• Tidak ada hasil yang ditemukan

LGBT DALAM BERAGAM PANDANGAN

C. LGBT Dalam Pandangan Hukum Islam

Dalam hukum Islam, perbuatan orientasi seksual sesama lelaki disebut liwāṭ (gay) dan Sihāq (lesbian). liwāṭ ini suatu (penamaan) yang dinisbatkan kepada kaumnya Nabi Lūṭ yang durhaka akan seruannya. Kaum itu berdomisili di negeri Sodom (di sebelah timur Laut Mati atau di

8 Firdiansyah, "LGBT Marak, Apa Sikap Kita?’ dalam diskusi Indonesian Lawyer's Club (ILC) 16 Februari, 2016.

9 Gunawan Saleh dan Muhammad Arif “Perilaku LGBT Dalam Tinjauan Sosial,”

31

Yordania sekarang) karena itu di kalangan bangsa Barat yang beragama Kristen perbuatan seperti ini disebut sodomi.10

Penyimpangan orientasi seksual dalam bentuk liwāṭ dan Sihāq ini termasuk dalam tindak pidana berat (dosa besar), karena tindakan ini merupakan perbuatan keji yang dapat merusak kepribadian, moral dan agama. Hal ini sesuai dengan Qs. al-A‘rāf/7: 80 dan Qs. al-Syu‘arā/ 26: 165- 166.

Ayat ini menjelaskan bahwa perbuatan yang di lakukan oleh kaum Nabi Lūṭ yang melakukan orientasi seksual sesama laki-laki dan tidak menginginkan perempuan sebagaimana yang telah ditawarkan Nabi Lūṭ, tetapi mereka tetap melakukan perbuatan keji yang akhirnya Allah memberikan hukuman berupa azab kepada mereka dengan menjungkirbalikkan negeri mereka, sehingga kaum Sodom, beserta isteri Nabi Lūṭ (kaum lesbi), tertimbun bersamaan dengan terbaliknya kota tersebut. Hanya Nabi Lūṭ dan pengikutnya yang saleh dan yang menjauhkan diri dari perbuatan homoseks yang terhindar dari azab yang menakutkan.

Ulama fikih telah sepakat mengharamkan homoseks dan lesbian, selain berdasarkan alquran dan Hadis, juga berdasarkan kaidah fiqhiyah yang menyatakan bahwa Hubungan orientasi seksual sesama jenis pada dasarnya adalah haram, sehingga ada dalil (sebab-sebab yang sudah jelas dan yakin tanpa adanya keraguan) yang menghalalkannya, yakni hanyalah dengan diadakannya akad pernikahan.11

10 Ahmad Warson Munawwir, Kamus al-Munawir, cet. XIV (Surabaya: Pustaka Progressif, 1997), 616.

11 al-Sayid Sābiq, Fiqh al-Sunnah, jilid 2 (al-Qāhirah: Dār al-Kitāb al-Islāmī, t.t), 26.

32

Berdasarkan Hadis Nabi Ṣallallāhu ‘alaihi wa sallām yang diriwayatkan oleh Muslim dari Abi Said. Yang artinya “Janganlah laki-laki melihat aurat sesamanya dan janganlah perempuan melihat aurat sesamanya dan janganlah bersentuhan antara lelaki dengan lelaki lain di bawah sehelai selimut/kain, dan jangan pula perempuan bersentuhan dengan perempuan lain di bawah sehelai selimut atau kain”.12

Setelah para ulama-ulama sepakat bahwa perbuatan seperti itu diharamkan, mereka berbeda pendapat hanya dalam menetapkan hukuman atau sanksi terhadap pelaku orientasi seksual menyimpang tersebut. Mālik berpendapat bahwa pelaku tersebut harus dirajam, entah pelaku itu sudah menikah sebelumnya maupun belum menikah. Sedangkan Pelaku yang diajak berbuat juga akan mendapatkan hukuman yang sama apabila yang di ajak sudah menginjak usia akil balig.13

Riwayat lain dari Mālik menyebutkan, orang itu harus dirajam apabila ia telah menikah sebelumnya, namun apabila orang itu belum pernah menikah maka ia hanya cukup diberi pelajaran dengan dipenjarakan atau dibuang ke tempat pembuangan. Pendapat ini juga diikuti oleh ‘Aṭā, al-Nakhā‘ī, Ibnu al-Musayyib, dan ulama lainnya. Sedangkan Abū Ḥanīfah berpendapat, orang tersebut harus dihukum takzir (hukuman yang berat namun tidak seberat rajam, misalnya dengan dipukul), entah orang itu telah menikah sebelumnya ataupun belum.14 Sementara pendapat al-Syāfi‘ī (salah satu riwayat dari Mālik sependapat dengan hukuman tersebut),

