• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kajian Organologis Garantung Buatan Bapak Junihar Sitohang di Kelurahan Helvetia Timur Kecamatan Helvetia Kota Medan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Kajian Organologis Garantung Buatan Bapak Junihar Sitohang di Kelurahan Helvetia Timur Kecamatan Helvetia Kota Medan"

Copied!
183
0
0

Teks penuh

(1)

Kajian Organologis Garantung Buatan Bapak Junihar

Sitohang di Kelurahan Helvetia Timur Kecamatan Helvetia

Kota Medan

SKRIPSI SARJANA

DIKERJAKAN O

L E H

NAMA : JUPALMAN WELLY SIMBOLON

NIM : 040707006

DEPARTEMEN ETNOMUSIKOLOGI FAKULTAS SASTRA

(2)

Kajian Organologis Garantung Buatan Bapak Junihar

Sitohang di Kelurahan Helvetia Timur Kecamatan Helvetia

Kota Medan

SKRIPSI SARJANA

DIKERJAKAN O

L E H

NAMA : JUPALMAN WELLY SIMBOLON NIM : 040707006

PEMBIMBING I PEMBIMBING II

Drs SETIA DERMAWAN PURBA, M.si Drs BEBAS SEMBIRING, M.si NIP : 19560828 1986 01 2 001 NIP : 19570313 1992 03 1 001

Skripsi ini diajukan kepada panitia ujuan Fakultas Sastra USU Medan untuk melengkapi salah satu syarat ujian Sarjana Seni dalam bidang Etnomusikologi

DEPARTEMEN ETNOMUSIKOLOGI FAKULTAS SASTRA

(3)

DISETUJUI OLEH:

FAKULTAS SASTRA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

DEPARTEMEN ETNOMUSIKOLOGI

KETUA

(4)

PENGESAHAN

Diterima oleh :

Panitia Ujian Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara untuk melengkapi salah satu syarat ujian Sarjana Seni dalam bidang Etnomusikologi di Fakultas Sastra USU Medan

Pada

Tanggal :

Hari :

FAKULTAS SASTRA USU

Nama NIP

Panitia Ujian :

No Nama Tanda Tangan

1

2

3

4

(5)

KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan puji syukur dan terimakasih kepada Yesus Kristus,

yang telah memberikan berkat dan kasih-Nya kepada penulis sehingga penulis dapat menyajikan satu karya ilmiah berupa Skripsi Sarjana. Skiripsi yang berjudul

“Kajian Organologis Garantung Buatan Bapak Junihar Sitohang di Kelurahan Helvetia Timur Kecamatan Helvetia Kota Medan” ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Seni (S,Sn) pada Jurusan Etnomusikologi,

Fakultas Sastra, Universitas Sumatera Utara, Medan.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada kedua orangtua tercinta : ayahanda Jan Hutur Simbolon, ibunda

Rustianny Situmorang, kakanda Rohana Simbolon dan adinda Sri Angel Simbolon yang banyak sekali memberikan dorongan moril dan materil serta selalu mendoakan penulis dalam penyelesaian skripsi ini.

Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada bapak Drs.Setia Dermawan Purba M,Si selaku pembimbing I, dan kepada bapak Drs Bebas Sembiring, M.si

selaku pembimbing II yang telah membimbing penulis hingga selesainya skripsi ini. Dan kepada bapak dan ibu dosen di Jurusan Etnomusikologi yang telah membantu penulis selama perkuliahan.

Tidak lupa juga penulis mengucapkan terimakasih kepada bapak Junihar Sitohang, bapak Hardoni Sitohang dan bapak J H Simbolon yang banyak

(6)

ini. Dan kepada informan lainnya yang telah memberikan informasi dan penjelasan, penulis mengucapkan banyak terimakasih.

Tidak lupa juga penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada semua rekan-rekan mahasiswa Etnomusikologi USU, terkhusus kepada

rekan-rekan mahasiswa Etnomusikologi stambuk 2004 Frans seda, Markus, Pipin, Riri, Kuda Gara, Idul, Fery, Ata, Fera, Dia, Jere, Beka, yang telah bersama-sama dengan penulis dalam setiap suka dan duka tetap membantu penulis dalam

pengerjaan karya ilmiah ini.

Juga ucapan terimakasih saya sampaikan kepada rekan, sahabat dan saudara

saya selama menjalani perkuliahan dan pengerjaan skripsi ini kepada Martahan Sitohang Ssn (Tumpangan mobilnya), Leonald Nainggolan Ssn, (menemani penulis dalam penelitian lapangan dan membeli garantung) Saridin Tua Sinaga Ssn (yang

meminjamkan skripsinya), Bonggud (tumpangan sepeda motornya ke pakam), Evendy, David, Daniel (buat pinjaman Laptopnya), bang Winarto kartupat (untuk

sumbang sarannya) dan teman-teman lain yang tidak dapat penulis paparkan satu persatu, untuk setiap dukungan, tenaga, semangat dan waktu yang telah diberikan sehingga penulis dapat menyelesaikan tulisan karya ilmiah ini.

Terkhusus kepada yang saya sayangi Tamy Pardede, saya mengucapkan terimakasih atas semangat, bantuan moril dan materil, juga doa dan kesabaran yang

(7)

Dan juga kepada semua pihak yang tak dapat saya sebutkan satu persatu yangtelah banyak membantu penulis dalam menyelesaikan penulisan karya ilmiah

ini.

Dalam penulisan skripsi ini, penulis menyadari masih terdapat banyak

kekurangan-kekurangan yang mungkin karena keterbatasan penulis dalam penyajiannya. Untuk itu penulis mengharapkan saran dan kritik dari pembaca sekalian demi kesempurnaan skripsi ini. Akhir kata, semoga tulisan ini bermanfaat

bagi kita semua.

Medan, Juli 2010 Penulis

(8)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR………I DAFTAR ISI………IV DAFTAR TABEL………..XII DAFTAR GAMBAR………XIII

BAB I : PENDAHULUAN………1

1.1Latar Belakang Masalah………1

1.2Pokok Permasalahan………..8

1.3Tujuan dan Manfaat Penelitian………..9

1.3.1 Tujuan penelitian………...………..9

1.3.2 Manfaat Penelitian………...9

1.4Konsep dan Teori yang Digunakan………..10

1.4.1 Konsep yang Digunakan………....10

1.4.2 Teori yang Digunakan………12

1.5Metode Penelitian………15

1.5.1 StudiKepustakaan………...…………...16

1.5.2 Kerja Lapangan……….16

1.5.2.1Wawancara……….17

1.5.3 Kerja Laboratorium………...17

(9)

BAB II : GAMBARAN UMUM MASYARAKAT BATA TOBA DI KOTA MEDAN DAN BIOGRAPI JUNIHAR SITOHANG SEBAGAI

SENIMAN TRADISIONAL BATAK TOBA………...……….19

2.1 Gambaran Umum Kota Medan………....20

2.2 Gamabaran Umum Lokasi Penelitian………..24

2.2.1 Letak Lokasi Penelitian……….25

2.2.6.3 Seni Drama dan Teater……….…43

2.2.6.4 Seni Sastra………43

2.2.6.4 Seni Rupa……….44

2.3 Pengertian Biograpi………...………..44

2.4 Alasan Dipilihnya Junihar Sitohang………47

(10)

2.5.1 Latar Belakang Keluarga………..49

2.5.2 Latar Belakang Pendidikan………..51

2.5.3 Berumah Tangga………...52

2.6 Junihar Sitohang Sebagai Pemusik Tradisional Batak Toba………...53

2.7 Junihar Sitohang Sebagai Pelatih dan Pengajar Musik Tradisional Batak Toba………..…...……55

2.8 Junihar Sebagai Pembuat Alat Musik………..58

2.8.1 Latar Belakang Garantung Buatan Junihar Sitohang………59

2.8.2 Keberadaan Garantung Buatan Jubihar Sitohang………….61

2.8.3 Tanggapan Masyarakat Mengenai Garantung Buatan Junihar Sitohang………..…..63

BAB III : EKSISTENSI DAN FUNGSI GARANTUNG……….65

3.1 Eksistensi Garantung Pada Masyarakat Batak Toba di Kota medan………...65

3.2 Fungsi Garantung Pada Masyarakat Batak Toba di Kota Medan……73

3.2.1 Fungsi Pengungkapan Emosional………..….74

3.2.2 Fungsi Hiburan……….……..……….75

3.2.3 Fungsi Kesinambungan Budaya………..……...75

3.2.4 Fungsi Pengintegrasian Masyarakat………..…….76

3.2.5 Fungsi Perlambangan……….……..……...77

3.2.6 Fungsi Reaksi Jasmani………..…..78

3.2.7 Fungsi Pengesahan Lembaga Sosial dan Upacara Agama…….78

(11)

