Lingkungan kerja terkait dengan penetapan jam kerja, relasi antara atasan dan bawahan, relasi antara buruh/pekerja dan juga membahas tentang keselamatan dan kesehatan kerja. Perolehan data berdasarkan hasil wawancara dengan responden R1-6, peneliti mengajukan tujuh pertanyaan kepada responden yang dalam hal ini diharapkan agar mendapat gambaran tentang aspek lingkungan kerja. Dalam hal ini penetapan jam kerja buruh/pekerja pada umumnya maksimal kerja 7 jam dan 1 jam istirahat, jadi total jam kerja buruh/pekerja adalah 8 jam dalam satu hari. Berikut ini adalah deskripsi dari hasil wawancara dengan responden (R3). Berikut penuturan (R3/Kontrak) :
“Ya biasa hari ini, kerjanya...nyalakan mesin jam 6 pagi mesinnya di kontrol terus, setelah itu ya istirahat, sampe pulang jam 2.”
Penentuan jam kerja pada umumnya telah di
tetapkan dalam peraturan Undang-Undang
Ketenagakerjaan No 13 Tahun 2003 Pasal 77 ayat (1) disebutkan setiap pengusaha wajib melaksanakan ketentuan waktu kerja satu harinya 8 jam sehari dan 40 jam dalam satu minggu untuk waktu kerja 5 hari dalam satu minggu. Dalam penerapan jam kerja 8 jam yang terdiri dari 7 jam kerja dan 1 jam istirahat.
61
Hal ini menunjukkan bahwa perusahaan sangat memperhatikan dan memanfaatkan waktu kerja buruh/pekerja dengan sebaik-baiknya. Apabila ada penambahan waktu jam kerja (kerja lembur) maka perusahaan akan meminta buruh untuk bekerja sekitar 1-2 jam kerja. Jika ada permintaan produksi banyak maka waktu kerja lembur akan di tambahkan pada sift yang di tunjuk untuk bertanggung jawab. Adanya sistem sift ini sangat membantu buruh/pekerja dalam mengerjakan tugasnya masing-masing. Sistem shift ini terdiri dari shift pagi pukul 06.00-14.00 WIB, shift siang pukul 14.00-20.00 WIB dan shift malam pukul 22.00-06.00 WIB. Buruh/pekerja yang bekerja pada shift pagi akan melanjutkan pekerjaan dari sistem sift malam, selanjutnya buruh/pekerja yang bekerja pada shift siang akan melanjutkan pekerjaan dari shift pagi dan selanjutnya buruh/pekerja yang bekerja pada shift malam akan melanjutkan pekerjaan dari shift siang dan seterusnya. Buruh/pekerja yang bekerja pada sift siang akan melanjutkan lagi pekerjaan dari sift pagi, demikian juga dengan sift malam akan mengerjakan atau melanjutkan pekerjaan dari sift siang. Sedangkan dalam penelitian ini mengambil sampel responden yang bekerja pada sift pagi jam 06.00-13.00 WIB. Untuk mendapatkan gambaran tentang relasi antara atasan dan bawahan, juga relasi antara rekan kerja.
62
Berikut ini adalah hasil wawancara dengan responden 2 (R2) dan responden (R6)
Berikut paparan dari (R2/Tetap) :
“Sama atasan juga ga ada masalah kita semua bekerja seperti teman, baik atasan maupun bawahan. Tetapi kita juga menghormati sebagai atasan kita, tapi kalau bekerja kita sama-sama.”
Dari paparan diatas menunjukkan bahwa adanya hubungan relasi baik antara atasan dan bawahan, tidak ada sekat yang memisahkan antara pimpinan setempat dengan bawahan sehingga terciptanya lingkungan yang harmonis. Selain itu ,selaku pimpinan tidak hanya menyelesaikan pekerjaannya saja, tetapi juga pimpinan turut membantu dan memberikan arahan kepada buruh/pekerja jika terjadi kesalahan dalam bekerja, seperti yang dipaparkan oleh responden (R6) :
“Bagus sih...mba... di meeting kalau misal ada yang kurang ini disuruh benerin, seminggu sekali kita meeting, biasanya setiap hari sabtu.”
Setiap satu minggu sekali, Departement Spinning melakukan evaluasi kerja yang diadakan pada setiap hari sabtu. Tujuan dari meeting ini agar buruh/pekerja bekerja lebih efektif dengan mengevaluasi pekerjaan selama satu minggu. Relasi yang harmonis ini juga dirasakan oleh R5 :
63
“Itu juga baik ya orangnya pasti yo diberi tau, cara-caranya, misalkan : kalau mau ambil cuti gimana caranya, terus gimana cara jalankan mesin, kalau mau ijin juga ke kabak, misalkan ada ijin keluar ke kapluk terus ke kabak.”
