• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II STUDI PUSTAKA STUDI PUSTAKA

E. Lembaga Pengelola Zakat

Manajemen zakat telah dijelaskan secara tersirat di dalam al-Qur‟an yang dapat dipahami dari adanya amil zakat (petugas zakat). Lalu di masa

khulafaur rasyiddin, manajemen zakat dikembangkan menjadi lebih

tersistematis dalam sebuah lembaga yang dikenal sebagai Baitul Mal sebagai interpretasi para sahabat Rasulullah SAW dari kata “amil” yang ada dalam al-Qur‟an surat at-Taubah ayat 60 dan 103. Baitul Mal ini selalu ada dalam sejarah perkembangan peradaban islam sebagai pusat keuangan atau departemen keuangan negara islam (al-Khilafah) yang salah satu bidangnya adalah bidang pengelolaan zakat. Memang Baitul Mal tidak hanya mengurus administrasi zakat pada masa itu, tetapi mengurus seluruh pengadministran keuangan negara salahsatunya adalah zakat. Namun, Baitul Mal sebagai departemen keuangan negara lenyap bersamaan dengan runtuhnya daulah islam yang terakhir (Turki Ustmani). Sejak runtuhnya Turki Ustmani, pengelolaan zakat menjadi tidak tersistematis. Pengelolaan zakat menjadi tidak terpusat lagi, pengumpulan dan pendistribusiannya dilakukan sendiri

oleh masyarakat, kelompok-kelompok dakwah, dan sekolah yang ada di masyarakat.

Di Indonesia sendiri, lembaga pengelolaan zakat sendiri baru memiliki landasan hukum yang formil pada tahun 1999 yang ditandai dengan lahirnya UU no. 38 tahun 1999. Berdasarkan UU No 38 Tahun 1999, organisasi yang berhak mengelola zakat terbagi menjadi dua bagian, yakni organisasi yang tumbuh atas prakarsa masyarakat yang kemudian disebut sebagai lembaga Amil Zakat (LAZ) serta organisasi yang dibentuk oleh pemerintah yang kemudian disebut sebagai Badan Amil Zakat (BAZ). Atau yang pada Undang-Undang No. 23 tahun 2011 dikenal dengan istilah BAZNAS (Badan Amil Zakat Nasional). Secara umum, lembaga-lembaga pengelola zakat dibagi menjadi 3 bagian, yaitu:

1. Amil Zakat Tradisional

Amil zakat tradisional adalah pihak-pihak yang mengumpulkan dan mendistribusikan zakat sesuai dengan dengan syara‟ tanpa memiliki lembaga atau badan pengelolaan yang terstruktur. Amil tradisional ini biasa menjadikan masjid, pesantren, atau rumah pribadinya sebagai tempat untuk melakukan serah-terima dana zakat dari muzakki kepada mereka. Bentuk pengelolaan zakat yang dilakukan oleh Amil Tradisional ini sangat sederhana dan tanpa manajemen yang terstruktur, seperti tanpa ada perencanaan, organisasi, evaluasi, dan lain-lainnya. Amil tradisional ini hanya melakukan pengumpulan dana zakat, lalu mendistribusikannya kepada pihak-pihak yang berhak menerimnya.

Oleh karena itu, distribusi zakat yang dilakukan amil tradisional ini, hampir semuanya berbasis konsumtif.

2. Badan Amil Zakat Dan Lembaga Amil Zakat

Badan Amil Zakat adalah lembaga pengelola zakat yang didirikan oleh pemerintah yang didirikan atas usul Kementrian Agama dan disetujui oleh Presiden. Kantor Pusat dari lembaga zakat ini berkedudukan di Ibu Kota negara. Keanggotaan BAZNAS terdiri atas 11 orang anggota yakni delapan orang dari unsur masyarakat (ulama, tenaga profesional dan tokoh masyarakat Islam) dan tiga orang dari unsur pemerintah (ditunjuk dari kementrian/instansi yang berkaitan dengan pengelolaan zakat). BAZNAS dipimpin oleh seorang ketua dan seorang wakil ketua. Masa kerja BAZNAS dijabat selama 5 (lima) tahun dan dapat dipilih kembali untuk satu kali masa jabatan. Program BAZNAS berupa Zakat Community Development, Rumah Sehat Baznas, Rumah Cerdas Anak Bangsa, Rumah Makmur BAZNAS, Kaderisasi 1000 Ulama, Konter Layanan Mustahiq dan Tanggap Darurat Bencana.

