• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Kepadatan Nyamuk Anopheles sp di dalam Rumah Berdasarkan Lingkungan di Desa Sidareja, Kecamatan Kaligondang, Kabupaten Purbalingga Tahun 2015

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Kepadatan Nyamuk Anopheles sp di dalam Rumah Berdasarkan Lingkungan di Desa Sidareja, Kecamatan Kaligondang, Kabupaten Purbalingga Tahun 2015"

Copied!
139
0
0

Teks penuh

(1)

RUMAH BERDASARKAN LINGKUNGAN DI DESA SIDAREJA, KECAMATAN KALIGONDANG, KABUPATEN PURBALINGGA

TAHUN 2015

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat (SKM)

Oleh :

SRI WAHYU FITRIA 1111101000101

PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

(2)
(3)

ii

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT KESEHATAN LINGKUNGAN

Skripsi, Agustus 2015

Sri Wahyu Fitria, NIM : 1111101000101

Analisis Kepadatan Nyamuk Anopheles sp di dalam Rumah Berdasarkan Lingkungan di Desa Sidareja, Kecamatan Kaligondang, Kabupaten Purbalingga Tahun 2015

xvii + 81 halaman, 9 tabel, 2 bagan, 3 gambar, 2 grafik, 11 lampiran. ABSTRAK

Purbalingga merupakan daerah endemis malaria di Jawa Tengah khususnya Desa Sidareja. Desa Sidareja, merupakan desa dengan kejadian malaria yang tinggi pada tahun 2014. Banyak faktor yang dapat memengaruhi kepadatan nyamuk

Anopheles sp di dalam rumah yang akhirnya menyebabkan tingginya kejadian malaria. Faktor tersebut berasal dari kondisi lingkungan berupa suhu udara, kelembaban udara, keberadaan ikan pemakan larva dan jarak penempatan kandang ternak sapi sebagaicattle barriermalaria.

Tujuan penelitian ini untuk mengetahui kepadatan nyamuk Anopheles sp di dalam rumah berdasarkan lingkungan di Desa Sidareja, Kecamatan Kaligondang, Kabupaten Purbalingga. Metode penelitian cross sectional. Pengumpulan data melalui observasi dan survei entomologi.

Berdasarkan penangkapan nyamuk yang telah dilakukan didapatkan spesies

Anopheles berupa An.vagus. Selain itu juga diperoleh faktor yang terbukti berhubungan dengan kepadatan nyamuk Anopheles sp di dalam rumah adalah kelembaban udara (p = 0,028, r = 0,382), keberadaan ikan pemakan larva (p = 0,037) dan jarak penempatan kandang ternak sapi sebagaicattle barriermalaria (p = 0,000).

Kesimpulan dari penelitian ini bahwa faktor yang berhubungan dengan kepadatan nyamuk Anopheles sp di dalam rumah adalah kelembaban udara, keberadaan ikan pemakan larva dan jarak penempatan kandang ternak sapi sebagai

cattle barrier malaria. Saran yang diberikan bagi masyarakat adalah menempatkan kandang ternak sapi pada jarak 10-20 m dari rumah, memelihara ikan pemakan larva dan menerapkan perilaku pencegahan malaria. Saran bagi puskesmas berupa pemberian informasi kepada masyarakat tentang jarak penempatan kandang ternak sapi yang tepat sebagai cattle barrier malaria, pentingnya pemeliharaan ikan pemakan larva dan tentang pencegahan malaria. Sementara saran bagi dinas kesehatan yaitu penggunaan metodecattle barrierdengan jarak penempatan kandang ternak sapi yaitu 10-20 m dari rumah, membantu masyarakat dalam pengadaan ikan pemakan larva, membantu puskesmas dalam memberikan informasi kepada masyarakat tentang malaria dan membantu masyarakat dalam menerapkan perilaku pencegahan malaria.

Daftar bacaan : 54 (1994-2015)

(4)

iii STUDY PROGRAM OF PUBLIC HEALTH ENVIRONMENTAL HEALTH

Undergraduate Thesis, August 2015 Sri Wahyu Fitria, NIM : 1111101000101

Analysis of Anopheles sp Mosquitoes Density in House Depend on Environment in Sidareja Village, Kaligondang Subdistrict, Purbalingga District 2015

xvii + 81 pages, 9 tables, 2 charts, 3 pictures, 2 graphics, 11 attachments. ABSTRACT

Purbalingga a malaria endemic area in Central Java in particular the Village Sidareja. Sidareja village, a village with a high incidence of malaria in 2014. Many factors can affect the density of Anopheles sp in the house which eventually led to the high incidence of malaria. These factors are derived from environment such as air temperature, humidity, the presence of larvae-eating fish and the distance cage placement of cow as cattle barrier for malaria.

The purpose of this study was to determine the density ofAnopheles spin the house depends on the environment in the Sidareja Village, Kaligondang Subdistrict, Purbalingga District. The research method is a cross sectional. The collection of data by observation and entomology survey.

Based on the mosquito arrests that have been done found Anopheles species is An.vagus. Moreover, it also acquired factors shown to be associated with the density of Anopheles sp mosquitoes in the house is humidity (p = 0.028, r = 0.382), the presence of larvae-eating fish (p = 0.037) and the distance cage placement of cow as cattle barrier for malaria (p = 0.000).

The conclusion from this study that the factors related to the density of

Anopheles spmosquitoes in the house are the humidity, the presence of larvae-eating fish, and the distance cage placement of cow as cattle barrier for malaria. Suggestions given to the community are put the cage of cow at a distance of 10-20 m from the house, nurture the larvae-eating fish and implementing malaria prevention behaviors. Suggestion for health centers for the provision of information to the public about the distance the proper placement of cow cage as cattle barrier malaria, the importance of the nurture of larvae-eating fish and on the prevention of malaria. Meanwhile, the suggestion for the department of health is the use of methods of cattle barrier with cow cage placement distance is 10-20 m from the house, help the community in the provision of larvae-eating fish, help health centers in providing information to the public about malaria and assist communities in implementing malaria prevention behaviors.

References : 54 (1994-2015)

(5)
(6)
(7)

vi IDENTITAS PRIBADI

Nama : Sri Wahyu Fitria

Tempat dan Tanggal Lahir : Rejang Lebong, 04 April 1993

Alamat Asal : Jl. Sihorok No. 95 RT. 002/003, Aro IV Korong, Solok, Sumatera Barat.

Alamat Sekarang : Jl. Kertamukti Gang Buni (Lap. Rohama) No. 88E RT. 005/09, Ciputat Timur, Tangerang Selatan, Banten.

Agama : Islam

No. Telp : 085274667882

Email :wahyufitria65@ymail.com

RIWAYAT PENDIDIKAN

1999-2005 : SDN O2 Aro IV Korong Kota Solok

2005-2008 : MTsN Kota Solok

2008-2011 : SMA Negeri I Kota Solok

(8)

PENGALAMAN ORGANISASI

2013 - 2014 :AnggotaEnvironmental Health Student Association

(ENVIHSA) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 20132014 :Anggota FKIK untuk Negeri (FUN) UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta

PENGALAMAN KERJA

1. Pengalaman Belajar Lapangan (PBL) di Puskesmas Ciputat Timur, Tangerang Selatan

2. Pengalaman Orientasi Kerja di PT Antam (Persero) Tbk UBPP Logam Mulia 3. Pengalaman Orientasi Kerja di Kantor Kesehatan Pelabuhan Kelas I Soekarno

(9)

viii

Bismillahirrahmanirrahim, “Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatu”

Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat, hidayah dan nikmat yang berlimpah, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul“Analisis Kepadatan NyamukAnopheles sp di dalam Rumah Berdasarkan Lingkungan di Desa Sidareja, Kecamatan Kaligondang, Kabupaten Purbalingga Tahun 2015”. Sholawat serta salam penulis haturkan kepada Rasulullah SAW, semoga kita semua mendapatkan syafaatnya di akhirat nanti. Aamiiin.

Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis juga ingin mengucapkan terimakasih kepada :

1. Bapak Dr. H. Arif Sumantri, SKM, M.Kes selaku dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta sekaligus sebagai pembimbing I yang telah banyak memberikan masukan dan saran perbaikan terhadap skripsi ini.

2. Ibu Fajar Ariyanti, SKM, M.Kes selaku Kepala Program Studi Kesehatan Masyarakat.

(10)

4. Dosen-dosen Program Studi Kesehatan Masyarakat dan Peminatan Kesehatan Lingkungan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, yang telah memberikan ilmu yang bermanfaat.

5. Orang tua (Syahril Sy dan Yetnawati) dan kedua kakak penulis (Rahmatul Ulfa Aulia dan Ramadhani Fithra Subhiya) yang selalu memberikan dukungan, nasehat serta doa demi kelancaran penyusunan skripsi ini.

6. Balai Litbang P2B2 Banjarnegara, Dinas Kesehatan Kabupaten Purbalingga, Puskesmas Kecamatan Kaligondang, Balai Desa Sidareja serta warga Desa Sidareja yang telah membantu kelancaran proses penelitian.

7. Ikoh dan keluarga, Betti, Efri, Chandra, Onoy dan Pewe yang telah membantu proses penyusunan skripsi.

8. Teman-teman seperjuangan kesling 2011 (Fia, Niken, Lifi, Mba Feela, Shela, Cepol, Ika, Ila, Anan, Rahmatika, Sajeng, Awal, Eka, Rois, Inu, Almen dan Hari)

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih kurang dari sempurna. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan saran perbaikan dari pembaca.

“Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatu”

Jakarta, 18 Agustus 2015

(11)

LEMBAR PERNYATAAN ... i

ABSTRAK ... ii

HALAMAN PERSETUJUAN ... iv

HALAMAN PENGESAHAN ... v

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... vi

KATA PENGANTAR ... viii

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... xiv

DAFTAR BAGAN ... xv

DAFTAR GAMBAR ... xvi

DAFTAR GRAFIK ... xvii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 6

C. Pertanyaan Penelitian ... 7

D. Tujuan Penelitian ... 9

1. Tujuan Umum ... 9

2. Tujuan Khusus ... 9

E. Manfaat Penelitian ... 10

1. Bagi Masyarakat ... 10

2. Bagi Puskesmas ... 10

(12)

F. Ruang Lingkup ... 11

BAB II TINJAUAN PUSTAKA... 12

A. Pengertian Malaria ... 12

B. Gejala Klinis... 12

C. Cara Penularan ... 14

D. Vektor Malaria ... 14

E. Lingkungan dan Kepadatan NyamukAnopheles sp... 23

F. Jarak Penempatan Kandang Ternak Sapi sebagaiCattle BarrierMalaria ... 30

G. Survei Nyamuk Dewasa ... 31

H. Pengukuran Kepadatan Nyamuk ... 34

I. Kerangka Teori ... 35

BAB III KERANGKA KONSEP, DEFINISI OPERASIONAL DAN HIPOTESIS ... 38

A. Kerangka Konsep ... 38

B. Definisi Operasional ... 41

C. Hipotesis ... 44

BAB IV METODE PENELITIAN ... 45

A. Desain Penelitian ... 45

B. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 45

C. Populasi dan Sampel ... 45

D. Pengumpulan dan Pengolahan Data ... 46

1. Sumber Data ... 46

(13)

3. Instrumen ... 51

4. Pengolahan Data ... 52

E. Analisis Data ... 53

BAB V HASIL ... 55

A. Gambaran Umum Desa Sidareja, Kecamatan Kaligondang, Kabupaten Purbalingga ... 55

1. Kondisi Geografis ... 55

2. Keadaan Demografis ... 55

3. Kepemilikan Ternak Sapi ... 56

4. Kejadian Malaria ... 56

B. Gambaran Spesies Anopheles sp yang Tertangkap di dalam Rumah ... 57

C. Gambaran Suhu Udara ... 57

D. Gambaran Kelembaban Udara ... 57

E. Gambaran Keberadaan Ikan Pemakan Larva ... 57

F. Gambaran Jarak Penempatan Kandang Ternak Sapi ... 58

G. Hubungan antara Suhu Udara dengan Kepadatan Nyamuk Anopheles spdi dalam Rumah ... 58

H. Hubungan antara Kelembaban Udara dengan Kepadatan NyamukAnopheles spdi dalam Rumah ... 60

[image:13.595.136.495.196.559.2]
(14)

J. Perbedaan Kepadatan Nyamuk Anopheles sp dalam Rumah Berdasarkan Jarak Penempatan Kandang Ternak Sapi sebagai

Cattle BarrierMalaria... 62

BAB VI PEMBAHASAN ... 63

A. Keterbatasan Penelitian ... 63

B. Gambaran Spesies Anopheles sp yang Tertangkap di dalam Rumah ... 63

C. Gambaran Suhu Udara dan Hubungannya dengan Kepadatan NyamukAnopheles spdi dalam Rumah ... 64

D. Gambaran Kelembaban Udara dan Hubungannya dengan Kepadatan NyamukAnopheles spdi dalam Rumah ... 65

E. Gambaran Keberadaan Ikan Pemakan Larva dan Hubungannya dengan Kepadatan Nyamuk Anopheles sp di dalam Rumah ... 67

F. Gambaran dan Perbedaan Kepadatan Nyamuk Anopheles sp dalam Rumah Berdasarkan Jarak Penempatan Kandang Ternak Sapi ... 68

BAB VII SIMPULAN DAN SARAN ... 71

A. Simpulan ... 71

B. Saran ... 72

1. Bagi Masyarakat... 72

2. Bagi Puskesmas ... 73

3. Bagi Dinas Kesehatan ... 75

[image:14.595.135.498.183.539.2]
(15)

xiv

Tabel 3.1. Definisi Operasional ... 41 Tabel 5.1. Jumlah Penduduk Desa Sidareja Tahun 2014 Berdasarkan

[image:15.595.112.496.216.523.2]

Rukun Warga ... 56 Tabel 5.2. Jumlah Kasus Malaria di Desa Sidareja Tahun 2010-2014 ... 57 Tabel 5.3. Keberadaan Ikan Pemakan Larva di Desa Sidareja, Kecamatan

Kaligondang, Kabupaten Purbalingga ... 58 Tabel 5.4. Distribusi Frekuensi Rumah Berdasarkan Jarak Penempatan

Kandang Ternak Sapi di Desa Sidareja, Kecamatan Kaligondang, Kabupaten Purbalingga ... 58 Tabel 5.5. Hubungan antara Suhu Udara dengan Kepadatan Nyamuk

Anopheles spdi dalam Rumah... 59 Tabel 5.6. Hubungan antara Kelembaban Udara dengan Kepadatan

NyamukAnopheles spdi dalam Rumah... 60 Tabel 5.7.Hubungan antara Keberadaan Ikan Pemakan Larva dengan

Kepadatan NyamukAnopheles spdi dalam Rumah... 61 Tabel 5.8. Perbedaan Kepadatan Nyamuk Anopheles sp dalam Rumah

Berdasarkan Jarak Penempatan Kandang Ternak Sapi sebagai

(16)

xv

(17)

xvi

[image:17.595.135.495.195.532.2]
(18)

xvii

Grafik 5.1 Gambaran Suhu Udara dan Kepadatan NyamukAnopheles sp ...

[image:18.595.133.495.177.535.2]

(MHD) di dalam Rumah ... 59 Grafik 5.2 Gambaran Kelembaban Udara dan Kepadatan Nyamuk

(19)

1

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Malaria merupakan penyakit infeksi yang ditularkan oleh nyamuk

Anopheles betina, disebabkan oleh parasit Plasmodium dan dapat menyerang semua orang pada semua golongan umur. Penyakit malaria hingga saat ini masih merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat global. Menurut Kemenkes RI (2010) malaria memengaruhi tingginya angka kematian bayi, balita dan ibu hamil dimana lebih dari 500 juta penduduk dunia terinfeksi malaria. Kasus malaria terbanyak ditemukan di Afrika, Amerika Latin, Timur Tengah, beberapa bagian negara Eropa dan Indonesia.

Malaria di dunia berdasarkan The World Malaria Report 2011, pada tahun 2010 terdapat sekitar 655.000 kematian akibat malaria di seluruh dunia. 91% kematian diperkirakan berada di wilayah Afrika, 6% di Asia Tenggara dan 3% di Wilayah Timur Mediterania. Selain itu juga disebutkan bahwa secara keseluruhan terdapat 3,3 Milyar penduduk dunia tinggal di daerah berisiko atau endemis malaria. Indonesia merupakan salah satu negara yang hingga saat ini masih menjadi transmisi malaria atau berisiko malaria.

Data Kemenkes RI (2014) menunjukkan bahwa angka kesakitan malaria

(20)

2013 semua provinsi di Indonesia terkecuali DKI Jakarta masih merupakan daerah endemis malaria. Di Pulau Jawa endemisitas malaria terdapat di tiga provinsi yaitu Jawa Tengah, D.I Yogyakarta dan Banten dengan API tertinggi berada di Jawa Tengah yaitu 0,04 per 1000 penduduk.

Annual Parasite Insidence (API) malaria di Jawa Tengah setiap tahunnya masih fluktuatif. Berdasarkan laporan Kemenkes RI, API malaria berturut-turut periode 2005-2013 di Jawa Tengah adalah 0,06; 0,13; 0,12; 0,07; 0,08; 0,10; 0,01; 0,03 dan 0,04 per 1.000 penduduk. Kejadian malaria di Jawa Tengah memang cenderung turun namun masih berpotensi mengalami kenaikan setiap tahunnya. Sehingga sampai saat ini penyakit malaria masih merupakan masalah kesehatan masyarakat di Jawa Tengah.

Kabupaten Purbalingga merupakan salah satu daerah endemis malaria di Jawa Tengah. Berdasarkan laporan Dinkes Kabupaten Purbalingga (2014) pada tahun 2003 dan 2010 terjadi Kejadian Luar Biasa (KLB) malaria di Purbalingga. Nilai API pada tahun 2003 dan 2010 ini adalah 1,08 dan 4,51 per 1.000 penduduk. Pada tahun 2014 API ini turun menjadi 0,42 per 1000 penduduk namun wilayah Purbalingga masih merupakan daerah endemis malaria sehingga peluang ditemukannya kasus setiap tahunnya masih besar.

(21)

juga beriklim tropis relatif basah dengan kelembaban 74,6 %-87,6 % dan suhu 260C 310C. Kondisi lingkungan seperti ini efektif untuk hidupnya nyamuk

Anophelessehingga malaria masih menjadi masalah cukup serius di Purbalingga. Banyak faktor yang dapat mempengaruhi kejadian malaria. Faktor tersebut berasal dari perubahan kondisi lingkungan itu sendiri. Menurut Wibowo (2014) malaria memang ditularkan oleh nyamuk Anopheles namun termasuk penyakit ekologis yaitu penyakit yang sangat dipengaruhi oleh kondisi lingkungan yang memungkinkan nyamuk berkembang biak dan kontak dengan manusia. Kondisi lingkungan mempengaruhi kepadatan Anopheles sp di dalam rumah yang kontak dengan manusia. Menurut Anies (2006) kondisi tersebut berupa suhu udara. Suhu udara yang hangat akan mempercepat siklus hidup nyamuk sehingga meningkatkan kepadatan nyamuk di dalam rumah. Besarnya kepadatan nyamuk per orang per jam akan meningkatkan frekuensi kontak antara vektor dan manusia (Dhewantara dkk, 2013).

