• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penelitian ini merupakan desain penelitian kuantitatif-analitik, dengan metode cross sectional. Data dikumpulkan dengan cara penyebaran kuesioner terkait pengetahuan dan perilaku ibu dalam menerapkan toilet training dengan kebiasaan mengompol pada anak usia prasekolah (3-6 tahun). Populasi pada penelitian ini adalah seluruh ibu yang memiliki anak usia prasekolah (3-6 tahun) di RW 02 Kelurahan Babakan Kota Tangerang dengan kriteria inklusi sampel meliputi ibu yang memiliki anak prasekolah usia 3-6 tahun, bersedia menjadi responden dan bertempat tinggal di wilayah RW 02 Kelurahan Babakan Kota Tangerang. Teknik sampling yang digunakan adalah sampling jenuh (total sampling), dengan jumlah sampel sebanyak 82 responden.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pertumbuhan dan Perkembangan Anak Usia Prasekolah

Pertumbuhan didefinisikan sebagai bertambahnya ukuran fisik dan struktur tubuh seseorang karena bertambahnya jumlah dan besarnya sel secara kuantitatif, seperti pertambahan ukuran berat badan, tinggi badan dan lingkar kepala. Perkembangan didefinisikan sebagai pertambahan kematangan fungsi dari masing-masing tubuh dan bersifat kualitatif, seperti kemampuan anak untuk tengkurap, duduk, berjalan, berbicara, memungut benda-benda di sekelilingnya, serta kematangan emosi dan sosial anak (Nursalam, 2008). Menurut Wong (2008) Perkembangan diartikan sebagai perubahan dan perluasan secara bertahap, perkembangan tahap kompleksitas dari yang lebih rendah ke yang lebih tinggi, peningkatan dan perluasan kapasitas seseorang melalui pertumbuhan, maturasi dan pembelajaran.

Anak usia prasekolah termasuk dalam masa kanak-kanak awal yang terdiri dari anak usia 3 sampai 6 tahun (Wong, 2008). Perkembangan pada masa ini

sangat penting, dimana masa ini merupakan masa emas atau “golden age”.

Berdasarkan beberapa teori pertumbuhan dan perkembangan anak maka pertumbuhan dan perkembangan anak usia prasekolah meliputi :

1. Pertumbuhan Fisik

Secara umum anak usia prasekolah yang sehat adalah anak yang ramping, periang dan cekatan serta memiliki sikap tubuh yang baik. Pertambahan tinggi pada usia ini rata-rata adalah 6,25-7,5 cm pertahun

misalnya, rata-rata anak usia 4 tahun adalah 101,25 cm. Pertambahan berat badan rata-rata adalah 2,3 kg per tahun, misalnya berat badan rata-rata anak usia 4 tahun adalah 16,8 kg (Muscari, 2005).

Volume berkemih pada usia ini rata-rata 500 sampai 1000 mL/hari. Anak usia prasekolah sudah mulai terlatih untuk toileting dan sudah mampu melakukan toilet training dengan mandiri pada akhir periode prasekolah. Beberapa anak mungkin masih mengompol di celana dan sebagian besar lupa untuk mencuci tangannya untuk membilas (Muscari, 2005 dan Supartini, 2004).

Seorang anak tidak dapat mengontrol buang air kecilnya secara total sampai dia berusia 4 atau 5 tahun. Anak laki-laki umumnya lebih lambat mengontrol buang air kecil daripada anak perempuan. Pengontrolan berkemih di siang hari lebih mudah dicapai daripada pengontrolan berkemih di malam hari dan terjadi lebih dini pada proses perkembangan anak, biasanya pada usia 2 tahun (Potter & Perry, 2005).

Anak dalam fase usia ini seharusnya sudah mampu mengenali penuhnya kandung kemih mereka, menahan urin selama 1 sampai 2 jam dan mengomunikasikan keinginannya untuk berkemih kepada orang dewasa. Anak kecil memerlukan pengertian, kesabaran dan konsistensi orang tuanya (Potter & Perry, 2005).

2. Perkembangan Motorik

Perkembangan motorik dibagi menjadi 2 jenis, yaitu motorik kasar dan motorik halus. Keterampilan motorik kasar anak usia prasekolah

bertambah baik, misalnya anak sudah dapat melompat dengan satu kaki, melompat dan berlari lebih lancar serta dapat mengembangkan kemampuan olahraga seperti meluncur dan berenang (Muscari, 2005).

