuatu perbuatan yang dilarang atau diwajibkan oleh undang-undang yang apabila dilakukan atau diabaikan, maka orang yang melakukan atau mengabaikan itu diancam dengan hukuman.21

Menurut Pompe22 Tindak Pidana atau Straafbaarfeit secara teoritis adalah pelanggaran norma atau gangguan terhadap tertib hukum yang dengan sengaja

20 M.Hamdan, Tindak Pidana Suap & Money Politics, (Medan: Pustaka Bangsa Press, 2005, hal. 8.

21Roeslan Saleh, Sifat Melawan Hukum Dari Perbuatan Pidana, (Jakarta : Aksara Baru, ,2008), hal 32. Mengutip R. Soesilo.

22P.A.F. Lamintang, Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia, (Bandung : Citra Aditya Bakti, 1997), hal. 34.

(25)

16

atau tidak sengaja telah dilakukan oleh seorang pelaku, dimana tertib hukum dan terjaminnya kepentingan hukum. Definisi lain dari tindak pidana juga dapat dilihat dari definisi yang diberikan oleh Bambang Poernomo23, yaitu bahwa perbuatan pidana adalah suatu perbuatan oleh suatu aturan hukum pidana dilarang dan diancam dengan pidana bagi barang siapa yang melanggar larangan tersebut.

Di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana atau wetboek van strafrecht ada istilah dalam bahasa lain yaitu delict. Tindak Pidana berarti suatu perbuatan yang pelakunya dapat dikenakan hukuman pidana, dan pelaku ini merupakan

“subyek” tindak pidana.

Adapun unsur – unsur tindak pidana, yaitu :24 1. Unsur Subjektif

Unsur subjektif adalah unsur-unsur yang melekat pada diri si pelaku atau yang berhubungan dengan diri si pelaku, dan termasuk ke dalamnya yaitu segala sesuatu yang terkandung di dalam hatinya. Unsur-unsur subjektif dari suatu tindak pidana itu adalah sebagai berikut :

a. Kesengajaan atau ketidaksengajaan (dolus dan culpa) ;

b. Maksud atau voornemen pada suatu percobaan atau poging seperti yang dimaksud dalam Pasal 53 ayat (1) KUHP ;

c. Macam-macammaksud atau oogmerk seperti yang terdapat misalnya di dalam kejahatan-kejahatan pencurian, penipuan, pemerasan, pemalsuan dan lain-lain ;

d. Merencanakan terlebih dahulu atau voorbedche raad, seperti yang terdapat dalam kejahatan menurut Pasal 340 KUHP ;

e. Perasaan takut atau vress seperti yang terdapat dalam rumusan tindak pidana menurut pasal 308 KUHP.

2. Unsur Objektif

Unsur objektif adalah unsur-unsur yang ada hubungannya dengan keadaan- keadaan, yaitu di dalam keadaan-keadaan mana tindakan-tindakan dari si pelaku itu harus di lakukan.Unsur-unsur objektif dari sutau tindak pidana itu adalah:

a. Sifat melawan hukum atau wederrechtelijkheid ;

b. Kualitas dari pelaku, misalnya seorang pegawai negeri sipil melakukan kejahatan yang diatur dalam Pasal 415 KUHP atau keadaan sebagai

23 Bambang Poernomo, Asas-Asas Hukum Pidana, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1992), hal.

130.

24P.A.F. Lamintang, Op.Cit, hal. 193-194.

(26)

pengurus atau komisaris dari suatu Perseroan Terbatas di dalam kejahatan menurut Pasal 398 KUHP ;

c. Kausalitas, yaitu hubungan antara suatu tindakan sebagai penyebab dengan kenyataan sebagai akibat.

Pengertian tindak pidana yang dipahami selama ini merupakan kreasi teoritis para ahli hukum.25 Para ahli hukum pidana umumnya masih memasukkan kesalahan sebagai bagian dari tindak pidana. Tindak pidana berisi sebuah larangan terhadap perbuatan yaitu perbuatan-perbuatan yang bertentang dengan hukum yang dilakukan oleh seseorang yang mampu bertanggungjawab. Tindak pidana juga berisi rumusan tentang akibat-akibat yang terlarang untuk diwujudkan.26

Tindak pidana menurut Teguh Prasetyo27adalah perbuatan yang oleh aturan hukum dilarang dan diancam dengan pidana, di mana pengertian pebuatan di sini selain perbuatan yang bersifat aktif (melakukan sesuatu yang sebenarnya dilarang oleh hukum) juga perbuatan yang bersifat pasif (tidak berbuat sesuatu yang sebenarnya diharuskan oleh hukum).

