• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN

G. Sistematika Penulisan

Penulisan skripsi ini akan dibagikan menjadi 5 (lima) bagian ;

Bab pertama akan dimulai dengan memaparkan latar belakang, perumusan masalah, tujuan dan manfaat penulisan, keaslian penulisan, tinjauan pustaka, metode penulisan, dan sistematika penulisan yang dilakukan dalam penulisan skripsi.

Bab kedua membahas mengenai pengaturan hukum mengenai penghinaan dan/atau pencemaran nama baik dalam hukum positif Indonesia di mana terdapat 4 (empat) sub, pertama membahas tentang membahas pengaturan hukum mengenai penghinaan dan/atau pencemaran nama baik menurut KUHP, sub bab kedua membahas pengaturan hukum mengenai penghinaan dan/atau pencemaran nama baikmenurut Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, sub bab ketiga membahas tentang pengaturan hukum mengenai penghinaan dan/atau

pencemaran nama baik menurut menurut Undang – Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran, dan sub bab keempat membahas tentang pengaturan hukum mengenai penghinaan dan/atau pencemaran nama baik menurut undang – undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang perubahan atas undang-undang nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.

Bab ketiga membahas tentang upaya penanggulangantindak pidana dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan informasi elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik di mana terdapat dua sub bab, sub bab pertama membahas tentang penanggulangan kejahatan melalui kebijakan hukum pidana, dan sub bab kedua membahas tentang upaya penanggulangan tindak pidana penghinaan dan/atau pencemaran nama baik.

Bab keempat membahas tentang penerapan hukum terhadap pelaku tindak pidana dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan informasi elektronik yang memiliki muatan pencemaran nama baik (Studi Putusan Nomor 341/PID.SUS/2016/PN.TSM).

Bab kelima merupakan bab penutup yang berisikan kesimpulan dari yang terdapat dalam skripsi ini sebagai jawaban dari permasalahan yang kemudian dibuat saran-saran yang merupakan sumbangan pemikiran terhadap permasalahan yang telah dikemukakan dalam skripsi ini.

BAB II

PENGATURAN HUKUM MENGENAI PENGHINAAN DAN/ATAU PENCEMARAN DALAM HUKUM POSITIF INDONESIA A. Menurut KUHP

Berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), pencemaran nama baik atau penghinaan diatur dalam BAB XVI dari Pasal 310 sampai dengan Pasal 321. Pencemaran nama baik merupakan delik aduan yang dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) diatur pada Pasal 72 sampai dengan Pasal 75.

Delik aduan merupakan tindak pidana yang hanya dapat dituntut apabila ada pengaduan dari orang yang dirugikan.39Delik aduan ialah suatu delik yang perkaranya baru dapat dituntut bila telah adanya pengaduan dari pihak yang berkepentingan atas penuntutan tersebut. Tanpa adanya pengaduan, maka delik tersebut tidak dapat dituntut perkaranya.40

Pada umumnya delik aduan terbagi atas delik aduan yang absolut (mutlak) dan delik aduan yang relatif (nisbi) :41

1. Delik Aduan Absolut

Delik aduan absolut adalah delik yang dalam keadaan apapun tetap merupakan delik aduan. Atau menurut kata-kata Vos : “Absolute zinj die, welke als regel alleen op klachte vervolgbaar zinj ...”. Tindakan pengaduan disini diperlukan untuk menuntut peristiwanya, sehingga semua yang bersangkutpaut dengan itu harus dituntut. Dengan kata lain, delik aduan absolut bersifat onsplitsbaar. Misalnya : Soepirmo menangkap basah seseorang laki-laki yang melakukan overspel dengan isterinya. Jika akan

39 P.A.F. Lamintang, Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia, (Bandung : Citra Aditya, 2011), hal. 217.

40 A. Ridwan Halim, Hukum Pidana Dalam Tanya Jawab, (Jakarta : Ghalia Indonesia, 1986), hal. 156.

41 Nico Ngani, Sinerama Hukum Pidana, (Yogyakarta : Liberty, 1984), hal. 27-28.

dilakukan pengaduan, maka baik laki-laki tersebut maupun isterinya sendiri (betapapun sayangnya terhadap isteri dan nama keluarganya) harus diadukan.

