• Tidak ada hasil yang ditemukan

VI ANALISIS LINGKUNGAN PEMASARAN

6.1 Lingkungan Eksternal

6.1.1 Lingkungan Makro

Lingkungan makro merupakan situasi dan kondisi yang berada di luar perusahaan yang secara langsung maupun tidak langsung dapat mempengaruhi kinerja karyawan. Lingkungan makro terdiri dari faktor politik, ekonomi, sosial budaya, demografi dan lingkungan dan teknologi.

1) Sosial Budaya, Demografis dan Lingkungan

Saat ini telah terjadi perubahan peralihan wisata dimana konsumen lebih menyukai wisata alam. Perubahan ini memberikan kesempatan kepada para pengelola wisata alam untuk menawarkan paket-paket wisata yang menarik, sehingga para wisatawan tertarik untuk melakukan kunjungan wisata. Paket wisata yang ditawarkan oleh HB Garden Guest House sangat unik karena pengunjung terlibat di dalamnya, dalam bentuk kegiatan-kegiatan yang ada dalam paket wisata tersebut. Pengemasan juga menarik dikarenakan ada perpaduan wisata agro dan wisata budaya, sehingga pengunjung memperoleh dua manfaat sekaligus dan pengalaman-pengalaman yang tak terlupakan.

Keberadaan KWC membawa banyak manfaat bagi lingkungan sekitar dimana KWC berdiri. Tahun 1998 ketika Marzuki Usman selaku Menteri

Pariwisata Seni dan Budaya berkunjung ke KWC maka dilakukan perbaikan jalan mulai dari pertigaan Bebengket hingga ke Ujung Desa Cihideung Udik. Dengan demikian, sistem transportasi masyarakat menjadi lancar dan demikian juga dengan pengunjung yang akan berkunjung ke KWC yang menggunakan kendaraan bermotor. Terjalin hubungan yang baik diantara KWC dan penduduk sekitar yaitu dengan keterlibatan penduduk dalam kegiatan wisata yang dilakukan oleh wisatawan. Keterlibatan warga juga termasuk dengan dipekerjakannya sekitar 75% warga sekitar di KWC.

Kekuatan ekonomi makro yang pertama dipantau oleh pemasar adalah populasi, karena orang atau konsumen merupakan pembentuk pasar. Konsumen mempunyai sikap dan selera yang berbeda-beda terhadap suatu produk (barang maupun jasa). Demografi merupakan studi statistik tentang kependudukan beserta karakteristik distribusinya. Jumlah penduduk yang bertambah memberikan pengaruh yang semakin besar pada kegiatan pemasaran.

Jumlah penduduk merupakan salah satu hal yang perlu dipertimbangkan dalam menganalisis faktor demografis. Jumlah penduduk yang semakin meningkat diperkirakan dapat meningkatkan pangsa pasar suatu produk. Berdasarkan data BPS hasil dari SUPAS (Survei Penduduk Antar Sensus), penduduk Indonesia pada tahun 2005 berjumlah 218.852 ribu jiwa dan pada tahun 2009 sebesar 231.370 ribu jiwa, dalam kurun waktu empat tahun terjadi peningkatan yang sangat pesat sekitar 12.518 ribu jiwa.

Tabel 17 menunjukkan jumlah penduduk di Indonesia sejak tahun 2005-2009. Tabel tersebut menjelaskan bahwa jumlah penduduk Indonesia terus mengalami peningkatan dari tahun 2005 sampai dengan tahun 2009. Secara umum penduduk Indonesia meningkat setiap tahunnya dengan pertumbuhan penduduk rata-rata sebesar 1,27 persen.

Tabel 77. Jumlah Penduduk Indonesia Tahun 2005-2009

Tahun Jumlah Penduduk (ribu jiwa) Pertumbuhan (%)

2005 219.852 - 2006 222.747 1,30 2007 225.642 1,28 2008 228.523 1,26 2009 231.370 1,23 Rata-rata 1,27

Sumber : Badan Pusat Statistik (2010) 2) Perekonomian

Keadaan perekonomian suatu negara akan sangat mempengaruhi kinerja perusahaan dan industri. Faktor ekonomi terkait dengan kebijakan-kebijakan yang mempengaruhi perekonomian suatu bangsa, seperti pertumbuhan ekonomi yang akan mempengaruhi daya beli masyarakat, inflasi yang tinggi, kenaikan atau penurunan harga berbagai macam komoditas dan lain-lain.

