• Tidak ada hasil yang ditemukan

5.1 Modal Sosial dalam Pengelolaan Hutan Rakyat Lestari

5.1.2 Modal Sosial Kognitif

5.1.2.1 Unsur Kepercayaan

Kepercayaan atau “keyakinan pada kejujuran, kebaikan dan keterampilan” dari individu atau kelompok lain, secara potensial mempengaruhi anggota untuk terlibat dalam tindakan kolektif karena kepercayaan itu mengurangi ketidakpastian tentang kemungkinan perilaku orang lain atau terhadap imbalan dari sebuah kolaborasi (kepercayaan memastikan individu akan mendapatkan

sesuatu dari orang lain). Penentuan kepercayaan yang diuraikan berikut ini dinilai dengan 10 (sepuluh) indikator sebagaimana disajikan pada Tabel 21.

Tabel 21. Distribusi responden menurut tingkat kepercayaan kepada para pihak, fungsi aturan dan jaringan

No Indikator kepercayaan

Tingkat Kepercayaan

Kelurahan Selopuro Desa Belikurip Tidak Percaya (%) Ragu -ragu (%) Percaya (%) Tidak Percaya (%) Ragu- ragu (%) Percaya (%) 1 Kepercayaan responden terhadap:

A Pihak Informal (individu)

a Sesama petani 0 0 100 0 3 97 b Tokoh masyarakat 0 0 100 0 7 93

c Tokoh agama 0 0 100 0 3 97

d Pedagang pengumpul (pengepul)/local 7 10 83 50 0 50 B Pihak Formal (lembaga)

a KTHR/KPS 0 0 100 0 7 93 b FKPS 83 7 10 100 0 0 c TPKS 90 10 0 100 0 0 d Gapoktan 0 3 97 0 20 80 e PKL Kehutanan 67 0 33 87 0 13 f PPL Pertanian 13 0 87 13 20 67 g LSM 17 73 10 100 0 0 h Lurah/Kepala Desa 3 3 93 0 3 97 i Pemerintah Kabupaten Wonogiri 20 67 13 17 60 23

j Dephut 20 7 73 67 0 33

2 Kepercayaan responden terhadap fungsi aturan tertulis

10 57 33 7 43 50

3 Kepercayaan responden terhadap fungsi aturan tidak tertulis

0 3 97 7 7 87

4 Kepercayaan responden terhadap para pihak dalam membangun jaringan A Internal kelompok

a Sanak family (keluarga) 0 0 100 0 0 100

b Tetangga 0 0 100 0 0 100

c Sesama petani dalam kelompok 0 0 100 0 7 93 d Tokoh masyarakat 0 0 100 0 7 93

e Tokoh agama 0 0 100 0 3 97

B Eksternal kelompok

a Sesama petani di luar kelompok 0 7 93 0 10 90 b Sesama petani di luar kelurahan/desa 0 27 73 0 27 73

c FKPS 50 40 10 100 0 0 d TPKS 77 23 0 100 0 0 e Gapoktan 0 10 90 0 20 80 f PKL Kehutanan 67 3 30 87 0 13 g PPL Pertanian 37 0 63 13 33 53 h LSM 17 20 63 100 0 0 i Lurah/Kepala Desa 27 3 70 0 3 97 j Pemerintah Kabupaten Wonogiri 67 0 33 17 43 40

k Dephut 60 0 40 67 3 30

l Pedagang pengumpul (pengepul)/local 30 3 67 50 0 50 5 Kepatuhan dan kemampuan anggota

petani lain dalam melaksanakan aturan tertulis (aturan penebangan pohon)

10 53 37 7 43 50

6 Kepatuhan dan kemampuan anggota petani lain dalam melaksanakan aturan tidak tertulis (aturan penanaman dan pengamanan hutan rakyat)

0 0 100 7 7 87

7 Manfaat hutan rakyat 0 0 100 0 0 100

 

