• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kajian Organologis Saga-saga Batak Toba Buatan Bapak Guntur Sitohang Di Desa Turpuk Limbong Kecamatan Harian Boho, Kabupaten Samosir

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Kajian Organologis Saga-saga Batak Toba Buatan Bapak Guntur Sitohang Di Desa Turpuk Limbong Kecamatan Harian Boho, Kabupaten Samosir"

Copied!
30
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

GAMBARAN UMUM MASYARAKAT BATAK TOBA, LOKASI PENELITIAN DAN BIOGRAFI SINGKAT GUNTUR SITOHANG

2.1 Asal Usul Masyarakat Batak Toba

Suku Batak sendiri terdiri dari enam sub-suku yaitu, Toba, Simalungun,

Karo, Pak-pak, Angkola dan Mandailing. Suku Batak bermukin di daerah

pegunungan dan pedalaman provinsi Sumatera Utara, sebagian besar dari ke enam

sub-suku ini berdiam di sekeliling Danau Toba, kecuali Angkola dan Mandailing

yang hidup di perbatasan Sumatera Barat.

Beberapa peneliti atau penulis mengungkapkan asal usul dari suku Batak,

salah satunya Parlindungan, beliau mengatakan bahwa orang Batak tergolong

Proto Melayu, hal tersebut dikatakan oleh karena karakteristik yang dimiliki oleh

orang-orang Proto Melayu yang gemar untuk tinggal atau menetap di

daerah-daerah pedalaman serta pegunungan dan menghindari daerah-daerah tepi pantai, sehingga

saat mereka tiba di kepulauan nusantara nenek moyang bangsa Batak langsung

masuk jauh ke pedalaman hutan dan menjauhi pesisir pantai yang diperkirakan

mendiami daerah sekitar Danau Toba.

2.2 Kepercayaan Awal Masyarakat Batak Toba

Sebelum suku Batak Toba menganut agama Kristen Protestan, mereka

mempunyai sistem kepercayaan dan religi tentang Mulajadi Nabolon yang

(2)

Debata Natolu. Menyangkut jiwa dan roh, suku Batak mengenal tiga konsep,

yaitu:

1. Tondi : adalah jiwa atau roh seseorang yang merupakan kekuatan, oleh karena

itu tondi memberi nyawa kepada manusia. Tondi di dapat sejak seseorang di

dalam kandungan.Bila tondi meninggalkan badan seseorang, maka orang tersebut

akan sakit atau meninggal, maka diadakan upacara mangalap (menjemput) tondi

dari sombaon yang menawannya.

2. Sahala : adalah jiwa atau roh kekuatan yang dimiliki seseorang. Semua orang

memiliki tondi, tetapi tidak semua orang memiliki sahala. Sahala sama dengan

sumanta, tuah atau kesaktian yang dimiliki para raja atau hula-hula.

3. Begu : adalah tondi orang telah meninggal, yang tingkah lakunya sama dengan

tingkah laku manusia, hanya muncul pada waktu malam.

Disamping aliran kepercayaan (agama suku) tersebut, terdapat juga dua

agama besar yang berpengaruh dan dianut oleh masyarakat Batak khususnya

Batak Toba, yaitu Kristen Protestan dan Islam. Kepercayaan pada masyarakat

Toba sebelum memeluk agama Kristen dan Islam dan masih ada pengikutnya

sampai saat ini adalah Parmalim, Parbaringin, dan Parhudam-hudam.

Kepercayaan ini sering pula disebut agama Si Raja Batak, karena kepercayaan ini

diyakini oleh sebagian besar orang Batak Toba, dianut oleh Sisingamangaraja XII.

Mengikut Batara Sangti didirikanya kepercayaan-kepercayaan tersebut adalah

sengaja diperintahkan oleh Sisingamangaraja XII, sebagai gerakan keagamaan dan

(3)

kepercayaan Sisingamangaraja XII yang bernama guru Somalaing Pardede

ditugaskan memperkuat pertahanan diwilayah Habinsaran, terutama untuk

membendung pengaruh agama Kristen dan membentuk sebuah agama baru yang

disebut parmalin (Batara Sangti 1977:79). Menurut Horsting, Parmalim adalah

ajaran agama yamg didalamnya terdapat unsur-unsur agama kristen dan islam dan

tidak meninggalkan kepercayaan Batak Toba Tua.

Masuknya agama Islam ke tanah Batak adalah sebagai berikut, dalam

kunjungannya pada tahun 1292, Marco Polo melaporkan bahwa masyarakat Batak

sebagai orang-orang "liar yang musyrik" dan tidak pernah terpengaruh oleh

agama-agama dari luar. Meskipun Ibn Battuta, mengunjungi Sumatera Utara pada

tahun 1345 dan mengislamkan Sultan Al-Malik Al-Dhahir, masyarakat Batak

tidak pernah mengenal Islam sebelum disebarkan oleh pedagang Minangkabau.

Bersamaan dengan usaha dagangnya, banyak pedagang Minangkabau yang

melakukan perkawinan dengan perempuan Batak. Hal ini secara perlahan telah

meningkatakan pemeluk Islam di tengah-tengah masyarakat Batak. Pada masa

Perang Paderi di awal abad ke-19, pasukan Minangkabau menyerang tanah Batak

dan melakukan pengislaman besar-besaran atas masyarakat Mandailing dan

Angkola. Namun penyerangan Paderi atas wilayah Toba, tidak dapat

mengislamkan masyarakat tersebut, yang pada akhirnya mereka menganut agama

Protestan. Kerajaan Aceh di utara, juga banyak berperan dalam mengislamkan

masyarakat Karo, Pakpak, dan Dairi. Jadi dapat disimpulkan pengaruh Islam tidak

begitu besar bagi masyarakat Batak Toba, karena agama ini hanya berpengaruh

kuat di daerah Madailing, Karo, Pak-pak dan Dairi. Sedangkan masuknya agama

(4)

misionaris Baptis asal Inggris, Richard Burton dan Nathaniel Ward Kedua pendeta

ini mencoba memperkenalkan Injil dikawasan Silindung (Tarutung). Namun

kehadiran mereka tidak diterima oleh masyarakat Batak Toba di kawasan

Silindung pada saat itu.

