• Tidak ada hasil yang ditemukan

SKRIPSI. Diajukan untuk Memenuhi dan Melengkapi Syarat-syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum. Oleh :

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "SKRIPSI. Diajukan untuk Memenuhi dan Melengkapi Syarat-syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum. Oleh :"

Copied!
139
0
0

Teks penuh

(1)

TINJAUAN YURIDIS MENGENAI DAMPAK MENINGKATNYA PERCERAIAN YANG DIPENGARUHI OLEH FAKTOR KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

ANTARA TAHUN 2014-2018 DI WILAYAH HUKUM MAHKAMAH SYAR’IYAH MEULABOH

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi dan Melengkapi Syarat-syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum

Oleh :

SITI ROKHIMAH NIM : 150200043

DEPARTEMEN HUKUM KEPERDATAAN PROGRAM KEKHUSUSAN HUKUM PERDATA BW

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2019

(2)
(3)
(4)

Puji dan syukur penulis panjatkan terhadap kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmat dan karunia-Nya lah penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Salawat beriring salam atas junjungan kita Nabi Muhammad SAW , yang sudah membawa kita dari zaman kegelapan menuju zaman yang penuh dengan ilmu pengetahuan seperti saat ini sehingga memotivasi kita untuk selalu menuntut ilmu setinggi-tingginya.

Menjadi suatu kewajiban bagi setiap mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara untuk menyusun dan menyelesaikan suatu skripsi, dan untuk itu penulis menyusun suatu skripsi yang berjudul TINJAUAN YURIDIS MENGENAI DAMPAK MENINGKATNYA PERCERAIAN YANG DIPENGARUHI OLEH FAKTOR KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA ANTARA TAHUN 2014-2018 DI WILAYAH HUKUM MAHKAMAH SYAR’IYAH MEULABOH .

Dalam proses penulisan skripsi ini, Penulis telah banyak mendapatkan bantuan dari berbagai pihak, maka pada kesempatan ini Penulis menyampaikan ucapan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Prof. Dr. Budiman Ginting, S.H.,M.Hum, selaku Dekan Fakultas Universitas Sumatera Utara.

2. Prof. Dr. Saidin,S.H.,M.Hum, selaku Wakil Dekan I Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

3. Ibu Puspa Melati,S.H.,M.Hum, selaku Wakil Dekan II Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

4. Bapak Dr. Jelly Leviza, S.H.,M.Hum, selaku Wakil Dekan III Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara.

(5)

Keperdataan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara sekaligus Dosen Pembimbing I yang telah menolong penulis dan telah banyak meluangkan waktunya kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini,

6. Bapak Syamsul Rizal, .S.H.,M.Hum, selaku Sekretaris Departemen Hukum Perdata.

7. Bapak Eko Yudhistira Kalo,S.H.,MKn, selaku Dosen Pembimbing II yang telah berbesar hati meluangkan waktu untuk membimbing, mengarahkan , dan memeriksa skripsi Penulis agar menjadi lebih baik.

8. Bapak/Ibu para Dosen dan seluruh Staf Administrasi Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara dimana Penulis menimba ilmu selama ini.

9. Ibu Faida Nur,S.H. , selaku Panitera Muda Hukum Mahkamah Syar‟iyah Meulaboh yang telah meluangkan waktunya untuk diwawancarai oleh Penulis dan seluruh staf yang terlibat langsung dalam memberikan data dan informasi yang diperlukan oleh Penulis.

10. Ayahanda Syahrial dan Ibunda Hj. Rosnimar yang telah mendidik dan membesarkan Penulis dengan penuh cinta dan kasih sayang, yang selalu mendoakan Penulis dalam proses menyelesaikan skripsi, yang selalu menyemangati Penulis ketika Penulis dihadapi dengan berbagai kendala dalam proses penyusunan skripsi ini, yang selalu mengingatkan Penulis untuk selalu menyertai Allah SWT dalam proses penyusunan skripsi ini.

11. Tante Roslidar yang sudah merawat Penulis ketika menempuh pendidikan dari tingkat Sekolah Dasar hingga tingkat Perguruan Tinggi, dan selalu mendoakan Penulis dalam setiap langkah menyusun skripsi.

12. Kakak Rodiah Ma’rufah S.Farm,Apt yang selalu menyemangati Penulis dalam

penyusunan skripsi, Adik sekaligus kembaran Penulis Siti Khanifah yang selalu

mendengar keluhan penulis dan memberikan masukan kepada Penulis selama proses

(6)

proses penyusunan skripsi.

14. Keluarga besar RM.Muraya Baru, yang selalu setia bertanya mengenai perkembangan skripsi Penulis dan selalu mendukung Penulis dalam proses penyusunan skripsi.

15. BTM Aladdisnyah,S.H, merupakan organisasi yang sudah menemani Penulis selama perkuliahan dan memberikan banyak ilmu untuk Penulis baik dari Akademis maupun organisasi yang selalu setia mendukung Penulis dan memberikan masukan kepada Penulis selama proses penyusunan skripsi.

16. Presidium Al-Mahbub (Intan, Egi, Riska, Ami, Anggi, Gita, Nisa, Dina, Yuni, Yudika, Dana, Dimas, Datuk, , Riko, Zairin, Andre) yang sudah menjadi teman setia Penulis selama masa perkuliahan dan juga sama-sama berjuang dalam menjalankan roda amanah kepengurusan selama satu periode, yang selalu setia mendukung Penulis menyusun skripsi, dan sama-sama berjuang dalam proses penyusunan skripsi.

17. Sahabat-sahabat Penulis This is Us (Ami, Mei, Nazli, Retno, Tiek), yang sudah menemani Penulis dalam masa perkuliahan dan juga mendukung Penulis dalam menyelesaikan skripsi, serta sama-sama berjuang dalam menyelesaikan skripsi.

18. Tiga tujuh 37 (Abdul, Rilo, Haris, Bobi, Sri, Tita, There, Eka, Tirza, Yolanda, Sela), Anak Kuliah (Tika, Ici, Tara, Dian, Naviri), Nisa, Vina dan Smanduscouts, yang merupakan teman-teman Penulis semasa SMP dan SMA yang sampai sekarang selalu setia menyamangati Penulis dalam menyelesaikan skripsi.

Demikianlah ucapan terimakasih yang Penulis sampaikan yang ditujukan kepada

orang-orang yang berpengaruh dalam proses mengerjakan, menyelesaikan, dan memperbaiki

skripsi Penulis agar menjadi lebih baik. Besar harapan penulis semoga skripsi ini dapat

berguna bagi mahasiswa-mahasiswa yang nantinya akan menyusun skripsi berkaitan juga

dengan skripsi Penulis, dan dapat dimanfaatkan secara terori maupun praktek dalam

(7)

dari semua pihak yang berminat dengan topik skripsi ini akan dapat menjadi lebih baik lagi guna pendidikan dan penelitian ilmu hukum di masa yang akan datang.

Medan, Januari 2019

Penulis,

Siti Rokhimah

NIM : 150200043

(8)

Halaman

KATA PENGANTAR i

DAFTAR ISI v

ABSTRAK vii

BAB I : PENDAHULUAN 1

A. Latar Belakang 1

B. Rumusan Masalah 9

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 9

D. Keaslian Penulisan 11

E. Tinjauan Kepustakaan 12

F. Metode Penelitian 17

G. Sistematika Penulisan 20

BAB II : FAKTOR PENYEBAB TERJADINYA PERCERAIAN DALAM SUATU

PERKAWINAN 22

A. Perkawinan 22

1. Pengertian Perkawinan dan Dasar Hukum Hukum Perkawinan 22

2. Tujuan Perkawinan 25

3. Syarat-syarat Perkawinan 27

4. Akibat Hukum Perkawinan 39

B. Perceraian 40

1. Pengertian Perceraian dan Dasar Hukum Perceraian 40

2. Macam-Macam Perceraian 44

3. Faktor-faktor Penyebab Perceraian 50

4. Tata Cara perceraian 58

5. Akibat Hukum Perceraian 62

(9)

FAKTOR KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DI WILAYAH HUKUM

MAHKAMAH SYAR’IYAH MEULABOH 64

A. Pengaturan Kekerasan Dalam Rumah Tangga Menuru Undang-undang Nomor 23 Tahun 2004 Tentang Kekerasan Dalam Rumah Tangga 64

1.Pengertian Kekerasan Dalam Rumah Tangga 64

2. Bentuk-bentuk Kekerasan Dalam Rumah Tangga 67 3. Faktor Penyebab Terjadinya Kekerasan Dalam Rumah Tangga 71

4. Dampak Kekerasan Dalam Rumah Tangga 75

B. Tinjauan Umum Mahkamah Syar‟iyah Meulaboh 80

1. Ruang Lingkup Mahkamah Syar‟iyah 80

2. Sejarah Mahkamah Syar‟iyah Meulaboh 84

C. Dampak Meningkatnya Perceraian Yang Dipengaruhi Oleh Faktor Kekerasan Dalam

Rumah Tangga di Wilayah Hukum Mahkamah Syar‟iyah Meulaboh 88 BAB IV : UPAYA-UPAYA YANG HARUS DILAKUKAN UNTUK MENGURANGI

PENINGKATAN KASUS PERCERAIAN YANG DIPENGARUHI OLEH FAKTOR KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA 98 A. Upaya Hukum Untuk Mengurangi Peningkatan Kasus Perceraian Yang Dipengaruhi

Oleh Faktor Kekerasan Dalam Rumah Tangga 98 B. Upaya Non Hukum Untuk Mengurangi Peningkatan Kasus Perceraian Yang Dipengaruhi Oleh Faktor Kekerasan Dalam Rumah Tangga 104

BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN 108

A. Kesimpulan 108

B. Saran 110

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

KUESIONER

HASIL WAWANCARA SURAT RISET/PENELITIAN

(10)

Siti Rokhimah*

Rosnidar Sembiring**

Eko Yudhistira Kalo***

Penulisan skripsi ini dilatarbelakangi dengan banyaknya kasus perceraian yang terjadi di Mahkamah Syar‟iyah Meulaboh antara tahun 2014-2018 yang terus mengalami peningkatan terkhususnya perceraian yang disebabkan oleh kekerasan dalam rumah tangga.