3.2.9 Fungsi Penghayatan Estetis………...79

3.2.10 Fungsi Komunikasi………..….79

BAB IV : KAJIAN ORGANOLOGIS GARANTUNG BATAK TOBA…….80

4.1 Perspektif Sejarah Garantung Batak Toba………..…….80

4.1.2 Sejarah Perkembanagan Bilah Garantung………..81

4.2 Klasifikasi Garantung Batak Toba……….……..83

4.3 Konstruksi Bagian-Bagian Garantung Batak Toba dan Palu-palu (stick pemukul) ………...………85

4.4 Ukuran Bagian-Bagian Garantung………...88

4.4.1 Ukuran Bilah-Bilah Gatantung………...…88

4.4.2 Ukuran dari Bagian-Bagian Pada Kotak Resonator………90

4.4.3 Ukuran dari Bagian-Bagian Pada Kaki Penyangga (pat)……...92

4.4.4 Ukuran dari Bagian-Bagian Stick pemukul Garantung (palu-palu)………94

4.5 Teknik Pembuatan Garantung Batak Toba………..95

4.5.1 Bahan Baku yang Digunakan……….95

4.5.1.1 Kayu Pohon Dadap (hau recce) Erythrina Sp………….95

4.5.1.2 Papan Kayu……….………97

4.5.1.3 Tali Plastik………..97

4.5.1.4 Bilah Papan (lais) dan Tiang Papan (broti)……….97

4.5.1.5 Paku……….98

4.5.1.6 Lem……….99

4.5.1.7 Cat Kayu……….99

4.5.2 Peralatan yang Digunakan………..99

4.5.2.1 Kapak Kayu dan Kapak Siku………100

4.5.2.2 Gergaji………...100

4.5.2.3 Ketam Kayu dan Ketam Kupu-Kupu………101

4.5.2.4 Palu dan Martil………..101

(12)

4.5.2.6 Bor dan Mata Bor………..102

4.5.2.12 Penggaris dan Penggaris Siku……….105

4.5.2.13 Pensil……….……….…….105

4.5.3.2.5 Menyatukan Tiap Potongan Papan…………..113

4.5.3.2.6 Membuat Bidang Pengait Kaki, Sangkutan (Sangkotan) dan Gagang……….113

4.5.3.2.6.1 Mengukur Bilah Papan (Lais)……….113

4.5.3.2.6.2 Memotong Bilah Papan (Lais)………114

4.5.3.2.6.3 Menyatukan Potongan Bilah Papan Dengan Kotak Resonator………..…..114

4.5.3.3 Pembuatan Kaki Penyangga……….…………115

4.5.3.3.1 Memilih Bilah Papan (lais) dan Tiang Kayu (broti) ……….……..116

(13)

4.5.3.3.3 Memotong Bilah Papan dan Tiang Papan…...117

4.5.3.3.4 Menghaluskan Permukaan Bilah Papan Dan Tiang Papan………...…..117

4.5.3.3.5 Membentuk Kaki Penyangga……….….118

4.5.3.3.6 Membuat Silang Empat………...………118

4.5.3.3.7 Membuat Tiang Kaki Penyangga………120

4.5.3.3.8 Membuat Bidang Penyangga Kotak………...121

4.5.4 Tahap Penyempurnaan……….……….122

4.5.5 Ornamentasi………..…………123

4.6 Proses Belajar………..……….…….…..126

4.6.1 Marguru………..……….….126

4.6.2 Marsiajar………...128

4.6.3 Pengajaran Melalui Bidang Akademis…….………...….128

4.7 Teknik Permainan……….………..……130

4.10 Sistem Pelarasa Garantung Batak Toba…………...……….137

4.11 Wilayah Nada………143

4.12 Karakteristik Bunyi Garantung……….………145

4.13 Perawatan Garantung………145

(14)

BAB V : PENUTUP………...147

5.1 Rangkuman………147

5.2 Kesimpulan………152

DAFTAR PUSTAKA……….156

DAFTAR INFORMAN……….158

(15)

DAFTAR TABEL

Tabel 1 : Jumlah Penduduk Kota Medan Berdasarkan Suku

Hasil Sensus Penduduk Tahun 2000………...23

Table 2 : Jumlah penduduk menurut etnis di Kelurahan Helvetia Timur, tahun 2008………26

Tabel 3 : Klasifikasi instrumen musik garantung...84

Tabel 4 : Ukuran yang terdapat pada bilah-bilah garantung F Mayor...89

Tabel 5 : Tahapan pekerjaan dalam pembuatan garantung………..106

(16)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 : Keempat anak dari Junihar Sitohang………...………53

Gambar 2 : Junihar bermain musik tradisional Batak Toba bersama Ardo dan Chesi ………57

Gambar 3 : Bagian-Bagian Garantung...85

Gambar 4 : Bagian-bagian dari stick garantung (palu-palu)...87

Gambar 5 : Susunan bilah garantung...88

Gambar 6 : Ukuran bagian-bagian kotak resonator (tampak depan)………..90

Gambar 7 : Ukuran bagian-bagian kotak resonator (tampak belakang)…….90

Gambar 8 : Ukuran bagian bawah (laman) dari kotak resonator………91

Gambar 9 : Ukuran bagian kotak resonator tampak atas………91

Gambar 10 : Ukuran bagian sisi luar dari kotak resonator………...91

Gambar 11 : Ukuran bagian sisi dalam dari kotak resonator………....92

Gambar 12 : Ukuran bagian-bagian pat (kaki penyangga)………...92

Gambar 13 : Ukuran dari bagian atas pat (kaki penyangga)………93

Gambar 14 : Ukuran dari bagian-bagian alas kaki ………..93

Gambar 15 : Ukuran kaki penyangga tampak samping………93

Gambar 16 : Ukuran kaki penyangga tampak belakang………...94

Gambar 17 : Ukuran dari bagian-bagian stik (palu-palu)……….94

Gambar 18 : Pohon dadap (hau recce) Egrythina Sp………...96

Gambar19 : Papan kayu………...97

Gambar 20 : Beberapa jenis bilah papan………..98

Gambar 21 : Paku……….98

Gambar 22 : Lem kayu……….99

Gambar 23 : Kapak kayu………100

Gambar 24 : Kapak siku (takke-takke)………100

Gambar 25 : Gergaji………100

Gambar 26 : Ketam kayu dan Ketam kupu-kupu………...101

Gambar 27 : Palu dan Martil……….……..101

Gambar 28 : Kertas pasir………102

(17)

Gambar 30 : Beberapa jenis Pisau ukir……….…………..103

Gambar 31 : Parang………103

Gambar 32 : Pahat………...104

Gambar 33 : Kuas………...104

Gambar 34 : Kikir………...105

Gamba 35 : Penggaris dan Penggaris siku………105

Gambar 36 : Menebang pohon………107

Gambar 37 : Mengurangi ketebalan bilah…….………..109

Gambar 46 : Mengukur papan………111

Gambar 47 : Memotong papan………...112

Gambar 48 : Merapikan (menghaluskan) permukaan papan/kayu………….112

Gambar 49 : Menyatukan tiap potongan papan dengan paku……….113

Gambar 50 : Mengukur bilah papan (lais)………..114

Gambar 51 : Memotong bilah papan (lais)……….114

Gambar 52 : Pemasangan lais pada sisi-sisi bagian bawah dalam kotak……115

Gambar 53 : Pemasangan gagang………...115

Gambar 54 : Pemasangan lais pada sisi-sisi kiri dan kanan sebelah dalam atas kotak resonator…….……..……….115

Gambar 55 : Kotak resonator garantung……….115

Gambar 56 : Mengukur bilah papan (lais)………..117

Gambar 57 : Mengukur tiang papan (broti)………117

Gambar 58 : Pemotongan bilah papan……….………...117

(18)

Gambar 60 : Menghaluskan/merapikan bilah papan dan tiang papan………118

Gambar 61 : Membentuk bidang pengait………...119

Gambar 62 : Memahat bidang pengait………119

Gambar 63 : Memahat persilangan……….119

Gambar 64 : Bilah yang siap disilangkan………...119

Gambar 65 : Pengolesan lem………..119

Gambar 73 : Menempelkan bidang penyangga kotak pada tiang kaki……...121

Gambar 74 : Bidang penyangga kotak resonator………122

Gambar 75 : Hasil………...122

Gambar 76 : Mewarnai garantung……….….123

Gambar 77 : Gambar motif gorga……….……..124

Gambar 78 : Mengukir Gorga………125

Gambar 79 : Hasil gorga setelah disatukan dengan kotak resonator………..125

Gambar 80 : Hasil gorga setelah disatukan dengan kaki penyangga………..125

Gambar 81 : Garantung dimainkan dalam posisi duduk ……….. 133

Gambar 82 : Garantung dimainkan dengan pemain berdiri dengan Garantung digantung di tubuh pemainnya………134

Gambar 83 : Garantung dimainkan dengan pemain berdiri dengan garantung yang juga berdiri menggunakan kaki penyangga(pat)….……...134

Gambar 84 : Tali yang dikaitkan pada jari saat memegang stik ……...……135

Gambar 85 : Memukul bilah ……….…………...…..135

Gambar 86 : Susunan nada garantung 8 bilah………... 137

(19)

Gambar 88 : Bagian-bagian Posisi pada Bilah Garantung ………..138 Gambar 89 : Pengikisan pada bagian belakang/bawah dari ujung bilah

garantung yang meruncing ……….………..……....139

Gambar 90 : Pengikisan pada bagian sisi kiri dari ujung bilah garantung

yang meruncing ………...………..139 Gambar 91 : Pengikisan pada bagian sisi kanan dari ujung bilah garantung yang

meruncing ………...………..140

Gambar 92 : Pengikisan pada bagian depan/atas dari ujung bilah garantung yang meruncing ………..……..140

Gambar 93 : Memotong ujung bagian depan bilah garantung………140 Gambar 94 : Pengikisan pada bagian belakang/bawah dari bilah

garantung ……….……..………141 Gambar 95 : Mengaitkan tali penyambung bilah pada kotak resonator…….141 Gambar 96 : Satu set garantung 11 bilah diatonik……….……….142 Gambar 97 : Garantung setelah diletakkan pada kaki (pat) kaki

(20)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Batak Toba adalah salah satu etnis yang terdapat di Sumatera Utara. Etnis

Batak Toba termasuk dalam Sub Etnis Batak, yang diantaranya adalah, Karo, Pakpak, Simalungun, Toba, Mandailing, Angkola1

Bagi etnis Batak Toba, musik menjadi sebuah kebutuhan yang banyak digunakan untuk tujuan hiburan, ritual, upacara adat, dan juga upacara keagamaan,

maka terdapatlah dua buah ensambel

. Etnis Batak Toba memiliki budaya yang diwariskan dari leluhurnya secara turun-temurun. Salah satu bentuk

dari kebudayaan itu adalah kesenian. Kesenian pada Etnis Batak Toba sangat banyak, diantaranya adalah seni tekstil, seni tari, seni ukir, seni patung dan juga

seni musik.