12 Muslim, Ṣaḥīḥ Muslīm, jilid 1 (Kairo: Dār al- Ḥadīṡ, 1997), 277.

13Abū ‘Abdullah Muḥammad Ibni Aḥmad al-Anṣarī al-Qurṭubī, al-Jāmi‘ li Aḥkām

al- Qur’ān, juz 7, 582.

14 al- Qurṭubī, Tafsīr al- Qurṭubī, terj. Muhyiddin Mas Rida, Muhammad Rana

33

pelaku harus dihukum sesuai hukum yang telah diterapkan untuk pelaku zina, sebagai qiyās dari zina.

Berdasarkan firman Allah, Mālik berhujah:

"Dan Kami hujani mereka dengan batu dari tanah yang keras.” (Qs. al-Ḥijr/15: 74)

Ketentuan tindak pidana dalam hukum pidana Islam dapat di lihat adanya pertimbangan terkait perbuatan yang merugikan individu dan masyarakat, baik dikerjakan secara individu maupun kolektif. Perlindungan terhadap jiwa berimplikasi terhadap penerapan hukuman bagi pelaku yang mengganggu jiwa seseorang. Oleh karena itu, hukum Islam melarang membunuh dan melukai anggota badan. Proteksi terhadap jiwa dalam hukum pidana Islam dibahas dalam jarīmah, qiyās, diyāt.15

Dalam Undang- Undang Hukum Pidana (KUHP), Pelanggaran terhadap kesucian melalui perbuatan homoseksual(sodomi), pada pasal 292 disebutkan: Bahwa orang dewasa yang telah melakukan perbuatan pelecehan seksual dengan orang lain sesama jenis, yang diduga belum dewasa, dihukum dengan hukuman pidana penjara paling lama lima tahun. Di Indonesia, larangan hubungan orientasi seksual sesama jenis (homoseksual), hanya terhadap orang dewasa yang melakukannya dengan anak di bawah umur. Jika orientasi seksual sesama jenis itu dilakukan oleh orang yang sama-sama sudah dewasa dan sama-sama suka, maka hubungan seksual sesama jenis itu tidak dapat dilarang. Namun, masyarakat tidak atau

15 Jarimah qiyas diyat adalah tindak pidana yang berkaitan dengan pelanggaran terhadap jiwa atau anggota tubuh seseorang. Hukuman terhadap tindak pidana ini adalah kisas, (yaitu memberikan perlakuan yang sama kepada terpidana sesuai dengan tindak pidana yang ia lakukan, misalnya membunuh dibalas dengan hukuman mati) atau diyat yaitu ganti rugi dengan harta melalui keputusan hakim, al-Jurjani, At-Ta’rifat (Beirut: Dar al-Fikr, T.T.), 354.

34

belum dapat menerima pernyataan dari pemikiran ini, sebab hubungan homoseksual/ sesama jenis, menurut hukum pidana Islam adalah hukuman pidana yang dapat dikenakan hukuman apabila perbuatannya terbukti.16

Adapun yang terkait dengan transgender, atau yang dikenal dengan operasi pergantian jenis kelamin, Majelis Ulama Indonesia (MUI) dalam Musyawarah Nasional II Tahun 1980, telah mengeluarkan fatwa tentang operasi perubahan atau penyempurnaan jenis kelamin. Dalam fatwa tersebut ada tiga hal yang diputuskan yaitu: Pertama, mengubah jenis kelamin laki-laki menjadi wanita atau sebaliknya hukumnya haram, karena bertentangan dengan Qs. al- Nisā’/ 4: 119 dan Qs. al-Rūm/ 30: 30, dan juga bertentangan dengan jiwa Syara’. Kedua, orang yang jenis kelaminnya telah diganti kedudukan hukum jenis kelaminnya akan sama dengan jenis kelamin semula sebelum diubah. Ketiga, seorang khunṡa (banci) laki-laki yang berkelamin ganda atau tidak memiliki jenis kelamin Sama sekali boleh untuk disempurnakan kelaki-lakiannya dengan cara operasi ganti kelamin. Demikian juga sebaliknya, dan hukumnya akan menjadi positif (laki-laki).17

16 Satria Effendi, Kejahatan dalam Harta dalam Perspektif Hukum Islam dalam

Hukum Pidana Islam di Indonesia: Peluang, Prospek dan Tantangan (Jakarta: Pustaka

Firdaus, 2001), 111.