No Indikator kepercayaan

Tingkat Kepercayaan

Kelurahan Selopuro Desa Belikurip Tidak Percaya (%) Ragu -ragu (%) Percaya (%) Tidak Percaya (%) Ragu- ragu (%) Percaya (%) 8 Kepercayaan terhadap para pihak

yang mempunyai kemauan dan kemampuan dalam menjaga kelestarian hutan rakyat

A Pihak Informal (individu)

a Sesama petani 0 3 97 0 3 97 b Tokoh masyarakat 0 0 100 0 7 93

c Tokoh agama 0 13 87 0 3 97

d Pedagang pengumpul (pengepul)/local 30 67 3 50 43 7 B Pihak Formal (lembaga)

a KTHR/KPS 0 10 90 0 7 93 b FKPS 23 60 17 100 0 0 c TPKS 90 10 0 100 0 0 d Gapoktan 0 17 83 0 20 80 e PKL Kehutanan 13 70 17 87 0 13 f PPL Pertanian 13 67 20 13 20 67 g LSM 7 50 43 100 0 0 h Lurah/Kepala Desa 0 0 100 0 3 97 i Pemerintah Kabupaten Wonogiri 0 17 83 10 67 23

j Dephut 0 57 43 67 0 33

9 Kepercayaan terhadap warga masyarakat memiliki kemampuan untuk bekerjasama dalam mendukung pengelolaan hutan rakyat

0 0 100 0 10 90

10 Kepercayaan terhadap warga masyarakat bersedia untuk saling menguatkan hubungan sosial

0 0 100 0 13 87

Berdasarkan Tabel 21, sebagian besar (100%) petani percaya terhadap peran dan posisi pihak petani, tokoh masyarakat dan tokoh agama dalam pengelolaan hutan rakyat di Kelurahan Selupuro, begitu pula petani di Desa Belikurip sebagian besar (93-97%) percaya terhadap peran dan posisi pihak petani, tokoh masyarakat dan tokoh agama dalam pengelolaan hutan rakyat.

Tingkat kepercayaan petani terhadap pedagang lokal/pedagang pengumpul (pengepul) di Kelurahan Selupuro sebagian besar (83%) percaya, begitu pula petani di Desa Belikurip sebagian sebesar 50% percaya terhadap pedagang lokal/pedagang pengumpul (pengepul). Kepercayaan petani terhadap pedagang lokal/pedagang pengumpul (pengepul) di Kelurahan Selupuro dan di Desa Belikurip karena pedagang lokal/pedagang pengumpul (pengepul) yang selama ini membeli pohon/kayu dari hutan rakyat. Padahal yang seharusnya berperan dalam tata niaga kayu hutan rakyat adalah TPKS, karena TPKS selama ini tidak berfungsi maka sebagian besar (90%) tingkat kepercayaan petani terhadap TPKS tidak percaya.

Tingkat kepercayaan petani terhadap pihak formal sebagian besar (63-100%) percaya, kecuali pada pihak FKPS, PKL dan Perhutani sebagian besar (67-83%) petani di Kelurahan Selopuro tidak percaya. Ketidakpercayaan petani di Kelurahan Selopuro terhadap lembaga tersebut karena selama ini belum dirasakan manfaat dari masing-masing perannya. Sedangkan di Desa Belikurip tingkat kepercayaan petani terhadap peran dan posisi PKL, LSM dan Dephut sebagian besar (67-100%) tidak percaya karena selama ini lembaga tersebut belum ada perannya, sedangkan lembaga yang ada dan berperan di Desa Belikurip adalah pihak perhutani berperan dalam melaksanakan program Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM), namun tingkat kepercayaan petani terhadap Perhutani sebagian besar (77%) masih ragu-ragu karena dari program PHBM yang dilaksanakan belum ada hasil yang nyata dari kegiatan pemanfaatan/penebangan pohon.

