• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Letak Geografis dan Kualitas Pelayanan terhadap Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan oleh Pasien di Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Tapanuli Selatan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Pengaruh Letak Geografis dan Kualitas Pelayanan terhadap Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan oleh Pasien di Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Tapanuli Selatan"

Copied!
186
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH LETAK GEOGRAFIS DAN KUALITAS PELAYANAN TERHADAP PEMANFAATAN PELAYANAN KESEHATAN

OLEH PASIEN DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KABUPATEN TAPANULI SELATAN

TESIS

Oleh

NURHASANAH HARAHAP 107032035/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(2)

THE INFLUENCE OF GEOGRAPHICAL LOCATION AND SERVICE QUALITY ON THE UTILIZATION OF HEALTH SERVICE BY

THE PATIENTS AT TAPANULI SELATAN DISTRICT GENERAL HOSPITAL

THESIS

By

NURHASANAH HARAHAP 107032035/IKM

MAGISTER OF PUBLIC HEALTH STUDY PROGRAM FACULTY OF PUBLIC HEALTH

UNIVERSITY OF SUMATERA UTARA MEDAN

(3)

PENGARUH LETAK GEOGRAFIS DAN KUALITAS PELAYANAN TERHADAP PEMANFAATAN PELAYANAN KESEHATAN

OLEH PASIEN DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KABUPATEN TAPANULI SELATAN

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat

untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes) dalam Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat

Minat Studi Administrasi Rumah Sakit pada Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara

Oleh

NURHASANAH HARAHAP 107032035/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(4)

Judul Tesis : PENGARUH LETAK GEOGRAFIS DAN KUALITAS PELAYANAN TERHADAP

PEMANFAATAN PELAYANAN KESEHATAN OLEH PASIEN DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KABUPATEN TAPANULI

SELATAN

Nama Mahasiswa : Nurhasanah Harahap Nomor Induk Mahasiswa : 107032035

Program Studi : S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi : Administrasi Rumah Sakit

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Dr. Yeni Absah, S.E, M.Si) (Drs. Amru Nasution, M.Kes

Ketua Anggota

)

Dekan

(5)
(6)

Telah diuji

Pada Tanggal : 14 Agustus 2012

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Dr. Yeni Absah, S.E, M.Si Anggota : 1. Drs. Amru Nasution, M.Kes

(7)

PERNYATAAN

PENGARUH LETAK GEOGRAFIS DAN KUALITAS PELAYANAN KESEHATAN TERHADAP PEMANFAATAN RUMAH SAKIT

UMUM DAERAH KABUPATEN TAPANULI SELATAN

T E S I S

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, September 2012

(8)

ABSTRAK

Data RSUD Kabupaten Tapanuli Selatan tahun 2011 menunjukkan adanya gejala penurunan jumlah kunjungan pasien rawat inap maupun rawat jalan. Jumlah pasien rawat inap pada tahun 2010 sebanyak 608 menurun menjadi 603 atau 2,4% pada tahun 2011 walaupun sudah ada penambahan ruang rawat inap III baru yang digunakan sejak bulan April 2011. Pasien rawat jalan pada tahun 2010 sebanyak 4.129 menurun pada tahun 2011 menjadi 4.030 atau turun sebesar 3,2%. Faktor yang diduga menyebabkan turunnya jumlah kunjungan karena letak geografis yang berjauhan dan mutu pelayanan kesehatan yang kurang memuaskan.

Penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan rancangan cross sectional study. Jenis penelitian yang digunakan adalah explanatory research (penjelasan). Penelitian dilakukan di RSUD Kabupaten Tapanuli Selatan, pada bulan Februari-Juli 2012. Populasi penelitian sebanyak 386 orang, sedangkan sampel diperoleh 106 orang. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Analisis data dilakukan secara univariat, bivariat dengan uji Chi-Square, dan multivariat dengan uji logistik ganda.

Hasil penelitian dengan uji regresi logistik menunjukkan bahwa 6 variabel yang berpengaruh signifikan terhadap pemanfaatan pelayanan rumah sakit yaitu jaminan (Exp(β)=10,755), daya tanggap (Exp(β)=9,584), kehandalan (Exp(β)= 9,222), jarak tempuh (Exp(β)=8,270), transportasi (Exp(β)= 7,992), dan bukti fisik (Exp(β)=5,997). Variabel yang paling dominan mempengaruhi pemanfaatan pelayanan adalah jaminan.

(9)
(10)

ABSTRACT

The data of 2011 obtained from Tapanuli Selatan District General Hospital showed that there was a decrease in the number of either in-patient or out-patient patients visiting this hospital. In 2010, there were 608 in-patient patients and this number decreased to 603 (2.4%) in 2011 even though there was a new In-Patient Ward III which has been used since April 2011. In 2010, there were 4,129 out-patient patients and in 2011, the number decreased to 4,030 0r 3.2%. The factors allegedly caused the decrease of the number of patients’ visit is the distant geographic location and the less satisfactory quality of health service.

This is a quantitative explanatory study with cross-sectional design conducted from February to July 2012 at Tapanuli Selatan District General Hospital. The population of this study was 386 patients and 106 of them were selected to be the samples for this study. The data used in this study were primary and secondary data. The data obtained were analyzed through univariate analysis, bivariate analysis with Chi-square test, and multivariate analysis with multiple logistic regression tests.

The result of multiple logistic regression tests showed that 6 variables significantly influencing on the utilization of hospital service were assurance (β = 10.755), responsiveness (β = 9.584), reliability (β = 9.222), distance (β = 8.270), transportation (β = 7.992), and tangible (β 5.997). The most dominant variable influencing the utilization of service was assurance.

The management of Tapanuli Selatan District General Hospital is suggested to pay more attention to the quality of health service based on assurance, responsiveness, reliability and tangible because those variables influenced the patients on utilizing Tapanuli Selatan District General Hospital.

(11)
(12)

KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena dengan Taufik dan Hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini yang merupakan salah satu kewajiban yang harus dipenuhi dalam menyelesaikan pendidikan pada Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Administrasi Rumah Sakit Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara Medan. Berikut selawat serta salam kita junjungan kepangkuan Nabi Besar Muhammad SAW, keluarga, sahabat serta pengikutnya.

Tesis ini berjudul: “Pengaruh Letak Geografis dan Kualitas Pelayanan terhadap Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan oleh Pasien di Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Tapanuli Selatan”. Sesungguhnya tesis ini tidak akan terwujud tanpa izin dari Allah SWT, serta bantuan dari semua pihak yang telah membantu penulis dalam mengatasi segala kendala dalam menyelesaikan tesis ini. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih yang setulusnya kepada :

Selanjutnya ucapan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada :

(13)

2. Dr. Drs. Surya Utama, M.S, selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara

3. Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si, selaku Ketua Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

4. Dr. Ir. Evawany Aritonang, M.Si, selaku Sekretaris Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

5. Dr. Yeni Absah, S.E, M.Si, selaku pembimbing satu dan Drs. Amru Nasution, M.Kes, selaku pembimbing dua yang telah banyak meluangkan waktu dan kesempatan dalam membimbing dan memberikan masukan demi kesempurnaan tesis ini.

6. Dr. Juanita, S.E, M,Kes, selaku penguji satu dan dr. Heldy B.Z., M.P.H, selaku penguji dua yang telah banyak memberikan saran dan masukan demi kesempurnaan tesis ini.

7. dr. Ismail Fahmi, M.Kes, selaku Direktur Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Tapanuli Selatan yang telah memberikan kesempatan untuk melanjutkan pendidikan.

8. Seluruh staf pengajar pada Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara Medan.

(14)

dukungan dan do’a semasa hidup beliau sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini.

10. Saudara-saudara penulis, yaitu Lenny Hartati Harahap, S.P, M.Si, Soep, S.Kp, M.Kes, Pahruddin Alamsah Harahap, S.T, dr. Herlin Novita Pane, Ruslan Abdul Gani Harahap, S.T, M.M, Efrika Susanti Nasution, S.K.M, Rahmat Harahap, S.T, dr. Yuni Aflah Lubis, untuk dukungan dan do’a yang tak henti-hentinya.

11. Seluruh rekan di Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Administrasi Rumah Sakit Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara Medan khususnya kepada Kakanda dr. Irsyam Risdawati dan dr. Nehru yang telah memberikan dorongan dalam menyelesaikan tesis ini.

12. Seluruh rekan-rekan di Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Tapanuli Selatan yang telah memberikan dorongan dalam menyelesaikan tesis ini.

13. Seluruh staf akademik/administrasi Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara Medan yang telah membantu penulis dalam hal surat menyurat.

Akhirnya penulis menyadari bahwa tesis ini masih banyak kekurangannya, karena penulis yakin tidak ada satupun karya dari tangan manusia yang lahir dalam keadaan sempurna, maka segala kritik dan saran yang bersifat konstruktif dari berbagai pihak sangat penulis harapkan.

(15)

Penulis

(16)

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama Nurhasanah Harahap lahir di Padangsidempuan pada tanggal 23 Oktober 1978, anak ketiga dari lima bersaudara dari pasangan Ayahanda Alm. H.Khotmad Harahap,BA dan Ibunda Hj.Masnasari.