Kondisi perekonomian Indonesia cenderung membaik ditandai dengan meningkatnya kinerja perekonomian Indonesia pada tahun 2009 yang digambarkan oleh Produk Domestik Bruto (PDB) atas dasar harga konstan. Badan Pusat Statistik (BPS) Indonesia menyatakan bahwa pertumbuhan PDB Indonesia pada triwulan I sampai dengan triwulan III tahun 2009 mencapai 4,2 persen dibanding dengan PDB Indonesia pada tahun sebelumnya pada triwulan yang sama. Pertumbuhan ekonomi nasional ini cenderung mengalami peningkatan seperti ditunjukkan pada Tabel 18. PDB atas dasar harga konstan tahun 2000 pada tahun 2005 mencapai 1.750,8 triliun rupiah dengan laju pertumbuhan PDB meningkat sebesar 5,7 persen dari tahun 2004. Di tahun 2006 meskipun laju pertumbuhan PDB lebih kecil dari tahun 2005 atau turun serbesar terjadi pada tahun 2007 besar 0,2 poin menjadi 5,5 persen akan tetapi nilai PDB meningkat menjadi 1.847,1 triliun rupiah. Peningkatan pertumbuhan PDB terbesar terjadi pada tahun 2007 sebesar 6,3 persen dengan nilai 1.847,1 triliun rupiah. Nilai PDB juga semakin meningkat hingga tahun 2008 mencapai 2.082,1 triliun rupiah. Pada tahun 2009 PDB mengalami

pertumbuhan sebesar 4,5 persen, dengan nilai PDB mencapai 2.177,0 triliun rupiah.

Tabel 18. Nilai dan Laju Pertumbuhan Produk Domestik Bruto Indonesia Tahun 2004-2009

Tahun PDB atas Dasar Harga Konstan Tahun 2000 (triliun rupiah) Pertumbuhan PDB (%) 2005 1.750,8 - 2006 1.847,1 5,5 2007 1.963,1 6,3 2008 2.082,1 6,1 2009 2.117,0 4,5

Sumber : Data Strategis Badan Pusat Statistik (2010) 3) Teknologi

Perkembangan dan kemajuan teknologi merupakan salah satu faktor yang dapat menunjang aktifitas usaha. Teknologi merupakan faktor penting untuk kemajuan suatu usaha. Perkembangan teknologi dan informasi yang semakin maju mendorong KWC untuk menjadi lebih baik dengan pemanfaatan sumber daya yang ada. Pemanfaatan teknologi dan informasi seharusnya sudah diterapkan oleh semua perusaahan akan tetapi pada KWC belum maksimal dilakukan karena belum didukung dengan manajemen yang baik.

Perkembangan teknologi dan informasi sudah dimanfaatkan di beberapa bagian manajemen di KWC. Penggunaan seperangkat komputer dan telepon untuk mempermudah proses operasional pada KWC seperti keuangan dan pencatatan yang dilakukan dengan sistem komputerisasi. Teknologi berkomunikasi dengan pengunjung akan lebih efektif dan efisien dengan menggunakan teknologi komunikasi yaitu telepon.

4) Hukum-Politik

Aspek hukum politik secara makro mempengaruhi kegiatan perusahaan. Aspek politik tidak terlepas dari peranan pemerintah. Kebijakan politik mempunyai dampak yang sangat penting bagi para pengusaha. Kebijakan politik yang baik akan menciptakan iklim usaha yang kondusif dan sebaliknya jika kebijakan yang terjadi kurang baik maka akan sangat tidak

menguntungkan bagi para pengusaha. Pemerintah selaku pembuat kebijakan harus memberikan perhatian terhadap perkembangan-perkembangan industri yang ada.