Komunitas petani hutan rakyat di Kelurahan Selupuro dan di Desa Belikurip yakin bahwa aturan-aturan yang ada dapat berfungsi untuk keberlanjutan kelestarian hutan rakyat, namun tingkat kepercayaannya berbeda- beda. Tingkat kepercayaan terhadap aturan tertulis sebagian besar (100% dan 97%) petani percaya bahwa aturan tertulis yang mengatur petani dalam pemanfaatan (pemanenan) hutan berupa peraturan yang dibuat oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Wonogiri dapat berfungsi untuk keberlanjutan kelestarian hutan rakyat. Begitu pula terhadap aturan tidak tertulis sebagian besar (100% dan 93%) petani percaya bahwa aturan tidak tertulis berupa kesepakatan dan kebiasaan yang ada dimasyarakat dapat berfungsi untuk keberlanjutan kelestarian hutan rakyat. Namun petani hutan rakyat di Desa Belikurip masih ada yang ragu- ragu (3% dan 7%) terhadap fungsi aturan, baik aturan tertulis maupun aturan tidak tertulis dapat berfungsi untuk keberlanjutan kelestarian hutan rakyat.

Tingkat kepercayaan petani terhadap fungsi aturan tertulis (peraturan pemerintah) yang tinggi menunjukkan bahwa petani mengetahui dan paham terhadap aturan tersebut, namun pengetahuan dan pemahaman petani tersebut belum dapat dipatuhi dalam pelaksanaannya karena sebagian besar (100%) petani memanfaatkan/menebang pohon berdasarkan tebang butuh, sehingga aturan- aturan yang ada didalamnya sering dilanggar. Lain halnya dengan aturan tidak tertulis (kesepakatan dan kebiasaan yang sudah membudaya), selain petani

mengetahui dan paham terhadap aturan tersebut, petani juga patuh dalam melaksanakan aturan tersebut. Hal ini karena aturan tidak tertulis sudah menjadi kebiasaan yang membudaya dan dapat dirasakan manfaatnya oleh petani. Sedangkan aturan tertulis yang dibuat oleh pemerintah belum terinternalisasi sebagai nilai-nilai yang diakui, dipatuhi, dan dijadikan pedoman bertindak petani, dan belum terbukti dapat berfungsi untuk mengelola dan melestarikan hutan rakyat dengan baik.

Aturan tidak tertulis yang berlaku baik pada Komunitas di Kelurahan Selupuro dan di Desa Belikurip adalah berupa cara (usage), kebiasaan (folkways), dan tata kelakuan (mores) yang merupakan budaya yang sudah berlaku secara turun temurun dan terinternalisasi dalam masyarakat. Aturan-aturan tidak tertulis yang merupakan kebiasaan yang sudah membudaya diantaranya adalah: (a) setiap anggota diharuskan menghadiri pertemuan; (b) tidak dapat hadir 2 kali pertemuan berturut-turut tanpa pemberitahuan, simpanan pokok dihapus dan keluar dari kelompok; (c) setiap tebang satu harus ada penggantinya yang sudah tumbuh; (d) setiap tebangan jangan sampai merusak pohon yang ada disekitarnya; (e) setiap melakukan kegiatan penebangan wajib ijin kepada kepala lingkungan atau kepala kelurahan; (f) setiap musim penghujan diharuskan menanam pohon pada tanah yang masih kosong; (g) tidak dibenarkan mengembala ternak di areal hutan rakyat.

Kepatuhan seseorang terhadap aturan dapat diperlemah atau dikuatkan oleh kepatuhan orang lain terhadap aturan tersebut. Oleh karena itu penting untuk meninjau kepercayaan seseorang bahwa orang lain mematuhi aturan. Tingkat kepercayaan responden terhadap anggota komunitas yang lain dapat mematuhi aturan tertulis di Kelurahan Selupuro berbeda-beda, yaitu sebagian besar 53% ragu-ragu, 37% percaya dan 10% tidak percaya dan di Desa Belikurip sebagian besar 50% percaya, 43% ragu-ragu dan 7% tidak percaya. Tingkat kepercayaan responden terhadap anggota komunitas yang lain dapat mematuhi aturan tidak tertulis di Kelurahan Selupuro sebagian besar (100%) percaya, Sedangkan di Desa Belikurip berbeda-beda yaitu sebagian besar (87%) percaya dan 7% ragu-ragu dan tidak percaya.

