• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN

1.5 Metode Peneltian

1.5.4 Lokasi Penelitian

Adapun lokasi yang penulis pilih adalah lokasi yang merupakan tempat tinggal narasumber yaitu bapak J. E. Tambunan, yang bertempat tinggal di kelurahan Tuk-Tuk Siadong, kecamatan Simanindo, kabupaten Samosir.

BAB II

GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN DAN BIOGRAFI SINGKAT J. E. TAMBUNAN

Pada Bab ini, penulis akan membahas tentang gambaran singkat mengenai lokasi penelitian juga mengenai riwayat hidup bapak J. E. Tambunan, terutama yang berkaitan dengan peranan beliau sebagai seniman musik tradisioanal Batak Toba di Sumatera Utara khususnya di Samosir.

Biografi yang dibahas di sini sebahagian besar adalah hasil wawancara dengan bapak J E Tambunan, dan juga wawancara dengan saudara-saudara beliau, sahabat-sahabat beliau dan keluarga beliau, dan juga beberapa musisi tradisional dan seniman musik.Hal ini dianggap perlu untuk melengkapi dan menguji keabsahan biografi beliau.Namun sebelum membahas topik tersebut, akan diuraikan lebih dahulu gambaran masyarakat Batak Toba misalnya asal usul orang Batak, sistem kepercayaan dan sistem kekerabatan.

2. 1 Asal Usul Masyarakat Batak

Suku Batak tidak asing lagi bagi masyarakat Indonesia yang merupakan salah satu suku yang terdapat di Indonesia di bagian Sumatera Utara.Etnis Batak terdiri dari Batak Simalungun, Batak Karo, Batak Pakpak, Batak Mandailing dan Batak Toba.Suku Batak sebagian besar secara tradisional bermukim di daerah wilayah darat, pegunungan dan pedalaman di provinsi Sumatera Utara.Secara admistratif, etnis Batak Toba mendiami daerah Tapanuli Utara. Adanya perubahan sistem pemerintahan beberapa tahun belakangan ini dengan pemekaran kabupaten, wilayah kabupaten Tapanuli Utara dibagi menjadi empat kabupaten yakni Kabupaten Tapanuli Utara dengan ibukota Tarutung, Kabupaten Toba Samosir

ibukotanya Balige, Kabupaten Samosir ibukotanya Pangururan dan Kabupaten Humbang Hasundutan ibukotanya Dolok Sanggul. Wilayah kediaman masyarakat Batak Toba yang terbagi dengan empat Kabupaten di kelilingi etnis Batak Lainnya.

2.2 Kepercayaan Masyarakat Batak Toba

Sebelum suku Batak Toba menganut agama Kristen Protestan, mereka mempunyai sistem kepercayaan dan religi tentang Mulajadi Nabolon yang memiliki kekuasaan di atas langit.

Hasipelebeguon adalah kepercayaan kepada dewa-dewa yang ada dalam mitologi orang Batak Toba seperti, Batara Guru, Ompu Tuan Soripada, Ompu Tuan Mangalabulan, roh nenek moyang dan kekuatan supranatural yang mendiami tempat-tempat sakral (Vergouwen 1986:79).

Dalam mitologi yang berkembang pada masyarakat Batak Toba penguasa tertinggi adalah Ompu Mulajadi Nabolon.Hal ini diyakini bahwa manusia dan segala isinya diciptakan oleh Mulajadi Nabolon. Secara fungsional Mulajadi Nabolon terbagi tiga yang disebut tri tunggal sebagai wujud kuasa Mulajadi Nabolon, yaitu :Batara Guru, Ompu Tuan Soripada dan Ompu Tuan Mangalabulan.

Batara Guru merupakan dewa yang memberikan kepintaran, tempat bertanya dan pemberi talenta.Ompu tuan soripada merupakan sebagai dewa yang memberi mata pencaharian, kekayaan, kejayaan dan kesusahan bagi manusia.

