• Tidak ada hasil yang ditemukan

SKRIPSI. Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Tugas dan Memenuhi Syarat-syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum OLEH:

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "SKRIPSI. Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Tugas dan Memenuhi Syarat-syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum OLEH:"

Copied!
114
0
0

Teks penuh

(1)

PERDAGANGAN GARAM INDUSTRI ANEKA PANGAN DI INDONESIA MENURUT HUKUM PERSAINGAN USAHA

(STUDI PUTUSAN KPPU NO.09/KPPU-I/2018)

SKRIPSI

Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Tugas dan Memenuhi Syarat-syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum

OLEH:

ELTISHA GRACIANA MANIHURUK NIM: 160200436

DEPARTEMEN HUKUM EKONOMI

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2020

(2)
(3)
(4)

PERDAGANGAN GARAM INDUSTRI ANEKA PANGAN DI INDONESIA MENURUT HUKUM PERSAINGAN USAHA (STUDI

PUTUSAN KPPU NO.09/KPPU-I/2018) Ningrum Natasya Sirait*

Mahmul Siregar**

Eltisha Graciana Manihuruk***

Hukum persaingan usaha di Indonesia telah menerapkan dua cara pembuktian perkara dalam hukum acara persaingan usaha yaitu dengan menggunakan bukti langsung dan bukti tidak langsung. Mengingat begitu sulit dalam hal membuktikan pelanggaran yang terjadi dalam kasus persaingan usaha khususnya untuk membuktikan kartel perdagangan garam industri aneka pangan yang mengaitkan 7 terlapor. Perlu diterapkan bukti tidak langsung dalam kasus kartel ini yang dapat mendukung dan menguatkan bukti langsung yang ditemukan.

Dalam penulisan skripsi ini menggunakan jenis metode penelitian yuridis normatif yang bersifat perspektif. Penulisan skripsi ini dalam menyusunnya didukung dengan data sekunder berupa bahan hukum primer, sekunder, dan tertier dengan menggunakan tehnik pengumpulan data studi pustaka (library research) dan analisa data kualitatif.

Kasus kartel garam industri aneka pangan telah diputuskan oleh Majelis Komisi bahwa 7 terlapor tidak terbukti melakukan perjanjian kartel. Meskipun investigator mengungkapkan bahwa para terlapor melakukan perjanjian kartel dengan bukti melakukan rapat dengan dikeluarkannya Surat AIPGI, melakukan kenaikan harga secara bersama-sama, akan tetapi bukti itu tidak dapat menyatakan ketujuh terlapor terbukti melakukan kartel. Bukti tidak langsung dengan adanya fakta ekonomi yaitu kenaikan harga secara bersama- sama, juga tidak dapat membuat para terlapor terbukti.

Kata kunci: Persaingan Usaha, Kartel, Garam Industri Aneka Pangan

_________________

*Dosen Pembimbing I

**Dosen Pembimbing II

***Mahasiswa

(5)

Puji dan syukur Penulis sampaikan kepada Tuhan Yang Maha Esa untuk kasih karunia dan pertolonganNya sehingga penulis mampu menjalankan perkuliahan dengan tepat waktu sampai tahap penyelesaian skripsi pada Jurusan Hukum Ekonomi di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. Skripsi ini berjudul Tinjauan Yuridis Pembuktian Perjanjian Kartel Perdagangan Garam Industri Aneka Pangan di Indonesia Menurut Hukum Persaingan Usaha (Studi Putusan KPPU No.09/KPPU-I/2018). Dengan harapan skripsi ini dapat menjadi manfaat untuk ilmu pengetahuan bagi para pembaca. Penulis menyadari bahwa skripsi ini belum sempurna, maka itu harap maklum atas kekurangan dalam penulisan skripsi ini.

Penulis juga menyadari bahwa dalam penulisan penyelesaian Skripsi ini tentunya tidak terlepas dari bimbingan, bantuan, dukungan, semangat, serta doa- doa dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dengan penuh kerendahan hati, penulis ingin menyampaikan terima kasih secara khusus kepada keluarga penulis, yaitu kedua orangtua yaitu Bapak Tiopan Manihuruk dan Ibu Lisbeth Tambunan, serta kepada saudara kandung penulis yaitu Abanganda Jeremy Natama Manihuruk, karena sudah menjadi pendukung terbesar bagi penulis untuk bisa menyelesaikan perkuliahan dan penulisan skripsi.

Rasa terima kasih juga ingin penulis sampaikan kepada pihak-pihak yang memiliki peran sama pentingnya dalam hal penulis bisa menyelesaikan perkuliahan dan penulisan skripsi ini, yaitu:

1. Bapak Prof. Dr. Runtung Sitepu, S.H.,M.Hum., selaku Rektor dari Universitas Sumatera Utara;

(6)

3. Bapak Dr. OK Saidin, S.H.,M.Hum., selaku Wakil Dekan I dari Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;

4. Ibu Puspa Melati, S.H.,M.Hum., selaku Wakil Dekan II dari Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;

5. Bapak Dr. Jelly Leviza, S.H.,M.Hum., selaku Wakil Dekan III dari Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;

6. Bapak Prof. Dr. Bismar Nasution, S.H.,M.Hum., selaku Ketua Departemen dari Hukum Ekonomi;

7. Ibu Dr. Tri Murti Lubis, S.H.,M.H., selaku Sekretaris Departemen dari Hukum Ekonomi dan selaku Dosen Pembimbing Akademik Penulis;

8. Ibu Prof. Dr. Ningrum Natasya Sirait, S.H.,M.L.I., selaku Dosen Pembimbing I. Penulis mengucapkan banyak terima kasih atas ilmu, nasihat, arahan, motivasi, dan masukan yang membangun selama masa perkuliahan dan bimbingan menyelesaikan skripsi;

9. Bapak Dr. Mahmul Siregar, S.H.,M.Hum., selaku Dosen Pembimbing II.

Penulis mengucapkan banyak terima kasih atas ilmu, nasihat, arahan, motivasi, dan masukan yang membangun selama masa perkuliahan dan bimbingan menyelesaikan skripsi;

10. Seluruh Dosen di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, yang telah memberikan ilmu pengetahuan khususnya kepada Penulis selama menjalani masa studi di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. Juga kepada seluruh karyawan dan pegawai yang telah membantu dalam urusan

(7)

Utara.

Penulis berharap sekiranya skripsi ini akan memberikan manfaat dan dapat digunakan oleh setiap kalangan yang membutuhkan pengembangan pengetahuan mengenai Persaingan Usaha. Penulis juga mengharapkan kritik serta saranyang membangun terhadap skripsi yang ditulis ini. Penulis mengucapkan terima kasih untuk segala perhatiannya.

(8)

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... iv

BAB I: PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 9

C. Tujuan Penulisan ... 9

D. Keaslian Penulisan ... 10

E. Tinjauan Pustaka ... 12

F. Metode Penelitian ... 14

G. Sistematika Penulisan ... 17

BAB II: PERSAINGAN USAHA DI INDONESIA ... 19

A. Persaingan Usaha ... 19

1. Latar Belakang Hukum Persaingan Usaha di Indonesia ... 19

2. Hukum Persaingan Usaha di Indonesia... 23

B. Substansi Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat ... 25

1. Asas dan Tujuan ... 26

2. Perjanjian yang Dilarang ... 28

3. Kegiatan yang Dilarang ... 31

4. Posisi Dominan ... 32

5. Komisi Pengawas Persaingan Usaha ... 33

C. Hukum Acara Persaingan Usaha ... 34

1. Tata Cara Penanganan Perkara Hukum Acara Persaingan Usaha dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 ... 34

2. Tata Cara Penanganan Perkara Hukum Acara Persaingan Usaha dalam Peraturan KPPU No.1 Tahun 2010 dan Peraturan KPPU No.1 Tahun 2019 ... 37

(9)

Pengajuan Keberatan Terhadap Putusan KPPU ... 43

BAB III: KARTEL SEBAGAI PERJANJIAN YANG DILARANG DAN PEMBUKTIAN KARTEL DI INDONESIA ... 46

A. Perjanjian Kartel ... 46

1. Pengertian Kartel ... 46

2. Jenis-jenis Kartel ... 47

3. Indikasi Kartel ... 50

4. Dampak Negatif Kartel ... 52

5. Penerapan Pendekatan Rule of Reason dan Per se Illegal dalam Kartel ... 53

B. Peraturan Kartel di Indonesia ... 56

1. Kartel dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 ... 56

2. Peraturan Komisi Pengawas Persaingan Usaha Nomor 4 Tahun 2010 Tentang Pedoman Kartel ... 58

C. Pembuktian Kartel ... 60

1. Pembuktian dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 ... 60

2. Pembuktian dalam Peraturan Komisi Pengawas Persaingan Usaha Nomor 4 Tahun 2010 Tentang Pedoman Kartel ... 62

3. Bukti Langsung dan Bukti Tidak Langsung ... 63

4. OECD Prosecuting Cartels Without Direct Evidence 2006 ... 65

5. Pembuktian Kartel dengan Leniency Programs ... 69

BAB IV: ANALISIS KASUS KARTEL PADA PERDAGANGAN GARAM INDUSTRI ANEKA PANGAN (PUTUSAN KPPU NO.09/KPPU-I/2018) ... 73

A. Daftar Putusan KPPU Terkait dengan Larangan Praktik Kartel dan Analisa Putusan Kartel Ayam Pedaging (Broiler) ... 73

1. Daftar Putusan KPPU Terkait dengan Larangan Perjanjian Kartel 73 a. Analisa Putusan Kartel Ayam Pedaging (Broiler) di Indonesia ... 75