Pendidikan formal penulis dimulai dari pendidikan dasar di Sekolah Dasar Negeri 142445 Padangsidempuan tamat pada tahun 1991, Sekolah Menengah Pertama di SMP Negeri 5 Padangsidempuan tamat tahun 1994. Selanjutnya penulis melanjutkan pendidikan Sekolah Menengah Atas di SMA Negeri 1 Padangsidempuan tamat tahun 1997. Pada tahun 1997, penulis melanjutkan pendidikan di Akademi Keperawatan Depkes RI Medan selesai tahun 2000. Pada tahun 2002, penulis melanjutkan pendidikan S1 Keperawatan pada Program Studi Ilmu Keperawatan (PSIK) Universitas Sumatera Utara Medan dan selesai tahun 2005. Tahun 2010-sekarang penulis mengikuti pendidikan lanjutan pada Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

Riwayat pekerjaan penulis mulai bekerja sebagai Pegawai Negeri Sipil sejak tahun 2002. Tahun 2002 – 2005 bekerja sebagai staf di Puskesmas Pintu Padang Kecamatan Batang Angkola Kabupaten Tapanuli Selatan. Tahun 2005 – sekarang bekerja sebagai staf di Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Tapanuli Selatan.

(17)

Syuhada Padangsidempuan sejak tahun 2005 – sekarang dan Dosen di Akademi

(18)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

RIWAYAT HIDUP ... vi

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

BAB 1. PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Permasalahan ... 11

1.3. Tujuan Penelitian ... 11

1.4. Hipotesis ... 11

1.5. Manfaat Penelitian ... 11

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ... 13

2.1. Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan ... 13

2.2. Rumah Sakit ... 20

2.3. Letak Geografis ... 24

2.4. Kualitas Pelayanan ... 35

2.5. Landasan Teori ... 42

(19)

BAB 3. METODE PENELITIAN ... 45

4.1. Deskripsi Singkat Lokasi Penelitian ... 61

4.2. Analisis Univariat ... 68

4.3. Analisis Bivariat ... 82

4.4. Analisis Multivariat ... 89

BAB 5. PEMBAHASAN ... 93

5.1. Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Tapanuli Selatan ... 93

5.2. Pengaruh Jarak Tempuh dengan Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Tapanuli Selatan ... 95

5.3. Pengaruh Waktu Tempuh dengan Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Tapanuli Selatan ... 96

5.4. Pengaruh Transportasi dengan Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Tapanuli Selatan ... 98

5.5. Pengaruh Kondisi Jalan dengan Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Tapanuli Selatan ... 99

5.6. Pengaruh Bukti Fisik dengan Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Tapanuli Selatan ... 99

(20)

5.8. Pengaruh Daya Tanggap dengan Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten

Tapanuli Selatan ... 104

5.9. Pengaruh Jaminan dengan Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Tapanuli Selatan ... 105

5.10.Pengaruh Empati dengan Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Tapanuli Selatan ... 107

BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN ... 109

6.1. Kesimpulan ... 109

6.2. Saran ... 110

DAFTAR PUSTAKA ... 113

LAMPIRAN ... 117

DAFTAR TABEL No Judul Halaman 1.1. Jumlah Kunjungan Pasien Ruang Rawat Inap dan Rawat Jalan Berdasarkan Kecamatan di Kabupaten Tapanuli Selatan dan Sekitarnya Tahun 2011 ... 4

(21)

1.3. Jumlah Kunjungan Pasien Rawat Inap dan Rawat Jalan di RSUD

Kabupaten Tapanuli Selatan Tahun 2010-2011 ... 10

3.1. Hasil Uji Validitas Kuesioner ... 50

3.2. Hasil Uji Reliabilitas Angket ... 51

3.3. Definisi Operasional dan Indikator Variabel ... 52

3.4. Aspek Pengukuran Variabel Penelitian ... 58

4.1. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Identitas di Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Tapanuli Selatan Tahun 2012 ... 69

4.2. Distribusi Frekuensi Jarak Tempuh Menurut Responden di Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Tapanuli Selatan Tahun 2012 ... 70

4.3. Distribusi Frekuensi Waktu Tempuh Menurut Responden di Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Tapanuli Selatan Tahun 2012 ... 70

4.4. Distribusi Frekuensi Jawaban Responden pada Butir Pernyataan Transportasi di Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Tapanuli Selatan Tahun 2012 ... 71

4.5. Distribusi Frekuensi Transportasi Menurut Responden di Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Tapanuli Selatan Tahun 2012 ... 72

4.6. Distribusi Frekuensi Jawaban Responden pada Butir Pernyataan Kondisi Jalan di Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Tapanuli Selatan Tahun 2012 ... 72

4.7. Distribusi Frekuensi Kondisi Jalan Menurut Responden di Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Tapanuli Selatan Tahun 2012 ... 73

(22)

4.9. Distribusi Responden Berdasarkan Bukti Fisik di Rumah Sakit

Umum Daerah Kabupaten Tapanuli Selatan Tahun 2012 ... 75 4.10. Distribusi Frekuensi Jawaban Responden pada Butir Pernyataan

Kehandalan di Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Tapanuli

Selatan Tahun 2012 ... 75 4.11. Distribusi Responden Berdasarkan Kehandalan di Rumah Sakit

Umum Daerah Kabupaten Tapanuli Selatan Tahun 2012 ... 75 4.12. Distribusi Frekuensi Jawaban Responden pada Butir Pernyataan

Daya Tanggap di Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Tapanuli

Selatan Tahun 2012 ... 77 4.13. Distribusi Responden Berdasarkan Daya Tanggap di Rumah Sakit

Umum Daerah Kabupaten Tapanuli Selatan Tahun 2012 ... 78 4.14. Distribusi Frekuensi Jawaban Responden pada Butir Pernyataan

Jaminan di Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Tapanuli

Selatan Tahun 2012 ... 78 4.15. Distribusi Responden Berdasarkan Jaminan di Rumah Sakit Umum

Daerah Kabupaten Tapanuli Selatan Tahun 2012 ... 79 4.16. Distribusi Frekuensi Jawaban Responden pada Butir Pernyataan

Empati di Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Tapanuli

Selatan Tahun 2012 ... 80 4.17. Distribusi Responden Berdasarkan Empati di Rumah Sakit Umum

Daerah Kabupaten Tapanuli Selatan Tahun 2012 ... 80 4.18. Distribusi Frekuensi Jawaban Responden pada Butir Pernyataan

Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan di Rumah Sakit Umum Daerah

Kabupaten Tapanuli Selatan Tahun 2012 ... 81 4.19. Distribusi Responden Berdasarkan Pemanfaatan Pelayanan Rumah

(23)

4.20. Tabulasi Silang Hubungan Jarak Tempuh dengan Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan di Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten

Tapanuli Selatan Tahun 2012... 83 4.21. Tabulasi Silang Hubungan Waktu Tempuh dengan Pemanfaatan

Pelayanan Kesehatan di Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten

Tapanuli Selatan Tahun 2012... 83 4.22. Tabulasi Silang Hubungan Transportasi dengan Pemanfaatan

Pelayanan Kesehatan di Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten

Tapanuli Selatan Tahun 2012... 84 4.23. Tabulasi Silang Hubungan Kondisi Jalan dengan Pemanfaatan

Pelayanan Kesehatan di Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten

Tapanuli Selatan Tahun 2012... 85 4.24. Tabulasi Silang Hubungan Bukti Fisik dengan Pemanfaatan

Pelayanan Kesehatan di Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten

Tapanuli Selatan Tahun 2012... 86 4.25. Tabulasi Silang Hubungan Kehandalan dengan Pemanfaatan

Pelayanan Kesehatan di Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten

Tapanuli Selatan Tahun 2012... 86 4.26. Tabulasi Silang Hubungan Daya Tanggap dengan Pemanfaatan

Pelayanan Kesehatan di Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten

Tapanuli Selatan Tahun 2012... 87 4.27. Tabulasi Silang Hubungan Jaminan dengan Pemanfaatan

Pelayanan Kesehatan di Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten

Tapanuli Selatan Tahun 2012... 88 4.28. Tabulasi Silang Hubungan Empati dengan Pemanfaatan Pelayanan

Kesehatan di Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Tapanuli

(24)
(25)

DAFTAR GAMBAR

No Judul Halaman

(26)

DAFTAR LAMPIRAN

(27)

ABSTRAK

Data RSUD Kabupaten Tapanuli Selatan tahun 2011 menunjukkan adanya gejala penurunan jumlah kunjungan pasien rawat inap maupun rawat jalan. Jumlah pasien rawat inap pada tahun 2010 sebanyak 608 menurun menjadi 603 atau 2,4% pada tahun 2011 walaupun sudah ada penambahan ruang rawat inap III baru yang digunakan sejak bulan April 2011. Pasien rawat jalan pada tahun 2010 sebanyak 4.129 menurun pada tahun 2011 menjadi 4.030 atau turun sebesar 3,2%. Faktor yang diduga menyebabkan turunnya jumlah kunjungan karena letak geografis yang berjauhan dan mutu pelayanan kesehatan yang kurang memuaskan.

Penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan rancangan cross sectional study. Jenis penelitian yang digunakan adalah explanatory research (penjelasan). Penelitian dilakukan di RSUD Kabupaten Tapanuli Selatan, pada bulan Februari-Juli 2012. Populasi penelitian sebanyak 386 orang, sedangkan sampel diperoleh 106 orang. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Analisis data dilakukan secara univariat, bivariat dengan uji Chi-Square, dan multivariat dengan uji logistik ganda.