Sedangkan Tuan Sori Mangaraja adalah dewa yang memberikan ilmu kedukunan, kesaktian, kekuatan dan ilmu keberanian (Tobing 1956:46-55) Pada masyarakat Batak Toba banua (benua) terbagi atas tiga bagian yaitu :Banua ginjang (benua

atas), sebagai tempat bagi Ompu Mulajadi Nabolon. Banua tonga (benua tengah), sebagai tempat tinggal manusia. Banua toru (benua bagian bawah), sebagai tempat para roh-roh jahat maupun yang baik. Selain tempat kediaman Ompu MulajadiNabolon, banua ginjang juga menjadi tempat tinggal bagi sahala, debata na tolu, dewa-dewa, suru-suruon parhalado ( Tampubolon 1964:17). Masyarakat Batak juga percaya bahwa roh dan jiwa juga mempunyai kekuatan. Roh dan jiwa pada masyarakat Batak Toba dibagi yakni: tondi, sahala, dan begu.

1. Tondi : adalah jiwa atau roh seseorang yang merupakan kekuatan, oleh karena itu tondi memberi nyawa kepada manusia. Tondi di dapat sejak seseorang di dalam kandungan.Bila tondi meninggalkan badan seseorang, maka orang tersebut akan sakit atau meninggal, maka diadakan upacara mangalap (menjemput) tondi dari sombaon yang menawannya.

2. Sahala : adalah jiwa atau roh kekuatan yang dimiliki seseorang. Semua orang memiliki tondi, tetapi tidak semua orang memiliki sahala. Sahala sama dengan sumanta, tuah atau kesaktian yang dimiliki para raja atau hula-hula.

3. Begu : adalah tondi orang telah meninggal, yang tingkah lakunya sama dengan tingkah laku manusia, hanya muncul pada waktu malam.

Disamping aliran kepercayaan (agama suku) tersebut, terdapat juga dua agama besar yang berpengaruh dan dianut oleh masyarakat Batak khususnya Batak Toba, yaitu Kristen Protestan dan Islam. Kepercayaan pada masyarakat Toba sebelum memeluk agama Kristen dan Islam dan masih ada pengikutnya sampai saat ini adalah Parmalim, Parbaringin, dan Parhudam-hudam.

Kepercayaan ini sering pula disebut agama Si Raja Batak, karena kepercayaan ini diyakini oleh sebagian besar orang Batak Toba, dianut oleh Sisingamangaraja XII.

Mengikut Batara Sangti didirikanya kepercayaan-kepercayaan tersebut adalah sengaja diperintahkan oleh Sisingamangaraja XII, sebagai gerakan keagamaan dan politik, yaitu parmalin dan parhudam-hudam sebagai bentuk gerakan ekstrimis berani mati. Selepas perang lumbang gorat Balige pada tahun 1883 seorang kepercayaan Sisingamangaraja XII yang bernama guru Somalaing Pardede ditugaskan memperkuat pertahanan diwilayah Habinsaran, terutama untuk membendung pengaruh agama Kristen dan membentuk sebuah agama baru yang disebut parmalin (Batara Sangti 1977:79). Menurut Horsting, Parmalim adalah ajaran agama yamg didalamnya terdapat unsur-unsur agama kristen dan islam dan tidak meninggalkan kepercayaan Batak Toba Toba tua.

Masuknya agama Islam ke tanah Batak disebarkan oleh pedagang Minangkabau.Bersamaan dengan usaha dagangnya, banyak pedagang Minangkabau yang melakukan perkawinan dengan perempuan Batak.Hal ini secara perlahan telah meningkatakan pemeluk Islam di tengah-tengah masyarakat Batak.Pada masa Perang Paderi di awal abad ke-19, pasukan Minangkabau menyerang tanah Batak dan melakukan pengislaman besar-besaran atas masyarakat Mandailing dan Angkola.

Namun penyerangan Paderi atas wilayah Toba, tidak dapat mengislamkan masyarakat tersebut, yang pada akhirnya mereka menganut agama Protestan.Kerajaan Aceh di utara, juga banyak berperan dalam mengislamkan masyarakat Karo, Pakpak, dan Dairi.Jadi dapat disimpulkan pengaruh Islam tidak begitu besar bagi masyarakat Batak Toba, karena agama ini hanya berpengaruh kuat di daerah Madailing, Karo, Pak-pak dan Dairi.