(10)

B. Pembahasan Terhadap Putusan KPPU No.09/KPPU-I/2018 ... 77

1. Kasus Posisi ... 77

2. Pertimbangan Majelis Komisi ... 84

3. Amar Putusan ... 86

4. Penerapan Pasal-pasal dalam Putusan KPPU No.09/KPPU- I/2018 ... 86

C. Analisa Hukum Terhadap Putusan Majelis Komisi dalam Memutus Perkara KPPU No.09/KPPU-I/2018 ... 87

BAB V: PENUTUP ... 92

A. Kesimpulan ... 92

B. Saran ... 94

DAFTAR PUSTAKA ... 10

(11)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Negara Republik Indonesia merupakan negara yang berlandaskan pada hukum dalam menggerakan roda kehidupan masyarakatnya. Dalam menjalankan roda kehidupan bermasyarakat pada suatu negara, diperlukan pengaturan-pengaturan. Maka dengan itu, hukum merupakan hal yang sangat penting dan dibutuhkan untuk mengatur semua aspek bermasyarakat, kehidupan sosial, pendidikan, dan juga yang paling penting yaitu mengatur ekonomi.1 Pemerintahan berdasarkan hukum adalah suatu prinsip yang menyatakan bahwa hukum adalah otoritas tertinggi dan bahwa semua warga negara termasuk para pejabat dan pemerintah tunduk pada hukum dan sama- sama berhak atas perlindungannya. Rakyat Indonesia sangat dikenal dengan budaya yang berlandaskan pada kebersamaan. Kebersamaan, gotong-royong, senasib sepenanggungan merupakan nilai yang sangat dijunjung tinggi.2

Pada dasarnya, hukum dan ekonomi memiliki objek yang sama yaitu masyarakat, dimana ekonomi objeknya adalah kebutuhan masyarakat dan hukum objeknya mempersoalkan tentang keadilan sosial dalam masyarakat.3 Objek pengaturan hukum dapat diartikan adalah masyarakat

1 Zulfi Diane Zaini, Perspektif Hukum Sebagai Landasan Pembangunan Ekonomi di Indonesia (Sebuah Pendekatan Filsafat), Jurnal Hukum Fakultas Hukum Unissula, (Volume XXVIII, No.2, Desember 2012), hlm.930

2 Proyek Elips, Persaingan Usaha dan Hukum yang Mengaturnya di Indonesia, (Jakarta:Elips, 1999), hlm.1

3 Janus Sidabalok, Pengantar Hukum Ekonomi, (Medan: Penerbit Bina Media, 2006), hlm.45

(12)

dengan segala tingkah laku dalam cara memenuhi kebutuhannya. Dalam memenuhi kebutuhannya masyarakat memiliki caranya tersendiri yang berbeda dengan yang lainnya.

Pasal 33 Undang-undang Dasar 1945 yang merupakan dasar acuan normatif menyusun kebijakan perekonomian nasional yang menjelaskan bahwa tujuan pembangunan ekonomi adalah berdasarkan demokrasi yang bersifat kerakyatan dengan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia melalui pendekatan kesejahteraan dan mekanisme pasar. UUD 1945 Pasal 33 mengatakan bahwa:

a. Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan4;

b. Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara dan;

c. Bumi, air, dan kekayaan alam lainnya dipergunakan sebesar-besarnya kemakmuran rakyat Indonesia.5

Hakikat dari orang memiliki dan menjalankan kegiatan usaha yaitu untuk mendapatkan kentungan dan penghsilan yang tak lepas dari tujuan utamanya adalah untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Oleh karena itu, banyak orang yang melakukan kegiatan usaha, baik usaha yang sejenis atau sama dengan orang lain maupun kegiatan usaha yang berbeda, sehingga menciptakan persaingan usaha.

4 Asas kekeluargaan berarti ekonomi nasional dikelola dengan bersama-sama oleh komponen-komponen bangsa dan bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan seluruh keluarga bangsa ( Ibid, hlm.80)

5 Ningrum Natasya Sirait (I), Hukum Persaingan di Indonesia, UU No.5 /1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, (Medan: Pustaka Bangsa Pers, 2011), hlm.1

(13)

Tujuan dari keberadaan dibentuknya hukum persaingan usaha yaitu untuk mengoptimalkan tercipta persaingan usaha yang sehat (fair competition) dan efektif pada suatu pasar tertentu, yang mendorong agar pelaku usaha melakukan efisiensi dan agar mampu bersaing dengan pelaku usaha yang menjadi pesaingnya.6 Maka dengan itu, untuk mencapai tujuan tersebut negara memainkan peranan penting dalam menyusun laju perkenomian nasional Indonesia. Salah satu dari berbagai faktor penyebab rapuhnya perekonomian adalah karena Indonesia tidak mengenal kebijakan persaingan (competition policy) yang jelas dalam menentukan batasan tindakan pelaku usaha yang

menghambat persaingan dan merusak mekanisme pasar.7 Terjadinya persaingan usaha tidak sehat dan perbuatan monopoli merupakan gambaran telah terjadi konsentrasi kekuatan ekonomi yang dikontrol oleh beberapa pihak saja. Keadaan KKN yang terus-menerus terjadi mengakibatkan Indonesia tidak mampu membangun fondasi ekonomi nasional yang kuat dan menimbulkan dampak negatif lanjutan yang menimbulkan krisis ekonomi berkepanjangan dan juga mengakibatkan pula krisis sosial serta politik.8

Indonesia mengenal undang-undang antimonopoli dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Kelahiran dari UU Nomor 5 Tahun 1999 selain ditunjang karena hal tuntutan nasional dan tuntutan yuridis dalam hubungan bisnis

6 Hermansyah, Pokok-pokok Hukum Persaingan Usaha di Indonesia, (Jakarta: Kencana Prenada Media, 2008), hlm.134

7 Ningrum Natasya Sirait (II), Asosiasi dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, (Medan:

Pustaka Bangsa Press, 2003), hlm.2

8 Insan Budi Maulana, Catatan Singkat Undang-undang No.5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, (Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 2000), hlm.vi

(14)

antarbangsa, juga karena adanya tuntutan dari masyarakat dalam reformasi termasuk dalam hal penghapusan kegiatan monopoli disegala sektor.9

Perekonomian Indonesia berupaya menghindari diri dari sistem free fight liberalism yang mengeksploitasi manusia atau dominasi perekonomian oleh

negara serta persaingan curang dalam berusaha melakukan pemusatan kekuatan ekonomi pada satu kelompok tertentu saja.10 Terjadinya persaingan usaha yang tidak sehat dan perbuatan monopoli merupakan gambaran telah terjadi konsentrasi kekuatan ekonomi yang dikontrol oleh beberapa pihak saja.11 Beberapa negara sudah memiliki dan mengatur rambu-rambu persaingan usaha yang sehat dalam hukum nasional negaranya masing- masing. Sebuah pembentukan undang-undang yang secara khusus mengatur persaingan dan antimonopoli sudah sejak lama diimpikan oleh para pakar, masyarakat, pelaku usaha, dan pemerintah. Keberadaan Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 memberikan dampak yang cukup besar untuk mengawasi sekaligus menegakkan hukum monopoli dan persaingan usaha.

Undang-undang ini memberikan jaminan kepastian hukum untuk lebih mendorong percepatan pembangunan ekonomi dalam upaya meningkatkan kesejahteraan umum, serta sebagai implementasi dari semangat dan jiwa UUD 1945.12

Kartel merupakan masalah di dalam persaingan usaha yang diatur dalam Undang-undang No.5 Tahun 1999, karena termasuk sebagai perbuatan yang

9 Rachmadi Usman (I), Hukum Persaingan Usaha di Indonesia,(Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2004), hlm.6

10 Ningrum Natasya Sirait (I), op.cit, hlm.2

11 Ibid, hlm.5

12 Devi Meyliana, Hukum Persaingan Usaha Studi Konsep Pembuktian Terhadap Perjanjian Penetepan Harga dalam Persaingan Usaha, (Malang: Setara Pers, 2013), hlm.15

(15)

dilarang. Dalam penyelesaian kasus kartel, meskipun telah ada peraturan yang mengatur, sangat sulit untuk dapat membuktikan kegiatan kartel yang dilakukan oleh pelaku usaha. Kamus Hukum Ekonomi mengartikan kartel (cartel) sebagai “persekongkolan atau persekutuan diantara beberapa produsen produk sejenis yang dengan maksdu ingin mengontrol produksi, harga, dan penjualannya, serta untuk memperoleh posisi monopoli”.

