• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.3. Letak Geografis

2.3.1. Pengertian Letak Geografi

Geografi adalah interaksi antar ruang. Definisi ini dikemukakan oleh Ullman (1954) dalam bukunya yang berjudul Geography, A Spatial Interaction. Sedangkan menurut hasil Seminar Lokakarya di Semarang (2008) geografi adalah ilmu yang mempelajari persamaan dan perbedaan fenomena geosfer dengan sudut pandang kewilayahan atau ke lingkungan dalam konteks ke ruangan.

Akses geografi adalah faktor-faktor geografi yang memudahkan atau menghambat pemanfaatan pelayanan kesehatan, berkaitan dengan jarak tempuh, waktu tempuh dan biaya tempuh. Hubungan antara akses geografi dengan volume penggunaan pelayanan tergantung dari jenis pelayanan dan jenis sumber daya yang ada. Peningkatan akses yang disebabkan oleh berkurangnya jarak, waktu tempuh ataupun biaya tempuh mengakibatkan peningkatan pelayanan yang berhubungan dengan keluhan-keluhan ringan, atau pemakaian pelayanan preventif akan lebih tinggi daripada pelayanan kuratif, sebagaimana halnya dengan pemanfaatan pelayanan umum bila dibandingkan dengan pelayanan spesialis. Semakin berat suatu penyakit atau keluhan dan semakin canggih atau semakin khusus sumber daya pelayanan, semakin kuat hubungan antara akses geografis dan volume pemanfaatan pelayanan (Dever, 1984 dalam Suriati, 2009).

Letak geografis adalah letak suatu tempat yang didasarkan pada letak keadaan alam di sekitarnya. Letak geografis sangat menentukan terhadap pelayanan kesehatan dalam memanfaatkan pelayanan kesehatan. Pasien yang tinggal di tempat yang terpencil umumnya desa-desa yang masih terisolisir dan transportasi yang sulit terjangkau, sehingga untuk menempuh perjalanan ke tempat pelayanan kesehatan akan memerlukan waktu yang lama, sementara pasien harus memeriksakan kesehatannya (Meilani, 2009).

Jarak yang mudah terjangkau dan tersedianya fasilitas yang memadai akan memberi kemudahan bagi pasien untuk memeriksakan kesehatannya sehingga jika

Letak geografis dan wilayah Kabupaten Tapanuli Selatan setelah melalui pemekaran maka terjadi perubahan-perubahan wilayah. Saat ini Kabupaten Tapanuli Selatan terdiri dari 12 kecamatan dengan luas 4.502,26 km2

1. Di sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Labuhan Batu dan Kabupaten Padang Lawas Utara.

, dengan ketinggian 0- 2.009 meter di atas permukaan laut. Daerah yang berada pada ketinggian 0 meter umumnya terdapat di daerah pantai barat Kabupaten Tapanuli Selatan, yaitu di Desa Muara Upu Kecamatan Muara Batang Toru. Sedangkan daerah yang berdiri pada ketinggian 2.009 meter terdapat pada Gunung Tapulomajung di Kecamatan Saipar Dolok Hole. Secara administratif, Kabupaten Tapanuli Selatan mempunyai batas- batas sebagai berikut :

2. Di sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Mandailing Natal.

3. Sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Tapanuli Tengah dan Samudera Indonesia.

4. Sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Tapanuli Utara dan Kabupaten Tapanuli Tengah.

Keadaan topografis Kabupaten Tapanuli Selatan terdiri dari dataran rendah, bergelombang, berbukit dan bergunung. Daerah ini dikelilingi oleh Gunung Gongonan di Kecamatan Batang Angkola, Gunung Lubuk Raya di Kecamatan Angkola Barat dan Gunung Sibual-buali di Kecamatan Sipirok. Faktor geografis dan topografis wilayah Kabupaten Tapanuli Selatan akan mempengaruhi masyarakat dalam melakukan aktivitas antar wilayah.