Kelembaban udara juga mempengaruhi kepadatan Anopheles sp di dalam rumah. Menurut Pratama (2015) kelembaban udara merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kepadatan Anopheles. Kelembaban udara terlalu rendah (dibawah 60%) dapat memperpendek umur nyamuk sehingga menurunkan kepadatannya sementara kelembaban udara sedikit lebih tinggi mendukung hidup nyamuk dan menyebabkan nyamuk lebih aktif dan sering menggigit yang akhirnya mempengaruhi transmisi malaria (Datau, 2000).

Keberadaan ikan pemakan larva juga mempengaruhi kepadatan

(22)

pemangsa larva nyamuk dapat menyebabkan vektor mati yang akhirnya menurunkan populasinya. Ikan tersebut berupa Panchac panchac (ikan kepala timah), Lebistus recticularis(guppy) danGambusia affinis(ikan gabus). Kondisi lingkungan lain yang juga berpengaruh adalah keberadaan kandang ternak besar yang ditempatkan dekat dengan pemukiman (Hakim, 2010).

Penempatan kandang ternak besar seperti sapi di sekitar rumah berperan sebagai cattle barrier malaria yang pada akhirnya berpotensi untuk menurunkan kejadian malaria. Penelitian Mulyono dkk (2013) menunjukkan bahwa penempatan kandang ternak besar seperti sapi berhubungan dengan kasus malaria dimana persentase malaria pada mereka yang memelihara ternak ini lebih kecil dari pada yang memelihara ternak kecil dan yang tidak memelihara ternak. Hal ini disebabkan karena darah ternak besar seperti sapi lebih disukai oleh nyamuk

Anopheles. Hal ini diperkuat dengan penelitian Erdinal dkk (2006) dimana pemeliharaan ternak besar berhubungan dengan kejadiaan malaria dan merupakan faktor yang dominan berpengaruh. Mereka yang tidak memelihara ternak besar di sekitar tempat tinggalnya berisiko 3,2 kali terkena malaria sehingga penempatan kandang ternak besar seperti sapi di sekitar tempat tinggal diperlukan sebagai cattle barrier agar sebelum nyamuk menggigit manusia dia terlebih dahulu mengigit binatang.

(23)

kandang ternak yang ditempatkan di dalam rumah atau kurang dari 10 meter berisiko terkena malaria 5,49 kali lebih besar dibandingkan yang menempatkan kandang ternaknya terpisah.

Hal ini sejalan dengan penelitian Hadi dkk (2005) dimana kepadatan

Anopheles sp dengan letak kandang ternak di dalam rumah dan menempel 0,78 dan 0,34 per orang per jam lebih tinggi dibandingkan pada rumah yang berjarak 10-20 m dari kandang ternak yang mengindikasikan penempatan kandang ternak berjarak kurang dari 10 m meningkatkan kepadatan Anopheles sp dalam rumah. Dalam penelitian ini juga disebutkan penempatan kandang ternak harus terpisah dari rumah dengan jarak 10-20 m karena letak kandang ternak berpengaruh pada kepadatan Anopheles spdalam rumah. Sarwoko dkk (2010) juga menyimpulkan adanya perbedaan kepadatanAnopheles spdalam rumah berdasarkan keberadaan kandang ternak sapi. Kepadatan tertinggi ditemukan pada rumah yang berjarak kurang dari 10 m dari kandang ternak. Berdasarkan penelitian di atas dapat disimpulkan kepadatan Anopheles sp dalam rumah berbeda berdasarkan jarak penempatan kandang ternaknya.

(24)

Kecamatan Kaligondang merupakan kecamatan di Purbalingga dengan jumlah ternak sapi yang cukup tinggi. Menurut data Dinas Perikanan dan Peternakan Kabupaten Purbalingga jumlah ternak sapi pada kecamatan ini meningkat dari 388 pada tahun 2011 menjadi 478 pada tahun 2013. Selain itu, kasus malaria tertinggi di Purbalingga hingga tahun 2014 juga terdapat pada kecamatan ini dibandingkan dengan kecamatan endemis lain seperti Pengadegan, Karangmoncol dan Rembang. Berdasarkan data Puskesmas Kecamatan Kaligondang, kasus malaria di daerah ini masih fluktuatif setiap tahunnya yaitu 87 kasus pada tahun 2010, 47 kasus tahun 2011, 25 kasus tahun 2012, 33 kasus tahun 2013 dan meningkat kembali menjadi 105 kasus tahun 2014.

Berdasarkan data sekunder juga didapatkan bahwa pada tahun 2014 Desa Sidareja merupakan desa di Kecamatan Kaligondang dengan kejadian malaria yang tinggi dengan API 3,56 per 1000 penduduk dan jumlah pemelihara sapi yang cukup tinggi mencapai 11 orang. Pada desa ini jarak penempatan kandang ternak sapi ditemukan bervariasi mulai kurang dari 10 m hingga lebih dari 20 m dari rumah.

Berdasarkan penelitian dan data di atas, maka dalam penyusunan penelitian ini penulis ingin mengetahui kepadatan nyamukAnopheles spdi dalam rumah berdasarkan lingkungan di Desa Sidareja, Kecamatan Kaligondang, Kabupaten Purbalingga.

B. Rumusan Masalah

(25)

tingginya kejadian malaria di desa ini. Faktor tersebut dapat berupa kondisi lingkungan yang mendukung hidupnya nyamuk Anopheles sp sehingga meningkatkan kepadatannya di dalam rumah. Kondisi lingkungan tersebut berupa suhu udara, kelembaban udara dan keberadaan ikan pemakan larva. Menurut Anies (2006), Pratama (2015) dan (Datau, 2000) suhu udara dan kelembaban udara mempengaruhi kepadatan Anopheles sp di dalam rumah. Menurut Natadisastra (2009) keberadaan ikan pemakan larva juga mempengaruhi kepadatanAnopheles sp.

Kondisi lingkungan lain yang ditemukan dapat mempengaruhi kepadatan

Anopheles sp di dalam rumah adalah keberadaan kandang ternak besar di dekat pemukiman (Hakim, 2010). Berdasarkan penelitian Hadi dkk (2005) dan Sarwoko (2010) kepadatan Anopheles sp dalam rumah ditemukan berbeda berdasarkan jarak penempatan kandang ternak sapi. Kepadatan ditemukan tinggi dalam rumah yang berjarak kurang dari 10 m dari kandang ternak. Selain itu, juga disebutkan bahwa kandang ternak harus terpisah dari rumah dengan jarak 10-20 m sesuai dengan peraturan Kementan RI dimana penempatan kandang ternak harus berjarak minimal 10 m dari rumah. Hal ini melatarbelakangi peneliti untuk mengetahui kepadatan nyamuk Anopheles sp di dalam rumah berdasarkan lingkungan di Desa Sidareja, Kecamatan Kaligondang, Kabupaten Purbalingga. C. Pertanyaan Penelitian

(26)

2. Bagaimana gambaran spesies Anopheles sp yang tertangkap di dalam rumah di Desa Sidareja,Kecamatan Kaligondang, Kabupaten Purbalingga?

3. Bagaimana gambaran suhu udara di Desa Sidareja, Kecamatan Kaligondang, Kabupaten Purbalingga?

4. Bagaimana gambaran kelembaban udara di Desa Sidareja, Kecamatan Kaligondang, Kabupaten Purbalingga?

5. Bagaimana gambaran keberadaan ikan pemakan larva di Desa Sidareja, Kecamatan Kaligondang, Kabupaten Purbalingga?

6. Bagaimana gambaran jarak penempatan kandang ternak sapi di Desa Sidareja, Kecamatan Kaligondang, Kabupaten Purbalingga?

7. Apakah ada hubungan antara suhu udara dengan kepadatan nyamuk

Anopheles sp di dalam rumah di Desa Sidareja, Kecamatan Kaligondang, Kabupaten Purbalingga?

8. Apakah ada hubungan antara kelembaban udara dengan kepadatan nyamuk

Anopheles sp di dalam rumah di Desa Sidareja, Kecamatan Kaligondang, Kabupaten Purbalingga?

9. Apakah ada hubungan antara keberadaan ikan pemakan larva dengan kepadatan nyamuk Anopheles sp di dalam rumah di Desa Sidareja, Kecamatan Kaligondang, Kabupaten Purbalingga?

10. Apakah ada perbedaan kepadatan nyamuk Anopheles sp dalam rumah berdasarkan jarak penempatan kandang ternak sapi sebagai cattle barrier

(27)

D. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui perbedaan kepadatan nyamuk Anopheles sp dalam rumah berdasarkan jarak penempatan kandang ternak sapi sebagai cattle barrier malaria di Desa Sidareja, Kecamatan Kaligondang, Kabupaten Purbalingga.

2. Tujuan Khusus

a. Diketahuinya gambaran umum Desa Sidareja, Kecamatan Kaligondang, Kabupaten Purbalingga.

b. Diketahuinya gambaran spesies Anopheles sp yang tertangkap di dalam rumah di Desa Sidareja, Kecamatan Kaligondang, Kabupaten Purbalingga.

b. Diketahuinya gambaran suhu udara di Desa Sidareja, Kecamatan Kaligondang, Kabupaten Purbalingga.

c. Diketahuinya gambaran kelembaban udara di Desa Sidareja, Kecamatan Kaligondang, Kabupaten Purbalingga.

d. Diketahuinya gambaran keberadaan ikan pemakan larva di Desa Sidareja, Kecamatan Kaligondang, Kabupaten Purbalingga.

e. Diketahuinya gambaran jarak penempatan kandang ternak sapi di Desa Sidareja, Kecamatan Kaligondang, Kabupaten Purbalingga.

f. Diketahuinya hubungan antara suhu udara dengan kepadatan nyamuk

(28)

g. Diketahuinya hubungan antara kelembaban udara dengan kepadatan nyamuk Anopheles sp di dalam rumah di Desa Sidareja, Kecamatan Kaligondang, Kabupaten Purbalingga?

h. Diketahuinya hubungan antara keberadaan ikan pemakan larva dengan kepadatan nyamuk Anopheles sp di dalam rumah di Desa Sidareja, Kecamatan Kaligondang, Kabupaten Purbalingga.

