• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN

1.5 Ruang Lingkup Penelitian

Berdasarkan latar belakang di atas, ruang lingkup dalam penelitian ini adalah tentang pelaksanaan literasi informasi Perpustakaan Universitas Medan Area menggunakan metode literasi The Big 6 meliputi; Perumusan Masalah, Strategi Mencari Informasi, Lokasi dan Akses, Pemanfaatan Informasi, Sintesis, dan Evaluasi. Penelitian ini dilakukan pada 21 Oktober 2019.

BAB II

TINJAUAN LITERATUR 2.1 Literasi

Literasi dalam definisi yang sederhana dapat diartikan sebagai kemampuan untuk membaca dan menulis. Akan tetapi dengan perubahan zaman, makna literasi telah cukup banyak berubah menjadi lebih kompleks dan dinamis, khususnya pada hal tertentu. Pada Kamus Besar Bahasa Indonesia yang diterbitkan oleh Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa (2016), terdapat beberapa definisi dari literasi, di antara adalah kemampuan menulis dan membaca;

pengetahuan dalam suatu bidang atau aktifitas; dan kemampuan terhadap indibvidu untuk mengolah informasi dan pengetahuan.

Unesco (2006) juga menjelaskan bahwa, terlepas dari konsep konvensional yang berupa kemampuan baca tulis, saat ini literasi lebih diketahuai sebagai bentuk pengidentifikasian, pemahaman, interpretasi, penciptaan dan komunikasi dalam dunia digital dan pertumbuhan dunia yang pesat.

Berdasarkan pendapat para ahli yang sudah dipaparkan diatas bahwa literasi dapat dimengerti tidak hnya dalam batasan membaca dan menulis, namun terdapat lebih banyak pemahaman terkait literasi yang mencakup bidang lain seperti matematika, sains dan lainnya.

2.1.1 Literasi Informasi

Berdasarkan sejarahnya, istilah literasi informasi dilaporkan pertama kali muncul pada tahun 1974 pada tulisan Paul G. Zurkowski, yang dituliskan pada National Commission on Libraries and Information Science. Pada tulisannya,

Zurkowski mendeskripsikan istilah teknik dan skill yang diketahui sebagai terliterasi informasi untuk memanfaatkan berbagai alat informasi serta sumber utama dalam mencetak solusi informasi untuk masalah (Naik & Padmini, 2014)

Literasi informasi adalah konsep yang cukup awam khususnya untuk di lingkup pendidikan dan akademik, karena istilah tersebut selalu terkait dengan tinjauan pustaka untuk kebutuhan penelitian dan anotasi bibilografi, serta juga berbagai hal lain mulai dari kebutuhan untuk menyelesaikan tugas terkait akademik hingga penggunaan dan kebutuhan informasi dalam setiap aspek kehidupan (Hisle & Webb, 2017).

Jika ditinjau berdasarkan definisinya, makna dan ruang lingkup dari konsep literasi informasi telah banyak dirumuskan oleh berbagai lembaga internasional seperti IFLA, ALA UNESCO dan CILIP. IFLA (n.d) menjelaskan bawhwa literasi informasi adalah adopsi perilaku informasi mengidentifikasi informasi yang sesuai dengan kebutuhan informasi dan melalui saluran atau media apa pun dan mengarah pada penggunaan informasi secara bijak dan etis dalam masyarakat (sumber: https://www.ifla.org/information-literacy). Secara sederhana, ALA (2000) juga menjelaskan bahwa literasi infomrasi merupakan kemampuan yang dimiliki oleh seseorang dalam mencari, menganalisis, mengevaluasi dan mengkomunikasikan informasi dalam memecahkan berbagai masalah secara efektif.

Definisi lain dari Unesco (n.d) yang menyatakan bahwa liteasi informasi adalah kemampuan untuk memahami kebutuhan informasi, mengindentifikasi sumber informasi, menemukan dan mengakses infomrasi secara efisin dan efketif,

mengevaluasi informasi secara kritis, mengorganisasikan dan mengintegrasikan informasi yang telah ada. Pada tahun 2018, CILIP juga menjelaskan:

“Information literacy is the ability to think critically and make balanced judgements about any information we find and use. It empowers us as citizens to reach and express informed views and to engage fully with society (sumber:https://infolit.org.uk).”