Kegiatan kartel sudah ada sejak lama dilakukan oleh para pelaku usaha yaitu sejak masa orde lama yang berlanjut ke masa orde baru. Hal tersebut terjadi karena didasari karena pada masa orde lama, belum adanya peraturan yang mengatur persaingan usaha secara baik dan jelas. Pada masa itu, hanya pada pelaku usaha tertentu yang diberikan kemudahan dalam menjalankan usahanya oleh pemerintah, dan hal tersebut berlanjut hingga orde baru.

Diperkirakan tidak sampai tahun 1998, praktik perdagangan di Indonesia banyak disinyalir melakukan praktik monopoli. Praktik monopoli tersebut misalnya, tata niaga cengkeh dan sejumlah komoditas penting, dimana asosiasi sering dituduh sebagai kartel.13

Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki luas laut yang besar.

Dengan luasnya laut di kawasan bumi Indonesia, maka Indonesia termasuk juga sebagai salah satu negara penghasil garam terbesar. Garam-garam yang dihasilkan juga memiliki berbagai jenis dan kandungan yang berbeda-beda, meskipun dari sumber penghasil yang sama. Tergantung dari hasil kristalisasi air laut yang membentuk garamnya.

13 Binoto Nadapdap, Hukum Acara Persaingan Usaha, (Jakarta: Jala Permata Aksara, 2009), hlm.2

(16)

Garam yang dihasilkan melalui proses penguapan dan kristalisasi dari air laut merupakan jenis garam yang dikenal sebagai garam kasar (krosok), yang memiliki kualitas rendah dengan kadar klorida hanya berkisar 80%.14 Garam industri dapat diartikan sebagai garam yang dibutuhkan sebagai bahan baku atau bahan tambahan penolong untuk industri dengan standar-standar kandungan yang telah ditetapkan, seperti pada tabel ini, yang diambil berdasarkan Peraturan Menteri Perindustrian RI No.88/M- IND/PER/10/201415:

Ada beberapa kategori dalam pembuatan garam yang dapat dilakukan dan berdasarkan perbedaan kandungan NaCl nya sebagai unsur utama yang ada dalam garam. Sebenarnya, jenis-jenis garam dibedakan bukan dari namanya, tetapi dari persentase kandungan yang terdapat dalam garam-garam tersebut.

Jenis-jenis garam tersebut terbagi dalam kategori baik sekali (yang

14 Ketut Sumada, et al, Garam Industri Berbahan Baku Garam Krosok dengan Metode Pencucian Evaporasi, Jurnal Teknik Kimia (Volume 11, No.1, September 2016), hlm.31

15 Ibid, hlm.32

NO KRITERIA UJI SATUAN PERSYARATAN

MUTU 1 Natrium klorida

(NaCl)

% (b/b) adbk Min 96.00%

2 Kalsium (Ca) % (b/b) Maks 0,10%

3 Magnesium (Mg) % (b/b) Maks 0,05%

4 Sulfat (SO4) % (b/b) Maks 0,20%

5 Bahan yang tidak larut dalam air

% (b/b) Maks 0,05%

6 Kadar air % (b/b) Maks 2,50%

(17)

mengandung kadar NaCl <95%), baik (mengandung kadar NaCl 90-95%), dan sedang (yang mengandung kadar NaCl 80%).16Dengan adanya perbedaan- perbedaan dalam kriteria garam, dan berkaitan dengan kasus yang akan penulis analisa, yaitu mengenai garam industri aneka pangan, maka penulis ingin tahu, bagaimana kriteria dari garam industri tersebut.

Dalam pemenuhan industri aneka pangan baik untuk makanan ataupun minuman di Indonesia masih memerlukan import garam, yang mencapai sekitar 567.000 ton garam per tahun. Spesifikasi garam yang diperlukan untuk industri harus memiliki kadar NaCl diatas 97% dan kadar air 0,5%.17 Akan tetapi kegiatan impor garam meningkat, sementara harga garam anjlok. Hal inilah mengapa Komisi Pengawas Persaingan Usaha mengindikasi adanya kegiatan kartel terhadap kegiatan importisasi garam industri aneka pangan yang dilakukan oleh 7 perusahaan yang dijadikan sebagai terlapor oleh KPPU.

Dalam UU Nomor 5 Tahun 1999, kartel adalah apabila pelaku usaha membuat perjanjian dengan pelaku usaha lainnya yang bermaksud untuk mempengaruhi harga dengan memproduksi dan atau pemasaran suatu barang dan atau jasa yang dapat mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat.18 Perihal dalam pembuktian terjadinya suatu perjanjian kartel, lembaga persaingan usaha sulit untuk mendeteksi kasus kartel. Penggunaan pembuktian langsung adanya kartel sangat jarang ditemukan. Hal pembuktian dalam Hukum Acara Persaingan Usaha terdiri

16 Anne Tivana, Makalah Proses Industri Kimia Industri Garam, (Politeknik Negeri Bandung, 2011), hlm.1

17Detik.com, Ada Produksi Lokal, Kenapa Industri Butuh Impor?,www.finance.detik.com, diakses pada tanggal 18 November 2019 pukul 17.00WIB

18 UU No.5 Tahun 1999, Tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, Pasal 11

(18)

dari 5 alat bukti, diantaranya keterangan saksi, keterangan ahli, surat atau dokumen, petunjuk, dan keterangan pelaku usaha. Kesulitan dalam menemukan bukti langsung sebagaimana diatur dalam hukum acara persaingan usaha telah menimbulkan perkembangan untuk pembuktian perjanjian kartel.

Pada kasus dugaan perjanjian kartel perdagangan garam, dengan menentukan adanya 7 (tujuh) pelaku usaha yang menjadi terlapor. Kasus ini telah diputuskan oleh Komisi Pengawas Persaingan Usaha melalui putusan KPPU No.09/KPPU-I/2018, yang menyatakan bahwa 7 (tujuh) pelaku usaha yang menjadi terlapor tersebut tidak terbukti telah melakukan perjanjian yang dilarang, yaitu perjanjian kartel. Hal diputuskannya kasus ini tidak terbukti karena adanya salah satu unsur pembuktian yang menyatakan antara ketujuh terlapor tersebut tidak melakukan suatu perjanjian yang mengarah pada perjanjian kartel.

Dengan demikian, sesuai dengan hal-hal yang telah dikemukakan di atas, penulis ingin membahas dalam skripsi ini, apakah yang menjadi dasar suatu perjanjian yang tidak memenuhi unsur-unsur dalam pembuktian menyebabkan putusan pada kasus kartel perdagangan garam tidak terbukti? Pertanyaan ini lah yang akan penulis analisa dari Putusan KPPU Nomor 09/KPPU-I/2018, terkait dugaan pelanggaran Pasal 11 Perdagangan Garam Industri Aneka Pangan di Indonesia.

(19)

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan permasalahan pokok yang telah penuli paparkan dalam latar belakang, maka dirumuskan hal-hal yang menjadi permasalahan dalam penulisan ini. Adapun masalah yang akan dibahas oleh penulis dalam penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana pengaturan tentang persaingan usaha di Indonesia?

2. Bagaimana penerapan pembuktian yang dilakukan oleh Komisi Pengawas Persaingan Usaha dalam mengungkap kasus-kasus kartel yang ada di Indonesia?

3. Bagaimana analisa hukum penerapan pembuktian terhadap putusan Komisi Pengawas Persaingan Usaha pada kasus kartel perdagangan garam dalam putusan KPPU No.09/KPPU-I/2018?

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan

Berdasarkan dari perumusan masalah yang telah penulis kemukakan di atas, maka penelitian dan penulisan ini bertujuan untuk:

1. Untuk mengetahui tentang peraturan yang mengatur persaingan usaha yang ada di Indonesia.

2. Untuk mengetahui bagaimana cara atau metode Komisi Pengawas Persaingan Usaha dalam membuktikan terjadinya perjanjian kartel antar pelaku usaha di Indonesia.

3. Untuk mengetahui bagaimana peranan unsur-unsur pembuktian pelanggaran kartel dalam kasus perdagangan garam industri aneka pangan di Indonesia putusan No.09/KPPU-I/2018 yang tidak terbukti.

(20)

Adapun yang menjadi manfaat dalam penulisan penelitian ini, adalah:

1. Secara Teoritis:

a. Dapat memberikan pandangan umum mengenai pembuktian perjanjian yang dilarang dalam hukum acara persaingan usaha.

b. Dapat memberikan pemahaman dasar dan suatu sikap kritis terhadap hukum persaingan usaha di Indonesia. Terkhusus pada penerapan pembuktian yang dilakukan dalam kasus kartel.

c. Dapat memberikan, menambah, dan memperluas pengetahuan wawasan pemikiran mengenai masalah dugaan praktik kartel.

