• Tidak ada hasil yang ditemukan

3.2 Analisis Data

3.2.1 Rilisan Pers…

3.2.1.2 Level 2: Implementation

Press release ini sayangnya ditulis dengan tergesa-gesa dan tidak melalui proses

pemeriksaan oleh pejabat yang lebih tinggi seperti Kasubbid Penmas (Kepala Sub Bidang Penerangan Masyarakat). Sebenarnya, sepanjang pengamatan peneliti, semua press release yang dikeluarkan Humas Polda Jatim memang tidak diperiksa terlebih dahulu dan

langsung didistribusikan kepada wartawan dan media, ditambah kurangnya personnel dalam proses menulis, mengoreksi dan mendistribusikan press release. Inilah yang sedikit banyak menyebabkan banyaknya hal yang luput dan kesalahan dalam menulis press release Humas Polda Jatim.

Pembahasan lebih lanjut tentang hasil rilisan pers yang ditulis oleh Humas Polda Jatim dapat diketahui pada level 2: implementation.

3.2.1.2 Level 2: Implementation

Salah satu press release yang ditemukan oleh peneliti saat melakukan observasi di Humas Polda Jatim adalah press release tertanggal 11 Maret 2019 terkait kasus narkotika jenis shabu.

Isi press release tersebut adalah sebagai berikut:

38

Sebagai bahan penelitian, peneliti menggunakan format siarat umum praktisi PR sebagai perbandingan. Menurut konvensi para praktisi PR, Bivins (dalam Sumirat dan Ardianto, 2012:60), format siaran pers adalah sebagai berikut:

1. Siaran pers harus ditulis secara jelas dengan menggunakan kertas surat tanpa hiasan di pinggir kertasnya.

2. Alamat pengirim ditulis di sudut kiri atas halaman pertama yang ditandai dengan blok, nama narahubung (biasanya penulis siaran pers), nomor telepon dan nomor telepon hotline yang bisa dihubungi kapan saja.

3. Tanggal release di margin kanan, sedikit lebih ke bawah dibandingkan margin alamat yang diblok.

4. Judul tulisan dalam satu spasi dan digarisbawahi sedangkan sedangkan tubuh dan uraian siaran pers ditulis dua spasi.

5. Apabila ada siaran pers lebih dari satu halaman, di bawah halamannya ditulis “more” yang berarti ada halaman selanjutnya. “More” ditulis di dalam tanda kurung atau diberi tanda garis pisah.

6. Halaman-halaman selanjutnya ditandai dengan slug-line (kode) diikuti beberapa garis pemindah. Nomor halaman pada kiri atas.

7. Akhir dari suatu tulisan press release ditandai dengan beberapa cara, misalnya membubuhi tanda kata “end” (tamat) atau angka “-30- “atau simbol ####.

Dengan format tersebut sebagai perbandingan, press realease pada Polda Jatim luput pada lima bagian: tidak adanya alamat yang di-block di sudut kiri atas pada halaman pertama, tanggal rilis tidak ada pada margin kanan dan terletak sedikit di bawah margin

40

alamat yang di-block, tidak ada kata “more” atau “selanjutnya”, tidak ada halaman pada press release dan tidak ada tanda akhir dari siaran pers.

Meski begitu, peneliti tidak melihat pentingnya mengikuti format seformal apa yang telah dijabarkan oleh Bivins sebab semua instansi memiliki kebijakannya sendiri dalam hal menulis siaran pers. Dalam hal ini, Humas Polda Jatim yang seringkali diburu waktu dan lebih mengutamakan kedetilan kronologi suatu kasus akan lebih mengedepankan hal tersebut.

Terlepas dari bervariasinya format penulisan dan aspek komponennya, secara umum ada hal-hal yang secara prinsip bertujuan sama dan merupakan sesuatu yang harus diperhatikan bagi mereka yang menulis press release. Semuanya berfungsi agar informasi yang terkandung di dalamnya dapat diketahui publik, termasuk pihak yang bertanggung jawab atas informasi tersebut. Jadi, perbedaan press release Humas Polda Jatim dari format siaran pers tentunya tidak masalah, sepanjang penulisan press release sesuai dengan kaidah penulisan. Sayangnya, hal ini juga menjadi suatu yang luput.