Sedangkan masuknya agama Kristen Protestan di tanah Batak terjadi sekitar tahun 1824.Diawali oleh misionaris Baptis asal Inggris, Richard Burton dan Nathaniel Ward Kedua pendeta ini mencoba memperkenalkan Injil dikawasan Silindung (Tarutung).Namun kehadiran mereka tidak diterima oleh masyarakat Batak Toba di kawasan Silindung pada saat itu.

Kemudian tahun 1834 Kongsi Zending Boston Amerika Serikat mengirimkan dua orang pendeta yaitu Munson dan Lymann.Kedua missionaris ini dibunuh oleh penduduk dibawah pimpinan Raja Panggalemei di lobu pining pada bulan juli 1834.15 tahun kemudian pada tahun 1849 kongsi bible Nederland mengirim ahli bahasa Dr. H.N. Van Der Tuuk untuk menyelidiki budaya batak.Ia menyusun kamus Batak Belanda, dan menyalin sebagian isi Alkitab ke bahasa Batak.

Tujuan utamanya adalah merintis penginjilan ke tanah batak melalui budaya. Tahun 1959, jemaat Ermelo Belanda dipimpin oleh Ds. Wi teveen mengirim pendeta muda G.Van Asselt ke tapanuli selatan. Ia tinggal di Sipirok sambil bekerja di perkebunan Belanda. Kemudian disusul oleh pendeta Rheinische Mission Gesellscahft (RMG), pada masa sekarang menjadi Verenigte Evangelische Mission (VEM) dipimpin oleh Dr. Fabri.Namun penginjilan berjalan sangat lambat.Hingga akhirnya seorang pemuda Jerman yang baru menyelesaikan sekolahnya dan ditahbiskan sebagai pendeta tahun 1861 berniat untuk datang ke tanah Batak setelah mendengar cerita tentang bangsa Batak.Ia lalu pergi ke Belanda untuk mempelajari tentang bangsa Batak dan kemudian berangkat dari Amsterdam ke Sumatera dengan kapal pertinar.

Tahun 1862, 14 Mei Setelah mengalami banyak cobaan di lautan, Ingwer Ludwig Nommensen mendarat di Padang.November 1863, Ingwer Ludwig Nommensen pertama kali mengunjungi Lembah Silindung.Dia berdoa di Bukit Siatas Barita, di sekitar Salib Kasih yang sekarang. “Tuhan, hidup atau mati saya akan bersama bangsa ini untuk memberitakan FirmanMu dan KerajaanMu, Amin!”.

Mei 1864, Ingwer Ludwig Nommensen diijinkan memulai misinya ke Silindung, sebuah lembah yang indah dan banyak penduduknya.Juli tahun 1864, Ingwer Ludwig Nommensen membangun rumahnya yang sangat sederhana di Saitnihuta setelah mengalami perjuangan yang sangat berat.Tahun 1864, 30 Juli Ingwer Ludwig Nommensen menjumpai Raja Panggalamei ke Pintubosi, Lobupining.25 September 1864, Ingwer Ludwig Nommensen mau dipersembahkan ke Sombaon Siatas Barita Dionan Sitahuru.Ribuan orang datang.

Ingwer Ludwig Nommensen akan dibunuh menjadi kurban persembahan. Ingwer Ludwig Nommensen tegar menghadapi tantangan, dia berdoa, angin puting beliung dan hujan deras membubarkan pesta besar tersebut. Ingwer Ludwig Nommensen selamat, sejak itu terbuka jalan akan Firman Tuhan di negeri yang sangat kejam dan buas. Ingwer Ludwig Nommensen pantas dijuluki “Apostel di Tanah Batak”.