Hasil penelitian dengan uji regresi logistik menunjukkan bahwa 6 variabel yang berpengaruh signifikan terhadap pemanfaatan pelayanan rumah sakit yaitu jaminan (Exp(β)=10,755), daya tanggap (Exp(β)=9,584), kehandalan (Exp(β)= 9,222), jarak tempuh (Exp(β)=8,270), transportasi (Exp(β)= 7,992), dan bukti fisik (Exp(β)=5,997). Variabel yang paling dominan mempengaruhi pemanfaatan pelayanan adalah jaminan.

(28)
(29)

ABSTRACT

The data of 2011 obtained from Tapanuli Selatan District General Hospital showed that there was a decrease in the number of either in-patient or out-patient patients visiting this hospital. In 2010, there were 608 in-patient patients and this number decreased to 603 (2.4%) in 2011 even though there was a new In-Patient Ward III which has been used since April 2011. In 2010, there were 4,129 out-patient patients and in 2011, the number decreased to 4,030 0r 3.2%. The factors allegedly caused the decrease of the number of patients’ visit is the distant geographic location and the less satisfactory quality of health service.

This is a quantitative explanatory study with cross-sectional design conducted from February to July 2012 at Tapanuli Selatan District General Hospital. The population of this study was 386 patients and 106 of them were selected to be the samples for this study. The data used in this study were primary and secondary data. The data obtained were analyzed through univariate analysis, bivariate analysis with Chi-square test, and multivariate analysis with multiple logistic regression tests.

The result of multiple logistic regression tests showed that 6 variables significantly influencing on the utilization of hospital service were assurance (β = 10.755), responsiveness (β = 9.584), reliability (β = 9.222), distance (β = 8.270), transportation (β = 7.992), and tangible (β 5.997). The most dominant variable influencing the utilization of service was assurance.

The management of Tapanuli Selatan District General Hospital is suggested to pay more attention to the quality of health service based on assurance, responsiveness, reliability and tangible because those variables influenced the patients on utilizing Tapanuli Selatan District General Hospital.

(30)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Terbentuk dan tumbuh kembangnya suatu kota dapat dicirikan dengan adanya pertumbuhan penduduk dan perkembangan aktivitas kota. Banyak versi yang berbeda untuk mendefinisikan sebuah kota. Ditinjau dari geografi (Sutaatmaja, 2008), kota dapat diartikan sebagai sistem jaringan kehidupan manusia yang ditandai dengan kepadatan yang tinggi dan diwarnai dengan strata ekonomi yang heterogen dan coraknya yang materialistis, atau dapat pula diartikan sebagai bentang budaya yang ditimbulkan oleh unsur-unsur alami dan non alami dengan gejala pemusatan penduduk yang cukup besar dengan corak kehidupan yang heterogen dan materialistis dibandingkan dengan daerah belakangnya.

Perkembangan penduduk dan kegiatan perkotaan (ekonomi sosial) akan berdampak pada perkembangan kota dengan peningkatan kebutuhan fasilitas baik fasilitas umum maupun fasilitas sosial. Biasanya kebutuhan penduduk kota meningkat seiring dengan peningkatan jumlah penduduk. Salah satunya adalah kebutuhan akan kesehatan yang merupakan faktor penting dalam menjaga kelangsungan hidup manusia.

(31)

1)lingkungan, yang meliputi lingkungan fisik dan sosiokultural, 2) aspek perilaku, sikap, tingkah laku serta adat istiadat, 3)aspek pelayanan kesehatan yang meliputi pencegahan, pengobatan, perawatan dan rehabilitasi, dan 4) aspek keturunan atau herediter.

Pada era globalisasi, pelayanan prima merupakan elemen utama di rumah sakit dan unit kesehatan. Rumah sakit dituntut untuk memberikan pelayanan kesehatan yang memenuhi standar pelayanan yang optimal. Hal tersebut sebagai akuntabilitas rumah sakit supaya mampu bersaing dengan rumah sakit lainnya. Rumah sakit adalah bentuk organisasi pelayanan kesehatan yang bersifat komprehensif, mencakup aspek promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif, serta sebagai pusat rujukan kesehatan masyarakat.

Rumah sakit menjadi ujung tombak pembangunan dan pelayanan kesehatan masyarakat, namun tidak semua rumah sakit yang ada di Indonesia memiliki standar pelayanan dan kualitas pelayanan yang sama. Semakin banyak rumah sakit di Indonesia serta semakin tingginya tuntutan masyarakat akan fasilitas kesehatan yang berkualitas dan terjangkau, rumah sakit harus berupaya survive di tengah persaingan yang semakin ketat sekaligus memenuhi tuntutan-tuntutan tersebut.

(32)

yaitu masalah kesederhanaan pelayanan, kejelasan dan kepastian pelayanan, bagaimana keamanan dan kenyamanan yang diberikan oleh rumah sakit dan bagaimana rumah sakit ini memberikan informasi kepada pasien.

Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Tapanuli Selatan merupakan rumah sakit Kelas C yang berada di ibukota Kabupaten Tapanuli Selatan yaitu Sipirok yang memberikan pelayanan kesehatan ±287.334 Jiwa (Kantor Catatan Sipil dan Kependudukan Daerah Kabupaten Tapanuli Selatan, 2008). Selama ini memberikan perawatan rawat inap yaitu rawat inap 1 (unit paru dan syaraf), rawat inap 2 (unit bedah dan anak), rawat inap 3 (unit penyakit dalam) dan rawat inap VIP. Rumah sakit ini mempunyai tugas melaksanakan upaya kesehatan secara berdaya guna dan berhasil guna dengan mengutamakan upaya penyembuhan dan pemulihan yang dilaksanakan secara serasi, terpadu dengan upaya peningkatan serta pencegahan dan melaksanakan upaya perujukan (Profil RSUD Kabupaten Tapsel, 2011).

(33)

Pasien di Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Tapanuli Selatan didominasi oleh masyarakat yang tinggal di Kecamatan Sipirok atau yang dekat dengan letak rumah sakit. seperti yang terlihat pada tabel di bawah ini :

Tabel 1.1. Jumlah Kunjungan Pasien Ruang Rawat Inap dan Rawat Jalan Berdasarkan Kecamatan di Kabupaten Tapanuli Selatan dan Sekitarnya Tahun 2011

No Nama Kecamatan Jumlah Kunjungan Tahun 2011 Rawat Inap Rawat Jalan

Saipar Dolok Hole Aek Bilah

Sumber : Profil RSUD Kabupaten Tapanuli Selatan Tahun 2011

(34)

Kota Padangsidimpuan. Bahkan sebagian masyarakat di Kecamatan Sayur Matinggi ada yang berobat ke RSUD Panyabungan dikarenakan Kecamatan Sayur Matinggi dekat dengan Kab. Mandailing Natal.

Alat transportasi yang belum memadai seperti transportasi kendaraan yang sangat terbatas hanya 1 kali dalam 1 minggu dan jalan yang harus ditempuh masih berbatu dan bergunung-gunung, dan ketidakmampuan ekonomi masyarakat. Hal ini diketahui dari hasil wawancara yang dilakukan terhadap pasien dan keluarga yang membawa pasien ke rumah sakit dalam keadaan sudah sangat gawat dan selalu dengan alasan jarak tempuh yang jauh antara letak rumah sakit dengan desa tempat tinggal pasien dan alat transportasi yang sangat terbatas. Seperti yang diungkapkan Kepala Desa Pangaribuan kepada harian Metro Tabagsel yang terbit pada hari Senin tanggal 9 April 2012 mengatakan jika ada warga yang sakit, bidan desa dari desa lain akan dipanggil atau warga ditandu ke rumah sakit di Sipirok. Tetapi mengingat jalur jalan yang dilewati berupa hutan terkadang menjadi kendala. Sehingga kerap kali warga yang kondisinya sudah parah hanya dibawa ke puskesmas.

(35)

Sarana pelayanan kesehatan seperti puskesmas di Kabupaten Tapanuli Selatan sudah ada di setiap kecamatan namun sarana dan prasarana yang ada masih sangat terbatas dan tenaga kesehatan yang terbatas di puskesmas mengakibatkan masyarakat kurang memanfaatkan pelayanan kesehatan yang ada sehingga banyak pasien yang berobat ke rumah sakit sudah dalam keadaan kritis atau gawat karena kurang mendapatkan penanganan di puskesmas.

Demikian juga halnya dengan jumlah sumber daya manusia kesehatan yang ada di kecamatan belum memadai. Penyebaran SDM kesehatan juga belum menggembirakan, sekalipun sejak tahun 1992 telah diterapkan kebijakan penempatan dokter dan bidan dengan sistem PTT. Kebijakan pegawai tidak tetap (PTT) belum mampu menempatkan tenaga kesehatan (dokter umum, dokter gigi, bidan) secara merata, khususnya di daerah dengan geografi sulit. Seperti yang diungkapkan Kepala desa Pangaribuan kepada Metro Tabagsel bahwa 136 Kepala Keluarga (KK) yang tersebar di 3 dusun sangat mengharapkan kehadiran bidan desa, karena selama ini untuk mendapatkan pelayanan kesehatan masih dilakukan oleh bidan desa terdekat yaitu desa Dolok Sordang Julu. Padahal jaraknya cukup jauh sehingga pasien maupun bidan desa mengalami kesulitan tertentu dalam mendapatkan dan memberikan pelayanan kesehatan.

