UNDANG-UNDANG NOMOR 20 TAHUN 2001 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPS
F. Tinjauan Kepustakaan 1 Tindak Pidana Korups
3. Lembaga KPK dalam Hukum Positif di Indonesia
Sebelumnya di atas, telah sedikit disinggung mengenai lembaga KPK di Indonesia. Pada bagian ini, akan lebih di rinci lagi bagaimana sebenarnya lembaga anti korupsi ini di Indonesia. Sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 43 ayat (1) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, bahwa dalam waktu paling lambat 2 (dua) tahun sejak berlakunya Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 dibentuk Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang kemudian telah diwujudkan dengan UU KPK yang dipertegas dalam Pasal 2 UU KPK;
“Dengan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 dibentuk Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang selanjutnya disebut KPK- Komisi Pemberantasan Korupsi.”
Ermansjah Djaja, dalam bukunya “Memberantas Korupsi Bersama KPK: Kajian Yuridis Normatif UU Nomor 31 Tahun 1999 juncto UU Nomor 20 Tahun 2001 Versi UU Nomor 30 Tahun 2002”, bahwa penegakan hukum untuk memberantas tindak pidana korupsi yang dilakukan secara konvensional selama ini terbukti mengalami berbagai hambatan. Untuk itu diperlukan metode penegakan hukum secara luar biasa melalui pembentukan suatu badan khusus yang mempunyai kewenangan luas, independen, serta bebas dari kekuasaan manapun dalam upaya pemberantasan tindak pidana korupsi, yang pelaksanaannya secara optimal, intensif, efektif, profesional, dan berkesinambungan. Dalam rangka mewujudkan supremasi hukum, Pemerintah Indonesia telah meletakkan landasan kebijakan yang kuat dalam usaha memerangi tindak pidana korupsi. Berbagai kebijakan tersebut tertuang dalam berbagai peraturan perundang-undangan, antara lain dalam Ketetapan Majelis
Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor XI/MPR/1998 Tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme, serta Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001. Berdasarkan Pasal 43 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, badan khusus tersebut selanjutnya disebut KPK, memiliki kewenangan melakukan koordinasi dan supervisi, termasuk melakukan penyelidikan63, penyidikan64, dan penuntutan65, sedangkan mengenai pembentukan, susunan organisasi, tata kerja dan pertanggungjawaban, tugas dan wewenang serta keanggotaannya diatur dengan undang-undang. Pada saat sekarang pemberantasan tindak pidana korupsi sudah dilaksanakan oleh berbagai institusi seperti kejaksaan66 dan kepolisian67
63 M. Yahya Harahap, (1), op.cit, hal. 101, bahwa penyelidikan berarti serangkaian tindakan mencari dan menemukan sesuatu keadaan atau peristiwa yang berhubungan dengan kejahatan dan pelanggaran tindak pidana atau yang diduga sebagai perbuatan tindak pidana.
64 Ibid, hal. 109, bahwa Pasal 1 butir 2, penyidikan berarti serangkaian tindakan yang dilakukan pejabatpenyidik sesuai dengan cara yang diatur dalam undang-undang untuk mencari serta mengumpulkan bukti dan dengan bukti itu membuat atau menjadi terang tindak pidana yang terjadi serta sekaligus menemukan tersangkanya atau pelaku tindak pidananya.
65KUHP dan KUHAP Beserta Penjelasannya (Bandung: Citra Umbara, 2010), dalam Pasal 1 butir 7, menuangkan pengertian penuntut (dalam hal ini penuntutan-kata kerja), bahwa penuntut adalah tindakan penuntut umum untuk melimpahkan perkara pidana ke pengadilan negeri yang berwenang dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini dengan permintaan supaya diperiksa dan diputus oleh hakim di sidang pengadilan.
66 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2004 Tentang Kejaksaan Republik Indonesia, pada Pasal 2 ayat (1) kejaksaan Republik Indonesia yang selanjutnya dalam undang-undang ini disebut kejaksaan adalah lembaga pemerintah yang melaksanakan kekuasaan negara di bidang penuntutan serta kewenangan lain bnerdasarkan undang-undang. Pustaka Yustisia, cet. Kesatu, 2010, hal. 63, pada Pasal 1 ayat (1) kepolisian adalah segala hal ihwal yang berkaitan dengan fungsi dan lembaga polisi sesuai dengan peraturan perundangan-undangan.