2.3 Sistem Kekerabatan Masyarakat Batak Toba

Sistem kekerabatan masyarakat Batak Toba sangat erat kaitannya dengan istilah “marga” yang merupakan nama nenek moyang yang selalu diturunkan kepada keturunan dengan garis keturunan patriakal. Kekerabatan adalah suatu tata cara yang mengatur hubungan sosial kemasyarakatan. Sistem kekerabatan

masyarakat Batak Toba berlandaskan dalihan na tolu. Dalihan na tolu merupakan sebuah hubungan sosial yang berlandaskan pada tiga pilar kemasyarakatan, yakni hula-hula, dongan tubu (dongan sabutuha) dan boru. Dalihan na tolu diciptakan Mulajadi Nabolon dengan menurunkan kepada tiga dewa yaitu, Batara Guru sebagai simbol dari hula-hula, Debata Soriada simbol dari dongan sabutuha dan dewa Mangala Bulan simbol dari boru (Sinaga 1981:71-76). Hula-hula merupakan kedudukan tertinggi dalamsistem kekerabatan masyarakat Batak Toba.

Hal ini dapat kita lihat dalam posisi suatu acara dan penghormatan yang diberikan. Hula-hula merupakan sebuah marga pemberi istri dari marga lain.

Sedangkan status boru merupakan pihak marga yang mengambil istri dari pihak hula-hula.Istilah dongan sabutuha untuk menunjukan sistem kekerabatan yang sederajat. Dalihan na tolu pun diuraikan dengan pepatah “somba marhula-hula, mangat mardongan tubu, elek marboru”. Pengertian dari pepatah ini secara harafiah “patuh dan berikanlah sembah pada hula-hula, menjaga hubungan dengan dongan tubu, kelemah lumbutan dengan boru.

Pepatah ini bukan hanya sekedar ungkapan tetapi dapat kita lihat dalam suatu acara pesta.Ketiga kelompok memiliki peranan yang penting dan saling melengkapi dalam adat. Ketika dalam suatu pesta, hula-hula tidak begitu repot karena dianggap sebagai posisi yang paling dihormati menjadi pemberi berkat dan restu. Dongan tubu berperan sebagai pihak yang bertanggung jawab dalam acara, dongan tubu menjadi tempat berdiskusi serta menjalankan acara.Biasanya istilah untuk dongan tubu dalam suatu acara adat disebut dengan dongan saulaon.Tidak kalah pentingnya juga peranan boru dalam suatu perayaan acara adat istiadat pada masyarakat Batak Toba.

Dalam setiap upacara adat pihak boru bertanggung jawab dalam setiap hal yang sifatnya teknis pada upacara tersebut.Menyiapkan tempat, menyebarkan undangan, menyediakan kebutuhan acara, dan menyediakan konsumsi selama jalannya acara (marhobas). Dapat disimpulkan bahwa dalam dalihan na tolu, hula -hula dianggap sebagai pihak yang kedudukannya paling tinggi, dongan tubu sebagai pihak yang sederajat dan boru merupakan pihak yang kedudukannya paling rendah. Istimewanya, setiap orang dalam sistem kemasyarakatan Batak Toba akan berada dalam ketiga kedudukan tersebut, artinya seseorang itu akan pernah sebagai hula-hula, dongan tubu dan sebagai boru. Sehingga tidak akan pernah timbul perbedaan martabat dalam sistem kekerabatan masyarakat Batak Toba.

2.4 Gambaran Umum Kelurahan Tuktuk Siadong

Secara administratif, Tuktuk Siadong merupakan salah satu kelurahan yang ada di Kecamatan Simanindo, Kabupaten Samosir, Propinsi Sumatera Utara.

Kecamatan Simanindo terletak pada 2,24° – 2,45° LU, dan pada 98,21° – 99,05°

BT. Kecamatan Simanindo terdiri dari 21 desa yang dipimpim oleh kepala desa dan satu kelurahan yang dipimpin oleh lurah. Adapun nama-nama dari ke 21 desa tersebut adalah sebagai berikut

1. Tanjungan

7. Garoga

8. Kelurahan Tuktuk Siadong 9. Ambarita

19. Siallagan Pinda Raya 20. Marlumba

21. Simanindo

Tabel 1 : Data Statistik Kecamatan simanindo Tahun 2016

No Desa/Kelurahan Luas

wilayah

6 Tomok 6,20 2,128 341,13

Sumber : Badan Pusat Statistik daerah kecamatan Simanindo 2016

Kelurahan Tuktuk Siadong berada pada ketinggian 904 – 2.157 meter di atas permukaan laut.Suhu rata-ratanya berkisar antara 18 – 24° C, dengan kelembaban udara berkisar 45% – 50%. Curah hujan setiap tahunnya berkisar antara 1500 mm hingga 2000 mm,dengan hari hujan sebanyak 62 hari pertahun.