Jika diterjemahkan dalam Bahasa Indonesia, definisi tersebut menjelaskan bahwa literasi informasi adalah kemampuan untuk berpikir secara kritis dan membuat penilaian yang seimbang mengenai berbagai informasi yang ditemukan dan digunakan. Hal itu dapat memberdayakan masyarakat untuk menggapai dan mengekspresikan pandangan berdasarkan pada informasi yang ada dan untuk berpartisipasi dalam kehidupan bersosial.

Okon, Etuk & Akpan (2014) menjelaskan bahwa konsep kompetensi literasi informasi berarti terkait dengan individu yang mampu mengenali dan memahami kebutuhan informasinya, dan mengetahui bagaimana cara menemukan dan mengkomunikasikan informasi tersebut secara efektif, sehingga mampu menyelesaikan suatu masalah ataupun membuat keputusan. Selain itu juga ditegaskan bahwa sesorang yang memiliki kompetensi literasi informasi dimungkinkan untuk memiliki kemampuan untuk memahami, menggunakan dan mengevaluasi secara kritis berbagai sumber informasi, seperti pada internet, buku

dan dokumen.

2.2 Tujuan dan Manfaat Literasi Informasi 2.2.1 Tujuan Literasi Informasi

Kemampuan literasi informasi dapat bermanfaat bagi setiap orang, khususnya bagi pelajar. Agar dapat sukses secara akademik dan karir kedepannya, setiap pelajar, siswa atau mahasiswa, dituntut untuk menguasai kemampuan literasi informasi. Terkait hal tersebut, guru ataupun dosen juga membutuhkan kemampuan literasi informasi untuk mendukung pekerjaan akademik mereka secara efektif dan efisien. Sehingga, pada dasarnya setiap orang dikehidupan social membutuhkan kemampuan literasi informasi (Ranaweera, n.d).

Secara umum, literasi informasi memiliki tujuan yang sama bagi setiap orang, sebagaimana yang dirumuskan oleh Williamette University (2019), seseorang yang telah terliterasi informasi (information literate) akan mampu untuk:

a. Menentukan kebutuhan informasinya. Dalam hal ini individu mampu untuk mengembangkan menyaring rumusan masalahnya, mengindentifikasi konsep inti dan istilah yang dibutuhkan untuk menemukan informasi yang dibutuhkan serta mengukur potensi sumber daya yang spesifik untuk tujuan risetnya.

b. Mengakses informasi secara efektif dan efisien. Individu yang memiliki kemampuan literasi informasi yang baik akan mampu membedakan kata kunci, tajuk subjek dan berbagai ruas metadata, membedakan sumber informasi primer dan sekunder, mengimplementasikan berbagai varian strategi penelusuran informasi dan menggunakan seluruh sumber daya perpustakaan utnuk menemukan informasi

c. Mengevaluasi informasi dan sumbernya. Individu mampu menentukan tingkat akurasi dari informasi dengan cara mengkritisi dan mempertanyakan sumber inforamsinya, menganalisis batasan dari strategi atau media pengumpulan informasi dan menginvestigasi perbedaan sudut pandang informasi.

d. Mengintegrasikan informasi secara etis dan legal. Dalam tahap akhir, individu diharapkan mampu untuk menemukankembali dan mensintesa

informasi dalam berbagai konteks dan berbagai format, memahami hak kekayaan intelektual, hak cipta dan penggunaan informasi sebagaimana mestinya, serta juga mensitasi sumber informasi dengan gaya pendokumentasian sebagaimana seharusnya, tanpa melakukan tindakan plagiatisme dan kesalahan tafsir.

(sumber: https://libguides.willamette.edu/information-literacy).

Jika berbagai komponen tersebut telah dipenuhi, maka diharapkan munculnya individu yang memiliki pengetahuan dan kemampuan untuk mengumpulkan, menggunakan dan menganalisis informasi dengan sebagaimana mestinya untuk memenuhi berbagai kebutuhannya.

