• Tidak ada hasil yang ditemukan

4 KEADAAN DAERAH PENELITIAN

4.2 Kondisi Lingkungan

4.2.2 Lingkungan perairan

Kondisi perairan di Pantai Dadap dan Kamal Muara ini dipastikan sama persis karena mempunyai posisi lintang yang berdekatan dan terletak pada satu garis pantai yang relatif lurus terhadap Laut Jawa, serta mengalami pengaruh pasang surut dan gelombang yang sama. Kawasan pesisir Kecamatan Kosambi (sebagaimana juga kawasan pantura lainnya) mempunyai dasar perairan berlumpur dan berpasir. Material dasar perairan tersusun dari lumpur, lempung, lanau dan pasir (PKSPL 2004). Kedalaman laut di pesisir Kecamatan Kosambi menurut hasil survey Dishidros tahun 1999 sekitar 4 m sampai jarak sekitar 1.750 m, bertambah menjadi 5 m sampai jarak sekitar 2.250 m, kemudian 6 m sampai jarak sekitar 3.000 m, 7 m sampai jarak sekitar 3.500 m, serta mencapai kedalaman 10 m sampai jarak sekitar 4.000 m (diolah dari BAPPEDA Tangerang 2002).

Posisi Pantai Dadap dan Kamal Muara yang terletak pada koordinat sekitar 6o 15’ BT, terbuka lebar ke arah timur laut menghadap Teluk Jakarta. Karena kawasan Pantai Dadap dan Kamal Muara terdapat di Teluk Jakarta yang berhadapan dengan Laut Jawa, maka dilihat dari keadaan batimetrinya, perairan di sekitar kawasan tersebut dapat dikatakan dangkal dan landai. Kedalaman perairan ini mulai dari 0,5 m sampai 10 m hingga jarak sekitar 1,8 km dari darat. Dari kondisi seperti ini, komponen-komponen oseanografi seperti suhu, salinitas, kerapatan, maupun arus di lapisan permukaan laut diduga tidak jauh berbeda dengan yang di lapisan bawahnya (kecuali di daerah muara sungai). Pengukuran komponen oseanografi dilapangan yang dilakukan bulan Februari 1995 dan Oktober 2004 oleh PKSPL IPB (2004) mendukung dugaan tersebut.

(1) Pasang surut

Proses gerakan massa air suatu perairan sangat dipengaruhi oleh keadaan geografis dari wilayah perairannya. Dengan memperhatikan keadaan geografis kawasan Muara Dadap, kita dapat menduga bahwa pola arus di perairan ini sangat dipengaruhi oleh pasang surut. Pola pasut di perairan

ini ditentukan oleh pola pasut dari perairan yang lebih besar yaitu Laut Jawa. Pasut dari Laut Jawa itu sendiri pun bukan disebabkan oleh gaya pembangkit pasang astronomis (bulan dan matahari) melainkan oleh rambatan pasut dari Lautan Pasifik yang memasuki Laut Jawa melalui Laut Cina Selatan dan Selat Makasar (Pariwono 1985).

Kondisi perairan setempat, seperti perubahan batimetri atau morfologi pantai akan mengubah tipe pasut yang ada ke tipe lainnya. Tipe pasut suatu perairan ditentukan oleh jumlah air pasang dan air surut yang terjadi per hari. Jika perairan tersebut mengalami satu kali pasang dan satu kali surut per hari, maka daerah tersebut bertipe pasang tunggal. Sedangkan jika terjadi dua kali pasang dan dua kali surut dalam satu hari, maka pasutnya bertipe pasut ganda. Tipe pasut lainnya merupakan peralihan antara tipe tunggal dan tipe ganda, yang disebut tipe pasut campuran.