Kemudian tahun 1834 Kongsi Zending Boston Amerika Serikat

mengirimkan dua orang pendeta yaitu Munson dan Lymann. Kedua missionaris

ini dibunuh oleh penduduk dibawah pimpinan Raja Panggalemei di lobu pining

pada bulan juli 1834. 15 tahun kemudian pada tahun 1849 kongsi bible Nederland

mengirim ahli bahasa Dr. H.N. Van Der Tuuk untuk menyelidiki budaya batak. Ia

menyusun kamus Batak Belanda, dan menyalin sebagian isi Alkitab ke bahasa

Batak. Tujuan utamanya adalah merintis penginjilan ke tanah batak melalui

budaya. Tahun 1959, jemaat Ermelo Belanda dipimpin oleh Ds. Witeveen

mengirim pendeta muda G.Van Asselt ke tapanuli selatan. Ia tinggal di Sipirok

sambil bekerja di perkebunan Belanda. Kemudian disusul oleh pendeta

Rheinische Mission Gesellscahft (RMG), pada masa sekarang menjadi Verenigte

Evangelische Mission (VEM) dipimpin oleh Dr. Fabri. Namun penginjilan

berjalan sangat lambat.

Hingga akhirnya seorang pemuda Jerman yang baru menyelesaikan

sekolahnya dan ditahbiskan sebagai pendeta tahun 1861 berniat untuk datang ke

tanah Batak setelah mendengar cerita tentang bangsa Batak. Ia lalu pergi ke

Belanda untuk mempelajari tentang bangsa Batak dan kemudian berangkat dari

Amsterdam ke Sumatera dengan kapal pertinar. Tahun 1862, 14 Mei Setelah

(5)

Lembah Silindung. Dia berdoa di Bukit Siatas Barita, di sekitar Salib Kasih yang

sekarang. “Tuhan, hidup atau mati saya akan bersama bangsa ini untuk memberitakan FirmanMu dan KerajaanMu, Amin!”.

Mei 1864, Ingwer Ludwig Nommensen diijinkan memulai misinya ke

Silindung, sebuah lembah yang indah dan banyak penduduknya. Juli tahun 1864,

Ingwer Ludwig Nommensen membangun rumahnya yang sangat sederhana di

Saitnihuta setelah mengalami perjuangan yang sangat berat. Tahun 1864, 30 Juli

Ingwer Ludwig Nommensen menjumpai Raja Panggalamei ke Pintubosi,

Lobupining. 25 September 1864, Ingwer Ludwig Nommensen mau

dipersembahkan ke Sombaon Siatas Barita Dionan Sitahuru. Ribuan orang datang.

Ingwer Ludwig Nommensen akan dibunuh menjadi kurban persembahan. Ingwer

Ludwig Nommensen tegar menghadapi tantangan, dia berdoa, angin puting

beliung dan hujan deras membubarkan pesta besar tersebut. Ingwer Ludwig

Nommensen selamat, sejak itu terbuka jalan akan Firman Tuhan di negeri yang

sangat kejam dan buas. Ingwer Ludwig Nommensen pantas dijuluki “Apostel di Tanah Batak”

2.3 Sistem Kekerabatan Masyarakat Batak Toba

Sistem kekerabatan masyarakat Batak Toba sangat erat kaitannya dengan

istilah “marga” yang merupakan nama nenek moyang yang selalu diturunkan

kepada keturunan dengan garis keturunan patriakal. Kekerabatan adalah suatu tata

cara yang mengatur hubungan sosial kemasyarakatan. Sistem kekerabatan

(6)

Dalihan na tolu merupakan sebuah hubungan sosial yang berlandaskan

pada tiga pilar kemasyarakatan, yakni hula-hula, dongan tubu (dongan sabutuha)

dan boru. Dalihan na tolu diciptakan Mulajadi Nabolon dengan menurunkan

kepada tiga dewa yaitu, Batara Guru sebagai simbol dari hula-hula, Debata

Soriada simbol dari dongan sabutuha dan dewa Mangala Bulan simbol dari boru

(Sinaga 1981:71-76).

Hula-hula merupakan kedudukan tertinggi dalamsistem kekerabatan

masyarakat Batak Toba. Hal ini dapat kita lihat dalam posisi suatu acara dan

penghormatan yang diberikan. Hula-hula merupakan sebuah marga pemberi istri

dari marga lain. Sedangkan status boru merupakan pihak marga yang mengambil

istri dari pihak hula-hula. Istilah dongan sabutuha untuk menunjukan sistem

kekerabatan yang sederajat.

Dalihan na tolu pun diuraikan dengan pepatah “somba marhula-hula, mangat mardongan tubu, elek marboru”. Pengertian dari pepatah ini secara

harafiah “patuh dan berikanlah sembah pada hula-hula, menjaga hubungan dengan

dongan tubu, kelemah lumbutan dengan boru. Pepatah ini bukan hanya sekedar

ungkapan tetapi dapat kita lihat dalam suatu acara pesta.

Ketiga kelompok memiliki peranan yang penting dan saling melengkapi

dalam adat. Ketika dalam suatu pesta, hula-hula tidak begitu repot karena

dianggap sebagai posisi yang paling dihormati menjadi pemberi berkat dan restu.

Dongan tubu berperan sebagai pihak yang bertanggung jawab dalam acara,

dongan tubu menjadi tempat berdiskusi serta menjalankan acara. Biasanya istilah

(7)

kalah pentingnya juga peranan boru dalam suatu perayaan acara adat istiadat pada

masyarakat Batak Toba. Dalam setiap upacara adat pihak boru bertanggung jawab

dalam setiap hal yang sifatnya teknis pada upacara tersebut. Menyiapkan tempat,

menyebarkan undangan, menyediakan kebutuhan acara, dan menyediakan

konsumsi selama jalannya acara (marhobas).

Dapat disimpulkan bahwa dalam dalihan na tolu, hula-hula dianggap

sebagai pihak yang kedudukannya paling tinggi, dongan tubu sebagai pihak yang

sederajat dan boru merupakan pihak yang kedudukannya paling rendah.

Istimewanya, setiap orang dalam sistem kemasyarakatan Batak Toba akan berada

dalam ketiga kedudukan tersebut, artinya seseorang itu akan pernah sebagai

hula-hula, dongan tubu dan sebagai boru. Sehingga tidak akan pernah timbul perbedaan

martabat dalam sistem kekerabatan masyarakat Batak Toba.