35

BAB IV

PENAFSIRAN QS. HŪD/11: 77-82 DAN QS. AL-ḤIJR/15: 71-79 DALAM PENDEKATAN AL-MAQĀṢIDĪ

A. Penafsiran Qs. Hūd/ 11: 77-82

ٌٰبْيِصَعٌٰمْوَ يٰاَذ هَٰلاَقَّوٰاًعْرَذْٰمِِبَِٰقاَضَوْٰمِِبَِٰءْۤيِسٰاًطْوُلٰاَنُلُسُرْٰتَءۤاَجٰاَّمَلَو

٧٧

ٰ

ٰهُمْوَقهَءۤاَجَو

ِٰهْيَلِاَٰنْوُعَرْهُ ي

َ ٓ

ٰٰ

ٰ اِّيَّسلاَٰنْوُلَمْعَ يٰاْوُ ناَكُٰلْبَ قْٰنِمَو

ِٰت

َ ٓ

ٰٰ

ٰ هِٰمْوَق يَٰلاَق

ٰاوُقَّ تاَفْٰمُكَلُٰرَهْطَاَّٰنُهْٰ ِتِاَنَ بِٰءَۤلُّؤ

ْٰيِفْيَضِْٰفِِٰنْوُزُْتُٰ َلَّوَٰه للا

َ ٓ

ٰٰ

ٌٰٰدْيِشَّرٌٰلُجَرْٰمُكْنِمَٰسْيَلَا

٧٨

ٰٰ

َٰعْٰدَقَلٰاْوُلاَق

ْٰنِمَٰكِت نَ بِْٰفِٰاَنَلٰاَمَٰتْمِل

ٰ قَح

َ ٓ

ٰ

ُٰدْيِرُنٰاَمُٰمَلْعَ تَلَٰكَّنِاَو

٧٩

ٰ

ْٰيِو اْٰوَاًٰةَّوُ قْٰمُكِبِْٰلَِّٰنَاْٰوَلٰ َلاَق

ٰ

ٍٰدْيِدَشٍٰنْكُرٰ لِٰا

٨٠

ٰ

ٰٰاْوُلاَق

ْٰوُلِصَّيْٰنَلَٰكِّبَرُٰلُسُرٰاَّنِاُٰطْوُل ي

َٰنِّمٍٰعْطِقِبَٰكِلْهَاِبِٰرْسَاَفَٰكْيَلِاٰا

ٰ

ٰ َّلِّاٌٰدَحَاْٰمُكْنِمْٰتِفَتْلَ يٰ َلَّوِٰلْيَّلا

َٰكَتَاَرْما

َ ٓ

ٰ

اَمٰاَهُ بْيِصُمٰهَّنِا

ٰ

ْٰمُهَ باَصَا

َ ٓ

ُٰحْبُّصلاُٰمُهَدِعْوَمَّٰنِا

َ ٓ

ٰ

ٰ ٍبْيِرَقِبُٰحْبُّصلاَٰسْيَلَا

٨١

ٰ

ٰاَّمَلَ ف

ًٰٰةَراَجِحٰاَهْ يَلَعٰاَنْرَطْمَاَوٰاَهَلِفاَسٰاَهَ يِلاَعٰاَنْلَعَجٰاَنُرْمَاَٰءۤاَج