Gambar 2.1. Peta Kabupaten Tapanuli Selatan 2.3.2. Teori Lokasi Industri

Dalam dunia nyata, kondisi setiap wilayah adalah berbeda. Dampaknya lebih mudah dianalisis karena kita telah mengetahui tingkah laku manusia dalam kondisi potensi ruang adalah sama. Salah satu unsur ruang adalah jarak. Jarak menciptakan “gangguan” ketika manusia berhubungan/bepergian dari suatu tempat ke tempat lainnya. Jarak menciptakan gangguan karena dibutuhkan waktu dan tenaga (biaya) untuk mencapai lokasi yang satu dari lokasi lainnya. Selain itu, jarak juga menciptakan gangguan informasi sehingga semakin jauh dari suatu lokasi makin

kurang diketahui potensi/karakter yang terdapat pada lokasi tersebut. Makin jauh jarak yang ditempuh, makin menurun minat seseorang untuk bepergian dengan asumsi faktor lain semuanya sama. Salah satu hal yang banyak dibahas dalam teori lokasi adalah pengaruh jarak terhadap intensitas orang bepergian dari satu lokasi ke lokasi lainnya (Tarigan, 2009).

Menurut Supriyanto (2010), dalam pemasaran industri jasa kesehatan, ada beberapa prinsip pemilihan tempat, yaitu:

1. Availability, ketersediaan jenis atau variasi jasa secara lengkap. 2. Accessibility (keterjangkauan), yang meliputi:

a. Aspek fisik (geografis, ekonomis, lokasi strategis, kebersihan) b. Aspek sosio-emosional (memenuhi selera)

3. Equity, keadilan dan pemerataan bagi yang benar-benar membutuhkan.

4. Acceptance, respon penerimaan masyarakat terkait dengan tempat parkir, keamanan, kenyamanan, prosedur kontak atau transaksi, proses penyampaian. 5. Pengembangan Sistem Rujukan, misalnya: satelit layanan, kemitraan, dan kelas

jauh.

6. Services Consistency, kesesuaian dengan promosi yang dijanjikan.

7. Legalitas, sah tidaknya suatu tempat pelayanan kesehatan. Misalnya: perizinan tempat atau perizinan usaha.

2.3.3. Ruang Kota dan Kesehatan

Terbentuknya suatu ruang kota dapat dicirikan dengan adanya pertumbuhan penduduk dan perkembangan aktivitas kota. Banyak versi yang berbeda untuk mendefenisikan sebuah kota. Menurut Sutaatmaja (2008), ditinjau dari geografis kota dapat diartikan sebagai sistem jaringan kehidupan manusia yang ditandai dengan kepadatan yang tinggi dan diwarnai dengan strata ekonomi yang heterogen dan coraknya yang materialistis, atau dapat pula diartikan sebagai bentang budaya yang ditimbulkan oleh unsur-unsur alami dan non alami dengan gejala pemusatan penduduk yang cukup besar dengan corak kehidupan yang heterogen dan materilistis dibandingkan dengan daerah belakangnya.

Adanya pemusatan penduduk dan aktivitas ekonomi dan sosial yang beragam, maka kota menjadi berkembang. Adapun faktor-faktor yang menyebabkan perkembangan kota ada tiga hal (Sutaatmadja, 2008) yaitu:

1. Faktor yang merupakan modal dasar kota.

2. Faktor penunjang yang merupakan fungsi primer dan lebih dipengaruhi oleh faktor eksternal, yaitu kegiatan industri dan jasa komersial yang merupakan sumber tenaga bagi penduduk kota dan mendukung pemanfaatan sumber daya alam wilayah sekitarnya, serta faktor migrasi.

3. Faktor penunjang yang merupakan fungsi sekunder dan merupakan faktor pembentuk struktur internal kota.

dapat dilihat dengan struktur internal kota yang terbentuk. Struktur internal kota berhubungan dengan satu kota dengan kota lainnya. Perkembangan penduduk dan kegiatan perkotaan (ekonomi – sosial) akan berdampak pada perkembangan kota dengan peningkatan kebutuhan fasilitas baik fasilitas umum maupun fasilitas sosial. Biasanya kebutuhan penduduk kota meningkat seiring dengan peningkatan jumlah penduduk. Salah satunya adalah kebutuhan akan kesehatan yang merupakan faktor penting dalam menjaga kelangsungan hidup manusia.