Peneliti menemukan beberapa hal yang patut dikoreksi pada press release tertanggal 11 Maret 2019 terkait kasus narkotika jenis shabu tersebut. Pada poin A (serta di beberapa bagian pada poin setelah A) di kronologi kejadian, sang penulis press release terlalu sering menggunakan kata-kata bermakna sama lebih dari sekali sehingga poin ini penuh dengan pemborosan kata. Ini dapat dlihat dari pengulangan kata “pada” sebelum keterangan hari dan tanggal pada empat tempat di sini: “Pada hari Senin tanggal 4 Maret 2019”, “para tanggal 9 Maret 2019”, “pada hari Jumat tanggal 19 oktober 2018”, “pada tanggal 09 Maret 2019”.

Seorang penulis bisa saja memilih antara kata “pada” dan “tanggal” atau “hari”. Menulis dengan kalimat seperti “pada Senin, 4 Maret 2019” akan jauh lebih baik daripada menulis “pada hari Senin tanggal 4 Maret 2019”.

Lalu, kalimat pada press release tersebut, rata-rata ditulis terlalu panjang tanpa titik (.) serta koma (,). Ditambah lagi, pengulangan kata “yang” yang berlebihan dan seharusnya dapat digantikan dengan tanda titik juga koma. Hal itu dapat dilihat dari poin A, B, dan D. rata-rata panjang satu kalimat yang ditulis mencapai 5-7 baris. Jelas itu terlalu panjang, ditambah ketiadaan tanda koma (,) yang memudahkan pembaca.

Peneliti mengambil contoh dari poin A sebagai berikut:

“pada hari Senin tanggal 4 Maret 2019 petugas mendapat informasi dari masyarakat bahwa pada tanggal 9 Maret 2019 akan ada pengiriman barang narkotika jenis shabu dari Malaysia ke Surabaya melalui Jakarta dari bandar yang bernama SH di Malaysia yang belum tertangkap petugas dan pernah mengirim shabu dari Malaysia ke Surabaya yang mana kurirnya telah ditangkap pertugas Ditres Narkoba Polda Jatim a.n. CKH dan HLKL yang membawa shabu seberat 1 (satu) kilogram pada hari Jumat tanggal 19 Oktober 2019 sekitar pukul 17.10 WIB di Hotel BG Junction Surabaya.”

Satu kalimat yang panjang itu, sebenarnya dapat diperbaiki dengan memecah dan memerbaiki kalimat sebagai berikut:

“Senin, 4 Maret 2019 petugas mendapat informasi dari masyarakat bahwa pada 9 Maret 2019 akan ada pengiriman shabu dari Malaysia ke Surabaya. Pengiriman dilakukan melalui Jakarta oleh bandar SH di Malaysia. SH pernah mengirim shabu dari Malaysia ke Surabaya namun belum pernah tertangkap. Meski begitu, kurir SH berinisial CKH dan HLKL yang membawa shabu seberat satu kilogram telah ditangkap Ditres Narkoba Polda Jatim pada Jumat, 19 Oktober 2019 sekitar pukul 17.10 WIB di Hotel BG Junction Surabaya.”

Penulisan seperti itu tentu akan jauh lebih baik mengingat penggunaan kata akan lebih efektif, tidak terjadi pemborosan, tidak ada eufisme serta penggunaan huruf kapital menjadi tepat.

42

Lalu, ada kata-kata yang pemilihannya tidak tepat dan dapat berkonotasi lain pada press release kasus narkotika jenis shabu tersebut. Ini dapat dilihat pada poin D baris ke

empat dari bawah dengan kalimat “petugas melaksanakan tindakan tegas dan terukur terhadap tersangka YP dikarenakan situasi gelap dan tertutup semak belukar”. Tak akan ada yang tahu apa bentuk ‘tindakan tegas dan terukur’ yang dilaksanakan oleh petugas tersebut sampai pembaca menemukan pada kalimat selanjutnya bahwa tersangka ditemukan sudah meninggal. Jadi, akan sangat lebih baik, jelas, terbuka dan menghemat kata jika penulis press release tersebut menuliskan kata “menembak tersangka”. Kata “melaksanakan tindakan tegas dan terukur” tidak akan menghaluskan arti sebenarnya dari apa yang terjadi dan hanya akan menimbulkan kebingungan.