Permasalahan yang dibahas dalam penulisan skripsi ini ialah pertama, apa yang menyebabkan terjadinya perceraian dalam suatu perkawinan. Kedua, bagaimanakah dampak meningkatnya perceraian dan dampak kekerasan dalam rumah tangga terhadap korban sehingga memutuskan untuk bercerai di wilayah hukum Mahkamah Syar‟iyah Meulaboh. Ketiga, bagaimana upaya-upaya yang harus dilakukan untuk mengurangi peningkatan kasus perceraian yang disebabkan oleh faktor kekerasan dalam rumah tangga.

Metode penelitian ini bersifat normatif empiris. Dalam penulisan skripsi ini metode yang digunakan ialah dengan penelitian pustaka (libarary research), yaitu penelitian yang dilakukan dengan cara memperoleh bahan dari perpustakaan berupa buku-buku, karya ilmiah para sarjana, peraturan perundang-undangan, majalah-majalah, dan lain-lain yang memiliki kaitan dengan judul skrispi ini. Penelitian ini juga dilakukan dengan cara penelitian lapangan (field research), yaitu pengambilan data, melakukan wawancara dengan Ibu Faida Nur, S.H.

selaku Panitera Mudah Hukum Mahkamah Syar‟iyah Meulaboh

Pembahasan dalam skripsi ini ialah membahas faktor penyebab perceraian, dampak meningkatnya perceraian dan dampak terhadap korban kekerasan dalam rumah tangga, serta upaya-upaya dalam mengurangi kasus perceraian. Faktor penyebab perceraian ialah ekonomi, orang ketiga, nusyuz, kekerasan dalam rumah tangga, dll. Dampak meningkatknya perceraian yaitu berdampak terhadap suami dan istri, anak, serta terhadap harta bersama. Upaya yang dilakukan ialah melalui upaya hukum yaitu melalui mediasi di Pengadilan dan upaya di luar Pengadilan yaitu mediasi yang dilakukan di Gampong oleh Keuchik (kepala desa). Adapun yang menjadi saran dalam skripsi ini ialah memaksimalkan peran hakim mediator dalam melakukan mediasi, melakukan sosialisasi mengenai perkawinan, perceraian, dan kekerasan dalam rumah tangga, serta memaksimalkan peran Kantor Urusan Agama dalam membimbing pasangan suami istri yang akan menikah agar menghindari terjadinya perceraian.

Kata kunci : Perceraian, KDRT, Mahkamah Syar’iyah Meulaboh

* Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

** Dosen Pembimbing I

*** Dosen Pembimbing II

(11)

A. Latar Belakang

Manusia sebagai ciptaan Tuhan Yang Maha Esa, ditakdirkan dengan sosok yang tidak sempurna. Manusia juga digolongkan sebagai subjek hukum yang tidak dapat dilepaskan dalam ruang lingkup hukum perdata karena subjek hukum merupakan konsep dan pengertian (concept en begrif) yang mendasar terutama dalam ruang lingkup hukum orang dan keluarga.

Kehadiran subjek hukum dalam lalu lintas hukum perdata, setidak-tidaknya memiliki arti penting dalam 3 (tiga) hal yaitu pertama, saat kelahiran; kedua, saat perkawinan, dan ketiga, saat kematian.

1

Sebagai komponen dari ajaran Islam, maka syari‟at Islam adalah sistem norma Ilahi yang mengatur hubungan manusia dengan Tuhannya yang disebut dengan kaidah ibadah, mengatur hubungan manusia dengan sesamanya serta hubungan manusia dengan alam lainnya yang disebut dengan kaidah mu‟amalah. Salah satu komponen dari kaidah mu‟amalah yang sekaligus mencakup kaidah ibadah adalah hukum yang berkaitan dengan al-ahwalus syakhsiyah, yang muatannya antara lain mengenai hukum munakahat/perkawinan.

2

Hukum Perkawinan tidak lain merupakan inti dari hukum keluarga sehingga semua orang yang telah memenuhi persyaratan yuridis untuk membentuk keluarga yang bahagia, kekal dan berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa harus mengikuti norma-norma hukum yang terdapat dalam undang-undang tersebut. Dengan perkataan lain, Undang-undang Nomor

1 Tan Kamello &Syarifa Lisa Andriati, Hukum Orang & Keluarga, Medan : USU Press, 2011, hal 25.

2 M.Anshary, Hukum Perkawinan Di Indonesia, Yogyakarta : Pustaka Pelajar,2010,hal 11.

(12)

1 Tahun 1974 dapat dikatakan sebagai suatu contoh hukum nasional yang bertujuan untuk melahirkan unifikasi hukum dalam bidang keluarga.

3

Ketika seorang wanita dan seorang laki-laki telah dinyatakan sah dalam suatu perkawinan maka keduanya pun dinyatakan sah sebagai suami istri untuk membentuk kehidupan rumah tangga yang kekal dan abadi berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa dan menjadi keluarga yang diridhai oleh Allah SWT yaitu keluarga sakinah, mawaddah dan warahmah. Dalam kehidupan rumah tangga suami adalah kepala keluarga dan istri adalah ibu rumah tangga. Dalam realitas hukumnya, masih ada ditemukan bahwa istri yang mengendalikan rumah tangga dan suami berada pada posisi yang tertekan, sehingga dikenal istilah suami di bawah bendera istri. Posisi ini antara lain disebabkan faktor istri memiliki pekerjaan yang lebih baik dibandingkan suami, istri memiliki gelar kesarjanaan lebih tinggi dari suami, istri memiliki penghasilan lebih baik dari suami.

Undang-undang tidak menentukan bahwa kewajiban istri menyediakan kebutuhan rumah tangga, tetapi jika istri bekerja dan memiliki penghasilan, maka tidak ada salahnya istri membantu untuk membiayai kehidupan keluarga apalagi suami istri memiliki anak, walaupun istri bekerja, seorang istri tidak boleh melupakan kewajiban untuk mengatur urusan rumah tangga, tetapi adakalanya istri yang sibuk dengan pekerjaan kantornya meninggalkan perannya sebagai istri sehingga menyebabkan pertengkaran atau perselisihan secara terus- menerus dan akhirnya berujung pada perceraian. Undang-undang membenarkan jika suami atau istri melalaikan kewajibannya, maka suami atau istri dapat mengajukan gugatan ke pengadilan. Bagi yang beragama Islam mengajukan gugatan ke Pengadilan Agama, sedangkan bagi yang beragama Non Islam dapat mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri.

4

3 Riduan Syahrani, Perkawinan & Perceraian bagi Pegawai Negeri Sipil, Jakarta : Media Sarana Pers,1986, hal 11.

4 Pasal 34 Undang-undang Nomor 1Tahun 1974 tentang Perkawinan

(13)

Putusnya perkawinan yang disebabkan oleh perceraian dalam agama Islam dilarang atau setidak-tidaknya dihindarkan. Berbeda halnya dengan negara-negara yang dalam peraturan perundang-undangannya mengambil pendapat agama katolik mengenai perkawinan bahwa perceraian adalah dilarang, apabila dalam suatu perkawinan terdapat suasana ketidakserasian atau ketidakharmonisan dan ketegangan antara suami istri, maka hukum hanya memperbolehkan suami istri tersebut untuk berpisah meja dan tempat tidur (scheiding van tafel en bed).

5

Keluarga harmonis dan tentram tidak akan terwujud jika terjadi kelalaian atau kesengajaan baik dari pihak suami dan istri dalam memelihara rumah tangganya sehingga menyebabkan terlantarnya salah satu pihak atau keduanya. Kewajiban antara suami dan istri harus dimaknai secara timbal balik yang artinya bahwa kewajiban suami adalah merupakan hak istri dan sebaliknya yang menjadi kewajiban bagi istri merupakan hak dari pada suami.