2.3.4. Tingkat Kebutuhan Fasilitas Kesehatan

Dalam perencanaan kebutuhan fasilitas pelayanan kesehatan, selain jumlah maka harus diperhatikan distribusi umur dan jenis kelamin, tipe dan lokasi praktek. Estimasi permintaan dan kebutuhan fasilitas kesehatan rumah sakit tergantung pada beberapa hal, yaitu: (Sutaatmadja, 2008)

1. Populasi (Jumlah penduduk).

2. Tingkat perekonomian daerah tempat dibangun.

3. Tersedianya dana dari pemerintah selaku pemilik rumah sakit.

4. Jangkauan pelayanan kesehatan untuk membantu menentukan permintaan yang efektif.

5. Pola usaha konsumen rumah sakit.

Sedangkan menurut Reinke (1994), perencanaan fasilitas kesehatan juga harus memperhatikan :

1. Status ekonomi

2. Perkiraan kemampuan pencegahan penyakit 3. Pola-pola perilaku berobat

Selain faktor di atas, ada faktor lain yang dapat menghambat penerimaan pelayanan kesehatan yaitu faktor fisik, faktor ekonomi dan sosial budaya. Jika faktor tersebut tidak diperhatikan dalam perencanaan fasilitas kesehatan, maka dapat keterjangkauan dan penerimaan pelayanan (Reinke, 1994). Faktor fisik meliputi ketersediaan lahan, aksesibilitas dan penggunaan lahan (Sujarto dalam Lastri, 1997), faktor ekonomi meliputi kemampuan membayar keputusan tentang ukuran dan karakter fasilitas kesehatan seringkali ditentukan oleh keinginan masyarakat yang berdasarkan operasional. Lokasi yang dapat diberikan oleh pelayanan dan peningkatan kualitas distribusi tidak berdasarkan pada efisiensi pelayanan. Faktor sosial budaya berupa segmen populasi berbeda dalam hal jenis dan besarnya kebutuhan kesehatan juga dalam pendayagunaan pelayanan kesehatan (Reinke, 1994).

2.3.5. Pertimbangan Distribusi Fasilitas Kesehatan

Faktor yang harus diperhatikan dalam perencanaan fasilitas kesehatan meliputi (Sujarto dalam Lastri, 1997) :

1. Distribusi kepadatan penduduk, melayani kebutuhan seluruh penduduk daerah- daerah padat penduduk.

2. Aksesibilitas, mudah diakses sehingga kondisi transportasi sangat penting.

3. Ketersediaan lahan, lokasi lahan untuk rumah sakit yang dibangun atau pengembangan.

Dalam perencanaan kesehatan yang paling penting adalah pemenuhan pelayanan kepada masyarakat, maka perlu penyesuaian antar fungsi-fungsi yang ada pada fasilitas kesehatan dengan kebutuhan yang diinginkan masyarakat. Pendekatan- pendekatan yang digunakan dalam penentuan lokasi fasilitas kesehatan: (Sutaatmadja, 2008)

1. Tingkat sosial budaya masyarakat, yaitu untuk menentukan suatu lokasi fasilitas perlu dipertimbangkan apakah dapat menyerap penduduk di sekitarnya.

2. Pertimbangan administrasi daerah pelayanan dan pembinaan fasilitas kesehatan yaitu dimaksudkan untuk mengukur daerah pelayanan dan pembinaan dari fasilitas kesehatan. keuntungan bila memperhatikan masalah administrasi, adalah: a. Memiliki kejelasan tentang daerah pelayanan atau pembinaan.

b. Beban tugas kesehatan sama.

c. Koordinasi kerja akan dapat dicapai dengan efektif dan efisien. d. Pembinaan kesehatan terhadap masyarakat dapat secara rutin.

