• Tidak ada hasil yang ditemukan

4.3 Keadaan Sosial Ekonomi

4.4.4 Lembaga-Lembaga Sosial Masyarakat

Pengelolaan hutan rakyat di Kelurahan Selopuro dan Desa Belikurip sehari- hari dilakukan oleh pemiliknya, keluarga petani hutan rakyat. Terdapat beberapa lembaga seperti koperasi di tingkat RT; Pemberdayaan dan Kesejahteraan Keluarga (PKK), Paguyuban Keluarga Berencana (PKB), Karang Taruna, Kelompok Tani (KT) dan Komunitas Petani Sertifikasi (KPS) di tingkat lingkungan; Lembaga Pemberdayaan Masyarakat (LPM), Gabungan Kelompok Tani (GAPOKTAN) dan Forum Komunitas Petani Sertifikasi (FKPS) di tingkat kelurahan, dan Tempat Pengelolaan Kayu Sertifikasi(TPKS) yang merupakan unit usaha dari 2 (dua) FKPS (Selopuro dan Sumberejo).

a. Lembaga-Lembaga Hutan Rakyat

Lembaga yang terkait langsung dalam pengelolaan hutan rakyat di Kelurahan Selopuro yaitu KPS, FKPS dan TPKS. Keberadaan anggota KPS adalah semua warga yang berada di lingkungan tersebut, dan merupakan anggota KT, anggota FKPS adalah gabungan dari KPS-KPS yang ada disetiap lingkungan di Kelurahan Selopuro (Tabel 14), dan anggota TPKS adalah semua anggota KPS-KPS yang ada di FKPS Selopuro dan FKPS Sumberejo. Namun sampai saat ini fungsi KPS masih mengikuti kegiatan-kegiatan KT dan belum mempunyai kegiatan khusus KPS terkait HR. Keberadaan KPS hanya diketahui oleh elit tokoh

tertentu, dan sebagian besar (5 KPS atau 62,5%) anggota di 8 KPS tidak mengetahui keberadaan KPS, namun yang diketahui hanya keberadaan KT.

Fungsi KT masih terbatas pada kegiatan simpan pinjam yang dilakukan melalui pertemuan rutin tiap bulan atau tiap selapanan (35 hari); KPS, FKPS dan TPKS sampai saat ini belum berperan secara optimal.

Tabel 14. Nama Komunitas Petani Sertifikasi/Kelompok Tani, Jumlah Anggota dan Luas Lahan Hutan Rakyat di Kelurahan Selopuro dan Belikurip

No. Nama Jumlah Lingkungan/ Dusun KPS/KT Ketua Anggota (orang) Luas Lahan (ha) A Kelurahan Selopuro

1. Pagersengon Percabaan Misman 41 45,59

2. Jarak Ngudi Rejeki II M. Katmo 59 27,14

3. Sudan Ngudi Rahayu Sukidi 51 16,27

4. Selorejo Ngesti Mulyo Kamidi 14 19,22

5. Watugeni Tani Mulyo Sugianto 54 36,18

6. Sidowayah Ngudi Rejeki I Sulistiono 54 11,22

7. Pendem Ngudi Mulyo Katino 72 58,87

8. Tulakan Ngudi Utomo Yatmo 76 48,28

Jumlah 421 262,77

B Desa Belikurip

1. Pagersari Sumbermulyo Satimo 74 27,95

2. Jamprit kulon Ngudimakmur I Pujiyanto 34 27,70

3. Klerong Ngudimakmur II Rakino 60 24,50

4. Banyuripan Sidorejo Karno 83 72,20

5. Jamprit wetan Sri rejeki YB. Satimin 87 69,95

6. Melikan Sidomulyo Paino 41 27,00

7. Soko Mekar sari Lantian Tomi S 62 34,46

Jumlah 441 283,76

Sumber: Buku II Dokumen Pengajuan Sertifikasi PHBML Kelurahan Selopuro dan Potensi Desa Belikurip, 2011