Dalam tulisan ini, penulis lebih berfokus untuk mengkaji aspek musik dari etnis Batak Toba saja.

2

musik pada Etnis Batak Toba, yang mendukung untuk kebutuhan tersebut, ensambel tersebut antara lain , ensambel

Gondang Sabangunan3, dan Gondang Hasapi4

1

Payung Bangun 1980 : 95-142

2

Ensambel/Ansambel (Kamus Musik M. Soeharto, 1992 : 4) dalam bahasa prancis adalah kelompok kegiatan seni musik, dengan jenis kegiatan seperti tercantum dalam sebutannya. Biasanya tampil sebagai kerjasama pesertanya dibawah pimpinan seorang pelatih

3

Lihat BAB II Halaman 39

4

Lihat BAB II Halaman 38

, (Rithaony Hutajulu, Irwansyah

(21)

Tilhang Gultom pada tahun 19825

Pada ensambel gondang hasapi terdapat beberapa instrumen musik yang terdiri dari, sarune etek, hasapi doal, hasapi ende, garantung, dan hesek. Pada

perkembangannya terdapat pula penambahan instrumen musik lain berupa sulim, dan odap. Yang merupakan salah satu versi lain yang biasa disebut dengan

Uning-uningan.

, ansambel gondang hasapi juga biasa disebut dengan Uning-uningan.

6

Garantung adalah sebuah instrumen7 musik yang tergolong dalam klasifikasi alat musik idiofon,8 adalah sebuah instrumen melodik yang terbuat dari kayu, terdiri

dari bilah-bilah kayu yang ditala sesuai tangga nada diatonis,9 yang termasuk dalam

xilofon10. Pada awalnya garantung hanya terdiri dari lima bilah saja dengan

penalaan lima nada, yang dahulunya biasa disebut dengan istilah nang, ning, nung,

neng, nong,11

5

Lihat Rhitaony Hutajulu (1988 : 24)

6

Salah satu versi hasil wawancara dengan Bapak Marsius Sitohang, Dosen praktek musik tradisional Batak Toba, di Departemen Etnomusikologi USU, Medan. Tanggal 4 september 2009.

7

Instrument (Kamus Musik M. Soeharto, 1992 : 54) dalam bahasa inggris, yaitu alat musik yang digolongkan berdasarkan cara memakainya.

8

Idiophone adalah jenis alat musik yang menghasilkan bunyi dengan cara menggetarkan alat tersebut.

kemudian berkembang menjadi delapan bilah sesuai dengan tangga

nada diatonis. Bilah-bilah kayu tersebut dikaitkan dengan tali, kemudian

digantungkan pada kayu penyangga di kedua ujungnya. Kayu penyangga ini diberi kotak persegi empat di bawahnya yang berfungsi sebagai kotak resonator.

9

Konsep diatonis yang terdapat dalam hal ini adalah merupakan konsep yang Aproksimatif, atau diperkirakan sama dengan konsep diatonis.

10

Xilo (kayu) fone (suara/bunyi) yang artinya adalah kayu atau bilah kayu yang bersuara, ( www.wilkipedia.com)

11

(22)

bilah tersebut disusun dari nada yang paling rendah di sebelah kanan sampai nada paling tinggi di sebelah kiri secara berurutan.

Instrumen musik ini biasanya dimainkan oleh pemainnya dengan posisi duduk dengan menggunakan dua buah stick pemukul (palu-palu) dan dipukulkan

pada bilah-bilah tersebut untuk menghasilkan nada-nada yang sesuai dengan nada yang dibutuhkan, namun pada perkembangannya ada juga yang dimainkan dengan posisi pemain berdiri dengan mengaitkan garantung di tubuh pemainnya, tepatnya di

pundak pemainnya, seperti layaknya pemain marching band yang memangku drumnya.

Fungsi garantung cukup beragam, sebagai instrumen tunggal, dahulunya

garantung sering dimainkan oleh seorang ibu hamil, agar kelak anaknya lahir dalam

keadaan sehat.12

Repertoar yang dimainkan sangat beragam mulai dari repertoar gondang

Batak seperti Gondang

Sebagai instrumen melodik, garantung memainkan melodi yang sama (heterofoni) dengan instrumen melodik lainnya seperti sulim, sarune etek, dan

hasapi ende, dalam salah satu versi uning-uningan Batak Toba, namun

masing-masing alat dapat mengembangkan pola dasar garis melodi dengan variasi dan ornamentasi nada yang lebih bebas berdasarkan ekspresi dan karakter

masing-masing instrumen dan pemainnya. (Rithaony Hutajulu, Irwansyah Harahap 2005 : 69).

13

12

Abraham Sitompul (Harian Global) www. Silaban brotherhood.com

13

Gondang dalam hal ini adalah, nama atau judul repertoar musik Batak Toba

(23)

lainnya, dan juga sering dipertunjukkan pada acara hiburan masyarakat. Dan pada tradisi kesenian opera Batak, garantung juga berfungsi mengiringi

nyanyian-nyanyian yang dibawakan dalam pertunjukan opera Batak tersebut, seperti lagu

supir motor, piknik-piknik celana jengki, habang birrit-birrit.

Pada perkembangannya dimasa sekarang ini garantung sering juga

digabungkan dengan instrumen musik modern seperti gitar elektrik, gitar bass,

keyboard, drum set, trompet, saxophone, trombone atau disebut juga ensambel

Musik Tiup,14 yang sering dimainkan dalam pertunjukan yang bersifat hiburan, juga dalam upacara adat seperti upacara pernikahan, dan upacara meninggal dunia (ulaon

saur matua)15

Sebagai seorang pembuat garantung, beliau termasuk seorang pembuat

garantung yang memiliki kreativitas tinggi, dapat kita ketahui dari garantung buatannya yang memiliki modifikasi yang baru jika dibandingkan dengan garantung

yang terdahulu. .

Bapak Junihar Sitohang merupakan seorang pembuat instrumen musik

garantung yang juga piawai dalam memainkan instrumen-instrumen musik Batak Toba lainnya.

16

Garantung buatan beliau terdiri dari sebelas bilah dan menggunakan sistem penalaan diatonis, pada ujung sebelah kanan adalah nada paling rendah yaitu nada

sol (5,)

17

14

Penulis adalah seorang personil (pemain musik) dari sebuah grup musik tiup di kota Medan.

15

Lihat BAB III hal 43

16

Garantung dengan 5 bilah dan 8 bilah dan dimainkan dalam posisi duduk.

17

Bukan nada G, melainkan nada sol yang terdapat pada setiap tangga nada yang terdapat pada garantung buatan Junihar Sitohang.

(24)

Mayor, E Mayor, Es Mayor, D Mayor, G Mayor, A Mayor,18

Beliau adalah orang pertama di kota Medan yang membuat garantung dengan

bentuk demikian yang dimulai pembuatannya sekitar tahun 1994

yang memungkinkan garantung tersebut dapat dimainkan dengan instrumen musik lainnya dengan

beragam variasi tangga nada.

Salah satu hal yang menjadi ciri dan keistimewaan dari garantung buatan

bapak Junihar ini adalah, dimana sistem penalaan bilah-bilahnya sudah sesuai dengan sistem diatonis musik barat karena sistem pelarasannya yang sudah disesuaikan dengan instrumen musik barat seperti piano, saxophone juga dengan

garpu tala. Hal ini membuat garantung buatan bapak Junihar tersebut sering dan mampu dimainkan bersama dengan beberapa instrumen musik barat, seperti, guitar,

keyboard, guitar bass, dan beberapa instrumen musik tradisional (di luar instrumen

musik Batak Toba) lain nya.

19

Dengan susunan sebelas bilah ini, semakin memungkinkan untuk memainkan

repertoar-repertoar musik Batak Toba dengan mudah, dikarenakan jangkauan (range) nada tersebutlah yang sering digunakan dalam setiap garapan repertoar musik Batak Toba, dan juga memudahkan dalam memainkan repertoar musik Pop

Batak dan juga lagu rohani Kristen Batak seperti lagu dekke jurung-jurung, anak

tading maetek, marsulu-sulu bintang, tumba goreng, dan beberapa lagu lainnya, dan

lagu arbab, tole endehon, nang humuntal pe robean, marolop-olop tondikki, dan beberapa lagu lainnya untuk jenis lagu Rohani Kristen Batak.