6

Kehidupan rumah tangga bertujuan menuju ridho Allah SWT. Suami dan istri harus saling melengkapi dan bekerja sama dalam membangun rumah tangga yang harmonis menuju derajat takwa. Allah SWT berfirman di dalam Surat At-Taubah

Artinya : “Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebahagian mereka (adalah) menjadi penolong bagi sebahagian yang lain.” (Q.S.At-Taubah : 71)

Dan Firman Allah dalam Surat An-Nisa ayat 19 :

Artinya : “ Hai orang-orang yang beriman, tidak halal bagi kamu mempusakai wanita dengan jalan paksa , dan janganlah kamu menyusahkan mereka karena hendak mengambil kembali sebagian dari apa yang telah kamu berikan kepadanya, terkecuali bila mereka melakukan pekerjaan keji yang nyata. Dan bergaullah dengan mereka secara patut, kemudian bila kamu tidak menyukai mereka, (maka bersabarlah) karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak.” (Q.S.An-Nisa : 19)

5 Pasal 233 s/d Pasal 249 Kitab Undang-undang Hukum Perdata

6 Soemiyanti, Hukum Perkawinan Islam dan Undang-undang Perkawinan, Yogyakarta : Liberty, 1986, hal. 96.

(14)

Ayat diatas merupakan seruan kepada suami agar mereka mempergauli istri-istri mereka secara ma‟ruf. Menurut At-Tabari , ma‟ruf adalah bersikap adil dalam gilran dan nafkah , memperbagus ucapan dan perbuatan. Ayat ini juga memerintahkan menjaga keutuhan keluarga. Jika ada sesuatu yang tidak disukai pada diri istrinya, selain zina dan nusyuz , suami diminta bersabar dan tidak terburu-buru menceraikannya, sebab bisa jadi pada perkara yang tidak disukai, terdapat sisi kebaikan.

7

Salah satu asas perkawinan ialah monogami (tawahud al-zawij). Perkawinan dilakukan atas prinsip kerelaan (al-taraadli), kesetaraan (al-musawah), keadilan (al- adaalah), kemaslahatan (al-maslahat), pluralism (al-ta‟aduddiyah), dan demokratis (al- simuqrathiyyah).

89

Terdapat keadaan tertentu yang menghendaki putusnya perkawinan, dalam arti bila hubungan perkawinan tetap dilanjutkan akan menimbulkan kemudharatan yang akan terjadi. Asas perkawinan yang ada juga ditekankankan untuk mempersulit terjadinya perceraian artinya mempertahankan rumah tangga dengan cara yang baik, apabila terpaksa melepaskannya dengan cara yang baik pula sebagaimana Firman Allah SWT :

Artinya : Jika mereka bercita-cita hendak menceraikannya maka sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. (Q.S.Al-Baqarah : 227)

Maksud firman Allah SWT yang terdapat dalam Surat Al-Baqarah ayat 227 tersebut ialah bahwasanya memang perceraian itu diperbolehkan apabila kondisi dalam rumah tangga sudah tidak bisa dipertahankan lagi maka jalan terakhir ialah melakukan perceraian.

Berdasarkan ketentuan dalam Pasal 38 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan perceraian adalah putusnya perkawinan sedangkan pengertian perceraian menurut doktrin hukum perdata adalah penghapusan perkawinan dengan putusan hakim atau

7 Farid Ma‟ruf, 2007, Pandangan Islam Terhadap Kekerasan Dalam Rumah Tangga , Jurnal Hukum, hal.5, Jakarta.

8 Tim Pengurustamaan Gender Departemen Agama RI, Pembaharuan Hukum Islam, Jakarta : 2004, hal. 36.

(15)

tuntutan salah satu pihak dalam perkawinan itu.

10

Menurut ajaran agama Islam perceraian diperbolehkan untuk dilakukan, namun tetap dibenci oleh Allah SWT, yang artinya pada dasarnya ajaran islam tidak menghendakinya terjadi perceraian antara suami dan istri, namun apabila ini merupakan jalan terbaik bagi kedua pihak maka perceraian dapat dilakukan. Hal ini dilakukan agar tidak saling menyakiti dan menimbulkan mudarat dan terus menerus sehingga islam membuka peluang untuk berpisah melalui proses perceraian.

Dalam kurun waktu tiga tahun terakhir (2015-2017) tren perkara putusan (inkracht) perceraian di Pengadilan Agama seluruh Indonesia saja mengalami peningkatan. Misalnya, jumlah perkara pengajuan cerai talak (suami) dan cerai gugat (istri) di 29 Pengadilan Tinggi Agama pada tahun 2015 tercatat totalnya sebanyak 394.246 (cerai talak : 113.068 dan cerai gugat : 281.178 perkara) dan yang diputus sebanyak 353.843 perkara (cerai talak : 99.981 dan cerai gugat : 253.862 perkara). Tahun 2016 tercatat sebanyak 403.070 perkara (cerai talak : 113.968 dan cerai gugat : 289.102 perkara) dan yang diputus sebanyak 365.654 perkara (cerai talak : 101.928 dan cerai gugat : 301.861). Sedangkan, tahun 2017 tercatat totalnya sebanyak 415.848 perkara (cerai talak : 113.987 dan cerai gugat : 301.861) dan yng diputus sebanyak 374.516 perkara (cerai talak : 100.745 dan cerai gugat : 273.771). Sehingga, tren perkara perceraian yang diputus dalam tiga tahun terakhir itu kisaran 353.843 hingga 374.516 perkara.

11

Di dalam kehidupan rumah tangga terkadang banyak menimbulkan permasalahan dikarenakan antara suami dan istri tidak dapat mengontrol emosi satu sama lain dalam menyelesaikan permasalahan dalam rumah tangga. Permasalahan tersebut banyak disebabkan oleh beberapa faktor baik dari permasalahan ekonomi, kesalahpahaman antara suami dan istri, perselingkuhan ,munculnya orang ketiga, kekerasan dalam rumah tangga.

10 Pasal 38 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan.

11Rofiq Hidayat, http://m.hukumonline.com/berita/baca/lt5b1fb923cb04f/melihat-tren-perceraian-dan- dominasi penyebabnya, diakses pada 27 Februari 2019.

(16)

Kekerasan dalam rumah tangga merupakan salah satu faktor yang menyebabkan meningkatnya perkara perceraian di Indonesia. Berdasarkan catatan tahunan Komnas Perempuan yang diterbitkan setiap tahun pada tanggal 7 Maret. Catatan tahunan Komnas Perempuan menyatakan bahwa kasus perceraian di Indonesia yang disebabkan oleh kekerasan dalam rumah tangga dari tahun 2014 – 2018 terus mengalami peningkatan yang signifikan. Berikut ini adalah diagram yang menunjukkan peningkatan kasus perceraian di Indonesia yang disebabkan oleh faktor kekerasan dalam rumah tangga berdasarkan catatan tahunan Komnas Perempuan.

Sumber data dari Catatan Tahunan Komnas Perempuan

Berdasarkan diagram diatas perkara perceraian yang disebabkan oleh kekerasan dalam rumah tangga antara tahun 2014-2018 terus mengalami peningkatan. Tahun 2014 perkara perceraian yang disebabkan oleh kekerasan dalam rumah tangga (sebanyak 8.626 perkara dengan presentase sebesar 59 %), tahun 2015 (sebanyak 11.207 perkara dengan presentase 69 %), tahun 2016 (sebanyak 13.602 perkara dengan presentase sebesar 75 %), tahun 2017 (sebanyak 13.384 perkara dengan presentase sebesar 71 %), dan tahun 2018

0 2000 4000 6000 8000 10000 12000 14000 16000

2014 2015 2016 2017 2018

Jumlah Perkara

Tahun Perceraian

Data Perkara Perceraian Karena KDRT Tahun 2014-2018

Jumlah Perkara

(17)

(sebanyak 13.568 perkara dengan presentase sebesar 73 %). Hal ini membuktikan perkara perceraian yang disebabkan oleh kekerasan dalam rumah tangga dari tahun ke tahun terus mengalami peningkatan yang signifikan yang menyebab terjadinya peningkatan perkara perceraian di Indonesia.

12

Mengenai kekerasan dalam rumah tangga dominan khalayak umum menganggap bahwa suami lah yang seutuhnya bersalah padahal apabila suami melakukan kekerasan dalam rumah tangga bisa saja disebabkan oleh hal-hal lain yang dilakukan seorang istri seperti nusyuznya istri terhadap suami sehingga menyebabkan keadaan dalam keluarga tersebut kondisinya menjadi hancur dikarenakan percekcokan yang berkepanjangan lalu berlanjut dengan pertengkaran dan tanpa disadari si suami bisa saja tidak dapat mengontrol emosi lalu berujung menampar atau memukul istri sehingga terjadilah kekerasan dalam rumah tangga.

