• Tidak ada hasil yang ditemukan

KAJIAN ORGANOLOGIS MENG-MONG BATAK TOBA BUATAN BAPAK J.E. TAMBUNAN DI KELURAHAN TUKTUK SIADONG, KECAMATAN SIMANINDO, Kabupaten.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "KAJIAN ORGANOLOGIS MENG-MONG BATAK TOBA BUATAN BAPAK J.E. TAMBUNAN DI KELURAHAN TUKTUK SIADONG, KECAMATAN SIMANINDO, Kabupaten."

Copied!
91
0
0

Teks penuh

(1)

KAJIAN ORGANOLOGIS MENG-MONG BATAK TOBA BUATAN BAPAK J.E. TAMBUNAN DI KELURAHAN TUKTUK SIADONG, KECAMATAN SIMANINDO, Kabupaten. SAMOSIR

SKRIPSI SARJANA DIKERJAKAN

O L E H

NAMA : DANIEL H.M. PARDOSI N I M : 120707009

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU BUDAYA

PROGRAM STUDI ETNOMUSIKOLOGI 2017

(2)

LEMBAR PENGESAHAN

KAJIAN ORGANOLOGIS MENG-MONG BATAK TOBA BUATAN BAPAK J.E. TAMBUNAN DI KELURAHAN TUKTUK SIADONG, KECAMATAN SIMANINDO, Kabupaten. SAMOSIR

SKRIPSI SARJANA Dikerjakan Oleh

Nama : DANIEL H.M. PARDOSI N I M : 120707009

Disetujui oleh

Pembimbing I, Pembimbing II,

Drs. Setia Dermawan Purba, M.Si Drs. Bebas Sembiring, M.Si NIP 195608281986011001 NIP 195703131992031001

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU BUDAYA

PRORAM STUDI ETNOMUSIKOLOGI MEDAN

2017

(3)

DISETUJUI OLEH

FAKULTAS ILMU BUDAYA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

DEPARTEMEN ETNOMUSIKOLOGI KETUA,

Arifninetrirosa, SST, M.A.

NIP 196502191994032002

(4)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu

PerguruanTinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapatyang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam skripsi ini dan disebutkan dalam Daftar Pustaka.

Medan, 13 April 2017

Daniel H.M Pardosi NIM 120707009

(5)

ABSTRAKSI

Beberapa abad yang lampau sebelum “Gondang Bolon” muncul, rakyat BatakToba telah lebih dulu mempunyai alat musik tradisi yaitu

“GONDANGHASAPI”. Saat itu Gondang Hasapi digunakan rakyat Batak Toba untuk acara yang sangat sakral, misalnya menyadarkan orang yang sedang kesurupan, mengobati orang sakit, menjauhkan roh jahat, dan lain – lain. Yang termasuk didalam ensambel Gondang Hasapi yaitu Hasapi, saruneetek, sulim, garantung, dan hesek . Selain dari beberapa instrumen diatas ada satu instrumen yang juga ikut serta dalam ensambelGondangHasapi yaitu “Meng – Mong”. Meng- mong adalah salah satu alat musik BatakToba yang terbuat dari bambu, dimainkan dengan cara memukul senar yang dibuat langsung dari bambu tersebut, kulit bambu dikupas lalu kedua ujung bambu diganjal degan kayu sehingga kulit yang dikupas berbentuk senar .

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui proses dan teknik pembuatan meng-mong oleh bapak J.E TAMBUNAN dan teknik memainkan meng-mong.

Teori yang digunakan, Shusumu Khasima yaitu pendekatan secara struktural serta fungsional (1978), Bruno Nettl (1963) yaitu, menganalisis dan mendeskripsikan musik dari apa yang kita dengar,dan mendeskripsikan apa yang kita lihat, Curt Sach dan Hornbostel (1961), ”Sistem pengklasifikasian alat musik berdasarkan sumber penggetar utama bunyinya. Sistem klasifikasi ini terbagi menjadi empat bagian yaitu: idiofon, aerofon, membranofon dan kordofon”.

Dengan berdasarkan uraian diatas maka penulis ingin meneliti proses Teknik pembuatan meng-mong dan cara memainkan meng-mong, yang akan dituangkan kedalam bentuk skripsi yang berjudul :“KAJIANORGANOLOGIS MENG-MONG BATAK TOBA BUATAN BAPAK J.E TAMBUNAN DI KELURAHAN TUKTUK SIADONG, KECAMATAN SIMANINDO, Kab.

SAMOSIR”

Kata Kunci: Meng-Mong, Kajian Organologis, Batak Toba

(6)

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur dan hormat penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus, yang senantiasa menyartai penulis hingga saat ini bahkan selama penyelesain tulisan ini. Semoga Tuhan juga memberikan rahmat-Nya kepada mahluk di seluruh dunia ini, terutama kepada keluarga besar Departement Etnomusikologi, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara, Medan.

Skripsi ini berjudul :“KAJIAN ORGANOLOGIS MENG-MONG BATAK TOBA BUATAN BAPAK J.E TAMBUNAN DI KELURAHAN TUKTUK SIADONG, KECAMATAN SIMANINDO, Kab. SAMOSIR skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan S-1 Sarjana Seni (S.sn. ) diprogram studi Etnomusikologi, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara.

Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan yang terdapat di dalam tulisan ini.Oleh karena itu, terlebih dahulu penulis minta maaf kepada pembaca dan pembaca pun dapat memaklumi setiap kesalahan yang terdapat di dalam tulisan ini.

Dalam proses penyelesaian studi dan skripsi ini, tentunya banyak orang orang yang secara bersama membantu dan memberi dukungan kepada penulis.

Untuk itu pada kesempatan ini penulis memberikan penghargaan dan ucapan terimakasih yang sebesar besarnya kepada :

1. Bapak Dr. Budi Agustono, M.S. selaku Dekan Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara yang telah mengesahkan secara resmi judul penelitian sebagai bahan penulisan skripsi sehingga pengerjaan sikripsi berjalan dengan lancar.

(7)

2. Ketua Program Studi Etnomusikologi ibu Arifninetrirosa, SST, M.A. dan bapak Drs. Bebas Sembiring, M.Si. selaku sekretaris Program Studi etnomusikologi sekaligus pembimbing penulis yang telah memberikan dukungan dan bantuan dalam administrasi serta registrasi perkuliahan selama masa kuliah dan penyelesaian tugas akhir penulis.

3. Bapak Drs. Setia Dermawan Purba, M.Si. selaku dosen pembimbing yang telah memberikan banyak bantuan dan semangat dan telah membimbing penulis dengan baik dalam penyelesaian skripsi ini.

4. Seluruh staff dan pengajar pegajar di Program Studi Etnomusikologi, atas segala bantuan, saran dan arahannya selama proses perkuliahan serta dukungannya.

5. Orang tua penulis tercinta, ayahanda B. Pardosi dan ibunda R. Siregar, atas segala cinta, do’a dan pengorbanan kalian, dan juga kepada kakak dan abang abangku yang memberi semangat, dorongan dan do’a.

6. Teman teman dan rekan seperjuangan : khususnya stambuk 2012 dan seluruh anggota ikatan mahasiswa Etnomusikologi atas bantuan, semangat dan kerja sama kalian selama ini.

7. Seluruh informan yang telah bersedia membantu dan menerima penulis selama melakukan penelitian. Terutama bapak J.E. Tambunan selaku informan utama yang dengan baik melayani penulis dalam proses penelitian.

8. Saudara saudara tercinta yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu untuk dukungan moril maupun materi yang telah diberikan.

(8)

Dalam penulisan skripsi ini, penulis masih banyak mempunyai kekurangan dan masih jauh dari kesempurnaan.Oleh karena itu, dengan rendah hati penulis menerima kritik dan saran yang bersifat membangun dari pembaca hingga pada akhirnya penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi para pembaca khususnya mahasiswa jurusan Etnomusikologi.Akhir kata, kiranya tulisan ini bermanfaat bagi semua pembaca.Horas ....horas

Medan, 13 April 2017

Daniel H.M Pardosi

NIM. 120707009

(9)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL... i

LEMBAR PENGESAHAN... ii

LEMBAR PERNYATAAN... iv

ABSTRAK... v

KATA PENGANTAR... vii

DAFTAR ISI... x

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah... 1

1.2 Pokok Permasalahan... 7

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian... 7

1.3.1 Tujuan Penelitian... 7

1.3.2 Manfaat Penelitian... 7

1.4 Konsep dan Teori... 8

1.4.1 Konsep... 8

1.4.2 Teori... 9

1.5 Metode Peneltian... 10

1.5.1 Study Kepustakaan... 11

1.5.2 Kerja Lapangan... 12

1.5.2.1 Wawancara... 12

1.5.3 Kerja Laboratorium... 12

1.5.4 Lokasi Penelitian... 13

BAB II GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN DAN BIOGRAFI SINGKAT BAPAK J. E. TAMBUNAN 2.1 Asal Usul Masyarakat Batak... 14

2.2 Kepercayaan Masyarakat Batak Toba... 15

2.3 Sistem Kekerabatan Masyarakat Batak Toba... 19

2.4 Gambaran Umum Kelurahan Tuktuk Siadong... 21

2.4.1 Sejarah Kelurahan Tuktuk Siadong... 24

2.4.2 Mata Pencaharian... 24

2.5 Sistem Kesenian... 26

2.5.1 Seni Musik... 26

2.5.1.1 Musik Vokal... 26

2.5.1.2 Musik Instrumental... 28

2.5.1.2.1 Ansambel Gondang Hasapi... 28

2.5.1.2.2 Ansambel Gondang Sabangunan... 29

2.5.1.2.3 Instrumen Tunggal... 30

2.5.2 Pengertian Biografi... ... 30

(10)