.

20

18

Penulis telah menyesuaikan sendiri dengan garpu tala, dan juga hasil wawancara dengan Bapak Junihar Sitohang. Pada tanggal 14 september 2009.

19

Wawancara tanggal 14 september 2009

20

(25)

Jika dikaji dari segi teknik permainan, terdapat 3 jenis teknik permainan yang terdapat pada garantung, mangarapat dan manganak-anaki dan sejak kemunculan

garantung buatan Junihar ini maka muncullah sebuah teknik permainan baru dalam bermain garantung yang disebut denga teknik polyphonic, merupakan sebuah teknik

permainan yeng memainkan pola accord pada garantung. Biasanya teknik ini dimainkan bersama-sama oleh lebih dari satu buah garantung, dimana tangan kanan dan kiri memukul bilah dengan serentak dan dengan pola ritem yang sama.

Selain itu beliau juga membuat sebuah stand (kaki penyangga) yang sangat memungkinkan untuk garantung bisa dimainkan dalam posisi berdiri, stand tersebut

juga dapat dilepaskan dari badan garantungnya, sehingga sangat efisien untuk memindah-mindahkan atau menaruh garantung pada posisi yang kita inginkan pada saat memainkan atau saat menyimpannya.

Ornamentasi garantung buatan bapak Junihar Sitohang ini mengambil motif

gorga yaitu salah satu bentuk seni ukir atau seni lukis yang terdapat pada etnis Batak

Toba, ornamentasi tersebut diukir (di lottik) sedemikian rupa pada kotak resonator garantung tersebut, dan diberi warna merah, hitam, dan putih, yang dipercayai memiliki pemaknaan khusus bagi masyarakat Batak Toba, pemaknaan tersebut

adalah, merah yang melambangkan keberanian, hitam yang melambangkan kepolosan, dan putih yang melambangkan kesucian. Ketiga warna ini juga

merupakan perlambangan dari debata natolu dan dalihan natolu21

Dalam proses pembuatannya, bapak Junihar Sitohang masih tetap

menggunakan alat-alat yang masih tergolong sederhana, yakni berupa martil (palu),

,dan pada stand

(kaki penyangga) garantung tersebut juga menggunakan motif gorga.

21

(26)

kapak, gergaji, pahat, ketam, kuas, parang, belati, paku, dan bahan-bahan yang juga sederhana yaitu, papan, kayu, tali, cat minyak (pewarna) dan lem kayu. Proses

pembuatannya tergolong sederhana, karena hanya menggunakan tenaga manusia, tanpa bantuan mesin.

Garantung buatan beliau juga sudah sangat banyak diproduksi, selain tersebar di kota Medan, terdapat juga dibeberapa daerah di Sumatera Utara seperti: Kapubaten Humbang Hasundutan, Kabupaten Samosir dan Kabupaten Toba

Samosir, bahkan keluar provinsi Sumatra Utara, seperti Jakarta, Bandung, Makasar, Pekan Baru, Batam dan Jambi, dan bahkan juga sampai ke luar negeri seperti

Australia, Belanda dan Malaysia22

Garantung buatan bapak Junihar Sitohang ini pun telah banyak digunakan oleh beberapa grup musik maupun kelompok kesenian dan beberapa gereja yang

terdepat di kota Medan, beberapa diantaranya adalah, Sumatera Indental Etnik, Neo

Tradisional Art, Etno Voice Star, Artdo Music, Tapitola Grup. Dan beberapa gereja

di kota Medan antara lain, GKPI Sriwijaya Medan, HKBP Cinta Damai Medan, dan beberapa gereja lainnya.

23

22

Wawancara tgl 10 september 2009

23

Wawancara tgl 11 september 2009

Selain itu garantung buatan beliau juga banyak terdapat dibeberapa lembaga pendidikan musik di kota Medan seperti di jurusan Seni Musik

Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Medan, SMK 11 (SMM) Medan, dan Jurusan Seni Musik, Fakultas Bahasa dan Seni Universitas HKBP Nomensen

(27)

Terdapat banyak upacara maupun kegiatan adat masyarakat Batak di kota Medan yang selalu melibatkan musik tradisional dalam pelaksanaanya seperti

upacara pernikahan dan upacara meninggal dunia (ulaon na monding saur matua). Sehingga membuat keberadaan musik tradisional di kota Medan tetap bertahan dan

dilestariakan begitu juga dengan garantung yang kerap digunakan dalam setiap penyajian musik tradisional Batak Toba di kota Medan.

Sampai sekarang garantung masih dipergunakan sebagai instrumen musik

dalam kegiatan yang berhubungan dengan musik pada masyarakat Batak Toba, khususnya di kota Medan. Tidak hanya dalam hal penggunaan, pembuatan

garantung oleh bapak Junihar Sitohang pun masih berlangsung sampai saat ini di kota Medan.

Dari uraian latar belakang masalah di atas, maka penulis tertarik untuk

meneliti, mengkaji, serta menuliskannya dalam sebuah tulisan ilmiah dengan judul:

“Kajian Organologis Garantung Buatan Bapak Junihar Sitohang di

Kelurahan Helvetia Timur, Kecamatan Helvetia Kota Medan”

1.2 Pokok Permasalahan

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah penulis kemukakan

sebelumnya, maka pokok permasalahan yang menjadi topik bahasan dalam tulisan ini adalah :

(28)

2. Bagaimana teknik permainan garantung sebelas bilah buatan bapak Junihar Sitohang sebagai instrumen pembawa melodi.

3. Bagaimana keberadaan (eksistensi) dan fungsi garantung buatan bapak Junihar Sitohang pada masyarakat Batak Toba di Kota Medan

1.3Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.3.1 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian terhadap garantung Batak Toba adalah:

1. Untuk mengetahui proses dan teknik pembuatan garantung di Kelurahan

Helvetia Timur, Kecamatan Helvetia, Kota Medan.

2. Untuk menganalisa organologi serta teknik permainan garantung buatan bapak Junihar Sitohang sebagai instrumen pembawa melodi.

3. Untuk mengetahui keberadaan (eksistensi) dan fungsi garantung Batak Toba buatan bapak Junihar Sitohang pada masyarakat Batak Toba di Kota

Medan.

1.3.2 Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah :

1. Sebagai bahan dokumentasi untuk menambah referensi mengenai

garantung di Departemen Etnomusikologi, Fakultas Sastra, Universitas Sumatra Utara.

2. Sebagai bahan masukan dan perbandingan bagi penelitian yang berkaitan

(29)

3. Sebagai suatu proses pengaplikasian ilmu yang diperoleh penulis selama perkuliahan di Departemen Etnomusikologi.

4. Sebagai suatu upaya untuk memelihara dan melestarikan musik tradisional daerah sebagai bagian dari budaya Nasional.

5. Untuk memenuhi syarat ujian untuk mendapatkan gelar Sarjana di Departemen Etnomusikologi Fakultas Sastra USU.

1.4Konsep dan Teori yang Digunakan 1.4.1 Konsep yang Digunakan

Konsep merupakan rancangan ide atau pengertian yang diabstrakkan dari

peristiwa kongkrit (Kamus besar bahasa Indonesia, Balai Pustaka, 1991 : 431)

Kajian merupakan kata jadian dari kata ”kaji” yang berarti mengkaji, mempelajari, memeriksa, mempertimbangkan secara matang, dan mendalami. Dari

keterangan di atas dapat diketahui bahwa pengertian kata ”kajian” dalam hal ini adalah suatu penelitian atas pemeriksaan yang dilakukan dengan teliti. (Badudu.

1982 : 132).

Sedangkan organologi merupakan ilmu tentang instrumen musik (alat musik) yang seharusnya tidak hanya mencakup sejarah dan deskripsi instrumen saja, tetapi

juga sama pentingnya, walaupun sebagai aspek yang terabaikan dalam ”ilmu” instrumen musik, seperi teknik-teknik tertentu dalam memainkan, fungsi secara

musik, hiasan (yang dibedakan dari konstruksi) dan berbagai pendekatan tentang sosial budaya. (Hood, 1982 : 124)

Dari kedua konsep di atas, dapat disimpulkan bahwa kajian organologis

(30)

Helvetia, Kota Medan, adalah penelitian secara mendalam mengenai sejarah dan deskripsi instrumen, juga mengenai teknik-teknik pembuatan, cara memainkan, dan

fungsi dari instrumen garantung buatan bapak Junihar Sitohang tersebut.

Garantung adalah instrumen yang dalam ansambel gondang hasapi berperan

sebagai pembawa melodi atau dapat juga berperan sebagai pembawa ritme (ostinato

konstan atau variatif)24

Garantung merupakan instrumen musik Batak Toba, yang memiliki banyak

perubahan dalam bentuk instrumen dan jumlah bilah, dan juga posisi permainan, yang dahulunya adalah lima bilah saja, dan sejak adanya opera Batak menjadi delapan bilah, juga biasanya dimainkan pada posisi duduk, namun ada juga yang

dimainkan pada posisi berdiri, dan juga yang dahulunya hanya berupa bilah-bilah kayu yang digantungkan pada kaki penyangga, namun sekarang telah ada yang

digantungkan pada penyangga yang berupa kotak resonator.