Delik aduan absolut terdapat pada Pasal 72 ayat (2) dan beberapa Pasal yang tersebar, antara lain delik penghinaan (Pasal 310 sampai dengan Pasal 319) dengan catatan bahwa penghinaan terhadap pejabat pada waktu ia sedang melakukan jabatan yang syah, dapat dituntut oleh Jaksa, beberapa delik kesusilaan (Pasal 284, Pasal 287, Pasal 293, dan Pasal 332) dan membuka rahasia (Pasal 322 KUHP).

2. Delik Aduan Relatif

Delik aduan relatif adalah delik yang dalam keadaan tertentu saja diperlukan adanya pengaduan, sedangkan pada umumnya ia merupakan kejahatan biasa. Pengaduan ini dilakukan bukan untuk menuntut peristiwanya tetapi karena itu delik aduan relatif bersifat splitsbaar. Misalnya : seorang ayah bernama Soepirmo dicuri barang-barangnya oleh kedua anaknya bernama Soelarto dan Soetrisno. Dalam hal ini Soepirmo dapat hanya menuntut Soelarto, sedangkan Soetrisno tidak (umpama karena ia sayang terhadap Soetrisno). Formulasi permintaan menuntut harus berbunyi sebagai berikut : “ saya minta supaya anak saya yang bernama Soelarto dituntut”.

Contoh-contoh delik aduan relatif misalnya Pasal-Pasal 367, Pasal 370, Pasal 376, dan Pasal 394 KUHP.

Berdasarkan pengamatan terhadap Pasal 72 ayat (1) dan ayat (2) serta ketentuan-ketentuan pidana yang tersebar dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dapat disimpulkan bahwa yang berhak mengajukan delik aduan ialah :

1. Orang yang dikenai atau menjadi korban kejahatan yang bersangkutan 2. Dalam pasal tersebut dengan jelas ditentukan siapa yang berhak

mengajukan aduan.

3. Dalam hal orang yang bersangkutan belum cukup umur atau belum dewasa atau dibawah pemilik orang lain, maka yang berhak mengadu ialah wakilnya yang syah dalam perkara sipil.

4. Jika wakil-wakil tersebut tidak ada, maka yang berhak mengadu adalah antara wali atau pemilik, keluarga sedarah dalam garis lurus/menyimpang (untuk menentukan sistem kekerabatan, kita butuh Antropologi sebagai ilmu bantu. Ingat peranan ilmu bantuan atau hulpwetenschap untuk setiap cabang ilmu pengetahuan).42

42Ibid., hal. 29.

28

Penghinaan umumnya bersifat pribadi dan tanggapannya pun bersifat pribadi pula, maka penghinaan dimasukan dalam golongan delik aduan, artinya kepada korbannya diserahkan kebebasan untuk mengambil sikap sendiri terhadap suatu penghinaan yang menimpa dirinya, apakah penghinaan itu akan diadukan atau tidak, tanpa perlu dicampuri pihak lain yang tidak berkepentingan. Hal ini disebabkan karena unsur-unsur yang bersifat pribai itu kita tidak dapat menarik suatu garis keseragaman, mengingat tidak terbatasnya aneka ragam sifat-sifat pribadi manusia itu43.

Kejahatan penghinaan oleh Adami Chazawi44 membedakannya menjadi : panghinaan umum (diatur dalam bab XVI buku II KUHP), dan penghinaan khusus (tersebar diluar bab XVI buku II KUHP). Objek penghinaan umum adalah berupa rasa harga diri atau martabat mengenai kehormatan dan mengenai nama baik orang pribadi (bersifat pribadi). Sebaliknya penghinaan khusus, objek penghinaan adalah rasa/perasaan harga diri atau martabat mengenai kehormatan dan nama baik yang bersifat komunal atau kelompok.