Pada perpustakaan, literasi informasi merupakan komponen yang sangat erat kaitannya dengan layanan referensi dan pendidikan pengguna. Sebagaimana yang telah dijabarkan sebelumnya, literasi informasi termasuk dalam komponen kompetensi yang wajib dimiliki oleh seorang pustakawan.

Dalam konteks perpustakaan perguruan tinggi, khususnya terkait pustakawannya, literasi informasi adalah kemampuan yang wajib dimiliki oleh setiap pustakawannya, mengingat bahwa pada dasarnya setiap pengguna di perpustakaan perguruan tinggi, literasi informasi adalah komponen yang juga wajib dimiliki oleh setiap mahasiswanya.

2.2.2 Manfaat Literasi Informasi

Menurut CILIP (2018), terdapat berbagai manfaat literasi informasi dapat dilihat dari berbagai konteks kehidupan, di antaranya adalah:

• Dalam kehidupan sehari-hari

Tanpa disadari, literasi informasi telah diterapkan dan dimanfaatkan dalam kehidupan sehari-hari setiap orang. Sebagai contoh, dengan cara mencari tahu review checking hotel pada suatu website travel, membandingkan opsi

kebijakan pada penyedia asuransi dan bank dan berbagai transaksi online lainnya. Melalui hal tersebut, setiap orang telah memahami berbagai sumber daya online dan bagaimana mengetahui subjek dan menentukan nilai dari informasi tersebut. Sehingga literasi informasi membantu setiap individu untuk lebih bijak dalam melakukan aktifitas daring.

• Dalam kewarganegaraan

Literasi informasi memungkinkan setiap individu untuk mengembangkan pemahamannya mereka mengenai dunia di sekitarnya, mencapai sudut pandang dengan informasi yang benar dan kredibel dan mengenali bias dan informasi yang salah. Banyak berita palsu atau hoax yang beredar harus menuntut masyarakat untuk mampu mengenali dan menilai secara kritis berbagai infromasi yang tersedia secara online. Oleh karena itu, dengan kemampuan literasi informasi, dapat membantu masyarakt untuk menemukan sumber informasi yang lebih valid dan reliabel. Sehingga warga negara dapat berperan penuh dalam kehidupan masyarakat demoktrasi yang didasari oleh informasi yang baik.

• Dalam pendidikan

Pada dasarnya, literasi infromasi dapat diterapkan dalam setiap tingkatan pembelajaran, baik dalam formal, tidak formal, setiap tingkatan sekolah, pendidikan lanjutan dan yang lebih krusial, pembelajaran sepanjang hayat.

Dalam pendidikan tinggi, litearsi informasi dapat berkontribusi untuk kompetensi akademik, metode riset dan memahami plagiatsime. Sehingga literasi informasi dapat menjadi strategi dan alat bagi para pembelajar dalam

setiap tingkatan untuk menyelesaikan masalah dan memahami konteks situasinya.

• Dalam dunia kerja

Literasi informasi dalam dunia kerja digunakan untuk memahami kapan dan bagaimana informasi digunakan untuk menggapai tujuan dari organisasi dan menambahkan nilai dalam kegiatan organisasi. Hal ini dapat diterapkan dalam setiap sektor perusahaan, baik untuk komersil, publik, atau nonprofit.

Liteasi informasi membantu pegawainya untuk menginterpretasikan infromasi yang terkait pekerjana, membagikannya dengan pemangku kepentingan eksternal (seperti klien) dan mentrasformasikannya menjadi pengetahuan. Literasi informasi pada dasarnya juga dapat diartikan sebagai bekerja dengan etis, memahami perlindungan data dan informasi, pemahaman mengenai hak kekayaan intelektual dan hak cipta.

• Dalam kesehatan

Liteasi informais membantu individu dalam menentukan informasi terkait kesehatan bagi dirinya sendiri ataupun keluarganya. Kebutuhan untuk menemukan sumber yang reliabel untuk mengelola kondisi kesehatan adalah hal yang penting untuk dilakukan.

