• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

E. Lingkungan dan Kepadatan Nyamuk Anopheles sp

Malaria ditularkan oleh nyamuk Anopheles dan merupakan suatu penyakit ekologis yaitu penyakit yang sangat dipengaruhi oleh kondisi-kondisi lingkungan yang memungkinkan nyamuk untuk berkembang biak, melakukan kontak dengan manusia dan menularkan parasit malaria (Wibowo, 2014).Perubahan lingkungan memengaruhi biologi vektor malaria dan pada akhirnya dapat memengaruhi keadaan penyakit malaria. Di daerah yang tidak baik untuk biologi vektornya kemungkinan adanya malaria lebih kecil (Natadisastra, 2009). Faktor lingkungan yang berpengaruh pada kepadatan vektor malaria menurut Datau (2000) adalah lingkungan fisik dan biologi :

1. Lingkungan fisik a. Suhu udara

Proses perkembangan nyamuk optimum pada suhu 25-27oC dan jika suhu lebih dari 27-300C maka umur nyamuk menjadi lebih pendek (Sumantri, 2010). Menurut Natadisastra (2009) umur nyamuk yang panjang akan memberikan lebih banyak waktu untuk parasit malaria menyelesaikan masa inkubasi ekstrinsiknya dari gametosit sampai

sporozoit di kelenjer liur. Selain itu, suhu udara juga akan mempengaruhi waktu yang diperlukan untuk pertumbuhan telur

Anophelesmenjadi dewasa. Adanya variasi suhu udara ini dipengaruhi oleh ketinggian suatu tempat(Ahrens, 2008).

Ada hubungan yang kuat antara suhu udara dengan kepadatan

Anopheles dimanakepadatan Anopheles 68,8 % dipengaruhi oleh suhu udara. Kepadatan akan meningkat saat suhu udara turun sebaliknya kepadatan akan mengalami penurunan jika suhu udara meningkat (Mofu, 2013). Hal ini sesuai dengan penelitian Mading (2013)dimana suhu udara sangat mempengaruhi kepadatan nyamukAnophelessp.

Suhu 23-250C ditemukan optimum untuk perkembangbiakan nyamuk

Anopheles.

Suhu yang mempengaruhi kepadatan nyamuk Anophelesdalam rumah akhirnya mempengaruhi kejadian malaria. Menurut Friaraiyatini dkk (2006) suhu udara berpengaruh terhadap kejadian malaria (p<0,05). Suhu yang potensial berisiko menyebabkan malaria 2,571 kali lebih besar dibanding suhu yang tidak potensial (Nurfitrianah dkk, 2013).

b. Kelembaban Udara

Batas kelembaban paling rendah yang memungkinkan hidupnya nyamuk adalah 60%. Kelembaban yang rendah tidak berpengaruh pada parasit namun memperpendek umur nyamuk sehingga dapat mengurangi kepadatan nyamuk (Datau dkk, 2000).

Kelembaban udara berhubungan dengan kepadatan nyamuk

Anopheles. KepadatanAnopheles40,5 % dipengaruhi oleh kelembaban udara, selebihnya 59,5 % oleh faktor lain di luar kelembaban udara. Kepadatan nyamuk Anopheles ini juga berhubungan dengan kasus malaria satu bulan berikutnya (Suwito dkk, 2010). Menurut Mofu (2013) kelembaban udara dengan kepadatan Anopheles berhubungan ke arah positif. Kepadatan terjadi seiring meningkatnya kelembaban udara dan jika kelembaban turun maka kepadatan Anopheles juga turun. Kepadatan Anopheles tertinggi ditemukan pada kelembaban udara 85,3 % yaitu 4,1 ekor/orang/jam dan terendah pada kelembaban 78,5% dan 76% yaitu1 ekor/orang/jam.

Kelembaban yang mempengaruhi kepadatan vektor malaria dalam rumah akhirnya juga mempengaruhi kejadian malaria. Kelembaban berhubungan dengan kejadian malaria dengan korelasi positif yang artinya semakin meningkat kelembaban udara maka kejadian malaria juga akan meningkat(Devi dan Jauhari, 2006). Penelitian ini sejalan dengan penelitian Zacarias dan Andersson (2011) yang menunjukkan bahwa kelembaban udara berhubungan dengan kejadian malaria. Rata-rata kelembaban udara pada daerah ini adalah 69,16%. Meningkatnya kelembaban udara 1% dari kelembaban relatif menyebabkan risiko kejadian malaria menjadi lebih tinggi.

c. Hujan

Pada musim hujan penularan malaria lebih tinggi dari pada musim kemarau. Hal ini dikarenakan air hujan yang menimbulkan genangan juga merupakan tempat ideal bagi nyamuk ini (Anies, 2006).

Indeks curah hujan berhubungan dengan kepadatan nyamuk

Anopheles per orang per malam dimana kepadatan nyamuk Anopheles

56,9% disebabkan oleh curah hujan. Kepadatan nyamuk Anopheles ini berhubungan dengan kasus malaria satu bulan berikutnya (Suwito dkk, 2010).

d. Angin

Jarak terbang Anopheles dipengaruhi oleh kecepatan angin. Biasanya jarak terbang Anopheles ini berkisar 0,5 hingga 3 km (Natadisastra, 2009). Perilaku Anopheles sp di Desa Selong Belanak juga dipengaruhi oleh kecepatan angin dimana kecepatan angin akan sangat mempengaruhi kepadatan Anopheles sp di daerah ini (Mading, 2013).

e. Ketinggian

Kasus malaria umumnya berkurang pada ketinggian yang semakin bertambah dikarenakan menurunnya suhu rata-rata. Pada ketinggian di atas 2000 m transmisi malaria jarang terjadi (Datau dkk, 2000).