2.4 Gambaran Umum Kecamatan Harian

Kecamatan Harian merupakan salah satu kecamatan di kabupaten Samosir,

terletak diantara 2o‘30” – 2o ‘45” Lintang Utara dan diantara 98o‘30” – 98o ‘49”

Bujur Timur dengan luas wilayah daratan sebesar 560,45 km2.

Batas-batas wilayahnya adalah Kecamatan Sianjur mulamula dan

Kabupaten Dairi di sebelah uatara, Kecamatan Dolok Sanggul Kabupaten

Humbang Hasunduttan di sebelah selatan, Kecamatan Dolok sanggul dan

(8)

Pangururan dan Palipi di sebelah timur. Luas wilayah Harian hanya sebesar 38,81

persen dari total luas wilayah Samosir.

Topografi wilayahnya pada umumnya berbukit-bukit dan bergelombang

hingga pegunungan dengan ketinggian antara 800- 1.847,5 m di atas permukaan

laut. Sturktur tanahnya labil dan berada pada jalur gempa tektonik dan vulkanik.

Sebanyak sebelas desa berada di lereng pegunungan dan 8 desa berada di

hamparan. Jarak antara kantor camat Harian dan kantor Bupati Samosir adalah 16

km, transportasi yang digunakan di kecamatan ini paling banyak adalah berjalan

kaki dan menggunakan sepeda motor. Seluruh wilayahnya berada di wilayah

pulau Sumatera, Kecamatan Harian terletak pada kemiringan yang cukup landai

yaitu <15 derajat dan terdapat 10 desa yang terletak di daerah landai serta ada 3

desa pada kemirirngan antara 15-25 derajat.

Sebagian besar penduduk di Kecamatan Harian bekerja di sektor

pertanian, hal ini ditunjukan dengan produksi padi yang cukup besar sehingga

menjadikan Kecamatan ini sebagai salah satu lumbung padi di Kabupaten

Samosir. Dengan kata lain sebagian besar angkatan kerja di kecamatan ini diserap

di lapangan usaha pertanian, selain itu di kecamatan ini juga terdapat 20 usaha

kilang padi yang tersebar di hampir semua, kilang padi ini digunakan untuk

mengolah padi dari petani sehingga mempunyai nilai lebih tinggi untuk dijual.

Tabel 1 : Statistik Daerah Kecamatan Harian

NO DESA Luas (km2) Penduduk

(Jiwa)

Kepadatan Penduduk

(9)

1 Partungko Naginjang 174.15 836 4.80

2 Siparmahan 15.00 886 59.07

3 Dolok Raja 7.25 501 69.10

4 Sampur Toba 6.25 829 132.64

5 Hariara Pohan 9.60 616 64.17

6 Janji Martahan 9.63 384 39.88

7 Turpuk Sihotang 7.50 417 55.60

8 Sosor Dolok 4.38 566 129.22

9 Turpuk Sagala 1.00 292 292.00

10 Turpuk Malau 3.50 193 55.14

11 Turpuk Limbong 8.57 326 37.26

12 Huta Galung 153.68 797 5.19

13 Hariara Pintu 159.76 1.345 8.42

Sumber : Badan Pusat Statistik Kabupaten Samosir

2.4.1 Masyarakat Batak Toba di Desa Turpuk Limbong

Salah satu keistimewaan desa Turpuk Limbong, desa ini merupakan salah

satu desa tertua di Kecamatan Harian. Pada awalnya wilayah desa Turpuk

Limbong dibangun pada sekitar 1700 oleh seorang marga Limbong yang berasal

dari desa Limbong Sagala yang berjarak sekitar 8-9 km dari desa Turpuk

Limbong. Lahan yang subur dan masih kosong membuat si Limbong tertarik

untuk membuka lahan perladangan sekaligus ingin membuka wilayah

(10)

mengundang beberapa orang dari sekitar pulau Samosir dan orang-orang sekitar

desa Limbong Sagala, dan yang bersedia menerima undangan tersebut ada marga

Malau, marga Sihotang serta marga Sagala.

Kemudian sesuai dengan kesepakatan, mereka mebagi batas-batas wilayah

yang disebut turpuk sehingga menculah istilah Turpuk Limbong, Turpuk Malau,

Turpuk Sagala, Turpuk Sihotang. Untuk desa Turpuk Limbong dikarenakan

jumlah penduduk semakin meningkat, penduduk menganggap perlu dibentuk

suatu badan yang mengurus jalannya pemerintahan desa, maka berdasarkan

kesepakatan para pendiri desa pada saat itu memutuskan untuk membentuk suatu

badan yang disebut dengan Bius Si Opat Tali di Turpuk Limbong.

Sesudah Indonesia merdeka sekitar tahun 1950-an penduduk Turpuk

Limbong makin bertambah dimana marga-marga lain pum berdatangan untuk

tinggal di Turpuk Limbong. Sesuai dengan sistem tata pemerintahan Republik

Indonesia, Turpuk Limbong ini disahkan menjadi desa Turpuk Limbong pada

tahun 1970-an. Sampai sekarang ini desa Turpuk Limbong mengalami

perkembangan dan kemajuan salah satunya infrastruktur jalan yang sudah

beraspal dan listrik memadai di desa ini.

2.4.2 Mata Pencaharian

Mata pencaharian masyarakat di desa Turpuk Limbong di dominasi sektor

pertanian sekitar 80% dari keseluruhan jumlah penduduk. Pada umumnya

(11)

ateng. Selain bertani masyarakat desa Turpuk Limbong beternak, walaupun sektor

peternakan bukan menjadi penghasilan utama, namun tetap memiliki nilai

ekonomi yang cukup baik sebagai penghasilan tambahan.

Sebagian kecil penduduk desa Turpuk Limbong memiliki mata

pencaharian nelayan dan ada juga yang memelihara ikan di Danau Toba

(keramba). Para nelayan biasanya menangkap ikan dengan menggunakan sampan

dan jaring di sekitaran Danau Toba. Beberapa masyarakat ada yang menjadi

pegawai negeri dan membuka usaha seperti warung.