2.3. Keterampilam Literasi Informasi

The American Library Association (1989) mendefinisikan literasi informasi sebagai istilah yang diterapkan terhadap keterampilan- keterampilan informasi untuk memecahkan masalah, yang terdiri dari tujuh keterampilan, yaitu:

1) Mendefinisikan kebutuhan informasi, yaitu kemampuan seseorang dalam mengetahui bahwa pengetahuan yang dimilikinya tentang sesuatu subyek

tertentu adalah tidak mencukupi. Namun, dia sadar bahwa disekililingnya ada banyak sumber-sumber yang tersedia dan dapat dimanfaatkan untuk memecahkan berbagai masalahnya.

2) Menetapkan strategi pencarian, yaitu sebuah proses sebelum pencarian yang dengannya seseorang mampu mengorganisir data yang saat ini telah diketahuinya kedalam beberapa kategori atau subjek, mengidentifikasi sumber-sumber yang berpotensi tentang bahan tambahan ke dalam kategori-kategori atau subjek dan menetukan kriteria untuk sumber- sumber yang potensial, kemuktahiran, bentuk/format, dan sebagainya.

3) Mengumpulkan sumber-sumber, yaitu kemampuan seseorang dalam melakukan proses pengumpulan berbagai sumber yang diperlukan baik dalam bentuk tercetak dan non-tercetak, online dan komputerisasi, interview antar pakar, permohonan dokumen-dokumen pemerintah yang cocok, konsultasi dengan para pustakawan dan para pakar lainnya untuk saran-saran tentang sumber-sumber tambahan yang diperlukan

4) Menilai dan memahami informasi, yaitu proses mengorganisir dan menyaring dan meneliti kata kunci dan topik-topik terkait, mengevaluasi otoritas dari sumber-sumber, mengidentifikasi kesalahan-kesalahan, pandangan-pandangan beberapa keberpihakan, dan kemudian kalau perlu, memperjelas kembali pertanyaan untuk pencarian informasi yang dibutuhkannya.

5) Menerjemahkan informasi melibatkan analisa, sintesa, evaluasi dan pengorganisasian data terseleksi untuk penggunaan dan kemudian menarik sebuah kesimpulan dari semua yang terkait dengan penelitian tersebut.

6) Mengkomunikasikan informasi, yaitu berbagai informasi dengan cara memberikan manfaat kepada orang lain dari pertanyaan riset, dalam bentuk laporan, poster, grafik, atau yang lainnya.

7) Mengevaluasi produk prosesnya, yaitu melakukan evaluasi terhadap produk dan proses penelitian yang dilakukannya. Keterampilan dalam mengevaluasi tersebut akan dapat menentukan sejauh mana baiknya data yang diperoleh memenuhi apa yang menjadi tujuan dari pada suatu penelitian yang dikerjakannya.

Dari uraian di atas keterampilan yang harus dimiliki oleh seseorang dalam memperoleh informasi adalah dengan memahami informasi, mengidentifikasi informasi yang akan dicari, menetapkan strategi yang informasi akan dicari, mencari dan mengumpulkan sumber, memahami informasi yang didapatkan, menganalisis informasi, mengkomunikasikan informasi tersebut kepada orang lain dan mengevaluasi hasil informasi.

2.4 Model Literasi Informasi

Sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya, literasi infromasi merupakan sebuah kompetensi. Dalam kata lain, pada setiap kompetensi baik dalam hal kepustakwanan atau secara umum, memiliki indikator yang diperlukan untuk mengetahui dan mengukur sejauh mana proses atau kemampuan seseorang untuk mendalami dan menguasai suatu kompetensi. Dalam literasi informasi, indikator itu disebut model literasi informasi.

Menurut Cervero dalam Tirado (2012), model literasi informasi adalah sebuah kerangka yang menentukan tingkatan atau level kompetensi seseorang untuk menguasai literasi informasi atau dapat disebut information literate.

Pengembangan model tersebut di dasari melalui berbagai standar, dan dibuat menjadi daftar kategori yang mendeskripsikan model tersebut.