(36)

Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Tapanuli Selatan sebagai satu-satunya rumah sakit yang ada di daerah Kabupaten Tapanuli Selatan selalu berusaha meningkatkan kualitas pelayanannya baik dari segi medis, peralatan dan lain sebagainya. Dari segi tenaga medis RSUD Kabupaten Tapanuli Selatan memiliki dokter umum sebanyak 4 orang, dokter spesialis sebanyak 9 orang, dari segi tenaga paramedis RSUD Kabupaten Tapanuli Selatan memiliki 110 orang tenaga para medis dengan latar belakang pendidikan S-1 Keperawatan, D-III Keperawatan, D-III Kebidanan dan SPK. RSUD Kabupaten Tapanuli Selatan juga memiliki peralatan CT-Scan dan Haemodialisa yang belum dimiliki oleh rumah sakit di sekitar Kabupaten Tapanuli Selatan.

Tabel 1.2. Jumlah Tenaga Medis dan Para Medis Rumah Sakit Umum Kabupaten Tapanuli Selatan Tahun 2011

No Kualifikasi Pendidikan Jumlah

1.

Dokter Spesialis Penyakit Dalam Dokter Spesialis Anak

Dokter Spesialis (PPDS) Bedah

Dokter Spesialis (PPDS) Kebidanan/Peny. Kandungan Dokter Spesialis Anastesi

Dokter Spesialis (PPDS) Radiologi Dokter Spesialis Paru

Dokter Spesialis Syaraf

Dokter Spesialis Patologi Klinik

4 Diploma III Keperawatan SPK

Diploma III Kebidanan

1 73

6 30

Jumlah 110

(37)

Masalah lain yang sering dihadapi secara umum oleh rumah sakit adalah rumah sakit belum mampu memberikan sesuatu hal yang benar-benar diharapkan pengguna jasa. Faktor utama tersebut karena pelayanan yang diberikan berkualitas rendah sehingga belum dapat menghasilkan pelayanan yang diharapkan pasien. rumah sakit merupakan organisasi yang menjual jasa, maka pelayanan yang berkualitas merupakan suatu tuntutan yang harus dipenuhi. Bila pasien tidak menemukan kepuasan dari pelayanan yang diberikan maka pasien cenderung mengambil keputusan tidak melakukan kunjungan ulang pada rumah sakit tersebut. Hal ini diketahui dari survey pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti terhadap 20 orang pasien yang di rawat inap di Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Tapanuli Selatan yang menyatakan pentingnya pelayanan kesehatan yang berkualitas.

(38)

Berdasarkan penelitian sebelumnya oleh Hendrajana (2005) tentang pengaruh kualitas pelayanan medis, paramedis, dan penunjang medis terhadap kepuasan pelanggan rawat jalan di RSUD Dr. Moewardi Surakarta menunjukkan bahwa terdapat pengaruh signifikan antara berbagai variabel kualitas pelayanan terhadap keputusan pelanggan rawat jalan di RSUD Dr. Moewardi Surakarta.

Penelitian lainnya tentang mutu pelayanan terhadap kepuasan pernah dilakukan oleh Saprijal (2005) yang mendapatkan hasil bahwa ada pengaruh persepsi mutu pelayanan kesehatan terhadap pemanfaatan pelayanan pasien askes di ruang rawat inap Rumah Sakit Dr. Pirngadi Medan. Sedangkan penelitian lainnya yang dilakukan oleh Yuliardi (2007) bahwa ada pengaruh persepsi pasien tentang mutu pelayanan Rumah Sakit terhadap kunjungan ulang pasien rawat inap Kelas I dan II di RSUD Dr. R. M. Djoelham Binjai.

(39)

pelayanan yang diberikan tenaga kesehatan di rumah sakit pada pasien yang melakukan rawat inap dan rawat jalan sehingga pasien mengambil keputusan kurang memanfaatkan fasilitas kesehatan yang ada di rumah sakit tersebut. Adapun jumlah kunjungan pasien rawat inap dan rawat jalan tahun 2010 dan 2011 dapat dilihat sebagai berikut.

Tabel 1.3. Jumlah Kunjungan Pasien Rawat Inap dan Rawat Jalan di RSUD Kabupaten Tapanuli Selatan Tahun 2010-2011

No Bulan

Jumlah Penurunan dalam Persen (%) 2,4% 3,2% Sumber: Profil RSUD Kabupaten Tapanuli Selatan

(40)

masalah administratif dan klinis yang mempengaruhi kualitas pelayanan dan pemanfaatan rumah sakit oleh masyarakat sekitar dapat ditingkatkan.

1.2. Permasalahan

Berdasarkan uraian latar belakang permasalahan yang telah diungkapkan dapat dirumuskan permasalahan penelitian yaitu : Apakah letak geografis dan kualitas pelayanan kesehatan berpengaruh terhadap pemanfaatan pelayanan kesehatan oleh pasien di Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Tapanuli Selatan?

1.3. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh letak geografis dan kualitas pelayanan terhadap pemanfaatan pelayanan kesehatan oleh pasien di Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Tapanuli Selatan.

1.4. Hipotesis

Hipotesis dalam penelitian ini adalah ada pengaruh letak geografis dan kualitas pelayanan terhadap pemanfaatan pelayanan kesehatan oleh pasien di Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Tapanuli Selatan.

1.5. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi beberapa pihak: 1. Bagi kepentingan Ilmu Pengetahuan

(41)

pelayanan kesehatan oleh pasien di Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Tapanuli Selatan.

2. Bagi Kepentingan Program : RSUD Kabupaten Tapanuli Selatan

a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat dipergunakan untuk menyusun rencana strategi dan jenis pelayanan yang sesuai dengan apa yang diharapkan pasien. b. Hasil penelitian ini diharapkan dapat dipergunakan sebagai bahan

pertimbangan perumusan kebijakan dalam rangka pengembangan mutu pelayanan kesehatan pada masa mendatang.

3. Bagi Peneliti

Menambah ilmu pengetahuan tentang pengaruh letak geografis dan kualitas pelayanan kesehatan terhadap pemanfaatan pelayanan kesehatan oleh pasien di Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Tapanuli Selatan.

4. Bagi Peneliti lain

(42)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan

Menurut Feldstein (1983) dalam Suriati (2009), bahwa pada bidang kesehatan analisis tentang pemanfaatan pelayanan kesehatan berguna untuk mengetahui pola pemanfaatan (penggunaan) pelayanan kesehatan oleh masyarakat. Informasi ini berguna sebagai masukan bagi pengambil keputusan untuk merencanakan dan mengelola pelayanan kesehatan agar lebih efektif dan efisien.

Teori model kepercayaan (health belief model) oleh Lewin dalam Notoatmodjo (2010) menganut konsep bahwa individu hidup pada lingkup kehidupan sosial (masyarakat). Di dalam kehidupan ini individu akan bernilai, baik positif maupun negatif, di suatu daerah tertentu. Apabila seseorang keadaannya atau berada pada daerah positif, maka berarti ia ditolak dari daerah negatif. Implikasinya di dalam kesehatan adalah, penyakit atau sakit adalah suatu daerah negatif sedangkan sehat adalah wilayah positif.

Menurut Supriyanto (2010), apabila individu bertindak untuk melawan atau mengobati penyakitnya, ada empat variabel kunci yang terlibat di dalam tindakan tersebut yaitu :

1. Kerentanan yang dirasakan (Perceived susceptibility)

(43)

lain, suatu tindakan pencegahan terhadap suatu penyakit akan timbul bila seseorang telah merasakan bahwa ia atau keluarganya rentan terhadap penyakit tersebut.

2. Keseriusan yang dirasakan (Perceived seriousness)

Tindakan individu untuk mencari pengobatan dan pencegahan penyakit akan didorong pula oleh keseriusan penyakit tersebut terhadap individu atau masyarakat.

3. Manfaat dan rintangan-rintangan yang dirasakan (Perceived benefit and barriers).

Apabila individu merasa dirinya rentan untuk penyakit-penyakit yang dianggap gawat (serius), ia akan melakukan suatu tindakan tertentu. Tindakan ini akan tergantung pada manfaat yang dirasakan dan rintangan-rintangan yang ditemukan dalam mengambil tindakan tersebut. Pada umumnya manfaat tindakan lebih menentukan daripada rintangan-rintangan yang mungkin ditemukan di dalam melakukan tindakan tersebut.

4. Isyarat atau tanda-tanda (Clues).

(44)

Menurut Notoatmodjo (2007), masyarakat atau anggota masyarakat yang mendapat penyakit, dan yang tidak merasakan sakit (disease but no illness) sudah barang tentu tidak akan bertindak apa-apa terhadap penyakitnya tersebut. Tetapi bila mereka diserang penyakit dan juga merasakan sakit, maka baru akan timbul berbagai macam perilaku dan usaha. Respons seseorang apabila sakit adalah sebagai berikut: Pertama, tidak bertindak atau tidak melakukan kegiatan apa-apa (no action). Alasannya antara lain bahwa kondisi yang demikian tidak akan mengganggu kegiatan atau kerja mereka sehari-hari. Mungkin mereka beranggapan bahwa tanpa bertindak apapun simptom atau gejala yang dideritanya akan lenyap dengan sendirinya. Tidak jarang pula masyarakat memprioritaskan tugas-tugas lainnya yang dianggap lebih penting daripada mengobati sakitnya. Hal ini merupakan suatu bukti bahwa kesehatan belum merupakan prioritas di dalam hidup dan kehidupannya.