Dengan asumsi bahwa kondisi pasut di Muara Dadap dan Kamal Muara mirip dengan kondisi pasut di Tanjung Priok, maka perubahan yang terjadi di Tanjung Priok akan dialami pula oleh daerah Muara Dadap. Hasil pengukuran menunjukan bahwa kisaran pasut di Tanjung Priok adalah sekitar 1,0 m pada waktu pasang purnama, dan sekitar 0,3 m pada waktu pasang perbani. Pasang purnama adalah pasang tertinggi (dan surut terandah) yang dialami oleh suatu perairan, terjadi pada bulan purnama atau bulan mati. Kebalikan pasang purnama adalah pasang perbani, dimana kisaran pasutnya paling rendah, yang terjadi pada waktu bulan sabit (perempat pertama dan perempat ke tiga). Pada kondisi pasang purnama dan pasang perbani pada saat matahari berada dibelahan bumi utara (bulan Juni), dan dibelahan bumi selatan (bulan Desember). Membandingkan kedua pasut pada kedua bulan tersebut, dapat disimpulkan bahwa kisaran pasut terbesar di Tanjung Priok terjadi pada saat kedudukan matahari berada dibelahan bumi selatan, yaitu antara bulan Oktober hingga Februari. Keadaan ini baik berlaku pada waktu pasang purnama maupun ketika pasang perbani. Pengaruh utama yang

ditimbulkannya pada kecepatan arus di Perairan Teluk Jakarta. Arus pasut di perairan ini akan relatif lebih deras ketika matahari berada pada belahan bumi selatan dibanding ketika berada dibelahan bumi utara.

Dari data pasut tersebut dapat diprakirakan kisaran perubahan tinggi muka laut (sea level) dari perairan di kawasan Dadap. Besarnya perubahan tinggi muka laut di perairan yang dimaksud disajikan pada Tabel 4.6. Tabel 4.6. Kisaran tinggi muka laut di Pantai Dadap berdasarkan data

pasut Tanjung Priok.

No. Kisaran Muka Laut Notasi Tinggi (cm) 1. Tinggi muka laut pada air pasang

tertinggi

HHWL 116

2. Tinggi muka laut pada air pasang teratas

MHWL 108

3. Tinggi muka laut teratas HMSL 60 4. Tinggi muka laut pada air surut teratas MLWL 12 5. Tinggi muka laut pada air surut

terendah

LLWL 4

Sumber: Dishidros (1995) dalam PPLH (1997).

Hasil prakiraan sebagaimana tertera pada Tabel 4.6 hanya didasarkan atas 5 komponen pasut, yaitu M2, S2, K1, O1, dan P1, yang terdapat pada DISHIDROS-AL (1995). Dari Tabel 4.6 tersebut dapat diketahui kisaran tinggi muka laut maksimum yang disebabkan oleh pasut mencapai 1,12 m, dan kisaran pasut reratanya mencapai 0,96 m.

Pergerakan massa air secara mendatar (arus) di suatu perairan terbentuk karena beberapa faktor, seperti oleh seretan angin, pasang surut, dan perbedaan densitas air laut. Di wilayah perairan Banten, termasuk juga Teluk Dadap dan Kamal Muara, arus laut utamanya terjadi karena pengaruh angin Muson dan pasang surut. Mengingat wilayah utara Banten berada dalam sumbu utama angin Muson, arus musim yang terbentuk mengalir kearah timur selama periode musim Barat (Desember-

Februari). Sebaliknya, dalam periode musim Timur (Juni-Agustus) arus musim mengalir secara dominan kearah barat. Kecepatan arus Musim berkisar antara 20 sampai 40 cm/detik (PKSPL IPB 2004). Pasang surut yang terjadi ini berasal dari Samudera Hindia yang merambat masuk melalui perairan Selat Sunda. Sehingga secara umum arus yang ditimbulkan oleh pasang surut diperkirakan bergerak kearah utara dalam kondisi pasang, dan sebaliknya kearah selatan dalam kondisi surut. Pengaruh kedalaman perairan lokal dan morfologi pantai dapat memodifikasi arus tersebut.

(2) Sedimentasi

Sedimentasi adalah proses pengendapan partikel sedimen. Proses pengendapan partikel tersebut ditentukan oleh ukuran partikel dan kecepatan aliran dari fluida yang mengangkutnya. Jika kecepatan fluida tersebut lebih kecil dari nilai ambang tertentu, yang dikenal sebagai kecepatan pengendapan (settling velocity), maka partikel sedimen tersebut akan mengendap ke dasar fluida. Keadaan sebaliknya akan terjadi bila kecepatan fluida lebih besar dari nilai ambang tersebut. Sedimen yang dimaksudkan disini adalah partikel-partikel padat yang diendapkan di dasar media fluida. Umumnya media fluida yang dimaksud adalah air.