Pada dasarnya, model atau standar literasi informasi tidak hanya memberikan gambaran global tentang core competencies, melainkan juga atribut, pemahaman, sikap (attitude, behaviour), kemampuan (skill, competency) serta karakteristik lainnya yang diharapkan dimiliki atau dicapai oleh individu yang information literate atau literasi informasi.

Hingga saat tulisan ini ditulis, terdapat beberapa model dan kerangka literasi informasi yang dinilai terkemuka, menurut CILIP (n.d), di antaranya seperti:

• CILIP Information Literacy Model, berisikan 8 kompetensi dan dikembangkan oleh CILIP.

• Sconul Seven Pillars of Information Literacy, dikembangkna oleh The Society of College, National and Unviersity Libraries (SCONUL) pada tahun 1999.

• A New Curriculum for Inforamtion Literacy (ANCIL), dikembangkan sebagai hasil penelitian Emma Coonan dan Jane Secker.

• National Inforamtion Liteacy Framework (Scotland), dikembangkan berdasarkan pemetaan pada Scottish Credit Qualification Framework (SCQF).

• National Information Liteacy Framework (WALES, dikembangkan sebagai bagian dari Welsh Informatino Literacy Project.

• Framework for Information literacy for higher education, dikembangkan oleh Association of College Research Libraries in the US.

• Big6, sebuah proses penyelesaian masalah infomrasi yang dikembangkan oleh Mike Eisenberg dan Bob Berkowitz yang juga dikenal sebagai model liteasi informasi.

• PLUS Infomration Skills Model, dikembangkan oleh James Herring.

• Seven Faces of Information Literacy, dikembangkan oleh Christine Bruce.

• Six Frame for Information Literacy Education, dikembangkan oleh Christine Bruce. (sumber: https://infolit.org.uk/definitions-models/)

Berdasarkan dari daftar di atas, tedapat beberapa model literasi informasi yang biasa digunakan untuk mengukur tingkat kemampuan literasi seseorang, di antaranya adalah The Seven Pillars, The Empowering Eight dan The Big6 (Boeriswati, 2012).

2.4.1 Seven Pillars

Seven pillars of information literacy adalah sebuah model literasi infromasi yang dikembangkan oleh Society of College, National and University Libraries (SCONUL). Setelah melalui proses panjang, lembaga tersebut berhasil menyelesaikan rumusan model Seven Pillars of Information Literacy pada tahun 1999. SCONUL menyadari bahwa pertumbuhan informasi, ilmu pengetahuan dan teknologi yang sangat pesat telah memberikan pengaruh yang signifikan terhadap perubahan landscape of information. Oleh karena itu, pada tahun 2011, SCONUL melakukan pembaharuan model ini dengan tujuan untuk menambahkan elemen- elemen dalam IL skills/ competencies yang sesuai dengan perubahan landscape of information tersebut (Harliansyah, 2015).

Berdasarkan SCONUL Working Group on Information Literacy (2011), Seven Pillars Information Literacy terdiri atas 7 pilar kemampuan utama yang di antaranya adalah sebagai berikut:

1. Identify atau identifikasi. Individu mampu mengidentifikasi kebutuhan informasi untuk menetapkan rumusan masalah.

2. Scope atau cakupan. Individu mampu menilai pengetahuannya yang terkini dan mengidentifikasi jarak pengetahuannya dengan pengetahuan yang tersedia saat ini tersebut.

3. Plan atau rencana. Individu mampu merancang strategi untuk menentukan lokasi informasi dan data yang dibutuhkannya.

4. Gather atau pengumpulan. Individu mampu menemukan dan mengakses informasi dan data yang dibutuhkannya.

5. Evaluate atau evaluasi. Individu mampu meninjau proses, membandingkan dan mengevaluasi data dan informasi.

6. Manage atau mengelola. Individu mampu mengelola informasi secara profesional dan etis.

7. Present atau menyajikan. Individu mampu menerapkan pengetahuan yang telah dikembangkan, menyajika hasil risetnya, mensitensa informasi lama dan baru, serta data untuk menicptakan pengetahuan dan mendesimenasikannya dengan berbagai cara.