2) Informasi Elektronik

Berkembangnya era globalisasi membuat muncul bentuk baru dari informasi- informasi yang ada. Informasi elektronik merupakan bentuk baru dari informasi yang ada akibat era globalisasi ini. Dalam Undang-Undang ITE disebutkan pengertian secara rinci dari informasi elektonik, yang merupakan objek kajian dari skripsi ini. Informasi elektronik adalah satu atau sekumpulan data elektronik, termasuk tapi tidak terbatas pada tulisan, suara, gambar, peta, rancangan, foto,

25Chairul Huda, Dari Tiada Pidana Tanpa Kesalahan Menuju Kepada Tiada Pertanggungjawaban Pidana Tanpa Kesalahan : Tinjauan Kritis Terhadap Teori Pemisahan Tindak Pidana Dan Pertanggungjawaban Pidana, (Jakarta: Prenada Media, 2006), hal. 25.

26Ibid., hal. 30.

27 Teguh Prasetyo, Hukum Pidana, (Jakarta : Rajawali Pers, 2011), hal. 50.

(27)

18

electronic dan interchange (EDI), surat elektronik (electronic mail), telegram, teleks, telecopy, atau sejenisnya, huruf, tanda, angka, kode akses, simbol, atau perforasi yang telah diolah yang memiliki arti atau apat dipahami oleh orang yang mampu memahaminya.28

3) Penghinaan

Penghinaan jika didasarkan pada rumusan Pasal 310 ayat (1) KUHP, maka nampak bahwa penghinaan adalah perbuatan menyerang rasa harga diri di bidang kehormatan dan rasa harga diri di bidang nama baik orang dengan cara menuduhkan sesuatu perbuatan terhadap orang itu, yang maksudnya terang agar diketahui oleh umum. Unsur agar diketahui umum ini, menunjukkan bahwa si pembuat akan mencemarkan dan menjatuhkan harkat dan martabat atau harga diri orang yang dituju. Orang itu dipermalukan, disakiti hatinya, diperbuat batinnya tersiksa, suatu perasaan tidak nyaman bagi orang yang dituju. Satu-satunya yang dituju oleh si pembuat penghinaan dalam segala bentuknya (dapat disebut sebagai akibat penghinaan), ialah perasaan yang seperti itu, yang tiada lain adalah satu penderitaan immateriil (bersifat batin) bagi orang. Penghinaan terdiri atas :

1) Penghinaan umum ;

Bentuk- bentuk penghinaan dalam Bab XVI Buku II KUHP dapat disebut dengan penghinaan umum.Penghinaan umum terdiri atas :

a. Pencemaran/Penistaan lisan ; b. Pencemaran/Penistaan tertulis ; c. Fitnah ;

28 Pasal 1 ayat 1 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik.

(28)

d. Penghinaan ringan ; e. Pengaduan fitnah ;

f. Menimbulkan persangkaan palsu ;

g. Penghinaan mengenai orang yang meninggal.

2) Penghinaan khusus.

Penghinaan yang mengandung sifat yang lain dari penghinaan yang diatur di luar Bab XVI KUHP yang dapat disebut dengan penghinaan khusus.

Sebagai bentuk penghinaan khusus tertentu berlainan sifat dan ciri dari penghinaan pada umumnya yang diatur dalam Bab XVI KUHP. Meskipun demikian, masih ada juga sifat yang sama diantara bentuk-bentuk penghinaan khusus tersebut. Sifat yang sama ini dapat dilihat pada objek penghinaan, yakni mengenai “rasa” atau “perasaan harga diri” atau “martabat mengenai kehormatan atau nama baik orang”. Penghinaan khusus terdiri atas :

a. Penghinaan terhadap kepala Negara Republik Indonesia dan atau wakilnya ;

b. Penghinaan terhadap kepala negara sahabat ;

c. Penghinaan terhadap wakil negara asing di Indonesia ;

d. Penghinaan terhadap bendera kebangsaan Republik Indonesia dan lambang negara Republik Indonesia;

e. Penghinaan terhadap bendera kebangsaan negara lain ; f. Penghinaan terhadap pemerintah Republik Indonesia ;

g. Penghinaan terhadap golongan penduduk Indonesia tertentu ; h. Penghinaan terhadap penguasa atau badan hukum ;

(29)

20

i. Penghinaan dalam hal yang berhubungan dengan agama.