3. Pertimbangan tingkat aksesibilitas fasilitas kesehatan, yaitu kemudahan mencapai suatu aktivitas.

2.3.6. Kemudahan Transportasi

Kemudahan di bidang transportasi sama halnya dengan kemudahan pada bidang komunikasi. Kemudahan transportasi membuat seseorang menjadi mudah untuk dapat mengunjungi sekian banyak pertemuan dari sekian banyak kegiatan atau memudahkan seseorang untuk mencapai tempat yang dituju. Dengan kata lain, kemudahan transportasi membuat kemudahan pada mobilitas sosial bagi pelaku sosial (Sudjarwo, 2011).

Menurut Sukarto (2006) dalam Purnomo (2012) transportasi memiliki berbagai manfaat bagi kehidupan manusia yang meliputi manfaat sosial, ekonomi, politik, dan fisik.

1. Manfaat Sosial

Dalam kehidupan sosial atau kehidupan bermasyarakat ada bentuk hubungan yang bersifat resmi, seperti hubungan antara lembaga pemerintah dengan swasta, maupun hubungan yang bersifat tidak resmi, seperti hubungan keluarga, sahabat, dan sebagainya. Untuk kepentingan hubungan sosial ini, transportasi sangat membantu dalam menyediakan berbagai fasilitas dan kemudahan, seperti:

a. Pelayanan untuk perorangan maupun kelompok b. Pertukaran dan penyampaian informasi

c. Perjalanan pribadi maupun sosial

d. Mempersingkat waktu tempuh antara rumah dan tempat bekerja

e. Mendukung perluasan kota atau penyebaran penduduk menjadi kelompok- kelompok yang lebih kecil.

2. Manfaat Ekonomi

Manusia memanfaatkan sumberdaya alam untuk memenuhi kebutuhan pangan, sandang, dan papan. Sumberdaya alam ini perlu diolah melalui proses produksi untuk menjadi bahan siap pakai untuk dipasarkan, sehingga selanjutnya terjadi proses tukar menukar antara penjual dan pembeli. Tujuan dari kegiatan ekonomi

adalah salah satu jenis kegiatan yang berhubungan dengan peningkatan kebutuhan manusia melalui cara mengubah letak geografi orang maupun barang. Dengan transportasi, bahan baku dibawa ke tempat produksi, dan dengan transportasi pula hasil produksi dibawa ke pasar. Para konsumen datang ke pasar atau tempat-tempat pelayanan yang lain (rumah sakit, pusat rekreasi, pusat perbelanjaan dan seterusnya) dengan menggunakan transportasi.

3. Manfaat Politik

Bagi negara kepulauan seperti Indonesia, transportasi memegang peranan penting. Beberapa manfaat politik transportasi, adalah:

a. Transportasi menciptakan persatuan nasional yang semakin kuat dengan meniadakan isolasi.

b. Transportasi mengakibatkan pelayanan kepada masyarakat dapat dikembangkan atau diperluas secara lebih merata sehingga masyarakat yang jauh dari kota dapat terlayani dengan baik.

c. Keamanan negara sangat tergantung pada transportasi yang efisien untuk memudahkan mobilisasi kemampuan dan ketahanan nasional, serta memungkinkan perpindahan pasukan selama masa perang atau untuk menjaga keamanan dalam negeri.

d. Sistem transportasi yang efisien memungkinkan perpindahan penduduk dari daerah bencana.

4. Manfaat Fisik

Transportasi mendukung perkembangan kota dan wilayah sebagai sarana penghubung. Rencana tata guna lahan kota harus didukung secara langsung oleh rencana pola jaringan jalan yang merupakan rincian tata guna lahan yang direncanakan. Pola jaringan jalan yang baik akan mempengaruhi perkembangan kota sesuai dengan rencana tata guna lahan. Ini berarti transportasi mendukung penuh terhadap perkembangan fisik suatu kota atau wilayah sehingga kota dapat teratur terutama jika dilakukan dari sistem berlalu lintas.

Dokumen terkait