E. Manfaat Penelitian 1. Bagi Masyarakat

Meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang kondisi lingkungan yang berhubungan dengan kepadatan nyamuk Anopheles sp di dalam rumah sehingga menjadi acuan bagi masyarakat dalam menerapkan perilaku pencegahan malaria. Selain itu agar masyarakat mengetahui perbedaan kepadatan nyamukAnopheles spdalam rumah berdasarkan jarak penempatan kandang ternak sapi. Sehingga dapat menjadi landasan bagi masyarakat dalam menempatkan kandang ternak sapi dengan jarak yang tepat di sekitar rumahnya dalam menghalangi kontak antara nyamuk dengan manusia (cattle barrier).

2. Bagi Puskesmas

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan bagi tenaga kesehatan dalam menentukan strategi efektif pemberantasan nyamuk

(29)

3. Bagi Dinas Kesehatan

Penelitian diharapkan menjadi bahan pertimbangan dalam pengambilan keputusan terkait eliminasi malaria dengan cara manipulasi lingkungan dan penggunaan metode cattle barrier dengan jarak penempatan kandang ternak sapi yang tepat.

F. Ruang Lingkup

(30)

12

TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Malaria

Malaria merupakan penyakit reemerging (penyakit yang menular kembali secara massal), disebabkan oleh parasit bersel satu dari kelas Sporozoa, suku Haemosporida, keluarga Plasmodium dan ditularkan oleh nyamuk

(mosquito borne diseases) yaitu Anopheles betina. Penyakit ini banyak ditemukan di daerah tropis (Wibowo, 2014). Pada umumnya berada di daerah 600lintang utara hingga 400lintang selatan (Yatim, 2007). Malaria juga tersebar di seluruh kepulauan Indonesia terutama di kawasan timur. Penduduk Indonesia masih berisiko tertular malaria karena sebagian besar hidup di daerah terjadinya penularan malaria (Muslim, 2009).

Agent penyebab penyakit malaria adalah Plasmodium vivaxyang menyebabkan malaria vivax/tertiana,Plasmodium falciparummenyebabkan malaria falciparum/tropika, Plasmodium malariae menyebabkan malaria

malariae/quartana dan Plasmodium ovale menyebabkan malaria ovale

(Prabowo, 2004). B. Gejala Klinis

(31)

1. Stadium rigoris (cold stage) = menggigil dan dingin

Pada stadium ini penderita merasa kedinginan hingga menggigil, mengalami kejang yang hebat, gemetar, pusing kepala dan kadang-kadang disertai muntah. Penderita juga kekurangan O2 sehingga kulit, bibir, muka

menjadi pucat kebiru-biruan (cianosis) dan denyut nadi melemah. Hal ini terjadi selama 15 menit hingga satu jam karena pecahnya eritrosit, dan haemoglobin yang berubah menjadi hemozoin yang bersifat toksin. Pada akhir stadium suhu tubuh naik dengan cepat (Susanna, 2011).

2. Stadium febris (monst stage) = panas

Stadium febris berlangsung 2 hingga 6 jam. Pada stadium ini penderita merasa panas (suhu mencapai 400C atau lebih), muka kemerah-merahan, denyut nadi penuh dan kuat, tekanan darah turun, pernapasan cepat, pusing kepala hebat, mengigau, gelisah, merasa sangat haus dan kadang-kadang disertai muntah maupun diare. Hal ini terjadi karena merozoit masuk dan menyerang eritrosit baru (Susanna, 2011).

3. Stadium sudoris (sweating stage) = perspirasi

Stadium berlangsung hingga 2-4 jam. Suhu tubuhpenderita turun disertai keluarnya keringat, mencapai suhu normal dan penderita merasa seperti telah sembuh (Natadisastra, 2009).

Selanjutnya timbul kembali serangan menggigil. Dari akhir stadium sudoris hingga timbul serangan menggigil (stadium rigoris) disebut

(32)

dimana P. falciparum berkisar 12 jam, P. vivax/oval 30 jam dan P. malariae60 jam (Susanna, 2011).

C. Cara Penularan

Malaria umunya ditularkan melalui gigitan nyamuk Anopheles betina yang mengisap darah untuk pertumbuhan telurnya (Susanna, 2011). Menurut Depkes (2003) umumnya Anopheles aktif menggigit pada waktu malam hari. Ketika menghisap darah manusia air liur nyamuk yang mengandung plasmodium dalam stadium gametosit masuk kedalam tubuh manusia dan selama 8-10 hari gamet betina dan jantan akan bersatu menghasilkan sporozoit berbentuk kista. Sporozoit akan masuk ke sel hati dan berkembang menjadi skizon eksoeritrositik pada orang yang sensitif. Hepatosit pecah dan terjadi stadium aseksual (merozoit) dalam darah 6-11 hari yang selanjutnya menjadi gametosit selama 3-14 hari sesuai dengan spesies plasmodium malaria (Chandra, 2009).

Penularan juga dapat terjadi melalui transfusi darah (melalui jarum suntik), melalui tali pusat atau plasenta pada bayi (malaria bawaan =

congenital) karena ibunya menderita malaria dan oral pada binatang seperti burung dara (Plasmodium relection), ayam (Plasmodium gallinasium), dan monyet(Plasmodium knowlessi)(Susanna, 2011).

D. Vektor Malaria

1. Siklus HidupAnopheles sp

(33)
(34)
(35)
(36)

berpengaruh dalam penularanmalaria. Berikut adalah perilaku Anopheles

berdasarkan spesiesnya menurut Natadisastra (2009) : a. An. sundaicus

1) Perilaku berkembang biak: tambak ikan yang kurang terpelihara, muara sungai yang mendangkal pada musim kemarau, parit-parit sepanjang pantai dan bekas galian yang terisi air payau.

2) Perilaku beristirahat : tempat istirahat tetap di dalam dan di luar rumah.

3) Perilaku mencari makan : antropofilik dan zoofilik, menggigit sepanjang malam.

b. An. aconitus

1) Perilaku berkembang biak : penggaraman (Bali) dan di air tawar (Kaltim dan Sumatra).

2) Perilaku beristirahat : tempat istirahat tetap di luar rumah

3) Perilaku mencari makan : zoofilik dan antropofilik, menggigit di waktu senja sampai dini hari.

c. An. subpictus

1) Perilaku berkembang biak : tepi sungai pada musim kemarau, persawahan dengan saluran irigasi dan kolam ikan dengan tanaman rumput di tepinya.

(37)

3) Perilaku mencari makan : antropofilik dan zoofilik, menggigit malam hari.

d. An. barbirostris

1) Perilaku berkembang biak : celah tanah bekas kaki binatang, tambak ikan, kumpulan air yang permanen/sementara dan bekas galian di pantai (pantai utara pulau Jawa).

2) Perilaku beristirahat : tempat istirahat tetap di luar rumah (pada tanaman).

3) Perilaku mencari makan : antropofilik (Sulawesi dan NT) dan zoofilik (Jawa dan Sumatra); menggigit pada malam hari.

e. An. maculatus

1) Perilaku berkembang biak : sungai dan mata air dengan air jernih yang mengalir lambat di daerah pegunungan daerah perkebunan teh (Jawa).

2) Perilaku beristirahat : tempat istirahat tetap di luar rumah (sekitar kandang).

3) Perilaku mencari makan : zoofilik dan antropofilik; menggigit pada malam hari.

f. An. balabacensis

(38)

kemarau, kolam atau sungai yang berbatu, di hutan atau daerah pedalaman.

2) Perilaku beristirahat : tempat istirahat tetap di luar rumah (di sekitar kandang).

3) Perilaku mencari makan : antropofilik dan zoofilik; menggigit malam hari.

g. An. farauti

1) Perilaku berkembang biak : kolam, genangan air dalam perahu, kebun kangkung, genangan air hujan, rawa dan saluran air.

2) Perilaku beristirahat : tempat istirahat tetap di dalam dan luar rumah. 3) Perilaku mencari makan : antropofilik dan zoofilik; eksofagik

menggigit malam hari. h. An. punctulatus

1) Perilaku berkembang biak : air di tempat terbuka dan terkena sinar matahari, pantai (dalam musim penghujan) dan tepi sungai.

2) Perilaku beristirahat : tempat istirahat tetap di luar rumah.

3) Perilaku mencari makan : antropofilik dan zoofilik; menggigit pada malam hari.

i. An. koliensis

1) Perilaku berkembang biak : kolam, kebun kangkung, bekas jejak roda kendaraan, lubang-lubang di tanah yang berisi air, saluran-saluran, dan rawa-rawa tertutup.

(39)

3) Perilaku mencari makan : antropofilik dan zoofilik; menggigit di waktu malam.

j.An. nigerrimus

1) Perilaku berkembang biak : kolam, sawah dan rawa yang ada tanaman air.

2) Perilaku beristirahat : tempat istirahat tetap di luar rumah (kandang) 3) Perilaku mencari makan : zoofilik dan antropofilik; menggigit senja

malam. k. An. sinensis

1) Perilaku berkembang biak : kolam, sawah dan rawa yang ada tanaman air.

2) Perilaku beristirahat : tempat istirahat tetap di luar rumah (kandang) 3) Perilaku mencari makan : zoofilik dan antropofilik; menggigit senja

malam. l.An. flavirostris

1) Perilaku berkembang biak : mata air dan sungai terutama jika bagian tepinya berumput.

2) Perilaku beristirahat : belum ada laporan.

3) Perilaku mencari makan : zoofilik dan antropofilik. m. An. karwari

1) Perilaku berkembang biak : air tawar yang jernih dan kena sinar matahari, di daerah pegunungan.

(40)

3) Perilaku mencari makan : zoofilik dan antropofilik. n. An. letifer

1) Perilaku berkembang biak : air tergenang (tahan hidup di tempat asam) terutama dataran pinggir pantai).