4) Pencemaran Nama Baik

Secara umum pencemaran nama baik (defamation) adalah tindakan mencermarkan nama baik seseorang dengan cara menyatakan sesuatu baik melalui lisan ataupun tulisan. Pencemaran nama baik terbagi ke dalam beberapa bagian : 1. Secara lisan, yaitu pencemaran nama baik yang diucapkan ;

2. Secara tertulis, yaitu pencemaran nama baik yang dilakukan dengan tulisan.

Dalam pencemaran nama baik terdapat 3 catatan penting didalamnya, yakni : 1. Delik dalam pencemaran nama baik merupakan delik yang bersifat subyektif

yang artinya penilaian terhadap pencemaran sangat bergantung pada pihak yang diserang nama baiknya. Oleh karenanya, delik dalam pencemaran merupakan delik aduan yang hanya bisa diproses oleh pihak yang berwenang jika ada pengaduan dari korban pencemaran.

2. Pencemaran nama baik merupakan delik penyebaran. Artinya, substansi yang berisi pencemaran disebarluaskan kepada umum atau dilakukan di depan umum oleh pelaku.29

Dalam bahasa Inggris pencemaran baik diartikan sebagai defamation, slander, dan libel. R. Soesilo30menyatakan dalam penjelasan Pasal 310 KUHP, bahwa

“menghina” adalah “menyerang kehormatan dan nama baik seseorang”. Yang diserang ini biasanya merasa “malu” “kehormatan” yang diserang disini hanya mengenai kehormatan tentang “nama baik”, bukan “kehormatan” dalam lapangan seksual, kehormatan yang dapat dicemarkan karena tersinggung anggota kemaluannya dalam lingkungan nafsu birahi kelamin.

Pengertian kehormatan menurut Satochid Kartanegara31 adalah harga diri atau martabat manusia yang disandarkan pada tata susila. Sedangkan nama baik adalah

29 http://kanalhukum.id/kanalis/penyalahgunaan-pasal-pencemaran-nama-baik/40

30 R. Soesilo, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar- Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal, (Bogor : Politeia, ), hal. 225.

31 Satochid Kartanegara. Hukum Pidana II Delik-Delik Tertentu, Tanpa Tahun, hal. 111.

(30)

suatu rasa harga diri atau martabat yang didasarkan pada panangan atau penilaian yang baik oleh masyarakat terhadap seseorang dalam pergaulannya bermasyarakat.32

F. Metode Penelitian 1. Spesifikasi Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif. Penelitian hukum normatif adalah penelitian hukum yang meletakkan hukum sebagai sebuah bangunan sistem norma. Sistem norma yang dimaksud adalah mengenai asas-asas, norma, kaidah dari peraturan perundangan, putusan pengadilan, perjanjian serta doktrin (ajaran).33

Peter Mahmud Marzuki34 menjelaskan bahwa penelitian hukum normatif adalah :

“...suatu proses untuk menemukan suatu aturan hukum, prinsip-prinsip hukum, maupun doktrin-doktrin hukum untuk menjawab permasalahan hukum yang dihadapi. ...” penelitian hukum normatif dilakukan untuk menghasilakn argumentasi, teori atau konsep baru sebagai presripsi dalam menyelesaikan masalah yang dihadapi...”

2. Sumber Data

Sumber data yang digunakan dalam skripsi ini adalah data sekunder. Data tersebut diperinci dalam berbagai macam tingkatan, yaitu :35

a. Bahan hukum primer, bahan hukum yang terdiri atas peraturan perundangan, risalah resmi, putusan pengadilan dan dokumen resmi negara. Bahan-bahan

32 Adami Chazawi, Hukum Pidana Positif Penghinaan, (Malang : Media Nusa Creative, 2016), hal. 5.

33 Mukti Fajar dan Yulianto Achmad, Dualisme Penelitian Hukum Normatif dan Empiris, (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2009), hal. 34.

34Ibid., hal. 34. Mengutip Peter Mahmud Marzuki.

35Ibid., hal. 42.