Di Kecamatan ini juga terdapat beberapa bidang usaha lainnya yang

mampu menyerap tenaga kerja antara lain jasa pertukangan, bengkel dan tukang

jahit serta jasa kemasyarakatan lainnya. Jumlah bengkel yang ada di Kecamatan

ini sebanyak 7 usaha yang terbagi menjadi 1 usaha bengkel mobil dan 6 usaha

bengkel sepeda motor, jumlah penjahit ada sebanyak 8 orang dari satu orang

penjahit pria dan tujuh orang penjahit wanita.

2.5 Sistem Kesenian

Menurut Koentjaraningrat (1982:395-397), “kesenian merupakan ekspresi

manusia terhadap keindahan, dalam kebudayaan suku-suku bangsa yang pada

mulanya bersifat deskriptif”. Masyarakat Batak Toba memiliki berbagai macam

bentuk kesenian, yaitu seni suara, seni tari, seni rupa dan seni sastra.

Seni suara merupakan suatu bentuk karya seni yang dapat dinikmati

(12)

sastra. Seni vokal yang berkembang pada masyarakat Batak Toba, yaitu berupa

ende mandideng yaitu musik vokal yang berfungsi untuk menidurkan anak,

sedangkan seni suara melalui instrument ada berupa bunyi atau repertoar musik

tradisional yang dimainkan dengan sulim, hasapi, sarune etek, sarune bolon,

saga -saga, saga -saga, mengmung, balobat, taganing, ogung dan lain-lain.

Seni sastra terutama sastra lisan, yaitu berupa umpasa dan umpama yang

paling banyak dikuasai oleh masyarakat Batak Toba.

Seni rupa adalah suatu bentuk kesenian yang dapat dinikmati melalui

penglihatan (mata). Pada masyarakat Batak Toba, ini dapat dilihat dari

ukiran-ukiran pada rumah Batak (Jabu Bolon) yang menghiasi tiang-tiang dan dinding.

Seni tari dan gerak merupakan gabungan antara seni musik dan gerak yang

dapat dinikmati oleh manusia melalui mata maupun telinga. Seni tari yang

berkembang pada masyarakat Batak Toba, yaitu berupa tor-tor, monsak, dan

lain-lain.

2.5.1 Seni Musik

Musik pada masyarakat Batak Toba tercakup dalam dua bagian besar,

yaitu musik vokal dan musik instrumental, berikut penjelasannya :

2.5.1.1 Musik Vokal

Musik vokal tradisional pembagiannya ditentukan oleh kegunaan dan

(13)

membuat pembagian terhadap musik vokal tradisional Batak Toba dalam delapan

bagian, yaitu :

1. Ende mandideng, adalah musik vokal yang berfungsi untuk menidurkan

anak (lullaby)

2. Ende sipaingot, adalah musik vokal yang berisi pesan kepada putrinya

yang akan menikah. Dinyanyikan pada saat senggang pada hari

menjelang pernikahan tersebut.

3. Ende pargaulan, adalah musik vokal yang secara umum merupakan

“solo-chorus”, dan dinyanyikan oleh kaum muda-mudi dalam waktu

senggang, biasanya malam hari.

4. Ende tumba, adalah musik vokal yang khusus dinyanyikan saat

pengiring tarian hiburan (tumba). Penyanyinya sekaligus menari dengan

melompat-lompat dan berpegangan tangan sambil bergerak melingkar.

Biasanya ende tumba ini dilakukan oleh remaja di alaman (halaman

kampung) pada malam terang bulan.

5. Ende sibaran, adalah musik vokal sebagai cetusan penderitaan yang

berkepanjangan. Penyanyinya adalah orang yang menderita tersebut,

yang menyanyi di tempat yang sepi.

6. Ende pasu-pasuan, adalah musik vokal yang berkenaan dengan

pemberkatan. Berisi lirik-lirik tentang kekuasaan yang abadi dari yang

maha kuasa. Biasanya dinyanyikan oleh orang-orang tua kepada

keturunannya.

7. Ende hata, adalah musik vokal yang berupa lirik yang diimbuhi ritem

(14)

rangkaian pantun dengan bentuk aabb yang memiliki jumlah suku kata

yang sama. Biasanya dimainkan oleh kumpulan kanak-kanak yang

dipimpin oleh seorang yang lebih dewasa atau orang tua.

8. Ende andung, adalah musik vokal yang bercerita tentang riwayat hidup

seseorang yang telah meninggal dunia, yang disajikan pada saat atau

setelah disemayamkan. Dalam ende andung melodinya datang secara

spontan sehingga penyanyinya haruslah penyanyi yang cepat tanggap

dan trampil dalam sastra serta menguasai beberapa motif-motif lagu

yang penting untuk jenis nyanyian ini.

Demikian juga Hutasoit yang dikutip oleh Rhitaony (1988 : 13) membagi

kategori musik vokal menjadi tiga jenis, yaitu:

1. Ende namarhadohoan, yaitu musik vokal yang dinyanyikan untuk

acara-acara namarhadohoan (resmi).

2. Ende siriakon, yaitu musik vokal yang dinyanyikan oleh masyarakat

Batak Toba dalam kegiatan sehari-hari.

3. Ende sibaran, yaitu musik vokal yang dinyanyikan dalam kaitannya

dengan berbagai peristiwa kesedihan atau dukacita.

Dari beberapa jenis musik vokal tersebut yang sering terdapat di kota

Medan adalah jenis ende andung dan ende sibaran, dimana saat terjadi peristiwa

dukacita, maka akan ada ada beberapa pihak dari keluarga yang meninggal dunia

tersebut yang mengandungi jenazah orang yang meninggal dunia tersebut sebelum

dimakamkan.

(15)

Dalam musik instrumental ada beberapa instrument yang lazim digunakan

dalam ansambel maupun disajikan dalam permainan tunggal, baik dalam

kaitannya dalam upacara adat, religi maupun sebagai hiburan.

Pada masyarakat Batak Toba terdapat dua ansambel musik tradisional,

yaitu: ansambel gondang hasapi dan gondang sabangunan. Selain itu ada juga

instrument musik tradisional yang digunakan secara tunggal.

2.5.1.2.1 Ansambel Gondang Hasapi

Beberapa instrument yang terdapat dalam ansambel gondang hasapi

adalah sebagai berikut:

1. Hasapi ende (plucked lute dua senar ) jenis chordophone yang berfungsi

sebagai pembawa melodi, dimainkan dengan cara mamiltik (dipetik).