2) Perilaku beristirahat : tempat istirahat tetap bagian bawah atap di luar rumah.

3) Perilaku mencari makan : antropofilik > zoofilik o. An. barbum-brosus

1) Perilaku berkembang biak : di pinggir sungai yang terlindung dengan air yang mengalir lambat dengan hutan di dataran tinggi.

2) Perilaku beristirahat : bionomik belum banyak dipelajari. 3) Perilaku mencari makan : antropofilik

p. An. ludlowi

1) Perilaku berkembang biak : sungai di daerah pegunungan. 2) Perilaku mencari makan : antropofilik >> zoofilik

q. An. bancrofti

1) Perilaku berkembang biak : air tawar yang tergenang, danau dengan tumbuhan bakung dan rawa dengan tumbuhan pakis.

2) Perilaku mencari makan : zoofilik > antropofilik. r. An. vagus

(41)

rawa, semak-semak dan saluran pembuangan yang ditumbuhi rumput. Tempat istirahatnya adalah di sawah, parit dan dinding dalam rumah (Boesri dan Suwaryono, 2011). An. vagus ini bersifat antropofilik dan zoofilik (Andriani dkk, 2014).

Efektifitas vektor ini untuk menularkan malaria ditentukan oleh kepadatan vektor dekat pemukiman manusia atau di dalam rumah (Datau, 2000).

E. Lingkungan dan Kepadatan NyamukAnopheles sp

Malaria ditularkan oleh nyamuk Anopheles dan merupakan suatu penyakit ekologis yaitu penyakit yang sangat dipengaruhi oleh kondisi-kondisi lingkungan yang memungkinkan nyamuk untuk berkembang biak, melakukan kontak dengan manusia dan menularkan parasit malaria (Wibowo, 2014).Perubahan lingkungan memengaruhi biologi vektor malaria dan pada akhirnya dapat memengaruhi keadaan penyakit malaria. Di daerah yang tidak baik untuk biologi vektornya kemungkinan adanya malaria lebih kecil (Natadisastra, 2009). Faktor lingkungan yang berpengaruh pada kepadatan vektor malaria menurut Datau (2000) adalah lingkungan fisik dan biologi :

1. Lingkungan fisik a. Suhu udara

(42)

sporozoit di kelenjer liur. Selain itu, suhu udara juga akan mempengaruhi waktu yang diperlukan untuk pertumbuhan telur

Anophelesmenjadi dewasa. Adanya variasi suhu udara ini dipengaruhi oleh ketinggian suatu tempat(Ahrens, 2008).

Ada hubungan yang kuat antara suhu udara dengan kepadatan

Anopheles dimanakepadatan Anopheles 68,8 % dipengaruhi oleh suhu udara. Kepadatan akan meningkat saat suhu udara turun sebaliknya kepadatan akan mengalami penurunan jika suhu udara meningkat (Mofu, 2013). Hal ini sesuai dengan penelitian Mading (2013)dimana suhu udara sangat mempengaruhi kepadatan nyamukAnophelessp.

Suhu 23-250C ditemukan optimum untuk perkembangbiakan nyamuk

Anopheles.

Suhu yang mempengaruhi kepadatan nyamuk Anophelesdalam rumah akhirnya mempengaruhi kejadian malaria. Menurut Friaraiyatini dkk (2006) suhu udara berpengaruh terhadap kejadian malaria (p<0,05). Suhu yang potensial berisiko menyebabkan malaria 2,571 kali lebih besar dibanding suhu yang tidak potensial (Nurfitrianah dkk, 2013).

b. Kelembaban Udara

(43)

Kelembaban udara berhubungan dengan kepadatan nyamuk

Anopheles. KepadatanAnopheles40,5 % dipengaruhi oleh kelembaban udara, selebihnya 59,5 % oleh faktor lain di luar kelembaban udara. Kepadatan nyamuk Anopheles ini juga berhubungan dengan kasus malaria satu bulan berikutnya (Suwito dkk, 2010). Menurut Mofu (2013) kelembaban udara dengan kepadatan Anopheles berhubungan ke arah positif. Kepadatan terjadi seiring meningkatnya kelembaban udara dan jika kelembaban turun maka kepadatan Anopheles juga turun. Kepadatan Anopheles tertinggi ditemukan pada kelembaban udara 85,3 % yaitu 4,1 ekor/orang/jam dan terendah pada kelembaban 78,5% dan 76% yaitu1 ekor/orang/jam.

(44)

c. Hujan

Pada musim hujan penularan malaria lebih tinggi dari pada musim kemarau. Hal ini dikarenakan air hujan yang menimbulkan genangan juga merupakan tempat ideal bagi nyamuk ini (Anies, 2006).

Indeks curah hujan berhubungan dengan kepadatan nyamuk

Anopheles per orang per malam dimana kepadatan nyamuk Anopheles

56,9% disebabkan oleh curah hujan. Kepadatan nyamuk Anopheles ini berhubungan dengan kasus malaria satu bulan berikutnya (Suwito dkk, 2010).

d. Angin

Jarak terbang Anopheles dipengaruhi oleh kecepatan angin. Biasanya jarak terbang Anopheles ini berkisar 0,5 hingga 3 km (Natadisastra, 2009). Perilaku Anopheles sp di Desa Selong Belanak juga dipengaruhi oleh kecepatan angin dimana kecepatan angin akan sangat mempengaruhi kepadatan Anopheles sp di daerah ini (Mading, 2013).

e. Ketinggian

Kasus malaria umumnya berkurang pada ketinggian yang semakin bertambah dikarenakan menurunnya suhu rata-rata. Pada ketinggian di atas 2000 m transmisi malaria jarang terjadi (Datau dkk, 2000).

(45)

Sukabumi. Rendahnya ketinggian tempat suhu udara semakin tinggi dan semakin tinggi ketinggian tempat semakin rendah suhu udaranya. Interval suhu udara di dataran rendah Sukabumi termasuk suhu udara optimum bagi metabolisme, pertumbuhan dan perkembangan nyamuk

Anophelesdan suhu udara di dataran tinggi adalah batas bawah untuk metabolisme dan perkembangbiakan nyamuk. Hal inilah yang dapat memengaruhi kepadatan nyamuk. Semakin tinggi ketinggian tempat di Sukabumi risiko malaria ditemukan semakin rendah (Marpaung, 2006). f. Sinar matahari

Sinar matahari berpengaruh terhadap pertumbuhan larva nyamuk dan pengaruhnya berbeda-beda pada setiap spesies.An. sundaicuslebih menyukai tempat yang teduh,An. hyrcanus sppdanAn. pinctulatusspp lebih suka tempat terbuka. SementaraAn. barbirostris dapat hidup baik di tempat yang teduh maupun yang terang. (Datau dkk, 2000)

(46)

g. Kadar garam (salinitas air)

Anopheles subpictus dan Anopheles sundaicus hanya dapat berkembangbiak pada genangan air asin dengan kadar garam tertentu saja. Mengatur salinitas atau kadar garam air payau di rawa-rawa dengan menambahkan dan mengalirkan air sungai sebagai pencampur sehingga salinitas air rawa berkurang dapat menurunkan kepadatannya (Natadisastra, 2009).

Salinitas ditemukan berkorelasi dengan kepadatan larva An. sundaicus dimana kepadatan larva 7 ekor/orang/ciduk dalam salinitas 15%. Selanjutnya ditemukan korelasi antara kepadatan larva beberapa minggu setelahnya dengan jumlah kasus malaria dengan ditemukan 1 orang kasus positif malaria dengan kepadatan larva An. sundaicus

sebesar 5 ekor/orang/ciduk dalam breeding places dalam salinitas 5 % dan kepadatan larva An. sundaicus memberi pengaruh 70% terhadap kasus malaria (Hakim, 2007)

2. Lingkungan biologi a. Tumbuhan bakau

Tumbuhan bakau dapat menghalangi sinar matahari atau melindungi dari serangan makhluk hidup lain sehingga dapat mempengaruhi kehidupan larva Anopheles (Datau dkk, 2000). Larva

(47)

sebagai tempat perkembangbiakan Anopheles di Desa Sukaresik. Hal ini tentunya dapat mempengaruhi kepadatan nyamuk di daerah ini. b. Ikan pemakan larva

Populasi nyamuk juga dipengaruhi oleh adanya berbagai jenis ikan pemakan larva seperti ikan kepala timah (panchax spp) gambusia, nila dan mujair (Datau dkk, 2000). Jenis fauna yang dijumpai hidup bersama larva Anopheles sp pada habitat larva Anopheles di Desa Weepaboda diantaranya ikan karper dan ikan nila dan merupakan jenis yang sama yang telah digunakan masyarakat di daerah lain sebagai pengendali vektor malaria. Fauna ini dapat dimanfaatkan sebagai musuh alami untuk mengurangi populasi vektor malaria (Adnyana dan Willa, 2013).

Adanya ikan pemakan larva yang dapat mengurangi kepadatan vektor malaria dalam rumah berpotensi menurunkan penularan malaria. Chandra (2009) menyebutkan bahwa rantai penularan malaria dapat diputus dengan manipulasi lingkungan agar populasi Anopheles

(48)

c. Jarak penempatan kandang ternak sapi

Keberadaaan ternak sapi jika dikandangkan tidak jauh dari rumah juga dapat mengurangi jumlah gigitan nyamuk pada manusia (Datau dkk, 2000). Faktor lingkungan biologis berupa tata letak kandang ini dapat mengurangi jumlah gigitan nyamuk sehingga dapat menurunkan transmisi malaria melalui manusia (Yudhastuti, 2008).