(31)

22

yang berhubungan erat dengan permasalahan yang diteliti dan sifatnya mengikat, terdiri dari :

1. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana ( KUHP ) ;

2. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 Tentang Perubahan Atas Undang- Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik.

b. Bahan hukum sekunder, bahan hukum yang terdiri atas buku atau jurnal hukum yang berisi mengenai prinsip-prinsip dasar (asas hukum), pandangan paa ahli hukum (doktrin), hasil penelitian hukum, kamus hukum dan ensiklopedia hukum. Bahan hukum yang berkaitan dengan penjelasan bahan hukum primer, terdiri dari :

1. Buku-buku yang membahas tentang pencemaran nama baik dengan menggunakan teknologi ;

2. Dokumen-dokumen yang berkaitan dengan tindak pidana dunia maya (Cyberspace).

c. Bahan hukum tersier merpupakan bahan hukum yang dapa menjelaskan baik bahan hukum primer maupun bahan hukum sekunder, yang berupa kamus, ensiklopedia, leksikon, dan lain-lain.36 Namun menurut Peter Mahmud Marzuki, bahan hukum yang disebut dengan bahan hukum tersier ini adalah bahan non hukum. Bahan non hukum adalah bahan penelitian yang terdiri atas buku teks bukan hukum yang terkait dengan penelitian seperti buku politik, buku ekonomi, data sensus, laporan tahunan perusahaan, kamus

36Ibid., hal. 158.

(32)

bahasa dan ensiklopedia umum. Bahan ini menjadi penting karena mendukung dalam proses analisis hukumnya.37 Beberapa ahli menggunakan istilah bahan hukum tersier, yaitu bahan hukum yang terdiri atas kamus dan ensiklopedia.

3. Teknik Pengumpulan Data

Dikarenakan penelitian ini penelitian normatif maka metode pengumpulan data yang digunakan adalah dengan studi kepustakaan (Library Research) dan studi dokumen. Studi kepustakaan dalam penelitian ini adalah mencari landasan teoritis dan permasalahan penelitian. Sehingga penelitian yang dilakukan bukan aktivitas trial and error. Studi kepustakaan yang dilakukan dalam penelitian ini ialah pengumpulan data penelitian melalui penelitian kepustakaan dengan mempelajari literatur-literatur yang berhubungan dengan rumusan masalah yang diangkat dalam penelitian ini. Sedangkan studi dokumen dalam penelitian ini adalah diperoleh dari bahan-bahan peraturan perundang-undangan yang berhubungan dengan penelitian ilmiah.

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam studi pustaka menurut Ronny Hanitijo Soemitro38 adalah :

1. Adakalanya data sekunder dianggap sebagai data yang tuntas ;

2. Autentisitas data sekunder harus ditelaah secara kritis sebelum diterapkan pada penelitian yang dilakukan sendiri ;

3. Apabila tidak ada penjelasan, sukar untuk mengetahui metode yang dipergunakan dalam pengumpulan dan pengolahan data sekunder tersebut ; 4. Kerap kali sukar untuk mengetahui secara pasti lokasi terhimpunnya data

sekunder tersebut.

37Ibid., hal. 43.

38Ibid., hal. 160.

(33)

24

4. Analisa Data

Penelitian hukum umumnya menggunakan analisis kualitatif, dengan alasan :

a. Data yang terkumpul berupa kalimat-kalimat pernyataan ; b. Data yang terkumpul umumnya berupa Informasi ;

c. Hubungan antara variable tidak dapat diukur dengan angka.

Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan analisi data kualitatif, yaitu data sekunder yang berupa teori, defenisi dan substansi yang berasal dari berbagai literatur terkait dalam penelitian ini serta berasal dari peraturan perundang-undangan terkait.

G. Sistematika Penulisan

Penulisan skripsi ini akan dibagikan menjadi 5 (lima) bagian ;

Bab pertama akan dimulai dengan memaparkan latar belakang, perumusan masalah, tujuan dan manfaat penulisan, keaslian penulisan, tinjauan pustaka, metode penulisan, dan sistematika penulisan yang dilakukan dalam penulisan skripsi.

Bab kedua membahas mengenai pengaturan hukum mengenai penghinaan dan/atau pencemaran nama baik dalam hukum positif Indonesia di mana terdapat 4 (empat) sub, pertama membahas tentang membahas pengaturan hukum mengenai penghinaan dan/atau pencemaran nama baik menurut KUHP, sub bab kedua membahas pengaturan hukum mengenai penghinaan dan/atau pencemaran nama baikmenurut Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, sub bab ketiga membahas tentang pengaturan hukum mengenai penghinaan dan/atau

(34)

pencemaran nama baik menurut menurut Undang – Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran, dan sub bab keempat membahas tentang pengaturan hukum mengenai penghinaan dan/atau pencemaran nama baik menurut undang – undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang perubahan atas undang-undang nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.