Alasan lain yang sering kita dengar adalah fasilitas kesehatan yang diperlukan sangat jauh letaknya, para petugas kesehatan tidak simpatik, judes, tidak responsif, dan sebagainya. Dan akhirnya alasan takut dokter, takut pergi ke rumah sakit, takut biaya, dan sebagainya.

(45)

Ketiga, mencari pengobatan ke fasilitas-fasilitas pengobatan tradisional (traditional remedy). Untuk masyarakat pedesaan khususnya, pengobatan tradisional ini masih menduduki tempat teratas dibanding dengan pengobatan-pengobatan yang lain.

Keempat, mencari pengobatan dengan membeli obat-obat ke warung-warung obat (chemist shop) dan sejenisnya, termasuk ke tukang-tukang jamu. Obat-obat yang mereka dapatkan pada umumnya adalah obat-obat yang tidak memakai resep sehingga sukar untuk dikontrol. Namun demikian, sampai sejauh ini pemakaian obat-obat bebas oleh masyarakat belum mengakibatkan masalah yang serius. Khusus mengenai jamu sebagai sesuatu untuk pengobatan (bukan hanya untuk pencegahan saja) makin tampak peranannya dalam kesehatan masyarakat. Untuk itu perlu tindakan penelitian yang lebih mendalam.

Kelima, mencari pengobatan ke fasilitas-fasilitas pengobatan modern yang diadakan oleh pemerintah atau lembaga-lembaga kesehatan swasta, yang dikategorikan ke dalam balai pengobatan, puskesmas, dan rumah sakit.

Keenam, adalah mencari pengobatan ke fasilitas pengobatan modern yang diselenggarakan oleh dokter praktek (private medicine).

(46)

(2007), menurut model ini keputusan untuk menggunakan pelayanan kesehatan dipengaruhi oleh :

1. Karakteristik Predisposisi (predisposing characteristics).

Seseorang untuk menggunakan pelayanan kesehatan. Komponen ini disebut predisposing karena faktor-faktor pada komponen ini menggambarkan karakteristik perorangan yang sudah ada sebelum seseorang ini memanfaatkan pelayanan kesehatan. Komponen ini menjadi dasar atau motivasi seseorang untuk berperilaku dalam memanfaatkan pelayanan kesehatan. Anderson membagi karakteristik predisposing ini berdasarkan karakteristik pasien ke dalam tiga bagian meliputi ciri demografi, struktur sosial, keyakinan terhadap pelayanan kesehatan (Health beliefs).

2. Karakteristik Pendukung (enabling characteristics) atau kemampuan seseorang untuk menggunakan pelayanan kesehatan. Faktor biaya dan jarak pelayanan kesehatan dengan rumah berpengaruh terhadap perilaku penggunaan atau pemanfaatan pelayanan kesehatan. Menurut Anderson, et all. 1974 dalam Greenley (1980) yang menyatakan bahwa jarak merupakan komponen kedua yang memungkinkan seseorang untuk memanfaatkan pelayanan pengobatan.

(47)

langsung untuk menggunakan pelayanan kesehatan, bilamana tingkat predisposisi dan enabling itu ada. Kebutuhan (need) di sini dibagi menjadi 2 kategori, dirasakan atau perceived(subject assessment) dan evaluated (clinical diagnosis). Kebutuhan akan kualitas pelayanan yang baik dan memadai akan mempengaruhi individu untuk memanfaatkan pelayanan kesehatan yang tersedia. Semakin baik kualitas pelayanan kesehatan seperti rumah sakit, maka akan semakin kuat individu dalam pemanfaatan pelayanan kesehatan yang ada. Seperti pada gambar diagram ini.

Gambar 2.1. Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan Berdasarkan Model Anderson

Menurut Azwar (2006), dalam pemanfaatan pelayanan kesehatan individu mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut:

Predisposing Enabling Need Health

Service Use

Demography

Social Structure

Health beliefs

Family resources

Community Resources

Perceived

(48)

1. Tersedia dan berkesinambungan. Pelayanan kesehatan harus tersedia di masyarakat serta berkesinambungan, artinya semua jenis pelayanan kesehatan yang di butuhkan serta tidak sulit ditemukan serta keberadaannya dalam masyarakat ada pada saat yang dibutuhkan, seperti adanya pelayanan dokter spesialis.

2. Dapat diterima dengan wajar. Pelayanan kesehatan tersebut dapat diterima oleh masyarakat dengan wajar, artinya tidak bertentangan dengan keyakinan dan kepercayaan masyarakat;

3. Terjangkau. Biaya pelayanan kesehatan tersebut sesuai dengan kemampuan ekonomi masyarakat sehingga tidak memberatkan pasien;

4. Kelengkapan obat. Pelayanan kesehatan harus mempunyai persediaan obat yang lengkap sehingga pasien tidak perlu mencari obat di tempat lain.

5. Bermutu. Pelayanan kesehatan harus dapat memuaskan pemakai jasa pelayanan kesehatan tersebut.

(49)

2.2. Rumah Sakit

2.2.1. Pengertian Rumah Sakit

Undang-Undang No. 44 tahun 2009 tentang Rumah sakit menyatakan bahwa rumah sakit merupakan sarana pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna, yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat.

Penyelenggaraan dan pengelolaan rumah sakit agar tetap dapat memenuhi kebutuhan pasien dan masyarakat yang dinamis, maka setiap komponen yang ada di rumah sakit harus terintegrasi dalam satu sistem. Pelayanan kesehatan di rumah sakit terdiri dari :

1. Pelayanan medis, merupakan pelayanan yang diberikan oleh tenaga medis yang profesional dalam bidangnya baik dokter umum maupun dokter spesialis.

2. Pelayanan keperawatan, merupakan pelayanan yang bukan tindakan medis terhadap pasien, tetapi merupakan tindakan keperawatan yang dilakukan oleh perawat sesuai aturan keperawatan.

3. Pelayanan penunjang medik ialah pelayanan penunjang yang diberikan terhadap pasien, seperti : pelayanan gizi, laboratorium, farmasi rehabilitasi medik dan lain-lain.

(50)

Sebagai upaya penyelenggara pelayanan kesehatan secara paripurna, maka rumah sakit harus memiliki komponen pelayanan. Komponen pelayanan di rumah sakit mencakup 20 pelayanan sebagai berikut : (1) administrasi dan manajemen, (2) pelayanan medis, (3) pelayanan gawat darurat, (4) kamar operasi, (5) pelayanan intensif, (6) pelayanan perinatal risiko tinggi, (7) pelayanan keperawatan, (8) pelayanan anastesi, (9) pelayanan radiologi, (10) pelayanan farmasi, (11) pelayanan laboratorium, (12) pelayanan rehabilitasi medis, (13) pelayanan gizi, (14) rekam medis, (15) pengendalian infeksi di rumah sakit, (16) pelayanan strerilisasi sentral, (17) keselamatan kerja, kebakaran dan kewaspadaan bencana alam, (18) pemeliharaan sarana, (19) pelayanan lain, dan (20) perpustakaan (Undang-undang No. 44 tahun 2009)

Menurut Undang-undang No. 44 tahun 2009 penyelenggaraan rumah sakit bertujuan untuk :

1. Mempermudah akses masyarakat untuk mendapatkan pelayanan kesehatan.

2. Memberikan perlindungan terhadap keselamatan pasien, masyarakat, lingkungan rumah sakit dan sumber daya manusia di rumah sakit.

2.2.2. Fungsi Rumah Sakit

Undang-undang No. 44 tahun 2009 tentang rumah sakit menyatakan bahwa rumah sakit mempunyai fungsi :

(51)

2. Pemeliharaan dan peningkatan kesehatan perorangan melalui pelayanan kesehatan yang paripurna tingkat kedua dan sesuai kebutuhan medis.

3. Penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan sumber daya manusia dalam rangka peningkatan kemampuan dalam pemberian pelayanan kesehatan,

4. Penyelenggaraan penelitian dan pengembangan serta penapisan teknologi bidang kesehatan dalam rangka peningkatan pelayanan kesehatan dengan memperhatikan etika ilmu pengetahuan bidang kesehatan.

Rumah sakit umum pemerintah pusat dan daerah diklasifikasikan menjadi rumah sakit kelas A, B, C, dan D. Klasifikasi tersebut berdasarkan pada unsur pelayanan, ketenagaan, fisik dan peralatan.

1. Rumah sakit umum kelas A adalah rumah sakit umum yang mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik spesialistik yang luas dan sub spesialistik yang luas. Oleh pemerintah, rumah sakit kelas A ini ditetapkan sebagai tempat pelayanan rujukan tertinggi (top referral hospital) atau disebut pula sebagai rumah sakit pusat.

2. Rumah sakit umum kelas B adalah rumah sakit umum yang mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik sekurang-kurangnya sebelas (11) spesialistik dan sub spesialistik terbatas. Direncanakan rumah sakit kelas B didirikan di setiap ibukota provinsi yang menampung pelayanan rujukan dari rumah sakit kabupaten. 3. Rumah sakit umum kelas C adalah rumah sakit umum yang mempunyai fasilitas

(52)

penyakit bedah, penyakit anak, dan pelayanan kebidanan. Rumah sakit ini didirikan di setiap ibukota kabupaten yang menampung pelayanan rujukan dari puskesmas.

4. Rumah sakit umum kelas D adalah rumah sakit umum yang mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik dasar, sama halnya seperti rumah sakit kelas C, rumah sakit kelas D juga menerima pelayanan rujukan dari puskesmas.