2.6 Biografi Singkat J. E. Tambunan... 32

2.6.1 Pendidikan... 33

2.6.2 Latar Belakang Keluarga... 33

2.6.3 Latar Belakang Kemampuan Membuat Alat Musik Batak Toba... 33

2.6.4 Alat Musik Batak Toba Yang Dikuasai... 35

BAB III STUDI ORGANOLOGIS MENG-MONG BATAK TOBA 3.1 Klasifikasi Meng-mong... 37

3.2 Konstruksi Bagian-bagian Meng-mong... 38

3.3 Teknik Pembuatan... 39

3.3.1 Bahan Baku Yang Digunakan... 40

3.3.1.1 Bambu... 40

3.3.2 Peralatan Yang Digunakan... 41

3.3.2.1 Gergaji... 41

3.3.2.2 Parang... 42

3.3.2.3 Pisau... 43

3.3.2.4 Penggaris... 43

3.3.2.5 Pensil... 44

3.3.2.6 Kertas Pasir... 44

3.3.3 Proses Pembuatan Awal... 45

3.3.3.1 Memilih dan Menebang Bambu... 45

3.3.3.2 Mengeringkan Bambu... 47

3.3.3.3 Memotong Ruas Bambu... 47

3.3.3.4 Mengikis Batas Ruas Bambu... 48

3.3.3.5 Mengukur Jarak Senar... 48

3.3.3.6 Mencongkel Badan Bambu... 51

3.3.4 Proses Pembuatan Selanjutnya... 52

3.3.4.1 Membuat Lobang Udara... 52

3.3.4.2 Membuat Tukkol... 53

3.3.4.3 Membuat Palu-palu (Pemukul/Stick)... 54

3.3.5 Tahap Penyempurnaan... 55

3.3.5.1 Meletakkan Tukkol Meng-mong... 56

3.3.5.2 Menghaluskan Senar... 57

3.4 Ukuran Bagian-bagian Meng-mong... 58

3.5 Kajian Fungsional... 59

3.5.1 Proses Belajar... 59

3.5.2 Teknik Penyeteman Meng-mong... 61

3.5.3 Bagian-bagian Meng-mong... 61

3.5.4 Posisi Memainkan Meng-mong... 62

3.5.4.1 Posisi Badan... 63

3.5.4.2 Posisi Tangan... 63

3.5.4.2.1 Posisi Tangan Kiri... 63

(11)

3.5.4.3 Posisi Kaki... 65

3.5.4.3.1 Posisi Kaki Kanan... 65

3.5.4.3.2 Posisi Kaki Kiri... 66

3.5.5 Warna Bunyi... 66

3.5.6 Pola Ritem... 67

3.5.7 Cara Memainkan... 68

3.5.8 Sejarah Meng-mong Batak Toba... 69

BAB IV EKSISTENSI MENG-MONG BATAK TOBA 4.2 Eksistensi Meng-mong Batak Toba... 71

BAB V KEIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan... 76

5.2 Saran... 77

DAFTAR PUSTAKA………. 79

DAFTAR INFORMAN………. 80

(12)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Bangsa Indonesia dikenal dengan keberagaman suku dan etnisnya, setiap suku dan etnis yang ada di Indonesia tentunya memiliki ciri khas adat istiadat dan budaya masing-masing.Dalam setiap warisan budaya nenek moyang yang sudah ada sejak dulu dan salah satunya kesenian yang turun-temurun diwariskan kepada setiap generasinya, ada seni tari, seni ukir, seni patung, seni tekstil, dan seni musik.

Batak Toba adalah salah satu etnis yang terdapat di Sumatera Utara. Etnis Batak Toba termasuk dalam sub etnis Batak lainnya yaitu Karo, Simalungun, Pakpak, Mandailing dan Angkola.

Dalam tulisan ini, penulis lebih berfokus untuk mengkaji aspek musik dari etnis Batak Toba saja. Bagi etnis Batak Toba, musik menjadi sebuah kebutuhan yang banyak digunakan untuk tujuan hiburan, ritual, upacara adat, dan juga upacara keagamaan,maka terdapatlah dua buah ensambel1

Namun seiring berjalannya waktu, perubahan dan kemajuan dalam ensambel tersebut telah banyak mengalami perubahan.Yang pada perkembangannya setelah adanya Opera Batakoleh Tilhang Gultom pada tahun 1982.Didalam seni pertunjukan Opera Batak selalu didampingi dengan iringan musik didalam pertunjukannya.Ensambel yang di gunakan dalam seni pertunjukan

musik pada Etnis Batak Toba, yang mendukung untuk kebutuhan tersebut, ensambel tersebut antara lain , ensambel Gondang Sabangunan dan Gondang Hasapi.

1Ensambel/Ansambel (Kamus Musik M. Soeharto, 1992 : 4) dalam bahasa prancis adalahkelompok kegiatan seni musik, dengan jenis kegiatan seperti tercantum dalam sebutannya. Biasanya

(13)

Opera Batak ialah ensambel Gondang hasapi atau biasa disebut dengan Uning- uningan.

Dalam ensambel Gondang Hasapi terdapat instrumenmusik yang di gunakan.Terdiri dari Sarune Etek, Hasapi doal, Hasapi Ende, Garantung, dan Hesek.Pada perkembangannya terdapat juga penambahan Sulim dan Odap.Yang dalam persi lainnya biasa juga disebut Uning-uningan.

Pada dasarnya jauh sebelum Opera Batak muncul, instrumen musik yang digunakan dalam ensambel Gondang Hasapi seperti Sarune Etek, Hasapi Ende, Meng-mong, Garantung, dan Hesek. Tidak menggunakan dua buah hasapi, melainkan satuhasapi saja.Namun seteleh adanya Opera Batak instrumen musik Meng-mong telah diganti dengan menggunakan hasapi doal.Perubahan tersebut sudah sangat lama terjadi serta penggunaan alat musik meng – mong sudah sangat jarang dijumpai saat ini, baik itu didalam acara adat, ritual maupun acara hiburan.

Selain dari ensambel Gondang Sabangunan dan Gondang Hasapi atau yang sering disebut Uning-uningan, masih terdapat alat-alat musik Batak Toba lainnya yang berupa solo(dimainnkan secara tunggal), lebih bersifat pribadi serta menghibur diri sendiri, dan biasanya dimainkan pada saat waktu luang, seperti:

a. Sulim, alat musik yang terbuat dari bambu,memiliki enam lobang nada dan memiliki satu lobang tiupan. Dimainkan dengancara meniup dari samping yang dilakukan dengan cara meletakkan sulim secara horizontal pada mulut peniup. Klasifikasi instumen ini termasuk instumen aerophone.

b. Saga-saga, terbuat dari pelepah pohon aren yang dimainkan dengan cara menggetarkan lidah yang terbentuk dari badannya sendiri dan rongga mulut yang berperan sebagai resonator.

(14)

c. Jenggong, terbuat dari logam dan memiliki konsep yang sama dengan Saga-saga.

d. Talatoit, alat musik yang terbuat dari bambu, atau sering disebut Tulila, dimainkan dengan cara ditiup dari samping. Memiliki empat lobang nada yakni dua disisi kanan, dua disisi kiri, sedangkan lobang tiup berada diposisi tengah. Instrument ini biasanya bersifat ritmik dan melodik.

Klasifikasi instrumen ini termasuk dalam kelompok aerophone.

e. Sordam, alat musik ini terbuat dari bambu yang di mainkan dengan cara meniup dari ujung nya dengan meletakkan bibir kepada ujung bambu secara diagonal. Memiliki enam lobang nada, sedangkan lobang tiupannya ialah ujung bambu tersebut.

f. Meng-mong / Meng-mung, terbuat dari bambu dan peti kayu sebagai resonator. Permainan instumen ini bersifat ritmik atau mirip dengan permainan gayaTanggetang. Instrument ini termasuk dalam klasifikasi Idiochordophone.

Pada tulisan ini penulis ingin membahas Meng-mong Batak Toba.Meng- mong termasuk dalam klasifikasi Idiocordophoneyang terbuat dari bambu, terbentuk dari tiga buah senar yang dibuat langsung dari kulit bambu, serta kotak resonator.Kulit bambu yang sudah dikupas kemudian diganjal dengan menggunakan kayu sehingga kulit bambu membentuk senar, mempunyai lobang resonator dibagian tengah bambu tepat dibelakang senar, dan menggunakan sebuah stik kayu untuk memukul senar sehingga menghasilkan bunyi.

Meng-mong dapat dimainkan dalam posisi berdiri maupun duduk dengan cara memukul senar meng-mong menggunakan stik kayu yang ujungnya dibalut

(15)

dengan karet dan meletakkan tangan kiri disalah satu ujung bambu tepat diantara senar sesekali menahan getaran senar bagian tengah untuk menghasilkan nada doal,sedangkan tangan kanan berfungsi untuk memukul senar. Sebagai instrument yang bersifat ritmik, meng-mong juga memainkan pola yang sama dengan alat musik lainnya seperti, Ogung, dan juga Doal dalam satu versi Uning-uningan Batak Toba.

Selain meng-mong Btak Toba, ada beberapa kebudayaan lain memiliki intrumen yang serupa ( hampir sama ) dengan alat musik ini seperti, keteng-keteng didaerah Karo, deng-deng didaerah Pakpak, tutuhao didaerah Nias,tengtung diSimalungundan lain sebagainya. Walau berdeda teknik perminan serta fungsi yang berbeda disetiap kebudayaan, namun jika dilihat dari fisik serta awal mulanya alat musik ini memiliki beberapa persamaan.

Sama seperti alat musik lainnya awalnya meng-mong digunaka oleh masyarakat Batak Toba yang sedang menjaga padi disawah untuk menghibur diri saat mengisi waktu luang. Menurut penjelasan yang dikatakan oleh bapak J. E.

Tambunan saat dilakukan wawancara dirumah beliau, dahulu alat musik ini sering dimainkan oleh masyarakat Batak Toba saat menjaga padi disawah dan terkadang biasa digabungkan dengan alat musik lain seperti, sulim, hasapi, dan juga garantung. Sebagai instrument yang bersifat ritmik dan juga karakter suara yang dihasilkan meng-mong yang hampir sama dengan alat musik gong, alat musik ini kemudian digabungkan dengan ensambel Gondang Hasapi yang berfungsi sebagai pengganti alat musik gong, sebab dijaman dulu masih minimnya bahan untuk pembuatan gong sehingga instrumen ini sempat digunakan oleh masyarakt Batak Toba didalam ensambel Gondang hasapi yang juga digunakan untuk kebutuhan

(16)

ritual, adatistiadat, serta dalam kebutuhan hiburan. Namun pada perkembangannya meng-mong kurang begitu dikenal pada saat ini sebab kebutuhan musik dikalangan masyarakat Batak Toba sudah semakin terpenuhi dan juga pola kehidupan masyarakat yang sudah berganti seiring berjalannya waktu ( semakin maju ).