Bab ketiga membahas tentang upaya penanggulangantindak pidana dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan informasi elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik di mana terdapat dua sub bab, sub bab pertama membahas tentang penanggulangan kejahatan melalui kebijakan hukum pidana, dan sub bab kedua membahas tentang upaya penanggulangan tindak pidana penghinaan dan/atau pencemaran nama baik.

Bab keempat membahas tentang penerapan hukum terhadap pelaku tindak pidana dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan informasi elektronik yang memiliki muatan pencemaran nama baik (Studi Putusan Nomor 341/PID.SUS/2016/PN.TSM).

Bab kelima merupakan bab penutup yang berisikan kesimpulan dari yang terdapat dalam skripsi ini sebagai jawaban dari permasalahan yang kemudian dibuat saran-saran yang merupakan sumbangan pemikiran terhadap permasalahan yang telah dikemukakan dalam skripsi ini.

(35)

BAB II

PENGATURAN HUKUM MENGENAI PENGHINAAN DAN/ATAU PENCEMARAN DALAM HUKUM POSITIF INDONESIA A. Menurut KUHP

Berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), pencemaran nama baik atau penghinaan diatur dalam BAB XVI dari Pasal 310 sampai dengan Pasal 321. Pencemaran nama baik merupakan delik aduan yang dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) diatur pada Pasal 72 sampai dengan Pasal 75.

Delik aduan merupakan tindak pidana yang hanya dapat dituntut apabila ada pengaduan dari orang yang dirugikan.39Delik aduan ialah suatu delik yang perkaranya baru dapat dituntut bila telah adanya pengaduan dari pihak yang berkepentingan atas penuntutan tersebut. Tanpa adanya pengaduan, maka delik tersebut tidak dapat dituntut perkaranya.40

Pada umumnya delik aduan terbagi atas delik aduan yang absolut (mutlak) dan delik aduan yang relatif (nisbi) :41

1. Delik Aduan Absolut

Delik aduan absolut adalah delik yang dalam keadaan apapun tetap merupakan delik aduan. Atau menurut kata-kata Vos : “Absolute zinj die, welke als regel alleen op klachte vervolgbaar zinj ...”. Tindakan pengaduan disini diperlukan untuk menuntut peristiwanya, sehingga semua yang bersangkutpaut dengan itu harus dituntut. Dengan kata lain, delik aduan absolut bersifat onsplitsbaar. Misalnya : Soepirmo menangkap basah seseorang laki-laki yang melakukan overspel dengan isterinya. Jika akan

39 P.A.F. Lamintang, Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia, (Bandung : Citra Aditya, 2011), hal. 217.

40 A. Ridwan Halim, Hukum Pidana Dalam Tanya Jawab, (Jakarta : Ghalia Indonesia, 1986), hal. 156.

41 Nico Ngani, Sinerama Hukum Pidana, (Yogyakarta : Liberty, 1984), hal. 27-28.

(36)

dilakukan pengaduan, maka baik laki-laki tersebut maupun isterinya sendiri (betapapun sayangnya terhadap isteri dan nama keluarganya) harus diadukan.

Delik aduan absolut terdapat pada Pasal 72 ayat (2) dan beberapa Pasal yang tersebar, antara lain delik penghinaan (Pasal 310 sampai dengan Pasal 319) dengan catatan bahwa penghinaan terhadap pejabat pada waktu ia sedang melakukan jabatan yang syah, dapat dituntut oleh Jaksa, beberapa delik kesusilaan (Pasal 284, Pasal 287, Pasal 293, dan Pasal 332) dan membuka rahasia (Pasal 322 KUHP).

2. Delik Aduan Relatif

Delik aduan relatif adalah delik yang dalam keadaan tertentu saja diperlukan adanya pengaduan, sedangkan pada umumnya ia merupakan kejahatan biasa. Pengaduan ini dilakukan bukan untuk menuntut peristiwanya tetapi karena itu delik aduan relatif bersifat splitsbaar. Misalnya : seorang ayah bernama Soepirmo dicuri barang-barangnya oleh kedua anaknya bernama Soelarto dan Soetrisno. Dalam hal ini Soepirmo dapat hanya menuntut Soelarto, sedangkan Soetrisno tidak (umpama karena ia sayang terhadap Soetrisno). Formulasi permintaan menuntut harus berbunyi sebagai berikut : “ saya minta supaya anak saya yang bernama Soelarto dituntut”.

Contoh-contoh delik aduan relatif misalnya Pasal-Pasal 367, Pasal 370, Pasal 376, dan Pasal 394 KUHP.

