• Tidak ada hasil yang ditemukan

Untuk memperoleh gambaran dalam penulisan skripsi ini, penulis menyusunnya menjadi 5 bab, yang di mana antara bab satu dengan yang lainnya saling terkait:

BAB I, bab ini merupakan pendahuluan bertujuan untuk menggambarkan secara umum dan jelas atau sebagai landasan dari skripsi ini, adapun sub dari bab ini adalah membahas mengenai latar belakang masalah, Identifikasi masalah, pembatasan dan perumusan masalah dimaksudkan untuk mempertegas masalah yang akan diteliti agar lebih terfokus, tujuan dan manfaat penelitian untuk menjelaskan pentingnya penelitian ini, kajian pustaka, metodologi penelitian, dan sistematika penelitian.

BAB II, bab ini merupakan tinjauan umum kajian al- Maqāṣidī dan orientasi seksual manusia. Dalam pemaparan ini membahas pengertian dan sejarah tafsir al-Maqāṣidī, pengenalan tentang organisasi seksual LGBT (lesbian, gay, biseksual, dan transgender) beserta klasifikasi ayat-ayat al-Quran tentang seksualitas.

BAB III, membahas tentang LGBT dalam beragam pandangan. Adapun pandangannya yaitu: Pandangan HAM, pandangan psikologi, dan pandangan hukum Islam yang memberikan pemaparan hak asasi sosial yang berhubungan dengan hukum yang menurutnya sebagai penyimpangan beserta sebagai kelompok terkena penyakit atau gangguan kejiwaan.

BAB IV, membahas tentang penafsiran ayat-ayat seksual LGBT dalam alquran pendekatan al-Maqāṣidī dan juga Respons masyarakat terhadap perilaku penyimpangan orientasi seksual.

BAB V, merupakan bab terakhir atau penutup bagi penelitian skripsi ini, berisi kesimpulan yang merupakan jawaban dari permasalahan yang

10

terdapat pada latar belakang masalah, dan juga akan dilanjutkan kepada permohonan saran-saran dari penelitian untuk para peneliti selanjutnya.

11

BAB II

TINJAUAN UMUM AL-MAQĀṢIDĪ DAN ORIENTASI SEKSUAL A. Definisi Tafsir al-Maqāṣidī

Kata tafsir ditinjau dari sisi bahasa (etimologi), diambil dari akar kata al-fasr yang artinya: menjelaskan, mengungkap dan menunjukkan makna yang logis agar mudah di pahami (ibānah wa kasyaf wa iẓhār al-ma‘na al-ma‘qūl).1 Dalam kamus al-Munawwir, dikatakan bahwa tafsir merupakan bentuk masdar “tafsīratun dari fiil fassara-yufassiru yang memiliki banyak arti, di antaranya: menerangkan, menjelaskan, memberi komentar, menerjemahkan atau menakwilkan.2

Ditinjau dari sisi istilah (terminologi), tafsir mengandung berbagai makna seperti yang didefinisikan oleh sejumlah ulama. al-Zarqānī menyatakan bahwa tafsir merupakan ilmu yang membahas alquran al-Karim dari sudut pengertian-pengertiannya sesuai dengan kehendaki Allah dan kemampuan manusia biasa.3 Sedangkan Ibn ‘Āsyūr menyebutkan bahwa tafsir merupakan ilmu yang membahas penjelasan makna-makna lafaz alquran, serta hikmah yang di petik secara ringkas dan juga luas.4

Menurut Ibn ‘Āsyūr dalam Jasser Auda, Maqāṣidī berasal dari bahasa Arab, yaitu bentuk jamak dari kata maqṣad, yang berarti maksud, sasaran, prinsip, niat, tujuan, tujuan akhir. Menurut teorestikus hukum Islam, maqāṣid adalah Ungkapan preferensi untuk mashalih atau ‘kemaslahatan-kemaslahatan.5

1 Mannā’ al-Qaththān, Mabāhits fī ‘Ulūm al-Qur’ān, 323.

2Ahmad Warson Munawwir, Kamus al-Munawwir (Indonesia: Pustaka Progressif, 1997), 1054.

3 ‘Abd al-‘Azhīm al-Zarqānī, Manāhil al-‘Irfān fī ‘Ulūm al-Qur’ān, jilid 2 (Kairo: Dār Ihyā al-Kutub al-‘Arabiyah, t.th.), 3.

4 Muhammad Thahir Ibn ‘Āsyūr, al-Tahrīr wa al-Tanwīr, juz I, 1.

5 Jasser Auda, Membumikan Hukum Islam Melalui MaqāṣidīSyari‘ah (bandung:

12

Ali Hasabullah,6 membagi maqāṣid menjadi tiga tingkatan sebagai berikut:

1) al-Maqāṣid al-Ḍarūriyah (keniscayaan) adalah tingkat kebutuhan yang ada, bisa disebut juga dengan kebutuhan primer. Jika kebutuhan ini tidak terpenuhi, maka keselamatan manusia akan terancam, baik di dunia ini maupun di akhirat nanti, yang terdiri dari; Ḥifẓ al-Dīn (perlindungan agama), Ḥifẓ al-Nafs (perlindungan jiwa dan raga), Ḥifẓ al-Māl (perlindungan aset/harta), Ḥifẓ al-‘Aql (perlindungan akal), Ḥifẓ al-Nasb (perlindungan keturunan), Ḥifẓ al-‘Ird (perlindungan kehormatan). Menurut Jasser Auda, tingkatan ini bergeser dari kebutuhan dasar fisik dan keamanan, menuju kebutuhan cinta dan juga harga diri, kemudian menuju aktualisasi diri.