Percekcokan dan pertengkaran terus-menerus mengakibatkan kekerasan dalam rumah tangga yang dilakukan suami terhadap istri pun semakin sering terjadi dan berujung pada perceraian, tetapi tidak menutup kemungkinan suami juga dapat melakukan nusyuz terhadap istri. Nusyuz ialah tindakan suami atau istri di luar kepatutan yang mengarah kepada tidak melaksanakan kewajiban di dalam rumah tangga, atau tindakan-tindakan antipati yang tidak beralasan yang menyakitkan dan merugikan pihak lain.

13

Salah satu penyebab perceraian adalah adanya tindak kekerasan dalam rumah tangga.

Mengenai kekerasan dalam rumah tangga yang sering terjadi di dalam keluarga merupakan bentuk ketidakharmonisan hubungan dalam sebuah kehidupan rumah tangga, bahkan kekerasan dalam rumah tangga sendiri bukan hanya terjadi antara suami dan istri melainkan juga terjadi pada orang tua dan anak. Muncul perilaku seperti menyerang , memaksa , mengancam atau melakukan kekerasan fisik. Perilaku seperti ini dapat dikategorikan sebagai tindakan kekerasan dalam rumah tangga.

12 Catatan Tahunan Komnas Perempuan Tahun 2014-2018 yang Diterbitkan Setiap Tanggal 07 Maret.

13 M. Anshary MK, op.cit, hal. 162.

(18)

Banyaknya kasus kekerasan dalam rumah tangga yang terjadi di Indonesia, beberapa diantaranya berujung pada perceraian. Data dari berbagai sumber menunjukkan bahwa mayoritas istri yang mengalami kekerasan dalam rumah tangga lebih memilih menyelesaikan masalahnya dengan melakukan perceraian daripada memperkarakan kasus kekerasan dalam rumah tangga yang dialaminya kepada pihak yang berwajib. Fenomena perceraian dengan istri yang mengajukan gugat cerai semakin tinggi yaitu 59,32 % (190.280) dibandingkan dengan talak yang diajukan oleh suamiyaitu 29,33 % (94.099). Data ini dikonfirmasi dengan tingginya angka kekerasan dalam rumah tangga dibandingkan angka kekerasan terhadap perempuan lainnya. Komnas Perempuan misalnya mencatat, angka kekerasan dalam rumah tangga khususnya kekerasan terhadap istri tahun 2012 sebesar 203.507.

14

Banyaknya kasus perceraian sebagaimana data di atas dan banyaknya permasalahan dalam keluarga yang diselesaikan dengan kekerasan atau yang biasa disebut dengan kekerasan dalam rumah tangga, maka dalam hal ini patut kiranya pembahasan mengenai perceraian dibahas lebih lanjut baik dari segi penyebab dilakukannya perceraian, prosedur perceraian, akibat hukum dari perceraian, dan upaya mengurangi perkara perceraian.

Mengenai kekerasan dalam rumah tangga yang terjadi dalam lingkungan rumah tangga merupakan salah satu upaya dalam menyelesaikan konflik secara paksa yaitu dengan jalan kekerasan yang merupakan salah satu penyebab terjadinya perceraian, sehingga menyebabkan diperlukannya pembahasan lebih mendalam mengenai kekerasan dalam rumah tangga baik dari segi pengertiannya secara umum, penyebab suami melakukan kekerasan terhadap istri, dampak meningkatnya perceraian yang disebabkan oleh kekerasan dalam rumah tangga, perlindungan terhadap korban kekerasan dalam rumah tangga, dan upaya- upaya yang dilakukan untuk mengurangi terjadinya perceraian terutama yang disebabkan oleh kekerasan dalam rumah tangga.

14 Doortje D. Turangan,SH,MH, Kekerasan Dalam Rumah Tangga Sebagai Alasan Perceraian, Jurnal Hukum, Fakultas Hukum Universitas Sam Ratulangi, Manado,2010, hal 15.

(19)

Berdasarkan uraian di atas, maka penulis tertarik untuk meneliti mengenai peningkatan kasus perceraian terutama yang disebabkan oleh kekerasan dalam rumah tangga dan dalam hal ini penulis memilih melakukan penelitian di wilayah hukum Mahkamah Syar‟iyah Meulaboh, Aceh Barat. Dengan demikian hasil penlitian penulis yang ditulis dalam skripsi berjudul “TINJAUAN YURIDIS MENGENAI DAMPAK MENINGKATNYA PERCERAIAN YANG DIPENGARUHI OLEH FAKTOR KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA ANTARA TAHUN 2014-2018 DI WILAYAH HUKUM MAHKAMAH SYAR’IYAH MEULABOH “ (Studi Pada Mahkamah Syar’iyah Meulaboh).

B. Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah dalam skripsi ini ialah :

1. Apa yang menyebabkan terjadi perceraian dalam suatu perkawinan ?

2. Bagaimanakah dampak kekerasan dalam rumah tangga terhadap korban dan dampak meningkatnya perceraian sehingga memutuskan untuk bercerai di wilayah hukum Mahkamah Syar‟iyah Meulaboh ?

3. Bagaimanakah upaya-upaya yang harus dilakukan untuk mengurangi kasus perceraian yang disebabkan oleh faktor kekerasan dalam rumah tangga di wilayah hukum Mahkamah Syar‟iyah Meulaboh ?

C. Tujuan Penulisan dan Manfaat Penulisan

Adapun yang menjadi tujuan dari penulisan skripsi ini ialah :

1. Untuk mengetahui dan mempelajari penyebab terjadinya perceraian dalam suatu perkawinan.

2. Untuk mengetahui dan mempelajari dampak meingkatnya perceraian dan dampak

kekerasan dalam rumah tangga terhadap korban sehingga memutuskan untuk bercerai

di wilayah hukum Mahkamah Syar‟iyah Meulaboh.

(20)

3. Untuk mengetahui upaya-upaya yang harus dilakukan dalam mengurangi kasus perceraian yang disebabkan oleh faktor kekerasan dalam rumah tangga di wilayah hukum Mahkamah Syar‟iyah Meulaboh

Hasil penulisan skripsi ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik secara teoritis maupun praktis yaitu :

1. Secara Teoritis

Skripisi ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi para akademisi maupun masyarakat umum guna menambah ilmu pengetahuan di bidang hukum khususnya bidang hukum perdata mengenai ruang lingkup perceraian baik dari segi pengertian, faktor ataupun penyebabnya, dampak bagi pihak yang melakukan perceraian, proses perceraian di Mahkamah Syar‟iyah yang sekaligus menambah ilmu pengetahuan dalam bidang hukum kelembagaan peradilan agama. Dapat dijadikan bahan refrensi dalam ruang lingkup hukum perdata mengenai perceraian khususnya bagi pustakaan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. Penulis berharap dengan adanya penelitian yang penulis lakukan dapat memberikan gambaran mengenai penyebab meningkatnya perkara perceraian yang disebabkan oleh beberapa faktor dan salah satunya ialah faktor kekerasan dalam rumah tangga, alasan ataupun penyebab adanya kekerasan dalam rumah tangga, proses perceraian yaitu cerai gugat dari waktu mendaftarkan perceraian hingga putusan cerai gugat yang dibacakan oleh hakim yaitu terkhususnya di tempat berjalannya penelitian yang penulis lakukan di wilayah hukum Mahkamah Syar‟iyah Meulaboh.

2. Secara Praktis

Secara praktis skripsi ataupun hasil tulisan penulis yang dilakukan dengan

mengadakan penelitian di Mahkamah Syar‟iyah Meulaboh diharapkan dapat

memberikan jawaban atas permasalahan-permsalahan yang menjadi topik

(21)

pembahasan dan kemudian dikemukakan dalam skripsi penulis, melatih dan mengembangkan pola pikir yang sistematis, serta mengukur kemampuan penulis dalam menerapkan ilmu pengetahuan yang diperoleh yaitu bidang hukum perdata mengenai perceraian pada umumnya yang terus menerus meningkat dan faktor ataupun penyebab perceraian salah satunya perceraian yang disebabkan oleh faktor kekerasan dalam rumah tangga terkhususnya masalah mengenai dampak meningkatnya perceraian yang disebabkan oleh faktor kekerasan dalam rumah tangga yaitu di wilayah hukum Mahkamah Syar‟iyah Meulaboh.

D. Keaslian Penulisan

Penulisan skripsi ini berdasarkan oleh ide sendiri, maupun gagasan pemikiran dari penulis secara pribadi dari awal hingga akhir berdasarkan penelusuran di Perpustakaan Universitas Sumatera Utara, penulisan mengenai Tinjauan Yuridis Mengenai Dampak Meningkatnya Perceraian Yang Dipengaruhi Oleh Faktor Kekerasan Dalam Rumah Tangga Di Wilayah Hukum Mahkamah Syar‟iyah Meulaboh, tidak ada judul yang sama. Jikapun terdapat judul yang mirip dengan judul penulisan skripsi ini, tetapi permasalahan dan penulisan skripsinya berbeda. Berdasarkan pertimbangan khusus inilah maka timbul ide atau niat penulis untuk mengangkat judul skripsi tersebut diatas dengan harapan dapat memberikan insipirasi-insipirasi untuk penulis-penulis skripsi selanjutnya.