ٍٰدْوُضْنَّمٍٰلْيِّجِسْٰنِّم

٨٢

ٰ

Dan ketika para utusan Kami (para malaikat) itu datang kepada Lūṭ, dia merasa curiga dan dadanya merasa sempit karena (kedatangannya). Dia (Lūṭ) berkata, “Ini hari yang teramat sulit. Dan kaumnya segera datang kepadanya. Dan sejak dahulu mereka selalu melakukan perbuatan keji. Lūṭ berkata," wahai kaumku! Inilah putri-putri (negeriku) merasa lebih suci bagimu, maka bertakwalah kepada Allah dan janganlah kamu mencemarkan (namaku) terhadap tamuku ini. Tidak adakah di antaramu orang pandai?". Mereka menjawab, “Sesungguhnya engkau pasti tahu bahwa kami tidak mempunyai keinginan (syahwat) terhadap putri-putrimu; dan engkau tentu mengetahui apa yang (sebenarnya) kami kehendaki.” Dia (Lūṭ) berkata, “Sekiranya aku mempunyai kekuatan (untuk menolak perbuatanmu) atau aku dapat berlindung kepada keluarga yang kuat (tentu aku lakukan).” Mereka (para malaikat) berkata, “Wahai Lūṭ sesungguhnya kami adalah para utusan Tuhanmu, Mereka tidak akan dapat mengganggumu, sebab itu pergilah bersama keluargamu pada akhir malam dan jangan ada seorang pun di antara kamu yang menoleh ke belakang, kecuali istrimu. Sesungguhnya dia (juga) akan ditimpa (siksaan) yang menimpa mereka. Sesungguhnya saat terjadinya siksaan bagi mereka itu pada waktu subuh. Bukankah

36

subuh itu sudah dekat?" Maka, ketika keputusan Kami datang, Kami menjungkirbalikkan negeri kaum Lūṭ, dan Kami hujani mereka bertubi-tubi dengan batu dari tanah yang terbakar.

Makna Ijmāl:

Ayat ini, Allah telah menjelaskan apa yang menunjukkan bahwa Lūṭ gelisah mengenai ihwal tamunya, jangan-jangan tertimpa sesuatu yang menimbulkan mereka malu, seperti yang dinyatakan:

وَلَٰلاَق

ٰ

مُكِبٰ ِلَِّٰنَأ

ٰٰ

وَأًٰةَّوُ ق

ٰٰ

يِواَء

ٰٰ

كُرٰ َلِٰإ

ن

“Andaikan aku punya kekuatan untuk menolakmu, dan dapat berlindung kepada keluarga yang kuat, pasti akan aku lakukan.”

Maka, di sinilah Allah akan menyebutkan utusan-utusan-Nya untuk memberi kabar gembira kepada Lūṭ, bahwa kaumnya tidak akan bisa melakukan keinginan mereka, dan Allah akan menghancurkan mereka dan hanya akan menyelamatkan Lūṭ beserta keluarganya dari azab Allah.

Mufradāt Lugawiyah:

يِس

ٰمِِبَِٰء

ٰ

mengalami kesulitan dan kesedihan karna kedatangan para utusan itu.

اعٰرَذ

Puncak kekuatan. Lūṭ berkata Mā lī bihi zar‘un wa la ziara‘un (saya tidak sanggup menanggungnya).

بيِصَع

sakit sekali.

ِٰٰٰنوُزُٰتُٰ َلَّو

Janganlah kalian mempermalukan aku.

يِٰفيَض

tamu-tamu.

دي شَّر

Orang yang berakal dan sadar.1

Penafsiran ayat :

1 Ahmad Mustafa al-Maragi, Tafsir al-Maraghi, juz 12 (Semarang: CV. Toha Putra Semarang, 1986), 119.

37

ٰمِِبَِٰقاَضَو

ٰٰٰ

رَذ

ع

(dan merasa sempit dadanya sebab kedatangan mereka). al-Azharī mengatakan,

اع َٰذٰر

di lihat pada posisi kekuatan. Bahwa menekan dengan kakinya ketika berjalan disesuaikan dengan lebar langkahnya, yakni membentangkannya. Jika kekuatannya banyak bertumpu maka terfokuslah kekuatan di sana. Jadi, fokusnya kekuatan dikiaskan oleh sempitnya tempat, kekuatan dan juga beratnya perkara.

ٰوَيٰاَذ َهٰ َلاَقَو

بيِصَعٌٰم

ٰ

(dan dia berkata, “Ini adalah hari yang sangat

sulit”), yakni berat. Kata

ٰٰبيِصَع

dan

بصْٰيَصُع

serta

بصْٰوَصُع

menunjukkan arti banyak, yakni hari yang dibenci karena berhimpunnya keburukan-keburukan ketika itu. Dari pengertian ini timbul ungkapan

ةَبْصُع

dan

ةَباَصع

yaitu orang yang bersepakat.