Berdasarkan Tabel 21, tingkat kepercayaan petani terhadap keeratan hubungan dengan internal kelompok (keluarga, tetangga, sesama petani dalam

kelompok tani, tokoh masyarakat dan tokoh agama) sebagian besar (100%) seluruh indikator di Kelurahan Selopuro percaya terhadap keeratan hubungan dengan keluarga, tetangga, sesama petani dalam kelompok tani, tokoh masyarakat dan tokoh agama begitu pula di Desa Belikurip dengan tingkat kepercayaan sebesar 100%, 100%, 93%, 93% dan 97%. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat kepercayaan terhadap keeratan hubungan dengan internal kelompok di Kelurahan Selopuro dan di Desa Belikurip sering melakukan hubungan/interaksi melalui

pertemuan/kunjungan/komunikasi/koordinasi/transaksi/kerjasama dengan keluarga, tetangga, sesama petani dalam kelompok tani, tokoh masyarakat dan

tokoh agama baik terjalin dengan baik melalui pertemuan rutin mingguan, bulanan maupun melalui pertemuan insidentil.

Tingkat kepercayaan terhadap keeratan hubungan/interaksi dengan eksternal kelompok di Kelurahan Selopuro dan di Desa Belikurip dalam pengelolaan hutan rakyat sebagian besar petani percaya dengan tingkat kepercayaan sebesar 93% dan 90%, dan 73% dan 73%. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat keeratan hubungan antara petani dengan sesama petani di luar kelompok tani, di luar komunitas/diluar desa sering melakukan hubungan/interaksi melalui pertemuan/kunjungan/komunikasi/koordinasi/ transaksi/kerjasama dengan sesama petani di luar kelompok tani dan sesama petani di luar komunitas/diluar desa terjalin dengan baik melalui pertemuan rutin bulanan maupun melalui pertemuan insidentil.

Berdasarkan Tabel 19, sebagian besar (87-100%) responden percaya bahwa pihak informal seperti petani, tokoh masyarakat dan tokoh agama mempunyai kemauan dan kemampuan dalam menjaga kelestarian hutan rakyat di Kelurahan Selupuro dan di Desa Belikurip. Begitu pula sebagian besar (83-100%) responden percaya terhadap pihak formal seperti: kelompok tani, Gapoktan, kelurahan/desa, kecamatan dan pemerintah kabupaten mempunyai kemauan dan kemampuan dalam menjaga kelestarian hutan rakyat di Kelurahan Selupuro dan di Desa Belikurip.

Namun kepercayaan responden terhadap pihak formal lainnya adalah ragu- ragu dan tidak percaya, begitu pula terhadap pedagang lokal (pengepul) di Kelurahan Selupuro sebagian besar (67%) ragu-ragu dan di Desa Belikurip

sebagian besar (50%) tidak percaya, karena pedagang lokal (pengepul) dalam melakukan pembelian pohon/kayu dari hutan rakyat tidak mempertimbangkan aturan terkait diameter pohon yang harus ditebang.

Petani komunitas hutan rakyat di Kelurahan Selupuro dan di Desa Belikurip memiliki pengetahuan tentang manfaat hutan rakyat dan percaya bahwa hutan rakyat memberikan manfaat yang besar kepada masyarakat. Seluruh responden (100%) percaya bahwa hutan rakyat memberikan manfaat bagi kehidupan, apabila hutan rakyat tidak ada maka keberlangsungan hidup masyarakat terganggu. Kepercayaan dan keyakinan tersebut didasarkan serta dikuatkan oleh pengalaman hidup masyarakat yang selama ini sudah merasakan manfaat dari keberadaan hutan rakyat. Manfaat yang dirasakan oleh masyarakat terhadap keberadaan hutan rakyat yaitu manfaat ekologi, manfaat ekonomi, dan manfaat sosial budaya.