Selanjutnya bagi mereka yang ingin mengetahui tentang dampak meningkatnya kasus

perceraian yang disebabkan oleh faktor kekerasan dalam rumah tangga untuk hal tersebut

penulis berpedoman pada buku-buku tentang hukum baik mengenai perkawinan, perceraian,

dan kekerasan dalam rumah tangga itu sendiri pada permasalahan atau tema yang sama,dan

berpedoman juga pada jurnal ataupun artikel-artikel yang berkaitan dengan judul skripsi

penulis ataupun permasalahan yang ada dalam skripsi penulis,serta berpedoman pada

peraturan-peraturan yang berlaku.

(22)

E. Tinjauan Pustaka

1. Tinjauan Umum Perkawinan

Ketentuan-ketentuan mengenai perkawinan menurut syaria‟at Islam mengikat kepada setiap muslim, dan setiap muslim perlu menyadari bahwa di dalam perkawinan diistilahkan oleh Al-Qur‟an dengan “mitsaaqan ghalidza”, suatu ikatan janji yang kokoh. Sebagai suatu ikatan yang mengandung nilau ubudiyah, maka memperhatikan keabsahannya menjadil hal yang sangat prinsipil.

15

Sebelum dan sesudah masuknya Belanda ke Tanah Air, berbagai macam hukum perkawinan berlaku secara serempak. Meski semua penduduk Hindia Belanda, apabila melakukan perkawinan tidak tunduk pada hukum perkawinan yang sama, tetapi golongan penduduk atas dasar Pasal 131 jo 163 IS mempergunakan hukum perkawinan yang berlainan.

Sebelum adanya Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan di Indonesia berlaku berbagai hukum perkawinan bagi berbagai golongan warga negara dan berbagai daerah.

16

Kondisi hukum di Indonesia sebelum lahirnya Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 adalah masih pluralistik, yaitu terdapat hukum perkawinan untuk masing-masing golongan dalam masyarakat Indonesia yang berbeda-beda sesuai denga Pasal 163 jo 131 IS, di samping itu juga terdapat pula hukum adat dan hukum Islam, sebagai berikut :

1. Bagi orang-orang Indonesia asli yang beragama Islam berlaku hukum agama yang telah diresipir dalam hukum adat.

2. Bagi orang-orang Indonesia asli lainnya berlaku hukum adat.

3. Bagi orang-orang Indonseia asli yang beragama Kristen berlaku Huwelijk Ordonantie Christen Indonesiers disingkat HOCI .

4. Bagi orang-orang Timur Asing dan Warga Negara Indonesia keturunan Cina berlaku

15 M.Anshary, op.cit, hal. 11.

16 Hilman Hadikusuma, Hukum Perkawinan Menurut Perundangan,Hukum Adat,Hukum Agama, Bandung : Mandar Maju, 2007, hal.4.

(23)

KUHPerdata dengan sedikit perubahan.

5. Bagi orang-orang Timur Asing lain-lainnya dan warga Negara Indonesia keturunan Timur Asing tersebut berlaku hukum Adat mereka.

6. Bagi orang-orang Eropa dan Warga Negara Indonesia keturunan Eropa dan yang dipersamakan dengan mereka yang berlaku KUHPerdata.

Pada saat itu juga terdapat berbagai peraturan yang mengatur masalah perkawinan yaitu :

1. Undang-undang Nomor 32 Tahun 1954 Tentang Pencatatan Nikah, Rujuk (Lembaran Negara 1954 Nomor 98).

2. Kitab Undang-undang Hukum Perdata.

3. Ordonansi Perkawinan Indonesia Kristen Jawa, Minahasa dan Ambon (HOCI dalam S.1933 No, 74).

4. Peraturan Perkawinan Campuran (S.1898 Nomor 158).

Berlakunya Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan (Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 1974 Nomor 1 dan tambahan berita Negara Republik Indonesia Nomor 3019), yang diundangkan tanggal 2 Februari tahun 1974 dan berlaku secara efektif tanggal 1 Oktober 1975 dengan dikeluarkannya Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 sebagai peraturan pelaksanaannya, maka secara yuridis berakhir sifat plural dari keanekaragaman perkawinan yang berlaku di Indonesia. Produk hukum perkawinan nasional ini merupakan unfikasi hukum perkawinan dan sekaligus peraturan-peraturan lain yang mengatur tentang perkawinan sejauh sudah diatur dalam undang-undang ini dinyatakan tidak berlaku lagi.

17

Korelasi terhadap pengaturan, penerapan, dan pelaksanaan hukum perkawinan berdasarkan syari‟at Islam dengan Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan

17 Pasal 6 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan

(24)

ialah bahwa materi Undang-undang tersebut merupakan kumpulan tentang hukum munakahat yang terkandung di dalam Al-Qur‟an, Sunnah Rasulullah, dan kitab-kitab fikih klasik maupun fikih kontemporer,yang telah berhasil diangkat oleh sistem hukum nasional Indonesia dari hukum normatif menjadi hukum hukum tertulis dan hukum positif yang mempunyai kekuatan mengikat dan memaksa kepada seluruh rakyat Indonesia, termasuk umat muslim Indonesia.

2. Tinjauan Umum Perceraian

Abdul Ghofur Anshori mengatakan bahwa dalam kehidupan rumah tangga sering dijumpai suami atau istri mengeluh dan mengadu kepada orang lain ataupun keluarganya, akibat tidak terpenuhinya hak yang harus diperoleh atau tidak dilaksanakannya kewajiban dari salah satu pihak, atau karena alasan lain yang dapat berakhir timbulnya suatu perselisihan diantara keduanya. Tidak mustahil dari perselisihan itu akan berimbas pada putusnya ikatan perkawinan atau perceraian.

18

Perceraian menurut hukum agama Islam telah dipositifkan dalam Pasal 38 dan Pasal 39 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan dijabarkan dalam Pasal 14 sampai dengan Pasal 20 Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan Perkawinan. Perceraian adalah suatu peristiwa hukum yang berakibat hukum putusnya perkawinan antara suami iatri yang proses hukumnya dilaksanakan di Pengadilan. Pada saat tertentu sebuah perkawinan dapat atau bisa saja bubar ataupun putus hal ini dapat kita lihat dalam Pasal 38 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan yang menyatakan

“Perkawinan dapat putus karena Kematian, Perceraian, Atas keputusan pengadilan.”

19

Dibandingkan dengan aturan putus atau bubarnya sebuah perkawinan yang ada dalam Pasal 199 KUHPerdata memang sedikit berbeda dengan ketentuan yang terdapat dalam Pasal 38 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan .

18 Muhammad Syarifuddin, Sri Turatmiyati, Annalisa Y, Hukum Perceraian, Jakarta : Sinar Grafika, 2013, hal. 10.

19 Pasal 38 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.

(25)

“Pembubaran atau putusnya perkawinan pada umumnya oleh Pasal 199 KUHPerdata ditetapkan yaitu karena kematian, karena keadaan tidak hadir suami atau istri selama sepuluh tahun yang kemudian diikuti perkawinan baru oleh yang ditinggalkan sesuai prosedur, karena putusan hakim setelah adanya perpisahan meja dan tempat tidur, dan karena cerai.”

20

Perceraian berasal dari kata “cerai” dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia berarti pisah atau putus hubungan sebagai suami istri ; talak. Kemudian kata perceraian mengandung arti (kata benda) yaitu : perpisahan,perihal bercerai (suami istri), perpecahan. Adapun

“bercerai” berarti (kata kerja) tidak bercampur (berhubungan,bersatu,dll) lagi, berhenti berlaku-bini (suami istri)

21

Perceraian (echtscleiding) adalah salah satu cara pembubaran perkawinan karena suatu sebab tertentu, melalui keputusan hakim yang didaftarkannya pada catatan sipil.

22

Pengertian perceraian menurut Subekti adalah “penghapusan perkawinan dengan putusan hakim atau gugatan salah satu pihak dalam perkawinan itu .” Jadi pengertian perceraian adalah penghapusan perkawinan baik dengan putusan hakim atau gugatan suami atau istri.

Selanjutnya ditegaskan oleh Muhammad Thalib bahwa perceraian yang dilakukan secara wajar adalah perbuatan yang tidak terlarang menurut pandangan Islam.

23

3. Tinjauan Umum Kekerasan Dalam Rumah Tangga

Salah satu penyebab perceraian ialah adanya kekerasan dalam rumah tangga . Kekerasan dalam rumah tangga merupakan bentuk pelanggaran hak asasi manusia yang tentunya bertentangan dengan ketentuan konstitusional tentang negara hukum dan hak asasi manusia dimana dalam hal ini Indonesia termasuk dalam negara hukum yang menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia termasuk dalam menjunjung tinggi hak asasi manusia.

Dari aspek Hukum Perdata suami ataupun istri yang melakukan kekerasan dalam rumah

20 Pasal 199 Kitab Undang-undang Hukum Perdata.

21 Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan Dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi Kedua, Balai Pustaka, 1997, hal 185.