5. Rumah sakit umum kelas E adalah rumah sakit khusus (special hospital) yang menyelenggarakan hanya satu macam pelayanan kedokteran saja. Pada saat ini banyak rumah sakit kelas E yang ditemukan misalnya rumah sakit kusta, rumah sakit paru, rumah sakit kanker, rumah sakit jantung, rumah sakit ibu dan anak dan lain sebagainya yang seperti ini.

2.2.3. Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit Umum Daerah

Standar pelayanan minimal rumah sakit umum daerah diatur dengan keputusan Menteri Kesehatan Nomor 228/MENKES/SK/III/2002. Dalam keputusan menteri ini dituliskan bahwa :

1. Standar pelayanan minimal rumah sakit daerah adalah penyelenggaraan pelayanan manajemen rumah sakit, pelayanan medik, pelayanan penunjang dan pelayanan keperawatan baik rawat inap maupun rawat jalan yang minimal harus diselenggarakan oleh rumah sakit.

(53)

3. Standar adalah spesifikasi teknis atau sesuatu yang dibakukan sebagai patokan dalam melakukan kegiatan. Standar ini dapat ditentukan berdasarkan kesepakatan provinsi, kabupaten/kota sesuai dengan evidence base.

4. Bahwa rumah sakit sesuai dengan kewenangannya wajib yang harus dilaksanakan oleh rumah sakit provinsi/kabupaten/kota, maka harus memberikan pelayanan keluarga miskin dengan biaya ditanggung pemerintah.

5. Secara khusus selain pelayanan yang harus diberikan kepada masyarakat wilayah setempat maka rumah sakit juga harus meningkatkan manajemen dalam rumah sakit yang meliputi :

a. Manajemen sumber daya manusia. b. Manajemen keuangan.

c. Manajemen sistem informasi rumah sakit, ke dalam dan keluar rumah sakit. d. Sarana prasarana.

e. Mutu pelayanan.

2.3. Letak Geografis

2.3.1. Pengertian Letak Geografi

(54)

Akses geografi adalah faktor-faktor geografi yang memudahkan atau menghambat pemanfaatan pelayanan kesehatan, berkaitan dengan jarak tempuh, waktu tempuh dan biaya tempuh. Hubungan antara akses geografi dengan volume penggunaan pelayanan tergantung dari jenis pelayanan dan jenis sumber daya yang ada. Peningkatan akses yang disebabkan oleh berkurangnya jarak, waktu tempuh ataupun biaya tempuh mengakibatkan peningkatan pelayanan yang berhubungan dengan keluhan-keluhan ringan, atau pemakaian pelayanan preventif akan lebih tinggi daripada pelayanan kuratif, sebagaimana halnya dengan pemanfaatan pelayanan umum bila dibandingkan dengan pelayanan spesialis. Semakin berat suatu penyakit atau keluhan dan semakin canggih atau semakin khusus sumber daya pelayanan, semakin kuat hubungan antara akses geografis dan volume pemanfaatan pelayanan (Dever, 1984 dalam Suriati, 2009).

Letak geografis adalah letak suatu tempat yang didasarkan pada letak keadaan alam di sekitarnya. Letak geografis sangat menentukan terhadap pelayanan kesehatan dalam memanfaatkan pelayanan kesehatan. Pasien yang tinggal di tempat yang terpencil umumnya desa-desa yang masih terisolisir dan transportasi yang sulit terjangkau, sehingga untuk menempuh perjalanan ke tempat pelayanan kesehatan akan memerlukan waktu yang lama, sementara pasien harus memeriksakan kesehatannya (Meilani, 2009).

(55)

Letak geografis dan wilayah Kabupaten Tapanuli Selatan setelah melalui pemekaran maka terjadi perubahan-perubahan wilayah. Saat ini Kabupaten Tapanuli Selatan terdiri dari 12 kecamatan dengan luas 4.502,26 km2

1. Di sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Labuhan Batu dan Kabupaten Padang Lawas Utara.

, dengan ketinggian 0-2.009 meter di atas permukaan laut. Daerah yang berada pada ketinggian 0 meter umumnya terdapat di daerah pantai barat Kabupaten Tapanuli Selatan, yaitu di Desa Muara Upu Kecamatan Muara Batang Toru. Sedangkan daerah yang berdiri pada ketinggian 2.009 meter terdapat pada Gunung Tapulomajung di Kecamatan Saipar Dolok Hole. Secara administratif, Kabupaten Tapanuli Selatan mempunyai batas-batas sebagai berikut :

2. Di sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Mandailing Natal.

3. Sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Tapanuli Tengah dan Samudera Indonesia.

4. Sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Tapanuli Utara dan Kabupaten Tapanuli Tengah.

(56)

Gambar 2.1. Peta Kabupaten Tapanuli Selatan 2.3.2. Teori Lokasi Industri

(57)

kurang diketahui potensi/karakter yang terdapat pada lokasi tersebut. Makin jauh jarak yang ditempuh, makin menurun minat seseorang untuk bepergian dengan asumsi faktor lain semuanya sama. Salah satu hal yang banyak dibahas dalam teori lokasi adalah pengaruh jarak terhadap intensitas orang bepergian dari satu lokasi ke lokasi lainnya (Tarigan, 2009).

Menurut Supriyanto (2010), dalam pemasaran industri jasa kesehatan, ada beberapa prinsip pemilihan tempat, yaitu:

1. Availability, ketersediaan jenis atau variasi jasa secara lengkap. 2. Accessibility (keterjangkauan), yang meliputi:

a. Aspek fisik (geografis, ekonomis, lokasi strategis, kebersihan) b. Aspek sosio-emosional (memenuhi selera)

3. Equity, keadilan dan pemerataan bagi yang benar-benar membutuhkan.

4. Acceptance, respon penerimaan masyarakat terkait dengan tempat parkir, keamanan, kenyamanan, prosedur kontak atau transaksi, proses penyampaian. 5. Pengembangan Sistem Rujukan, misalnya: satelit layanan, kemitraan, dan kelas

jauh.

6. Services Consistency, kesesuaian dengan promosi yang dijanjikan.

7. Legalitas, sah tidaknya suatu tempat pelayanan kesehatan. Misalnya: perizinan tempat atau perizinan usaha.

(58)

2.3.3. Ruang Kota dan Kesehatan

Terbentuknya suatu ruang kota dapat dicirikan dengan adanya pertumbuhan penduduk dan perkembangan aktivitas kota. Banyak versi yang berbeda untuk mendefenisikan sebuah kota. Menurut Sutaatmaja (2008), ditinjau dari geografis kota dapat diartikan sebagai sistem jaringan kehidupan manusia yang ditandai dengan kepadatan yang tinggi dan diwarnai dengan strata ekonomi yang heterogen dan coraknya yang materialistis, atau dapat pula diartikan sebagai bentang budaya yang ditimbulkan oleh unsur-unsur alami dan non alami dengan gejala pemusatan penduduk yang cukup besar dengan corak kehidupan yang heterogen dan materilistis dibandingkan dengan daerah belakangnya.

Adanya pemusatan penduduk dan aktivitas ekonomi dan sosial yang beragam, maka kota menjadi berkembang. Adapun faktor-faktor yang menyebabkan perkembangan kota ada tiga hal (Sutaatmadja, 2008) yaitu:

1. Faktor yang merupakan modal dasar kota.

2. Faktor penunjang yang merupakan fungsi primer dan lebih dipengaruhi oleh faktor eksternal, yaitu kegiatan industri dan jasa komersial yang merupakan sumber tenaga bagi penduduk kota dan mendukung pemanfaatan sumber daya alam wilayah sekitarnya, serta faktor migrasi.

3. Faktor penunjang yang merupakan fungsi sekunder dan merupakan faktor pembentuk struktur internal kota.

(59)

dapat dilihat dengan struktur internal kota yang terbentuk. Struktur internal kota berhubungan dengan satu kota dengan kota lainnya. Perkembangan penduduk dan kegiatan perkotaan (ekonomi – sosial) akan berdampak pada perkembangan kota dengan peningkatan kebutuhan fasilitas baik fasilitas umum maupun fasilitas sosial. Biasanya kebutuhan penduduk kota meningkat seiring dengan peningkatan jumlah penduduk. Salah satunya adalah kebutuhan akan kesehatan yang merupakan faktor penting dalam menjaga kelangsungan hidup manusia.

2.3.4. Tingkat Kebutuhan Fasilitas Kesehatan

Dalam perencanaan kebutuhan fasilitas pelayanan kesehatan, selain jumlah maka harus diperhatikan distribusi umur dan jenis kelamin, tipe dan lokasi praktek. Estimasi permintaan dan kebutuhan fasilitas kesehatan rumah sakit tergantung pada beberapa hal, yaitu: (Sutaatmadja, 2008)

1. Populasi (Jumlah penduduk).

2. Tingkat perekonomian daerah tempat dibangun.

3. Tersedianya dana dari pemerintah selaku pemilik rumah sakit.

4. Jangkauan pelayanan kesehatan untuk membantu menentukan permintaan yang efektif.

5. Pola usaha konsumen rumah sakit.

Sedangkan menurut Reinke (1994), perencanaan fasilitas kesehatan juga harus memperhatikan :

1. Status ekonomi

(60)

Selain faktor di atas, ada faktor lain yang dapat menghambat penerimaan pelayanan kesehatan yaitu faktor fisik, faktor ekonomi dan sosial budaya. Jika faktor tersebut tidak diperhatikan dalam perencanaan fasilitas kesehatan, maka dapat keterjangkauan dan penerimaan pelayanan (Reinke, 1994). Faktor fisik meliputi ketersediaan lahan, aksesibilitas dan penggunaan lahan (Sujarto dalam Lastri, 1997), faktor ekonomi meliputi kemampuan membayar keputusan tentang ukuran dan karakter fasilitas kesehatan seringkali ditentukan oleh keinginan masyarakat yang berdasarkan operasional. Lokasi yang dapat diberikan oleh pelayanan dan peningkatan kualitas distribusi tidak berdasarkan pada efisiensi pelayanan. Faktor sosial budaya berupa segmen populasi berbeda dalam hal jenis dan besarnya kebutuhan kesehatan juga dalam pendayagunaan pelayanan kesehatan (Reinke, 1994).