2. Hasapi doal (plucked lute dua senar ), sama denga hasapi ende, namun

hasapi doal berfungsi sebagai pembawa ritem konstan, dan berukuran

lebih besar dari hasapi ende.

3. Sarune etek (shawm), kelompok aerophone yang memiliki reed tunggal

(single reed) dimainkan dengan mangombus marsiulak hosa (meniup

dengan terus menerus).

4. Saga-saga, kelompok xylophone, pembawa melodi juga sebagai

pembawa ritem variabel pada lagu-lagu tertentu. Dimainkan dengan cara

dipalu.

(16)

2.5.1.2.2 Ansambel Gondang Sabangunan

Beberapa instrument yang terdapat dalam ansambel gondang sabangunan

adalah sebagai berikut:

1. Taganing, kelompok membranophone, dari segi teknis, instrument

taganing memiliki tanggung jawab dalam penguasaan repertoar dan

memainkan melodi bersama-sama dengan sarune bolon. Walaupun tidak

seluruh repetoar berfungsi sebagai pembawa melodi, namun pada setiap

penyajian gondang, taganing berfungsi sebagai “pengaba” atau “dirigen”

(pemain group gondang) dengan isyarat- isyarat ritme yang harus

dipatuhi oleh seluruh anggota ensambel dan pemberi semangat kepada

pemain lainnya.

2. Gordang (single headed drum) ini berfungsi sebagai instrument ritme

variabel, yaitu memainkan iringan musik lagu yang bervariasi.

3. Sarune (shawm) kelompok aerophone yang doble reed berfungsi sebagai

alat untuk memainkan melodi lagu yang dibawakan oleh taganing.

4. Ogung Oloan (pemimpin atau yang harus dituruti) ogung Oloan

mempunyai fungsi sebagai instrument ritme konstan, yaitu memainkan

iringan irama lagu dengan model yang tetap. Fungsi ogung oloan ini

umumnya sama dengan fungsi ogung ihutan, ogung panggora dan

ogung doal dan sedikit sekali perbedaannya. Ogung doal

memperdengarkan bunyinya tepat di tengah-tengah dari dua pukulan

hesek dan menimbulkan suatu efek synkop. nampaknya merupakan suatu

ciri khas dari gondang sabangunan. Fungsi dari ogung panggora

(17)

dengan tiap pukulan yang kedua, sedang di bagian lain sekali berbunyi

bersamaan dengan ogung ihutan dan sekali lagi bersamaan dengan

ogung oloan. Oleh karena musik dari gondang sabangunan ini pada

umumnya dimainkan dalam tempo yang cepat, maka para penari maupun

pendengar hanya berpegang pada bunyi ogung oloan dan ihutan saja.

Berdasarkan hal ini, maka ogung oloan yang berbunyi lebih rendah itu

berarti “pemimpin” atau “Yang harus di turuti” , sedang ogung ihutan

yang berbunyi lebih tinggi, itu “Yang menjawab” atau “Yang menuruti”.

Maka dapat disimpulkan bahwa peranan dan fungsi yang berlangsung

antara ogung oloan dan ogung ihutan dianggap oleh orang Batak Toba

sebagai suatu permainan “tanya jawab”.

Ogung Ihutan atau Ogung pangalusi (Yang menjawab atau yang

menuruti).

Ogung panggora atau Ogung Panonggahi (Yang berseru atau yang

membuat orang terkejut).

Ogung Doal

5. Hesek ini berfungsi menuntun instrument lain secara bersama-sama

dimainkan. Tanpa hesek, permainan musik instrument akan terasa

kurang lengkap. Walaupun bentuk instrument dan suaranya sederhana

saja, namun peranannya penting dan menentukan sebagai pembawa

tempo.

2.5.1.2.3 Instrument Tunggal

(18)

terlepas dari ansambel gondang hasapi dan gondang sabangunan. instrument yang

termasuk instrument tunggal dalam masyarakat Batak Toba antara lain:

1. Sulim (transverse flute), kelompok aerophone. Dimainkan dengan

meniup dari samping (side blown flute), berfungsi membawa melodi.

2. Saga-saga (jew’s harp) klasifikasi idiophone. Dimainkan dengan

menggetarkan lidah dan instrumenttersebut di rongga mulut sebagai

resonatornya.

3. Jenggong (jew’s harp) mempunyai konsep yang sama dengan

saga-saga, namun materinya berbeda karena terbuat dari logam.

4. Talatoit (transverse flute), sering juga disebut salohat atau tulila.

Dimainkan dengan meniup dari samping. Kelompok aerophone.

5. Sordam (long flute) terbuat dari bambu, kelompok aerophone,

dimainkan dengan ditiup dari ujung (end blown flute).

6. Tanggeteng, alat musik yang senarnya terbuat dari rotan dan peti kayu

sebagai resonatornya.

2.5.2 Seni Tari

Tarian yang paling terkenal dari masyarakat Batak Toba adalah tari

tor, tor memiliki beberapa jenis dari yang menggunakan properti seperti

tor-tor sawan, dan yang tanpa properti seperti tor-tor-tor-tor embas-embas, tor-tor-tor-tor juga

memiliki pemaknaan tersendiri dalam menarikannya, contohnya dalam

pelaksanaan upacara adat, jika akan menghadap pihak hula-hula, maka gerakan

yang dilakukan adalah dengan menundukkan kepala sambil menyatukan telapak

(19)

pihak hula-hula akan membuka lebar kedua tangannya dan menyentuh kepala

pihak yang menghadapnya layaknya seseorang yang memberikan berkat.

2.5.3 Seni Teater dan Drama

Salah satu jenis seni teater atau drama yang terdapat pada masyarakat

Batak Toba adalah Opera Batak yang pendirinya adalah Tilhang Oberlin Gultom

(pendiri Opera Batak akhir tahun 1920-an).

Opera Batak merupakan pertunjukan drama musikal dimana

cerita-ceritanya biasanya diangkat dari kisah-kisah orang Batak yang terdahulu, seperti

asal mula Danau Toba, dan lain-lain.

2.5.4 Seni Sastra

Seni sastra pada masyarakat Batak Toba ada beberapa jenis, dua

diantaranya adalah : umpasa dan umpama.