Berdasarkan pengamatan terhadap Pasal 72 ayat (1) dan ayat (2) serta ketentuan-ketentuan pidana yang tersebar dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dapat disimpulkan bahwa yang berhak mengajukan delik aduan ialah :

1. Orang yang dikenai atau menjadi korban kejahatan yang bersangkutan 2. Dalam pasal tersebut dengan jelas ditentukan siapa yang berhak

mengajukan aduan.

3. Dalam hal orang yang bersangkutan belum cukup umur atau belum dewasa atau dibawah pemilik orang lain, maka yang berhak mengadu ialah wakilnya yang syah dalam perkara sipil.

4. Jika wakil-wakil tersebut tidak ada, maka yang berhak mengadu adalah antara wali atau pemilik, keluarga sedarah dalam garis lurus/menyimpang (untuk menentukan sistem kekerabatan, kita butuh Antropologi sebagai ilmu bantu. Ingat peranan ilmu bantuan atau hulpwetenschap untuk setiap cabang ilmu pengetahuan).42

42Ibid., hal. 29.

(37)

28

Penghinaan umumnya bersifat pribadi dan tanggapannya pun bersifat pribadi pula, maka penghinaan dimasukan dalam golongan delik aduan, artinya kepada korbannya diserahkan kebebasan untuk mengambil sikap sendiri terhadap suatu penghinaan yang menimpa dirinya, apakah penghinaan itu akan diadukan atau tidak, tanpa perlu dicampuri pihak lain yang tidak berkepentingan. Hal ini disebabkan karena unsur-unsur yang bersifat pribai itu kita tidak dapat menarik suatu garis keseragaman, mengingat tidak terbatasnya aneka ragam sifat-sifat pribadi manusia itu43.

Kejahatan penghinaan oleh Adami Chazawi44 membedakannya menjadi : panghinaan umum (diatur dalam bab XVI buku II KUHP), dan penghinaan khusus (tersebar diluar bab XVI buku II KUHP). Objek penghinaan umum adalah berupa rasa harga diri atau martabat mengenai kehormatan dan mengenai nama baik orang pribadi (bersifat pribadi). Sebaliknya penghinaan khusus, objek penghinaan adalah rasa/perasaan harga diri atau martabat mengenai kehormatan dan nama baik yang bersifat komunal atau kelompok.

1. Penghinaan Umum

Ada tujuh macam penghinaan yang masuk ke dalam kelompok penghinaan umum, ialah:

1. Pencemaran/Penistaan lisan

Kejahatan yang oleh undang-undang diberi kualifikasi pencemaran atau penistaan (smaad) dan pencemaran tertulis (smaadschrijft) dirumuskan selengkapnya dalam Pasal 310 ayat (1) yang berbunyi:

43 A.Ridwan Halim, Op. Cit., hal. 166.

44 Adami Chazawi, Op.Cit., hal. 81.

(38)

“Barangsiapa sengaja menyerang kehormatan atau nama baik seseorang dengan menuduhkan sesuatu perbuatan, yang maksudnya terang supaya hal itu diketahui umum, diancam karena pencemaran dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau pidana denda paling banyak Rp 4.500,-”.

Berdasarkan rumusan Pasal 310 ayat (1) KUHP, maka unsur-unsurnya adalah sebagai berikut:

1) Dengan sengaja ;

2) Menyerang kehormatan atau nama baik orang lain ; 3) Menuduh melakukan suatu perbuatan tertentu ;

4) Dengan maksud yang nyata supaya diketahui oleh umum.

Adapun menurut Adami Chazawi, mengenai penjelasan unsur-unsur Pasal 310 KUHP adalah sebagai berikut: 45

1) Unsur Objektif:

a. Perbuatan menyerang

Perbuatan menyerang (aanranden), tidaklah bersifat fisik, karena terhadap apa yang diserang (objeknya) memang bukan fisik tapi perasaan mengenai kehormatan dan perasaan mengenai nama baik orang. Menurut Wirjono Prodjodikoro ukurannya berupa harga diri.46

b. Objek : kehormatan atau nama baik orang

Objek yang diserang adalah rasa/perasaan harga diri mengenai kehormatan (eer), dan rasa/perasaan harga diri mengenai nama baik (goeden naam) orang.