Perkembangan motorik halus menunjukkan perkembangan utama yang ditunjukkan dengan meningkatnya kemampuan menggambar, misalnya pada usia 3 tahun, anak dapat membangun menara dengan 9 atau 10 balok, membuat jembatan dari 3 balok, meniru bentuk lingkaran, dan menggambar tanda silang (Muscari, 2005).

Fase usia ini anak tetap beresiko pada cedera meskipun tidak terlalu rentan seperti anak toddler, namun orang tua dan orang dewasa lainnya harus tetap menekankan tindakan keamanan. Anak usia prasekolah ini mendengarkan orang dewasa, mampu memahami serta memperhatikan tindakan pencegahan karena anak usia ini merupakan pengamat yang

cermat dan meniru orang lain sehingga orang dewasa perlu “melakukan

apa yang mereka ajarkan” tentang masalah keamanan (Muscari, 2005).

3. Perkembangan Kognitif

Perkembangan kognitif (berpikir) sudah mulai menunjukkan perkembangan. Anak sudah mempersiapkan diri untuk memasuki sekolah, tampak sekali kemampuan anak belum mampu menilai sesuatu berdasarkan apa yang mereka lihat. Anak membutuhan pengalaman belajar dengan lingkungan dan orang tuanya (Hidayat, 2007).

Berdasarkan teori Kognitif Piaget (1969 dalam Muscari, 2005) menyatakan bahwa pada usia ini anak memasuki tahap berpikir

praoperasional karena tahapan ini dimulai dari usia 2 tahun sampai 7 tahun. Tahapan ini memiliki dua fase yakni prakonseptual dan intuitif, yaitu :

a. Fase prakonseptual (usia 2-4 tahun) yakni anak membentuk konsep yang kurang lengkap dan logis dibandingkan dengan konsep orang dewasa. Anak membuat klasifikasi yang sederhana, menghubungkan satu kejadian dengan kejadian yang simultan (penalaran transduktif misalnya semua wanita yang berperut besar pasti hamil) dan anak menampilkan pemikiran egosentrik. Wong (2008) menyatakan bahwa egosentrisme merupakan ciri yang menonjol pada tahap ini dalam perkembangan intelektual, hal ini bukan berarti egois atau berpusat pada diri sendiri, tetapi ketidakmampuan untuk menempatkan diri di tempat orang lain. Selain itu, pada usia ini pemikiran mereka didominasi oleh apa yang mereka lihat, dengar, atau alami.

b. Fase intuitif (usia 4-7 tahun) yakni anak mulai menunjukkan proses berpikir intuitif (anak menyadari bahwa sesuatu adalah benar, tetapi tidak dapat mengatakan/mengetahui alasan untuk melakukannya), mampu membuat klasifikasi, menjumlahkan, menghubungkan objek-objek, dan mampu menginterpretasikan objek dan peristiwa dari segi hubungan mereka atau penggunaan mereka terhadap objek tersebut serta mulai menggunakan banyak kata yang sesuai, tetapi kurang memahami makna sebenarnya, misalnya anak usia 3 tahun rata-rata telah mengucapkan 900 kata, berbicara kalimat dengan tiga atau empat kata, dan berbicara terus menerus (Muscari, 2005 dan Wong, 2008).

4. Perkembangan Psikoseksual

Freud (1905 dalam Wong, 2008) menyatakan bahwa anak usia prasekolah termasuk ke dalam tahap falik dimana kepuasan anak berpusat pada genitalia dan masturbasisehingga genitalia menjadi area tubuh yang menarik dan sensitif. Anak mulai mempelajari adanya perbedaan jenis kelamin perempuan dan laki-laki dengan mengetahui adanya perbedaan alat kelamin. Anak sering meniru ibu atau bapaknya untuk memahami identitas gender, misalnya dengan menggunakan pakaian ayah dan ibunya (Supartini, 2004).

Banyak anak yang melakukan masturbasi pada usia ini untuk kesenangan fisiologis dan membentuk hubungan yang kuat dengan orang tua lain jenis, tetapi mengidentifikasi orang tua sejenis. Anak usia prasekolah merupakan pengawas yang cermat tetapi kemampuan interpretasinya buruk sehingga anak dapat mengenali tetapi tidak dapat memahami aktivitas seksual. Apabila anak menanyakan tentang seks maka orang tua harus menjawab pertanyaan mengenai seks dengan sederhana dan jujur, hanya memberikan informasi yang anak tanyakan dan penjelasan lebih rincinya dapat diberikan nanti serta sebelum menjawab pertanyaan anak, orang tua harus mengklarifikasi kembali apa yang sebenarnya ditanyakan dan dipikirkan anak tentang subjek spesifik (Muscari, 2005).