Untuk perairan Pantai Dadap dan Kamal Muara, sedimen dapat berasal dari berbagai sumber, yaitu dari Kali Perancis (secara umum disebut juga Sungai/Kali Dadap) dan Kali Kamal yang membawa partikel-partikel sedimen dari hulu sungai, dari daratan yang terbawa oleh limpasan air masuk ke dalam sungai, dan dari perairan pantai disekitar Dadap dan Kamal Muara. Karena letak kawasan Dadap dan Kamal Muara berada di pantai dan dekat muara sungai, maka sumber sedimen diduga berasal dari laut dan dari sungai, yang mengalirkan hasil erosi di daratan.

Berbeda dengan kawasan Dadap, kawasan Kamal Muara dialiri sebuah sungai, yaitu Kali Kamal, yang mempunyai kawasan DAS lebih luas

dengan fluktuasi muka air yang beragam. Artinya, tinggi rendahnya muka air Kali Kamal ditentukan oleh curah hujan yang terjadi di kawasan DAS-nya. Jika Kali Perancis hanya merupakan tempat mengalirnya air hujan yang tertampung oleh kawasan Bandara Sukarno-Hatta, maka kawasan DAS Kali Kamal jauh lebih luas lagi, sehingga konsentrasi sedimen yang terbawa sepanjang musim hujan menjadi lebih besar. Namun demikian, data besarnya tingkat sedimentasi yang terjadi di kawasan Kamal Muara ini belum ada.

(3) Kualitas perairan

Sebagaimana dua wilayah yang berdekatan, maka kondisi kualitas perairan Teluk Dadap dan Kamal Muara adalah relatif sama. Hasil penelitian PKSPL (2004) menunjukkan bahwa nilai-nilai parameter kualitas air dari sampel yang diambil di perairan Pantai Kronjo dan Tanjung Pasir menunjukkan bahwa untuk parameter fisika, kadar total padatan terlarut (total suspended solid = TSS) sebesar 5 dan 10 mg/l, masih jauh dari kadar baku mutu maksimum yang ditetapkan menurut Menteri Negara Kependudukan dan Lingkungan Hidup No. Kep.02/ MENKLH/I/1988, sebesar 80 mg/l. Dari data TSS dan tingkat kekeruhan di kedua lokasi tersebut (2,5 di Kronjo dan 7,6 NTU di Tanjung Pasir) menunjukkan bahwa di Tanjung Pasir terdapat aktivitas yang lebih tinggi yang mengakibatkan terjadinya kekeruhan perairan, seperti penambangan pasir, sedimen yang terbawa aliran sungai, dan tingkat abrasi. Data parameter kualitas air lainnya dapat dilihat dalam Tabel 4.7.

Kadar nitrogen anorganik terlarut (dissolved inorganic nitrogen = DIN) dan ortofosfat dalam perairan menunjukkan tingkat yang cukup tinggi. Di Kronjo dan Tanjung Pasir, nilai DIN-nya (yang ditunjukkan oleh kadar amonia) sama sebesar 1,336 mg/l sementara nilai ortofosfatnya 0,003 mg/l di Kronjo dan 0,005 mg/l di Tanjung Pasir. Sementara itu parameter senyawa logam terdeteksi masih dibawah baku mutu air, yaitu untuk raksa < 0,001 mg/l; timah hitam 0,008

dan 0,013 mg/l; kadmium 0,006 dan 0,005 mg/l; tembaga 0,044 dan 0,035; serta krom total < 0,01 dan 0,001 mg/l (PKSPL IPB 2004).

Tabel 4.7. Nilai parameter kualitas air di perairan Kronjo dan Tanjung Pasir.

NO PARAMETER SATUAN Lokasi sampling Maksimum

Kronjo T. Pasir BM **) I. F I S I K A : 1 Suhu *) oC 29 29 - 2 Kecerahan *) meter 2,5 1,2 3 Kekeruhan NTU 2,5 7,6 - 4 TSS mg/l 5 11 < 80 II.K I M I A : 1 Salinitas *) O/oo 31,5 31,5 < 0,03 2 pH *) - 7,0 7,0 3 Oksigen Terlarut *) mg/l 11,5 14,5 4 COD mg/l 48,90 65,20 < 80 5 BOD5 mg/l 9,1 13,5 6 Amonia (NH3+NH4) mg/l 1,336 1,336 < 1

