• Tidak ada hasil yang ditemukan

Media literacy pertama kali dikembangkan sebagai alat dalam melindungi

orang-orang dari paparan media. Negara yang pertama kali mendengungkan konsep ini adalah Inggris pada tahun 1930-an. Pada tahun 1980 di Inggris dan Australia

media literacy sudah menjadi mata pelajaran tersendiri. Sementara itu di Eropa

pendidikan media literacy diperkenalkan pada kurikulum dasar di negara Finlandia

pada tahun 1970 dan pendidikan menengah atas tahun 1977. Di negara Swedia media

literacy berkembang sejak tahun 1980, dan di Denmark sejak tahun 1970.

Media literacy diartikan sebagai the ability to access, analyze, evaluate and create messages across a variety of contexts. Media literasi adalah kemampuan untuk mengakses, menganalisis, mengevaluasi, dan menciptakan pesan melalui konteks yangberagam. Konsep ini diterapkan pada beragam gagasan yang berupaya untuk menjelaskan bagaimana media menyampaikan pesan-pesan mereka, dan mengapa demikian.

Media Literacy di Indonesia lebih dikenal dengan istilah “melek media”.

James Potter dalam bukunya yang berjudul Media Literacy (Potter, dalam Kidia)

mengatakan bahwa media literacy adalah sebuah perspekif yang digunakan secara

aktif ketika individu mengakses media dengan tujuan untuk memaknai pesan yang

kemampuan untuk menganalisis pesan media yang menerpanya, baik yang bersifat informatif maupun yang menghibur.

Allan Rubin menawarkan tiga definisi mengenai media literacy. Defenisi pertama dari National Leadership Conference on Media Literacy (Baran and Davis, 2003) yaitu kemampuan untuk mengakses, menganalisis, mengevaluasi dan mengkomunikasikan pesan. Defenisi kedua dari ahli media, Paul Messaris, yaitu pengetahuan tentang bagaimana fungsi media dalam masyarakat. Defenisi ketiga dari peneliti komunikasi massa, Justin Lewisdan Shut Jally, yaitu pemahaman akan batasan-batasan budaya, ekonomi, politik dan teknologi terhadap kreasi, produksi dan transmisi pesan. Rubin juga menambahkan bahwa definisi-definisi tersebut menekankan pada pengetahuan spesifik, kesadaran dan rasionalitas, yaitu proses kognitif terhadap informasi.

1.

Fokus utamanya adalah evaluasi kritis terhadap pesan. Media literacy

merupakan sebuah pemahaman akan sumber-sumber dan teknologi komunikasi, kode-kode yang digunakan, pesan-pesan yang dihasilkan serta seleksi, interpretasi dan dampak dari pesan-pesan tersebut. Di era informasi ini, media literasi menjadi begitu penting, hal ini disebabkan oleh beberapa faktor, yakni:

2.

Pengaruh media menjadi pusat dari proses demokratisasi. Dalam budaya media secara global, masyarakat membutuhkan tiga kemampuan penting untuk menjadi bagian dari masyarakat yang demokratis: berpikir kritis, mengekspresikan diri dan berpartisipasi. Media literasi membangun tiga hal penting tadi.

Konsumsi media yang belebihan dan kejenuhan terhadap media. Ketika seseorang menggunakan telepon selular, jejaring sosial, video games, televisi, musik pop, radio, surat kabar, majalah, internet dan bahkan t-shirt sekalipun, sesungguhnya kita sedang di serang oleh pesan-pesan yang disampaikan oleh media-media tersebut. Pesan-pesan yang kita terima setiap harinya, melebihi apa yang diterima generasi kakek kita dalam setahun. Melek media mengajarkan kita untuk menemukan panduan aman bagaimana mengarungi

lautan informasi, gambar, pesan-pesan yang kita terima setiap hari dalam hidup kita.

3.

4.

Pengaruh media membentuk cara kita mempersepsi sesuatu, membentuk kepercayaan kita juga perilaku dan yang terpenting media memberi pengaruh yang sangat penting dengan cara kita memahami, menterjemahkan dan bereaksi terhadap apa yang terjadi di dunia sekeliling kita. Dengan mengetahui bagaimana media mempengaruhi kita, kita dapat mengurangi ketergantungan kita kepada media tersebut.

Meningkatnya serbuan komunikasi visual dan informasi. Hidup kita sehari-hari sangat dipengaruhi dengan serbuan visual informasi melalui iklan-iklan produk audio visual maupun visual yang tercetak melalui banyak media. Belajar mengetahui bagaimana membaca dan memahami apa yang ada dibalik gambaran visual itu. Sehingga kita tidak mudah termakan bujuk rayu iklan suatu produk yang digambarkan lewat visualiasi yang dapat mempengaruhi pik

5.

iran kita.