Dari tanggapan (R5) terhadap atasan menunjukkan bahwa pimpinan juga turut membantu buruh/pekerja yang kurang mengetahui tentang aturan-aturan cuti dan ijin kerja hal ini terjadi pada buruh/pekerja kontrak. Pada awal masuk kerja setiap buruh/pekerja diberi pelatihan selam 3 bulan di lapangan (lingkungan pabrik), dalam pelatihan tersebut buruh/pekerja diajar untuk mengetahui tentang pekerjaan yang akan dikerjakan setelah training sesuai dengan job instruction (instruksi kerja) atau diajarkan cara-cara untuk menjalankan mesin.
Namun waktu pelatian selama 3 bulan kurang efektif, sehingga kemugkinan buruh/pekerja lupa tentang cara atau teknik-teknik dalam menjalankan mesin. Oleh karena itu perusahaan mengadakan re_training yang berfungsi untuk mengulang kembali atau mengingatkan kembali tentang bagai mana cara atau teknik menggunakan mesin dengan aman dan bekerja sesuai dengan standar kerja yang diterapkan oleh perusahaan. Hal ini di upayakan oleh perusahaan yang berguna untuk menigkatkan produktifitas buruh dan produktifitas perusahaan. Pada pembahaan selanjutnya akan menjelaskan tentang relasi antara
64
buruh/pekerja di dalam lingkungan pabrik. Berikut penuturan dari (R4/Kontrak) :
“Sesama teman-teman juga enak-enak aja mba, penak koq mba.”
Rata-rata pendapat responden tentang relasi kerja antara rekan kerja buruh/pekerja menunjukkan adanya hubungan yang baik antar rekan kerja. Jika ada teman-teman yang sakit baik di rumah sakit ataupun di rumah dan tidak masuk kerja selama 1 minggu, para buruh/pekerja berinisiatif untuk pergi menjenguk rekan kerja mereka. Selain itu juga, jika ada rekan kerja atau keluarga dari rekan kerja di pabrik yang meniggal, mereka juga datang untuk memberi dukungan atau semangat bagi rekan tersebut. Suasana kekeluargaan ini juga merupakan implementasi dari visi dan misi PT. Daya Manuggal. Untuk mengetahui tentang keselamatan dan kesehatan kerja (K3), pada PT Daya manuggal sangat mengutamakann Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) dengan bekerja sesuai standar kerja yang sudah di tentukan oleh pabrik. Berikut ini adalah tanggapan dari (R3) tentang keselamatan kerja :
“Keselamatan kerja , bekerja sesuai dengan standar kerja yang ada disini, tentang peraturan-peraturan disini. Bekerja sesuai dengan standar kerja yang sudah ditentukan oleh pabrik pada tiap-tiap bagian. “
65
Pada umumnya keselamatan kerja merupakan hal utama perusahaan dan khususnya bagi buruh/pekerja agar mengurangi resiko kecelakan yang terjadi pada saat bekerja. Hal ini dapat tercermin dari penurun R3, bahawa buruh/pekerja bekerja dengan standar kerja (ISO/ Internasional System Organisation) yang baik agar dapat menigkatkan produktivitas kerja yang tinggi. Menurut perbincangan dengan staf produksi Spinning, standar kerja sudah terjamin kualitasnya dengan sistem kerja sesuai standar ISO 9001:2008 (Standar Internasional) yang diakui dunia untuk sertifikasi sistem secara keseluruhan. Standar kerja yang dimaksud oleh R3 adalah standar kerja ISO yang sudah diakui dunia , selain itu juga perusahaan menerapkan peraturan-peraturan tertentu yang dibuat oleh pabrik pada tiap-tiap bagian lokasi kerja, dengan cara menempel aturan-aturan tertentu secara tertulis, bendera K3, pamflet-pamflet berupa tulisan disertai gambar-gambar yang merujuk kepada keamanan kerja. Selain keselamatan kerja juga perusahaan menjamin kesehatan buruh/pekerja dengan diadakannya program pemerintah seperti ; Jamsostek atau BPJS Ketenagakerjaan. Adanya program jaminan kecelakaan kerja (JKK) adalah untuk memberikan perlindungan atas resiko-resiko kecelakaan yang terjadi dalam hubungan kerja dan penyakit yang disebabkan oleh lingkungan kerja.
66
Sementara pembayaran pengobatan ditanggung oleh pemberi kerja (perusahaan) dan besaran biaya tergantung pada tingkat resiko langkungan kerja. Berikut ini adalah tanggapan dari responden (R1) :
“Ya kalau disini khn memang, kalau misalkan ada yang kecelakan kerja tetap ada jaminannya kayak asuransinya gitu. Jamsostek (Jaminan sosial tenaga kerja), aku khn sendiri ada asuransinya sendiri, jaminan sosial tenaga kerja kalau ada kecelakaan kerja.”