2.3.5. Pertimbangan Distribusi Fasilitas Kesehatan

Faktor yang harus diperhatikan dalam perencanaan fasilitas kesehatan meliputi (Sujarto dalam Lastri, 1997) :

1. Distribusi kepadatan penduduk, melayani kebutuhan seluruh penduduk daerah-daerah padat penduduk.

2. Aksesibilitas, mudah diakses sehingga kondisi transportasi sangat penting.

3. Ketersediaan lahan, lokasi lahan untuk rumah sakit yang dibangun atau pengembangan.

(61)

Dalam perencanaan kesehatan yang paling penting adalah pemenuhan pelayanan kepada masyarakat, maka perlu penyesuaian antar fungsi-fungsi yang ada pada fasilitas kesehatan dengan kebutuhan yang diinginkan masyarakat. Pendekatan-pendekatan yang digunakan dalam penentuan lokasi fasilitas kesehatan: (Sutaatmadja, 2008)

1. Tingkat sosial budaya masyarakat, yaitu untuk menentukan suatu lokasi fasilitas perlu dipertimbangkan apakah dapat menyerap penduduk di sekitarnya.

2. Pertimbangan administrasi daerah pelayanan dan pembinaan fasilitas kesehatan yaitu dimaksudkan untuk mengukur daerah pelayanan dan pembinaan dari fasilitas kesehatan. keuntungan bila memperhatikan masalah administrasi, adalah: a. Memiliki kejelasan tentang daerah pelayanan atau pembinaan.

b. Beban tugas kesehatan sama.

c. Koordinasi kerja akan dapat dicapai dengan efektif dan efisien. d. Pembinaan kesehatan terhadap masyarakat dapat secara rutin.

3. Pertimbangan tingkat aksesibilitas fasilitas kesehatan, yaitu kemudahan mencapai suatu aktivitas.

2.3.6. Kemudahan Transportasi

(62)

Menurut Sukarto (2006) dalam Purnomo (2012) transportasi memiliki berbagai manfaat bagi kehidupan manusia yang meliputi manfaat sosial, ekonomi, politik, dan fisik.

1. Manfaat Sosial

Dalam kehidupan sosial atau kehidupan bermasyarakat ada bentuk hubungan yang bersifat resmi, seperti hubungan antara lembaga pemerintah dengan swasta, maupun hubungan yang bersifat tidak resmi, seperti hubungan keluarga, sahabat, dan sebagainya. Untuk kepentingan hubungan sosial ini, transportasi sangat membantu dalam menyediakan berbagai fasilitas dan kemudahan, seperti:

a. Pelayanan untuk perorangan maupun kelompok b. Pertukaran dan penyampaian informasi

c. Perjalanan pribadi maupun sosial

d. Mempersingkat waktu tempuh antara rumah dan tempat bekerja

e. Mendukung perluasan kota atau penyebaran penduduk menjadi kelompok-kelompok yang lebih kecil.

2. Manfaat Ekonomi

(63)

adalah salah satu jenis kegiatan yang berhubungan dengan peningkatan kebutuhan manusia melalui cara mengubah letak geografi orang maupun barang. Dengan transportasi, bahan baku dibawa ke tempat produksi, dan dengan transportasi pula hasil produksi dibawa ke pasar. Para konsumen datang ke pasar atau tempat-tempat pelayanan yang lain (rumah sakit, pusat rekreasi, pusat perbelanjaan dan seterusnya) dengan menggunakan transportasi.

3. Manfaat Politik

Bagi negara kepulauan seperti Indonesia, transportasi memegang peranan penting. Beberapa manfaat politik transportasi, adalah:

a. Transportasi menciptakan persatuan nasional yang semakin kuat dengan meniadakan isolasi.

b. Transportasi mengakibatkan pelayanan kepada masyarakat dapat dikembangkan atau diperluas secara lebih merata sehingga masyarakat yang jauh dari kota dapat terlayani dengan baik.

c. Keamanan negara sangat tergantung pada transportasi yang efisien untuk memudahkan mobilisasi kemampuan dan ketahanan nasional, serta memungkinkan perpindahan pasukan selama masa perang atau untuk menjaga keamanan dalam negeri.

(64)

4. Manfaat Fisik

Transportasi mendukung perkembangan kota dan wilayah sebagai sarana penghubung. Rencana tata guna lahan kota harus didukung secara langsung oleh rencana pola jaringan jalan yang merupakan rincian tata guna lahan yang direncanakan. Pola jaringan jalan yang baik akan mempengaruhi perkembangan kota sesuai dengan rencana tata guna lahan. Ini berarti transportasi mendukung penuh terhadap perkembangan fisik suatu kota atau wilayah sehingga kota dapat teratur terutama jika dilakukan dari sistem berlalu lintas.

2.4. Kualitas Pelayanan

2.4.1. Pengertian Kualitas Pelayanan

Menurut Goest dan Davis dalam Sugiarto (2002) kualitas adalah kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk jasa, manusia, proses dan lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan. Kualitas dan mutu dalam industri pelayanan adalah suatu penyajian produk atau jasa sesuai dengan ukuran yang berlaku di tempat produk tersebut diadakan dan penyampaiannya setidaknya sama dengan yang diinginkan dan diharapkan oleh konsumen.

(65)

kualitas tersebut akan dianggap baik dan memuaskan. Jika jasa yang diterima melampaui harapan, kualitas pelayanan tersebut dipandang ideal. Sebaliknya jika jasa yang diterima lebih rendah dari pada yang diharapkan kualitas pelayanan tersebut dianggap buruk. Jadi baik buruknya kualitas pelayanan tergantung kepada kemampuan penyedia jasa dalam memenuhi harapan pelanggan secara konsisten. Konsep kualitas pada dasarnya bersifat relatif, tergantung dari perspektif yang digunakan untuk menentukan ciri-ciri dan spesifikasi. Pada dasarnya terdapat tiga orientasi kualitas yang seharusnya konsisten satu sama lain : (1) persepsi konsumen, (2) produk atau jasa dan (3) proses. Untuk yang berwujud barang ketiga orientasi ini hampir selalu dapat dibedakan dengan jelas, tetapi tidak untuk jasa. Untuk jasa produk dan proses tidak dapat dibedakan dengan jelas, bahkan produknya adalah proses itu sendiri.

Menurut Gronroos dalam Ratminto dan Winarsi (2005) pelayanan adalah suatu aktivitas atau serangkaian aktivitas yang tidak kasat mata (tidak dapat diraba) yang terjadi akibat adanya interaksi antar konsumen dan karyawan atau hal-hal lain yang disebabkan oleh perusahaan pemberi pelayanan yang dimaksudkan untuk memecahkan permasalahan konsumen/pelanggan.

Deming (1980) dalam Bustami (2011) mengemukakan bahwa mutu atau kualitas dapat dilihat dari aspek konteks, persepsi pelanggan, dan kebutuhan dan keinginan pelanggan, seperti berikut :

(66)

2. Dari aspek persepsi pelanggan, mutu adalah penilaian subjektif pelanggan. Persepsi pelanggan dapat berubah karena pengaruh berbagai hal seperti iklan, reputasi produk atau jasa yang dihasilkan, pengalaman, dan sebagainya.

3. Dari aspek kebutuhan dan keinginan pelanggan, mutu adalah apa yang dikehendaki dan dibutuhkan oleh pelanggan.

Kualitas pelayanan rumah sakit adalah derajat kesempurnaan rumah sakit untuk memenuhi permintaan konsumen akan pelayanan kesehatan yang sesuai dengan standard profesi dan standard pelayanan dengan menggunakan potensi sumber daya yang tersedia di Rumah Sakit dengan wajar, efisien dan selektif serta diberikan secara aman dan memuaskan sesuai dengan norma, etika, hukum dan sosio budaya dengan memperhatikan keterbatasan dan kemampuan pemerintah dan konsumen.

Berdasarkan uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa kualitas pelayanan di rumah sakit adalah ukuran seberapa bagus pelayanan yang diberikan kepada pasien melalui pemenuhan kebutuhan pasien sehingga pasien dapat memperoleh kepuasan dalam mendapatkan pelayanan di rumah sakit.

2.4.2. Aspek-aspek Kualitas Pelayanan

Aspek kualitas jasa atau pelayanan yang merupakan aspek sebuah pelayanan prima. Faktor yang menentukan kualitas pelayanan rumah sakit yaitu :

(67)

2. Daya tanggap, yaitu sikap tanggap para karyawan rumah sakit melayani saat dibutuhkan pasien.

3. Kemampuan, yaitu memiliki keterampilan dan pengetahuan yang dibutuhkan agar dapat memberikan jasa tertentu.

4. Mudah untuk dihubungi atau ditemui.

5. Sikap sopan santun, respek dan keramahan karyawan.

6. Komunikasi, yaitu memberikan informasi kepada pelanggan dalam bahasa yang dapat dengan mudah mereka pahami, serta selalu mendengarkan saran dan keluhan pasien.