Firman-Nya:

هيَلِإَٰنوُعَرهُيُٰٰهُمۥٰوَق ُٰهَءۥٰاَجَوِ

(Dan datanglah kaumnya kepada Lūṭ dengan bergegas), Kalimat ini berada diposisi nasab sebagai hal. Makna

ٰنوُعَرهُي

adalah bergegas kepadanya. al-Kisā‘ī, al-Farrā’ dan ahli Bahasa lainnya berkata, bahwa

ءاَرْهلإٰ ا

ialah tergesa-gesa yang disertai dengan gemetar juga menggigil. Kalimat

اًعاَرْهٰإ-ٰلُجَّرلاَٰعَرْهَأ

memiliki arti lelaki itu bergegas-gegas sambil gemetaran dan kedinginan. Muḥalḥal berkata “Maksudnya itu mereka bergegas-gegas dan menunjukkan diri secara paksa.”2

ِٰت اِّيَّسلاَٰنْوُلَمْعَ يٰاْوُ ناَكُٰلْبَ قْٰنِمَو

(dan dari dahulu mereka selalu melakukan perbuatan yang keji), yakni sebelum datangnya para utusan mereka sudah sering melakukan keburukan. Ada yang mengatakan, mereka biasa

38

melakukan keburukan kekejian sebelum Lūṭ, yakni mereka sudah biasa menggauli sesama laki-laki (sodomi).

Setelah itu mereka mendatangi Lūṭ dengan maksud akan melakukan perbuatan keji itu terhadap para tamu-tamu, lalu Lūṭ mencegah mereka,

ٰوَق َيَٰلاَق

ٰ َهِٰم

َٰلُّؤ

ُٰهٰ ِتِاَنَ بِٰء

ٰطَأَّٰن

ٰمُكَلُٰرَه

َ ٓ

. Lūṭ berkata, “Hai kaumku, inilah

puteri-puteri (negeri) ku, mereka lebih suci bagimu.” maksudnya nikahilah mereka dan tinggalkan perbuatan keji yang kalian inginkan terhadap tamu-tamuku. Makna

َٰ ٰٓمُكَلُٰرَهٰطَأَّٰنُه

(mereka lebih suci bagimu) maksudnya lebih halal dan lebih suci. Kata ini tidak menunjukkan lebih, tapi seperti halnya.

َٰلَّوَٰهَّللٱْٰاوُقَّ تٱَف

ُٰتُٰ

يَضٰ ِفِٰ ِنوُز

يِف

َ ٓ

ٰ

(maka bertakwalah pada Allah dan

janganlah kamu menjelekkan (namaku) di hadapan tamu-tamuku) maksudnya bertakwalah hanya pada Allah dan tinggalkan perbuatan keji yang kalian inginkan terhadap tamu-tamuku dan janganlah kalian menjelekkan namaku dan menimbulkan aib di hadapan tamuku. Kata (tamu)ini bisa untuk tunggal, berbilang dua, dan juga jamak, karena asalnya masdar.

Kemudian Lūṭ meneriakan mereka dengan mengatakan,

ٰٰمُكنِمٰ َسيَلَأ

ٰديِشَّرٰلُجَر

(Apakah tidak ada di antara kalian seorang pun yang berakal?). ini menunjukkan sebaiknya kalian meninggalkan perbuatan keji dan mencegahnya dari itu? Mereka menjawabnya dengan jawaban yang berlawanan dari yang dinasihatkan kepadanya,dengan mengatakan

ٰٰدَقَلْٰاوُلاَق

مِلَع

َٰلٰاَمَٰت

نِمَٰكِتاَنَ بٰ ِفِٰاَن

ٰ

َٰح

ٰ قٰٰ

(mereka menjawab, “sesungguhnya kamu tahu

39

tidak Menginginkan mereka dan tidak membutuhkan mereka. Karena orang yang membutuhkan sesuatu itu mempunyai semacam hak terhadap sesuatu itu.

ٰديِرُنٰ اَمٰ ُمَلعَتَلٰ َكَّنِإَوُ

(dan sesungguhnya kamu pasti tahu apa yang sebenarnya menjadi kehendak kami) maksudnya menggauli lelaki. Setelah beliau mengetahui, mereka tetap mempertahankan perbuatan keji itu dan tidak mau meninggalkan apa yang mereka cari itu,

وَلٰ َلاَق

ٰٰ

ٰمُكِبٰ ِلَِّٰنَأ

ٰٰ

ةَّوُ ق ً

(Lūṭ berkata, “andaikan aku mempunyai kekuatan (untuk menolakmu)”). Ini ucapan Lūṭ dalam bentuk pengharapan, yang dimaksud itu, “andaikan aku bisa menemukan penolong, beliau menyebut sesuatu yang mungkin menguatkan sesuatu itu sebagai kekuatan.”