Manfaat ekologi dari hutan rakyat yang dirasakan oleh masyarakat yaitu dapat memperbaiki kondisi lingkungan, iklim, dan perlindungan koservasi tanah dan air, dimana yang dulunya kondisi lingkungan gersang sekarang menjadi sejuk dan yang dulunya sulit mendapatkan air sekarang mudah mendapatkan air. Manfaat ekonomi yang dirasakan oleh masyarakat yaitu adanya peningkatan pendapatan masyarakat dari penjualan kayu, dimana yang dulunya pendapatannya dari hasil pertanian atau salah satu jenis usaha, sekarang ada penambahan dari hasil penjualan kayu. Selain manfaat ekologi dan ekonomi, masyarakat juga merasakan manfaat sosial yaitu adanya kesadaran masyarakat dalam menanam dan mengamankan hutan rakyat lebih tinggi, padahal dahulu kesadaran masyarakat dalam menanam dan mengamankan hutan kurang bahkan hutan negara pun dirusak. Selain itu adanya kunjungan tamu dari luar kota atau luar negeri baik untuk penelitian, studi banding dan tujuan lainnya sehingga menambah informasi dan pengetahuan masyarakat.

Manfaat hutan rakyat yang dirasakan masyarakat dapat menguatkan kepercayaan anggota komunitas yang lain untuk menjaga kelestarian hutan rakyat diperkuat oleh tingkat kepercayaannya bahwa anggota komunitas lain dapat bekerjasama dalam menjaga kelestarian hutan rakyat. Sebagian besar (100% dan 90%) responden pada komunitas Kelurahan Selupuro dan di Desa Belikurip

percaya dan 10% responden ragu-ragu bahwa warga masyarakat memiliki kemampuan untuk bekerjasama dalam mendukung pengelolaan hutan rakyat.

Kemampuan kerjasama antar warga komunitas dalam pengelolaan hutan rakyat yang tinggi, dilandasi oleh nilai-nilai, sikap, dan keyakinan yang melekat pada masing-masing individu petani sehingga dapat menguatkan hubungan sosial pada kedua komunitas tersebut. Sebagian besar (100% dan 870%) responden pada komunitas Kelurahan Selupuro dan di Desa Belikurip percaya dan 13% responden ragu-ragu bahwa warga masyarakat bersedia untuk saling menguatkan hubungan sosial. Hal ini dipertegas oleh Uphoff (2000) bahwa kepercayaan (trust) dan pembalasan (reciprocation) merupakan cara untuk membangun hubungan dengan orang lain. Kepercayaan (trust) dilandasi oleh norma, nilai, sikap, dan keyakinan (belief) untuk membuat kerjasama efektif.

Berdasarkan uraian diatas, secara keseluruhan bahwa tingkat kepercayaan modal sosial di Kelurahan Selopuro tergolong tinggi dan tingkat kepercayaan modal sosial di Desa Belikurip tergolong sedang. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat kepercayaan reponden terhadap peran dan posisi para pihak yang terlibat, aturan (aturan tertulis dan aturan tidak tertulis), jaringan, kepatuhan dan kemampuan anggota masyarakat dalam melaksanakan aturan (aturan tertulis dan aturan tidak tertulis), manfaat hutan rakyat, kepatuhan dan kemampuan para pihak dalam menjaga kelestarian hutan rakyat, warga masyarakat lain memiliki kemampuan untuk bekerjasama dalam mendukung pengelolaan hutan rakyat, dan tingkat kepercayaan terhadap warga masyarakat bersedia untuk saling menguatkan hubungan sosial di Kelurahan Selopuro tergolong tinggi dan di Desa Belikurip tergolong sedang dalam pengelolaan hutan rakyat.