F. Jarak Penempatan Kandang Ternak Sapi sebagaiCattle BarrierMalaria Pemanfaatan kandang ternak besar sebagaicattle barrieryang diletakkan di antara habitat atau perkembangbiakkan nyamuk dan pemukiman penduduk dapat mengurangi jumlah nyamuk yang menggigit manusia (Hakim dan Ipa, 2007). Setiap kali nyamuk Anopheles menggigit seekor sapi (Bos taurus), tingkat paparan manusia terhadap infeksi Plasmodium menurun. Meskipun sapi biasanya tidak dianggap sebagai komponen kunci dari keanekaragaman hayati, prinsip menambahkan spesies untuk mengurangi penularan patogen berlaku di sini seperti halnya untuk penyakit menular (Ostfeld, 2011).

(49)

Penempatan kandang ternak besar seperti sapi di sekitar rumah diperlukan sebagai cattle barrier malaria. Hal ini agar sebelum nyamuk menggigit manusia nyamuk terlebih dahulu mengigit binatang (Erdinal dkk, 2006). Tentunya penempatan kandang ternak sapi sebagai cattle barrier ini harus berada pada jarak yang sesuai. Menurut Kementan RI letak kandang ternak harus berjarak minimal 10 m dari rumah. Hal ini sejalan dengan penelitian Hadi dkk (2005) yang menyebutkan bahwa penempatan kandang ternak harus berjarak 10-20 m dari rumah karena letak kandang ditemukan berpengaruh terhadap kepadatan vektor malaria di dalam rumah.

G. Survei Nyamuk Dewasa

1. Penangkapan nyamuk di malam hari

a. Penangkapan nyamuk dengan umpan orang di luar rumah

Penangkapan nyamuk dengan umpan orang di luar rumah dilakukan oleh tiga orang penangkap atau lebih dimana masing-masing orang melakukannya di satu rumah yang ditetapkan koordinator. Waktu penangkapan dimulai jam 18.00-24.00 atau hingga jam 06.00 pagi hari berikutnya sesuai kebutuhan. Setiap jam dilakukan penangkapan selama 40 menit. Penangkap duduk di luar di tempat yang biasanya penduduk pada sore atau malam hari duduk-duduk dengan menggulung celana panjangnya dan setiap ada nyamuk yang hinggap menggigit langsung dihisap dengan aspirator (Depkes, 2003).

(50)

yang telah terkumpul setiap jam diserahkan kepada koordinator. Pada jam berikutnya dilakukan penangkapan kembali selama 40 menit pada tempat yang sama. Demikian seterusnya tiap jam hingga jam 24.00 atau jam 06.00 (Depkes, 2003).

b. Penangkapan nyamuk dengan umpan orang di dalam rumah

Penangkapan nyamuk dengan umpan orang di dalam rumah dilakukan oleh 3 orang penangkap nyamuk atau lebih dimana masing-masing orang melakukannya di satu rumah yang ditetapkan koordinator. Waktu penangkapan dimulai jam 18.00-24.00 atau hingga jam 06.00 pagi hari berikutnya. Penangkap duduk di dalam rumah di tempat yang biasanya penduduk pada sore atau malam hari duduk-duduk dengan menggulung celana panjangnya. Setiap jam dilakukan penangkapan selama 40 menit. (Depkes, 2003).

(51)

c. Penangkapan nyamuk di dinding dalam rumah

Penangkapan dilakukan selama 10 menit. Setelah ditangkap nyamuk dimasukkan ke dalam cangkir kertas, diberi label sesuai jam penangkapan dan diserahkan kepada koordinator (Depkes, 2003). d. Penangkapan nyamuk di sekitar kandang pada malam hari

Penangkapan nyamuk disekitar kandang dilakukan 3 orang penangkap atau lebih selama 10 menit. Nyamuk dimasukkan ke dalam cangkir kertas, diberi label sesuai jam penangkapan dan diserahkan kepada koordinator (Depkes, 2003).

2. Penangkapan nyamuk di pagi hari

1). Penangkapan nyamuk dewasa di dinding dalam rumah

Penangkapan dilakukan pada pagi hari jam 06.00 hingga selesai. Penangkapan nyamuk di dinding dalam rumah dilakukan diseluruh ruangan yang diduga sebagai tempat hinggap Anopheles. Bila penangkapan nyamuk dilakukan oleh 6 orang maka rumah yang disurvei minimal 30 rumah (5 rumah/orang). Jumlah rumah yang disurvei paling sedikit 20 rumah (Depkes, 2003).

2). Penangkapan nyamuk dewasa di alam terbuka/resting siang hari.

(52)

label dan diserahkan kepada koordinator untuk diperiksa (Depkes, 2003).

H. Pengukuran Kepadatan Nyamuk

Pengukuran kepadatan nyamuk dapat dilakukan sebagai berikut (Sinha, 2005) :

1. Human Blood Indices

Human Blood Indicesadalah proporsiAnophelesbetina yang dalam perut mereka menunjukkan adanya darah manusia.

2. Sporozoite Rate

Sporozoite Rate adalah persentase nyamuk Anopheles betina dengan sporozoit dalam kelenjer liurnya.

3. Man Hour Density

Man Hour Density atau MHD adalah jumlah nyamuk hinggap yang tertangkap per orang per jam.

MHD = Jumlah nyamuk hinggap yang tertangkap Jumlah penangkap x waktu penangkapan (jam)

4. Man Biting Rate

Man Biting Rate atau MBR adalah rata-rata kejadian Anopheles

menggigit per orang per hari .

MBR =Jumlah nyamuk yang tertangkap hinggap pada umpan orang Jumlah penangkap x waktu penangkapan (hari)

5. Inoculation Rate

(53)

I. Kerangka Teori

Menurut Wibowo (2014) danNatadisastra (2009) malaria ditularkan oleh nyamuk Anopheles yang dipengaruhi oleh kondisi lingkungan yang memungkinkan nyamuk untuk berkembang biak dan kontak dengan manusia. Faktor lingkungan tersebut adalah lingkungan fisik dan biologi (Datau, 2000).

Suhu 27-300C menyebabkan umur nyamuk lebih pendek. Perkembangannya optimum pada suhu 25-27oC (Sumantri, 2010). Umur nyamuk yang panjang akan memberikan banyak waktu untuk parasit malaria menyelesaikan masa inkubasi ekstrinsiknya dari gametosit sampai sporozoit di kelenjer liur. Selain itu, suhu udara juga akan mempengaruhi waktu yang diperlukan untuk pertumbuhan telur Anopheles menjadi dewasa (Natadisastra, 2009). Ada hubungan yang kuat antara suhu udara dengan kepadatanAnopheles.

Kepadatan Anopheles 68,8 % dipengaruhi oleh suhu udara. Kepadatan akan meningkat saat suhu udara turun dan sebaliknya (Mofu, 2013). Suhu 250C di Desa Selong Belanak optimum untuk perkembangbiakan nyamuk dan mempengaruhi kepadatannya (Mading, 2013).

Selanjutnya, kelembaban rendah memperpendek umur nyamuk sehingga mengurangi kepadatannya (Datau dkk, 2000).Kepadatan Anopheles 40,5% dipengaruhi oleh kelembaban udara (Suwito dkk, 2010). Kelembaban udara dengan kepadatan Anopheles berhubungan ke arah positif (Mofu, 2013). Hujan yang menimbulkan genangan juga merupakan tempat ideal bagi Anopheles

(54)

Malaria berkurang pada ketinggian yang bertambah (Datau dkk, 2000). Ketinggian tempat ditemukan mempengaruhi populasi nyamuk di Sukabumi (Marpaung, 2006). Sinar matahari juga berpengaruh pada pertumbuhan larva nyamuk (Datau dkk, 2000). Pada daerah endemis malaria di perbatasan Kabupaten Tulungagung dan Trenggalek matahari yang bersinar sepanjang tahun menurut Yudhastuti (2008) mendukung tempat hidupAnophelesdi daerah ini. Salinitas atau kadar garam air payau di rawa-rawa juga berpengaruh pada kepadatan An.subpictus dan An.sundaicus (Natadisastra, 2009). Salinitas telah ditemukan berkorelasi dengan kepadatan larvaAn. sundaicus(Hakim, 2007).

Keberadaan tumbuhan bakau mempengaruhi kehidupan larva Anopheles

(Datau dkk, 2000). Larva An.letifer dan Ansundaicus banyak ditemukan di rawa-rawa dengan pohon bakau dibagian tepinya (Shinta dkk, 2012).) Di Desa Sukaresik tumbuhan bakau juga banyak ditemukan sebagai tempat perkembangbiakan Anopheles (Dhewantara dkk, 2013). Hal ini dapat mempengaruhi kepadatan nyamuk di daerah ini. Adanya ikan pemakan larva juga mempengaruhi populasi nyamuk (Datau dkk, 2000). Ikan karper dan niladapat mengurangi populasi vektor malaria (Adnyana dan Willa, 2013).Chandra (2009) juga menyebutkan bahwa rantai penularan malaria dapat diputus dengan manipulasi lingkungan agar populasiAnophelesberkurang yaitu berupa pemeliharaan ikan di kolam-kolam.

(55)

kandang ternak kurang dari 10 m dari rumah dan terendah pada rumah dalam radius 50 meter terdapat kandang ternak (Sarwoko dkk, 2010). Rumah hunian yang kurang dari 10 m dari kandang ternak banyak didatangiAnopheles karena bau ternak hewan besar (Qorib, 2005). Hadi dkk (2005) menyebutkan bahwa penempatan kandang ternak harus berjarak 10-20 m dari rumah karena letak kandang ditemukan berpengaruh terhadap kepadatan vektor malaria di dalam rumah.

Berdasarkan uraian di atas didapatkan kerangka teori penelitian sebagai berikut :

Bagan 2.1 Kerangka Teori Penelitian

Sumber : 1Wibowo (2014), 2Datau (2000), 3Sumantri (2010), 4Mading (2013), 5Suwito dkk (2010), 6Anies (2006), 7Natadisastra (2009), 8Marpaung (2006), 9Yudhastuti (2008), 10Hakim (2007), 11Dhewantara dkk (2013),

12

Adnyana dan Willa (2013), 13Sarwoko dkk (2010), 14Qorib (2005), 15Shinta dkk (2012),16Mofu (2013),17Chandra (2009) dan18Hadi dkk (2005).