2. Secara Praktis:

Uraian dalam skripsi ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dan wawasan secara khusus bagi penulis. Secara praktis, pembahasan ini juga diharapkan dapat menjadi masukan bagi para pembaca dan secara umum bagi masyarakat. Penulis juga mengaharapkan skripsi ini dapat menjadi masukan ataupun sebagai bahan kajian untuk kalanga akademisi dan peneliti lainnya tentang hukum persaingan usaha di Indonesia, terkhusus mengenai kartel sebagai perjanjian yang dilarang dalam Hukum Persaingan Usaha.

D. Keaslian Penulisan

Dalam hal untuk mengetahui orisinalitas penulisan, sebelum melakukan penulisan skripsi berjudul “Tinjauan Yuridis Pembuktian Perjanjian Kartel Perdagangan Garam Industri Aneka Pangan di Indonesia Menurut Hukum Persaingan Usaha (Studi Putusan KPPU No.09/KPPU-I/2018)”, penulis

(21)

terlebih dahulu melakukan penelusuran terhadap berbagai judul skripsi yang tercatat pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. Pusat Dokumentasi dan Informasi Hukum/Perpustakaan Universitas cabang Fakultas Hukum USU melalui surat tertanggal 09 September 2019 menyatakan bahwa “tidak ada judul yang sama”.

Penulis juga telah menelusuri berbagai judul karya ilmiah melalui media internet, dan sepanjang penelusuran yang dilakukan oleh penulis, belum ada penulis lain yang memiliki judul yang sama, tetapi memiliki topik yang sama yaitu mengenai pembuktian suatu perjanjian kartel. Ada beberapa judul yang berbeda dengan topik pembahasan yang sama dengan penulis, yaitu:

1. Indirect Evidence dalam Kartel (Sebuah Perbandingan Antara United States Antitrust Law dengan Hukum Persaingan Usaha Indonesia), oleh Gelza Sectine Putri, skripsi Fakultas Hukum Universitas Airlangga.

Dalam penelitian yang dilakukan oleh Gelza yaitu penggunaan Indirect Evidence dalam pembuktian kartel berdasarkan perbandingan

pengaturan hukum antimonopoli yang ada di Amerika dengan Indonesia.

2. Pembuktian Perjanjian Kartel Semen Menurut Hukum Persaingan Usaha Indonesia (Studi Putusan KPPU No.01/KPPU-I/2010), judul tersebut ditulis oleh Ali Alatas, skripsi Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Penelitian tersebut dilakukan untuk menerapkan konsep pembuktian kartel terhadap putusan yang dipilihnya.

(22)

3. Tinjauan Yuridis Kartel dalam Penerapan Fuel Surcharge pada Industri Jasa Penerbangan Domestik Berdasarkan Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (Studi Putusan MA No.613K/Pdt.Sus/2011 Tentang Pembatalan Putusan KPPU No.25/KPPU-I/2009), oleh Astri Dyah Utami, skripsi Fakultas Hukum UNS. Penelitian yang dilakukannya terkait hal untuk pembuktian kartel pada putusan kartel yang sudah sampai tingkat kasasi yang membatalkan putusan KPPU.

Permasalahan yang terdapat dalam skripsi ini adalah hasil dari pemikiran penulis yang didasarkan pada pengertian-pengertian, teori-teori, dan aturan hukum yang diperoleh dari referensi media cetak maupun media elektronik.

Oleh karena itu, penulis menyatakan bahwa skripsi ini adalah karya asli penulis dan dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Apabila adanya kesamaan dengan beberapa judul yang terdapat dalam pusat dokumentasi dan informasi perpustakaan Universitas Sumatera Utara maupun di internet dalam seluruh situs pencarian, maka hal tersebut diluar dari yang penulis ketahui.

E. Tinjauan Pustaka

Secara umum Hukum Persaingan Usaha dapat diartikan sebagai hukum yang mengatur tentang persaingan usaha antara para pelaku usaha. Tujuan kebijakan persaingan adalah untuk menjamin terlaksananya pasar yang optimal, khususnya biaya produksi terendah, harga, dan tingkat keuntungan yang wajar, kemajuan teknologi, dan pengembangan produk.

(23)

Salah satu yang diatur oleh UU No.5 Tahun 1999 adalah dilarangnya perjanjian-perjanjian tertentu yang dianggap dapat menimbulkan monopoli dan atau persaingan tidak sehat. Mengenai apa yang dimaksud dengan kata

“perjanjian” ini, tidak berbeda dengan pengertian perjanjian pada umumnya, yakni sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1313 KUHPerdata. Dengan demikian, hal ini mungkin sulit dibuktikan, perjanjian lisan pun secara hukum sudah dapat dianggap sebagai suatu perjanjian yang sah dan sempurna. Hal tersebut dipertegas lagi dalam Pasal 1 angka (7) UU No.5 Tahun 1999 yang menyyebutkan bahwa yang dimaksud dengan suatu perjanjian adalah suatu perbuatan satu atau lebih pelaku usaha untuk mengikatkan diri terhadap satu atau lebih pelaku usaha lain dengan nama apa pun, baik tertulis ataupun tidak tertulis.19

Praktik kartel merupakan salah satu perjanjian yang dilarang dalam UU No.5 Tahun 1999. Kartel adalah suatu kerjasama dari produsen-produsen produk tertentu yang bertujuan untuk mengawasi produksi, penjualan dan harga dan untuk melakukan monopoli terhadap komoditas atau industri tertentu. Biasanya melalui kartel ini anggota kartel tersebut dapat menetapkan harga atau syarat-syarat perdagangan lainnya untuk mengekang suatu persaingan sehingga hal ini dapat menguntungkan para anggota kartel yang bersangkutan.20

19 UU No.5 Tahun 1999, op.cit, Pasal 1 angka 7

20 Munir Fuady, Hukum Anti Monopoli: Menyongsong Era Persaingan Sehat, (Bandung:

Citra Aditya Bakti, 2003), hlm.63-64.

(24)

F. Metode Penelitian

1. Jenis dan Sifat Penelitian

Diperlukan suatu metode penelitian dalam penulisan suatu karya ilmiah, sebagai tipe pemikiran yang secara sistematis dipergunakan dalam penelitian skripsi ini, yang pada akhirnya bertujuan mencapai keilmiahan dari penulisan skripsi ini. Maka dalam penulisan skripsi ini, penulis menggunakan metode penelitian hukum normatif, dengan menggunakan penelitian hukum kepustakaan (library research) yang diperoleh secara tidak langsung ataupun berupa bahan-bahan kepustakaan yaitu bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder.21 Menggunakan data sekunder dilakukan dengan cara meneliti kepustakaan yang berkaitan dengan penulisan yang dibahas berdasarkan dengan perundang-undangan. Penelitian skripsi ini sifatnya yaitu penelitian perspektif. Penelitian perspektif merupakan suatu penelitian untuk mendapatkan saran-saran dalam memecahkan suatu masalah.22

2. Data Penelitian

Pada umumnya dalam penelitian, dibedakan antara data yang diperoleh langsung dari masyarakat dan dari bahan pustaka. Data-data tersebut yaitu data primer dan data sekunder. Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari sumber pertama yakni masyarakat, melalui penelitian. Data sekunder merupakan data yang mencakup dokumen- dokumen resmi, buku-buku, hasil-hasil penelitian bersifat laporan, dan

21 H.Zainuddin, Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: Sinar Grafika, 2010), hlm.47

22 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta, Universitas Indonesia, 1981), hlm.10

(25)

seterusnya yang merupakan data yang telah ada sebelumnya.23 Maka data sekunder yang penulis gunakan dalam penulisan skripsi ini yaitu:

1) Bahan Hukum Primer, yaitu peraturan perundang-undangan yang terkait, antara lain:

a. Undang-undang, yaitu Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat;

b. Kitab Undang-undang Hukum Perdata;

c. Peraturan dan Pedoman Komisi Pengawas Persaingan Usaha Nomor 1 Tahun 2010 Tentang Tata Cara Penanganan Perkara, Peraturan Komisi Nomor 4 Tahun 2010 Tentang Pedoman Pasal 11 UU No.5 Tahun 1999.

2) Bahan Hukum Sekunder, yaitu bahan-bahan hukum yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer. Berupa Putusan KPPU No.09/KPPU-I/2018, buku-buku yang berkaitan dengan judul skripsi, artikel-artikel, wacana yang dikemukakan oleh pendapat para sarjana hukum dan sarjana ekonomi, hasil-hasil penelitian, laporan-laporan dan sebagainya yang diperoleh baik melalui media cetak maupun media elektronik.