Sebagai perbandingan, berikut adalah press release dari Pemerintah Kota. Baik Polda Jatim maupun Pemerintah Kota Surabaya (Pemkot Surabaya) memiliki kesamaan sebagai instansi pemerintahan yang tidak berbasis profit.

BAGIAN HUBUNGAN MASYARAKAT

PEMERINTAH KOTA SURABAYA

Jalan Jimerto No. 6 – 8 Kecamatan Genteng Kota Surabaya Phone: 031-5475005 / Email: humas.sby@gmail.com

PRESS RELEASE

Dukungan Pembangunan Alun-Alun Suroboyo Terus Mengalir dari Berbagai Kalangan Rencana Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya membangun ruang publik berupa alun-alun Suroboyo, terus mendapat dukungan. Selain dukungan mengalir dari masyarakat sipil, juga mengalir dari kalangan para akademisi. Keberadaan alun-alun Suroboyo yang dinilai penting, membuat berbagai pihak mendukung pemkot untuk pembangunan alun-alun tersebut.

Salah satunya adalah Pakar Tata Kota Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya Haryo Sulistyarso, ia mendukung penuh rencana Pemkot Surabaya membangun ruang publik untuk kegiatan positif masyarakat, seperti alun-alun Suroboyo. Walaupun, pembangunan alun-alun itu masih terkendala dengan masalah lahan di Jalan Pemuda 17, namun begitu ia berharap pemkot bisa mempertahankan lahan tersebut.

“Saya berharap jangan sampai ini lepas dari kendali kita. Sayang sekali menurut saya, karena itu dahulu riwayatnya merupakan aset pemkot,” kata Haryo, Selasa, (23/04/19).

Karena itu, ia mengimbau agar ke depannya lebih intens lagi menjaga asset agar tidak ada lagi lahan atau aset pemkot yang menjadi sengketa. “Aset pemkot memang harus dijaga dan diarsipkan dengan baik, jangan sampai lepas dari tangan kita,” tuturnya.

Haryo juga berpesan kepada Pemkot Surabaya agar ke depannya lebih bijak lagi menyikapi antara kepentingan aset untuk masyarakat, pengusaha swasta, dan beberapa orang yang punya kepentingan. “Saya mendukung pembangunan-pembangunan untuk publik space, namun kembali lagi, pemkot harus berjuang mengupayakan itu,” ujarnya.

Karena nantinya lahan di Jalan Pemuda 17 itu pemanfaatannya kembali untuk masyarakat, Haryo berharap, Pemkot Surabaya mengupayakan itu dengan sungguh-sungguh. Ia menegaskan bahwa jalur hukum memang harus ditempuh untuk mempertahankan aset tersebut. “Saya sangat mendukung direalisasinya fasilitas publik ruang terbuka hijau, taman-taman, tempat bermain, alun-alun. Saya tekankan sekali lagi, sangat disayangkan kalau aset-aset pemkot lepas,” terang Haryo.

Dukungan yang sama juga disampaikan oleh Arsitektur dan Perencanaan Wilayah Kota Universitas Kristen Petra, Benny Poerbantanoe, ia juga mendukung dan bersikap positif setiap keputusan Pemkot Surabaya. Termasuk rencana pembangunan ruang terbuka publik berupa

alun-44

alun Suroboyo. “Kalau bicara arsitektur, alun-alun itu biasanya dikelilingi kantor kabupaten, masjid, penjara, dan tempat belanja,” kata Benny sapaan akrabnya.

Menurutnya, kawasan Balai Pemuda ini dinilai wilayah yang strategis. Berperan sebagai gerbang menuju Kantor Balai Kota, dan menjadi entry poin. Bangunan Balai Pemuda ini dapat mengatur komposisi simetri dan bangunan yang bentuknya laras. “Jadi di utara ada poros di bagian Jalan Yos Sudarso, kemudian dijemput Jalan Panglima Sudirman. Sebuah persimpangan biasanya punya peran khusus, yakni gerbang akan menganut komposisi simetri ada bangunan yang bentuknya laras, dan paling penting tidak kehilangan entry poin nya,” jelasnya.