7 Nitrit (NO2 - N) mg/l 0,002 0,002 Nihil

8 Nitrat (NO3-N) mg/l 0,050 0,078 -

9 Minyak dan Lemak mg/l <0,01 <0,01 0,20 10 Ortho Phosphat mg/l 0,003 0,005 - 11 Raksa (Hg) mg/l <0,001 <0,001 0,002 12 Timah hitam (Pb) mg/l 0,008 0,013 - 13 Kadmium (Cd) mg/l 0,006 0,005 - 14 Tembaga (Cu) mg/l 0,044 0,035 < 1,0 15 Krom Total (Cr) mg/l <0,01 <0,001 - 16 Sulfida (H2S) mg/l <0,01 <0,01 - 17 Fenol mg/l 0,006 0,005 - BIOLOGI : 1 Klorofil-a µg/l 7,178 13,950 - Sumber: PKSPL IPB (2004)

Catatan: BM = Baku Mutu Air Laut untuk Budidaya Perikanan menurut Menteri Negara Kependudukan dan Lingkungan Hidup No. Kep.02/MENKLH/I/1988.

Parameter COD (chemical oxigen demand) dan BOD (biological oxigen demand) adalah suatu angka yang menunjukkan seberapa besar kadar oksigen yang dibutuhkan untuk melakukan perombakan bahan organik secara kimiawi dan biologis yang sulit terurai di perairan. Hasil penelitian PKSPL IPB menunjukkan data yang tertinggi terdapat di

Tanjung Pasir (COD= 65,20 mg/l dan BOD5 > 13,5 mg/l), sedangkan di Kronjo (COD= 48,90 mg/l dan BOD5 > 9,1 mg/l).

Biomasa fitoplankton merupakan indikator tingkat kesuburan suatu perairan. Semakin tinggi biomasa fitoplankton mengindikasikan bahwa perairan tersebut mempunyai kadar nutrien yang tinggi (tingkat kesuburannya tinggi). Hasil penelitian menunjukkan bahwa biomasa fitoplanton di perairan sekitar Kronjo mencapai 7,178 µg/l dan di Tanjung Pasir 13,95 µg/l. Hasil penelitian tersebut juga menunjukkan bahwa distribusi nilai klorofil-a ini terkait erat dengan komposisi jenis dan kelimpahan sel fitoplankton. Dari hasil perbandingan tersebut, nampak bahwa terdapat korelasi yang erat antara kelimpahan dan klorofil-a, yaitu lokasi yang memiliki nilai kelimpahan yang tinggi juga memiliki nilai biomasa yang tinggi pula. Kelompok utama pendukung populasi fitoplankton di lokasi tersebut adalah dari kelompok diatom yaitu dari genus Leptocylindrus, Stephanopyxis dan Chaetoceros (PKSPL IPB 2004).

Damar (2003) menyatakan bahwa kondisi perairan di Pantura tergolong subur mengingat banyaknya sungai yang bermuara di sana dan membawa bahan organik; kondisi ini menyebabkan terjadinya blooming (peledakan) populasi fitoplankton. Akibat dari pencemaran bahan organik ini akan menimbulkan eutrofikasi perairan. Beberapa dampak yang dapat terjadi antara lain blooming algae dan perubahan bau perairan. Jika dilihat dari warna perairan yang hampir hitam dan baunya yang cukup menyengat, maka kondisi perairan di kawasan Dadap dan Kamal Muara sudah dapat dipastikan dalam kondisi tercemar bahan organik. Akibat langsung dari tingginya tingkat pencemaran ini secara otomatis akan dirasakan oleh biota perairan yang hidup dalam ekosistem tersebut.

Salah satu penyebab bertambahnya tingkat pencemaran perairan kawasan Dadap-Kamal Muara adalah dari proses reklamasi lahan di sekitar Dadap. Sebagai akibat dilakukannya reklamasi untuk pengembangan Pantai Wisata Mutiara, ada indikasi terjadinya peningkatan pencemaran limbah