3) Bahan Hukum Tertier, yakni bahan yang merupakan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder, seperti jurnal-jurnal hukum ilmiah, website Komisi Pengawas Persaingan Usaha dan bahan-bahan yang relevan dan dapat

23 Ibid, hlm.12

(26)

digunakan untuk melengkapi data yang diperlukan untuk penulisan skripsi ini.

3. Tehnik Pengumpulan Data

Pengumpulan dalam melaksanakan penulisan ini menggunakan metode studi pustaka (Library Research). Data yang digunakan bersumber dari peraturan perundang-undangan, buku-buku, wacana yang diberikan oleh para sarjana hukum dan ekonomi, majalah, dokumen resmi, berita elektronik, publikasi, dan hasil penelitian dan juga sumber-sumber lain yang berkaitan permasalahan yang dibahas dalam skripsi ini.

4. Analisis Data

Menggunakan penelitian hukum normatif dengan menelaah data sekunder pada umumnya dilakukan juga sekaligus analisanya. Metode analisa data pada penulisan ini menggunakan pendekatan kualitatif, yakni berupa:

1) Melakukan pengumpulan hukum primer, sekunder, dan tertier yang berhubungan dengan masalah yang ada dalam penelitian ini.

2) Melakukan penelitian terhadap bahan hukum relevan diatas agar sesuai dengan setiap permasalahan yang dibahas.

3) Mengolah dan menginterpretasikan data untuk mendapatkan kesimpulan dari permasalahan.

4) Memaparkan kesimpulan yang kualitatif yaitu dituangkan dalam bentuk pernyataan dan tulisan.

(27)

G. Sistematika Penulisan

Pembahasan dan penyajian suatu penelitian harus terdapat keteraturan agar terciptanya karya ilmiah yang baik. Guna mendukung isi serta memberikan kemudahan bagi pembaca dalam memahami makna dan memperoleh manfaatnya, penulisan ini dibuat secara rinci dan sistematis. Keseluruhan sistematika itu berupa satu kesatuan yang saling berhubungan antara satu dengan yang lain, yang dapat dilihat sebagai berikut:

BAB I: PENDAHULUAN

Dalam bab ini dikemukakan tentang latar belakang, perumusan masalah, tujuan dan manfaat penulisan, keaslian penulisan, tijauan pustaka, metode penelitian, dan sistematika penulisan.

BAB II: PERSAINGAN USAHA DI INDONESIA

Pada bab ini terdiri dari 3 (tiga) bagian, yaitu mengenai gambaran umum persaingan usaha, substansi UU No.5/1999, dan hukum acara persaingan usaha.

BAB III: KARTEL SEBAGAI PERJANJIAN YANG DILARANG DAN PEMBUKTIAN KARTEL DI INDONESIA

Bagian bab ini memiliki 5 (lima) bagian yang akan menjadi pembahasan, yaitu mengenai kartel secara umum, peraturan kartel di Indonesia, pembuktian kartel dalam UU Nomor 5 Tahun 1999, pembuktian kartel dalam Perkom No.4 Tahun 2011 Tentang

(28)

Pedoman Pasal 11, dan bukti langsung dan tidak langsung dalam membuktikan kartel.

BAB IV: ANALISIS KASUS KARTEL PADA PERDAGANGAN GARAM INDUSTRI ANEKA PANGAN (PUTUSAN KPPU NO.09/KPPU-I/2018)

Pada bab ini, yang menjadi pembahasan ialah meliputi analisa hukum pada putusan KPPU Nomor 09/KPPU-I/2018 dalam pembuktian kartel yang diputuskan tidak terbukti. Juga menggunakan perbandingan analisa kasus yang relevan terkait pembuktian kartel pada kasus ayam pedaging (broiler) yang dinyatakan tidak terbukti.

BAB V: PENUTUP

Dalam bab terakhir ini, akan dikemukakan kesimpulan dari awal hingga bagian akhir pembahasan penulisan skripsi ini, dan saran- saran yang penulis berikan dalam kaitannya dengan masalah yang dibahas.

(29)

PERSAINGAN USAHA DI INDONESIA

A. Persaingan Usaha

1. Latar Belakang Hukum Persaingan Usaha di Indonesia

Awal mula sebelum dikeluarkannya Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999, maka pengaturan mengenai persaingan usaha tidak sehat didasarkan pada Pasal 1365 KUHPerdata mengenai perbuatan melanggar hukum, dan Pasal 382 bis KUHP, “Barang siapa untuk mendapatkan, melangsungkan atau memperluas hasil perdagangan dan perusahaan milik sendiri atau orang lain, melakukan perbuatan curang untuk menyesatkan khalayak umum atau seorang tertentu, diancam, jika perbuatan itu menimbulkan kerugian bagi konkuren- konkurennya atau konkuren-konkuren orang lain, karena persaingan curang, dengan pidana penjara satu tahun empat bulan atau pidana denda paling banyak tiga belas ribu lima ratus rupiah”.24

Dari rumusan Pasal 382 bis KUHP tersebut, menggambarkan unsur-unsur seseorang dapat dikenakan sanksi pidana terhadap “persaingan curang”, yaitu:25

1. Adanya suatu tindakan tertentu yang dikategorikan sebagai persaingan curang.

2. Perbuatan persaingan curang dilakukan dalam rangka untuk mendapatkan, melangsungkan, dan memperluas hasil dagangan, atau perusahaan.

24 Suhasril dan Moh.Taufik Makarao, Hukum Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat di Indonesia, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2010), hlm.97

25 Kitab Undang-undang Hukum Pidana

(30)

3. Perusahaan yang diuntungkan karena persaingan curang tersebut baik perusahaan sipelaku maupun perusahaan lain.

4. Perbuatan pidana persaingan curang dilakukan dengan cara menyesatkan khalayak umum atau orang tertentu.

5. Mengakibatkan kerugian bagi konkuren-konkuren orang lain yang diuntungkan dengan perbuatan si pelaku.

Indonesia menganut prinsip ekonomi Pancasila, memberikan fenomena baru dan fakta bahwa kebijakan ekonomi yang mengatas namakan kepentingan rakyat tetapi pada praktiknya hanya dinikmati oleh sekelompok pelaku usaha tertentu yang diproteksi oleh pemerintah.26 Banyak perubahan signifikan yang terjadi pada saat Negara Indonesia mengadakan reformasi, misalnya mengenai kehidupan yang berdemokrasi, penataan hukum, dan perekonomian.

Fakta menunjukkan bahwa reformasi dipicu oleh gejolak akibat krisis ekonomi yang berkepanjangan yang merupakan kesalahan manajemen ekonomi pemerintah Orde Baru.27 Pada masa pemerintahan Orde Baru itu belum ada peraturan yang mengatur hal monopoli dan persaingan usaha di Indonesia secara adil dan jelas. Hanya ada kebijakan, tetapi kebijakan yang dibentuk oleh pemerintah justru memberlakukan secara diskriminatif28 bagi pelaku usaha yang telah diistimewakan. Perlakuan diskriminatif tersebut yang

26 Proyek Elips, op.cit, hlm.23

27 Ibid

28 Diskriminatif adalah sifat atau perbuatan yang membeda-bedakan suatu golongan dengan golongan lainnya yang cenderung mengistimewakan ( Lihat Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2017)

(31)

menciptakan persaingan usaha tidak sehat dan tercipta berbagai praktik monopoli oleh pelaku usaha yang mendapat perlakuan istimewa.

Undang-undang Dasar Tahun 1945 baik sebelum dan sesudah amandemen konstitusi tahun 2002 menginstruksikan bahwa perekonomian Indonesia disusun serta berorientasi pada ekonomi kerakyatan. Pasal 33 Undang-undang Dasar Tahun 1945 merupakan dasar acuan normatif menyusun kebijakan perekonomian nasional yang menjelaskan bahwa tujuan pembangunan ekonomi adalah berdasarkan demokrasi yang bersifat kerakyatan dengan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia melalui pendekatan kesejahteraan dan mekanisme pasar.29 Bersamaan dengan kemajuan perekonomian Indonesia, terlihat bahwa iklim persaingan tidak berjalan dengan prinsip persaingan usaha yang sehat. Saat yang sama, pelaku usaha juga tidak diperkenalkan dengan budaya persaingan diantara mereka sendiri, sedangkan persaingan merupakan elemen terpenting dalam berusaha.30

Sesuai hakikatnya orang menjalankan kegiatan usaha untuk memperoleh keuntungan dan penghasilan dalam rangka memenuhi kebutuhan hidup, dari segala aspek dan bentuk-bentuk kebutuhan. Beranjak dari apa yang dikemukakan, jelas bahwa hukum mempunyai peranan penting dalam pembangunan ekonomi, terutama berkaitan dengan terciptanya efisiensi ekonomi untuk mewujudkan kesejahteraan sosial.31

Krisis ekonomi berkepanjangan yang dialami oleh Indonesia sejak tahun 1997 dan mencapai puncaknya pada tahun 1998 kemudian diperburuk dengan