1. Penghinaan Umum

Ada tujuh macam penghinaan yang masuk ke dalam kelompok penghinaan umum, ialah:

1. Pencemaran/Penistaan lisan

Kejahatan yang oleh undang-undang diberi kualifikasi pencemaran atau penistaan (smaad) dan pencemaran tertulis (smaadschrijft) dirumuskan selengkapnya dalam Pasal 310 ayat (1) yang berbunyi:

43 A.Ridwan Halim, Op. Cit., hal. 166.

44 Adami Chazawi, Op.Cit., hal. 81.

“Barangsiapa sengaja menyerang kehormatan atau nama baik seseorang dengan menuduhkan sesuatu perbuatan, yang maksudnya terang supaya hal itu diketahui umum, diancam karena pencemaran dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau pidana denda paling banyak Rp 4.500,-”.

Berdasarkan rumusan Pasal 310 ayat (1) KUHP, maka unsur-unsurnya adalah sebagai berikut:

1) Dengan sengaja ;

2) Menyerang kehormatan atau nama baik orang lain ; 3) Menuduh melakukan suatu perbuatan tertentu ;

4) Dengan maksud yang nyata supaya diketahui oleh umum.

Adapun menurut Adami Chazawi, mengenai penjelasan unsur-unsur Pasal 310 KUHP adalah sebagai berikut: 45

1) Unsur Objektif:

a. Perbuatan menyerang

Perbuatan menyerang (aanranden), tidaklah bersifat fisik, karena terhadap apa yang diserang (objeknya) memang bukan fisik tapi perasaan mengenai kehormatan dan perasaan mengenai nama baik orang. Menurut Wirjono Prodjodikoro ukurannya berupa harga diri.46

b. Objek : kehormatan atau nama baik orang

Objek yang diserang adalah rasa/perasaan harga diri mengenai kehormatan (eer), dan rasa/perasaan harga diri mengenai nama baik (goeden naam) orang.

Rasa harga diri adalah intinya objek dari setiap penghinaan, yang menurut

45 Ibid, hal. 82-90.

46 Wirjono Prodjodikoro, Asas-asas Hukum Pidana di Indonesia, (Jakarta-Bandung : Eresco, 1981), hal. 50.

30

Wirjono Projodikoro adalah menjadikan ukuran dari penghinaan.47 Rasa harga diri dalam penghinaan adalah rasa harga diri dibidang kehormatan, dan rasa harga diri di bidang nama baik.

c. Caranya : Dengan menuduhkan suatu perbuatan tertentu.

Di atas telah diterangkan bahwa perbuatan menyerang ditujukan pada rasa harga diri atau martabat (mengenai kehormatan dan nama baik) orang, dengan menggunakan kata/kalimat melalui ucapan, caranya dengan menuduhkan suatu perbuatan tertentu. Jadi yang dituduhkan si pembuat haruslah merupakan perbuatan tertentu, dan bukan hal lain misalnya menyebut seseorang dengan kata-kata yang tidak sopan, seperti bodoh, malas, anjing kurapan dan lain sebagainya.

Kata “perbuatan tertentu” sebagai terjemahan dari kata Bahasa Belanda bepaald feit dalam arti bahwa perbuatan yang dituduhkan tesebut dinyatakan dengan jelas, baik tempat maupun waktunya. Jika tidak jelas disebut waktu dan tempat perbuatan tersebut maka perbuatan pelaku tersebut adalah penghinaan biasa (ringan)48.

2) Unsur Subjektif

Kejahatan pencemaran terdapat dua unsur kesalahan, yakni sengaja (ofzettelijk) dan maksud (opzet als oogmerk) atau tujuan (doel). Walaupun dalam doktrin, maksud itu adalah juga kesengajaan (dalam arti sempit, yang disebut dengan kesengajaan sebagai maksud atau opzet als oogmerk), tetapi fungsi unsur sengaja dan unsur maksud dalam pencemaran berbeda. Sikap batin “sengaja”

ditujukan pada perbuatan menyerang kehormatan atau nama baik orang

47Ibid.

48 Leden Marpaung,Tindak Pidana Terhadap Kehormatan Pengertian dan Penerapannya, (Jakarta : Rajawali Pers, 1997), hal. 15.

(perbuatan dan objek perbuatan). Sementara sikap batin “maksud” ditujukan pada unsur “diketahui oleh umum” mengenai perbuatan apa yang dituduhkan pada orang itu.