7. Dapat dipercaya atau jujur. 8. Jaminan keamanan

9. Usaha untuk mengerti dan memahami kebutuhan pasien.

10. Bukti langsung, yaitu bukti fisik dari jasa bisa berupa fasilitas fisik, peralatan yang digunakan, representasi fisik dan jasa.

Dalam perkembangan berikutnya, Pasuraman dkk (1988) dalam Bustami (2011) menyatakan bahwa 10 faktor yang mempengaruhi kualitas yang dengan dirangkum menjadi 5 faktor pokok dalam keunggulan pelayanan, yaitu:

1. Bukti fisik (tangibles), bukti langsung yang meliputi fasilitas fisik, perlengkapan dan material yang digunakan rumah sakit dan penampilan karyawan yang ada. 2. Reliabilitas (reliability), berkaitan dengan kehandalan kemampuan rumah sakit

(68)

merefleksikan konsistensi dan kehandalan (hal yang dapat dipercaya dan dipertanggungjawabkan) dari penyedia pelayanan. Dengan kata lain, reliabilitas berarti sejauhmana jasa mampu memberikan apa yang telah dijanjikan kepada pelanggannya dengan memuaskan. Hal ini berkaitan erat dengan apakah perusahaan / instansi memberikan tingkat pelayanan yang sama dari waktu ke waktu, apakah perusahaan/instansi memenuhi janjinya, membuat catatan yang akurat, dan melayani secara benar.

3. Daya tanggap (responsiveness), sehubungan dengan kesediaan dan kemampuan para karyawan untuk membantu para pasien dan merespon permintaan mereka dengan tanggap, serta menginformasikan jasa secara tepat. Dimensi ini menekankan pada sikap dari penyedia jasa yang penuh perhatian, cepat dan tepat dalam menghadapi permintaan, pertanyaan, keluhan, dan masalah dari pelanggan. Dimensi ketanggapan ini merefleksikan komitmen perusahaan atau instansi untuk memberikan pelayanan yang tepat pada waktunya dan persiapan perusahaan / instansi sebelum memberikan pelayanan.

(69)

5. Empati (empathy), berarti kemudahan dalam melakukan hubungan komunikasi yang baik, perhatian pribadi dan memahami kebutuhan pasien sebagai pelanggan dan bertindak demi kepentingan pasien. Dimensi ini menunjukkan derajat perhatian yang diberikan kepada setiap pelanggan dan merefleksikan kemampuan pekerja (karyawan) untuk menyelami perasaan pelanggan.

Berdasarkan uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa terdapat lima faktor atau aspek kualitas pelayanan yaitu bukti fisik, reliabilitas, daya tanggap, jaminan, empati. Gronroos dalam Tjiptono (2006) merumuskan dimensi atau faktor-faktor yang dipergunakan konsumen dalam menilai kualitas jasa yang dinyatakan dalam tiga kriteria pokok, yaitu outcome-related, process-related, dan image-related criteria. Ketiga kriteria tersebut masih dapat dijabarkan menjadi enam unsur, yaitu : 1. Professionalismandskill

Kriteria yang pertama ini merupakan outcome-related criteria, dimana pelanggan menyadari bahwa penyedia jasa, karyawan, sistem operasional, dan sumber daya fisik memiliki pengetahuan dan keterampilan yang dibutuhkan untuk memecahkan masalah pelanggan secara profesional.

2. Attitudeandbehavior

(70)

3. Accessibility andflexibility

Kriteria ini termasuk dalam process-related criteria, pelanggan merasa bahwa penyedia jasa, lokasi, jam kerja, karyawan dan sistem operasionalnya dirancang dan dioperasikan sedemikian rupa sehingga pelanggan dapat melakukan akses dengan mudah. Selain itu juga dirancang dengan maksud agar dapat bersifat fleksibel dalam menyesuaikan permintaan dan keinginan pelanggan.

4. Reliabilityandtrustworthiness

Kriteria ini termasuk dalam process-related criteria, pelanggan memahami bahwa apapun yang terjadi, mereka bisa mempercayakan segala sesuatunya kepada penyedia jasa beserta karyawan dan sistemnya.

5. Recovery

Recovery termasuk dalam process-related criteria, pelanggan menyadari bahwa bila ada kesalahan atau bila terjadi sesuatu yang tidak diharapkan, maka penyedia jasa akan mengambil tindakan untuk mengendalikan situasi dan mencari pemecahan yang tepat.

6. Reputationand credibility

Kriteria ini termasuk dalam image-related criteria, pelanggan meyakini bahwa operasi dari penyedia jasa dapat dipercaya dan memberikan nilai atau imbalan yang sesuai dengan pengorbanannya.

(71)

a. Tersedia dan berkesinambungan

Artinya semua jenis pelayanan kesehatan yang dibutuhkan masyarakat tidak sulit ditemukan, serta keberadaannya dalam masyarakat adalah pada setiap saat dibutuhkan.

b. Dapat diterima dan wajar

Pelayanan kesehatan tersebut tidak bertentangan dengan keyakinan dan kepercayaan masyarakat.

c. Mudah dicapai

Pelayanan kesehatan yang baik mudah dicapai (accessible) oleh masyarakat. Pengertian ketercapaian yang dimaksud disini terutama dari sudut lokasi. Bila fasilitas ini mudah dijangkau dengan menggunakan alat transportasi yang tersedia maka fasilitas ini akan banyak dipergunakan.

d. Mudah dijangkau

Dari sudut biaya pelayanan kesehatan tersebut sesuai dengan kemampuan ekonomi masyarakat.

e. Berkualitas

Pelayanan kesehatan yang diselenggarakan menunjukkan tingkat kesempurnaan dan dapat memuaskan para pemakai jasa pelayanan serta tata cara penyelenggaraannya sesuai dengan kode etik dan standar yang telah ditetapkan.

2.5. Landasan Teori

(72)

jenis transportasi, jarak, waktu perjalanan, dan hambatan fisik lain (Bustami, 2011). Menurut Sujarto dalam Lastri (1997) faktor yang harus diperhatikan dalam perencanaan fasilitas kesehatan meliputi: distribusi kepadatan penduduk, aksesibilitas, ketersediaan lahan, dan lingkungan.

Pelayanan kesehatan yang prima mempengaruhi kualitas pelayanan yang diberikan seperti yang telah dikembangkan oleh Parasuraman, Zeithmal dan Berri (1985) dalam Bustami (2011) dapat dijadikan sebagai acuan. Konsep tersebut memformulasikan 5 faktor pokok dalam keunggulan pelayanan yaitu bukti fisik (tangibles), reliabilitas (reliability), daya tanggap (responsiveness), jaminan (assurance), dan empati (empathy).

Menurut Azwar (2006), terdapat 5 (lima) syarat pelayanan kesehatan yang baik yaitu tersedia dan berkesinambungan, dapat diterima dan wajar, mudah dicapai, mudah dijangkau, dan berkualitas.

Gambar

Tabel 1.1. Jumlah Kunjungan Pasien Ruang Rawat Inap dan Rawat Jalan Berdasarkan Kecamatan di Kabupaten Tapanuli Selatan dan Sekitarnya Tahun 2011
Tabel 1.2.  Jumlah Tenaga Medis dan Para Medis Rumah Sakit Umum Kabupaten Tapanuli Selatan Tahun 2011
Tabel 1.3.  Jumlah Kunjungan Pasien Rawat Inap dan Rawat Jalan di RSUD Kabupaten Tapanuli Selatan Tahun 2010-2011
Gambar 2.1.  Pemanfaatan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Cara benteng bergerak sama dengan cara benteng menangkap buah catur lawan, selama buah catur lawan yang ingin ditangkap berada dalam garis vertikal atau horisontal tempat

Setelah mengintepretasikan dan mengkorelasikan setiap litologi pada titik bor, penulis menghitung sumber daya batubara pada Lapangan ”ADA”, Sumatera Selatan dengan

Acara ini dipimpin oleh beberapa orang yang dituakan oleh penduduk di desa tersebut yang biasa di sebut dengan pawang dan di percaya masyarakat sekitar, mereka yang

Setiap SKPD pemerintah Kota Medan diberi kewenangan dalam pengadaan barang dan jasanya sendiri melalui Rencana Umum Pengadaan. Dinas Pekerjaan Umum maupun dinas lainnya

Indosat Tbk is a leading telecommunication and information service provider in Indonesia that provides cellular services (Mentari, Matrix and IM3), fixed telecommunication services

Jawaban saya terhadap pertanyaan Anda yang pertama (yaitu, apa yang harus dipertimbangkan oleh para pembuat kebijakan dalam menangani masalah perubahan iklim) ialah bahwa para

56% 56% 56% 56% Jumlah dokumen kutipan akta kematian yang telah diterbitkan bagi yang meninggal pada tahun (x) dibagi dengan jumlah kematian yang terjadi pada tahun (x)

© 2011 Bali Botanic Garden, Indonesian Institute of Sciences, Baturiti, Tabanan, Bali, Indonesia – 82191 available at http://www.krbali.lipi.go.id. Adiantum caudatum Adiantum caudatum