Rasa harga diri adalah intinya objek dari setiap penghinaan, yang menurut

45 Ibid, hal. 82-90.

46 Wirjono Prodjodikoro, Asas-asas Hukum Pidana di Indonesia, (Jakarta-Bandung : Eresco, 1981), hal. 50.

(39)

30

Wirjono Projodikoro adalah menjadikan ukuran dari penghinaan.47 Rasa harga diri dalam penghinaan adalah rasa harga diri dibidang kehormatan, dan rasa harga diri di bidang nama baik.

c. Caranya : Dengan menuduhkan suatu perbuatan tertentu.

Di atas telah diterangkan bahwa perbuatan menyerang ditujukan pada rasa harga diri atau martabat (mengenai kehormatan dan nama baik) orang, dengan menggunakan kata/kalimat melalui ucapan, caranya dengan menuduhkan suatu perbuatan tertentu. Jadi yang dituduhkan si pembuat haruslah merupakan perbuatan tertentu, dan bukan hal lain misalnya menyebut seseorang dengan kata- kata yang tidak sopan, seperti bodoh, malas, anjing kurapan dan lain sebagainya.

Kata “perbuatan tertentu” sebagai terjemahan dari kata Bahasa Belanda bepaald feit dalam arti bahwa perbuatan yang dituduhkan tesebut dinyatakan dengan jelas, baik tempat maupun waktunya. Jika tidak jelas disebut waktu dan tempat perbuatan tersebut maka perbuatan pelaku tersebut adalah penghinaan biasa (ringan)48.

2) Unsur Subjektif

Kejahatan pencemaran terdapat dua unsur kesalahan, yakni sengaja (ofzettelijk) dan maksud (opzet als oogmerk) atau tujuan (doel). Walaupun dalam doktrin, maksud itu adalah juga kesengajaan (dalam arti sempit, yang disebut dengan kesengajaan sebagai maksud atau opzet als oogmerk), tetapi fungsi unsur sengaja dan unsur maksud dalam pencemaran berbeda. Sikap batin “sengaja”

ditujukan pada perbuatan menyerang kehormatan atau nama baik orang

47Ibid.

48 Leden Marpaung,Tindak Pidana Terhadap Kehormatan Pengertian dan Penerapannya, (Jakarta : Rajawali Pers, 1997), hal. 15.

(40)

(perbuatan dan objek perbuatan). Sementara sikap batin “maksud” ditujukan pada unsur “diketahui oleh umum” mengenai perbuatan apa yang dituduhkan pada orang itu.

2. Pencemaran/Penistaan tertulis

Pasal 310 ayat (2) tentang pencemaran/penistaan tertulis berbunyi:

“Jika hal itu dilakukan dengan tulisan atau gambar yang disiarkan, dipertunjukkan atau ditempel secara terbuka, diancam karena pencemaran tertulis dengan pidana penjara paling lama satu tahun empat bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.”

Rumusan Pasal 310 ayat (2), jika dirinci terdapat unsur-unsur berikut:49 1. Semua unsur (objektif dan subjektif) dalam ayat (1)

2. Menuduh melakukan perbuatan dengan cara/melalui : (a) tulisan atau (b) gambar.

1. Yang disiarkan

2. Yang dipertunjukkan dan atau 3. Yang ditempelkan

3. Secara terbuka.

Unsur-unsur di atas itulah yang secara kumulatif mengandung sifat yang memberatkan pidana si pembuat. Sifat pencemaran melalui benda tulisan dinilai oleh pembentuk undang-undang sebagai faktor memperberat. Karena dari benda tulisan, isi perbuatan yang dituduhkan yang sifatnya mencemarkan, dapat meluas sedemikian rupa dan dalam jangka waktu yang lama (selama tulisan itu ada dan tidak dimusnahkan). Sifat yang demikian amat berbeda dengan sifat pencemaran

49Ibid.

(41)

32

secara lisan. Oleh sebab itu wajar saja pencemaran dengan tulisan ini dipidana yang lebih berat dari pada pencemaran lisan.

Pencemaran dilakukan dengan menggunakan “tulisan dan gambar”. Tulisan adalah hasil dari pekerjaan menulis baik dengan tangan maupun alat apapun yang wujudnya berupa rangkaian kata-kata/kalimat dalam bahasa apapun yang isinya mengandung arti tertentu (in casu menyerang kehormatan dan nama baik orang), diatas sebuah kertas atau benda lainnya yang sifatnya dapat ditulisi (misalnya : kertas, papan, kain dan sebagainya). Sedangkan gambar atau gambaran atau lukisan adalah tiruan dari benda yang dibuat dengan coretan tangan melalui alat tulisan: pensil, kuas dan cat, dengan alat apapun di atas kertas atau benda lainnya yang sifatnya dapat digambari/ditulisi. Gambar ini harus mengandung suatu makna yang sifatnya mencemarkan nama baik atau kehormatan orang tertentu (yang dituju).50