2.4.2 Empowering 8

Empowering 8 adalah sebuah model literasi informasi yang dikembangkan pada sebuah lokakarya yang diselenggarakan oleh IFLA-ALP dan National Institute of Library & Information Science (NILIS). Pada awalnya, tujuan lokakarya ini adalah untuk menambahkan pembelajaran basis sumber data yang memperkenalkan peserta kepada literasi informasi. Para peserta lokakarya tersebut telah bekerja secara mandiri untuk mengembangkan sebuah model literasi dan menggabungkan dua hasil yang telah diperoleh untuk menyempurnakan modelnya, maka dibentuk sebuah model literasi yang disebut Empowering 8 (Wijetunge & Alahakoon, 2005). Wijetunge & Alahakoon (2005) juga menjelaskan bahwa model Empowering 8 ini terdiri atas 8 komponen yang harus dimiliki oleh seseorang agar dapat dinilai sebagai individu yang terliterasi informasi. Komponen tersebut di antaranya adalah:

1. Identify atau identifikasi. Setiap individu diharapkan mampu menentukan topik/subjek, menentukan pendengar dan memahaminya, menentukan

format yang relevan dan mutakhir, menyusun strategi pencarian, mengidentifikasi berbagai sumber daya informasi yang diketahui.

2. Explore atau eksplorasi. Setiap individu diharapkna mampu menemukan sumber daya yang sesuai dengan kebutuhan topik informasi, menemukan informasi yang dibutuhkan, melaukuan riset berupa wawancara, observasi dan lainnya.

3. Select atau seleksi. Setiap orang diharapkan mampu memilih informasi yang relevan dengan kebutuhannya, menentukan tingkatan sumber mana yang mudah, sulit atau tepat, merekam informasi yang relevan dan mengolahnya menjadi susunan visual seperti bagan, grafik atau ringkasan.

4. Organise atau organisasi. Setiap orang diharapkan mampu mensortir informasi, menetukan dan membedakan fakta, pendapat dan rekaan, memeringksa dan menganalisis prasangka di dalam sumber dan menyusun informasi secara logis.

5. Create atau menciptakan. Setiap individu diharapkan dapat mengolah dan melakukan parafrase terhadap informasi yang diperoleh, menyunting informasi dan membuat finalisasi format bibiografi.

6. Present atau menyajikan. Setiap individu diharapkan mampu mempresetansikan berbagai informasi yang diperoleh, membagikan informasi, menampilkan informasi pada format yang tepat dan sesuai, mengatur pengunaan peralatan dengan benar.

7. Asses atau menilai. Setiap individu dapat menerima masukan dari orang lain terhadap informasi yang diterimanya, mementukan apakah terdapat

kemampuan baru yang bisa diperoleh dan menilai kinerja seseorang dalam menanggapi pendapat.

8. Apply atau menerapkan. Setiap individu mampu mempertimbangan masukan dan penilaian yang diberikan, menerapkan masukan sebagai bentuk tugas yang berikutnya dan menambahkan hasil ke portofolio.

2.4.3. UNESCO

Literasi informasi adalahbelajar bagaimana memanfaatkan teknologi yang sangat beragam dan kuat efektif dan efektif untuk mencari, mengambil, mengatur, menganalisa, mengevaluasi informasi dan kemudian menggunakannya untuk menentukan keputusan dan keputusan pemecahan masalah berakhir.

Menurut UNESCO (2005). Information for all programme (IFAP):

towardsinformationliteracyindicators.http://www.uis.unesco.og/Library/Documen ts/wp08_InfoLit_enpdf diakses pada 16 November 2019. Model litetasi terdiri dari 11 tahap pemecah masalah, antara lain:

1. Menyadari bahwa ada masalah yang membutuhkan informasi penyelesaiannya yang memuaskan.

2. Tahu cara mengidentifikasi dan menetapkan informasi yang dibutuhkan secara akurat untuk memenuhi kebutuhan, menyelesaikan masalah, atau membuat keputusan.