Alat musik ini kembali tenar saat masuknya opera dikalangan masyarakat Batak Toba, meng-mong sering digunakan dalam seni pertunjukan opera Batak yang digabungkan dengan ensambel Gondang Hasapi. Namun, melihat struktur ketahanan dari instrument meng-mong yang kurang kuat karena sering terjadi kerusakan pada bagian senarnya, alat musik ini sempat mengalmi perubahan pada fisiknya.Perubahan ini terjadi karena kebutuhan ensambel gondang hasapi didalam seni pertunjukan opera Batak sangat dibutuhkan. Dimana senar yang awalna terbuat langsung dari kulit bambu diganti dengan menggunakan plat besiyang dibuat menyerupai senar meng-mong supaya instrument meng-mong dapat digunakan dengan waktu yang cukup lama. Reportoar yang dimainkan cukup banyak, mulai dari reportoar Gondang Batak seperti, Gondang Sihutur sanggul, Siutte Manis, serta mengiringi nyanyian dalam seni pertunjukan opera Batak.

Bapak J. E. Tambunan adalah seorang pembuat alat musik Meng-mong yang juga piawai dalam memainkan alat musik Batak Toba lainnya.Sebagai pembuat meng-mong beliau termasuk seorang pembuat meng-mong yang memiliki kreativitas tinggi, dapat kita ketahui dari meng-mong buatannya yang ditambah dengan modifikasi yang baru jika dibandingkan dengan meng-mong yang terdahulu.beliau juga membuat sebuah stand (kaki penyangga) yang sangat memungkinkan untuk bisa memainkan meng-mong dalam posisi berdiri,

(17)

standtersebut juga dapat dilepaskan dari badan meng-mongnya, sehingga sangat efisien untuk memindah-mindahkan atau menaruh meng-mong pada posisi yang kita inginkan pada saat memainkan atau saat menyimpannya. Beliau juga mengikat kedua ujung bambu dengan menggunakan kulit kerbau atau tali supaya senar meng-mong tidak gampang rusak dan bisa tetap mempertahankan bentuk asli dari instrumen meng-mong tersebut.

Ornamentasi meng-mong buatan bapak J.E Tambunan ini mengambil motifgorga yaitu salah satu bentuk seni ukir atau seni lukis yang terdapat pada etnis Batak Toba, ornamentasi tersebut diukir (di lottik) sedemikian rupa pada kedua ujung bambu dan juga kotak resonator meng-mong, serta diberi warna merah, hitam, dan putih, yang dipercayai memiliki pemaknaan khusus bagi masyarakat Batak Toba, pemaknaan tersebut adalah, merah yang melambangkan keberanian, hitam yang melambangkan kepolosan, dan putih yang melambangkan kesucian. Ketiga warna ini juga merupakan perlambangan dari debata natolu dan dalihan natolu.

Dalam proses pembuatannya, bapak J. E. Tambunan masih tetapmenggunakan alat-alat yang masih tergolong sederhana, yakni berupa martil (palu), gergaji, pahat, ketam, kuas, parang, belati, paku, dan bahan-bahan yang jugasederhana yaitu, papan, kayu, tali, dan cat minyak (pewarna).

Prosespembuatannya tergolong sederhana, karena hanya menggunakan tenaga manusia,tanpa bantuan mesin. Kebutuhan terhadap alat musik Batak Toba saat ini masih tetap ada, tetapi berbeda halnya dengan alat musik meng-mong yang sampai saat ini sangat jarang dicari oleh kalangan masyarakat Batak Toba, namun walau

(18)

begitu bapak J. E. Tambunan masih membuat alat musik ini sampai saat ini karena beliau ingin tetap melestarikan alat musik Batak Toba.

1.2 Pokok Permasalahan

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah penulis kemukakan sebelumnya, maka pokok masalah yang menjadi topik pembahasan dalam tulisan ini, yaitu:

1. Bagaimana proses dan teknik pembuatan Meng-mong oleh bapak J. E.

Tambunan.

2. Bagaimana teknik permainan Meng-mong Batak Toba.

3. Eksistensi Meng-mong serta fungsi Meng-mong bagi masyarakat Batak Toba.

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.3.1 Tujuan penelitian

1. Untuk mengetahui proses dan tenik pembuatan Meng-mong buatan bapak J. E. Tambunan baik dari segi struktur bagian Meng-mong maupun fungsional atau fungsi dari setiap bagian yang terdapat pada Meng-mong.

2. Untuk mengentahui fungsi Meng-mong bagi masyarakat Batak Toba.

3. Untuk mengetehui teknik permainan Meng-mong Batak Toba.

1.3.2 Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini adalah :

1. Sebagai bahan dokumentasi untuk menambah referensi Meng-mong Batak Toba di Departemen Etnomusikologi, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara.

(19)

2. Sebagai bahan masukan dan perbandingan bagi penelitian yang berkaitan selanjutnya.

3. Sebagai suatu proses pengaplikasian ilmu yang diperoleh penulis selama perkuliahan di Departemen Etnomusikologi, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara.

4. Suatu upaya untuk melestarikan salah satu instrument musik tradisionalBatak Toba.

5. Untuk memenuhi syarat ujian untuk mendapatkan gelar Sarjana di Deperten Etnomusikologi, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara.

1.4 Konsep dan Teori 1.4.1 Konsep

Konsep merupakan rancangan ide atau pengertian yang diabstrakkan dari peristiwa kongkrit (Kamus besar bahasa Indonesia, Balai Pustaka, 1991 : 431).

Kajian merupakan kata jadian dari kata “kaji” yang berarti mengkaji, memeriksa, mempelajari, mempertimbangkan secara matang, dan mendalami. Dari keterangan diatas dapat diketahui bahwa pengertian kata “kajian” dalam hal ini adalah suatu penelitian yang dilakukan dengan teliti (Badudu 1982 : 132).

Sedangkan organologi adalah ilmu tentang instrument musik (Alat musik) yang seharusnya tidak hanya mencakup sejarah dan deskripsi instrument saja, tetapi juga sama pentingnya, walaupun sebagai aspek yang terabaikan dalam

“ilmu” instrumen musik, seperti teknik-teknik tertentu dalam memainkan, fungsi secara musik, hiasan (yang dibedakan dari konstruksi) dan berbagai pendekatan tentang sosial budaya. (Hood 1982 : 124).

(20)

Dari kedua konsep diatas dapat disimpulkan bahwa kajian organologis Meng-mong Batak Toba buatan bapak J. E. Tambunan di Kelurahan Tuk-tuk siadong, Kecamatan Simanindo, Kabupaten Samosir, adalah penelitian secara mendalam mengenai sejarah dan deskripsi instrumen, juga mengenai teknik-teknik pembuatan, cara memainkan, dan fungsi dari instrumen Meng-mong Batak Toba buatan bapak J. E. Tambunan tersebut.

1.4.2 Teori

Teori merupakan landasan pendapat yang dikemukakan mengenai suatu peristiwa.( Kamus besar bahasa Indonesia. Balai pustaka, 1991:1041 ). Sesuai permasalahan yang akan dibahas dalam skripsi ini, maka penulis menggunakan beberapa landasan teori yang berkaitan (relevan) dengan tulisan ini.

Berdasarkan kamus besar bahasa Indonesia. Balai pustaka 1991 : 253,

“Eksistensi, artinya keberadaan” hal ini berkaitan juga dengan eksistensi (keberadaan) meng-mong Batak Toba yang berada di Kabupaten Samosir. Teori ini digunakan untuk membahas mengenai keberadaan dan eksistensi meng-mong Batak Toba di Kabupaten Samosir.

Dalam tulisan ini, penulis juga membahas tentang pendeskripsian alat musik Meng-mong Batak Toba, maka dalam hal ini penulis mengacu pada teori yang dikemukakan oleh susumu khasima (1978 : 74) yaitu.“ Dua pendekatan yang dapat dilakukan untuk menbahas alat musik, yakni pendekatan structural dan fungsional.Secara structural, yakni pendekatan: secara fisik, mengukur, merekam, menggambar bentuk alat musik, ukurannya, konstruksinya, bahan yang digunakan.

Dan secara fungsional, yaitu : fungsi instrument dalam memproduksi suara, meneliti, melakukan pengukuran dan mencatat metode, memainkan instrument,

(21)

penggunaan bunyi yang diproduksi, ( Dalam kaitannya dengan komposisi musik ) dan kekuatan suara”. Teori ini digunakan untuk membahas mengenai kajian structural dan kajian fungsional dari Meng-mong Batak Toba buatan bapak J. E.

Tambunan.

Untuk mengetahui teknik permainan dari Meng-mong buatan bapak J. E.

Tambunan maka penulis menggunakan dua pendekatan yang dikemukakan oleh Nettel (1963 : 98) yaitu, ” Kita dapat menganalisis dan mendeskripsikan musik dari apa yang kita dengar, dan kita dapat menuliskan musik tersebut di atas kertas dan mendeskripsikan apa yang kita lihat”.

Sedangkan mengenai klasifikasi alat musik meng-mong Batak Toba dalam tulisan ini penulis mengacu pada teori yang di kemukakan oleh Curt Sachs dan Hornbostel (1961) mengenai pengklasifikasian alat musik yaitu, ”Sistem pengklasifikasian alat musik berdasarkan sumber penggetar utama bunyinya.

Sistem klasifikasi ini terbagi menjadi empat bagian yaitu: idiofon, penggetar utama bunyinya adalah badan dari alat musik itu sendiri, aerofon, penggetar utama bunyinya adalah udara, membranofon, penggetar utama bunyinya adalah kulit atau membran, kordofon, penggetar utama bunyinya adalah senar atau dawai”.

Mengacu pada teori tersebut, maka meng-mong Batak Toba termasuk dalam kelompok alat musik idiokordofon, penggetar bunyinya adalah senar ataupun dawai yang terbuat langsung dari badan alat musik tersebut.