Luas daratan Kelurahan Tuktuk Siadong adalah 340 Ha, dan luas air (danau) 410 Ha.Batas-batas Kelurahan Tuktuk Siadong adalah sebagai berikut. Sebelah utara berbatasan dengan desa Ambarita, sebelah selatan berbatasan dengan desa Tomok,

sebelah barat berbatasan dengan desa Garoga dan disebelah timur berbatasan dengan Danau Toba

2.4.1 Sejarah Kelurahan Tuktuk Siadong

Sama halnya seperti daerah lain yang memiliki asal-usul atau sejarah, Kelurahan Tuktuk Siadong juga memiliki sejarah berdirinya kelurahan tersebut.

Cerita mengenai sejarah daerah ini ditulis berdasarkan informasi dari para informan terutama informan kunci yakni pengetua adat. Adapun nama tempat ini sebelum menjadi satu daerah administrasi kelurahan, adalah Tuktuk si asu. Namun kemudian diubah menjadi Tuktuk Siadong.

Tidak diketahui secara pasti sejak tahun berapa daerah Tuktuk Siadong mulai dijadikan sebagai daerah pemukiman.Menurut kepercayaan masyarakat setempat, daerah ini awalnya hanya sebagai tempat persinggahan para penangkap ikan.Penangkap ikan tersebut berasal dari desa di sebelahnya yakni Tomok dan Ambarita.Dahulu, daerah pemukiman belum merata di sepanjang pinggiran Danau Toba.Hanya daerah tertentu yang dijadikan sebagai daerah pemukiman penduduk seperti Ambarita dan Tomok.Banyaknya penangkap ikan yang datang ke daerah ini, membuat beberapa orang penangkap ikan memilih untuk tinggal menetap untuk beberapa hari, dan demikian selanjutnya hingga akhirnya mereka membawa keluarganya ke Tuktuk Siadong.Penduduk yang pertama tinggal di daerah Tuktuk Siadong bermarga Sidabutar yang berasal dari desa tetangga yakni dari daerah Tomok.

2.4.2 Mata Pencaharian

Penduduk Tuktuk Siadong mempunyai mata pencaharian yang beraneka ragam.Sumber matapencaharian yang paling banyak adalah bertani dan

berdagang.Mata pencaharian dibidang pertanian tersebut didukung oleh luasnya lahan pertanian yang ada didaerah ini seperti sawah dan ladang yang dapat diolah sebagai lahan pertanian.

Mata pencaharian berdagang yang dilakoni oleh masyarakat setempat didukung oleh latar belakang daerah Tuktuk Siadong sebagai daerah tujuan wisata, dimana penduduknya mulai membuka atau mendirikan fasilitas-fasilitas pelayanan seperti hotel, penginapan, restaurant, penukaran mata uang asing, biro perjalanan, dan sarana hiburan lain seperti cafe, pub, bar dan yang lainnya. Di bidang perdagangan, tampak adanya penjualan barang-barang kerajian tangan atau souvenir.

Selain sebagai pedagang dan pengusaha, di Kelurahan Tuktuk Siadong juga banyak ditemui para karyawan dan guide lokal yang bekerja di fasilitas pelayanan jasa kepariwisataan seperti dihotel atau di restaurant, dimana para karyawan tersebut ada juga yang berasal dari luar daerah Tuktuk Siadong. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut .

Tabel 2 : Penduduk berdasarkan mata pencaharian

NO MATA PENCAHARIAN JUMLAH (JIWA) PERSEN (%) 1

8 Sumber : Monografi Kelurahan Tuktuk Siadong tahun 2015

2.5 Sistem Kesenian

Kesenian adalah merupakan ekspresi perasaan manusia terhadap keindahan, dalam kebudayaan suku-suku bangsa yang pada mulanya bersifat deskriptif (Koentjaraningrat, 1980:395-397).Kesenian bagi masyarakat Batak Toba sangat banyak dan beragam yaitu seni suara, seni tari, seni rupa dan seni sastra.