ٰىواَءْٰوأ

ديدَشٰنْكُرٰ ِلإ

(apabila aku dapat berlindung pada keluarga yang kuat (tentu akan aku lakukan). Yang dimaksud adalah keluarga dan apa saja yang bisa melindungi dirinya dan orang-orang yang bersamanya dari mereka. Adapun yang mengatakan, bahwa yang dimaksud adalah anak, yang dimaksudnya di sini adalah yang dapat menolongnya selain anaknya.

ُٰلُسُرٰاَّنِإُٰطوُل َيْٰاوُلاَ ق

ٰوُلِصَيٰنَلَٰكِّبَر

َٰلِِإْٰا

(para utusan berkata, “Hai Lūṭ, sesungguhnya kami adalah para utusan-utusan Tuhanmu, mereka tidak akan bisa mengganggumu”). Mereka menggambarkan kepada beliau bahwa mereka itu para utusan Tuhannya, lalu menyampaikan kabar gembira kepadanya dengan mengatakan,

َٰكيَلِإْٰاٰوُلِصَيٰنَل

(mereka tidak akan dapat mengganggumu). ini menjelaskan yang sebelumnya karena mereka datang diutus oleh Allah kepadanya, pastinya musuh tidak akan sampai kepadanya dan tidak akan mampu menghadapinya.

ٰ ِليَّلٱٰ َنِّمٰعطِقِبٰ َكِلهَأِبٰ ِرسَأَف

(karena itu pergi dan membawalah keluarga dan pengikutmu di akhir malam). Ada juga yang

40

mengatakan, berjalan di permulaan malam, berjalan di akhir malam dan perhimpunan malam.

ٰدَحَأٰٰمُكنِمٰتِفَتلَيٰ َلَّ وٌ

(dan jangan sampai ada seorang pun di antaramu yang tertinggal) yang dimaksud jangan menoleh ke belakang itu jangan memikirkan apa yang ditinggalkannya, baik harta maupun yang lainnya. pendapat lain menyebutkan, bahwa larangan menoleh ke belakang agar mereka tidak melihat siksa (azab) kaumnya dan kedahsyatan yang akan menimpa kaumnya sehingga beliau kasihan, iba terhadap kaumnya itu.

كَتَأَر مٱٰ َّلِّإ

(kecuali istrimu). Damir pada kalimat

ُٰٰهَّنِإۥ

اَمٰاَهُ بيِصُم

ٰ

ٰمُهَ باَصَأ

(sesungguhnya dia akan tertimpa azab yang menimpa mereka) damir sya‘n (perihal), dan kalimat ini sebagai kabar.

إ

ٰوَمَّٰن

بُّصلٱُٰمُهَدِع

ح

(karena sesungguhnya ketika jatuhnya azab kepada

mereka ialah di waktu subuh). Kalimat ini merupakan penyempitan dari perintah berangkat dan larangan untuk tidak menoleh ke belakang. Maksudnya ketika ditimpakannya azab siksaan pada kaumnya adalah waktu subuh dari malam itu. Pertanyaan pada kalimat

بيِرَقِبُٰحبُّصلٱَٰسيَلَأ

(bukankah subuh itu hampir dekat?) berfungsi untuk mengingkari dan juga memastikan. Kalimat ini sebagai penegas alasan. Firman Allah

اَنُرمَأَٰءاَجٰاَّمَلَ ف

(Maka apabila datang azab Kami) maksudnya, waktu yang ditentukan terjadinya azab di sini adalah azab kami.