Kurangnya stabilitas keamanan di Indonesia saat ini merupakan dampak dari ketidakstabilan kondisi dalam negeri. Pada saat ini kebijakan pemerintah masih belum dapat mengatasi kondisi politik dan keamanan dalam negeri. Stabilitas keamanan bangsa akan berdampak pada ketenangan masyarakat dalam menjalankan roda kehidupannya. Kondisi ini juga dapat mempengaruhi industri yang bergerak di bidang pariwisata yang pengunjungnya adalah wisatawan baik dalam maupun luar negeri. Pemerintah harus terus berusaha untuk menciptakan stabilitas keamanan, sehingga dapat menunjang perekonomian rakyat.

Bogor termasuk dalam wilayah Jabodetabek yang memiliki kedudukan sangat penting. Instruksi Presiden No. 13 tahun 1976 disebutkan bahwa Jabodetabek merupakan kawasan yang mempunyai arti dan kedudukan strategis pada tata ruang nasional. Peran Jabodetabek adalah sebagai megacity dengan fungsinya sebagai pusat kegiatan perdagangan dan jasa, pemukiman, industri dan pariwisata dengan skala pelayanan internasional dan regional.

Seiring dengan peningkatan jumlah usaha pendukung industri pariwisata di Bogor, pemerintah menerapkan peraturan izin usaha dan retribusi. Pasal 12 perda kota Bogor Nomor 8 Tahun 2004 tentang penyelenggaraan usaha kepariwisataan mengatur perizinan badan usaha atau perorangan yang mengajukan usaha kepariwisataan wajib dikenakan retribusi. Peraturan ini dilaksanakan berdasarkan UU No. 34 Tahun 2000 tentang pajak dan retribusi daerah dimana tarif yang dikenakan pada konsumen sebesar 10 persen dari total pesanan. Adanya peraturan dan perundang-undangan yang jelas serta dukungan besar pemerintah terhadap usaha wisata agro telah mampu menciptakan lingkungan politik dan hukum yang aman bagi usaha pariwisata. 6.1.2 Lingkungan Mikro

Lingkungan mikro merupakan lingkungan yang langsung dapat mempengaruhi kemampuan perusahaan untuk melayani pasarnya. Lingkungan mikro terdiri dari konsumen, tenaga kerja dan pesaing.

1) Konsumen

Kegiatan wisata saat ini telah menjadi salah satu kebutuhan bagi masyarakat. Bagi orang yang tinggal di perkotaan dengan tingkat kesibukan yang tinggi, kondisi udara yang panas dan terpolusi dapat mengakibatkan stres. Menghilangkan kepenatan tersebut seseorang akan melakukan kunjungan wisata yang berbasis lingkungan alam (back to nature). Agrowisata merupakan salah satu alternatif wisata alam yang memberikan kesan tersendiri bagi para pengunjungnya.

Peluang tersebut dimanfaatkan oleh HB Garden Guest House yang menawarkan konsep wisata KWC. Kegiatan wisata yang satu ini unik dikarenakan agrowisata dipadukan dengan wisata budaya. Paket yang ditawarkan tidak hanya sekedar untuk diketahui oleh pengunjung akan tetapi juga bersifat mendidik (wisata edukasi). Pengunjung dilibatkan langsung dalam kegiatan pertanian dan diajarkan berbagai budaya Sunda seperi tari jaipong, angklung dan gamelan.

Berdasarkan penelitian mengenai perilaku konsumen umumnya pengunjung KWC berasal dari kalangan menengah ke atas. Hal ini terjadi karena harga yang ditetapkan KWC termasuk dalam kategori mahal. Terdapat kesesuaian biaya yang harus dikeluarkan pengunjung dengan kegiatan-kegiatan dalam paket wisata yang diperoleh.

Paket-paket wisata yang ada di KWC tidak hanya digemari oleh wisatawan domestik melainkan juga sangat diminati oleh wisatawan mancanegara. Berdasarkan wawancara yang dilakukan dengan pihak KWC pengunjung manca negara yang tercatat berasal dari Amerika Serikat, Kanada, Inggris, Jepang, belanda, Ceko, Australia, Swedia, Italia, Belgia dan Perancis. Wisatawan domestik biasanya berasal dari masyarakat perkotaan dalam bentuk individu ataupun kelompok. Pengunjung biasanya datang bersama keluarga dan juga dengan rombongan dari perusahaan dan sekolah-sekolah.