Pada tingkat kelurahan/desa, lembaga yang mewadahi kegiatan pengelolaan hutan rakyat di Selopuro adalah Forum Komunitas Petani Sertifikasi (FKPS). FKPS merupakan kumpulan dari KPS yang ada di seluruh Kelurahan Selopuro. Sedangkan di Desa Belikurip belum ada lembaga khusus yang resmi mewadahi hutan rakyat seperti di Selopuro. Namun pada dasarnya dari dua lokasi tersebut, lembaga yang mewadahi petani yang mempunyai lahan yang ditanami tanaman kayu-kayuan (hutan rakyat) adalah kelompok tani pertanian pada tingkat lingkungan/dusun, walaupun dalam pelaksanaan pengelolaannya dari mulai perencanaan, pembibitan, penanaman, sampai pemanenan yang mengambil keputusan berada di tingkat petani/individu/rumah tangga.

FKPS adalah suatu unit manajemen pengelola hutan rakyat yang berlingkup kelurahan/desa. Forum atau lembaga ini merupakan wadah gabungan dari kelompok (komunitas) yang berlingkup lebih kecil lingkungan/dusun) yang

ada di kelurahan/desa yang bersangkutan, yang disebut KPS (Komunitas Petani Sertifikasi). FKPS dibentuk untuk memenuhi ketentuan yang dipersyaratkan oleh Lembaga Sertifikasi (LS) dalam proses sertifikasi mengenai batasan minimal luasan lahan hutan yang dikelola oleh satu unit manajemen. Oleh karena itu FKPS di Selopuro terbentuk karena untuk memperoleh sertifikat ekolabel. Dengan adanya persyaratan tersebut maka KPS-KPS menggabungkan dirinya dalam FKPS Selopuro. Pengurus FKPS dipilih secara musyawarah dan setiap KPS terwakili dalam kepengurusan organisasi.

Forum Komunitas Petani Sertifikasi (FKPS) mempunyai tugas adalah: (1) melakukan pengawasan (kontrol) dan mengkoordinasikan KPS-KPS; (2) menyelesaikan persoalan yang timbul antar Komunitas Petani Sertifikasi (KPS).

Komunitas Petani Sertifikasi (KPS) merupakan metamorfosa (bentuk baru) dari kelompok Tani Hutan Rakyat yang telah dikembangkan menjadi suatu unit manajemen berlingkup lingkungan/dusun. Tugas dan tanggung jawab KPS adalah: (1) membuat peta lahan/hutan; (2) membuat dokumen aturan kelola hutan; dan menghitung potensi.

Tempat Pengelolaan Kayu Sertifikasi (TPKS) adalah unit usaha dari dua FKPS (Selopuro dan Sumberejo) yang bertugas dan bertanggung jawab mengelola tata niaga kayu sertifikasi. Mekanisme dan hubungan kerja antara KPS, FKPS dan TPKS adalah: (1) KPS merupakan sumber kayu sertifikasi bagi TPKS; (2) KPS bertanggung jawab atas dokumen dasar dalam penjualan kayu sertifikasi kepada TPKS; (3) TPKS bertindak sebagai pembeli kayu KPS; (4) TPKS melakukan kontrak/kerjasama dengan pihak lain dalam memenuhi permintaan kayu setelah ada persetujuan dengan FKPS.

Keanggotaan KPS, FKPS dan pemilik lahan adalah bahwa FKPS Desa Selopuro masing-masing beranggotakan 8 (delapan) KPS sesuai dengan banyaknya lingkungan/dusun yang ada di kelurahan yang bersangkutan.

b. Aturan Kelola Hutan Rakyat

Komunitas Petani Sertifikasi tiap lingkungan mempunyai aturan yang telah disepakati bersama oleh anggota. Aturan itu biasanya ditetapkan melalui musyawarah pada waktu pertemuan rutin kelopok. Beberapa KPS menuangkan

aturan itu dalam bentuk tertulis. Namun, pada umumnya aturan tersebut hanya berupa kesepakatan tidak tertulis yang sudah biasa dilakukan petani. Secara rinci, aturan-aturan yang dibuat ditiap KPS itu tidak sama antara KPS yang satu dengan KPS yang lain. Akan tetapi pada prinsipnya sama, yaitu untuk mendukung upaya pelestarian fungsi hutan. Aturan itu berisi ketentuan umum yang menyangkut kewajiban dan larangan yang harus ditaanti anggota serta sanksi bagi pelanggar.