22 R. Soetojo Prawirohamidjojo & Marthalena Pohan, Hukum Orang Dan Keluarga (Personen En Familie Recht),Surabaya : Pusat Penerbitan dan Percetakan Unair (AUP),2008, hal. 135.

23 Subekti, Pokok-pokok Hukum Perdata, Jakarta : PT.Internusa,1985, hal 42.

(26)

tangga sama saja diartikan telah melakukan perbuatan-perbuatan yang mengingkari maksud dan tujuan perkawinan yang tercantum dalam Pasal 1 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan.

24

Penganiayaan suami terhadap istri, bahkan kemungkinan terjadi pula sebaliknya, penganiayaan istri terhadap suami jelas bukan merupakan tujuan dari membentuk keluarga, sehingga dengan adanya penganiayaan ini dapat menjadi alasan suami atau istri tersebut bercerai. Perceraian merupakan salah satu penyebab putusnya perkawinan sebagaimana diatur dalam Pasal 38 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan .

Dari peristilahannya, istilah “Kekerasan” berasal dari kata “Keras”, yang dapat berarti kuat, tidak lembek, dapat menyebabkan kesakitan dan lain-lainnya. Dalam hal orang sebagai objek, sekaligus korban kekerasan, dapat terjadi seperti kekerasan terhadap perempuan, kekerasan terhadap anak, kekerasan tehadap orang tua, atau kekerasan terhadap orang lain.

Penghapusan kekerasan dalam rumah tangga tidak membedakan siapa korbannya karena kekerasan betapapun kecil bentuknya mampu membuat seseorang, baik laki-laki maupun perempuan, dewasa, maupun anak-anak tidak berdaya dan hal tersebut jelas akan menghambat kemajuan dan perkembangan seseorang. Pihak yang mengalami kekerasan merupakan pihak yang harus dilindungi sehingga perlindungan terhadap korban merupakan tujuan dibentuknya Undang-undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga.

Undang-undang Nomor 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga memberikan rumusannya yaitu dalam Pasal 1 Angka 1 yang menyatakan bahwa

“Kekerasan dalam Rumah Tangga adalah setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan yang berakibat timbulnya kesesangsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis, dan/atau penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan,pemaksaan,atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam rumah tangga.”

25

24 Pasal 1 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.

25 Pasal 1 Angka 1 Undang-undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga.

(27)

Subekti menjelaskan, Undang-undang tidak membolehkan perceraian dengan pemufakatan saja, tetapi harus ada alasan yang sah. Alasan-alasan ini terdapat 4 (empat) macam yaitu zina (overspel), ditinggalkan dengan sengaja (kwaadwillige verlating), penghukuman yang melebihi 5 tahun karena dipersalahkan melakukan suatu kejahatan, dan penganiayaan berat atau membahayakan jiwa (Pasal 209 KUHPerdata).

26

Kekerasan dalam rumah tangga dapat berupa kekerasan fisik, psikis, kekerasan seksual, atau penelantaran rumah tangga. Bentuk-bentuk kekerasan ini dilarang oleh hukum dan peraturan perundang-undangan, dan dapat pula menjadi alasan untuk bercerai. Kekerasan fisik seperti penganiayaan oleh suami terhadap istri, dapat menjadi alasan untuk melakukan permohonan bercerai dikarenakan sebagai suami dan istri yang membina hubungan yang terikat dalam perkawinan yang sah.

F. Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari : 1. Sifat/Jenis Penelitian

Sifat/jenis penelitian yang digunakan dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini ialah bersifat deskriptif analisis yang dipergunakan dalam pembahasan dan penyajian skripsi ini . Penelitian ini mengarah kepada penelitian normatif empiris yang pada dasarnya ialah penggabungan antara pendekatan hukum normatif dengan adanya penambahan dari berbagai unsur-unsur empiris dilengkapi dengan penerapan ketentuan hukum normatif (undang-undang) di setiap peristiwa hukum tertentu yang terjadi dalam suatu masyarakat.

2. Sumber Data

Sumber data penelitian ini diambil berdasarkan data sekunder. Data sekunder didapatkan melalui :

26 Subekti, op.cit, hal 42-43

(28)

a. Bahan hukum primer, merupakan bahan hukum yang bersifat autoritatif artinya mempunyai otoritas. Bahan-bahan hukum primer terdiri dari perundang- undangan, catatan-catatan resmi atau risalah dalam pembuatan peraturan perundang-undangan dan putusan-putusan hakim

27

. Bahan hukum primer merupakan bahan hukum mengikat dan dalam skripsi ini terdapat bahan-bahan hukum primer seperti KUHPerdata,KUHPidana, Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974, Kompilasi Hukum Islam, Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 Tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan, Undang-undang Nomor 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga, PERMA No. 1 Tahun 2016.

b. Bahan hukum sekunder,berupa semua publikasi tentang hukum yang bukan merupakan dokumen-dokumen resmi. Bahan hukum sekunder merupakan bahan yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer, seperti studi dokumen dengan cara mengumpulkan bahan hukum dan mempelajari berkas- berkas seperti buku, yurisprudensi, buku-buku ilmiah, bahan seminar, undang- undang, majalah, internet, ataupun jurnal yang membahas tentang perceraian yang disebabkan oleh faktor kekerasan dalam rumah tangga dan lain-lain yang ada kaitannya dengan skripsi ini sebagai bahan acuan dalam pembahasan skripsi ini.

Peneitian ini perlu juga perlu dilakukan langsung ke lapangan yang biasa disebut sebagai penelitian lapangan tetapi penelitian ini lebih mengkaji secara mendalam berdasarkan teori yang biasa dikatakan sebagai penelitian kepustakaan, sehingga dalam hal ini digunakan metode library research (penelitian pustaka) yaitu dengan mengadakan penelitian terhadap data-data yang diperoleh dari yurisprudensi, buku-buku ilmiah yang telah disebutkan sebelumnya. Didukung

27 Peter Mahmud Marzuki, Penlitian Hukum, Jakarta : Kencana Prenada Media Group, 2009, hal 140.

(29)

juga dengan penelitian lapangan (field research) adalah penelitian yang dilaksanakan di tengah-tengah objek penelitian guna mengetahui serta memperoleh data secara jelas mengenai peningkatan perkara perceraian di Mahkamah Syar‟iyah Meulaboh.

c. Bahan hukum tersier atau bahan hukum penunjang mencakup :

1) Bahan-bahan yang memberi petunjuk-petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder.

2) Bahan-bahan primer, sekunder, dan tertier (penunjang) di luar bidang hukum seperti kamus, ensiklopedia, majalah, koran, makalah, dan sebagainya yang berkaitan dengan permasalahan.

3. Alat Pengumpul Data

Alat yang dipergunakan untuk mengumpulkan data dalam penelitian ini adalah melalui studi dokumen (library research) dan studi lapangan (field research) dengan meminta beberapa data mengenai perkara perceraian kepada Panitera Muda Mahkamah Syar‟iyah Meulaboh yaitu Ibu Faidanur,SH. Bukti empiris tidak mendalam ialah dengan melakukan wawancara terhadap pihak-pihak yang sudah bercerai dan melakukan wawancara dengan Ibu Faida Nur, S.H. selaku Panitera Muda Hukum Mahkamah Syar‟iyah Meulaboh. Penulis juga memberi kuesioner untuk diisi oleh responden yaitu pihak-pihak yang mendaftarkan perkara perceraian di Mahkamah Syar‟iyah Meulaboh.

4. Analisis Data

Untuk mengolah data yang didapatkan dari penelitian kepustakaan, studi dokumen,

dan penelitian lapangan maka hasil penelitian ini menggunakan analisa kualititatif

yaitu cara berfikir yang berasal dari terori atau kaidah yang ada . Mengenai kegiatan

analisis dalam penelitian ini adalah mengklasifikasi pasal-pasal ,dokumen, sampel, ke

(30)

dalam kategori yang tepat. Setelah analisis data selesai maka hasilnya disajikan secara deskriptif.

G. Sistematika Penulisan

Materi skripsi ini pada garis besarnya terbagi menjadi lima bab, dimana di dalam setiap bab masih terbagi lagi menjadi beberapa sub bab, yaitu sebagai berikut :

BAB I : Isinya merupakan Pendahuluan yang terdiri dari : Latar Belakang, Rumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat Penelitian, Keaslian Penulisan, Tinjauan Pustaka, Metode Penelitian, dan Sistemtika Penulisan.

BAB II : Isinya merupakan Pembahasan Mengenai Faktor Penyebab Terjadinya Suatu Perceraian Dalam Suatu Perkawinan yang terdiri dari : Pengertian Perkawinan dan Dasar Hukum Perkawinan, Tujuan Perkawinan, Syarat- syarat Perkawinan, Akibat Hukum Perkawinan, Pengertian Perceraian dan Dasar Hukum Perceraian, Macam-macam Perceraian, Faktor-faktor Penyebab Pereceraian, Tata Cara Percereian, Akibat Hukum Perceraian.