Faktor Lingkungan1 1. Lingkungan fisik2

a. Suhu udara3,4,7,16 b. Kelembaban udara2,5,16 c. Hujan5, 6

d. Angin7,4 e. Ketinggian2,8 f. Sinar matahari2,9

g. Kadar garam (salinitas air)7,10 2. Lingkungan biologi2

a. Tumbuhan bakau2,11,15

b. Keberadaan ikan pemakan larva2,12,17 c. Jarak penempatan kandang ternak sapi

9,13,14,18

Kepadatan Nyamuk

(56)

38

KERANGKA KONSEP, DEFINISI OPERASIONAL DAN HIPOTESIS A. Kerangka Konsep

Kerangka konsep penelitian terdiri dari empat variabel bebas yaitu suhu udara, kelembaban udara, keberadaan ikan pemakan larva dan jarak penempatan kandang ternak sapi dan satu variabel terikat yaitu kepadatan nyamuk Anopheles sp di dalam rumah. Konsep penelitian hubungan antar variabel diuraikan sebagai berikut :

1. Suhu Udara

Suhu udara di sekitar rumah adalah salah satu variabel yang dapat mempengaruhi jumlah nyamuk Anopheles sp di dalam rumah karena suhu udara kisaran 25-27oC menyebabkan nyamuk berkembangbiak dengan baik sehingga meningkatkan jumlahnya di dalam rumah. Sebaliknya suhu lebih dari 270C menyebabkan umur nyamuk lebih pendek sehingga jumlah nyamuk di dalam rumah cenderung berkurang.

2. Kelembaban Udara

(57)

3. Keberadaan Ikan Pemakan Larva

Nyamuk mengalami metamorfosa sempurna mulai dari telur, larva, pupa dan dewasa. LarvaAnopheles sphanya dapat hidup di dalam air salah satunya di kolam. Sehingga dengan memelihara ikan pemakan larva di kolam memungkinkan larva nyamuk di makan oleh ikan pemakan larva. Banyaknya larva yang dimakan dapat memutuskan siklus hidup nyamuk sehingga mengurangi jumlah nyamuk dewasa di dalam rumah.

4. Jarak Penempatan Kandang Ternak Sapi

Keberadaan kandang ternak sapi di sekitar rumah berperan dalam meningkatkan atau menurunkan jumlah Anopheles sp di dalam rumah. Jika jarak antara kandang sapi dan rumah kurang dari 10 m maka jumlah

Anopheles sp di dalam rumah akan meningkat karena bau sapi yang menyebar hingga ke dalam rumah menyebabkan nyamuk juga masuk ke dalam rumah. Sebaliknya jika jarak kandang berkisar 10-20 m dari rumah maka sapi berperan sebagai penghalang kontak antara nyamuk dengan manusia karena nyamuk terkonsentrasi untuk menggigit sapi sehingga jumlahAnopheles spdi dalam rumah cenderung berkurang.

(58)

homogen. Mengatur kadar garam air payau di rawa-rawa sehingga kadar garam air rawa berkurang juga dapat menurunkan kepadatan nyamuk Anopheles sp. Namun, berdasarkan data Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Purbalingga tahun 2013 pada daerah penelitian yaitu Desa Sidareja tidak terdapat rawa-rawa sehingga variabel kadar garam air ini tidak diteliti. Sementara tumbuhan bakau tidak diteliti karena pada daerah penelitian tidak terdapat tumbuhan bakau. Sehingga pada penelitian ini kerangka konsep dirumuskan sebagai berikut :

Bagan 3.1 Kerangka Konsep Penelitian

Kepadatan nyamuk

Anopheles sp di dalam rumah Suhu udara

Kelembaban udara

Keberadaan ikan pemakan larva

(59)
[image:59.842.90.791.70.493.2]

B. Definisi Operasional

Tabel 3.1 Definisi Operasional

Variabel Definisi

Operasional

Alat Ukur Cara Ukur Hasil Ukur Skala

Ukur Kepadatan

nyamuk

Anopheles sp

di dalam rumah

Kepadatan nyamuk

Anopheles sp yang tertangkap di dalam rumah.

Man Hour

Density

(MHD)

=

hinggap yang tertangkap

Jumlah penangkap x waktu penangkapan (jam) Perhitungan menggunakan rumus

Man Hour Density(MHD), yaitu :

Jumlah Anopheles sp yang tertangkap di dalam rumah dalam satuan ekor per orang per jam.

Rasio

Suhu udara Suhu udara di sekitar rumah yang diteliti yang diukur sebanyak satu kali pada malam hari berkisar pada pukul 18.00-06.00 WIB.

Temperature

and humidity

meter-HTC 2

(60)

Kelembaban Kandungan uap air pada udara di sekitar rumah yang diteliti yang diukur sebanyak satu kali pada malam hari berkisar pada pukul 18.00-06.00 WIB.

Temperature

and humidity

meter-HTC 2

Observasi Kelembaban dalam % Interval

Keberadaan ikan pemakan larva

Ada atau tidaknya ikan pemakan larva yaitu ikan kepala timah, gambusia, nila, mujair dan karper pada kolam ikan di rumah yang diteliti.

Lembar observasi

Observasi 1. Ada

2. Tidak ada

(61)

Jarak penempatan kandang ternak sapi

Jarak antara kandang ternak sapi dan rumah yang diteliti.

GPS pada

smartphone

Melakukan pengukuran jarak dengan menggunakan GPS padasmartphone.

1. berjarak < 10 meter dari rumah

2. berjarak 10-20 meter dari rumah

3. berjarak 21-50 meter dari rumah (Sarwoko, 2010).

(62)

B. Hipotesis

Hipotesis pada penelitian ini adalah :

1. Ada hubungan antara suhu udara dengan kepadatan nyamuk Anopheles sp di dalam rumah di Desa Sidareja, Kecamatan Kaligondang, Kabupaten Purbalingga.

2. Ada hubungan antara kelembaban udara dengan kepadatan nyamuk Anopheles sp di dalam rumah di Desa Sidareja, Kecamatan Kaligondang, Kabupaten Purbalingga. 3. Ada hubungan antara keberadaan ikan pemakan larva dengan kepadatan nyamuk

Anopheles sp di dalam rumah di Desa Sidareja, Kecamatan Kaligondang, Kabupaten Purbalingga.

(63)

45 METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian

Penelitian ini menggunakan desaincross sectional studydimana pengumpulan data penelitian (variabel bebas dan variabel terikat) dilakukan pada waktu yang sama.

B. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Desa Sidareja, Kecamatan Kaligondang, Kabupaten Purbalingga. Lokasi ini dipilih karena merupakan desa dengan kejadian malaria dan jumlah pemelihara sapi yang tinggi hingga tahun 2014. Jarak penempatan kandang ternak sapi juga ditemukan bervariasi di daerah ini. Sehingga penelitian dapat dilakukan mengingat tersedianya sampel penelitian pada lokasi ini. Waktu penelitian dimulai dari bulan januari hingga akhir juni 2015.

C. Populasi dan Sampel

Dalam penelitian ini, populasi penelitian adalah seluruh rumah warga yang berada pada radius 50 m dari kandang ternak sapi di Desa Sidareja.

Pengambilan rumah sebagai sampel dibatasi dalam radius 50 m dari kandang ternak sapi karena berdasarkan penelitian Sarwoko (2010) bahwa kepadatan

(64)

nyamuk tertinggi ditemukan pada rumah berjarak kurang dari 10 m dari kandang ternak. Adanya perilaku istirahat nyamuk di dekat objek yang digigit menyebabkan jarak terbang nyamuk tidak akan jauh dari rumah ini.

Pengambilan sampel pada penelitian dilakukan dengan menggunakantotal sampling yaitu seluruh rumah (33 rumah) di Desa Sidareja yang berada pada radius 50 m dari kandang ternak sapi. Seluruh rumah ini menjadi sampel penelitian.

D. Pengumpulan dan Pengolahan Data 1. Sumber Data

Sumber data pada penelitian ini adalah data primer dan sekunder. Data primer suhu udara, kelembaban udara, keberadaan ikan pemakan larva dan jarak penempatan kandang ternak sapi didapatkan melalui observasi di lapangan. Sementara kepadatan nyamuk Anopheles sp dalam rumah diperoleh dengan melakukan penangkapan nyamuk di dalam rumah yang kemudian kepadatannya dihitung menggunakan rumus Man Hour Density(MHD).

(65)

2. Metode Pengumpulan Data a. Suhu udara

Data suhu udara didapatkan dengan melakukan pengukuran langsung suhu udara di sekitar rumah sampel menggunakan

temperature and humidity meter HTC-2. Pengukuran suhu udara dilakukan pada malam hari sebanyak satu kali pada setiap rumah. Data suhu udara ini kemudian dicatat ke dalam lembar observasi. b. Kelembaban udara

Kelembaban udara didapatkan dengan melakukan pengukuran kelembaban di sekitar rumah yang menjadi sampel penelitian menggunakantemperature and humidity meterHTC-2. Pengukuran kelembaban dilakukan pada malam hari sebanyak satu kali pada rumah yang menjadi sampel penelitian. Hasil pengukuran kemudian dicatat ke dalam lembar observasi.

c. Keberadaan ikan pemakan larva

(66)

jika ikan yang terdapat pada kolam tidak termasuk jenis ikan di atas maka dimasukkan dalam kategori tidak ada ikan pemakan larva. d. Jarak penempatan kandang ternak sapi

Data jarak penempatan kandang ternak sapi didapatkan dengan melakukan pengukuran jarak antara kandang ternak sapi dengan rumah warga disekitarnya pada siang hari. Pengukuran dilakukan menggunakan GPS yang terdapat pada smartphone dengan cara peneliti melakukan plot di rumah yang menjadi sampel kemudian berjalan ke arah kandang ternak sapi. Setelah sampai pada kandang ternak akan didapatkan jarak antara rumah dengan kandang tersebut. Jika rumah berada dalam radius 50 m dari kandang ternak maka rumah tersebut menjadi sampel penelitian dan hasil pengukuran jarak tersebut dimasukkan ke dalam lembar observasi.

e. Kepadatan nyamukAnopheles spdi dalam rumah

Data kepadatan nyamuk Anopheles sp di dalam rumah didapatkan melalui survei entomologi dengan tahapan sebagai berikut :

1) Pelatihan penangkap nyamuk

(67)

memasukkan nyamuk hasil tangkapan ke dalam gelas kertas agar tidak lepas kembali. Penangkap yang dilatih ini berjumlah 9 orang.