Aturan-aturan yang ada dalam salah satu KPS, melipitu: (a) setiap anggota diharuskan menghadiri pertemuan; (b) tidak dapat hadir 2 kali pertemuan berturut- turut tanpa pemberitahuan, simpanan pokok dihapus dan keluar dari kelompok; (c) setiap tebang satu harus ada penggantinya yang sudah tumbuh; (d) setiap tebangan jangan sampai merusak pohon yang ada disekitarnya; (e) setiap melakukan kegiatan penebangan wajib ijin kepada kepala lingkungan atau kepala kelurahan; (f) setiap musim penghujan diharuskan menanam pohon pada tanah yang masih kosong; (g) tidak dibenarkan mengembala ternak di areal hutan rakyat.

Selain aturan-aturan tersebut, juga diatur hak dan kewajiban pada KPS dalam pengelolaan hutan rakyat, meliputi: (a) menilai laporan pertanggungjawaban pengurus; (b) turut mengesahkan rencana kegiatan kelompok; (c) melaksanakan rencana kegiatan dan keputusan kelompok; (d) menetapkan dan mengangkat pengurus; (e) ikut membuat perubahan AD dan ART yang diperlukan kelompok; (f) mengingatkan dan menegur pengurus bila terjadi penyimpangan dalam tugasnya.

Aturan-aturan tersebut pada dasarnya sudah merupakan kebiasaan/tradisi yang sudah dilaksanakan masyarakat dalam mengelola hutan. Namun, aturan tersebut dibakukan dalam kelompok pada saat pengajuan sertifikasi. Sebagian besar masyarakat (99%) mentaati aturan tidak tertulis (kebiasaan/tradisi).

Selain aturan yang disepakati dalam kelompok, terdapat pula aturan yang mengatur petani dalam pemanfaatan (pemanenan) hutan yang dibuat oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Wonogiri. Peraturan tersebut dituangkan dalam: (1) Peraturan Bupati Wonogiri No. 1 Tahun 2007 Tentang Retribusi Ijin Pengangkutan Kayu Rakyat di Kabupaten Wonogiri; (2) Surat Bupati Wonogiri Perihal Pengendalian Penebangan dan Peredaran Kayu Rakyat; (3) Sekretariat

Daerah Kabupaten Wonogiri No.522.4/38.25 Perihal Pembentukan Tim Pelayanan Izin Menebang Pohon Milik Rakyat Tingkat Kecamatan.

Sebagian besar petani mengetahui dan paham terhadap aturan tertulis yang dikeluarkan oleh pemerintah tersebut, hal tersebut ditunjukkan bahwa petani dapat menjelaskan “kalau menebang/menjual kayu harus mematuhi aturan-aturan seperti jenis, ukuran, standar harga kayu dan prosedur pelaksanaannya, seperti jenis jati ukuran keliling setinggi dada yang boleh ditebang minimum 80 cm dan mahoni 90 cm. Prosedur pelaksanaannya petani yang mau menjual kayu lapor pada KPS untuk mendapat surat keterangan, kemudian lapor ke desa untuk mendapat surat ijin tebang dari desa, kemudian pohon yang akan ditebang diperiksa oleh tim dari kecamatan. Namun, dalam melaksanakan aturan tertulis tersebut sebagian besar petani tidak mentaatinya. Alasan tidak mentaaati aturan tersebut, karena sebagian besar petani memanen/menjual pohon ketika dalam keadaan mendesak saja, jadi jika ada kebutuhan mendesak dan harus menunggu pohon sampai sesuai persyaratan aturan tersebut, siapa yang akan menanggung kebutuhan petani. Selama ini pemerintah mengeluarkan aturan, namun tidak mengatasi kebutuhan petani. Lain halnya, kalau dengan mengeluarkan aturan tersebut pemerintah pun dapat mengatasi kebutuhan-kebutuhan petani tersebut, seperti adanya bantuan ternak, modal bergilir, insentif bagi yang mempertahankan hutannya dan bantuan lain sesuai kebutuhan petani.