29 Ningrum Natasya Sirait (I), op.cit, hlm.1

30 Ningrum Natasya Sirait (II), op.cit, hlm.3

31 Hermansyah, op.cit, hlm.9

(32)

kondisi perekonomian dunia yang juga menurun. Dalam kurun waktu 30 tahun terakhir, beberapa pelaku usaha telah melakukan perbuatan-perbuatan yang jelas bertentangan dengan prinsip persaingan usaha yang sehat.32

Dalam upaya untuk mempercepat berakhirnya krisis ekonomi, maka pada bulan Januari 1998, Indonesia menandatangani Letter of Intent (LoI) sebagai bagian dari program bantuan International Monetery Fund (IMF). Ada sekitar 50 butir memorandum maka serangkaian kebijakan deregulasi segera dilakukan pemerintah pada itu. Deregulasi direalisasikan dalam bentuk mengeluarkan 7 (tujuh) Keputusan Presiden, 3 (tiga) Peraturan Pemerintah, dan 6 Instruksi Presiden. Deregulasi yang dilakukan berupa instruksi penghentian tindakan yang mendistorsi pasar yang dilakukan untuk kepentingan golongan tertentu di Indonesia.33 Dengan demikian banyak peraturan kebijakan yang dibuat untuk mencabut hak istimewa terhadap beberapa pelaku usaha pada masa itu.

Momentum ini sebenarnya telah digunakan oleh wakil rakyat dari salah satu fraksi partai tetapi tidak mendapatkan tanggapan dari DPR. Ada yang berpendapat bahwa peran serta IMF cukup penting dalam mendorong pemerintah untuk melakukan deregulasi pada beberapa materi perundang- undangan baru khususnya yang menyangkut mengenai persaingan usaha.34 Pada akhirnya kesempatan untuk memiliki Undang-undang Persaingan Usaha menjadi nyata dan terealisasikan pada Maret 1999. Meskipun ada tanggapan bahwa UU tersebut dibentuk karena desakan dari IMF terhadap Indonesia

32 Ningrum Natasya Sirait (II), op.cit, hlm.5

33 Ibid, hlm.7

34 Ibid, hlm.8

(33)

yang termasuk sebagai salah satu Supplementary Memorandum IMF dalam LoI termasuk dengan beberapa undang-undang lainnya. Undang-undang ini dikenal dengan nama Undang-undang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat pada tanggal 5 Maret 1999, yang terdiri dari 11 Bab 53 Pasal, dikenal dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999, yang akan efektif mulai berlaku pada bulan Maret 1999.35

2. Hukum Persaingan Usaha di Indonesia

Ketentuan larangan praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat di Indonesia terdapat dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.36 Istilah Undang-undang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat selain terlalu panjang atau tidak ringkas, juga akan sulit diingat dan tidak mudah dipahami. Meskipun istilah “persaingan usaha tidak sehat”

mungkin dianggap benar dari segi bahasa.37 Penyebutan untuk hukum persaingan usaha memiliki beberapa istilah berbeda yang digunakan oleh berbagai negara di dunia, misalnya Jepang mengenal istilah Antimonopoly Law, Amerika memiliki penyebutan Antitrust, dan di negara-negara Eropa

dikenal dengan istilah Competition Law. Secara umum dapat dikatakan bahwa hukum persaingan usaha adalah hukum yang mengatur segala sesuatu yang berkaitan dengan persaingan usaha.38

35 Proyek Elips, op.cit, hlm.24

36 Ningrum Natasya Sirait, et al, Ikhtisar Ketentuan Persaingan Usaha, (Jakarta: The Indonesia Netherlands Legal Reform Program (NLRP), 2010), hlm.1

37 Rachmadi Usman, op.cit, hlm.32

38 Hermansyah, op.cit. hlm.1

(34)

Dalam kehidupan yang ada ditengah-tengah masyarakat, persaingan usaha adalah hal yang sudah melekat dengan kehidupan manusia. Adanya peran yang timbul dari masyarakat itu sebagai pelaku usaha, yang di dalam kegiatan usaha yang dimilikinya pasti ingin menjadi yang lebih besar daripada pelaku usaha lainnya di dalam suatu pasar. Persaingan yang dilakukan oleh para pelaku usaha yaitu persaingan ekonomi yang ingin mendapatkan keuntungan dengan sebesar-bersarnya dari masyarakat.

Pada dasarnya, kegiatan persaingan usaha yang dilakukan oleh para pelaku usaha di pasar tidaklah buruk dan tidak selalu memberikan dampak negatif, karena pada dasarnya persaingan merupakan wadah yang baik untuk dapat menciptakan suatu kompetisi yang memotivasi masyarakat untuk menjadi pelaku usaha dan menciptakan angka pasar yang normal dan seimbang secara ekonomi dan berkualitas.39 Undang-undang No.5 Tahun 1999 di dalam Pasal 1 angka 5 menyebutkan pengertian persaingan usaha adalah setiap orang perorangan atau badan usaha, baik yang berbentuk badan hukum atau bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum negara Republik Indonesia, baik sendiri maupun bersama-sama melalui perjanjian, menyelenggarakan berbagai kegiatan usaha dalam bidang ekonomi.40 Sebenarnya persaingan usaha itu kondisi yang ideal yang memiliki aspek positif.

Hukum Persaingan Usaha merupakan hukum yang mengatur tentang interaksi perusahaan atau pelaku usaha di pasar, sementara tingkah laku

39 Ningrum Natasya Sirait (I), op.cit, hlm.16

40 UU No.5 Tahun 1999, op.cit, Pasal 1 angka 5

(35)

perusahaan ketika berinteraksi dilandasi atas motif-motif ekonomi.41 Menurut Christopher Pass dan Bryan Lowes, memberikan pengertian tentang persaingan usaha, dimana yang dimaksud dengan Competition Law (hukum persaingan) adalah bagian dari perundang-undangan yang mengatur tentang monopoli, penggabungan, peleburan dan pengambilalihan, perjanjian perdagangan yang membatasi dan praktik anti persaingan.42

Berdasarkan berbagai pengertian mengenai persaingan usaha yang telah dikemukakan diatas, dapat diartikan bahwa persaingan usaha adalah seperangkat aturan hukum yang mengatur mengenai segala aspek yang berkaitan dengan persaingan usaha, yang mencakup hal-hal yang boleh dilakukan dan hal-hal yang dilarang untuk dilakukan oleh pelaku usaha.

B. Substansi Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat

Sistematika dan isi dari Undang-undang No.5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (selanjutnya disebut dengan Undang-undang Antimonopoli) yaitu memuat 11 bab dan 53 pasal.43 Sebagaimana struktur undang-undang lainnya, maka UU No.5 Tahun 1999 juga diawali dengan defenisi umum yang dipergunakan dalam undang- undang. Struktur UU No.5 Tahun 1999 mengatur mengenai ketentuan umum,

41 Andi Fahmi Lubis, et al, Hukum Persaingan Usaha Antara Teks dan Konteks, (Jakarta:

ROV Creative Media, 2009), hlm.21

42 Hermansyah, op.cit, hlm.2

43 Ibid, hlm.19

(36)

perjanjian yang dilarang, perbuatan yang dilarang, posisi dominan maupun mengenai Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU).44

1. Asas dan Tujuan

Untuk mengetahui makna suatu aturan perundang-undangan, perlu diketahui asas dan tujuan dari peraturan perundangan tersebut. Asas dan tujuan akan memberikan refleksi bagi pengaturan dan norma-norma yang dikandung dalam aturan tersebut.45 Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) asas diartikan sebagai dasar sesuatu yang menjadi tumpuan berpikir atau berpendapat. Sedangkan tujuan diartikan sebagai arah dan maksud.46

Dalam menjalankan kegiatan usahanya, para pelaku usaha di Indonesia diwajibkan untuk menganut asas demokrasi ekonomi dengan memperhatikan keseimbangan antara pelaku usaha dan kepentingan umum. Hal ini dicantumkan dalam Pasal 2 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999. Asas demokrasi tersebut merupakan penjabaran dari Pasal 33 UUD 1945.47

Pasal 3 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 menyatakan bahwa tujuan undang-undang tersebut yaitu untuk menjaga kepentingan umum dan meningkatkan efisiensi ekonomi nasional merupakan salah satu cara dalam meningkatkan kesejahteraan rakyat, memberikan iklim usaha yang kondusif, efektif, dan efisien, dan mencegah praktik monopoli dalam kegiatan usaha.48

44 Ningrum Nastasya Sirait (I), op.cit, hlm.84

45 Andi Fahmi Lubis, et al, op.cit, hlm.14

46 Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2017

47 Asril Sitompul, Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (Tinjauan Terhadap Undang-undang Nomor.5 Tahun 1999), (Bandung: PT.Citra Aditya Bakti, 1999), hlm.13

48 Ibid, hlm.15

(37)

Bila dicermati tujuan utama dari UU No.5/1999 yang hendak dicapai hukum, pada intinya dimaksudkan untuk mengatur persaingan dan monopoli demi tujuan yang menguntungkan.