1.5 Metode Penelitian

Metode adalah cara kerja untuk dapat memahami objek yang menjadi sasaran ilmu yang bersangkutan, (koentjaraningrat 1997 : 16) dalam penelitian ini

(22)

penulis menggunakan metode kualitatif untuk memahami permasalahan yang terdapat dalam pembuatan Meng-mong oleh bapak J.E Tambunan.

Penulis juga menerapkan penelitian kualitatif, yaitu; Tahap sebelum kelapangan ( Pralapangan ), tahap kerja lapangan, analisis data,penulisan laporan, ( Moeleong, 2002 : 109 ). Disamping itu, untuk mendukung penelitian yang dikemukakan oleh Moeleong, penulis juga menggunakan metode penelitian lainnya, yaitu : disiplin lapangan ( field ) dan disiplin labaratorium ( laboratory discipline ). Hasil dari kedua disiplin ini kemudian digabungkan menjadi satu hasil akhir ( A final study ), ( meriam, 1964 : 37 ).

Untuk memperoleh data dan keterangan dalam tulisan ini, penulis menggunakan metode pengumpulan data, umumnya ada dua macam, yakni : Menggunakan daftar pertanyaan ( questionnaires ), Menggunakan wawancara ( intervieu ).

Untuk melengkapi pengumpulan data dengan daftar pertanyaan maupun dengan wawancara tersebut dapat pula digunakan Pengamatan ( Observation) dan penggunaan catatan harian, ( Djarwanto, 1984 : 25 ).

1.5.1 Study Kepustakaan

Pada tahap sebelum kelapangan ( pra-lapangan ) atau sebelum mengerjakan penelitian, penulis terlebih dahulu mencari dan membaca serta mempelajari buku- buku, literatur, tulisan ilmiah, situs internet dan catatan-catatan yang berkaitan dengan objek penelitian.

Studi pustaka ini diperlukan untuk mendapatkan konsep-konsep dan teori juga informasi yang dapat digunakan sebagai pendukung penelitian pada saat melakukan penelitian dan penulisan skripsi ini.

(23)

1.5.2 Kerja Lapangan

Dalam hal ini, penulis juga langsung melakukan observasi langsung ke- lokasi penelitian yang telah diketahui sebelumnya, dan langsung melakukan wawancara bebas dan juga wawancara mendalam antara penulis dengan informan, yaitu dengan mengajukan pertanyaan yang telah dipersiapkan sebelumnya, walaupun saat melakukan penelitian terdapat juga hal-hal baru, yang menjadi bahan pertanyaan yang dirasa mendukung dalam proses penelitian ini, semua ini dilakukan untuk tetap memperoleh keterangan-keterangan dan data-data yang dibutuhkan dan data yang benar, untuk mendukung proses penelitian.

1.5.2.1 Wawancara

Dalam proses melakukan wawancara penulis beracuan pada metode wawancara yang dikemukakan oleh Koenjaraningrat (1985 : 139), yaitu:

Wawancara berfokus (Focused interview), Wawancara bebas (Free interview), Wawancara sambil lalu (Casual interview). Dalam hal ini penulis terlebih dahulu menyiapkan daftar pertanyaan yang akan ditanyakan saat wawancara, pertanyaan yang penulis ajukan bisa beralih dari satu topik ke topik lain secara bebas.

Sedangkan data yang terkumpul dalam suatu wawancara bebas sangat beraneka ragam, tetapi tetap materinya berkaitan dengan topik penelitian.

Untuk pemotretan dan perekaman wawancara penulis menggunakan kamera dantelephone genggam bermerek Samsung SM-G313HZ Sedangkan untuk pengambilan gambar (foto) digunakan kamera digital bermerk Canon GT3100 , di samping tulisan atas setiap keterangan yang diberikan oleh informan.

1.5.3 Kerja Laboratorium

Keseluruhan data yang telah terkumpul dari lapangan, selanjutnya

(24)

diprosesdalam kerja laboratorium.Data-data yang bersifat analisis disusun dengansistematika penulisan ilmiah.Data-data berupa gambar dan rekaman diteliti kembalisesuai ukuran yang telah ditentukan kemudian dianalisis seperlunya.Semua hasilpengolahan data tersebut disusun dalam satu laporan hasil penelitian berbentukskripsi. (Meriam 1995 : 85)

1.5.4 Lokasi Penelitian

Adapun lokasi yang penulis pilih adalah lokasi yang merupakan tempat tinggal narasumber yaitu bapak J. E. Tambunan, yang bertempat tinggal di kelurahan Tuk-Tuk Siadong, kecamatan Simanindo, kabupaten Samosir.

(25)

BAB II

GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN DAN BIOGRAFI SINGKAT J. E. TAMBUNAN

Pada Bab ini, penulis akan membahas tentang gambaran singkat mengenai lokasi penelitian juga mengenai riwayat hidup bapak J. E. Tambunan, terutama yang berkaitan dengan peranan beliau sebagai seniman musik tradisioanal Batak Toba di Sumatera Utara khususnya di Samosir.

Biografi yang dibahas di sini sebahagian besar adalah hasil wawancara dengan bapak J E Tambunan, dan juga wawancara dengan saudara-saudara beliau, sahabat-sahabat beliau dan keluarga beliau, dan juga beberapa musisi tradisional dan seniman musik.Hal ini dianggap perlu untuk melengkapi dan menguji keabsahan biografi beliau.Namun sebelum membahas topik tersebut, akan diuraikan lebih dahulu gambaran masyarakat Batak Toba misalnya asal usul orang Batak, sistem kepercayaan dan sistem kekerabatan.

2. 1 Asal Usul Masyarakat Batak

Suku Batak tidak asing lagi bagi masyarakat Indonesia yang merupakan salah satu suku yang terdapat di Indonesia di bagian Sumatera Utara.Etnis Batak terdiri dari Batak Simalungun, Batak Karo, Batak Pakpak, Batak Mandailing dan Batak Toba.Suku Batak sebagian besar secara tradisional bermukim di daerah wilayah darat, pegunungan dan pedalaman di provinsi Sumatera Utara.Secara admistratif, etnis Batak Toba mendiami daerah Tapanuli Utara. Adanya perubahan sistem pemerintahan beberapa tahun belakangan ini dengan pemekaran kabupaten, wilayah kabupaten Tapanuli Utara dibagi menjadi empat kabupaten yakni Kabupaten Tapanuli Utara dengan ibukota Tarutung, Kabupaten Toba Samosir

(26)

ibukotanya Balige, Kabupaten Samosir ibukotanya Pangururan dan Kabupaten Humbang Hasundutan ibukotanya Dolok Sanggul. Wilayah kediaman masyarakat Batak Toba yang terbagi dengan empat Kabupaten di kelilingi etnis Batak Lainnya.

2.2 Kepercayaan Masyarakat Batak Toba

Sebelum suku Batak Toba menganut agama Kristen Protestan, mereka mempunyai sistem kepercayaan dan religi tentang Mulajadi Nabolon yang memiliki kekuasaan di atas langit.

Hasipelebeguon adalah kepercayaan kepada dewa-dewa yang ada dalam mitologi orang Batak Toba seperti, Batara Guru, Ompu Tuan Soripada, Ompu Tuan Mangalabulan, roh nenek moyang dan kekuatan supranatural yang mendiami tempat-tempat sakral (Vergouwen 1986:79).

Dalam mitologi yang berkembang pada masyarakat Batak Toba penguasa tertinggi adalah Ompu Mulajadi Nabolon.Hal ini diyakini bahwa manusia dan segala isinya diciptakan oleh Mulajadi Nabolon. Secara fungsional Mulajadi Nabolon terbagi tiga yang disebut tri tunggal sebagai wujud kuasa Mulajadi Nabolon, yaitu :Batara Guru, Ompu Tuan Soripada dan Ompu Tuan Mangalabulan.

Batara Guru merupakan dewa yang memberikan kepintaran, tempat bertanya dan pemberi talenta.Ompu tuan soripada merupakan sebagai dewa yang memberi mata pencaharian, kekayaan, kejayaan dan kesusahan bagi manusia.

Sedangkan Tuan Sori Mangaraja adalah dewa yang memberikan ilmu kedukunan, kesaktian, kekuatan dan ilmu keberanian (Tobing 1956:46-55) Pada masyarakat Batak Toba banua (benua) terbagi atas tiga bagian yaitu :Banua ginjang (benua

(27)

atas), sebagai tempat bagi Ompu Mulajadi Nabolon. Banua tonga (benua tengah), sebagai tempat tinggal manusia. Banua toru (benua bagian bawah), sebagai tempat para roh-roh jahat maupun yang baik. Selain tempat kediaman Ompu MulajadiNabolon, banua ginjang juga menjadi tempat tinggal bagi sahala, debata na tolu, dewa-dewa, suru-suruon parhalado ( Tampubolon 1964:17). Masyarakat Batak juga percaya bahwa roh dan jiwa juga mempunyai kekuatan. Roh dan jiwa pada masyarakat Batak Toba dibagi yakni: tondi, sahala, dan begu.

1. Tondi : adalah jiwa atau roh seseorang yang merupakan kekuatan, oleh karena itu tondi memberi nyawa kepada manusia. Tondi di dapat sejak seseorang di dalam kandungan.Bila tondi meninggalkan badan seseorang, maka orang tersebut akan sakit atau meninggal, maka diadakan upacara mangalap (menjemput) tondi dari sombaon yang menawannya.

2. Sahala : adalah jiwa atau roh kekuatan yang dimiliki seseorang. Semua orang memiliki tondi, tetapi tidak semua orang memiliki sahala. Sahala sama dengan sumanta, tuah atau kesaktian yang dimiliki para raja atau hula-hula.

3. Begu : adalah tondi orang telah meninggal, yang tingkah lakunya sama dengan tingkah laku manusia, hanya muncul pada waktu malam.

Disamping aliran kepercayaan (agama suku) tersebut, terdapat juga dua agama besar yang berpengaruh dan dianut oleh masyarakat Batak khususnya Batak Toba, yaitu Kristen Protestan dan Islam. Kepercayaan pada masyarakat Toba sebelum memeluk agama Kristen dan Islam dan masih ada pengikutnya sampai saat ini adalah Parmalim, Parbaringin, dan Parhudam-hudam.