لَعَج

مَأَوٰاَهَلِفاَسٰاَهَ يِل َعٰاَن

ٰرَط

يَلَعٰاَن

دوُضنَّمٰليِّجِسٰنِّمٰةَراَجِحٰاَه

(Kami jadikan

negeri kaum Lūṭ itu yang di atas ke bawah (Kami balikkan), yakni bagian atas negeri kaum Lūṭ menjadi bagian bawahnya. Maksudnya adalah di

41

jungkirbalikkan pada kondisi bagian atas dijadikan bagian bawahnya, dan bagian bawah dijadikan bagian atasnya.3

B. Penafsiran Qs. al-Ḥijr/15: 71-79

ٰ هٰ َلاَق

ِٰتِ نَ بِٰءَۤلُّؤ

ٰ

َْٰيِْلِع فْٰمُتْنُكْٰنِا

َ ٓ

ٰ

٧١

ٰ

ٰ َنْوُهَمْعَ يْٰمِِتَِرْكَسٰ ْيِفَلْٰمُهَّ نِاٰ َكُرْمَعَل

٧٢

ٰ

ُٰمُهْ تَذَخَاَف

َْٰيِْقِرْشُمُٰةَحْيَّصلا

َ ٓ

ٰ

٧٣

ٰ

ٰ ٍلْيِّجِسْٰنِّمًٰةَراَجِحْٰمِهْيَلَعٰاَنْرَطْمَاَوٰاَهَلِفاَسٰاَهَ يِلاَعٰاَنْلَعَجَف

٧٤

ِٰٰا

ِْٰفَِّٰن

ٰ

َْٰيِِّْسَِّوَ تُمْلِّلٰ ٍت ي َلَّٰكِل ذ

َ ٓ

ٰ

٧٥

ٰ

ٍٰمْيِقُّمٍٰلْيِبَسِبَلٰاَهَّ نِاَو

٧٦

ٰ

َْٰيِْنِمْؤُمْلِّلًٰةَي َلَّٰكِل ذِْٰفَِّٰنِا

َ ٓ

ٰ

٧٧

ٰ

ْٰنِاَو

َْٰيِْمِل ظَلِٰةَكْيَْلّاُٰب حْصَاَٰناَك

َ ٓ

ٰٰ

٧٨

ٰٰ

ْٰمُهْ نِمٰاَنْمَقَ تْ ناَف

ٰٰ

ٍْٰيِْبُّمٍٰماَمِاِبَلٰاَمُهَّ نِاَو

“Lūṭ berkata: "Inilah puteri-puteri (negeri) ku (nikahilah mereka) jika kamu hendak berbuat (secara yang halal). (Allah berfirman) "Demi umurmu (Muhammad), sesungguhnya mereka terombang-ambing di dalam kemabukan (kesesatan). Maka mereka dibinasakan oleh suara keras yang mengguntur, ketika matahari akan terbit. Maka Kami menjungkirbalikkan (negri itu) dan Kami hujani mereka dengan batu dari tanah yang keras. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda [kekuasaan Kami] bagi orang-orang yang memperhatikan tanda-tanda. Dan sesungguhnya kota itu benar-benar terletak di jalan yang masih tetap (dilalui manusia). Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi orang-orang yang beriman. Dan sesungguhnya adalah penduduk Aikah itu benar-benar kaum yang zalim, maka Kami membinasakan mereka. Dan sesungguhnya kedua kota itu benar-benar terletak di jalan umum yang terang.”

Sesungguhnya yang demikian itu benar-benar terdapat tanda (kekuasaan Allah) bagi mereka yang memperhatikan (dengan saksama) tanda-tanda tersebut. Sesungguhnya (negeri) itu benar-benar berada di jalan yang masih tetap (dilalui manusia). Negeri yang dimaksud itu kota Sodom. Orang Quraisy biasa melaluinya dalam perjalanan ke Syam. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda (kekuasaan Allah) bagi

42

orang yang mukmin. Sesungguhnya penduduk Aikah itu adalah benar-benar orang-orang yang zalim. Penduduk Aikah itu adalah para kaum Nabi Syuʻaib. Aikah adalah kawasan yang hutan di daerah Madyan, Yordania. Maka, Kami membinasakan mereka. Sesungguhnya kedua (negeri) tersebut berada di satu jalur jalan raya. Kedua negeri yang dimaksud adalah kota Sodom dan Aikah.