Umpama adalah berupa rangkaian kalimat yang berupa perumpamaan

yang biasanya berisikan petuah, contohnya:

Sada ma hamu songon daion aek

Unang dua songon daion tuak

Yang berarti : Kita harus bersatu seperti rasa air, jangan terpecah seperti rasa tuak

Sedangkan umpasa adalah berupa pantun yang biasanya berisikan nasehat,

harapan dan hiburan, contohnya :

Sahat-sahatni solu ma

sai sahat ma tu bontean

(20)

sai sahat ma tu panggabean

yang jika diartikan ke dalam bahasa Indonesia berarti :

Seperti sampan yang sampai ketepian

kiranya kita tetap panjang umur dan

Sampai meraih kesuksesan.

Seni sastra ini masih sering juga ditemui pada masyarakat Batak Toba di

kota Medan, dimana saat pelaksanaan upacara adat, umpama maupun umpasa

masih dapat kita saksikan dan kita dengarkan.

2.5.5 Seni Rupa

Seni rupa yang terdapat pada masyarakat Batak Toba adalah gorga, gorga

adalah sebuah motif yang diukir atau dilukiskan pada dinding atau tiang pada

rumah adat Batak. Penggunaan gorga tidak terbatas hanya di situ saja, gorga juga

sering digunakan sebagai hiasan dalam instrument musik tradisional seperti

taganing dan saga-saga.

2.6 Pengertian Biografi

Dalam disiplin ilmu sejarah, biografi dapat didefenisikan sebagai sebuah

riwayat hidup seseorang. Sebuah tulisan biografi dapat berbentuk beberapa baris

kalimat saja, namun juga dapat berupa tulisan yang lebih dari satu buku.

Perbedaannya adalah, biografi singkat hanya memaparkan tentang fakta-fakta

kehidupan seseorang dan peranan pentingnya dalam masyarakat. Sedangkan

(21)

penting, yang dipaparkan lebih detail dan tentu saja dituliskan dengan penulisan

yang baik dan jelas.

Sebuah biografi biasanya menganalisa dan menerangkan kejadian-kejadian

pada hidup seorang tokoh yang menjadi objek pembahasannya, sehingga dengan

membaca biografi, pembaca akan menemukan hubungan keterangan dari tindakan

yang dilakukan dalam kehidupan seseorang tersebut, juga mengenai cerita-cerita

atau pengalaman-pengalaman selama hidupnya.

Suatu karya biografi biasanya becerita tentang kehidupan orang terkenal

dan orang tidak terkenal, dan biasanya biografi tentang orang yang tidak terkenal

akan menjadikan orang tersebut dikenal secara luas, jika di dalam biografinya

terdapat sesuatu yang menarik untuk disimak oleh pembacanya, namun demikian

biasanya biografi hanya berfokus pada orang-orang atau tokoh-tokoh terkenal

saja.

Tulisan biografi biasanya bercerita mengenai seorang tokoh yang sudah

meninggal dunia, namun tidak jarang juga mengenai orang atau tokoh yang masih

hidup. Banyak biografi yang ditulis secara kronologis atau memiliki suatu alur

tertentu, misalnya memulai dengan menceritakan masa anak-anak sampai masa

dewasa seseorang, namun ada juga beberapa biografi yang lebih berfokus pada

suatu topik-topik pencapaian tertentu.

Biografi memerlukan bahan-bahan utama dan bahan pendukung. Bahan

utama dapat berupa benda-benda seperti surat-surat, buku harian, atau kliping

koran. Sedangkan bahan pendukung biasanya berupa biografi lain, buku-buku

(22)

Beberapa aspek yang perlu dilakukan dalam menulis sebuah biografi

antara lain : (a) Pilih seseorang yang menarik perhatian anda; (b) Temukan fakta

-fakta utama mengenai kehidupan orang tersebut; (c) Mulailah dengan

ensiklopedia dan catatan waktu; (d) Pikirkan, hal apa lagi yang perlu anda ketahui

mengenai orang tersebut, bagian mana dari cerita tentang beliau yang ingin lebih

banyak anda uraikan dan tuliskan.

Sebelum menuliskan sebuah biografi seseorang, ada beberapa pertanyaan

yang dapat dijadikan pertimbangan, misalnya: (a) Apa yang membuat orang

tersebut istimewa atau menarik untuk dibahas; (b) Dampak apa yang telah beliau

lakukan bagi dunia atau dalam suatu bidang tertentu juga bagi orang lain; (c) Sifat

apa yang akan sering penulis gunakan untuk menggambarkan orang tersebut;

(d) Contoh apa yang dapat dilihat dari hidupnya yang menggambarkan sifat

tersebut; (e) Kejadian apa yang membentuk atau mengubah kehidupan orang

tersebut; (f) Apakah beliau memiliki banyak jalan keluar untuk mengatasi masalah

dalam hidupnya; (g) Apakah beliau mengatasi masalahnya dengan mengambil

resiko, atau karena keberuntungan; (h) Apakah dunia atau suatu hal yang terkait

dengan beliau akan menjadi lebih buruk atau lebih baik jika orang tersebut hidup

ataupun tidak hidup, bagaimana, dan mengapa demikian.

Lakukan juga penelitian lebih lanjut dengan bahan-bahan dari studi

perpustakaan atau internet untuk membantu penulis dalam menjawab serta

menulis biografi orang tersebut dan supaya tulisan si peneliti dapat

dipertanggungjawabkan, lengkap dan menarik. Terjemahan Ary (2007) dari situs

(23)

2.7 Biografi Singkat Guntur Sitohang

Proses perjalanan hidup Guntur Sitohang tentu turut mempengaruhinya

dalam membuat alat musik tradisional Batak Toba serta bermain musik.

Penjelasan singkat mengenai kehidupan seorang Guntur Sitohang sebagai

pembuat alat musik dan sebagai pemain musik tradisional Batak Toba dianggap

sangat penting bagi penulis.

Guntur Sitohang lahir 1936 di desa Urat Kabupaten Samosir dari pasangan

B.Sitohang dan S.Simbolon. beliau merupakan anak bungsu dari tujuh orang

bersaudara di antara lima orang anak perempuan dan dua orang anak laki-laki.