Kepercayaan ini sering pula disebut agama Si Raja Batak, karena kepercayaan ini diyakini oleh sebagian besar orang Batak Toba, dianut oleh Sisingamangaraja XII.

(28)

Mengikut Batara Sangti didirikanya kepercayaan-kepercayaan tersebut adalah sengaja diperintahkan oleh Sisingamangaraja XII, sebagai gerakan keagamaan dan politik, yaitu parmalin dan parhudam-hudam sebagai bentuk gerakan ekstrimis berani mati. Selepas perang lumbang gorat Balige pada tahun 1883 seorang kepercayaan Sisingamangaraja XII yang bernama guru Somalaing Pardede ditugaskan memperkuat pertahanan diwilayah Habinsaran, terutama untuk membendung pengaruh agama Kristen dan membentuk sebuah agama baru yang disebut parmalin (Batara Sangti 1977:79). Menurut Horsting, Parmalim adalah ajaran agama yamg didalamnya terdapat unsur-unsur agama kristen dan islam dan tidak meninggalkan kepercayaan Batak Toba Toba tua.

Masuknya agama Islam ke tanah Batak disebarkan oleh pedagang Minangkabau.Bersamaan dengan usaha dagangnya, banyak pedagang Minangkabau yang melakukan perkawinan dengan perempuan Batak.Hal ini secara perlahan telah meningkatakan pemeluk Islam di tengah-tengah masyarakat Batak.Pada masa Perang Paderi di awal abad ke-19, pasukan Minangkabau menyerang tanah Batak dan melakukan pengislaman besar-besaran atas masyarakat Mandailing dan Angkola.

Namun penyerangan Paderi atas wilayah Toba, tidak dapat mengislamkan masyarakat tersebut, yang pada akhirnya mereka menganut agama Protestan.Kerajaan Aceh di utara, juga banyak berperan dalam mengislamkan masyarakat Karo, Pakpak, dan Dairi.Jadi dapat disimpulkan pengaruh Islam tidak begitu besar bagi masyarakat Batak Toba, karena agama ini hanya berpengaruh kuat di daerah Madailing, Karo, Pak-pak dan Dairi.

(29)

Sedangkan masuknya agama Kristen Protestan di tanah Batak terjadi sekitar tahun 1824.Diawali oleh misionaris Baptis asal Inggris, Richard Burton dan Nathaniel Ward Kedua pendeta ini mencoba memperkenalkan Injil dikawasan Silindung (Tarutung).Namun kehadiran mereka tidak diterima oleh masyarakat Batak Toba di kawasan Silindung pada saat itu.

Kemudian tahun 1834 Kongsi Zending Boston Amerika Serikat mengirimkan dua orang pendeta yaitu Munson dan Lymann.Kedua missionaris ini dibunuh oleh penduduk dibawah pimpinan Raja Panggalemei di lobu pining pada bulan juli 1834.15 tahun kemudian pada tahun 1849 kongsi bible Nederland mengirim ahli bahasa Dr. H.N. Van Der Tuuk untuk menyelidiki budaya batak.Ia menyusun kamus Batak Belanda, dan menyalin sebagian isi Alkitab ke bahasa Batak.

Tujuan utamanya adalah merintis penginjilan ke tanah batak melalui budaya. Tahun 1959, jemaat Ermelo Belanda dipimpin oleh Ds. Wi teveen mengirim pendeta muda G.Van Asselt ke tapanuli selatan. Ia tinggal di Sipirok sambil bekerja di perkebunan Belanda. Kemudian disusul oleh pendeta Rheinische Mission Gesellscahft (RMG), pada masa sekarang menjadi Verenigte Evangelische Mission (VEM) dipimpin oleh Dr. Fabri.Namun penginjilan berjalan sangat lambat.Hingga akhirnya seorang pemuda Jerman yang baru menyelesaikan sekolahnya dan ditahbiskan sebagai pendeta tahun 1861 berniat untuk datang ke tanah Batak setelah mendengar cerita tentang bangsa Batak.Ia lalu pergi ke Belanda untuk mempelajari tentang bangsa Batak dan kemudian berangkat dari Amsterdam ke Sumatera dengan kapal pertinar.

(30)

Tahun 1862, 14 Mei Setelah mengalami banyak cobaan di lautan, Ingwer Ludwig Nommensen mendarat di Padang.November 1863, Ingwer Ludwig Nommensen pertama kali mengunjungi Lembah Silindung.Dia berdoa di Bukit Siatas Barita, di sekitar Salib Kasih yang sekarang. “Tuhan, hidup atau mati saya akan bersama bangsa ini untuk memberitakan FirmanMu dan KerajaanMu, Amin!”.

Mei 1864, Ingwer Ludwig Nommensen diijinkan memulai misinya ke Silindung, sebuah lembah yang indah dan banyak penduduknya.Juli tahun 1864, Ingwer Ludwig Nommensen membangun rumahnya yang sangat sederhana di Saitnihuta setelah mengalami perjuangan yang sangat berat.Tahun 1864, 30 Juli Ingwer Ludwig Nommensen menjumpai Raja Panggalamei ke Pintubosi, Lobupining.25 September 1864, Ingwer Ludwig Nommensen mau dipersembahkan ke Sombaon Siatas Barita Dionan Sitahuru.Ribuan orang datang.

Ingwer Ludwig Nommensen akan dibunuh menjadi kurban persembahan. Ingwer Ludwig Nommensen tegar menghadapi tantangan, dia berdoa, angin puting beliung dan hujan deras membubarkan pesta besar tersebut. Ingwer Ludwig Nommensen selamat, sejak itu terbuka jalan akan Firman Tuhan di negeri yang sangat kejam dan buas. Ingwer Ludwig Nommensen pantas dijuluki “Apostel di Tanah Batak”.

2.3 Sistem Kekerabatan Masyarakat Batak Toba

Sistem kekerabatan masyarakat Batak Toba sangat erat kaitannya dengan istilah “marga” yang merupakan nama nenek moyang yang selalu diturunkan kepada keturunan dengan garis keturunan patriakal. Kekerabatan adalah suatu tata cara yang mengatur hubungan sosial kemasyarakatan. Sistem kekerabatan

(31)

masyarakat Batak Toba berlandaskan dalihan na tolu. Dalihan na tolu merupakan sebuah hubungan sosial yang berlandaskan pada tiga pilar kemasyarakatan, yakni hula-hula, dongan tubu (dongan sabutuha) dan boru. Dalihan na tolu diciptakan Mulajadi Nabolon dengan menurunkan kepada tiga dewa yaitu, Batara Guru sebagai simbol dari hula-hula, Debata Soriada simbol dari dongan sabutuha dan dewa Mangala Bulan simbol dari boru (Sinaga 1981:71-76). Hula-hula merupakan kedudukan tertinggi dalamsistem kekerabatan masyarakat Batak Toba.

Hal ini dapat kita lihat dalam posisi suatu acara dan penghormatan yang diberikan. Hula-hula merupakan sebuah marga pemberi istri dari marga lain.

Sedangkan status boru merupakan pihak marga yang mengambil istri dari pihak hula-hula.Istilah dongan sabutuha untuk menunjukan sistem kekerabatan yang sederajat. Dalihan na tolu pun diuraikan dengan pepatah “somba marhula-hula, mangat mardongan tubu, elek marboru”. Pengertian dari pepatah ini secara harafiah “patuh dan berikanlah sembah pada hula-hula, menjaga hubungan dengan dongan tubu, kelemah lumbutan dengan boru.

Pepatah ini bukan hanya sekedar ungkapan tetapi dapat kita lihat dalam suatu acara pesta.Ketiga kelompok memiliki peranan yang penting dan saling melengkapi dalam adat. Ketika dalam suatu pesta, hula-hula tidak begitu repot karena dianggap sebagai posisi yang paling dihormati menjadi pemberi berkat dan restu. Dongan tubu berperan sebagai pihak yang bertanggung jawab dalam acara, dongan tubu menjadi tempat berdiskusi serta menjalankan acara.Biasanya istilah untuk dongan tubu dalam suatu acara adat disebut dengan dongan saulaon.Tidak kalah pentingnya juga peranan boru dalam suatu perayaan acara adat istiadat pada masyarakat Batak Toba.

(32)

Dalam setiap upacara adat pihak boru bertanggung jawab dalam setiap hal yang sifatnya teknis pada upacara tersebut.Menyiapkan tempat, menyebarkan undangan, menyediakan kebutuhan acara, dan menyediakan konsumsi selama jalannya acara (marhobas). Dapat disimpulkan bahwa dalam dalihan na tolu, hula - hula dianggap sebagai pihak yang kedudukannya paling tinggi, dongan tubu sebagai pihak yang sederajat dan boru merupakan pihak yang kedudukannya paling rendah. Istimewanya, setiap orang dalam sistem kemasyarakatan Batak Toba akan berada dalam ketiga kedudukan tersebut, artinya seseorang itu akan pernah sebagai hula-hula, dongan tubu dan sebagai boru. Sehingga tidak akan pernah timbul perbedaan martabat dalam sistem kekerabatan masyarakat Batak Toba.

2.4 Gambaran Umum Kelurahan Tuktuk Siadong

Secara administratif, Tuktuk Siadong merupakan salah satu kelurahan yang ada di Kecamatan Simanindo, Kabupaten Samosir, Propinsi Sumatera Utara.