Makna Ijmal:

Dalam ayat ini Allah secara singkat menyinggung ringkasan yang telah disajikan terdahulu. Allah memerintahkan Nabi untuk menyampaikan pada kaumnya, bahwasanya Dia maha pengampun segala dosa orang-orang yang bertobat dan ingin kembali kepada-Nya. Dan siksa-Nya sangat pedih bagi orang yang terus melakukan kemaksiatan. Kemudian Dia menjelaskan janji dan ancaman, dan membicarakan tentang penghancuran kaum Lūṭ karena mereka telah melakukan kejahatan dan maksiat yang begitu besar. Yaitu melakukan suatu kekejian yang belum pernah dilakukan oleh siapa pun sebelum mereka, sehingga mereka musnah seperti sedia kala dan menjadi sisa-sisa.4

Mufradāt Lugawiyah

ٰ َه

َٰلُّؤ

ِٰتِاَنَ بِٰء ٓ

Kata banātī (anak-anak perempuanku) di sini adalah para perempuan-perempuan dari kaumnya. Karena nabi setiap umat itu laksana bapak untuk mereka. Atau yang dimaksud adalah anak perempuan Nabi Lūṭ

4 Aḥmad Muṣṭafā al-Marāgī, “Tafsīr al-Marāgī”, juz 14 (Semarang: CV. Toha Putra Semarang, 1986), 53.

43

sendiri. Sehingga maksudnya itu inilah anak-anak perempuanku, menikahlah dengan mereka.

َ إ

مُتنُكٰن

ٰٰ

َٰيِْلِع َف

Apabila kalian ingin menyalurkan hasrat biologis kalian.

ٰمَعَل

َٰكُر

dibaca dengan huruf ‘ain dan dibaca fatah ketika dipakai dalam konteks qasam (sumpah). Ini merupakan qasam dari Allah dengan kehidupan mukhāṭāb, yaitu Nabi Muhammad ṣallahu‘alaihi wa sallām. Yakni demi kehidupanmu Muhammad. Kata al-‘Amru atau al-‘Umru artinya adalah kehidupan (umur).

ٰمِِتَِركَسٰيِفَل

Mereka benar-benar berada di dalam kesesatan.

َٰٰنوُهَمعَي

Terombang-ambing.

ةَح ُ يَّصلٱ

Pekikan Malaikat Jibril yang begitu dahsyat, yaitu ṣā’iqah (suara Maha dahsyat dan mengguntur).

Ibnu Jarīr mengatakan segala sesuatu yang dipakai untuk membinasakan suatu kaum, itu disebut ṣaiḥaḥ dan ṣā’iqah.

ٰيِْقِر َشُم

Sedang mereka akan memasuki waktu matahari segera terbit.

اَهَ يِل َع

Bagian atas negeri mereka.

اَهَلِفاَس

Terbalik ke bawah. Yaitu, bagian atas dibalikkan menjadi bagian bawahnya dan bagian bawah menjadi bagian atasnya. Malaikat Jibril mengangkat Negeri tersebut keatas lalu menjungkirbalikkan ke bawah dalam kondisi yang terbalik bersama dengan para penduduknya.

ليِّجِسٍ

Tanah yang mengeras dan membatu dibakar dengan api. Ini merupakan kata mu‘arrāb (dijadikan ke dalam Bahasa Arab).

َٰكِل َذٰ ِفَِّٰٰنِإ

Semua yang Telah disebutkan.

ت َيَٰل

Benar-benar terdapat bukti-bukti juga petunjuk keesaan Allah.

َٰٰيِِّْسَِّٰوَ تُملِّل

Bagi mereka yang mau merenungkan, memikirkan, dan mau mengambil pelajaran.

َ اَهَّ نِإَو

Negeri kaum Lūṭ.

ٰٰليِبَسِبَل

44

ٰ ٍميِقُّم

Berada di jalan yang sering digunakan oleh kaummu (Muhammad), yaitu Quraisy, ketika akan pergi ke Syām, dengan posisi yang masih terlihat jelas, jejak dan bekasnya masih ada juga tidak terhapus, jalan tersebut selalu dilewati oleh orang-orang dan mereka pun melihatnya. Apakah mereka tidak menjadikan pelajaran dari semua itu?

ةَي َٰل

Benar-benar menjadi pelajaran.

َ َٰيِْنِمٰؤُملِّل

Bagi mereka yang beriman kepada Allah dan rasul-Nya.5

Dari penafsiran ayat tersebut, kemudian Allah subhānahu wa ta’āla mengirimkan 3 macam azab kepada kaum Nabi Lūṭ. Pertama, petir yang maha dahsyat dan suara yang mengagetkan dan menakutkan. Kedua, Allah menjungkirbalikkan negeri mereka, sehingga bagian atas dijadikan bagian bawahnya. Ketiga, Allah menghujani mereka dengan batu yang berasal dari tanah-tanah yang keras.

Dokumen terkait