Selama berdirinya KWC kebanyakan para pengunjungnya adalah loyal baik dari dalam maupun luar negeri. Hal ini dibuktikan dengan banyaknya pengunjung yang datang berulang kali ke KWC. Kampoeng Wisata

Cinangneng mempertahankan keloyalan tersebut dengan selalu menawarkan kegiatan yang bervariasi dan memastikan pengunjung puas dengan kunjungannya. Pada umumnya para pengunjung domestik melakukan kunjungan pada akhir pekan (weekend) dan masa-masa liburan.

Karakteristik pengunjung yang diukur dalam penelitian ini meliputi : jenis kelamin, umur, daerah asal, tingkat pendidikan, pekerjaan, tingkat pendapatan dan status pernikahan. Berdasarkan data yang diperoleh melalui pengisian kuesioner terhadap 30 pengunjung KWC, didapatkan karakteristik konsumen antara lain :

a) Jenis Kelamin

Pengunjung KWC yang menjadi responden dalam penelitian ini adalah terdiri dari 73 persen adalah wanita atau sebanyak 22 orang, sedangkan laki-lakinya hanya 27 persen atau sebanyak delapan orang. Hal ini dapat Tabel 19 mengenai persentase jenis kelamin. Banyaknya pengunjung perempuan pada KWC dikarenakan kebanyakan pendamping dari rombongan pelajar yang mengikuti paket wisata di KWC adalah perempuan.

Tabel 19. Persentase Jenis Kelamin Responden pada Kampoeng Wisata Cinangneng

Jenis Kelamin Jumlah (Orang) Persentase (%)

Perempuan 22 73

Laki-laki 8 27

Total 30 100

b) Daerah asal

Daerah asal merupakan lokasi tempat tinggal responden. Daerah asal akan menunjukkan dari daerah mana saja pengunjung KWC berasal. Pengunjung KWC berasal dari daerah Jakarta dan Bandung. Sekitar 70 persen adalah dari Jakarta atau sebanyak 21 orang dan sisanya sekitar 30 persen atau sebanyak sembilan orang orang dari Bandung.

Tabel 20. Sebaran Daerah Asal Responden pada Kampoeng Wisata Cinangneng

Daerah Asal Jumlah (Orang) Persentase (%)

Jakarta 21 70

Bandung 9 30

Total 30 100

Tabel 20 menunjukkan bahwa mayoritas responden, yaitu 70 persen berasal dari Jakarta. Hal tersebut dikarenakan KWC merupakan objek agrowisata yang bernuansa pedesaan, sehingga menarik minat pengunjung untuk melakukan kegiatan khas pedesaan yang tidak dapat mereka temukan di kota-kota besar seperti Jakarta.

c) Usia

Berdasarkan pengisian kuesioner terhadap pengunjung KWC diperoleh bahwa karakteristik usia dari pengunjung yang berwisata di KWC berasal dari berbagai kalangan umur yang beragam. Dari kalangan anak-anak, remaja, dewasa, dan lanjut usia. Hal tersebut dikarenakan KWC merupakan objek agrowisata yang terbuka bagi umum dan merupakan tempat wisata keluarga, sehingga semua anggota keluarga dapat menikmati kegiatan yang ditawarkan oleh KWC.

Batasan umur responden yang ditetapkan pada penelitian ini yaitu minimal 17 tahun, sehingga kalangan responden yang dipilih yaitu kalangan remaja, dewasa, maupun lanjut usia. Jumlah persentase tertinggi yaitu sebesar 83,3 persen merupakan responden yang berasal dari kalangan dewasa atau yang berusia lebih atau sama dengan 36 tahun. Hal ini dikarenakan KWC merupakan tempat wisata keluarga, sehingga cocok bagi suatu pasangan suami istri atau seluruh anggota keluarga untuk berlibur. Sedangkan sisanya sebesar 16,7 persen atau sebanyak lima orang adalah usia dari 17 sampai dengan 25 tahun. Sebaran ini dapat dilihat pada Tabel 21.