3. Tahu cara menentukan apakah informasi yang dibutuhkan ada atau tidak, dan jika tidak, tahu cara membuat, atau menyebabkan dibuatnya informasi yang tidak tersedia (juga disebut sebagai "menciptakan pengetahuan baru").

4. Tahu cara menemukan informasi yang diperlukan jika Anda telah memastikan bahwa informasi itu memang ada.

5. Tahu cara membuat atau menyebabkan dibuat informasi yang tidak tersedia yang Anda butuhkan; kadang-kadang disebut “menciptakan pengetahuan baru.

6. Tahu cara memahami sepenuhnya informasi yang ditemukan, atau mengetahu kemana harus mencari bantuan jika perlu memahaminya.

7. Tahu cara mengatur, menganalisis, menafsirkan, dan mengevaluasi informasi, termasuk keandalan sumber.

8. Tahu cara berkomunikasi dan menyajikan informasi kepada orang lain dalam format dan media yang sesuai dan dapat digunakan.

9. Tahu cara memanfaatkan informasi untuk menyelesaikan masalah, membuat keputusan atau memenuhi kebutuhan.

10. Tahu cara menyimpan, menggunakan kembali, merekam, dan mengarsipkan informasi untuk penggunaan di masa mendatang.

11. Tahu cara membuang informasi yang tidak lagi diperlukan, dan jaga informasi yang harus dilindungi.

2.4.4. The Big6

Model the Big6 digunakan sebagai kerangka kerja untuk menguji efektifitas individu terhadap pemecahan masalah yang dibuat oleh Eisenberg dan Berkowitz (Lin, Yaw-Huei & Wen-I, 2014). Berdasarkan website resminya, the Big6 merupakan model proses untuk mengetahui bagaimana seseorang dari segala kalangan usia menyelesaikan sebuah masalah informasi.

Menurut Lien (2010:4), model Big6 mengintegrasikan keterampilan pencarian dan penggunaan informasi dengan penggunaan perangkat teknologi dalam proses menemukan, menggunakan, mengaplikasikan dan mengevaluasi informasi secara sistematis, untuk memenuhi kebutuhan dan tugas tertentu.

Menurut Kumar, Natarajan dan Shankar (2005), secara umum Big6 meliputi : a. Pendekatan ang sistematis untuk memecahkan masalah informasi;

b. Enam kemampuan umum yang dibutuhkan dalam kebersihan memecahkan permasalahan informasi;

c. Kurikulum yang lengkap mencakup keterampilan informasi dan perpustakaan.

Model the Big6 terdiri atas 6 tahapan yang dapat membantu setiap individu menyelesaikan masalahnya dan membuat keputusan melalui penggunaan informasi. Melalui penggunaan model The Big6, setiap individu akan mampu mengindentifikasi tujuan, pencarian, penggunaan dan pengumpulan informasi yang relevan, kredibel, sehingga mampu menghasilkan produk dan proses yang elbih efektif dan efisin. Model th Big6 juga dapat diterapkan dalam setiap kondisi, baik di lingkungan pelajar, pekerjaan ataupun kehidupan sehari-hari. Tingkatan dari model the Big6 di antaranya terdiri atas:

a. Task Definition (menentukan tugas). Individui diharapkan mampu untuk menentukan masalah informasinya dan mengindentifikasi informasi yang dibutuhkannya.

b. Informaiton Seeking Strategies (strategi penelusuran informasi). Individu diharapkan mampu menentukan seluruh sumber daya yang mungkin untuk digunakan dan menentukan sumber daya terbaik untuk digunakan.

c. Location and Access (lokasi dan akses). Individu diharapkan mampu menentukan lokasi sumber informasi.

d. Use of Information (Penggunaan informasi). Individu diharapkan mampu menggunakan dan mengekstrak informasi yang relevan.

e. Synthesis (sintesa). Individu diharapkan mampu mengorganisasikan berbagai sumber daya informais dan menyajikan informasi tersebut menjadi informasi yang baru.

f. Evaluation (evaluasi). Individu diharapkan mampu menilai tingkat

f. Evaluation (evaluasi). Individu diharapkan mampu menilai tingkat

Dokumen terkait