, mengawali tempo lagu, mengikuti secara pararel atau hanya memberikan aksentuasi ritmis dari permainan sarune etek. (Rythaoni

Hutajulu, Irwansyah Harahap, 2005 : 48)

25

Garantung buatan beliau memiliki ciri khusus dimana sudah terdapat modifikasi dari bentuk garantung yang sebelumnya antara lain, bilah-bilah dari garantung buatan beliau terdiri dari sebelas bilah, yang memiliki penalaan diatonis,

Bapak Junihar Sitohang adalah seorang pembuat alat musik Batak Toba, yang sangat giat dalam proses kreativitasnya sebagai pembuat alat musik, khususnya

alat musik garantung, selain membuat alat musik beliau juga mahir dalam bermain musik khusunya memainkan instrumen musik Batak Toba.

24

Adalah sebuah yang sama (Kamus musik. M Soeharto, 1992 : 92 dan 93)

25

(31)

posisi memainkanpun bisa dilakukan dalam posisi berdiri maupun posisi duduk, hal ini didukung dengan dibuatnya semacam stand (kaki penyangga) pada garantung

buatannya yang bisa dilepas dan dipasang sesuai keinginan penggunanya, hal ini belum pernah ditemukan pada garantung sebelumnya, dan banyak ciri lain yang

berupa bentuk resonator, motif dan ornamentasi, juga pewarnaan, dan tetap mempertahankan mempergunakan alat-alat dan bahan-bahan yang sederhana.26

1.4.2 Teori yang Digunakan

Berdasarkan konsep-konsep di atas, maka dalam tulisan ini penulis mengkaji

mengenai proses pembuatan instrumen garantung Batak Toba, termasuk juga teknik pembuatan, proses pembuatannya, oleh bapak Junihar Sitohang, di Kelurahan

Helvetia Timur, Kecamatan Helvetia, Kota Medan, juga mengenai teknik-teknik dalam memainkan, fungsi musik, ornamentasi (hiasan yang dibedakan dengan konstruksi), dan beberapa pendekatan sosial budayanya.

Teori merupakan landasan pendapat yang dikemukakan mengenai suatu peristiwa. (Kamus besar bahasa Indonesia, Balai Pustaka, 1991 : 1041). Sesuai dengan permasalahan yang akan dibahas dalam skripsi ini, maka penulis

menggunakan beberapa landasan teori yang berkaitan (relevan) dengan tulisan ini. Berdasarkan Kamus besar bahasa Indonesia, Balai Pustaka, 1991 : 253,

”Eksistensi artinya keberadaan”. Hal ini berkaitan juga dengan eksistensi (keberadaan) garantung pada etnis Batak Toba dalam hal ini yang berada di kota Medan. Teori ini digunakan untuk membahas mengenai keberadaan dan eksistensi

garantung yang terdapat di kota Medan.

26

(32)

Dalam tulisan ini, penulis juga membahas tentang pendeskripsian alat musik garantung, maka dalam hal ini penulis mengacu pada teori yang dikemukakan oleh

Susumu Khasima (1978 : 74), yaitu:

” Dua pendekatan yang dapat dilakukan untuk membahas alat musik, yakni pendekatan struktural dan fungsional. Secara struktural yaitu; aspek fisik instrumen musik, pengamatan, mengukur, merekam, serta menggambar bentuk instrumen, ukurannya, konstruksinya, dan bahan yang dipakai. Dan secara fungsional, yaitu : fungsi instrumen sebagai alat untuk memproduksi suara, meneliti, melakukan pengukuran dan mencatat metode, memainkan instrumen, penggunaan bunyi yang diproduksi, ( dalam kaitannya dengan komposisi musik) dan kekuatan suara”

Teori ini digunakan untuk membahas mengenani kajian struktural dan kajian

fungsional dari garantung Batak Toba buatan Junihar Sitohang.

Untuk mengetahui sistem permainan atau teknik permainan garantung oleh bapak Junihar maka penulis menggunakan dua pendekatan yang dikemukakan oleh

Nettl (1963 : 98) yaitu:

” Kita dapat menganalisis dan mendeskripsikan musik dari apa yang kita dengar, dan kita dapat menuliskan musik tersebut di atas kertas dan mendeskripsikan apa yang kita lihat”

Selanjutnya Charles Seeger juga mengemukakan dalam Nettl (1964 : 100) yaitu :

” Ada dua tujuan musikal yaitu secara perspektif dan deskriptif . Secara ringkas diterangkan bahwa perspektif dapat disebut sebagai notasi yang tidak lebih dari untuk membantu pemain mengingat terhadap musik pada saat pertunjukan. Sedangkan deskriptif adalah notasi yang menuliskan semua karakter musikal secara rinci dari suatu komposisi musik yang diperdengarkan.”

Teori ini digunakan untuk membahas tenik permainan yang terdapat pada garantung Batak Toba.

(33)

”Sistem pengklasifikasian alat musik berdasarkan sumber penggetar utama bunyinya. Sistem klasifikasi ini terbagi menjadi empat bagian yaitu:

Idiofon, penggetar utama bunyinya adalah badan dari alat musik itu sendiri, Aerofon, penggetar utama bunyinya adalah udara, Membranofon, penggetar

utama bunyinya adalah kulit atau membran, Kordofon, penggetar utama bunyinya adalah senar atau dawai.

Mengacu pada teori tersebut, maka garantung Batak Toba adalah instrumen musik idiofon yang terdiri dari bilah-bilah kayu yang dibunyikan dengan dipukul dengan stick pemukul (palu-palu) sebagai sumber bunyinya.

Dalam tulisan ini juga dibahas mengenai perubahan atau modifikasi garantung buatan bapak Junihar Sitohang yang memiliki jumlah bilah dan bentuk

juga yang berbeda dengan garantung sebelumnya dikarenakan jenis repertoar yang dibawakan, yang adalah pengaruh dari musik pop Batak Toba, dan musik rohani Batak Toba, maka penulis mengacu pada teori yang dikemukakan oleh

Koentjaraningrat (1967 : 247), yaitu :

”Akulturasi adalah proses sosial yang timbul bila suatu kelompok manusia dengan suatu kebudayaan tertentu dihadapkan dengan unsur dari suatu kebudayaan asing dengan sedemikian rupa, sehingga unsur-unsur kebudayaan asing itu lambat laun diterima dan diolah ke dalam kebudayaan sendiri tanpa menyebabkan hilangnya kepribadian kebudayaan itu sendiri.”

Teori ini digunakan untuk membahas mengenai perubahan bentuk garantung baik

dari segi jumlah bilah, posisi memainkan dan bentuk-bentuk lainnya.

Proses penyebaran manusia yang membawa unsur kebudayaan, dalam hal ini

(34)

difusi. Penulis mengacu pada teori difusi yang dikemukakan oleh Koentjaraningrat

(1967:244), yaitu:

”Difusi adalah penyebaran dan migrasi kelompok manusia di muka Bumi, turut pula tersebar unsur-unsur kebudayaan ke seluruh penjuru dunia”. Teori ini digunakan untuk membahas masalah pengaruh masuknay pengaruh agama

kristen protestan juga masuknya pengaruh musik pop barat yang turut mempengaruhi perubahan yang terjadi pada garantung.

1.5 Metode Penelitian

Metode adalah cara kerja untuk dapat memahami objek yang menjadi sasaran

ilmu yang bersangkutan, (Koentjaraningrat 1997 : 16). Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode penelitian kualitatif untuk memahami permasalahan yang terdapat dalam pembuatan garantung oleh bapak Junihar Sitohang.

Penulis juga menerapkan penelitian kualitatif, yaitu : Tahap sebelum ke lapangan (pra lapangan), Tahap kerja lapangan, Analisis data, Penulisan laporan.

(Maleong, 2002 : 109). Di samping itu, untuk mendukung metode penelitian yang dikemukakan oleh Moleong, penulis juga menggunakan metode penelitian lainnya, yaitu: disiplin lapangan (field) dan disiplin laboratorium (laboratory discipline).

Hasil dari kedua disiplin ini kemudian digabungkan menjadi satu hasil akhir (a final

study), (Meriam, 1964 : 37).

Untuk memperoleh data dan keterangan yang dibutuhkan dalam penulisan ini, penulis menggunakan Metode Pengumpulan Data, umumnya ada dua macam, yakni: Menggunakan daftar pertanyaan (questionnaires), Menggunakan wawancara

(35)

Untuk melengkapi pengumpulan data dengan daftar pertanyaan maupun wawancara tersebut dapat pula digunakan pengamatan (Observation) dan

penggunaan catatan harian, ( Djarwanto, 1984 : 25 ). 1.5.1 Studi Kepustakaan

Pada tahap sebelum ke lapangan (pra-lapangan), dan sebelum mengerjakan penelitian, penulis terlebih dahulu mencari dan membaca serta mempelajari buku-buku, tulisan-tulisan ilmiah, literatur, majalah, situs internet dan catatan-catatan

yang berkaitan dengan objek penelitian.