2.5.1 Seni Musik

Musik pada masyarakat Batak Toba tercakup dalam dua bagian besar, yaitu musik vokal dan musik instrumental, berikut penjelasannya :

2.5.1.1 Musik Vokal

Musik vokal tradisional pembagiannya ditentukan oleh kegunaan dan tujuan lagu tersebut yang dapat dilihat dari liriknya. Ben Pasaribu (1986 : 27-28)membuat pembagian terhadap musik vokal tradisional Batak Toba dalam delapan bagian, yaitu :

1. Ende mandideng, adalah musik vokal yang berfungsi untuk menidurkan anak.

2. Ende sipaingot, adalah musik vokal yang berisi pesan kepada putrinya yang akan menikah. Dinyanyikan pada saat senggang pada hari menjelang pernikahan tersebut.

3. Ende pargaulan, adalah musik vokal yang secara umum merupakan “solo-chorus”, dan dinyanyikan oleh kaum muda-mudi dalam waktu senggang, biasanya malam hari.

4. Ende tumba, adalah musik vokal yang khusus dinyanyikan saat pengiring tarian hiburan (tumba). Penyanyinya sekaligus menari dengan melompat-lompat dan berpegangan tangan sambil bergerak melingkar. Biasanya ende tumba ini dilakukan oleh remaja dialaman (halaman kampung) pada malam terang bulan.

5. Ende sibaran, adalah musik vokal sebagai cetusan penderitaan yang berkepanjangan. Penyanyinya adalah orang yang menderita tersebut, yang menyanyi di tempat yang sepi.

6. Ende pasu-pasuan, adalah musik vokal yang berkenaan dengan pemberkatan. Berisi lirik-lirik tentang kekuasaan yang abadi dari yang maha kuasa. Biasanya dinyanyikan oleh orang-orang tua kepada keturunannya.

7. Ende hata, adalah musik vokal yang berupa lirik yang diimbuhi ritem yang disajikan secara monoton, seperti metric speech. Liriknya berupa rangkaian pantun dengan bentuk aabb yang memiliki jumlah suku kata yang sama.

Biasanya dimainkan oleh kumpulan kanak -kanak yang dipimpin oleh seorang yang lebih dewasa atau orang tua.

8. Ende andung, adalah musik vokal yang bercerita tentang riwayat hidup seseorang yang telah meninggal dunia, yang disajikan pada saat atau setelah disemayamkan. Dalam ende andung melodinya datang secara spontan sehingga penyanyinya haruslah penyanyi yang cepat tanggap dan

trampil dalam sastra serta menguasai beberapa motif-motif lagu yang penting untuk jenis nyanyian ini.

2.5.1.2 Musik Instrumental

Dalam musik instrumental ada beberapa instrument yang lazim digunakan dalam ansambel maupun disajikan dalam permainan tunggal, baik dalam kaitannya dalam upacara adat, religi maupun sebagai hiburan. Pada masyarakat Batak Toba terdapat dua ansambel musik tradisional, yaitu: ansambel gondang hasapi dan gondang sabangunan. Selain itu ada juga instrument musik tradisional yang digunakan secara tunggal.

2.5.1.2.1 Ansambel Gondang Hasapi

Beberapa instrument yang terdapat dalam ansambel gondang hasapi adalah sebagai berikut:

1. Hasapi ende (plucked lute dua senar) jenis chordophone yang berfungsi sebagai pembawa melodi, dimainkan dengan cara mamiltik (dipetik).

2. Hasapi doal (plucked lute dua senar), sama denga hasapi ende, namun hasapi doal berfungsi sebagai pembawa ritem konstan, dan berukuran lebih besar dari hasapi ende.

3. Sarune etek (shawm), kelompok aerophone yang memiliki reed tunggal (single reed) dimainkan dengan mangombus marsiulak hosa (meniup dengan terus menerus).

4. Meng-mong, instrumen ini termasuk dalam klasifikasi Idiochordophon.

Permainan instrumen ini bersifat ritmik atau mirip dengan perminan Ogung.