2) Penangkapan nyamuk di dalam rumah

Setelah penangkap nyamuk dilatih, selanjutnya dilakukan penangkapan nyamuk di dalam rumah. Penangkapan nyamuk dilakukan di dalam rumah dengan carahuman landing collection

(umpan orang) dan penangkapan di dinding dalam rumah. Hal ini disesuaikan dengan pedoman survei nyamuk dewasa oleh Depkes tahun 2003 dimana penangkapan nyamuk pada malam hari di dalam rumah dilakukan dengan umpan orang dalam rumah dan di dinding dalam rumah.

Penangkapan menggunakan umpan orang juga dikarenakan menurut Depkes (2003) perilaku mencari darah Anopheles sp

yang memang aktif pada malam hari sehingga Anopheles dapat tertangkap melalui umpan orang. Sementara penangkapan di dinding dalam rumah dikarenakan menurut Depkes (2003) adanya perilaku istirahat sementara Anopheles saat sebelum dan sesudah menggigit manusia. Oleh sebab itu penangkapan

Anopheles sp dalam rumah dilakukan berdasarkan umpan orang dalam rumah dan penangkapan di dinding rumah.

(68)

penangkapan tepat maka digunakan stopwatch yang terdapat padamobilephone.

Penangkapan menggunakan umpan orang dilakukan dengan cara penangkap duduk di dalam rumah dengan celana digulung sampai lutut dan nyamuk yang hinggap langsung ditangkap dengar aspirator, kemudian nyamuk yang tertangkap dimasukkan dalam gelas kertas, dibedakan menurut jam penangkapan dan lokasi penangkapan.

Setelah 40 menit berlangsung penangkap umpan orang kemudian melakukan penangkapan nyamuk di dinding rumah selama 10 menit. Hasil penangkapan dimasukkan ke dalam cangkir kertas yang sudah diberi label sesuai dengan jam penangkapan dan lokasi penangkapan. Selanjutnya hasil tangkapan nyamuk diserahkan kepada peneliti untuk identifikasi. 3) Identifikasi nyamukAnopheles

Identifikasi Anopheles sp dilakukan oleh tenaga ahli di Balai Litbang P2B2 Banjarnegara. Identifikasi dilakukan untuk mendapatkan nyamuk genus Anopheles dan spesiesnya. Identifikasi dilakukan menggunakan stereo mikroskop dimana ciri-ciri yang terdapat pada nyamuk tersebut dicocokkan dengan kunci bergambar Anopheles dewasa yang tersedia sehingga diketahui genus dan juga spesiesnya. Data jumlah Anopheles

(69)

4) PerhitunganMan Hour Densityatau MHD

Pengukuran kepadatan nyamuk Anopheles dilakukan dengan menggunakan rumus Man Hour Density atau MHD. Rumus MHD dipilih karena peneliti hanya ingin mengetahui kepadatan Anopheles sehingga tidak diperlukan perhitungan dengan rumus lainnya seperti Human Blood Indices,Sporozoite Rate,Man Biting RatedanInoculation Rate.

Pada mulanya akan terlebih dahulu dihitung MHD umpan orang dan dinding dalam rumah untuk setiap satu jam penangkapan. MHD umpan orang didapatkan dengan membagi jumlah nyamukAnopheles yang tertangkap umpan orang dengan jumlah penangkap yang dikalikan dengan waktu penangkapan (jam). Sementara MHD dinding dalam rumah didapatkan dengan membagi jumlah nyamuk Anopheles yang tertangkap di dinding dalam rumah dengan jumlah penangkap yang dikalikan dengan waktu penangkapan (jam). Setelah MHD umpan orang dan di dinding per jamnya didapatkan, maka di hitung MHD per jamnya dengan menjumlahkan MHD umpan orang dan dinding. Selanjutnya dihitung MHD di dalam rumah dengan menjumlahkan MHD perjamnya kemudian dibagi dengan 12 karena pengukuran dilaksanakan selama 12 jam.

3. Instrumen

(70)

a. Temperature and humidity meter - HTC-2, digunakan untuk mengukur suhu udara dan kelembaban udara di sekitar rumah sampel. b. Lembar observasi, untuk mencatat keberadaan ikan pemakan larva

serta jenisnya pada kolam di rumah sampel.

c. GPS pada smartphone, digunakan untuk mengetahui jarak antara kandang ternak sapi dengan rumah.

d. Man Hour Density (MHD), sebagai rumus untuk mengukur kepadatan nyamukAnopheles spdi dalam rumah sampel.

4. Pengolahan data

Data-data yang didapatkan diolah dengan langkah berikut :

a. Editing, untuk melakukan pengecekan kelengkapan dan kejelasan isian lembar observasi berupa data suhu udara, kelembaban udara, keberadaan ikan pemakan larva, jarak penempatan kandang ternak sapi, kepadatan nyamuk Anopheles sp di dalam rumah dan spesiesnya.

b. Coding,untuk merubah data berbentuk huruf menjadi data berbentuk bilangan dimana data keberadaan ikan pemakan larva diberi label 1 jika ada dan label 2 jika tidak ada. Coding juga dilakukan pada penempatan kandang ternak sapi. Penempatan kandang ternak sapi berjarak < 10 m dari rumah diberi label 1, berjarak 10-20 m dari rumah berlabel 2 dan berjarak 21-50 m dari rumah diberi label 3.

(71)

d. Cleaning, dengan mengecek kembali data yang masuk ke dalam program analisis data. Jika terdapat kesalahan kode, ketidaklengkapan dan lain sebagainya maka dilakukan perbaikan. E. Analisis Data

Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis univariat dan bivariat menggunakan bantuan software program komputer. Analisis univariat digunakan untuk mendapatkan gambaran pada masing-masing variabel yang telah diteliti. Data disampaikan dalam bentuk distribusi frekuensi. Pada penelitian ini variabel yang dilakukan analisis univariat adalah suhu udara, kelembaban udara, keberadaaan ikan pemakan larva dan jarak penempatan kandang ternak sapi. Sementara analisis bivariat yang digunakan adalah uji korelasi pearson, uji mann-whitney dan uji kruskal wallis. Uji korelasi pearson digunakan untuk melihat hubungan antara suhu udara dengan kepadatan nyamuk Anopheles sp dalam rumah dan hubungan kelembaban udara dengan kepadatan nyamuk Anopheles sp dalam rumah. Jika nilai p < 0,05 maka dinyatakan terdapat hubungan antara dua variabel tersebut.

Uji mann-whitney digunakan untuk melihat hubungan keberadaan ikan pemakan larva di kolam dengan kepadatan nyamuk Anopheles sp dalam rumah dan jika nilai p < 0,05 maka dinyatakan terdapat hubungan antara dua variabel ini. Selanjutnya, uji kruskal wallis digunakan untuk menguji perbedaan kepadatan nyamuk Anopheles sp dalam rumah berdasarkan jarak penempatan kandang ternak sapi sebagai cattle barriermalaria. Jika nilai p < 0,05 maka dinyatakan terdapat perbedaan kepadatan nyamuk Anopheles sp

(72)
(73)

HASIL

A. Gambaran Umum Desa Sidareja, Kecamatan Kaligondang, Kabupaten Purbalingga

1. Kondisi Geografis

Desa Sidareja merupakan salah satu desa yang berada di Kecamatan Kaligondang, Kabupaten Purbalingga. Suhu udara di desa ini berkisar 24,3- 31,70C dan rata-rata kelembaban udaranya adalah 85%. Sementara hari hujan rata-rata

Gambar

Gambaran Umum Desa Sidareja, Kecamatan Kaligondang,
Gambaran Spesies Anopheles sp yang Tertangkap di dalam
Tabel 5.3. Keberadaan Ikan Pemakan Larva di Desa Sidareja, Kecamatan
Gambar 2.3. Anopheles Dewasa .....................................................................
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dengan adanya alat pengolah limbah sampah plastik menjadi bahan bakar alternatif ini maka permasalahan polusi lingkungan akibat sampah plastik yang sulit terurai

Metode yang umum digunakan oleh orang dalam melakukan penetrasi terhadap sistem berbasis komputer ada 6 macam :..

Dengan demikian, dalam bahasa Kupang berkembang struktur kata kerja serial yang juga terdapat dalam banyak bahasa daerah sekitar Pulau Timor, tetapi tidak terdapat dalam bahasa

Kung mahihirapang markahan ang lahat ng salita, gamitin ang tuldik upang maipatiyak ang wastong bigkas lalo na sa mga salitang magkakatulad ng baybay ngunit

Dewan Komisaris dan Direksi (Manajemen) telah melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan kebijakan dan strategi manajemen risiko yang dilaksanakan oleh Bank Mega Syariah

Berdasarkan penelitian pendahuluan yang bersumber dari guru mata pelajaran akuntansi bahwa dalam pembelajaran akuntansi kelas XI Akuntansi SMK Mutiara Natar Lampung Selatan

Orang tua dengan anaknya pada hakekatnya merupakan suatu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan oleh apapun juga. Bila sesuatu menimpa pada diri anak, orang tua juga ikut

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penerapan aplikasi PUSAKA terhadap kemudahan kinerja pustakawan dan penelusuran informasi pemustaka serta kendala