Banyak pihak seperti pelaku usaha, masyarakat, dan pemerintah yang mengaharapkan agar perekonomian Indonesia dapat tumbuh secara baik di lingkungan yang kompetitif. Kondisi kompetitif merupakan syarat yang mutlak dalam mencapai perekonomian yang bertumbuh dan proses industrialisasi yang efisien. Tujuan pembentukan Undang-undang No.5 Tahun 1999 diatur dalam Pasal 3, dengan unsur-unsur sebagai berikut:

1. Menjaga kepentingan umum dan meningkatkan efisiensi ekonomi nasional sebagai salah satu upaya untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat.

2. Mewujudkan iklim usaha yang kondusif melalui pengaturan persaingan usaha yang sehat sehingga menjamin adanya kepastian kesempatan berusaha yang sama bagi pelaku usaha besar, menengah, dan kecil.

3. Mencegah praktik monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat yang ditimbulkan oleh pelaku usaha.

4. Terciptanya efektivitas dan efisiensi dalam kegiatan usaha.49

Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 menjadi peraturan yang menyebabkan banyak memiliki argumentasi oleh berbagai pihak saat mengamati tujuan dari pembentukan undang-undang tersebut.

49 Suhasril dan Moh.Taufik Makarao, op.cit, hlm.105

(38)

2. Perjanjian yang Dilarang

Hukum Persaingan Usaha memiliki wacana dimana aturan yang dititikberatkan pada larangan perilaku tertentu dikatakan sebagai aturan yang memiliki pendekatan “behavioral”. Sedangkan aturan yang melarang pembentukan atau penyalahgunaan struktur disebut sebagai aturan yang memiliki pendekatan “struktural”. Ada 3 (tiga) kategori tentang tindakan yang dilarang yang dimuat dalam Undang-undang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, yaitu perjanjian yang dilarang (Bab III), kegiatan yang dilarang (Bab IV), dan posisi dominan (Bab V).50

Pengertian Perjanjian yaitu dalam suatu perbuatan yang mengikatkan dirinya dengan satu orang atau lebih, dinyatakan dalam ketentuan Pasal 1313 KUHPerdata.51 Di dalam ketentuan Pasal 1320 Kitab Undang-undang Hukum Perdata mensyaratkan dipenuhinya 4 (empat) syarat sahnya suatu perjanjian:

1. Adanya kesepakatan bebas dari pihak yang berjanji;

2. Adanya kecakapan untuk bertindak dari pihak yang berjanji;

3. Adanya suatu objek yang diperjanjikan;

4. Bahwa perjanjian tersebut adalah yang diperkenankan, baik oleh ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku;52

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) memberikan pengertian tentang perjanjian bahwa merupakan persetujuan (tertulis atau dengan lisan) yang dibuat oleh kedua belah pihak atau lebih, masing-masing bersepakat akan mentaati apa yang ada dalam persetujuan tersebut. Sementara di dalam

50 Arie Siswanto, Hukum Persaingan Usaha, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2004), hlm.81

51 Kitab Undang-undang Hukum Perdata

52 Ibid

(39)

Pasal 1 angka (7) UU No.5 Tahun 1999, mendefenisikan bahwa perjanjian adalah suatu perbuatan satu atau lebih pelaku usaha untuk mengikatkan diri terhadap satu atau lebih pelaku usaha lain dengan nama apapun, baik tertulis maupun tidak tertulis.53 Dengan dua sudut pandang tentang pengertian perjanjian tersebut, segala jenis perjanjian yang merupakan suatu kesepakatan antara dua atau lebih pihak merupakan hal yang diatur dan diijinkan secara tertulis ataupun secara tidak tertulis apapun isi dari perjanjian tersebut.

Selanjutnya dalam Bab III diatur mengenai beberapa pasal tentang perjanjian yang dilarang dari Pasal 4 sampai Pasal 16 UU No.5 Tahun 1999.

Akan tetapi harus dipahami bahwa perjanjian sebagaimana dimaksud dalam UU No.5 Tahun 1999 baik merupakan perjanjian yang tertulis maupun lisan tidak seperti yang dinyatakan dalam Bab I Pasal 7 ayat 1.54 Adapun di dalam UU Nomor 5 Tahun 1999 mengatur beberapa perjanjian yang dilarang untuk dilakukan oleh pelaku usaha, yaitu perjanjian oligopoli ketentuannya terdapat dalam Pasal 4, perjanjian dilarang berikutnya adalah penetapan harga.

Ketentuan-ketentuan mengenai perjanjian penetapan harga diatur pada Pasal 5, Pasal 6, Pasal 7, dan Pasal 8.

Perjanjian dilarang dalam UU Nomor 5 Tahun 1999 yaitu mengenai pembagian wilayah yang ketentuannya diatur dalam Pasal 9, yang dilarang untuk membagi wilayah pemasaran pada barang/jasa sehingga menyebabkan praktik monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat. Pemboikotan juga perjanjian yang dilarang dalam UU Antimonopoli yang diatur dalam Pasal 10.

53 Suhasril, op.cit, hlm.115-116

54 Ningrum Natasya Sirait (I), op.cit, hlm.89

(40)

Perjanjian dilarang berikutnya adalah kartel. Kartel diatur dalam ketentuan Pasal 11 UU Nomor 5 Tahun 1999. Akan tetapi, pengertian kartel tidak dinyatakan secara jelas, hanya sebatas mengenai unsur-unsur dalam perjanjian kartel. Kartel adalah perjanjian yang dilakukan oleh beberapa pihak yang memiliki tujuan untuk mengendalikan harga untuk bisa mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya bagi para pelaku usaha. Jadi, kartel dapat dikatakan sebagai penyatuan perilaku dan sikap dari para produsen atau pedagang dengan maksud menciptakan situasi monopolistik agar dapat mengurangi atau meniadakan persaingan sama sekali. Berdasarkan ketentuan kartel, maka dapat dilihat yang termasuk perjanjian kartel adalah yang memenuhi unsur-unsur pelaku usaha, unsur perjanjian, unsur pelaku usaha pesaing, unsur mempengaruhi harga, unsur memproduksi dan atau pemasaran, unsur barang, unsur jasa, unsur mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat.55

Dalam UU Nomor 5 Tahun 1999 terdapat 9 perjanjian yang dilarang.

Adapun dari yang telah disebutkan diatas, berikut ini juga merupakan perjanjian dilarang, yang ketentuannya masing-masing diatur dalam pasal- pasal yang berbeda. Trust perjanjian dilarang yang ketentuannya diatur dalam Pasal 12, oligopsoni diatur dalam ketentuan Pasal 13, integrasi vertikal terdapat dalam Pasal 14. Perjanjian tertutup yang ada dalam Pasal 15, dan perjanjian dengan luar negeri yang merupakan perjanjian dilarang oleh Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.

55 Ningrum Natasya Sirait, et al, op.cit, hlm.39-41

(41)

3. Kegiatan yang Dilarang

Dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 tidak ada ditentukan tentang rumusan mengenai kegiatan yang dilarang sebagai suatu perjanjian. Ada satu bab khusus yang tertera dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 yang mengatur kegiatan yang dilarang, yaitu dalam Bab IV terdiri dari 8 pasal.

Sesuai dengan karakteristik kegiatan yang dilarang maka digolongkan menjadi 4 kegiatan, yaitu monopoli, monopsoni, penguasaan pasar, dan persengkongkolan.56 Mengenai kekhususan bab yang mengatur mengenai kegiatan yang dilarang dalam UU No.5 Tahun 1999 menandakan bahwa hal tersebut merupakan yang benar-benar dilarang perjanjiannya untuk dilakukan oleh antar pelaku usaha yang telah diatur dalam ketentuan undang-undang.

Pada Bab IV telah diatur tentang kegiatan yang dilarang sebagaimana dalam Pasal 17 sampai Pasal 24 mengenai berbagai kegiatan yang dapat membahayakan berbagai proses persaingan.57

Undang-undang No.5 Tahun 1999 memberikan pengaturan mengenai larangan kegiatan praktik monopoli diatur dalam Pasal 17 ayat (1) dan (2).