Literasi media dapat juga diterjemahkan sebagai kecakapan bermedia, yaitu sebuah kesadaran dan kecakapan komprehensif untuk menempatkan diri individu dan masyarakat di depan media sebagai pelaku aktif. Dengan adanya kecakapan bermedia, seseorang diharapkan mampu untuk menyeleksi media dan isinya untuk dikonsumsi. Art Silverblatt menyebutkan tujuh elemen dasar yang menjadi

Kebebasan menyampaikan informasi melalui bermacam media, di satu sisi memberi dampak pertumbuhan industri informasi yang cukup besar. Namun di sisi lain, kekuatan modal dan kepentingan di balik pertumbuhan industri media dapat mengancam keberagaman pendapat, karena media memiliki kekuatan untuk membentuk opini publik. Mengetahui bagaimana pengaruh media dalam hidup kita, akan membantu kita dalam menemukan, menentukan sikap dan memperjuangkan keberagaman sudut pandang mengenai suatu masalah. Pendapat kita menjadi tidak mudah dikendalikan oleh pendapat umum yang dibentuk media.

karakteristik dari literasi media, kemudian Stanley J. Baran (2009: 27-30) menambahinya menjadi delapan. Karakteristik tersebut adalah :

1. Kemampuan dalam berpikir kritis yang memungkinkan para konsumen media

massa mengembangkan penilaian independen tentang konten media

2. Pemahaman tentang proses komunikasi massa.

3. Tanggap akan dampak media bagi individu maupun masyarakat.

4. Strategi dalam analisis dan diskusi pesan-pesan media.

5. Pemahaman isi media sebagai naskah yang menyediakan wawasan ke dalam

budaya dan kehidupan kita.

6. Kemampuan untuk menikmati, memahami, dan mengapresiasi isi media.

7. Pengembangan tentang keterampilan produksi yang efektif dan sesuai. 8. Pemahaman etis dan kewajiban moral bagi para praktisi media.

Bagi Potter (2008: 9-12) perspektif dibangun oleh struktur pengetahuan

(knowledge structure) yang kita miliki. Untuk membangun struktur pengetahuan

diperlukan “alat” dan “bahan baku”. Alat adalah keterampilan (skills) kita, sedangkan bahan baku adalah informasi dari media dan dari dunia nyata. Menggunakan secara aktif berarti sadar terhadap pesan, dan secara sadar berinteraksi dengan pesan-pesan tersebut. Kunci media literacy adalah membangun struktur pengetahuan yang baik. Individu perlu memiliki pengetahuan tentang efek media, isi media, industri media, dunia nyata dan diri.

Potter mengajukan ada tiga pilar yang membentuk literasi media, yaitu : 1. Personal Locus, terdiri dari tujuan dan dorongan. Locus merupakan kombinasi

antara kesadaran terhadap tujuan, dorongan, dan energy yang mengarahkan kepada pencarian informasi. Locus beroperasi dalam dua bentuk : sadar dan tidak sadar.

2. Struktur pengetahuan, yaitu seperangkat informasi yang terorganisasi dalam memori seseorang dan terbentuk secara sistematis dalam waktu yang lama. Dengan struktur pengetahuan yang berkembang, kita bisa memahami seluruh rentang isu media, dan bisa memahami mengapa media selalu bersikap seperti itu.

3. Keterampilan (skill), ada tujuh keterampilan dalam konteks literasi media, yaitu : keahlian untuk menganalisis, mengevaluasi, memilah, menginduksi, mendeduksi, mensintesis dan mengabstraksis pesan- pesan media.

Dalam penelitian Ofcom, Buckingham (2005: 3-4) menjelaskan tiga komponen penting. Pertama, akses yang memiliki dua dimensi: akses fisik ke peralatan dan kemampuan untuk memanipulasi teknologi serta perangkat lunak terkait untuk menemukan konten atau informasi yang dibutuhkan. Kedua,

pemahaman (understanding) di dalamnya termasuk analisis dan evaluasi. Ketiga,

kreativitas (creativity). Ini menunjukkan bahwa ada potensi besar dari media yang digunakan sebagai sarana komunikasi dan ekspresi diri. Dalam komponen kreativitas

memuat unsur-unsur memproduksi (produce), menyebarkan (distribute), dan

memublikasikan (publish).

Sementara itu, dari beberapa defenisi yang diadopsi di Kanada, Inggris, Australia, dan Amerika Serikat pada dasarnya menunjukkan kesamaan fokus terhadap empat komponen utama : akses, analisis, evaluasi dan penciptaan / produksi konten. Menurut Sonia Livingstone (2004: 3), keempat komponen ini secara bersamaan

membentuk keterampilan dasar dalam media literacy. Belajar membuat konten

membantu seseorang untuk menganalisis pesan media. Keterampilan dalam analisis dan evaluasi membuka pintu untuk pengguanaan media lainnya, memperluas akses, dan sebagainya.

Dokumen terkait