2) al-Maqāṣid al-Hajiyah (kebutuhan) atau kebutuhan sekunder. Apabila kebutuhan ini tidak terpenuhi keselamatan manusia tidak akan terancam, akan tetapi ia akan mengalami kesulitan.

3) al-Maqāṣid al-Tahsiiniyah (kelengkapan) yaitu kebutuhan tersier, kebutuhan ini tidak akan mengancam keberadaan salah satu dari lima poin utama. Selain itu tidak akan menimbulkan kesulitan apabila tidak terpenuhi. Tingkat kebutuhan ini merupakan kebutuhan tambahan.7

Penafsiran al-Maqāṣidī ini merupakan wacana baru yang muncul dalam dikursus ilmu tafsir. Namun sejarah perkembangannya dapat dilacak berdasarkan perkembangan ilmu Maqāṣid. Berdasarkan maksud atau tujuan tertentu yang mendasari perintah alquran dan Sunah, sebagaimana yang diperiodisasikan oleh Jasir Auda bahwa sejarah tersebut dapat dilacak hingga masa sahabat Nabi.8

6 ‘Ali Ḥasabullāh, Uṣūl al-Tasyri‘ al-Islāmī (Mesir: Dār al-Ma‘ārif, 1971), 296. 7 http://ppssnh.malang.pesantren.web.id. Diunduh pada hari minggu, 18 Juni 2021 8 Jaser Auda berusaha menyusun sejarah perkembangan ide maqasid berdasarkan pada masa munculnya pemikiran tokoh tentang maqasid. Dia mengklasifikasikan masa

13

Tafsir al-Maqāṣidī merupakan penafsiran yang menjelaskan ayat-ayat alquran dengan mempertimbangkan Maqāṣid syari’ah. Tafsir al-Maqāṣidī ini tidak mengabaikan teori-teori baku tentang penafsiran, seperti asbab al-nuzul, ‘am-khos, mujmal-mubayyan dan lain sebagainya. Di samping itu, tafsir maqaṣidi ini juga tidak lepas dari perangkat-perangkat ilmu-ilmu umum seperti filsafat sosiologi, dan antropologi, dan filsafat.

Kata Maqāṣid sering disandingkan dengan kata al-syari’ah yang

membentuk susunan Maqāṣid al-syari’ah. Namun dalam

perkembangannya, kata maqāṣid tidak jarang disandingkan dengan kata alquran yang membentuk frase Maqāṣid alquran. Frase ini dianggap sebagai bentuk evolusi Maqāṣid, karena beberapa keterbatasan cakupan Maqāṣid al-syari’ah sebagai frase lama yang belum diteliti langsung secara menyeluruh pada sumber pertama syariat.9 Sementara Maqāṣid alquran yang memuat seluruh teks alquran, memiliki cakupan wilayah Maqāṣid yang tidak hanya terbatas pada persoalan hukum fiqih saja, melainkan menyentuh apa saja yang dapat dikatakan sebagai perintah dan larangan Tuhan, dari tingkah laku manusia maupun dalam akidah dan aspek-aspek lainnya dalam kehidupan manusia.10

tersebut menjadi empat periodesiasi yaitu; pertama, periode pada masa sahabat, melalui ijtihad sahabat Nabi. kedua, periode awal kemunculan teori maqasid (sebelum abad ke 5 H). ketiga, masa para imam penggagas teori maqasid dalam balutan kajian ushul fikih (antara abad ke 5 H – 8 H),keempat, periode kontemporer. Lihat Jaser, h. 41-60. Berbeda dengan Auda, Ahmad al-Raysuni membagi sejarah perkembangan maqasid berdasarkan pada perkembangan dari makna satu konsep maqasid ke konsep yang lain. Dia metahbiskan 3 tokoh sentral yang berpengaruh atas perkembangan konsep maqasid, yaitu Imam al Ḥaramain Abū al- Ma‘alī ‘Abdullāh al- Juwainī (w. 478), Abū Isḥāq al-Syaṭibī (w. 790) dan Muḥammad al-Ṭāhir ibn ‘Asyur (w. 1379 H / 1973 M). lihat Aḥmad al-Raysuni, al Baḥṡ fī Maqāsid al-Syari‘ah, h.4-5, dalam Ahmad Imam Mawardi, Fiqhi Minoritas; Fiqh

al-Aqalliyat dan Evolusi Maqasid al-syari’ah dari Konsep ke Pendekatan (Yogyakarta:

LKiS, 2010), 190.

9 Munawir, Pandangan Dunia al-Qur’an; Telaah Terhadap Prinsip-Prinsip

Universal al-Qur’an, Penelitian Individual (Purwokerto: IAIN Purwokerto, 2015), 57.

10 Ḥalīl Ṭāhir, Ijtihād Maqāṣidī; Rekonstruksi Hukum Islam Berbasis

14

Oleh karena itu, maksud dari istilah Maqāṣid al-Qur’ān merupakan tujuan luhur yang didapat dari sekumpulan hukum-hukum alquran.11 Dengan demikian tafsir al-Maqāṣid merupakan tafsir alquran yang berorientasi pada realisasi tujuan, baik tujuan syariat (Maqāṣid al-syari’ah) secara khusus maupun tujuan alquran (Maqāṣid al-Qur’ān),12 Secara umum penafsiran ini memperhatikan makna yang lebih dalam dari ayat-ayat alquran berupa hikmah, hukum, tujuan, dan semua nilai yang dapat bermanfaat bagi manusia dalam kehidupannya dan memecahkan masalah di setiap zaman.

Dokumen terkait