Hal-hal teknis yang menyangkut pola penanganan dan pengelolaan hutan seperti misalnya pembibitan, penanaman, dan pemeliharaan tidak dibakukan dalam aturan kelompok. Hal-hal seperti itu keputusannya diserahkan pada masing-masing anggota.

c. Peran dan Tanggung Jawab Pihak Terkait

Dalam proses perjalanan kelompok sejak awal dimulainya kegiatan pengembangan hutan rakyat di Kelurahan Selopuro sampai mendapatkan keberhasilannya memperoleh Sertifikat Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat Lestari (PHBML), ada peran para pihak yang terlibat di dalamnya, baik secara langsung maupun tidak langsung. Peran dan tanggungjawab para pihak terkait tersebut, adalah: Departemen Kehutanan, Pemerintah Kabupaten Wonogiri, Dinas Lingkungan Hidup, Kehutanan dan Pertambangan Kabupaten Wonogiri, Lembaga

Swadaya Masyarakat (LSM) PERSEPSI, dan lembaga-lembaga lainnya. Masing- masing peran dan tanggung jawab para pihak yang terlibat adalah sebagai berikut:

1. Pemerintah Tingkat Pusat (Departemen Kehutanan)

Peran dan tanggung jawab pemerintah pusat dalam hal ini Departemen Kehutanan adalah melalui unit-unit organisasi dan pelaksana teknis di bawahnya, sejak era Sub Balai RLKT sampai BP DAS sekarang, memberikan dukungan dengan pemberian bantuan program.

2. Pemerintah Tingkat Kabupaten (Pemerintah Daerah Kabupaten Wonogiri)

Peran dan tanggung jawab pemerintah daerah tingkat kabupaten dalam rangka menunjang upaya pelestarian hutan rakyat, telah membuat regulasi mengenai retribusi izin pengangkutan kayu rakyat dan mekanisme serta prosedur penerbitan dokumen SKSHH (Surat Keterangan Sahnya Hasil Hutan) yang dikukuhkan/disahkan dalam bentuk Peraturan Daerah (Perda) dan Keputusan Bupati. Peraturan yang sudah di keluarkan Pemda Kabupaten Wonogiri, yaitu: (1) Peraturan Bupati Wonogiri No. 1 Tahun 2007 Tentang Retribusi Ijin Pengangkutan Kayu Rakyat di Kabupaten Wonogiri; (2) Surat Bupati Wonogiri Perihal Pengendalian Penebangan dan Peredaran Kayu Rakyat; (3) Sekretariat Daerah Kabupaten Wonogiri No.522.4/38.25 Perihal Pembentukan Tim Pelayanan Izin Menebang Pohon Milik Rakyat Tingkat Kecamatan.

3. Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Wonogiri (dulu Dinas Lingkungan Hidup, Kehutanan dan Pertambangan)

Peran dan tanggung jawab Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Wonogiri (dulu Dinas Lingkungan Hidup, Kehutanan dan Pertambangan atau LHKP) Kabupaten Wonogiri adalah berperan dalam memberikan bimbimbingan teknis mengenai pengelolaan hutan dan konservasi tanah melalui penyuluhan- penyuluhan yang dilaksanakan oleh Penyuluh Kehutanan Lapangan (PKL).

4. Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) PERSEPSI

Peran dan tanggung jawab Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Perhimpunan untuk Studi dan Pengembangan Ekonomi dan Sosial (PERSEPSI) Wonogiri adalah berperan dalam mendampingi dan memfasilitasi kelompok tani dalam setiap tahapan proses sertifikasi, sejak persiapan awal, menata organisasi, sampai memperoleh sertifikat, dan berupaya merintis jalur pemasaran produk sertifikasi.