BAB III : Isinya merupakan pembahasan mengenai Dampak Meningkatnya Perceraian Yang Dipengaruhi Oleh Faktor Kekerasan Dalam Rumah Tangga di Wilayah Hukum Mahkamah Syar‟iyah Meulaboh yang terdiri dari : Pengaturan Kekerasan Dalam Rumah Tangga Menurut Undang-undang Nomor 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga, Tinjauan Umum Mahkamah Syar‟iyah Meulaboh, Dampak Kekerasan Dalam Rumah Tangga terhadap korban, Dampak Meningkatnya Perceraian Yang Dipengaruhi Oleh Faktor Kekerasan Dalam Rumah Tangga Di Wilayah Hukum Mahkamah Syar‟iyah Meulaboh.

BAB IV : Isinya merupakan pembahasan mengenai Upaya-upaya Yang Dilakukan

(31)

Untuk Mengurangi Peningkatan Perceraian Yang Dipengaruhi Oleh Faktor Kekerasan Dalam Rumah Tangga yang terdiri dari : Upaya Hukum Untuk Mengurangi Peningkatan Perceraian Yang Dipengaruhi Oleh Faktor Kekerasan Dalam Rumah Tangga, Upaya Non Hukum Untuk Mengurangi Peningakatan Perceraian Yang Dipengaruhi Oleh Faktor Kekerasan Dalam Rumah Tangga.

BAB V : Merupakan Kesimpulan dan Saran berdasarkan apa yang telah dikemukakan

pada bab-bab sebelumnya sebaga hasil dari penulisan skripsi.

(32)

DALAM SUATU PERKAWINAN

A. PERKAWINAN

1. Pengertian dan Dasar Hukum Perkawinan

Secara etimologis kata nikah (kawin) mempunyai beberapa arti yaitu berkumpul, bersatu, bersetubuh, dan akad. Secara terminologis, menurut Imam Syafi‟I nikah (kawin) yaitu akad yang dengannya menjadi halal hubungan seksual antara pria dengan wanita.

28

Menurut Imam Malik nikah adalah akad yang mengandung ketentuan hukum semata-mata untuk membolehkan wathi‟(bersetubuh), bersenang-senang, dan menikmati apa yang ada pada diri seorang wanita yang boleh nikah dengannya. Menurut Ulama muta‟akhirin, nikah adalah akad yang memberikan faedah hukum kebolehan mengadakan hubungan keluarga (suami-istri) antara pria dan wanita dan mengadakan hubungan keluarga (suami-istri) antara pria dan wanita dan mengadakan tolong-menolong serta memberi batas hak bagi pemiliknya dan pemenuhan kewajiban masing-masing.

29

Dari defenisi di atas dapat disimpulkan, nikah adalah akad yang memberikan faedah hukum kebolehan mengadakan hubungan keluarga (suami-istri) antara pria dan wanita dan mengadakan tolong-menolong serta memberi batas hak bagi pemiliknya dan pemenuhan kewajiban masing-masing.

Hukum perkawinan Islam yang dikenal dengan Fiqh Munakahat yang berasal dari dua kata yaitu fiqh ialah seperangkat peraturan berdasarkan wahyu illahi dan penjelasannya dalam sunnah Nabi tentang tingkah laku manusia mukallaf yang diakui dan diyakini mengikat untuk semua yang bearagama Islam, sedangkan kata munakahat terdapat dalam

28 Mohd. Idris Ramulyo, Hukum Perkawinan Islam, Jakarta : Bumi Aksaral, 1996, hal. 1.

29 Ibid, hal. 2.

(33)

bahasa Arab berasal dari kata na-ka-ha yang dalam bahasa Indonesia disebut kawin atau perkawinan mengingat bahwa perkawinan itu menyangkut dan berkaitan dengan banyak hal disamping perkawinan itu sendiri, juga perceraian dan akibatnya serta kembali lagi kepada perkawinan sesudah perkawinan itu dinamakan rujuk. Munakahat itu lebih tepat disebut “hal ihwal berkenaan dengan perkawinan.” Maka dapat disimpulkan fiqh munakahat adalah perangkat peraturan yang bersifat amaliyah furu‟iyah berdasarkan wahyu illahi yang mengatur hal ihwal yang berkenaan dengan perkawinan yang berlaku untuk seluruh umat yang beragama Islam.

30

Perkawinan menurut agama Islam terdapat dalam Pasal 2 Kompilasi Hukum Islam yang mengatakan bahwa

“Perkawinan menurut Hukum Islam adalah pernikahan, yaitu akad yang kuat atau mitsaqan ghalidzan untuk menaati perintah Allah dan melaksanakannya merupakan ibadah”.

31

Perkawinan merupakan institusi yang sangat penting dalam masyarakat. Eksistensi institusi ini adalah melegalkan hubungan hukum antara seorang laki-laki dan seorang wanita.

Para Sarjana hukum antara lain Asser, Scholten, dan Wiarda memberikan defenisi sebagai berikut “Perkawinan ialah suatu persekutuan antara seorang pria dengan seorang wanita yang diakui oleh negara untuk hidup bersama/bersekutu yang kekal.”

32

Perkawinan menurut Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan mengatakan bahwa

“Yang dimaksud dengan perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan untuk membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.”

33

30 A.Hamid Sarong, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia, Banda Aceh : Yayasan Pena, 2010, hal.2.

31 Pasal 2 Kompilasi Hukum Islam.

32 R. Soetojo & Marthalena Pohan, op. cit, hal. 18.

33 Pasal 1 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan.

(34)

Unsur-unsur dari rumusan Pasal 1 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan ialah :

1. Adanya seorang pria dan wanita

Unsur pertama menunjukkan bahwa tidak terbuka pintu hukum bagi sesama wanita atau sesama lelaki atau yang memiliki dua jenis kelamin untuk melangsungkan perkawinan.

Identitas jenis kelamin harus jelas secara fisik dan bilogogis.

2. Ikatan lahir dan batin

Unsur kedua menunjukkan bahwa manusia yaitu laki-laki dan wanita merupakan suatu sistem yang terdiri dari 2 (dua) unsur yaitu lahiriah dan batiniah.

3. Adanya tujuan tertentu yaitu membentuk keluarga bahagia dan kekal

Unsur ketiga menjelaskan bahwa sejak dilagsungkannya perkawinan sudah ada kemauan yang kuat dari pasangan suami dan istri untuk hidup bahagia bukan untuk hidup susah. Bahagia dalam arti materil maupun immateril merupakan suatu kepuasan dalam keluarga. Sedangkan perkawinan bersifat kekal ialah bahwperkawinan tersebut diharapkan berlangsung seumur hidup atau dapat bertahan seumur hidup kecuali apabila salah satu telah meninggal dunia.

4. Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa

Setiap manusia Indonesia diyakini mempunyai sikap hidup untuk ber Tuhan sesuai

dengan agamanya dengan unsur Ketuhanan yang melandasi suatu perkawinan semakin jelas

bahwa perkawinan bukanlah urusan duniawi saja melainkan juga urusan agama ataupun

religius.

(35)

Perkawinan menurut hukum Islam adalah :

“Suatu akad atau perikatan laki-laki dan perempuan dalam rangka mewujudkan kebahagiaan hidup keluarga, yang diliputi rasa ketentraman serta kasih sayang dengan cara yang diridhai Allah.”

34

Apabila pengertian tersebut dibandingkan dengan yang tercantum dalam Pasal 1 Undang-undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 dan Kompilasi Hukum Islam maka pada dasarnya antara pengertian perkawinan menurut hukum Islam dan menurut Undang-undang tidak terdapat perbedaan prinsipil.

2. Tujuan Perkawinan

Tujuan perkawinan adalah sebagai berikut :

1. Membentuk keluarga yang bahagia dan kekal

Untuk itu suami istri harus saling membantu dan melengkapi, agar masing-masing dapat mengembangkan kepribadiannya membantu dan mencapai kesejahteraan sprituil dan materiil.

35

2. Membentuk suatu keluarga atau rumah tangga yang bahagia, sakinah, mawaddah wa rahmah.

Hal ini dipertegas dalam Q.S. Ar-Rum ayat 21

“Dan diantara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tentram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir.”

3. Menuruti perintah Allah untuk memperoleh keturunan yang sah dalam masyarakat, dengan mendirikan rumah tangga yang damai dan teratur.

34 Pasal 2 Kompilasi Hukum Islam

35 Arso Sosroarmodjo & A. Wasit Aulawi, Hukum Perkawinan di Indonesia, Jakarta : Bulan Bintang, 1975, hal.43.

(36)

4. Untuk memenuhi hajat tabiat kemanusiaan, berhubungan antara laki-laki dan perempuan dalam rangka mewujudkan suatu keluarga yang bahagia dengan dasar cinta kasih, untuk memperoleh keturunan yang sah dalam masyarakat dengan mengikuti ketentuan-ketentuan yang diatur oleh masyarakat.

Menurut Abdullah bin Abdurrahman Ali Bassam, tujuan pernikahan yaitu :

36

1. Menjaga kemaluan suami istri dan membatasi pandangan masing-masing diantara keduanya, dengan perjanjian ini hanya kepada pasangannya , tidak mengarahkan kepada laki-laki atau wanita lain.