2. Pencemaran/Penistaan tertulis

Pasal 310 ayat (2) tentang pencemaran/penistaan tertulis berbunyi:

“Jika hal itu dilakukan dengan tulisan atau gambar yang disiarkan, dipertunjukkan atau ditempel secara terbuka, diancam karena pencemaran tertulis dengan pidana penjara paling lama satu tahun empat bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.”

Rumusan Pasal 310 ayat (2), jika dirinci terdapat unsur-unsur berikut:49 1. Semua unsur (objektif dan subjektif) dalam ayat (1)

2. Menuduh melakukan perbuatan dengan cara/melalui : (a) tulisan atau (b) gambar.

1. Yang disiarkan

2. Yang dipertunjukkan dan atau 3. Yang ditempelkan

3. Secara terbuka.

Unsur-unsur di atas itulah yang secara kumulatif mengandung sifat yang memberatkan pidana si pembuat. Sifat pencemaran melalui benda tulisan dinilai oleh pembentuk undang-undang sebagai faktor memperberat. Karena dari benda tulisan, isi perbuatan yang dituduhkan yang sifatnya mencemarkan, dapat meluas sedemikian rupa dan dalam jangka waktu yang lama (selama tulisan itu ada dan tidak dimusnahkan). Sifat yang demikian amat berbeda dengan sifat pencemaran

49Ibid.

32

secara lisan. Oleh sebab itu wajar saja pencemaran dengan tulisan ini dipidana yang lebih berat dari pada pencemaran lisan.

Pencemaran dilakukan dengan menggunakan “tulisan dan gambar”. Tulisan adalah hasil dari pekerjaan menulis baik dengan tangan maupun alat apapun yang wujudnya berupa rangkaian kata-kata/kalimat dalam bahasa apapun yang isinya mengandung arti tertentu (in casu menyerang kehormatan dan nama baik orang), diatas sebuah kertas atau benda lainnya yang sifatnya dapat ditulisi (misalnya : kertas, papan, kain dan sebagainya). Sedangkan gambar atau gambaran atau lukisan adalah tiruan dari benda yang dibuat dengan coretan tangan melalui alat tulisan: pensil, kuas dan cat, dengan alat apapun di atas kertas atau benda lainnya yang sifatnya dapat digambari/ditulisi. Gambar ini harus mengandung suatu makna yang sifatnya mencemarkan nama baik atau kehormatan orang tertentu (yang dituju).50

Adapun dengan cara yang dilakukan yakni disiarkan, dipertunjukkan, atau ditempelkan secara terbuka. Disiarkan (verspreiden), maksudnya ialah bahwa tulisan atau gambar tersebut dibuat dalam jumlah yang cukup banyak, dapat dicetak atau difotokopi, yang kemudian disebarkan dengan cara apapun. Misalnya diperjualbelikan, dikirim ke berbagai pihak, atau dibagi-bagikan kepada siapapun (umum). Oleh sebab itu verspreiden dapat pula diterjemahkan dengan kata menyebarkan. Dalam cara menyebarkan sekian banyak tulisan atau gambar kepada khalayak ramai, telah nampak maksud si penyebar agar isi tulisan atau

50 Adami Chazawi, Op. Cit., hal. 96

makna dalam gambar yang disiarkan, yang sifatnya penghinaan diketahui umum.51

Dipertunjukkan (ten toon gesteld) adalah memperlihatkan tulisan atau gambar yang isi atau maknanya menghina tadi kepada umum, sehingga orang banyak mengetahuinya. Menunjukkan bisa terjadi secara langsung. Pada saat menunjukkan pada umum ketika itu banyak orang. Tetapi bisa juga secara tidak langsung. Misalnya memasang spanduk yang isinya bersifat menghina di atas sebuah jalan raya, dilakukan pada tengah malam yang ketika itu tidak ada seorangpun yang melihatnya. Namun keesokan harinya semua pengguna jalan dapat dengan leluasa melihat dan membaca tulisan yang isinya menghina pada spanduk tersebut.52

Sedangkan ditempelkan (aanslaan), maksudnya ialah tulisan atau gambar tersebut ditempelkan pada benda lain yang sifatnya dapat ditempeli, misalnya papan, dinding gedung, pohon dan sebagainya.53 Jika suatu gambar ditempel di ruangan tertutup maka hal itu bukan dimaksudkan untuk diketahui orang lain atau dipertunjukkan untuk umum karena ruangan tertutup berarti tidak dapat dimasuki setiap orang atau umum54.