B3 (bahan berat berbahaya dan beracun) dalam dua tahun terakhir ini. Harian Sinar Harapan (Kamis 24 Juni 2004) memuat berita bahwa hal ini dikonfirmasikan oleh Kepala Dinas Lingkungan Hidup (LH) Kabupaten Tangerang, Deden Sugandhi disela-sela acara mutasi sejumlah pejabat di lingkungan Pemerintah kabupaten (Pemkab) Tangerang, indikasi pencemaran limbah B3 di Pantai Dadap tersebut diakibatkan oleh adanya pengurukan pantai yang dilakukan PT Parung Harapan dan Koperasi Pasir Putih sebagai pengembang proyek reklamasi pantai Dadap. Hasil penelitian Setyobudiandi (2004) menunjukkan bahwa kondisi perairan Teluk Jakarta sudah tercemar logam berat, baik di perairan maupun yang terkandung pada kerang hijau, sebagaimana tercantum dalam Tabel 4.8.

Tabel 4.8. Kandungan logam berat di perairan Teluk Jakarta dan daging kerang hijau antara tahun 2000-2001

No JENIS LOGAM KADAR RATA-RATA DI PERAIRAN (mg/l) KERANG HIJAU (ppm) BAKU MUTU 1. Cd 0,0165 (+ 0,0057) 0,71-1,39 2 ppm1) 2. Cu 0,0052 (+ 0,005) - 30 ppm1) 3. Zn 0,0316 (+ 0,049) 7,23-10,74 4. Pb - 4,617-8,511 2 ppm2) 5. Hg 0,0288 (+0,0273) - 0,5 ppm3) Sumber: Setyobudiandi (2004) Catatan: 1)

= dikutip Setyobudiandi (2004) dari the Australian Health & Medical Research Council)

2)

= dikutip Setyobudiandi (2004) dari WHO

3)

= dikutip Setyobudiandi (2004) dari FAO

Dari hasil penelitian tersebut Setyobudiandi (2004) menyarankan bahwa jumlah konsumsi kerang hijau per hari harus dibatasi berdasarkan ukurannya, yaitu yang panjangnya 5 cm sebanyak 40 ekor, 7 cm sebanyak 9 ekor, 8 cm sebanyak 4 ekor, dan yang berukuran 9 cm hanya 2 ekor per hari. Hal ini menunjukkan terjadinya akumulasi logam berat sesuai dengan semakin besarnya ukuran atau semakin tuanya umur kerang tersebut.

Berdasarkan hasil uji laboratrium dinas Lingkungan Hidup (LH) di perairan tersebut pada bulan Mei 2004 lalu yang menyebutkan ada empat zat berbahaya yang mengotori Pantai Dadap. Keempat zat tersebut adalah amonia bebas (NH3-N), kadmium (Cd), nitrat (NO3-N) dan timbal (Pb).

Dari hasil uji laboratrium nomor 045/lab-DLH/V/2004 tersebut parameter kualitas air dapat dilihat pada Tabel 4.9.

Tabel 4.9. Nilai parameter kualitas air di perairan Dadap hasil uji Kantor MenLH tahun 2004.

NO PARAMETER SATUAN KADAR Maksimum

Minimal maksimal BM **) 1 Amonia (NH3+NH4) mg/l 1,8 3,5 < 0,3 2 Nitrat (NO3-N) mg/l 0,4 1,2 0,008 3 Timah hitam (Pb) mg/l 0,005 0,023 0,093* 0,008 4 Kadmium (Cd) mg/l 0,004 0,010 0,054* 0,001

Sumber: Sinar Harapan (2004a)

*) hasil analisis laboratorium (Damar 2004)

Catatan: BM = Baku Mutu Air Laut untuk Budidaya Perikanan menurut Menteri Negara Lingkungan Hidup No. Kep.51/MENLH/I/2004.

Berdasarkan data hasil analisis kualitas perairan tersebut sebagaimana tercantum dalam Tabel 4.7 dan Tabel 4.9 maka tingkat pencemaran yang terjadi di Pantai Dadap relatif lebih tinggi jika dibandingkan dengan perairan disekitar Kronjo dan Tanjung Pasir. Khusus untuk kadar timbal dan kadmium, hasil analisis laboratorium PKSPL IPB menunjukkan nilai yang lebih tinggi lagi pada saat terjadinya kematian ikan bulan Mei 2004 yang lalu (Damar 2004). Kadar amonia yang terkandung di perairan juga sudah jauh diatas nilai baku mutu yang diperbolehkan, sehingga dalam kondisi ini amonia sudah merupakan racun bagi mahluk hidup di sana.