67 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia, pada Pasal 1 butir 1 bahwa Kepolisian adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan fungsi dan lembaga polisi sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
dan badan-badan lain yang berkaitan dengan pemberantasan tindak pidana korupsi. Oleh karena itu, pengaturan kewenangan Komisi Pemberantasan Korupsi dalam undang-undang
ini dilakukan secara berhati-hati agar tidak terjadi tumpang tindih kewenangan dengan berbagai instansi tersebut.68
Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 pada dasarnya bersifat menambah atau melengkapi hukum pidana yang telah ada dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 dan Undang-Undang Nomor 28 tahun 1999 Penyelenggaraan Negara Yang Bersih Dan Bebas KKN. Dengan adanya UU KPK, maka ketentuan hukum korupsi dalam hal penanganan tindak pidana korupsi telah mengalami kemajuan yang luar biasa dan jauh meninggalkan hukum pidana khusus lainnya.69
Berdasarkan penjelasan UU KPK, bahwa dalam proses pembentukan KPK, tidak kalah pentingnya adalah sumber daya manusia yang akan memimpin dan mengelola KPK. Undang-undang ini memberikan dasar hukum yang kuat sehingga sumber daya manusia tersebut dapat konsisten dalam melakukan tugas dan wewenangnya sesuai dengan ketentuan undang-undang ini. KPK merupakan lembaga negara yang bersifat independen, melaksanakan tugas dan wewenangnya bebas dari kekuasaan manapun. Dalam ketentuan ini yang dimaksud dengan ‘kekuasaan manapun’ adalah kekuatan yang dapat mempengaruhi tugas dan wewenang KPK atau anggota komisi secara individual dari pihak eksekutif, yudikatif, legislatif, pihak-pihak lain yang terkait dengan perkara tindak pidana korupsi, atau keadaan dan situasi ataupun dengan alasan apa pun.70
68 Ermansjah Djaja, Memberantas Korupsi Bersama KPK: Kajian Yuridis Normatif UU
Nomor 31 Tahun 1999 juncto UU Nomor 20 Tahun 2001 Versi UU Nomor 30 Tahun 2002 (2)
(Jakarta: Sinar Grafika, 2008), hal. 183-184. 69 Adami Chazawi, Op.cit, hal. 423-424.
70 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Pimpinan KPK terdiri dari 5 (lima) orang yang merangkap sebagai anggota yang semuanya adalah pejabat negara. Pimpinan tersebut terdiri atas unsur pemerintah dan unsur masyarakat sehingga sistem pengawasan yang dilakukan oleh masyarakat terhadap kinerja KPK dalam melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan terhadap tindak pidana korupsi tetap melekat pada KPK. Berdasarkan ketentuan ini maka persyaratan untuk diangkat menjadi anggota KPK, selain dilakukan secara transparan dan melibatkan keikutsertaan masyarakat, juga harus memenuhi persyaratan administratif dan harus melalui uji kelayakan (fit and proper test) yang dilakukan oleh Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia, yang kemudian dikukuhkan oleh Presiden Republik Indonesia.71
Di samping itu, untuk menjamin perkuatan pelaksanaan tugas dan wewenangnya, KPK dapat mengangkat Tim Penasihat yang berasal dari berbagai bidang kepakaran yang bertugas memberikan nasihat atau pertimbangan kepada KPK. Adapun mengenai aspek kelembagaan, ketentuan mengenai struktur organisasi KPK diatur sedemikian rupa sehingga memungkinkan masyarakat luas tetap dapat ikut berpartisipasi dalam aktivitas dan langkah-langkah yang dilakukan KPK, serta pelaksanaan program kampanye publik dapat dilakukan secara sistematis dan konsisten, sehingga kinerja KPK dapat diawasi masyarakat luas. Untuk mendukung kinerja KPK yang sangat luas dalam pemberantasan