3. Fitnah

Kejahatan fitnah dirumuskan dalam Pasal 311 KUHP yang berbunyi:

“Barangsiapa melakukan kejahatan menista atau menista dengan tulisan, dalam hal ia diizinkan untuk membuktikan tuduhannya itu, jika ia tiada dapat membuktikan dan jika tuduhan itu dilakukannya sedang diketahuinya tidak

51Ibid., hal. 97

52Ibid.

53Ibid.

54 Leden Marpaung, Op. Cit., hal. 9-10.

34

benar, dihukum karena salah memfitnah dengan hukuman penjara selama-lamanya empat tahun”.

Kata “fitnah” dalam ilmu hukum pidana, fitnah adalah menista atau menista dengan surat/tulisan tetapi yang melakukan perbuatan itu diizinkan membuktikannya dan ternyata ia tidak dapat membuktikan tuduhannya tersebut.55 Menurut Pasal 313 KUHP, membuktikan kebenaran ini juga tidak diperbolehkan apabila kepada si korban dituduhkan suatu tindak pidana yang hanya dapat dituntut atas pengaduan, dan pengaduan ini in concreto tidak ada. Tindak pidana yang diatur dalam Pasal 311 ayat (1) KUHP tampaknya erat kaitannya dengan ketentuan Pasal 310 KUHP, maka dapat dilihat unsur-unsur pencemaran atau pencemaran tertulis ada didalamya. Unsur selengkapnya sebagai berikut :56

1) Semua unsur (objektif dan subjektif) dari : a. Pencemaran (Pasal 310 ayat (1) ) ; b. Pencemaran tertulis (Pasal 310 ayat (2) ;

2) Si pembuat dibolehkan untuk membuktikan apa yang dituduhkannnya itu benar ;

3) Tetapi si pembuat tidak dapat membuktikan kebenaran tuduhannya ;

4) Apa yang menjadi isi tuduhannya adalah bertentangan dengan yang diketahuinya.

Unsur nomor 2, 3 dan 4 berupa unsur kumulatif yang berupa tambahan agar pencemaran atau pencemaran tertulis dapat menjadi fitnah. Dengan melihat unsur nomor 2 dan 3 nampaknya bahwa dakwaan fitnah baru boleh dilakukan, dalam hal

55 Leden Marpaung, Tindak Pidana Terhadap Kehormatan,(Jakarta : Sinar Grafika, 2010), hal. 25.

56 Adami Chazawi, Op.Cit, hal. 105.

apabila dalam perbuatan terdakwa terdapat pencemaran atau pencemaran tertulis.

Siapa yang membolehkan untuk membuktikan dakwaan itu benar adalah majelis hakim.57

4. Penghinaan ringan

Kata “penghinaan ringan” diterjemahkan dari bahasa Belanda yaitu kata eenvoudige belediging. Sebagian pakar menerjemahkan eenvoudige dengan kata

“biasa”. Sebagian pakar lainnya menerjemahkan dengan kata “ringan” Sehingga tidak tepat jika digunakan penghinaan biasa.58

Bentuk penghinaan ringan ada dalam Pasal 315 KUHP yang berbunyi :

“Tiap-tiap penghinaan dengan sengaja yang tidak bersifat pencemaran atau pencemaran tertulis yang dilakukan terhadap seseorang baik dimuka umum dengan lisan atau tulisan maupun dimuka orang itu sendiri dengan lisan atau perbuatan atau dengan surat yang dikirimkan atau diterimakan kepadanya, diancam karena penghinaan ringan dengan pidana penjara paling lama empat bulan dua minggu atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah”.

Apabila rumusan di atas dirinci, maka pada penghinaan ringan terdapat unsur-unsur sebagai berikut:

1) Unsur Subjektif : kesalahan dengan sengaja

Sebagaimana pada bentuk penghinaan : pencemaran atau pencemaran tertulis terdapat unsur kesengajaan (opzettelijk), maka dalam penghinaan ringan unsur ini juga terdapat pada batin si pembuat, walaupun di dalam penghinaan ringan tidak terdapat sifat pencemaran atau pencemaran tertulis. Ada kesamaan dan juga ada perbedaan antara kesengajaan penghinaan ringan dengan kesengajaan pada pencemaran maupun pencemaran tertulis.