Studi pustaka ini diperlukan untuk mendapatkan konsep-konsep dan teori

juga informasi yang dapat digunakan sebagai pendukung penelitian pada saat melakukan penelitian dan penulisan skripsi ini.

1.5.2 Kerja Lapangan

Menurut Harja W. Bachtiar (1985 : 108), bahwa pengumpulan data

dilakukan melalui kerja lapangan (field work) dengan menggunakan teknik observasi untuk melihat, mengamati objek penelitian dengan tujuan mendapatkan informasi-informasi yang dibutuhkan.

Dalam hal ini, penulis juga langsung melakukan observasi langsung ke lokasi penelitian yang telah diketahui sebelumnya, dan langsung melakukan wawancara

bebas dan juga wawancara mendalam antara penulis dengan informan27

27

Informan : Pihak pemberi informasi

, yaitu dengan mengajukan pertanyaan yang telah dipersiapkan sebelumnya, walaupun saat melakukan penelitian terdapat juga hal-hal baru, yang menjadi bahan pertanyaan

(36)

memperoleh keterangan-keterangan dan data-data yang dibutuhkan dan data yang benar, untuk mendukung proses penelitian.

1.5.2.1 Wawancara

Dalam proses melakukan wawancara penulis beracuan pada metode wawancara yang dikemukakan oleh Koenjaraningrat (1985 : 139), yaitu: Wawancara berfokus (Focused interview), Wawancara bebas (Free interview), Wawancara

sambil lalu (Casual interview). Dalam hal ini penulis terlebih dahulu menyiapkan daftar pertanyaan yang akan ditanyakan saat wawancara, pertanyaan yang penulis

ajukan bisa beralih dari satu topik ke topik lain secara bebas. Sedangkan data yang terkumpul dalam suatu wawancara bebas sangat beraneka ragam, tetapi tetap materinya berkaitan dengan topik penelitian.

Menurut Harja W. Bachtiar (1985 : 155), wawancara adalah untuk mencatat keterangan-keterangan yang dibutuhkan dengan maksud agar data atau keterangan

tidak ada yang hilang.

Untuk pemotretan dan perekaman wawancara penulis menggunakan kamera dan tape recorder bermerk Sony microcassette-Corder M-55. Sedangkan untuk

pengambilan gambar (foto) digunakan kamera digital bermerk Canon x-3s , di samping tulisan atas setiap keterangan yang diberikan oleh informan.

1.5.3 Kerja Laboratorium

Keseluruhan data yang telah terkumpul dari lapangan, selanjutnya diproses

(37)

sistematika penulisan ilmiah. Data-data berupa gambar dan rekaman diteliti kembali sesuai ukuran yang telah ditentukan kemudian dianalisis seperlunya. Semua hasil

pengolahan data tersebut disusun dalam satu laporan hasil penelitian berbentuk skripsi. (Meriam 1995 : 85)

1.5.4 Lokasi Penelitian

Adapun lokasi yang penulis pilih adalah di lokasi yang merupakan tempat tinggal narasumber yaitu bapak Junihar Sitohang, yang bertempat tinggal di jalan

(38)

BAB II

GAMBARAN UMUM MASYARAKAT BATAK TOBA DI KOTA MEDAN DAN BIOGRAFI RINGKAS JUNIHAR SITOHANG SEBAGAI SENIMAN

MUSIK TRADISIONAL BATAK TOBA

Pada Bab ini, penulis akan membahas tentang gambaran singkat mengenai lokasi penelitian juga mengenai riwayat hidup bapak Junihar Sitohang, terutama

yang berkaitan dengan peranan beliau sebagai seniman musik tradisioanal Batak Toba di Sumatera Utara khususnya di kota Medan.

Lokasi penelitian yang akan dibahas di sini hanya berupa gambaran singkat mengenai linkungan masyarakat setempat, mata pencaharian dan aspek-aspek lainnya yang dibahas secara ringkas.

Biografi yang akan dibahas di sini hanya berupa biogarfi ringkas, artinya hanya memuat hal-hal umum mengenai kehidupan bapak Junihar Sitohang dimulai

dari masa kecil hingga masa kehidupannya sekarang ini, temasuk pula pengalaman beliau sebagai pemusik tradisional Batak Toba, sebagai pembuat instrumen musik tradisional Batak Toba, dan pengalaman lainnya yang menyangkut peran beliau

sebagai pelatih musik tradisional dan pengalaman berkesenian lainnya.

Biografi yang dibahas di sini sebahagian besar adalah hasil wawancara

dengan bapak Junihar Sitohang, dan juga wawancara dengan saudara-saudara beliau, sahabat-sahabat beliau dan keluarga beliau, dan juga beberapa musisi tradisional dan seniman musik. Hal ini dianggap perlu untuk melengkapi dan menguji keabsahan

(39)

2.1 Gambaran Umum Kota Medan

Dari hasil penelaahan yang dilakukan oleh tim sejarah rekonstruksi kota

Medan, menghasilkan kesimpulan tentang latar belakang historis kota Medan yaitu, bahwa kota Medan didirikan oleh Guru Patimpus Sembiring yang berasal dari etnis

Karo. Setelah melakukan beberapa pertimbangan tentang berdirinya kota Medan, akhirnya disimpulkan bahwa kota Medan berdiri tanggal 1 Juli 1590, maka tanggal 1 Juli dijadikan sebagai hari ulang tahun kota Medan,9 yang dirayakan setiap

tahunnya.28

• Sebelah Timur bebatasan dengan Kecamatan Percut Sei Tuan dan

Tanjung Morawa Kabupaten Deli Serdang.

Keadaan Medan pertama kalinya adalah sebuah perkampungan, yang

berfungsi sebagai tempat pemukiman beberapa orang manusia, dan semakin lama jumlah penduduk yang menempati sekitar perkampungan dan pantai semakin besar, sehingga Medan menjadi sebuah perkampungan yang dihuni oleh beragam etnis.

Kota Medan adalah ibu kota dari provinsi Sumatera Utara, yang terletak pada koordinat antara 2°29’30 - 2°47’30 Lintang Utara dan 98°44’30 Bujur Timur,

dengan luas wilayah mencapai 23,510 Ha. Adapun batas-batas wilayah kota Medan adalah sebagai berikut:

• Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Sunggal Kabupaten

Deli Serdang.

• Sebelah Utara berbatasan dengan Selat Malaka.

(40)

• Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Deli dan Kecamatan

Pancur Batu Kabupaten Deli Serdang.

Berdasarkan informasi yang penulis peroleh dari Badan Pusat Statistik Kota

Medan, secara administratif terdapat dua puluh satu Kecamatan yang ada di kota Medan, antara lain:

1. Kecamatan Medan Johor

2. Kecamatan Medan Denai 3. Kecamatan Medan Amplas

4. Kecamatan Medan Area 5. Kecamatan Medan Kota 6. Kecamatan Medan Maimun 7. Kecamatan Medan Polonia

8. Kecamatan Medan Baru 9. Kecamatan Medan Selayang

10.Kecamatan Medan Sunggal 11.Kecamatan Medan Helvetia 12.Kecamatan Medan Petisah

13.Kecamatan Medan Barat 14.Kecamatan Medan Timur

15.Kecamatan Medan Perjuangan 16.Kecamatan Medan Tembung 17.Kecamatan Medan Deli

(41)

19.Kecamatan Medan Marelan 20.Kecamatan Medan Kota Belawan

21.Kecamatan Medan Tuntungan

Migrasi Batak ke kota khususnya kota Medan, dimulai di tahun 1910 dan

setelah Indonesia merdeka migrasi tersebut tambah besar di tahun 50-an.29

Medan merupakan salah satu kota di Indonesia yang menjadi tujuan perantauan beberapa suku di Indonesia, dan salah satunya adalah suku Batak toba.

Dimana Medan sendiri memiliki penduduk yang heterogen baik dari segi budaya, agama, profesi, dan lain-lain. Masuknya masyarakat Batak Toba ke Kota Medan

juga memberikan keragaman seni dan budaya yang ada di Kota Medan dari budaya tradisi yang dibawa oleh masyarakat Batak Toba itu sendiri.

Masyarakat Batak Toba mendorong kaum muda dan anak-anak mereka

untuk melakukan perantauan dan membawa sesuatu sebagai tanda bahwa mereka telah melakukan perantauan, baik harta maupun pengetahuan yang akan sangat

dihargai oleh penduduk kampungnya. Harta akan digunakan untuk membangun dan memperbaiki rumah-rumah mereka di kampung halaman, membeli tanah sedangkan melalui pengetahuan mereka memberikan pengajaran dan pemikiran-pemikiran

mereka demi kemajuan daerah mereka (www.samosirinfo.com) .