Sedangkan Lembaga Amil Zakat adalah pengelola zakat yang dibentuk oleh organisasi atau perkumpulan di masyarakat dalam rangka mengumpulkan, mengadministrasikan, dan mendistribusikan zakat secara sistemik dan berkelanjutan. Meskipun lembaga ini didirikan oleh masyarakat, tetapi LAZ tetap dikukuhkan dan dilindungi oleh pemerintah. Perbedaan antara BAZ dan LAZ hanyalah dari aspek

pendiri. Jika BAZ didirikan oleh pemerintah maka LAZ didirikan oleh perkumpulan (organisasi) masyarakat. Dari sisi manajemen dan struktur kinerja, BAZ dan LAZ memiliki kecenderungan dan mekanisme yang sama.

Tugas BAZ dan LAZ sendiri bukan hanya untuk mengelola atau mendistribusikan saja. Berikut adalah tugas dari BAZ dan LAZ :

a. Menyelengarakan tugas administratif dan teknis pengumpulan, pendistribusian dan pendayagunaan zakat.

b. Mengumpulkan dan mengelola data yang diperlukan untuk menyusunan rencana pengelolaan zakat.

c. Menyelenggarakan bimbingan di bidang pengelolaan pengumpulan, pendistribusian dan pendayagunaan zakat.

d. Melaksanakan pengumpulan, pendistribusian,dan pendayagunaan zakat,menyusun rencana dan program pelaksanan pengumpulan, pendistribusian, pendayagunaan dan pengembangan pengelolaan zakat (tingkat Kabupatan/Kota dan Kecamatan).

e. Menyelenggarakan tugas penelitian dan pengembangan, komunikasi informasi, dan edukasi pengelolaan zakat (tingkat nasional dan provinsi).

Berdasarkan deskripsi diatas, dapat dipahami bahwa baik BAZ maupun LAZ bertugas untuk mengumpulkan, mendistribusikan dan mendayagunakan zakat sesuai ketentuan agama. Selain zakat, BAZ dan LAZ dapat mengelola dana infaq, sedekah, wasiat, waris dan kafarat.

Dalam menjalankan tugasnya, BAZ dan LAZ bertanggungjawab pada pemerintah sesuai tingkatannya. Khusus BAZNAS atau Bazda berkewajiban menyampaikan laporan keuangan tahunan pada DPR atau DPRD.

Pengaturan teknis kelembagaan, susunan organisasi dan tata kerja organisasi pengelola zakat diatur dalam Keputusan Menteri Agama (KMA) Nomor 581 tahun 1999 tentang Pelaksanaan UU No.38 tahun 1999 dan Keputusan Dirjen Bimas Islam dan Urusan Haji Nomor D/291 tahun 2000 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Zakat. Berdasarkan Keputusan Menteri Agama (KMA) Nomor 581 tahun 1999, persyaratan teknis yang harus dipenuhi oleh lembaga zakat, yaitu berbadan hukum, memiliki data muzakki dan mustahik, memiliki program kerja yang jelas, memiliki pembukuan yang baik, dan melampirkan surat pernyataan bersedia diaudit.

Meskipun demikian, pengaturan kelembagaan zakat ini lebih bersifat kelembagaan internal berupa bentuk dan administrasi lembaga, manajemen dan sanksi bagi lembaga zakat yang lalai. UU Zakat lebih bersifat mengatur organisasi pengelola zakat, bukan pengaturan zakat secara umum dan menyeluruh. Sehingga kelembagaan zakat dalam lingkup kebijakan ekonomi publik belum terbentuk. Mekanisme sistem zakat masih sepenuhnya di bawah Departemen Agama. Padahal, mempertimbangkan fungsi sosial ekonominya zakat hendaknya juga

berada di bawah otoritas ekonomi, atau minimal di bawah otoritas kesejahteraan sosial.

Dokumen terkait