Adapun dengan cara yang dilakukan yakni disiarkan, dipertunjukkan, atau ditempelkan secara terbuka. Disiarkan (verspreiden), maksudnya ialah bahwa tulisan atau gambar tersebut dibuat dalam jumlah yang cukup banyak, dapat dicetak atau difotokopi, yang kemudian disebarkan dengan cara apapun. Misalnya diperjualbelikan, dikirim ke berbagai pihak, atau dibagi-bagikan kepada siapapun (umum). Oleh sebab itu verspreiden dapat pula diterjemahkan dengan kata menyebarkan. Dalam cara menyebarkan sekian banyak tulisan atau gambar kepada khalayak ramai, telah nampak maksud si penyebar agar isi tulisan atau

50 Adami Chazawi, Op. Cit., hal. 96

(42)

makna dalam gambar yang disiarkan, yang sifatnya penghinaan diketahui umum.51

Dipertunjukkan (ten toon gesteld) adalah memperlihatkan tulisan atau gambar yang isi atau maknanya menghina tadi kepada umum, sehingga orang banyak mengetahuinya. Menunjukkan bisa terjadi secara langsung. Pada saat menunjukkan pada umum ketika itu banyak orang. Tetapi bisa juga secara tidak langsung. Misalnya memasang spanduk yang isinya bersifat menghina di atas sebuah jalan raya, dilakukan pada tengah malam yang ketika itu tidak ada seorangpun yang melihatnya. Namun keesokan harinya semua pengguna jalan dapat dengan leluasa melihat dan membaca tulisan yang isinya menghina pada spanduk tersebut.52

Sedangkan ditempelkan (aanslaan), maksudnya ialah tulisan atau gambar tersebut ditempelkan pada benda lain yang sifatnya dapat ditempeli, misalnya papan, dinding gedung, pohon dan sebagainya.53 Jika suatu gambar ditempel di ruangan tertutup maka hal itu bukan dimaksudkan untuk diketahui orang lain atau dipertunjukkan untuk umum karena ruangan tertutup berarti tidak dapat dimasuki setiap orang atau umum54.

3. Fitnah

Kejahatan fitnah dirumuskan dalam Pasal 311 KUHP yang berbunyi:

“Barangsiapa melakukan kejahatan menista atau menista dengan tulisan, dalam hal ia diizinkan untuk membuktikan tuduhannya itu, jika ia tiada dapat membuktikan dan jika tuduhan itu dilakukannya sedang diketahuinya tidak

51Ibid., hal. 97

52Ibid.

53Ibid.

54 Leden Marpaung, Op. Cit., hal. 9-10.

Referensi

Dokumen terkait

Kelemahan dalam pasal ini adalah, tidak disebutkannya bentuk perjudian apa yang diperbolehkan tersebut, ataukah sama bentuk perjudian sebagaimana yang

memperoleh kompensasi atas kerugian yang diderita maka konsumen dapat menuntut pertanggungjawaban secara perdata kepada pelaku usaha. Terdapat dua bentuk pertanggungjawaban

Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa penyelesaian kredit yang mengalami kemacetan pada Kredit Usaha Rakyat di PT.Bank Rakyat Indonesia Cabang Kota Binjai

Dalam UU Nomor 5 Tahun 1999, kartel adalah apabila pelaku usaha membuat perjanjian dengan pelaku usaha lainnya yang bermaksud untuk mempengaruhi harga dengan

Meskipun Koperasi Kredit Harapan Kita Kota Medan adalah Koperasi yang masih menimbulkan faktor kekeluargaan, Koperasi Harapan Kita Kota Medan lebih ,mengambil

22 Faktor diskresi POLRI adalah suatu perbuatan untuk melakukan tindakan berdasarkan kekuasaan dan kewenangan yang dinilai benar oleh seorang yang mempunyai kekuasaan

73 Ahmad Miru & Sutarman Yodo, Hukum Perlindungan Konsumen, Edisi Revisi , Jakarta, PT RajaGrafindo Persada, 2004, hal 77.. regulasi-regulasi yang relevan untuk

Pengertian Bilyet Giro seperti tercantum dalam ketentuan Pasal 1 angka 3 Peraturan Bank Indonesia No. 18/41/PBI/2016 adalah sebagai berikut: “Bilyet Giro adalah surat