Ketinggian tempat adalah salah satu variabel lingkungan yang memengaruhi populasi dan penyebaran perindukan nyamuk di

Sukabumi. Rendahnya ketinggian tempat suhu udara semakin tinggi dan semakin tinggi ketinggian tempat semakin rendah suhu udaranya. Interval suhu udara di dataran rendah Sukabumi termasuk suhu udara optimum bagi metabolisme, pertumbuhan dan perkembangan nyamuk

Anophelesdan suhu udara di dataran tinggi adalah batas bawah untuk metabolisme dan perkembangbiakan nyamuk. Hal inilah yang dapat memengaruhi kepadatan nyamuk. Semakin tinggi ketinggian tempat di Sukabumi risiko malaria ditemukan semakin rendah (Marpaung, 2006). f. Sinar matahari

Sinar matahari berpengaruh terhadap pertumbuhan larva nyamuk dan pengaruhnya berbeda-beda pada setiap spesies.An. sundaicuslebih menyukai tempat yang teduh,An. hyrcanus sppdanAn. pinctulatusspp lebih suka tempat terbuka. SementaraAn. barbirostris dapat hidup baik di tempat yang teduh maupun yang terang. (Datau dkk, 2000)

Pada daerah endemis malaria di daerah berbatasan (Kabupaten Tulungagung dengan Kabupaten Trenggalek) intensitas sinar matahari yang bersinar sepanjang tahun mendukung tempat hidup Anopheles. Adanya bermacam-macam Anopheles di daerah ini maka masing-masing spesies akan mencari tempat yang cocok untuk hidupnya, ditempat yang teduh maupun dengan sinar matahari (Yudhastuti, 2008).

g. Kadar garam (salinitas air)

Anopheles subpictus dan Anopheles sundaicus hanya dapat berkembangbiak pada genangan air asin dengan kadar garam tertentu saja. Mengatur salinitas atau kadar garam air payau di rawa-rawa dengan menambahkan dan mengalirkan air sungai sebagai pencampur sehingga salinitas air rawa berkurang dapat menurunkan kepadatannya (Natadisastra, 2009).

Salinitas ditemukan berkorelasi dengan kepadatan larva An. sundaicus dimana kepadatan larva 7 ekor/orang/ciduk dalam salinitas 15%. Selanjutnya ditemukan korelasi antara kepadatan larva beberapa minggu setelahnya dengan jumlah kasus malaria dengan ditemukan 1 orang kasus positif malaria dengan kepadatan larva An. sundaicus

sebesar 5 ekor/orang/ciduk dalam breeding places dalam salinitas 5 % dan kepadatan larva An. sundaicus memberi pengaruh 70% terhadap kasus malaria (Hakim, 2007)

2. Lingkungan biologi a. Tumbuhan bakau

Tumbuhan bakau dapat menghalangi sinar matahari atau melindungi dari serangan makhluk hidup lain sehingga dapat mempengaruhi kehidupan larva Anopheles (Datau dkk, 2000). Larva

An. letiferdanAn. sundaicus banyak ditemukan di rawa dengan pohon bakau dibagian tepinya (Shinta dkk, 2012). Sejalan dengan penelitian Dhewantara dkk (2013) dimana tumbuhan bakau banyak ditemukan

sebagai tempat perkembangbiakan Anopheles di Desa Sukaresik. Hal ini tentunya dapat mempengaruhi kepadatan nyamuk di daerah ini. b. Ikan pemakan larva

Populasi nyamuk juga dipengaruhi oleh adanya berbagai jenis ikan pemakan larva seperti ikan kepala timah (panchax spp) gambusia, nila dan mujair (Datau dkk, 2000). Jenis fauna yang dijumpai hidup bersama larva Anopheles sp pada habitat larva Anopheles di Desa Weepaboda diantaranya ikan karper dan ikan nila dan merupakan jenis yang sama yang telah digunakan masyarakat di daerah lain sebagai pengendali vektor malaria. Fauna ini dapat dimanfaatkan sebagai musuh alami untuk mengurangi populasi vektor malaria (Adnyana dan Willa, 2013).

Adanya ikan pemakan larva yang dapat mengurangi kepadatan vektor malaria dalam rumah berpotensi menurunkan penularan malaria. Chandra (2009) menyebutkan bahwa rantai penularan malaria dapat diputus dengan manipulasi lingkungan agar populasi Anopheles

berkurang. Manipulasi tersebut salah satunya dengan menggunakan predator berupa pemeliharaan ikan di kolam-kolam. Adanya ikan pemakan larva nyamuk di kolam berhubungan dengan kejadian malaria. Mereka yang pada rumahnya tidak terdapat ikan pemakan larva berisiko terkena malaria 3,25 kali lebih besar dibandingkan yang terdapat ikan pemakan larva nyamuk di kolam (Sulistiyani, 2012).

c. Jarak penempatan kandang ternak sapi

Keberadaaan ternak sapi jika dikandangkan tidak jauh dari rumah juga dapat mengurangi jumlah gigitan nyamuk pada manusia (Datau dkk, 2000). Faktor lingkungan biologis berupa tata letak kandang ini dapat mengurangi jumlah gigitan nyamuk sehingga dapat menurunkan transmisi malaria melalui manusia (Yudhastuti, 2008).

F. Jarak Penempatan Kandang Ternak Sapi sebagaiCattle BarrierMalaria

Dokumen terkait