Selain jaminan kecelakan kerja perusahaan juga mengupayakan untuk mengurangi resiko kecelakan kerja dengan menyediakan peralatan atau perlengkapan kerja seperti, yang di utaran oleh R1 :
“Pake topi, sepatu itu khn buat keselamatan kerja, sepatu khn harus pake sepatu ket itu, masker, skoret, yang paling penting itukan masker, kalau operator khn harus pake masker.”
Menurut hasil wawancara, hampir semua buruh/pekerja menjawab hal yang sama, adapun peralatan yang di sediakan oleh pabrik yaitu ; seragam biru, topi untuk menutupi kepala khusunya rambut, sepatu kets diberikan gratis setiap tahun pada bulan september, masker agar terhindar dari debu, kantong skoret/kantong wis untuk mengisi kotoran/sisa benag. Dari penuturan R1, masker merupakan hal terpenting yang wajib di hunakan oleh buruh/pekerja agar terhindar dari paparan debu dari sisa-sisa benag.
67
Hal ini ditekankan lagi oleh R2 :
“Kalau kesehatan khn debunya khn banyak, debunya terlalu banyak tapikan ada masker.”
Paparan debu yang terlalu banyak menjadi keluhan bagi buruh/pekerja, hal ini sangat menggangu aktivitas kerja buruh secara keseluruhan. Debu yang kasat mata, dan mudah terhirup ketika melepaskan masker tentu akan menggangu kesehatan khusunya saluran pernapasan dari buruh/pekerja yang bekerja di lingkungan pabrik. Nampaknya keluhan R2 tentang debu yang menggangu juga di rasakan oleh R5 :
“Disini ya apa menghirup kapas khn nganu debu, pake masker masih tembus tiap hari masker diganti itu masih kena debu, tetap masuk debunya”.
Meskipun masker yang digunakan selalu di ganti setiap hari, namun tidak optimal dalam penggunaannya dan dapat menggangu kesehatan buruh/pekerja. Hal ini menunjukkan masker yang digunakan tersebut kemugkinan tipis sehingga mudah di tembus oleh debu yang ada di lingkungan pabrik. Oleh karena itu perlu bagi perusahaan atau pimpinan setempat untuk memperhatikan jenis masker yang digunakan atau megganti maker yang dibuat khusus oleh pabrik dengan jenis kain yang lebih tebal agar debu tidak mudah menembus masker yang di gunakan.
68
Hal ini, dilakukan untuk melindungi kesehatan buruh/pekerja agar terhindar dari penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan. Selain menjamin keselamatan kerja, perusahaan juga menjamin kesehatan buruh/pekerja yang sakit dengan disediakannya fasilitas berupa Balai Pengobatan atau biasa dikenal di lingkungan pabrik dengan sebutan BP Manuggal. Sementara keberadan BPJS yang merupakan program pemerintah tetap di kontrol atau di bawah pengawasan perusahaan khusunya Balai Pengobatan Manuggal (BP Manuggal). Pada BP Manuggal selain menyediakan obat-obatan, juga ada dokter yang dipercayakan untuk menagani masalah penyakit yang di alami. Berikut adalah penuturan dari (R1) :
“Kalau kesehatan misalnya kita sakit disini khn ada Balai Pengobatan (BP Manuggal), terus akir-akir ini kita khn pakainya BPJS. BPJS juga khn tetap di BP juga.”
Jamsostek yang di maksud adalah BPJS Ketenagakerjaan, perusahaan tidak hanya memberikan jaminan kesehatan kepada tenaga kerja saja, tetapi juga bagi anggota keluarga dari buruh/pekerja tersebut. Khususnya anggota keluarga buruh/pekerja yang terdaftar di Kartu Keluarga (KK). Lain lagi halnya pada tingkatan level staf, jenis fasilitas kesehatan yang diberikan berbeda dengan buruh/pekerja, hal ini dapat
69
tercermin dari penuturan R3 yang adalah istri dari salah satu staf di perusahaan. Berikut penuturan R3 :
“Kesehatan kerja pake blue inhealt, ikut bapak kalau kayawan biasa itu BPJS. Inheale khn kesehatan swasta tapi pake dokter pribadi. Ikut bapak semua sekeluarga, padahal aku khn karyawan tapi peraturan ikut bapak.”
Untuk level staf diberikan fasilitas kesehatan Blue Inhealt milik swasta dengan menggunakann dokter pribadi, sedangkan bagi buruh/pekerja biasa menggunakan BPJS dengan doktekter umum. Menurut peraturan perusahaan, bagi suami dan istri bekerja di dalam lingkungan pabrik dan suami atau kepala keluarga menuduki jabatan tertentu di perusahaan, maka jaminan kesehatan yang diberikan perusahaan harus mengikuti kepala keluarga menurut peraturan di perusahaan.