Pasal 18 UU Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat mengatur tentang monopsoni58, dan monopsoni sebenarnya adalah monopoli dari sisi pembeli (monopoly of demand). Dalam ketentuan pasal yang mengatur larangan penguasaan pasar terdapat dalam Pasal 19, Pasal 20, dan Pasal 21 Undang-undang No.5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik

56 Ahmad Yani, Seri Hukum Bisnis, Anti Monopoli, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2000), hlm.31-32

57 Ningrum Natasya Sirait (I), op.cit, hlm.95-96

58 Arie Siswanto, op.cit, hlm.89

(42)

Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Selanjutnya ada kegiatan persekongkolan yang dilarang dalam UU Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat dibagi dalam 3(tiga) kategori, yaitu:

a. Dalam hal mengatur atau mengatur pemenang tender/bid rigging (Pasal 22).

b. Dalam hal mendapatkan informasi kegiatan usaha pesaing yang dapat diklarifikasi sebagai rahasia (Pasal 23).

c. Dalam hal menghambat produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa pelaku usaha pesaingnya dengan tujuan agar barang dan atau jasa itu berkurang kualitas maupun kuantitasnya serta terganggunya ketepatan waktu yang dipersyaratkan (Pasal 24).59

4. Posisi Dominan

Pemilikan posisi dominan dalam suatu pasar merupakan tujuan terbesar dari para pelaku usaha. Bab V UU No.5 Tahun 1999 mengatur tentang ketentuan Posisi Dominan mulai dari Pasal 25 sampai Pasal 29.60 Pasal 1 angka (4) UU No.5 Tahun 1999 telah menyebutkan pengertian dari posisi dominan. Dari yang telah ditetapkan dalam Pasal 1 angka (4) diatas, dapat melihat adanya 3 (tiga) hal yang harus dimiliki sebagai unsur agar pelaku usaha bisa dikatakan sebagai pemilik posisi dominan:

1. Mempunyai pangsa pasar yang cukup besar atau posisi tertinggi;

2. Memiliki kemampuan keuangan yang kuat;

3. Mempunyai kemampuan akses pada pasokan atau penjualan.61

59 Suhasril, op.cit, hlm.138

60 Ningrum Natasya Sirait (I), op.cit, hlm.101

61 Asril Sitompul, op.cit, hlm.35

(43)

Pembagian ketentuan Bab V UU No.5 Tahun 1999 mengenai hal posisi dominan, yaitu Pasal 25 mengenai ketentuan umum dari posisi dominan, Pasal 26 menjadi bentuk dari posisi dominan yaitu jabatan rangkap, Pasal 27 bentuk posisi dominan dalam pemilikan saham, kemudian di dalam Pasal 28 dan Pasal 29 mengenai ketentuan hal merger, akuisisi, dan konsolidasi. Posisi dominan tidak senantiasa berarti negatif. Hukum Antimonopoli sebenarnya tidak melarang pencapaian posisi dominan dengan cara kepandaian, kegigihan, dan kejujuran dalam persaingan yang dilakukan oleh para pelaku usaha.62

5. Komisi Pengawas Persaingan Usaha

Idealnya persaingan usaha sehat diharapkan dapat muncul dari kesadaran pelaku usaha itu sendiri, yang akan tercipta dari mekanisme pasar.63 Pada dasarnya yang diharapkan dalam berbisnis yaitu, terciptanya iklim usaha yang sehat antar sesama pelaku usaha tanpa adanya turut campur tangan dan intervensi dari suatu lembaga manapun. Ada pendapat yang mengatakan bahwa KPPU merupakan suatu lembaga quasi judicial yang memiliki kewenangan eksekutorial yang berkaitan dengan kasus-kasus persaingan usaha.64

Pasal 1 angka 18 UU No.5 Tahun 1999 telah memberikan ketentuan tentang pengertian KPPU, dimana yang dimaksud dengan “Komisi Pengawas Persaingan Usaha adalah komisi yang dibentuk untuk mengawasi pelaku

62Magister Hukum UGM, Hukum Persaingan Usaha di Indonesia dan Perkembangannya, (Yogyakarta:CICODS FH-UGM, 2009), hlm.73

63 Binoto Nadapdap, Hukum Acara Persaingan Usaha, (Jakarta: Jala Permata Aksara, 2009), hlm.15

64 Susanti Adi Nugroho, op. it, hlm.544

(44)

usaha dalam menjalankan kegitan usahanya agar tidak melakukan praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat”.65 KPPU dibentuk berdasarkan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 75 Tahun 1999, dan sebagaimana dalam Pasal 34 yang mengatur mengenai susunan organisasi, tugas, dan fungsi Komisi yang ditetapkan melalui Keputusan Presiden. Komisi Pengawas Persaingan Usaha memiliki kewenangan khusus yang telah tertulis dalam ketentuan Pasal 36 UU No.5 Tahun 1999.

Kewenangan-kewenangan khusus yang dimiliki KPPU kepada Komisi, dan kewenangan tersebut menjadi dasar adanya tugas-tugas KPPU yang terdapat dalam ketentuan Pasal 35 UU Antimonopoli.66

C. Hukum Acara Persaingan Usaha

1. Tata Cara Penanganan Perkara Hukum Acara Persaingan Usaha dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999

Sumber hukum adalah segala hal yang dapat melakukan, menimbulkan aturan hukum serta tempat menemukan aturan hukum.67 Maka dapat dijelaskan bahwa, yang menjadi sumber hukum itu segala sesuatu yang dapat menimbulkan aturan bersifat mengikat dan memaksa, dan apabila dilanggar maka akan menimbulkan sanksi-sanksi yang tegas dan nyata bagi pelanggarnya.

E.Utrecht memberikan defenisi mengenai hukum acara atau hukum formil sebagai cara bagaimana peraturan-peraturan dalam hukum materil dapat

65 UU No.5 Tahun 1999, op.cit, Pasal 1 angka (18)

66 Ningrum Natasya Sirait (I), op.cit, hlm.107&108

67 H.Ishaq dan H.Efendi, Pengantar Hukum Indonesia (PHI), (Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada, 2015), hlm.31-32

(45)

dipertahankan dan dilakukan, serta cara suatu perkara dapat diselesaikan di hadapan hakim dan merupakan alat negara dalam menyelesaikan perselisihan hukum.68 Maka hukum dalam pembentukan dan penerapannya tidak dapat hanya menjadi hukum yang sekedar mengatur sebagai substansi, akan tetapi juga dibentuk sebagai hukum yang dapat melaksanakan hukum tersebut.

Dalam penanganan perkara yang terjadi pada persaingan usaha, menurut Hukum Persaingan Usaha telah didasarkan pada Pasal 38 sampai Pasal 46 UU No.5 Tahun 1999. Hal ini merupakan hukum acara dalam penanganan perkara persaingan usaha. Pada dasarnya, perkara yang menjadi sengketa dalam persaingan usaha yaitu antara individu dengan individu lainnya, yaitu antar pelaku usaha. Sebab itu, sengketa perkara persaingan usaha merupakan sengketa perdata.69 Dalam penanganan berbagai perkara yang terjadi, pasti ada suatu institusi yang telah diberikan kewenangan oleh negara, begitupun hal nya pada penanganan perkara persaingan usaha yang meskipun diatur berbeda dengan tindak pidana pada umumnya. Negara memberikan kewenangan kepada KPPU dalam menangani perkara persaingan usaha, dan diatur dalam UU No.5 Tahun 1999.70

Adapun yang menjadi sumber hukum acara dalam bidang hukum persaingan usaha setelah mengalami perubahan dari peraturan yang sebelumnya, yaitu:

68 E.Utrecht dan Moh.Saleh, Pengantar dalam Hukum Indonesia, (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1989), hlm.411

69 Susanti Adi Nugroho, op.cit, hlm.539

70 Ibid, hlm.540

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

Meskipun Koperasi Kredit Harapan Kita Kota Medan adalah Koperasi yang masih menimbulkan faktor kekeluargaan, Koperasi Harapan Kita Kota Medan lebih ,mengambil

Adapun yang menjadi rumusan masalah penulisan ini adalah bagaimana pengetahuan tradisional dalam pengaturan Hak Kekayaan Intelektual, bagaimana pengaturan mengenai

Meskipun hak ulayat diatur dalam UUPA, pihak Keraton tidak memilih status hak ulayat sebab melalui hak ulayat Keraton hanya bisa memberikan tanah dalam jangka waktu tertentu

Setelah dilakukan pembuatan sediaan gel Na diklofenak 1% dengan gelling agent xanthan gum sebanyak 5 pot dimana masing-masing pot berisi 30 mg sediaan dengan formula

Pengertian Bilyet Giro seperti tercantum dalam ketentuan Pasal 1 angka 3 Peraturan Bank Indonesia No. 18/41/PBI/2016 adalah sebagai berikut: “Bilyet Giro adalah surat

Faktor lainnya yaitu adanya rasa malu dari pasangan suami istri tersebut untuk mengakui bahwa dalam rumah tangganya telah terjadi kekerasan dalam rumah tangga,

memperoleh kompensasi atas kerugian yang diderita maka konsumen dapat menuntut pertanggungjawaban secara perdata kepada pelaku usaha. Terdapat dua bentuk pertanggungjawaban

Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa penyelesaian kredit yang mengalami kemacetan pada Kredit Usaha Rakyat di PT.Bank Rakyat Indonesia Cabang Kota Binjai