Orang tua dari Guntur Sitohang bekerja atau berprofesi sebagai petani serta

mengajar di sekolah dasar negeri yang berada di komplek perumahan tempat

beliau berdomisili, dan untuk menambah penghasilan dalam memenuhi kebutuhan

keluarga, ayahnya juga mencari ikan di pesisir Danau Toba tepatnya di pantai

desa urat.

2.7.1 Latar Belakang Pendidikan

Pada tahun 1948 Sekolah Dasar (SD) masih bernama Sekolah Rakyat (SR)

dan di tahun itu untuk pertama kalinya beliau mendaftarkan diri memulai sekolah

di sekolah rakyat 6 Harian Boho sementara usianya pada saat itu sudah memasuki

sebelas tahun. Setelah duduk dibangku kelas dua nama sekolah rakyat berganti

(24)

bertani dan mencari ikan di danau menjadi alasan beliau atas keterlambatannyya

masuk sekolah pada masa itu.

Enam tahun menyelesaikan pendidikan di sekolah dasar, Guntu Sitohang

melanjutkan pendidikannya di Sekolah Guru Biasa yang disingkat dengan SBG di

kecamatan Harian Boho. Sekolah Guru Biasa merupakan sekolah kejuuruan yang

berada satu tingkat di atas sekolah dasar dimana pada masa itu lulusan SBG dapat

menjadi tenaga pengajar di Sekolah Dasar.

2.7.2 Latar Belakang Keluarga

Guntur Sitohang menikah pada tahun 1964 dengan mempersunting

Tiamsah Habeahan yang merupakan teman sekolahnya sejak Sekolah Guru Biasa.

Guntur Sitohang dan Tiamsah Habeahan memiliki sebelas anak enam orang

perempuan dan lima orang laki-laki, ditambah satu orang anak perempuan yang

merupakan anak angkat. Anak pertama dari Guntur Sitohang adalah seorang

wanita yang diberi nama Megawati Sitohang yang lahir pada tahun 1964, beliau

merupakan ibu rumah tangga dan memiliki seorang anak perempuan buah

perkawinannya dengan R.Simbolon. Kemudian anak kedua Guntur Sitohang

adalah Baktiar Sitohang, lahir pada tahun 1966 sejak umur lima tahun beliau

mengalami suatu penyakit sehingga mengalami kelumpuhan sampai pada

akhirnya beliau meninggal dunia pada usia 42 tahun tepatnya ditahun 2008.

Anak ketiga beliau adalah seorang wanita yang bernama Lasnur maya

(25)

berdomisili di Jakarta dan memiliki dua orang putri serta satu orang putra. Anak

ke empat beliau lahir pada tahun 1970 yang diberi nama Martogi Sitohang,

berdomisili di Jakarta dan menjadi seorang musisi tradisional Batak Toba yang

terkenal. Anak ke lima Guntur Sitohang adalah seorang laki-laki yang bernama

Junihar Sitohang lahir pada tahun 1972, Junihar Sitohang mengikuti jejak ayahnya

sebagai seorang pembuat alat musik tradisional Batak Toba sekaligus menjadi

pemusik tradisional yang berdomisili di Medan. Kemudian adalah Hardoni

Sitohang yang lahir pada tahun 1978 anak ke enam dari Guntur Sitohang

merupakan seorang staff pengajar (Dosen) pada salah satu Universitas swasta di

Medan sekaligus beliau berprofesi sebagai musisi. Selanjutnya adalah Naldy

Sitohang yang merupakan anak kedelapan yang lahir pada tahun 1980. Anak ke

sembilan dari pasangan Guntur Sitohang dan T. Habeahan adalah Senida Sitohang

yang lahir pada tahun 1982, senida menikah dengan seorang pria bermarga

Silalahi.

Kemudian anak ke sepuluh bernama Martahan Sitohang yang lahir pada

tahun 1984 yang menyelesaikan study nya dari Universitas Sumatera Utara

departemen Etnomusikologi, dan saat ini berdomisili di Jakarta menggeluti dunia

musik. Anak bungsu dari pasangan Guntur Sitohang bernama Elfrida Sitohang

yang lahir pada tahun 1987 menikah dengan seorang pria yang bernama Romual

Simarmata. Pasangan Guntur Sitohang dan Tiamsah Habeahan memiliki anak

angkat yang bernama Julia berkewarganegaraan Amerika yang diberi marga

(26)

2.7.3 Awal Perkenalan Guntur Sitohang Dengan Musik Batak Toba

Awal perkenalan Guntur Sitohang dengan musik tradisional Batak Toba

adalah dimulai dari sejak masa kanak-kanak. Keluarga Guntur Sitohang

merupakan keluarga petani, namun salah seorang bapatua (abang bapak) dari

Guntur Sitohang yaitu Mangumbang Sitohang, merupakan salah seorang pemain

musik Opera Batak. Ketika berusia 4 tahun Guntur kecil sering mencuri

kesempatan untuk belajar memainkan alat musik berdasarkan apa yang dilihatnya,

kesempatan tersebut sering ia peroleh ketika bapatua dari Guntur Sitohang yang

berprofesi sebagai pemusik Opera Batak kerap tinggal dirumah beliau. Alat musik

yang pertama sekali dimainkan oleh Guntur kecil adalah saga-saga. Alasan nya

adalah karena alat musik saga-saga tergolong mudah untuk dimainkan dimana

hanya dengan memukul bilahan kayu menggunakan sepasang stick maka bilahan

tersebut akan mengeluarkan bunyi.

Melihat bakat dan kemauan belajar yang tinggi dari Guntur kecil, bapatua

nya menghadiahkan alat musik saga-saga asal-asalan yang nadanya belum

beraturan. Dukungan dari bapatua nya dimanfaatkan dengan sangat baik oleh

Guntur kecil untuk belajar lebih giat lagi. Seiring dengan berjalannya waktu

walaupun hanya belajar secara otodidak, Guntur semakin dalam memainkan alat

musiknya, bukan hanya saga-saga melainkan alat musik lainnya seperti sulim,

hasapi, sarune etek bahkan saga-saga.

Masa remaja Guntur mulai disibukkan dengan bermain musik pada grup

Opera Batak yang dipimpin Mardairi Naibaho dan Mangumbang Sitohang. Status

(27)

hal ini dikarenakan pada saat itu Guntur masih mengenyam pendidikan di SPG

(Sekolah Pendidikan Guru) sehingga Guntur tidak dapat memberikan waktunya

secara penuh di grup Opera Batak tersebut.