Tabel 21. Sebaran Usia Responden pada Kampoeng Wisata Cinangneng

Usia (tahun) Jumlah (Orang) Persentase (%)

17-25 5 16,7

36 25 83,3

Total 30 100

d) Tingkat Pendidikan Terakhir

Berdasarkan data dari 30 orang responden, dapat diketahui bahwa responden yang berwisata di KWC memiliki latar belakang pendidikan yang beragam. Sebaran responden berdasarkan pendidikan terakhir dapat dilihat pada Tabel 22.

Tabel 22. Sebaran Responden Berdasarkan Pendidikan Terakhir pada Kampoeng Wisata Cinangneng

Pendidikan terakhir Jumlah (Orang) Persentase (%)

SD 2 6,7 SMP 2 6,7 SMA 15 50 Diploma/Akademi 7 23,3 Sarjana/Pasca Sarjana 4 13,3 Total 30 100

Berdasarkan Tabel 22, terdapat perbedaan jumlah persentase yang cukup mencolok antara latar belakang pendidikan SMA dengan yang lain. Responden dengan latar belakang pendidikan SMA merupakan latar belakang pendidikan dengan persentase terbesar yaitu 50 persen, sedangkan jumlah persentase terkecil merupakan latar belakang pendidikan SD dan SMP dengan persentase sebesar 6,7 persen. Responden dengan pendidikan terakhir di perguruan tinggi yaitu sebesar 23,3 persen dari diploma atau akademi dan 13,3 persen merupakan sarjana. Jika dijumlahkan, maka jumlah responden dengan latar belakang pendidikan dari perguruan tinggi sebesar 36,6 persen.

e) Pekerjaan

Pengunjung pada KWC mempunyai latar belakang pekerjaan ataupun profesi yang bervariasi. Akan tetapi lebih dari separuhnya sebesar 73 persen adalah pegawai swasta. Sebaran responden berdasarkan pengunjung dapat dilihat pada Tabel 23.

Tabel 23. Sebaran Jenis Pekerjaan Responden pada Kampoeng Wisata Cinangneng

Pekerjaan Jumlah (Orang) Persentase (%)

Pelajar (Mahasiswa) 2 6,7

BUMN/PNS 4 13,3

Pegawasi Swasta 22 73,3

Pensiunan 2 6,7

Total 30 100

Berdasarkan Tabel 23, diperoleh informasi bahwa dari 30 orang responden, sebagian besar berprofesi sebagai pegawai swasta dengan persentase sebesar 73,3 persen. Hal tersebut dikarenakan, selain merupakan tempat yang cocok bagi keluarga, KWC juga merupakan objek wisata yang sering dikunjungi oleh rombongan pegawai perusahaan untuk melakukan family gathering. Latar belakang pekerjaan responden dengan jumlah persentase terkecil yaitu responden dengan pekerjaan sebagai pelajar (mahasiswa), BUMN/PNS dan pensiunan. f) Pendapatan

Tingkat pendapatan responden pada KWC dapat juga dilihat dari jenis pekerjaannya. Mengacu pada Tabel 24 di bawah ini, dapat diketahui bahwa sebagian besar responden yaitu sebesar 93,3 persen mempunyai pendapatan diatas tiga juta rupiah per bulan. Sisanya terdapat 6,7 persen responden yang mempunyai pendapatan kurang dari lima ratus ribu rupiah. Hal tersebut terjadi karena responden yang masih berstatus sebagai pelajar dan mahasiswa, nilai pendapatannya pun dilihat dari uang saku mereka. Secara keseluruhan dapat disimpulkan bahwa segmentasi

pengunjung yang berwisata di KWC adalah dari kalangan menengah ke atas.