2. Memperbanyak umat lewat keturunan, untuk memperbanyak hamba-hamba Allah dan orang-orang yang mengikuti Nabi-Nya, sehingga terealisasi kebangsaan diantara mereka dan saling tolong-menolong dalam berbagai aktivitas kehidupan.

3. Menjaga nasab, yang dengannya terwujud perkenalan antara sesama, saling sayang menyayangi dan tolong menolong.

4. Dengan pernikahan dapat ditumbuhkan rasa cinta dan kasih sayang diantara suami dan istri.

5. Dalam pernikahan terdapat rahasia ilahi yang sangat besar, yang terwujud sempurna ketika akad pernikahan dilaksanakan.

6. Berbagi urusan keluarga dan rumah tangga dapat tertangani dan terurus karena bersatunya suami istri, yang sekaligus menjadi benih tegaknya masyarakat.

Suatu keluarga dikatakan bahagia apabila terpenuhi dua kebutuhan pokok, yaitu seperti papan, sandang, pangan, kesehatan, dan pendidikan, sedangkan esensi kebutuhan

36 Mardani, Hukum Keluarga Islam di Indonesia, Jakarta : Prenadamedia Group, 2016, hal. 28-29.

(37)

rohaniah contohnya adanya seorang anak yang berasal dari darah daging mereka sendiri yaitu sepasang suami dan istri.

37

Tujuan dari sebuah perkawinan adalah terbentuknya keluarga yang bahagia, kekal, dan abadi berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa, hal ini dapat terwujud jika suami istri saling memahami serta melaksanakan hak dan kewajiban masing-masing sebagai upaya membangun sebuah keluarga. Kewajiban antara suami dan istri harus dimaknai secara timbal balik yang menjadi kewajiban bagi istri merupakan hak dari pada suami.

38

3. Syarat-syarat Perkawinan

Unsur pokok rukun perkawinan secara lengkap adalah sebagai berikut :

39

a. Calon mempelai laki-laki.

b. Calon mempelai perempuan.

c. Wali dari mempelai perempuan yang akan mengakadkan perkawinan.

d. Dua orang saksi.

e. Ijab yang dilakukan oleh wali dan qabul yang dilakukan oleh suami.

Mahar yang harus ada dalam setiap perkawinan tidak termasuk ke dalam rukun, karena mahar tersebut tidak mesti disebut dalam akad perkawinan dan tidak mesti diserahkan pada waktu akad itu berlangsung. Dengan demikian, mahar itu termasuk ke dalam syarat perkawinan.

1. Syarat Mempelai

Syarat mempelai laki-laki yaitu : a. Bukan mahram dari calon istri.

37 Sudikno Mertokusumo, Pengantar Hukum Perdata Tertulis (BW), Jakarta : Sinar Grafika, 2008, hal.

61.

38 Soemiyanti, op.cit, hal.96.

39 Amir Syarifudin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia, Jakarta : Prenada Media, 2006, hal. 59.

(38)

b. Tidak terpaksa/atas kemuan sendiri . c. Orangnya tertentu/jelas orangnya.

d. Tidak sedang menjalankan ihram haji

Syarat mempelai wanita, yaitu :

a. Tidak ada halangan hukum :

Maksundnya ialah tidak bersuami, bukan mahram, tidak sedang dalam masa iddah.

b. Merdeka atas kemauan sendiri

Dalam Kompilasi Hukum Islam, syarat calon suami dan istri ialah sebagai berikut :

40

a. Untuk kemaslahatan keluarga dan rumah tangga, perkawinan hanya boleh dilakukan calon mempelai yang telah mencapai umur yang ditetapkan dalam Pasal 7 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 yakni calon suami sekurang- kurangnya berumur 19 tahun, dan calon istri sekurang-kurangnya 16 tahun.

41

Bagi calon mempelai yang belum mencapai umur 21 tahun harus mendapat izin sebagaimana diatur dalam Pasal 6 ayat (2),(3),(4), dan Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974.

42

b. Perkawinan didasarkan atas persetujuan calon mempelai. Bentuk persetujuan calon mempelai wanita dapat berupa pernyataan tegas dan nyata dengan tulisan,lisan atau isyarat tapi juga dapat berupa diam dalam arti selama tidak ada penolakan yang tegas.

c. Sebelum berlangsungnya perkawinan, pegawai pencatat nikah menyatakan lebih dahulu persetujuan calon mempelai di hadapan dua saksi nikah. Bagi

40 Pasal 15 s/d Pasal 18 Kompilasi Hukum Islam.

41 Pasal 7 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan

42 Pasal 6 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan

(39)

calon suami dan calon istri yang akan melangsungkan pernikahan tidak terdapat halangan perkawinan sebagaimana terdapat dalam Bab VI.

Adapun dalam UU. No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, persyaratan calon mempelai, yaitu :

43

1. Perkawinan harus didasarkan atas persetujuan kedua calon mempelai. Untuk melangsungkan perkawinan seorang yang belum mencapai umur 21 (dua puluh satu) tahun harus mendapat izin kedua orang tua itu.

2. Perkawinan hanya diizinkan jika pihak pria sudah mencapai umur 19 (sembilan belas) tahun dan pihak wanita sudah mencapai umur 16 (enam belas) tahun.

3. Perkawinan dilarang antara dua orang yang :

a. berhubungan darah dalam garis keturunan lurus ke bawah ataupun ke atas b. berhubungan darah dalam garis keturunan menyamping, yaitu antara saudara,

antara seorang dengan saudara orang tua dan antara seorang dengan saudara neneknya.

c. berhubungan semenda, yaitu mertua, anak tiri, menantu, dan ibu/bapak tiri d. berhubungan susuan, yaitu orang tua susuan, anak susuan, saudara susuan, dan

bibi/paman susuan

e. berhubungan saudara dengan istri atau sebagai bibi atau menakan dari istri, dalam hal seorang suami beristri lebih dari seorang

f. mempunyai hubungan yang oleh agamanya atau peraturan lain yang berlaku, dilarang kawin.

43 Pasal 6 s/d Pasa l 8 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan.

(40)

2. Syarat Wali

Yang dimaksud dengan wali secara umum adalah seseorang yang karena kedudukannya berwenang untuk bertindak terhadap dan atas nama orang lain. Dalam perkawinan wali itu adalah seseorang yang bertindak atas nama mempelai perempuan dalam suatu akad nikah.

44

Orang-orang yeng berhak menjadi wali ialah orang-orang yang memenuhi syarat sebagai berikut :

45

a. Telah dewasa atau berakal sehat dalam arti anak kecil atau orang yang gila tidak berhak menjadi wali.

b. Laki-laki.

c. Muslim.

d. Orang Merdeka.

e. Tidak berada dalam pengampuan atau majhur alaih (orang yang berada di bawah pengampuan).

f. Berpikiran baik.

g. Adil dalam arti tidak pernah terlibat dengan dosa besar dan tidak terlibat dengan dosa kecil serta tetap memelihara muruah atau sopan santun.

h. Tidak sedang melakukan ihram, untuk haji atau umrah.

Yang berhak menempati kedudukan wali itu ada tiga kelompok yaitu :

1. Wali Nasab, yaitu wali berhubungan dengan tali kekeluargaan dengan perempuan yang akan kawin.

44 Amir Syarifuddin, op.cit, hal. 69.

45 Ibid, hal.76.

Referensi

Dokumen terkait

Di Indonesia Pengaturan Hukum untuk pihak-pihak yang terlibat dalam produksi sebuah film tidak ada diatur secara terperinci sesuai dengan peranan yang ada dalam

Meskipun Koperasi Kredit Harapan Kita Kota Medan adalah Koperasi yang masih menimbulkan faktor kekeluargaan, Koperasi Harapan Kita Kota Medan lebih ,mengambil

yuridis yang cukup berarti dalam perkembangan jaminan fidusia. Selanjutnya Pasal 12 dengan tegas mengatur bahwa satuan rumah susun dapat dijaminkan dengan ikatan

Kelemahan dalam pasal ini adalah, tidak disebutkannya bentuk perjudian apa yang diperbolehkan tersebut, ataukah sama bentuk perjudian sebagaimana yang

memperoleh kompensasi atas kerugian yang diderita maka konsumen dapat menuntut pertanggungjawaban secara perdata kepada pelaku usaha. Terdapat dua bentuk pertanggungjawaban

Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa penyelesaian kredit yang mengalami kemacetan pada Kredit Usaha Rakyat di PT.Bank Rakyat Indonesia Cabang Kota Binjai

Dalam UU Nomor 5 Tahun 1999, kartel adalah apabila pelaku usaha membuat perjanjian dengan pelaku usaha lainnya yang bermaksud untuk mempengaruhi harga dengan

2 Tahun 2012 yang diatur dalam Pasal 2 ayat 2 yang pada intinya menyatakan bahwa perkara tindak pidana ringan yang dilakukan oleh terdakwa dikatakan perbuatan pidana yang