Anak usia prasekolah ini mengalami fase yang ditandai dengan kecemburuan dan persaingan terhadap orang tua sejenis dan cinta terhadap orang tua lain jenis, yang disebut sebagai konflik Odipus. Tahap ini

biasanya berakhir pada akhir periode usia prasekolah dengan identifikasi kuat pada orang tua sejenis (Freud, 1905 dalam Muscari, 2005).

5. Perkembangan Psikososial

Berdasarkan teori Psikososial Erikson (1963 dalam Muscari, 2005) menyatakan bahwa krisis yang dihadapi anak usia antara 3 dan 6 tahun

disebut “inisiatif versus rasa bersalah”, yakni anak berupaya menguasai

perasaan inisiatif dengan dukungan orang tua dalam imajinasi dan aktivitas karena orang terdekat anak usia prasekolah adalah keluarga. Wong (2008) menyatakan bahwa tahap inisiatif ini berkaitan dengan tahap falik Freud dan dicirikan dengan perilaku yang instrusif dan penuh semangat, berani berupaya, dan imajinasi yang kuat. Anak-anak mengeksplorasi dunia fisik dengan semua indera dan kekuatan mereka. Mereka membentuk suara hati dan tidak lagi hanya dibimbing oleh pihak luar, terdapat suara dari dalam yang memperingatkan dan mengancam.

Perkembangan inisiatif ini diperoleh dengan cara mengkaji lingkungan melalui kemampuan inderanya. Anak mengembangkan keinginan dengan cara eksplorasi terhadap apa yang ada disekelilingnya. Hasil akhir yang diperoleh adalah kemampuan untuk menghasilkan sesuatu sebagai prestasi, arahan dan tujuan (Supartini, 2004 dan Wong, 2008).

Perasaan bersalah akan timbul pada anak apabila anak tidak mampu berprestasi sehingga merasa tidak puas atas perkembangan yang tidak tercapai (Supartini, 2004).Perasaan bersalah pun muncul ketika orang tua membuat anak merasa bahwa imajinasi dan aktivitasnya tidak dapat

diterima. Ansietas dan ketakutan terjadi ketika pemikiran dan aktivitas anak tidak sesuai dengan harapan orang tua (Muscari, 2005).

Hubungan anak dengan orang lain semakin meluas pada masa ini. Anak tidak saja menjalin hubungan dengan orang tua, tetapi juga dengan kakek-nenek, saudara kandung, dan guru-guru di sekolah. Anak perlu melakukan interaksi yang teratur dengan teman sebaya untuk membantu mengembangkan keterampilan sosial (Muscari, 2005).

6. Perkembangan Moral

Perkembangan moral anak usia prasekolah sudah menunjukkan adanya rasa inisiatif, konsep diri yang positif serta mampu mengidentifikasi identitas dirinya (Hidayat, 2007). Supartini (2004) menjelaskan bahwa anak usia ini secara psikologis mulai berkembang superego, yaitu anak mulai berkurang sifat egosentrisnya (Supartini, 2004).

Kohlberg (1968 dalam Wong, 2008) menyatakan bahwa usia ini termasuk ke dalam tahap prakonvensional, yakni anak-anak mengintegrasikan label baik/buruk dan benar/salah yang terorientasi secara budaya dalam konsekuensi fisik atau konsekuensi menyenangkan dari tindakan mereka.

Awalnya anak-anak menetapkan baik atau buruknya suatu tindakan dari konsekuensi tindakan tersebut. Mereka menghindari hukuman dan mematuhi tanpa mempertanyakan siapa yang berkuasa untuk menentukan bahwa perilaku yang benar terdiri atas sesuatu yang memuaskan kebutuhan mereka sendiri (dan terkadang kebutuhan orang lain).

Unsur-unsur keadilan, memberi dan menerima serta pembagian yang adil juga terlihat pada tahap ini, namun hal tersebut diinterpretasikan dengan cara yang sangat praktis dan konkret tanpa kesetiaan, rasa terima kasih, atau keadilan (Wong, 2008).

Perasaan bersalah muncul pada tahap ini dan penekanannya adalah pada pengendalian eksternal. Standar moral anak usia ini adalah apa yang ada pada orang lain, dan anak mengamati mereka untuk menghindari hukuman atau mendapatkan penghargaan (Muscari, 2005).

B. Toilet Training

Dokumen terkait