Tabel 24. Sebaran Tingkat Pendapatan Rata-rata Responden pada Kampoeng Wisata Cinangneng

Pendapatan Jumlah (Orang) Persentase (%)

< 1.000.000 2 6,7

3.000.000 28 93,3

Total 30 100

g) Status Pernikahan

Sebagian besar pengunjung yang berwisata di KWC merupakan pengunjung yang datang bersama keluarganya. Mayoritas responden yang terpilih merupakan responden yang sudah berkeluarga. Sebaran responden berdasarkan status pernikahan dapat dilihat pada Tabel 25. Tabel 25. Sebaran Status Pernikahan Responden pada Kampoeng

Wisata Cinangneng

Status Pernikahan Jumlah (Orang) Persentase (%)

Menikah 28 93,3

Belum Menikah 2 6,7

Total 30 100

Berdasarkan Tabel 25, dapat diketahui bahwa dari 28 orang responden, sebesar 93,3 persen merupakan responden yang sudah menikah, sedangkan persentase responden yang belum menikah sebesar 6,7 persen. Perbedaan jumlah persentase dari kedua status pernikahan tersebut sangat signifikan yaitu sebesar 86,6 persen. Hal ini disebabkan KWC merupakan lokasi yang cocok dan diminati bagi pasangan suami istri maupun keluarga.

2) Tenaga kerja

HB Garden Guest House dalam menjalankan usahanya ini dibantu oleh sekitar 40 karyawan. Penyerapan tenaga kerja KWC menggunakan sistem

gethok tular, khususnya untuk tenaga kerja lepas. Pengadaannya bersifat fleksibel yaitu pengadaan jumlah tenaga kerja tergantung dari jumlah pengunjung yang datang. Artinya jika pengunjung yang datang banyak maka diperlukan tenaga kerja tambahan terutama sebagai pemandu (guide). Tingginya pengunjung biasanya terjadi pada hari sabtu dan minggu dan hari-hari libur. Tenaga kerja lepas diberitahukan untuk kehadirannya satu sampai dua hari sebelum pelaksanaan kunjungan.

Latar belakang pendidikan yang dimiliki karyawan HB Garden Guest House berbeda-beda yang terdiri dari satu orang sarjana, dua orang diploma, tujuh orang lulusan SMA, 14 orang lulusan SMP dan selebihnya yaitu sejumlah 16 orang adalah tamatan SD. Jumlah karyawan tetap yang dimiliki hanya berjumlah 12 orang, selebihnya sebanyak 28 orang merupakan tenaga kerja (freelance).

3) Pesaing

Setiap usaha yang dijalankan pasti memiliki saingan. Begitu juga dengan usaha wisata. Lokasi yang strategis menyebabkan banyak pelaku usaha di bidang wisata yang tertarik untuk membuka usahanya. Produk dan jasa konsep wisata kampoeng merupakan usaha yang mudah diikuti oleh perusahaan lain, sehingga banyak konsep wisata kampoeng lain yang bermunculan, semisal Wisata Kampoeng Cendrawasih. Selain itu, objek wisata lain seperti Kebun Raya Bogor, Kawasan Puncak dan objek wisata lainnya di kota Bogor merupakan pesaing bagi KWC dalam hal menarik minat pengunjung. Selengkapnya pesaing KWC dapat dilihat pada Tabel 5. 6.1.3 Lingkungan Industri

Lingkungan industri adalah komponen dari lingkungan yang lebih interaktif bagi perusahaan dalam arti mempengaruhi kinerja perusahaan, analisis industri sangat penting untuk menentukan seberapa jauh industri masih menarik dan melihat faktor yang diperlukan untuk mencapai keberhasilan dalam industri tersebut. Keadaan persaingan dalam industri tergantung pada lima kekuatan pokok yaitu: tingkat persaingan diantara perusahaan yang ada, ancaman masuk pendatang baru, ancaman produk substitusi, daya tawar (bargaining position)

pemasok dan daya tawar pembeli (Porter 1993). Kelima kekuatan tersebut akan menjadi sangat penting bagi perusahaan untuk membantu dalam perumusan strategi.