2.8 Guntur Sitohang Sebagai Pembuat Alat Musik

Selain banyak berkarir sebagai seorang pemain musik yang cukup handal

dan diakui, Guntur Sitohang juga memiliki keahlian sebagai pembuat alat musik.

Berdasarkan pengalaman yang telah didapatkan beliau selama bermain musik,

Guntur Sitohang tidak lagi mengalami banyak kesuliatan dalam memulai

membuat alat-alat musik Batak Toba. Sekitar tahun 1976 Guntur Sitohang sudah

mulai membuat alat musik Batak Toba. Instrument pertama yang dibuatnya adalah

sarune etek, dikarenakan pada awalnya setiap pertunjukan Guntur lebih sering

memainkan alat musik sarune etek dibandingkan dengan alat musik Batak Toba

lainnya. Dalam proses belajar membuat alat musik Guntur Sitohang juga tidak

memiliki guru sebagai tempat belajar seperti halnya dalam belajar bermain musik.

Dengan cara memperhatikan alat musik yang ada, beliau mencoba membuat alat

musik sendiri.

Selanjutnya Guntur Sitohang mulai membuat instrument lain seperti sulim,

hasapi, saga-saga, taganing dan juga saga-saga. Pada awalnya alat musik yang

beliau hasilkan hanya digunakan oleh orang-orang dekat ataupun grup opera

dimana Guntur Sitohang juga sebagai anggota di dalamnya, namun tanpa disadari

ternyata alat musik yang dihasilkan memiliki kualitas yang tergolong baik dan

(28)

berdatangan dari beberapa group musik Batak Toba di beberapa daerah di luar

Samosir, diantaranya group opera atau group musik tradisi daerah Silindung,

Toba, serta Humbang. Para pemesan alat musik tersebut umumnya mendapat

informasi dari mulut kemulut tentang kualitas baik dari alat musik yang dihasilkan

oleh Guntur Sitohang.

Kira-kira tahun 1978 alat musik yang dihasilkan oleh Guntur Sitohang

sudah semakin banyak mendapat pesanan untuk dipakai para pemusik. Dengan

banyaknya pesanan tersebut beliau semakin sulit untuk memenuhi permintaan

yang ada berhubung karena dari awal proses pembuatannya hanya dilakukan

seorang diri tanpa pernah memiliki anggota atau karyawan. Menjaga kualitas alat

musik yang dihasilkan menjadi alasannya sehingga tidak pernah berniat merekrut

anggota dalam membuat alat musik tersebut, walaupun untuk dapat menghasilkan

alat musik Guntur Sitohang memerlukan waktu yang relatif lebih bila

dibandingkan dengan pembuatan alat musik oleh orang lain, dikarenakan

ketelitian dalam pemilihan bahan baku alat musik hingga tahap penyempurnaan

terakhirnya.

Seiring dengan kualitas yang dimiliki oleh alat musik yang dihasilkan

beliau, diketahui bahwa hasil karyanya juga digunakan di luar daerah Samosir

seperti di daerah Siantar maupun Medan bahkan di Jakarta. Terkadang pesanan

juga datang dari orang-orang yang kultur budayanya tidak memiliki kaitan dengan

budaya Batak Toba seperti Padang dan Manado dan biasanya alat musik yang

mereka pesan hanya untuk koleksi. Lebih jauh lagi alat musik karya Guntur

(29)

dapat sampai ke luar negeri dengan cara pada saat adanya tim kesenian yang

berangkat dari Indonesia ke luar negeri khususnya dari Sumatera Utara yang

membawa kesenian tradisi Batak Toba dan menggunakan alat musik buatan

Guntur Sitohang, kemudian pada saat pertunjukan berlangsung ada yang tertarik

dan berminat untuk membeli.

Dikalangan masyarakat Batak Toba yang berdomisili di luar negeri nama

Guntur Sitohang juga cukup dikenal oleh karena karya-karyanya dalam bentuk

alat musik yang telah sampai ke luar negeri. Sungguh suatu prestasi yang cukup

membanggakan dimana karya-karya Guntur Sitohang dalam bentuk alat musik

telah sampai ke mancanegara, secara tidak langsung beliau telah membantu

mengangkat dan memperkenalkan kebudayaan Batak Toba ke kancah

Internasional.

Hingga saat ini Guntur Sitohang masih terus aktif dalam berkarya

membuat alat-alat musik Batak Toba, hanya saja tidak seaktif seperti ketika beliau

berumur 50-an. Usianya yang sudah lanjut dan sekarang beliau berusia 78 tahun

jalan ke 79 tahun sangat mempengaruhi produktifitasnya dalam membuat alat

musik. Pada saat berumur 50-an beliau dapat menghasilkan lima set taganing

dalam waktu satu bulan dan sekarang beliau hanya bisa menghasilkan satu sampai

(30)

Gambar

Gambar 1 : Bapak Guntur Sitohang sedang membuat alat musik Taganing (Dokumentasi Denata Rajagukguk, 2014)

Referensi

Dokumen terkait

Students’ health problem also could be the reason for students to not attend the class.. Based on the result of interview, two participants explained that health problem

Squared correlation coefficients (R 2 ) between estimated and measured solar radiation versus the distance between sites providing model parameters and sites for which radiation

Tujuan umum modul ini disusun guna mendukung pelaksanaan diklat pengembangan keprofesian berkelanjutan melalui Peningkatan Kompetensi bagi guru SMP Mata Pelajaran Bahasa

11.7 Parametric Approaches to Asset Pricing 11.8 Summary

Negara, Pejabat Eselon dan/alau Pegawai Negeri Sipil di lingkungan Pemerintah Provinsi Bengkulu diberikan Uang Harian (terdiri dari uang makan, uang saku. dan

Thus this research puts its purpose on improving UAV’s wireless communication system using existing RF modem with wireless communication technology like 3rd generation

(8) Pengalokasian tenaga potensial pendidik dan tenaga kependidikan antar kabupaten/kota Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama, Sekolah Menengah Atas dan Sekolah Menengah

Open-Source Software were used to first collect data from diverse City of Denver Open Data sets, then upload them to a repository in the Cloud where they were processed