Kecamatan Simanindo terletak pada 2,24° – 2,45° LU, dan pada 98,21° – 99,05°

BT. Kecamatan Simanindo terdiri dari 21 desa yang dipimpim oleh kepala desa dan satu kelurahan yang dipimpin oleh lurah. Adapun nama-nama dari ke 21 desa tersebut adalah sebagai berikut

1. Tanjungan 2. Parbalohan 3. Pardomuan 4. Parmonangan 5. Huta Ginjang 6. Tomok

(33)

7. Garoga

8. Kelurahan Tuktuk Siadong 9. Ambarita

10. Martoba 11. Sihusapi 12. Maduma

13. Simanindo Sangkal 14. Cinta Dame

15. Simarmata 16. Dosroha

17. Tomok Parsaoran 18. Unjur

19. Siallagan Pinda Raya 20. Marlumba

21. Simanindo

Tabel 1 : Data Statistik Kecamatan simanindo Tahun 2016

No Desa/Kelurahan Luas

wilayah (km2)

Penduduk (jiwa)

Kepadatan (jiwa/km2)

1 Tanjungan 10,58 522 49,05

2 Parbalohan 8,25 463 55,76

3 Pardomuan 4,75 462 96,63

4 Parmonangan 5,62 756 133,81

5 Huta Gijnang 5,98 1,268 210,70

(34)

6 Tomok 6,20 2,128 341,13

7 Garoga 9,33 1,213 129,26

8 Tutuk Siadong 6,65 2,255 337,29

9 Ambarita 8,75 1,024 116,34

10 Martoba 7,55 1,050 138,15

11 Sihusapi 18,93 368 19,33

12 Maduma 13,00 782 59,77

13 Simanindo Sangkal 8,56 763 88,67

14 Cinta Dame 14,35 1,449 100,35

15 Simarmata 15,60 947 60,32

16 Dosroha 23,86 1,057 44,05

17 Tomok Parsaoran 4,35 1,195 273,10

18 Unjur 5,55 658 117,84

19 Siallagan Pinda Raya 3,10 594 190,32

20 Marlumba 12,20 509 41,48

21 Simanindo 5,04 727 143,25

Sumber : Badan Pusat Statistik daerah kecamatan Simanindo 2016

Kelurahan Tuktuk Siadong berada pada ketinggian 904 – 2.157 meter di atas permukaan laut.Suhu rata-ratanya berkisar antara 18 – 24° C, dengan kelembaban udara berkisar 45% – 50%. Curah hujan setiap tahunnya berkisar antara 1500 mm hingga 2000 mm,dengan hari hujan sebanyak 62 hari pertahun.

Luas daratan Kelurahan Tuktuk Siadong adalah 340 Ha, dan luas air (danau) 410 Ha.Batas-batas Kelurahan Tuktuk Siadong adalah sebagai berikut. Sebelah utara berbatasan dengan desa Ambarita, sebelah selatan berbatasan dengan desa Tomok,

(35)

sebelah barat berbatasan dengan desa Garoga dan disebelah timur berbatasan dengan Danau Toba

2.4.1 Sejarah Kelurahan Tuktuk Siadong

Sama halnya seperti daerah lain yang memiliki asal-usul atau sejarah, Kelurahan Tuktuk Siadong juga memiliki sejarah berdirinya kelurahan tersebut.

Cerita mengenai sejarah daerah ini ditulis berdasarkan informasi dari para informan terutama informan kunci yakni pengetua adat. Adapun nama tempat ini sebelum menjadi satu daerah administrasi kelurahan, adalah Tuktuk si asu. Namun kemudian diubah menjadi Tuktuk Siadong.

Tidak diketahui secara pasti sejak tahun berapa daerah Tuktuk Siadong mulai dijadikan sebagai daerah pemukiman.Menurut kepercayaan masyarakat setempat, daerah ini awalnya hanya sebagai tempat persinggahan para penangkap ikan.Penangkap ikan tersebut berasal dari desa di sebelahnya yakni Tomok dan Ambarita.Dahulu, daerah pemukiman belum merata di sepanjang pinggiran Danau Toba.Hanya daerah tertentu yang dijadikan sebagai daerah pemukiman penduduk seperti Ambarita dan Tomok.Banyaknya penangkap ikan yang datang ke daerah ini, membuat beberapa orang penangkap ikan memilih untuk tinggal menetap untuk beberapa hari, dan demikian selanjutnya hingga akhirnya mereka membawa keluarganya ke Tuktuk Siadong.Penduduk yang pertama tinggal di daerah Tuktuk Siadong bermarga Sidabutar yang berasal dari desa tetangga yakni dari daerah Tomok.

2.4.2 Mata Pencaharian

Penduduk Tuktuk Siadong mempunyai mata pencaharian yang beraneka ragam.Sumber matapencaharian yang paling banyak adalah bertani dan

(36)

berdagang.Mata pencaharian dibidang pertanian tersebut didukung oleh luasnya lahan pertanian yang ada didaerah ini seperti sawah dan ladang yang dapat diolah sebagai lahan pertanian.

Mata pencaharian berdagang yang dilakoni oleh masyarakat setempat didukung oleh latar belakang daerah Tuktuk Siadong sebagai daerah tujuan wisata, dimana penduduknya mulai membuka atau mendirikan fasilitas-fasilitas pelayanan seperti hotel, penginapan, restaurant, penukaran mata uang asing, biro perjalanan, dan sarana hiburan lain seperti cafe, pub, bar dan yang lainnya. Di bidang perdagangan, tampak adanya penjualan barang-barang kerajian tangan atau souvenir.

Selain sebagai pedagang dan pengusaha, di Kelurahan Tuktuk Siadong juga banyak ditemui para karyawan dan guide lokal yang bekerja di fasilitas pelayanan jasa kepariwisataan seperti dihotel atau di restaurant, dimana para karyawan tersebut ada juga yang berasal dari luar daerah Tuktuk Siadong. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut .

Tabel 2 : Penduduk berdasarkan mata pencaharian

NO MATA PENCAHARIAN JUMLAH (JIWA) PERSEN (%) 1

2 3 4 5 6 7

PETANI BURUH NELAYAN PEDAGANG PENGUSAHA PNS

ABRI

291 98 42 31 14 34 4

26,78 6,71 2,87 2,12 0,9 2,33 0,27

(37)

8 9 10

PEGAWAI SWASTA PENSIUNAN

LAIN-LAIN/JASA

287 5 57

19,65 0,34 3,90 Sumber : Monografi Kelurahan Tuktuk Siadong tahun 2015

2.5 Sistem Kesenian

Kesenian adalah merupakan ekspresi perasaan manusia terhadap keindahan, dalam kebudayaan suku-suku bangsa yang pada mulanya bersifat deskriptif (Koentjaraningrat, 1980:395-397).Kesenian bagi masyarakat Batak Toba sangat banyak dan beragam yaitu seni suara, seni tari, seni rupa dan seni sastra.

2.5.1 Seni Musik

Musik pada masyarakat Batak Toba tercakup dalam dua bagian besar, yaitu musik vokal dan musik instrumental, berikut penjelasannya :

2.5.1.1 Musik Vokal

Musik vokal tradisional pembagiannya ditentukan oleh kegunaan dan tujuan lagu tersebut yang dapat dilihat dari liriknya. Ben Pasaribu (1986 : 27- 28)membuat pembagian terhadap musik vokal tradisional Batak Toba dalam delapan bagian, yaitu :

1. Ende mandideng, adalah musik vokal yang berfungsi untuk menidurkan anak.

2. Ende sipaingot, adalah musik vokal yang berisi pesan kepada putrinya yang akan menikah. Dinyanyikan pada saat senggang pada hari menjelang pernikahan tersebut.

(38)

3. Ende pargaulan, adalah musik vokal yang secara umum merupakan “solo- chorus”, dan dinyanyikan oleh kaum muda-mudi dalam waktu senggang, biasanya malam hari.

4. Ende tumba, adalah musik vokal yang khusus dinyanyikan saat pengiring tarian hiburan (tumba). Penyanyinya sekaligus menari dengan melompat- lompat dan berpegangan tangan sambil bergerak melingkar. Biasanya ende tumba ini dilakukan oleh remaja dialaman (halaman kampung) pada malam terang bulan.

5. Ende sibaran, adalah musik vokal sebagai cetusan penderitaan yang berkepanjangan. Penyanyinya adalah orang yang menderita tersebut, yang menyanyi di tempat yang sepi.

6. Ende pasu-pasuan, adalah musik vokal yang berkenaan dengan pemberkatan. Berisi lirik-lirik tentang kekuasaan yang abadi dari yang maha kuasa. Biasanya dinyanyikan oleh orang-orang tua kepada keturunannya.

7. Ende hata, adalah musik vokal yang berupa lirik yang diimbuhi ritem yang disajikan secara monoton, seperti metric speech. Liriknya berupa rangkaian pantun dengan bentuk aabb yang memiliki jumlah suku kata yang sama.

Biasanya dimainkan oleh kumpulan kanak -kanak yang dipimpin oleh seorang yang lebih dewasa atau orang tua.

8. Ende andung, adalah musik vokal yang bercerita tentang riwayat hidup seseorang yang telah meninggal dunia, yang disajikan pada saat atau setelah disemayamkan. Dalam ende andung melodinya datang secara spontan sehingga penyanyinya haruslah penyanyi yang cepat tanggap dan

(39)

trampil dalam sastra serta menguasai beberapa motif-motif lagu yang penting untuk jenis nyanyian ini.

2.5.1.2 Musik Instrumental

Dalam musik instrumental ada beberapa instrument yang lazim digunakan dalam ansambel maupun disajikan dalam permainan tunggal, baik dalam kaitannya dalam upacara adat, religi maupun sebagai hiburan. Pada masyarakat Batak Toba terdapat dua ansambel musik tradisional, yaitu: ansambel gondang hasapi dan gondang sabangunan. Selain itu ada juga instrument musik tradisional yang digunakan secara tunggal.

2.5.1.2.1 Ansambel Gondang Hasapi

Beberapa instrument yang terdapat dalam ansambel gondang hasapi adalah sebagai berikut:

1. Hasapi ende (plucked lute dua senar) jenis chordophone yang berfungsi sebagai pembawa melodi, dimainkan dengan cara mamiltik (dipetik).

2. Hasapi doal (plucked lute dua senar), sama denga hasapi ende, namun hasapi doal berfungsi sebagai pembawa ritem konstan, dan berukuran lebih besar dari hasapi ende.

3. Sarune etek (shawm), kelompok aerophone yang memiliki reed tunggal (single reed) dimainkan dengan mangombus marsiulak hosa (meniup dengan terus menerus).

4. Meng-mong, instrumen ini termasuk dalam klasifikasi Idiochordophon.

Permainan instrumen ini bersifat ritmik atau mirip dengan perminan Ogung.