1) Kekuatan Tawar Menawar Pemasok

Pemasok dapat memanfaatkan kekuatan tawarnya atas anggota industri dengan menaikkan harga ataupun menurunkan kualitas barang yang dijualnya. Kekuatan pemasok tergantung pada karakteristik pasar dan pada tingkat kepentingan relatif penjulan atau pembeliannya dalam industri tersebut dibandingkan dengan keseluruhan bisnisnya. Kekuatan tawar pemasok mempengaruhi intensitas persaingan dalam suatu industri, khususnya ketika ada sejumlah besar pemasok, ketika hanya ada sedikit barang substitusi yang cukup bagus ketika biaya untuk mengganti bahan baku sangat mahal. Bahan baku yang digunakan oleh KWC secara kontinyu adalah bahan baku untuk kebutuhan dapur yaitu makanan dan minuman untuk pengunjung dan karyawan KWC yang dibeli di pasar tradisional.

2) Kekuatan Tawar Menawar Pembeli

Ketika konsumen terkonsentrasi atau besar jumlahnya atau membeli dalam jumlah besar, kekuatan tawar-menawar mereka menjadi kekuatan utama yang mempengaruhi intensitas persaingan dalam suatu industri. Kekuatan tawar-menawar konsumen juga lebih tinggi ketika yang dibeli adalah produk standar atau tidak terdiferensiasi. Ketika kondisi seperti ini, konsumen seringkali dapat bernegosiasi tentang harga jual, cakupan garansi, dan paket aksesori hingga ke tingkat yang lebih tinggi. Kekuatan tawar menawar pembeli tidak terlalu terpengaruh pada KWC karena pengunjung hanya mengikuti harga paket wisata yang telah ditetapkan KWC dengan mempertimbangkan kesesuaian harga dengan kualitas paket yang diperoleh. 3) Ancaman Produk Substitusi

Keberadaan produk substitusi akan membatasi potensi bisnis suatu industri. Jika industri tidak mampu meningkatkan kualitas produk maka pertumbuhan industri dapat terancam. Produk substitusi ditentukan oleh banyaknya junlah produk yang memiliki fungsi yang sama dengan produk perusahaan. Keleluasaan konsumen untuk beralih ke objek wisata yang diinginkan sangat

berpengaruh dalam industri pariwisata. Bidang wisata memiliki banyak produk substitusi yaitu berupa wisata-wisata alam. Dengan demikian, banyak bermunculan konsep-konsep wisata yang menampilkan dan mengemas produk wisata dalam berbagai bentuk semisal wisata air, wisata budaya, wisata edukasi, wisata pertanian dan lain-lain. Kemunculan berbagai macam produk substitusi di pasaran membuat konsumen dihadapkan pada berbagai macam pilihan, sehingga konsumen bebas untuk memilih produk mana yang dapat memuaskan keinginan mereka. Hal ini berarti ancaman produk substitusi relatif besar.

4) Ancaman Masuk Pendatang Baru

Masuknya pendatang baru dalam suatu industri akan menimbulkan sejumlah implikasi bagi perusahaan yang sudah ada, antara lain perebutan pangsa pasar, sumberdaya dan penggunaan teknologi. Ancaman pendatang baru tergantung pada hambatan untuk memasuki industri. Beberapa hambatan dalam memasuki suatu industri yaitu skala ekonomis, differensiasi produk, kebutuhan modal, keunggulan biaya, akses saluran distribusi dan peraturan pemerintah. Industri pariwisata hambatan masuk bagi pendatang baru relatif kecil. Siapapun dapat membuka objek wisata akan tetapi harus sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Kegiatan agrowisata tidak hanya terbatas pada perkebunan besar atau taman-taman bunga saja akan tetapi pertanian kecil sekalipun dapat dijadikan objek wisata. Hal ini tergantung pada bagaimanan cara pengemasannya sedemikian rupa, sehingga pengunjung merasa tertarik. 5) Tingkat Persaingan Antar Perusahaan

Sejak awal perusahaan membidik target pasar menengah ke atas dengan menerapkan kualitas yang tinggi. Hal inilah menyebabkan harga jual produk yang ditetapkan disesuaikan dengan kualitas produk tersebut. Strategi produk dan harga yang ditetapkan oleh pihak KWC memiliki pengaruh yang besar dalam persaingan di bidang wisata. Dengan demikian, pihak KWC tetap mempertahankan kualitas pelayanan yang baik untuk mendukung paket wisata yang ada, keloyalan pengunjung dapat dipertahankan.

Dokumen terkait