Menurut data statistik Kota Medan tahun 2000, suku Batak Toba di Sumatera

Utara berjumlah 2.948.264 jiwa, seperti yang dapat dilihat pada tabel I berikut ini:

29

(42)

Tabel I

Jumlah Penduduk Kota Medan Berdasarkan Suku Hasil Sensus Penduduk Tahun

2000

Suku Persentase Jumlah Penduduk

Melayu

Sumber : Badan Pendataan Statistik Propinsi Sumatera Utara

Sebagai etnis terbanyak ke 2 di kota Medan, keberadaan masyarakat Batak Toba sangat di kenal di kota Medan, baik dalam hal kebudayaan maupun hal

lainnya, juga memiliki pengaruh yang cukup besar dalam kehidupan masyarakat umum di kota Medan. Hal ini dapat kita lihat dari banyaknya wisma-wisma (tempat

(43)

tempat hiburan yang khusus membawakan lagu-lagu Batak seperti: Batak Song Pub yang terdapat di HDTI (Hotel Danau Toba Internasional), tidak hanya itu,

keberadaan masyarakat Batak Toba di kota Medan juga berpengaruh dibidang pendidikan di kota Medan, hal ini dapat kita ketahui dengan berdirinya sebuah

program studi sastra daerah (sastra Batak) di Universitas Sumatera utara, juga beberapa lembaga pendidikan dibidang musik yang menikutsertakan pelajaran dan pelatihan musik tradisional Batak Toba dalam program akademis mereka, seperti

SMK 11 Medan, jurusan Seni Musik, Fakultas Bahasa dan Seni UNIMED.

Contoh-contoh di atas menjadi sebuah gambaran mengenai pengaruh

keberadaan masyarakat Batak Toba yang cukup dominan di kota Medan.

2.2 Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Medan Helvetia adalah sebuah kecamatan yang terletak di kota Medan. Daerah ini memiliki luas wilayah 15,44 Km² terletak sekitar 30m di atas permukaan

laut, terletak antara 03° - 2’ LU, 62° - 41” LS, 98° - 39’ BT. Kecamatan Medan Helvetia berbatasan dengan:

• Sebelah Utara : Kecamatan Medan Marelan

• Sebelah Selatan : Kecamatan Medan Petisah • Sebelah Barat : Kecamatan Medan Sunggal

• Sebelah Timur :Kecamatan Medan Barat30

Kecamatan Medan Helvetia terdiri dari beberapa kelurahan, antara lain:

30

(44)

• Kelurahan Cinta damai

• Kelurahan Sei Sikambing CII • Kelurahan Dwi Kora

• Kelurahan Helvetia Timur • Kelurahan Helvetia Tengah

• Kelurahan Helvetia

• Kelurahan Tanjung Gusta

Kecamatan Medan Helvetia adalah daerah permukiman, dengan penduduknya berjumlah 142.187 jiwa.31

• Sebelah Utara berbatasan dengan Kelurahan Sei Sikambing 2.2.1 Letak Lokasi Penelitian

Kelurahan Helvetia Timur merupakan tempat tinggal dari bapak Junihar Sitohang, di lokasi tersebutlah Junihar membuka bengkel instrumennya dan hidup

dengan keluarganya, tepatnya di jalan Setia Budi, gang Tape, nomor 5b, Helvetia Timur, Kecamatan Helvetia, Kota Medan.

Berikut ini merupakan gambaran umum mengenai kelurahan Helvetia timur. Kelurahan Helvetia Timur memiliki luas wilayah 1,822 km² atau sekitar 13,57% dari luas Kecamatan Medan Helvetia. Kelurahan Helvetia Timur terdiri dari 13 RW dan

40 RT.

Kelurahan Helvetia Timur berbatasan dengan:

• Sebelah Selatan berbatasan dengan Kelurahan Helvetia

31

(45)

• Sebelah Barat berbatasan dengan Kelurahan Helvetia Tengah

• Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Medan Timur

2.2.2 Penduduk dan Bahasa

Menurut data hasil sensus penduduk tahun 2008, jumlah penduduk di Kelurahan Helvetia Timur mencapai 23.372 jiwa, dengan luas wilayah 1.822 Km², maka kepadatan penduduknya mencapai 12.828 jiwa/km².

Saat ini, Kelurahan Helvetia Timur merupakan suatu wilayah yang sangat heterogen, banyak etnis yang berbaur di kelurahan ini, hal ini menjadikan

terdapatnya beragam kebudayaan yang dibawa oleh masing-masing etnis yang ada di kelurahan ini.

Table 2

Jumlah penduduk menurut etnis di Keluraha Helvetia Timur, tahun 2008

NO Etnis Jumlah

(46)

Hal di atas juga banyak mengakibatkan perbauran kebudayaan dari tiap-tiap etnis yang terdapat di kelurahan tersebut, contohnya dalam hal bahasa, setiap etnis

memiliki bahasa masing-masing, namun tidak jarang dalam hal berkomunikasi mereka saling bertukar bahasa, atau mengikuti bahasa dari yang bukan etnisnya

sendiri, namun sering juga mereka kurang dapat saling mengerti, sehingga dipilihlah untuk menggunakan bahasa persatuan yaitu bahasa Indonesia, namun jika mereka dalam etnis yang sama, maka bahasa asli etnis tersebutlah yang kerap digunakan

dalam berkomunikasi, seperti contoh, ketika masyarakat Batak Toba melaksanakan kegiatan kebaktian agama Kristen di gereja sukunya (HKBP) mereka kerap

menggunakan bahasa Batak sebagai bahasa pengantar selama kebaktian berlangsung.

2.2.3 Sistem Kekrabatan

Ada dua bentuk kekerabatan bagi suku Batak, yakni berdasarkan garis

keturunan (genealogi) dan berdasarkan wilayah pemukiman (teritorial).32

Bentuk kekerabatan berdasarkan garis keturunan (genealogi) terlihat dari

silsilah

terbentuknya suatu tradisi adat-istiadat di setiap wilayah.

Untuk menggambarkan betapa kedua bentuk kekerabatan ini memiliki daya rekat yang sama, ada perumpamaan dalam bahasa Batak Toba yang berbunyi: Jonok

dongan partubu jonokan do dongan parhundul. Artinya, semua orang mengakui

32

(47)

bahwa hubungan garis keturunan adalah sudah pasti dekat, tetapi dalam sistem kekerabatan Batak lebih dekat lagi hubungan karena bermukim di satu wilayah.33

Masyarakat Batak memiliki falsafah, azas sekaligus sebagai struktur dan

sistem dalam kemasyarakatannya yakni Tungku nan Tiga atau dalam Bahasa Batak Toba disebut

Begitu juga dengan masyarakat Batak Toba yang bermukim di kota Medan, kekerabatan mereka menjadi sangat kental, dikarenakan merasa dalam satu wilayah

perantauan yang sama, dan memiliki ikatan yang erat sesama masyarakat Batak Toba, walaupun mereka kebanyakan bukan dari garis keturunan yang sama (semarga), namun kedekatan sesame masyarakat Batak Toba di kota Medan tetap

terjalin dengan sangat baik, hal ini terbukti dari setiap pelaksanaan upacara adat, maupun upacara keagamaan yang dilaksanakan masyarakat Batak Toba di kota

Medan, dimana saat upacara berlangsung maka masyarakat Batak Toba yang ada di wilayah tersebut akan turut berpartisipasi dan menghadiri acara tersebut.

Hula-hula adalah pihak keluarga dari isteri. Hula-hula ini menempati posisi

yang paling dihormati dalam pergaulan dan adat-istiadat Batak (semua sub-suku Batak). Sehingga kepada semua orang Batak dipesankan harus hormat

kepada Hulahula (Somba marhula-hula).

Dongan Tubu disebut juga Dongan Sabutuha adalah saudara laki-laki satu

marga. Arti harfiahnya lahir dari perut yang sama. Mereka ini seperti batang

pohon yang saling berdekatan, saling menopang, walaupun karena saking dekatnya terkadang saling gesek. Namun pertikaian tidak membuat

33

(48)

hubungan satu marga bisa terpisah. Diumpamakan seperti air yang dibelah dengan pisau, kendati dibelah tetapi tetap bersatu. Namun demikian kepada

semua orang Batak (berbudaya Batak) dipesankan harus bijaksana kepada saudara semarga. Diistilahkan, manat mardongan tubu.

Boru adalah pihak keluarga yang mengambil isteri dari suatu marga

(keluarga lain). Boru ini menempati posisi paling rendah sebagai 'parhobas' atau pelayan baik dalam pergaulan sehari-hari maupun (terutama) dalam

setiap upacara adat. Namun walaupun burfungsi sebagai pelayan bukan berarti bisa diperlakukan dengan semena-mena. Melainkan pihak boru harus

diambil hatinya, dibujuk, diistilahkan: elek marboru.

Namun bukan berarti ada kasta dalam sistem kekerabatan Batak. Sistem kekerabatan Dalihan na Tolu adalah bersifak kontekstual. Sesuai konteksnya, semua

masyarakat Batak Toba pasti pernah menjadi Hula-hula, juga sebagai Dongan Tubu, juga sebagai Boru. Jadi setiap orang harus menempatkan posisinya secara kontekstual. Sehingga dalam tata kekerabatan, semua orang Batak harus berperilaku

'raja'. Raja dalam tata kekerabatan Batak Toba bukan berarti orang yang berkuasa, tetapi orang yang berperilaku baik sesuai dengan tata krama dalam sistem

kekerabatan Batak Toba. Maka dalam setiap pembicaraan adat selalu disebut Raja ni

Hulahula, Raia ni Dongan Tubu dan Raja ni Boru. Falsafah tersebut masih berlaku

dan dipegang teguh oleh masyarakat Batak Toba yang tinggal di kota Medan. 34

(49)

2.2.4 Mata Pencaharian

Mata pencaharian masyarakat Batak Toab di kota Medan sangat beragam, disesuaikan dengan keahlian pribadi yang dimiliki oleh seseorang, dan tidak terbatas pada satu bidang saja.