57Ibid., hal. 106.

58 Leden Marpaung, Op.Cit, hal. 32.

36

2) Unsur objektif:

a) Perbuatan : menyerang b) Objeknya adalah :

 Kehormatan orang

 Nama baik orang.

Sebagaimana diketahui pencemaran adalah bagian dari penghinaan, demikian juga penghinaan ringan. Oleh karena itu perbuatan dan objek pada pencemaran adalah sama dengan perbuatan dan objek pada pencemaran adalah sama dengan perbuatan dan objek pada penghinaan ringan.59

c) Caranya :

Ada lima cara dalam melakukan penghinaan ringan. Cara tersebut sebagai ciri/indikator yang membedakan penghinaan ringan dengan pencemaran.

1. Dengan lisan di muka umum.

Dengan lisan (mondeling) di muka umum (in het openbaar), artinya perbuatan menyerang kehormatan atau nama baik orang dilakukan dengan cara mengungkapkan kata atau kalimat, dan dihadapan orang banyak. Orang banyak ini tidaklah ada batas berapa banyaknya, dihadapan dua atau tiga orang pun sudahlah cukup.

2) Dengan tulisan di muka umum.

Dengan tulisan dapat juga disebut dengan surat (bij geschrifte). Bahwa kata atau kalimat yang bersifat menyerang kehormatan dan nama baik orang itu diwujudkan dengan tulisan di atas kertas, kain atau spanduk, atau benda lainnya

59 Adami Chazawi, Op. Cit.,, hal. 118.

yang sifatnya dapat ditulisi. Dengan cara menunjukkan tulisan pada banyak orang, atau menempelkannya di tempat umum, atau dengan menyebarkan dengan cara apapun pada siapapun. Tulisan disni termasuk juga gambar, yang di dalamnya mengandung makna menghina orang tertentu.

3) Dengan lisan di muka orang itu sendiri.

Si pembuat mengucapkan kata atau kalimat secara langsung di hadapan orang yang dituju itu sendiri. Disini tidak diperlukan di muka umum atau di tempat umum (in het openbaar), yang diperlukan adalah didengar secara langsung ucapan itu oleh orang yang dituju.

4) Dengan perbuatan di muka orang itu sendiri.

Apa yang dimaksud dengan perbuatan adalah dengan perbuatan aktif atau perbuatan jasmani (perbuatan materil), artinya dengan menggunakan gerakan dari tubuh atau bagian dari tubuh si pembuat. Gerakan tubuh itu ada 2 (dua) kemungkinan, yaitu:

a. Kemungkinan pertama, diarahkan pada orang yang dituju, misalnya meludahi muka korban atau meludah di muka korban, menekan atau mendorong kepala korban, atau menginjaknya. Tapi perbuatan ini tidak boleh menimbulkan rasa sakit fisik.

b. Kemungkinan kedua, perbuatan itu dapat berupa perbuatan yang secara fisik tidak ditujukan pada korban, tetapi jelas mengandung sifat penghinaan terhadap korban. Perbuatan seperti ini bisa disebut dengan isyarat, tetapi maksudnya adalah penghinaan yang dipandang bagi orang pada umumnya suatu penghinaan. Misalnya, seorang yang menghina dengan menempelkan

38

telunjuknya pada keningnya sendiri, dengan maksud menyatakan bahwa orang yang dituju itu adalah gila.

5) Dengan surat yang dikirimkan atau diterimakan.

Dengan surat, bisa surat terbuka dan bisa juga dengan surat tertutup, yang dikirimkan baik melalui perantaraan (orang atau pos), bisa diserahkannya atau diterimanya sendiri.