Tak hanya membahas seputar bentuk dan istilah bangunan, Benny juga mendorong Pemkot Surabaya agar mempertahankan aset pemerintah. Langkah hukum harus ditempuh untuk merebut aset yang menjadi milik pemkot. Akan tetapi, jika jalur hukum belum berhasil, Pemkot dan PT Maspion seharusnya mencari jalan tengah agar semuanya tetap berjalan. “Ya lanjutkan jangan mau kalah. Kita harus melanjutkan, hukum tetap ditempuh. Coba direbut, kalau pun tetap buntu, coba kompromi,” imbuhnya.

Setelah kalah banding dengan PT Maspion di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jawa Timur, Pemkot Surabaya akan mengambil upaya hukum untuk mempertahankan aset pemkot di Jalan Pemuda 17, yang akan digunakan untuk alun-alun Suroboyo.

Kepala Dinas Pengelolaan Bangunan dan Tanah Kota Surabaya Maria Theresia Ekawati Rahayu memastikan akan terus menempuh langkah hukum untuk menyelamatkan aset Jalan Pemuda 17 itu. Namun begitu, ia mengaku akan terus berkoordinasi dengan pihak pengacara Pemkot Surabaya dan pengacara negara atau kejaksaan. “Selanjutnya, pasti pemkot ambil langkah hukum. Nanti kami akan berkoordinasi dulu dengan pengacara pemkot dan pengacara negara yang dalam hal ini pihak kejaksaan,” tegasnya.

Yayuk menambahkan, aset Jalan Pemuda 17 itu rencananya akan dibangun alun-alun Suroboyo yang nantinya juga akan dimanfaatkan oleh masyarakat luas. Bagi dia, dengan adanya alun-alun ini, maka akan banyak ruang-ruang publik di Surabaya yang bisa dikunjungi oleh warga. “Kita semua berharap permasalahan ini segera selesai, sehingga pembangunan alun-alun itu bisa segera dilakukan dan bisa dinikmati,” pungkasnya. (*)

More Info:

Kepala Bagian Humas Pemkot Surabaya M. FIkser

081331238819

Website : www.humas.surabaya.go.id

Address : Jalan Jimerto No 6 – 8 Kota Surabaya Email : humas.sby@gmail.com

Phone : 031-5475005

Dapat dilihat bagaimana perbedaan antara press release Humas Polda Jatim dan Pemkot Surabaya. Dari gaya penulisannya saja, Pemkot sudah lebih unggul dengan pemakaian kata yang baik. Kalimat dan paragrafnya juga tidak gemuk. Penulisan seperti ini jelas berbeda dari penulisan press release Polda Jatim yang memakai banyak singkatan, eufemisme dan kalimat yang terlalu gemuk.

Kesalahan-kesalahan yang ada pada press release ini bisa dilihat dari press release Humas Polda Jatim lainnya seperti kasus tindak pidana pencurian dengan

46

Isi press release-nya dapat dilihat sebagai berikut:

KEPOLISIAN NEGARA

REPUBLIK INDONESIA DAERAH JAWA TIMUR

BIDANG HUBUNGAN

MASYARAKAT

SIARAN PERS

Nomor : B/ /III/2019/Bidhumas Ditembak, Dua Komplotan Pencuri 17 Sepeda Motor

di Daerah Malang Jawa Timur

Surabaya 11 Januari 2019 : Polisi tembak dua pelaku saat hendak tertangkap karena melakukan aksi pencurian 17 sepeda motor di wilayah Malang dan sekitarnya. Kedua pelaku ini berinisial Mulason alias Bokir (29) warga Dusun Sidoluhur, Lawang, Malang bertindak sebagai eksekusi kendaraan yang bakal dijarah dan Yudin alias Yudi (31) warga Dusun Srigading, Lawan, Malang. Anggota Unit IV Premanisme, Jatanras, Ditreskrimum, Polda Jatim berhasil amankan 3 pelaku dan 17 barang bukti sepeda motor hasil kejahatan. Komplotan kejahatan pencurian kendaraan bermotor (curanmor) ini beraksi diantaranya di daerah lokasi sawah, Jalan Kampung Santren, Desa Ngembal, Wajak, Malang dan daerah di Kabupaten Malang. Sedang penadah hasil kejahatan berinisial N, kini masuk daftar pencarian orang (DPO) dan berinisial D (37) warga Dusun Mendek, Lawang Malang juga sebagai penadah ranmor hasil kejahatan. Kasubdit III Jatanras AKBP Leonard M Sinambela SH SIk MH didampingi Kanit 4 Premanisme Kompol James F Sampouw S.sos MH, Senin (11/3/2019) mengatakan tentang kronologi kejadian, pada 8 Januari 2019 lalu tersangka M dan Y menggunakan sepeda motor Honda Beat putih keliling untuk mencari sasaran kejahatan berupa sepeda motor. Begitu sampai di persawaan, di Jalan Kampung Santren, Desa Ngembal, Wajak, Malang ada dua sepeda motor Homda Revo Warna merah nopol N 2131 FG yang diparkir tidak dikunci stir ini ditinggal pemiliknya di sawah. Melihat hal itu, tersangka M dan Y mencurinya dengan cara kunci kontak dibandrek menggunakan kunci model “T”. Hasil kejahatan ini, sepeda motor di jual kepada penadahnya Rp 5 juta. Barang bukti yang disita 17 sepeda motor dan 5 HP dan kunci model “T” untuk sarana aksi kejahatan.

Berita Pers, Bidhumas Polda Jatim, 11 Januari 2019 Untuk informasi lebih lanjut, silahkan menghubungi: KOMBES POL F. BARUNG MANGERA, S.I.K

Telpon : 0318297741 / faks 0318297741 / HP: 085372991992 Email : humas.polda@gmail.com

Sumber data : Bidhumas Polda Jatim

Kesalahan yang sama juga terulang seperti pemborosan kata, kalimat yang terlalu panjang, serta penggunaan diksi yang tidak tepat. Ditambah, press release ini hanya terdiri dari satu pragraf super panjang.

Begitu banyak yang luput dalam penulisan press release oleh Humas Polda Jatim. Padahal, penulisan PR (terutama rilisan pers), mengacu pada teknik penulisan jurnalistik. Sebab, rilisan pers merupakan suatu sumber dan bahan yang nantinya akan dijadikan karya tulis jurnalistik oleh para jurnalis.

Sopian, dalam bukunya Public Relations Writing, mengatakan bahwa apabila suatu organisasi ingin dijadikan sumber informasi yang memuat tulisan tertentu dengan up to date, termasuk tulisan-tulisan bernilai berita yang dibutuhkan pihak media massa, maka

para penulis PR harus berperan seperti halnya reporter yang memahami teknik pelaporan jurnalistik pada media massa.

Jika sebuah karya tulis PR juga harus menganut pemahaman yang sama dengan kaidah menulis dalam dunia jurnalistik, maka kedua press release yang dijabarkan peneliti juga telah mengingkari ciri-ciri atau karakteristik bahasa jurnalistik. Menurut Sumadiria (2014:14-20), ada 17 ciri utama bahasa jurnalistik yang berlaku bagi semua bentuk media:

1. Sederhana, yakni tulisan mengutamakan kata atau kalimat yang maknanya lebih banyak diketahui khayalak pembaca yang heterogen.

2. Singkat, di mana tulisan tidak bertele-tele dan langsung kepada pokok masalah. 3. Padat, bermakna kalimat dan paragraf yang ditulis memuat banyak informasi

48

4. Lugas, yaitu tulisan ditulis dengan tegas, tidak ambigu serta menghindari penghalusan kata dan kalimat (eufemisme) yang berpotensi membingungkan pembaca.