5. Hesek, instrument idiophone sebagai pembawa tempo (ketukan dasar).

2.5.1.2.2 Ansambel Gondang Sabangunan

Beberapa instrument yang terdapat dalam ansambel gondang sabangunan adalah sebagai berikut:

1. Taganing, kelompok membranophone, dari segi teknis, instrument taganing memiliki tanggung jawab dalam penguasaan repertoar dan memainkan melodi bersama-sama dengan sarune bolon. Walaupun tidak seluruh repetoar berfungsi sebagai pembawa melodi, namun pada setiap penyajian gondang, taganing berfungsi sebagai “pengaba” atau “dirigen” (pemain group gondang) dengan isyarat- isyarat ritme yang harus dipatuhi oleh seluruh anggota ensambel dan pemberi semangat kepada pemain lainnya.

2. Gordang (single headed drum) ini berfungsi sebagai instrument ritme variabel, yaitu memainkan iringan musik lagu yang bervariasi.

3. Sarune (shawm) kelompok aerophone yang doble reed berfungsi sebagai alat untuk memainkan melodi lagu yang dibawakan oleh taganing.

4. Ogung Oloan (pemimpin atau yang harus dituruti) ogung Oloan mempunyai fungsi sebagai instrument ritme konstan, yaitu memainkan iringan irama lagu dengan model yang tetap. Fungsi ogung oloan ini umumnya sama dengan fungsi ogung ihutan, ogung panggora dan ogung doal dan sedikit sekali perbedaannya.

5. Hesek ini berfungsi menuntun instrument lain secara bersama-sama dimainkan. Tanpa hesek, permainan musik instrument akan terasa kurang lengkap.

2.5.1.2.3 Instrumen Tunggal

Instrument tunggal adalah alat musik yang dimainkan secara tunggal yang terlepas dari ansambel gondang hasapi dan gondang sabangunan. Instrument yang termasuk instrument tunggal dalam masyarakat Batak Toba antara lain:

1. Sulim (transverse flute), kelompok aerophone. Dimainkan dengan meniup dari samping (side blown flute), berfungsi membawa melodi.

2. Saga-saga(jew’s harp) klasifikasi idiophone.Dimainkan dengan menggetarkan lidah dan instrument tersebut di rongga mulut sebagai resonatornya.

3. Jenggong (jew’s harp) mempunyai konsep yang sama dengan saga-saga, namun materinya berbeda karena terbuat dari logam.

4. Talatoit (transverse flute), sering juga disebut salohat atau tulila.

Dimainkan dengan meniup dari samping. Kelompok aerophone.

5. Sordam (long flute) terbuat dari bambu, kelompok aerophone, dimainkan dengan ditiup dari ujung (end blown flute).

6. Meng-mong, kelompok Idiochordophone terbuat dari bambu dimainkan dengan cara dipukul.

2.5.2 Pengertian Biografi

Dalam disiplin ilmu sejarah, biografi dapat didefenisikan sebagai sebuah riwayat hidup seseorang.Sebuah tulisan biografi dapat berbentuk beberapa baris kalimat saja, namun juga dapat berupa tulisan yang lebih dari satu buku.Perbedaannya adalah, biografi singkat hanya memaparkan tentang fakta-fakta kehidupan seseorang dan peranan pentingnya dalam masyarakat.Sedangkan biografi yang lengkap biasanya memuat dan mengkaji informasi-informasi

penting, yang dipaparkan lebih detail dan tentu saja dituliskan dengan penulisan yang baik dan jelas.

Sebuah biografi biasanya menganalisa dan menerangkan kejadian-kejadian pada hidup seorang tokoh yang menjadi objek pembahasannya, sehingga dengan membaca biografi, pembaca akan menemukan hubungan keterangan dari tindakan yang dilakukan dalam kehidupan seseorang tersebut, juga mengenai cerita-cerita

Sebuah biografi biasanya menganalisa dan menerangkan kejadian-kejadian pada hidup seorang tokoh yang menjadi objek pembahasannya, sehingga dengan membaca biografi, pembaca akan menemukan hubungan keterangan dari tindakan yang dilakukan dalam kehidupan seseorang tersebut, juga mengenai cerita-cerita