5. Pengaduan fitnah

Istilah yang sering dipakai untuk menunjukan pada jenis tindak pidana yang diatur dalamPasal 317 KUHP terdiri dari berbagai macam istilah. Ada sementara ahli hukum yang menggunakan istilah pengaduan yang bersifat memfitnah untuk menunjuk pada tindak pidana yang diatur dalam Pasal 317 KUHP. Sementara ahli hukum yang lain menggunakan berbagai istilah seperti penghinaan yang bersifat memfitnah, fitnah dengan pengaduan atau dengan berbagai istilah lain seperti pemberitahuan fitnah, atau mengadu dengan fitnah60.

Bentuk penghinaan lainnya yang disebut dengan pengaduan fitnah dirumuskan dalam Pasal 317 KUHP adalah sebagai berikut:

“Barangsiapa dengan sengaja memasukkan atau menyuruh menuliskan surat pengaduan atau pemberitahuan yang palsu kepada pembesar negeri tentang sesorang sehingga kehormatan atau nama baik orang itu jadi tersinggung, maka dihukum penjara selama-lamanya empat tahun”.

Pengaduan fitnah seperti dalam rumusan di atas, jika dirinci maka terdiri dari unsur-unsur sebagai berikut :61

1. Unsur objektif:

a) Perbuatan

60 Wirjono Prodjodikoro, Tindak Pidana Tertentu di Indonesia, (Bandung : Eressco, 1986), hal. 103.

61 Adami Chazawi, Op.Cit., hal. 126.

1. Mengajukan pengaduan adalah penyampaian informasi dari seseorang pengadu (yang berhak mengadu) kepada pejabat yang berwenang tentang telah terjadinya tindak pidana aduan oleh seseorang yang disertai permintaan yang tegas agar terhadap orang itu dilakukan pemeriksaan untuk selanjutnya dilakukan penuntutan ke pengadilan.

2. Mengajukan pemberitahuan adalah pemberitahuan oleh siapapun tentang telah terjadinyatindak pidana kepada pejabat yang berwenang.

b) Caranya :

1. Tertulis, maksudnya si pembuat yang mengadukan atau melaporkan dengan membuat tulisan (surat), ditanda tanganinya kemudian disampaikan kepada pejabat/penguasa. Mengajukan secara tertulis ini tidak saja berarti menyampaikan langsung oleh si pembuat kepada penguasa, tetapi bisa juga disampaikan dengan perantaraan kurir atau melalui kantor pos, atau telegram, bahkan juga dapat melalui pesan SMS atau mengirimkan rekaman kaset.

2. Dituliskan, maksudnya si pembuat datang menghadap kepada penguasa yang berwenang, kemudian menyampaikan pengaduan atau pemberitahuan tentang seseorang yang disertai permintaan pada pejabat tersebut agar supaya si pengaduan atau pemberitahuannya dituliskan.

Inisiatif untuk dituliskannya pengaduan atau pemberitahuan harus dari si pembuat, bukan dari pejabatnya. Si pembuat yang meminta untuk dituliskan. Tetapi apabila sebelum diminta untuk dituliskan, pejabat tersebut telah menuliskan dan si pembuat tidak ada usaha untuk

40

mencegahnya, maka dalam hal yang demiian dianggap juga ada permintaan untuk dituliskan. Dalam hal ini telah ada pemintaan secara diam-diam.

c) Objeknya tentang seseorang yang isinya palsu, maksudnya tentang apa yang diadukan atau diberitahukan itu adalah mengenai seorang tertentu (bepaald persoon), bukan perbuatan seseorang, dan isinya adalah palsu. Jadi yang palsu atau tidak benar bukanlah perbuatan yang dilaporkan, tetapi orangnya yang dilaporkan atau diadukan itu yang palsu. Misalnya ada pencurian, si A mengajukan pelaporan tentang adanya pencurian dirumahnya dan dia

c) Objeknya tentang seseorang yang isinya palsu, maksudnya tentang apa yang diadukan atau diberitahukan itu adalah mengenai seorang tertentu (bepaald persoon), bukan perbuatan seseorang, dan isinya adalah palsu. Jadi yang palsu atau tidak benar bukanlah perbuatan yang dilaporkan, tetapi orangnya yang dilaporkan atau diadukan itu yang palsu. Misalnya ada pencurian, si A mengajukan pelaporan tentang adanya pencurian dirumahnya dan dia

Dokumen terkait