5. Jelas, mudah ditangkap maksudnya tidak baur maupun kabur.

6. Jernih, berarti tulisan haruslah jujur dan tidak menyembunyikan sesuatu atau maksud lain.

7. Menarik, yang mana tulisan harus dapat membangkitkan minat dan perhatian pembaca.

8. Demokratis, di mana tulisan ditujukan untuk umum dan tidak membeda-bedakan status social tingkat pendidikan.

9. Populis, bermakna tulisannya harus merakyat dan dapat diterima oleh seluruh lapisan masyarakat.

10. Logis, tulisan haruslah dapat diterima akal sehat.

11. Gramatikal, yakni tulisannya menggunakan kata dan istilah yang mengikuti kaidah tata bahasa baku.

12. Menghindari kata tutur, yang berarti tulisan harus dibedakan dengan bahasa percakapan sehari-hari sebab bahasa tutur tidak memerhatikan masalah struktur dan tata bahasa.

13. Menghindari kata dan istilah asing, sebab penggunaan kata dan istilah asing berpotensi menimbulkan kebingungan pembaca.

14. Pilihan kata (diksi) yang tepat, yang bemakna bahwa penggunaan kata harus mengacu pada konteks yang sebenarnya.

16. Menghindari kata-kata atau istilah teknis, atau jika memang mendesak, kalimat ini harus disertai dengan penjelasan yang detail.

17. Tunduk pada kaidah etika, di mana tulisan harus berpegang teguh pada kaidah etika seperti jujur dan berimbang.

Jika berpatokan pada ciri dan karakteristik di atas, press release Humas Polda Jatim tertanggal 11 Maret 2019 untuk kasus shabu ini telah melanggar enam poin. Poin pertama adalah singkat, sebab seperti yang telah peneliti jabarkan sebelumnya bahwa kalimat dalam rilisan tersebut terlalu panjang dan bertele-tele. Poin kedua adalah lugas, karena jelas sekali bahwa penulis rilisan pers tersebut senang menghaluskan kalimat. Poin ketiga adalah gramatikal, sebab terdapat banyak kesalahan tulis huruf kapital, tanda baca maupun kalimat yang terlalu gemuk.

Selanjutnya, ciri bahasa jurnalistik yang juga dilanggar dalam press release adalah menghindari kata tutur. Ini jelas terlihat dari kalimat yang sangat panjang tanpa titik maupun koma. Poin berikutnya yang dilanggar adalah pilihan kata (diksi) yang tepat, sebab seringkali penulis rilis menuliskan “bernama” saat harusnya menulis “berinisial” dan berbagai contoh kata lainnya. Lalu, ada poin menghindari kata-kata atau istilah teknis yang jelas sekali tak dihindari oleh penulis rilis. Terkadang, istilah-istilah dalam dunia kepolisian ditulis begitu saja tanpa penjelasan apa-apa. Contohnya dapat dilihat dari penulisan “Ditres Narkoba”, “Subdit III Jatanras Ditreskrimum” dan kata lainnya yang ditulis tanpa penjelasan.

Menurut pengamatan peneliti, hasil press release yang tidak maksimal ini disebabkan oleh ketiadaan pendidikan jurnalistik bagi para praktisi Humas Polda Jatim. Pendidikan

50

jurnalistik biasanya merupakan salah satu komponen yang diajarkan dalam pelatihan kehumasan. Sayangnya, dalam perencanaan tahunan Humas Polda Jatim, tidak ada pelatihan apapun yang sepertinya dirancang untuk meningkatkan kinerja humas.

“Sepertinya ada pelatihan-pelatihan semacam itu. Tapi yang tahu hanya Bagian Renmin (Perencanaan dan Administrasi). Itupun yang menyelenggarakan bukan Bidhumas. Kita sih tidak ikut pelatihan.”

Begitulah yang dikatakan Baur Mitra Bripka Dwi Maya ketika peneliti menanyakan apakah ada pelatihan jurnalistik atau pelatihan yang dimaksudkan untuk mengembangkan kemampuan humas.

Dengan kata lain, kurangnya pengetahun akan jurnalistik dan dunia tulis-menulis telah berefek pada kualitas tulisan Humas Polda Jatim. Tak hanya itu, ketidaksadaran akan pentingnya pelatihan juga memperpanjang kekurangan-kekurangan yang ada.

Dokumen terkait