5. Hesek, instrument idiophone sebagai pembawa tempo (ketukan dasar).

(40)

2.5.1.2.2 Ansambel Gondang Sabangunan

Beberapa instrument yang terdapat dalam ansambel gondang sabangunan adalah sebagai berikut:

1. Taganing, kelompok membranophone, dari segi teknis, instrument taganing memiliki tanggung jawab dalam penguasaan repertoar dan memainkan melodi bersama-sama dengan sarune bolon. Walaupun tidak seluruh repetoar berfungsi sebagai pembawa melodi, namun pada setiap penyajian gondang, taganing berfungsi sebagai “pengaba” atau “dirigen” (pemain group gondang) dengan isyarat- isyarat ritme yang harus dipatuhi oleh seluruh anggota ensambel dan pemberi semangat kepada pemain lainnya.

2. Gordang (single headed drum) ini berfungsi sebagai instrument ritme variabel, yaitu memainkan iringan musik lagu yang bervariasi.

3. Sarune (shawm) kelompok aerophone yang doble reed berfungsi sebagai alat untuk memainkan melodi lagu yang dibawakan oleh taganing.

4. Ogung Oloan (pemimpin atau yang harus dituruti) ogung Oloan mempunyai fungsi sebagai instrument ritme konstan, yaitu memainkan iringan irama lagu dengan model yang tetap. Fungsi ogung oloan ini umumnya sama dengan fungsi ogung ihutan, ogung panggora dan ogung doal dan sedikit sekali perbedaannya.

5. Hesek ini berfungsi menuntun instrument lain secara bersama-sama dimainkan. Tanpa hesek, permainan musik instrument akan terasa kurang lengkap.

(41)

2.5.1.2.3 Instrumen Tunggal

Instrument tunggal adalah alat musik yang dimainkan secara tunggal yang terlepas dari ansambel gondang hasapi dan gondang sabangunan. Instrument yang termasuk instrument tunggal dalam masyarakat Batak Toba antara lain:

1. Sulim (transverse flute), kelompok aerophone. Dimainkan dengan meniup dari samping (side blown flute), berfungsi membawa melodi.

2. Saga-saga(jew’s harp) klasifikasi idiophone.Dimainkan dengan menggetarkan lidah dan instrument tersebut di rongga mulut sebagai resonatornya.

3. Jenggong (jew’s harp) mempunyai konsep yang sama dengan saga-saga, namun materinya berbeda karena terbuat dari logam.

4. Talatoit (transverse flute), sering juga disebut salohat atau tulila.

Dimainkan dengan meniup dari samping. Kelompok aerophone.

5. Sordam (long flute) terbuat dari bambu, kelompok aerophone, dimainkan dengan ditiup dari ujung (end blown flute).

6. Meng-mong, kelompok Idiochordophone terbuat dari bambu dimainkan dengan cara dipukul.

2.5.2 Pengertian Biografi

Dalam disiplin ilmu sejarah, biografi dapat didefenisikan sebagai sebuah riwayat hidup seseorang.Sebuah tulisan biografi dapat berbentuk beberapa baris kalimat saja, namun juga dapat berupa tulisan yang lebih dari satu buku.Perbedaannya adalah, biografi singkat hanya memaparkan tentang fakta- fakta kehidupan seseorang dan peranan pentingnya dalam masyarakat.Sedangkan biografi yang lengkap biasanya memuat dan mengkaji informasi-informasi

(42)

penting, yang dipaparkan lebih detail dan tentu saja dituliskan dengan penulisan yang baik dan jelas.

Sebuah biografi biasanya menganalisa dan menerangkan kejadian-kejadian pada hidup seorang tokoh yang menjadi objek pembahasannya, sehingga dengan membaca biografi, pembaca akan menemukan hubungan keterangan dari tindakan yang dilakukan dalam kehidupan seseorang tersebut, juga mengenai cerita-cerita atau pengalaman-pengalaman selama hidupnya.

Suatu karya biografi biasanya becerita tentang kehidupan orang terkenaldan orang tidak terkenal, dan biasanya biografi tentang orang yang tidak terkenal akan menjadikan orang tersebut dikenal secara luas, jika di dalam biografinya terdapat sesuatu yang menarik untuk disimak oleh pembacanya, namun demikian biasanya biografi hanya berfokus pada orang-orang atau tokoh- tokoh terkenal saja.

Tulisan biografi biasanya bercerita mengenai seorang tokoh yang sudah meninggal dunia, namun tidak jarang juga mengenai orang atau tokoh yang masih hidup.Banyak biografi yang ditulis secara kronologis atau memiliki suatu alur tertentu, misalnya memulai dengan menceritakan masa anak-anak sampai masa dewasa seseorang, namun ada juga beberapa biografi yang lebih berfokus pada suatu topik-topik pencapaian tertentu.

Biografi memerlukan bahan-bahan utama dan bahan pendukung. Bahan utama dapat berupa benda-benda seperti surat-surat, buku harian, atau kliping koran. Sedangkan bahan pendukung biasanya berupa biografi lain, buku-buku referensi atau sejarah yang memparkan peranan subjek biografi tersebut.

(43)

2.6 Biografi Singkat J. E. Tambunan

J. E. Tambunan lahir 06-01-1952 di kecamatan Pane Tonga kabupaten Simalungun dari pasangan K. Tambunan dan R. Marpaung. Ia merupakan anak kelima dari delapan orang bersaudara diantara lima anak perempuan dan tiga anak laki-laki. Seperti pada umumnya masyarakat Batak Toba di Samosir, di masa hidupnya orangtua J. E. Tambunan bekerja sebagai petani dan disamping bertani orangtua J. E. Tambunan juga bekerja sebagai penggiling padi dikilang padi milik keluarganya. Sama seperti anak-anak lainnya, waktu kecil sehabis pulang sekolah beliau lebih sering membantu ayahnya bekerja dikilang padi dan juga bermin bersama kawan-kawannya.

Awal mula J. E. Tambunan pindah kesamosir pada tahun 1976.Saat itu setelah selesai sekolah dan kemudian mencari pekerjaan, beliau diterima diperhotelan Pemda dan ditempatkan di Hotel Pemda Samosir (Tuktuk Hotel) yang berada di Tuktuk Siadong. Setelah empat tahun bekerja diperhotelan, merasa kurang nyaman saat bekerja, kemudian beliau memutuskan untuk mencari pekerjaan lain yang sesuai dengan minatnya lalu merantau kembali ke Banjar Masin dan bekerja sebagai pemain musik pada tahun 1981. Kuarang lebih tiga tahun bekerja sebagai pemain musik di Banjar Masin, lalu beliau memutuskan untuk pindah kembali ke Samosir sebagai pemain musik Batak Toba di Hotel-hotel yang berada di Samosir bersama dengan grup musiknya yang bernama Ambarita Musik dan juga membuat alat musik.Namun pekrjaan itu tidak terlalu lama ditekuni beliau sampai akhirnya bekerja sebagai pembuat alat musik dan sekaligus

(44)

menjadi karyawan perhotelan swasta yang benama Ambaroba Hotel sampai sekarang.

2.6.1 Pendidikan

Pada tahun 1960 bapak J. E. Tambunan mulai memasuki jejang pendidikan Sekolah Dasar (SD) didesa Pane Tonga kabupaten Simalungun tempat tinggal beliau, setelah enam tahun menyelesaikan pendidikan Sekolah Dasar (SD) J. E.

Tambunan melanjutkan pendidikannya di Sekolah Menengah Pertama (SMP) yag juga berada didesa Pane Tonga, setelah lulus dari Sekolah Menengah Pertama kemudian dilanjut ke Sekolah Menengah Atas (SMA) selama tiga tahun sampai dengan selesai.

2.6.2 Latar Belakang Keluarga

J. E. Tambunan menikah pada tahun 1988 dengan R.Marpaung yang dikenal beliau saat berada diSamosir.Mereka dikaruniai empat orang anak laki- laki, namun anak ketiga dari bapak J. E. Tambunan sudah meninggal akibat kecelakaan yang minimpanya di Kelurahan Tuktuk Siadong. Pekerjaan yang ditekuni bapak J. E. Tambunan saat ini ialah sebagai pembuat alat musik dan sekaligus menjadi karyawan perhotelan didaerah Tuktuk, sedangkan sang istri berprofesi sebagai ibu rumahtangga dan juga bekerja dirumah sebagai penjual alat musik tradisional Batak Toba serta warung kopi dirumah.

2.6.3 Latar Belakang Kemampuan Membuat Alat Musik Batak Toba

Sebagai pemusik yang cukup diakui didaerah Tuktuk, bapak J. E.

Tambunan mempunyai proses belajar yang cukup lama, hal ini disebabkan selain menjadi seorang pemusik bapak J. E. Tambunan juga bekerja sebagai karyawan perhotelan swasta dan sekaligus membuat alat musik seperti sulim, garantung dan

(45)

juga hasapi.Pembelajaran tersebut mencakup proses mengenal, melatih diri hingga berkarya tidak hanya dalam bermain alat musik, namun juga membuat alat musik

.

Awal mula beliau mengenal alat musik Batak Toba adalah dimulai pada masa kanak-kanak, dari tetangga beliau yang berprofesi sebagi petani didesa Pane Tonga yaitu Gising Sitohang.Awalnya beliau sering mendengar permainan garantung oleh tetangganya (Gising Sitohang) sewaktu sore hari saat mengisi waktu luang. Pada saat itu, garantung yang dimiliki Gising Sitohang masih berjumlah lima bilah saja. Dari sinilah awal mula J. E. Tambunan mencuri kesempatan memainkan alat musik berdasarkan yang dilihatnya. Selain garantung, ada juga alat musik lain dirumah Gising Sitohang seperti, Saga-saga dan juga Meng-mong dsitulah awal beliau mengenal alat musik Meng-mong.Seiring perjalanan J. E. Tambunan dalam bermain alat musik, beliau mulai mencoba membuat alat musik sendiri. Dalam hal ini alat musik pertama yang dibuat adalah garantung lima bilah. Hal ini dikarenakan pada awalnya beliau lebih suka memainkan alat musik garantung dibanding alat musik Batak Toba lainnya.

J. E. Tambunan tidak memiliki guru yang mengajarinya dalam membuat alat musik melainkan belajar sendiri. Beliau mencoba membuatnya dengan cara memperhatikan alat musik yang sudah ada sebagai pedoman dalam pembuatannya.