5. Lembaga-Lembaga Lainnya

Beberapa lembaga yang mendukung keberhasilan FKPS Selopuro memperoleh sertifikat PHBML, adalah pemerintah tingkat kelurahan/desa, pemerintah tingkat kecamatan, dan Dinas Pertanian. Lembaga-lembaga tersebut berperan dalam mendukung dan memfasilitasi kelompok tani terkait administrasi dalam pengelolaan hutan rakyat.

d. Lembaga-Lembaga Sosial yang ada di Kelurahan Selopuro dan Desa Belikurip

Beberapa lembaga formal yang ada di Kelurahan Selopuro dan Desa Belikurip selain lembaga yang khusus terkait hutan rakyat, juga terdapat lembaga- lembaga sosial lainnya, adalah: koperasi di tingkat RT; Pemberdayaan dan Kesejahteraan Keluarga (PKK), Paguyuban Keluarga Berencana (PKB), Karang Taruna, dan Kelompok Tani (KT) di tingkat lingkungan/dusun dan tingkat kelurahan/desa; Lembaga Pemberdayaan Masyarakat (LPM), dan Gabungan Kelompok Tani (GAPOKTAN) di tingkat kelurahan.

1. Koperasi Rumah Tangga (RT) adalah lembaga yang anggotanya dari rumah tangga yang ada pada tingkat kampung. Kegiatannya meliputi arisan, simpan, membahas permasalahan pada tingkat RT dan tukar menukar pengalaman dan informasi. Pertemuan dilaksanakan setiap bulan sekali dan tempat pertemuan di rumah ketua RT.

2. Pemberdayaan dan Kesejahteraan Keluarga (PKK) adalah lembaga yang anggotanya ibu rumah tangga. PKK merupakan mitra kelurahan/desa untuk mensosialisasikan program pemerintah. Kegiatannya meliputi arisan, pelatihan-pelatihan yang terkait dengan aktivitas mengurus rumah tangga, seperti memasak, menjahit dan lainnya. Pertemuan dilaksanakan setiap bulan sekali dan tempat pertemuan di rumah ketua lingkungan/dusun.

3. Paguyuban Keluarga Berencana (PKB) adalah lembaga yang anggotanya ibu rumah tangga. Kegiatannya meliputi aktivitas mengurus rumah tangga, seperti kegiatan posyandu. Pertemuan dilaksanakan setiap bulan sekali dan tempat pertemuan di rumah ketua lingkungan/dusun.

4. Karang Taruna adalah lembaga yang anggotanya anak muda. Namun, karena di dua lokasi tersebut sebagian besar anak muda (generasi muda) pada merantau ke kota, maka yang menjadi anggotanya adalah orang tua (generasi tua). Lembaga karang taruna ini, ada pada tingkat lingkungan/dusun dan ada juga pada tingkat kelurahan/desa. Kegiatannya meliputi kegiatan kepemudaan. Pertemuan dilaksanakan setiap bulan sekali dan tempat pertemuan di rumah ketua lingkungan/dusun dan di kantor kelurahan/desa.

5. Kelompok Tani (KT) di Kelurahan Selopuro adalah lembaga yang bergerak di bidang pertanian dan anggotanya semua warga yang berada di tingkat lingkungan, sedangkan anggota KT di Desa Belikurip adalah tidak semua warga yang berada di tingkat dusun masuk anggota KT. Kegiatannya meliputi kegiatan pertanian (adanya bantuan subsidi pemerintah seperti benih, bibit, pupuk, dan lainnya). Pertemuan dilaksanakan setiap bulan sekali dan tempat pertemuan di rumah ketua kelompok tani.

6. Lembaga Pemberdayaan Masyarakat (LPM) dan Lembaga Keamanan Masyarakat Desa (LKMD) adalah lembaga yang anggotanya dari tokoh-tokoh informal masyarakat kelurahan/desa. Pertemuan dilaksanakan setiap bulan sekali dan tempat pertemuan di kantor LPM/LKMD.

7. Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) Sedyo Makmur dan Gapoktan Beliurip adalah lembaga yang merupakan gabungan kelompok tani yang ada di Kelurahan Selopuro dan Desa Belikurip. Kegiatannya meliputi kegiatan pertanian (memfasilitasi adanya bantuan subsidi pemerintah seperti benih, bibit, pupuk, modal dan lainnya). Pertemuan dilaksanakan setiap dua bulan sekali dan tempat pertemuan di kantor kelurahan/desa.