Setelah proses membuat alat musik garantung berhasil, kemudian beliau mencoba membuat alat musik lainnya seperti sulim, hasapi dan juga meng-mong. Awalnya alat musik yang dibuatnya hanya dipakai orang dekat ataupun grup musik yang dipimpin beliau dimana beliau juga sebagai anggota didalamnya.

Namun tanpa disadari kualitas dari alat musik yang dibuatnya tergolong baik dan tahan lama.Hingga akhirnya permintaan untuk hasil karyanya mulai

(46)

berdatangan dari beberapa grup musik Batak Toba di beberapa daerah di luar Samosir.Pada umumnya para pemusik tersebut mendapat informasi dari mulut kemulut tentang kualitas yang baik dari hasil karya J. E. Tambunan.

Sampai saat ini J. E. Tambunan masih aktif dalam membuat alat musik namun tidak seaktif dulu. Disamping bekerja sebagai karyawan perhotelan untuk memenuhi perekonomian keluarga sehingga beliau hanya bisa memanfaatkan waktu luang dan juga saat libur kerja untu membuat alat musik Batak Toba serta umur yang semakin tua, menjadi salah satu faktor yang menjadi penghalang dalam membuat alat musik tradisional Batak Toba.

2.6.4 Alat Musik Batak Toba Yang Dikuasai

Pada awal belajar bermain alat musik, J. E.Tambunan belajar bermain garantung. Beliau belajar bermain garantung dari apa yang dilihatnya karena belum mempunyai guru yang mengajarinya bermain garantung. Melihat bakat dan kemauan belajar yang tinggi dari J. E. Tambunan, kemudian tetangganya (Gising Sitohang) mengajari beliau memainkan garantung dan juga membuat garantung serta cara pengambilan nada pada setiap bilah garantung.

Kesempatan inilah yang dimanfaatkan beliau untuk belajar lebih giat lagi.Walaupun belajar secara otodidak, seiring berjalannya waktu beliau semakin mahir memainkan alat musiknya.Bukan hanya garantung saja, bahkan alat musik lainnya seperti sulim, hasapi, meng-mong dan saga-saga.

Hingga saat ini beliau sudah menguasai banyak alat musik Batak Toba.Mulai dari garantung, sulim, hasapi, taganing, saga-saga dan lain- lain.Bahkan hampir setiap ada acara kebudayaan Batak Toba yang diadakan pemerintah pusat maupun daerah, beliau sering diundang untuk bermain alat

(47)

musik.Hal inilah yang membuat beliau meneruskan pembuatan alat musik sampai saat ini, karena selain mahir bermain dan membuat alat musik, beliau juga bisa dan aktif mengajar koor (paduan suara) digereja.

(48)

BAB III

STUDI ORGANOLOGIS MENG-MONG BATAK TOBA 3.1 Klasifikasi Meng-mong

Dalam mengklasifikaskan meng-mong, penulis mengacu kepada teori yang dikemukakan oleh Curt Sachs dan Hornbostel (1914) yaitu :

“Sistem pengklasifikasian alat musik berdasarkan sumber penggetar utama bunyi.

Sistem klasifikasi ini terbagi menjadi empat bagian yang terdiri dari : idiofon (alat itu sendiri sebagai sumber penggetar utama bunyi, aerofon (udara sebagai sumber penggetar bunyi), membranofon (kulit sebagai penggetar utama bunyi), dan kordofon (senar sebagai penggetar utama bunyi).

Sesuai dengan tinjauan penelitian mengenai organologi alat musik meng- mong.Penulis mengklasifikasikan alat musik ini kedalam idiofon-kordofon (idiokord).Meng-mong dikatakan sebagai idiofon karena sumber atu penggetar utama nada meng-mong berasal dari badannya sendiri, kulit atau sisik bambu dibentuk menjadi senar sebagai penggetar utama bunyi maka dari itu meng-mong termasuk klasifikasi idiofon.

Dari sistem pengelompokan yang mereka lakukan, selanjutnya Curt Sahcs dan Hornbostel menggolongkan lagi alat musik kordofon menjadi lebih terperinci berdasarkan karakteristik bentuknya yakni: (1) jenis busur; (2) jenis lira; (3) jenis harpa; (4) jenis lute; dan (5) jenis siter. Berdasarkan karakteristik bentuknya meng- mong berjenis siter.Penahan senar meng-mong adalah tabung sempurna (whole tube zither).Senar meng-mong diambil dari kulit bambu dengan masih tersambung disetiap ujungnya. Dalam hal ini material senar dan penahanannya adalah

(49)

sama(idiochord musical bows). Meng-mong juga mempunyai lubang resonator tambahan (with extra resonator).

Dalam klasifikasi Sahcs dan Hornbostel, idiofon berdasarkan metode memainkan suatu alat musik digolongkan menjadi empat bagian yaitu idiofon dipukul (struck idiophones), idiofon petik (plucked idiophones), idiofon gesek (friction idiophones) dan idiofon tiup (blown idiophones). Berdasarkan metode memainkan alat musik meng-mong digolongkan sebagai idiofon dipukul (struck idiophones). Meng-mong sebagai idiofon pukul langsung (idiophones struck directly) dengan satu tongkat pemukul/tongkat perkusi tunggal (individual percussion sticks).

3.2 Konstruksi Bagian-bagian Meng-mong

Konstruksi bagian meng-mong adalah gambaran tentang nama yang terdapat pada bagian alat musik meng-mong Batak Toba itu sendiri yang terdiri dari enam bagian yang disebut dalam istilah Batak Toba, sebagai berikut:

1. Sisik bulu / Senar 2. Tukkol / Penyanggah 3. Badan / Tabung resonator 4. Lubang udara / Lubang udara 5. Palu-palu / Pemukul meng-mong 6. Ruas bambu

(50)

(6) (1) (3) (2)

Gambar 3.1: Lubang udara

Gambar3.2 : Stick meng-mong 3.3 Teknik Pembuatan

Dalam pembuatan meng-mong,mengacu pada studi struktural yaitu studi yang berkaitan dengan pengamatan, perekaman atau pencatatan bentuk, ukuran besar kecil konstruksi serta bahan-bahan yang dipakai dalam pembuatan alat musik tersebut.Dalam membuat meng-mong bapak J. E. Tambunan memakai alat tradisional. Berikut ini akan dijelaskan bahan-bahan dan alat perlengkapan yang dipakai dalam pembuatan meng-mongserta fungsi masing-masing dalam pembuatan meng-mongtersebut.

(51)

3.3.1 Bahan Baku yang Digunanakan

Bahan baku yang digunakan dalam pembuatan meng-mong sangat sederhana. Pembuatan meng-mong memang terlihat mudah dari alat musik Batak Toba lainnya seperti hasapi, sarune, garantung, taganing dan lain-lain yang membutuhkan bahan baku yang kompleks dengan proses yang sulit dan butuh waktu yang sangat lama. Menurut Bapak J. E. Tambunan bahwa membuat meng- mong penuh ketelitian yang utuh, serta konsentrasi penuh pada alat tersebut.

Ketika salah sedikit maka tangan sipembuat meng-mong itu akan terkoyak oleh kulit bambu serta senar yang dibentuk bisa rusak. Sehingga butuh suasana yang nyaman dan konsentrasi penuh untuk membuat satu alat musik meng-mong.

Dalam pembuatannya menggunakan waktu empat atau lima jam.

Meng-mong adalah alat musik yang terbuat dari bambu dengan senarnya sebanyak tiga buah, dimainkan dengan memukul senarnya, yang biasanya dimainkan di ladang sebagai hiburan pelepas lelah dan bisa juga digabungkan dengan alat musik lain sebagai ensambel Gondang Hasapi .Namun bambu yang digunakan bukan sembarangan bambu.Bambu yang digunakan yaitu bambu besar atau bulu bolon.

3.3.1.1 Bambu

Bambu adalah tanaman jenis rumput-rumputan dengan rongga dan ruas di batangnya.Bambu memiliki banyak tipe. Nama lain dari bambu adalah bulu dalam bahasa Batak Toba. Bambu merupakan tanaman yang tidak asing lagi bagi masyarakat Indonesia.Tanaman ini dapat tumbuh di daerah iklim basah sampai iklim kering.

(52)

Untuk pembuatan meng-mong, sebagai bahan dasarnya adalah bambu.Bambu yang digunakan adalah bambu besar atau bulu bolon.Dikarenakan bulu bolon ini memiliki ruas-ruas yang panjang dan diameter yang besar serta kuat dan kokoh.Dalam habitatnya bambu ini tumbuh di tepian jurang hutan.

Gambar3.3 : Tumbuhan bambu 3.3.2 Peralatan yang Digunakan

Selain bahan baku yang sederhana, peralatan yang digunakan untuk Pembuatan meng-mong tidak begitu banyak dan terbilang sederhana, yaitu hanya membutuhkan gergaji, parang, pisau, Pahat, penggaris atau, pensil, dan kertas pasir.

3.3.2.1 Gergaji

Gergaji adalah perkakas berupa besi tipis bergigi tajam yang digunakan untuk memotong bahan pada ukuran tertentu.Dalam hal ini gergaji digunakan untuk memotong bambu.Gergaji yang digunakan adalah gergaji tangan yang sederhana dan tradisional.

(53)

Gambar 3.4 : Gergaji Tangan 3.3.2.2 Parang

Parang adalah Suatu alat pemotong yang tajam yang terbuat dari besi.Gunanya memotong dan membelah suatu bahan pekerjaan.Dalam hal ini parang digunakan untuk membersihkan dahan-dahan bambu dari bambu serta memotong kayu untuk pembuatan tukol.Parang yang digunakan berukuran sedang.

(54)

Gambar 3.5 : Parang

3.3.2.3 Pisau

Pisau digunakan untuk menghaluskan bagian badan bambu dan mencongkel sisik bulu dalam pembuatan senar meng-mong. Pisau digunakan harus tajam, runcing dan memiliki ukuran yang sedang dan berbentuk .

Gambar 3.6 : Pisau 3.3.2.4 Penggaris

Penggaris adalah suatu alat pengukur dan alat bantu gambar untuk menggambar garis lurus. Dalam hal ini, penggaris digunakan untuk memberikan ukuran jarak senar.Membuat ukuran dalam hal ini bisa dengan jari tangan dan penggaris.

Referensi

Dokumen terkait