Banyak warga Batak Toba yang bekerja sebagai pedagang, PNS (pegawai negeri sipil), guru, pegawai swasta, seniman dan lain-lain.

Dar hasil wawancara denagn bapak Junihar Sitohang, bahwa beliau sebenarnya selain sebagai seorang seniman juga sebagai seorang pedagang, dikarenakan beliau seing menjual instrumen-instrumen musik tradisional Batak Toba

buatan beliau di kota medan, bahkan sampai keluar negeri.35

Diakui oleh beliau, penghasilan menjadi seorang pemusik di kota Medan

tidaklah mencukupi jika dibanding dengan kebutuhan hidup saat ini, sehingga dengan dibantu penjualan instrumen musik yang dilakukannya sedikit mampu meringankan beban ekonomi keluarganya.36

Sebelum suku Batak Toba menganut agam 2.2.5 Agama dan Kepercayaan

mempunyai sistem kepercayaan dan religi tentang Mulajadi Nabolon yang memiliki kekuasaan di atas langit dan pancaran kekuasaan-Nya terwujud dalam Debata

Natolu.

35

Lihat BAB II halaman 60

36

(50)

Menyangkut jiwa dan roh, suku Batak mengenal tiga konsep, yaitu:

Tondi : adalah jiwa atau roh seseorang yang merupakan kekuatan, oleh

karena itu tondi memberi nyawa kepada manusia. Tondi di dapat sejak seseorang di dalam kandungan.Bila tondi meninggalkan badan seseorang, maka orang tersebut akan sakit atau meninggal, maka diadakan upacara

mangalap (menjemput) tondi dari sombaon yang menawannya.

Sahala : adalah jiwa atau roh kekuatan yang dimiliki seseorang. Semua orang

memiliki tondi, tetapi tidak semua orang memiliki sahala. Sahala sama dengan sumanta, tuah atau kesaktian yang dimiliki para raja atau hula-hula.

Begu : adalah tondi orang telah meninggal, yang tingkah lakunya sama

dengan tingkah laku manusia, hanya muncul pada waktu malam.

Demikianlah religi dan kepercayaan suku Batak yang terdapat dalam pustaha.

Walaupun sudah menganut agama Kristen dan berpendidikan tinggi, namun orang Batak Toba belum mau meninggalkan religi dan kepercayaan yang sudah tertanam

di dalam hati sanubari mereka. Maka terdapatlah beberapa aliran kepercayaan yang terdapat pada masyarakat Batak Toba, antara lain: Parmalim, Parhudamdam,

Parbaringin dan Siraja Bata, yang merupakan aliran kepercayaan (agama suku)

yang masih menolak masuknya agama Kristen ke tanah Batak.37

37

Skripsi sarjana Martogi Sitohang “Sulim Batak Toba: Suatu Kajian dalam Konteks Gondang Hasapi” halaman 30

Disamping aliran kepercayaan (agama suku) tersebut di atas, terdapat juga dua agama besar yang berpengaruh dan dianut oleh masyarakat Batak khususnya Batak Toba, berikut ini

(51)

Masuknya agama islam ke tanah Batak adalah sebagai berikut, Dalam kunjungannya pada tahun 1292,

sebagai orang-orang "liar yang musyrik" dan tidak pernah terpengaruh oleh agama-agama dari luar. Meskipun

1345 dan mengislamkan Sultan Al-Malik Al-Dhahir, masyarakat Batak tidak pernah mengenal Islam sebelum disebarkan oleh pedagang Minangkabau. Bersamaan

dengan usaha dagangnya, banyak pedagang Minangkabau yang melakukan

perkawinan dengan perempuan Batak. Hal ini secara perlahan telah meningkatakan pemeluk Islam di tengah-tengah masyarakat Batak. Pada mas

abad ke-19, pasukan Minangkabau menyerang tanah Batak dan melakukan pengislaman besar-besaran atas masyarakat Mandailing dan Angkola. Namun penyerangan Paderi atas wilayah Toba, tidak dapat mengislamkan masyarakat

tersebut, yang pada akhirnya mereka menganut agam

utara, juga banyak berperan dalam mengislamkan masyarakat Karo, Pakpak, dan

Dairi.38 Jadi dapat disimpulkan pengaruh islam tidak begitu besar bagi masyarakat Batak Toba, karena agama ini hanya berpengaruh kuat di daerah Madailing, Karo, Pak-pak dan Dairi.

Sedangkan masuknya agama Kristen Protestan di tanah Batak terjadi sekitar tahun 1824, ketika itu dua misionaris Baptist asa

Nathaniel Ward berjalan kaki dari hari berjalan, mereka sampai di dataran tingg minggu di pedalaman tersebut. Dari penjelajahan ini, mereka melakukan observasi

dan pengamatan langsung atas kehidupan masyarakat Batak Toba. Pada tahun 1834,

38

(52)

kegiatan ini diikuti oleh Henry Lyman dan Samuel Munson dari Dewan Komisaris Amerika untuk misi luar negeri. Pada tahun 1850, Dewan Injil Belanda

menugaskan

bahasa dan kamus bahasa Batak - Belanda. Hal ini bertujuan untuk memudahkan

misi-misi kelompok Kristen Belanda dan Jerman berbicara dengan masyarakat Toba dan Simalungun yang menjadi sasaran pengkristenan mereka.

Misionaris pertama asa

tahun 1861, dan sebuah misi pengkristenan dijalankan pada tahun 1881 oleh Dr.

diterjemahkan ke bahasa Batak Toba oleh Nommensen pada tahun 1869 dan penerjemahan Kitab Perjanjian Lama diselesaikan oleh P. H. Johannsen pada tahun 1891. Teks terjemahan tersebut dicetak dalam huruf latin di

Menurut H. O. Voorma, terjemahan ini tidak mudah dibaca, agak kaku, dan terdengar aneh dalam bahasa Batak. 39

39

www.samosirinfo.com

Masyarakat Batak Toba dan Karo menyerap agama Kristen dengan cepat, dan pada awal abad ke-20 telah menjadikan Kristen sebagai identitas budaya.

Masyarakat Batak yang terdapat di kota Medan berasal dari daerah-daerah

dan latar belakang suku yang berbeda pula, seperti Batak Toba, Simalungun, Karo, Mandailing dan Pak-pak. Kedatangan mereka juga dibarengi dengan membawa latar

belakang agama dan kepercayaan masing-masing, sehingga di kota Medan saat ini terdapat juga beberapa tempat ibadah yang mencirikan kesukuan, seperti Huria Kristen Batak Protestan (HKBP) adalah merupakan gereja suku Batak Toba yang

(53)

untuk suku-suku lainnya, seperti Gereja Kristen Protestan Simalungun (GKPS), Gereja Batak Karo Protestan (GBKP), dan lain-lain.

Bagi masyarakat Batak Toba, agama Kristen memiliki pengaruh yang besar dalam kehidupan mereka, terlihat dari beberapa upacara adat yang banyak

melibatkan acara atau ritual keagamaan dalam setiap pelaksanaannya, seperti pemberkatan pernikahan yang dilakukan di gereja sebelum melaksanakan upacara adatnya, tidak hanya itu, dalam pelaksanaan upacara adat pernikahan (mangadati)

tersebut, agama Kristen Protestan memiliki peranan penting, dimana saat akan melakukan makan bersama, maka terlebih dahulu dibacakan doa makan secara

Kristen, jika pihak yang mengadakan acara adalah penganut agama Kristen. Juga dalam bidang seni musik, banyak lagu-lagu Kristen Batak yang juga memiliki pengaruh bagi musik tradisional Batak Toba, dimana banyak terdapat repertoar lagu

Kristen yang sering dimainkan dengan menggunakan ansambel musik tradisional Batak Toba, bahkan juga mempengaruhi bentuk dari instrumen musik Batak Toba,

seperti garantung yang menjadi sebelas bilah yang sebelumnya adalah 5 bilah dan 8 bilah, dan repertoar lagu rohani Kristen adalah salah satu faktor yang mempengaruhi

hal tersebut.40

2.2.6 Sistem Kesenian

Menurut Koentjaraningrat (1982:395-397), kesenian merupakan ekspresi manusia terhadap keindahan, dalam kebudayaan suku-suku bangsa yang pada

mulanya bersifat deskriptif. Masyarakat Batak Toba memiliki berbagai macam bentuk kesenian, yaitu seni suara, seni tari, seni rupa dan seni sastra. Seni

40

(54)

suara merupakan suatu bentuk karya seni yang dapat dinikmati manusia melalui pendengaran, seperti seni vokal, seni instrumental, dan seni sastra. Seni vokal yang

berkembang pada masyarakat Batak Toba, yaitu berupa ende mandideng yaitu musik vocal yang berfungsi untuk menidurkan anak, sedangkan seni suara melalui

instrumen ada berupa bunyi atau repertoar musik tradisional yang dimainkan dengan

sulim, hasapi, sarune etek, sarune bolon, garantung, saga-saga, mengmung,

balobat, taganing, ogung dan lain-lain.

Seni sastra terutama sastra lisan, yaitu berupa umpasa dan

umpama yang paling banyak dikuasai oleh masyarakat Batak Toba.

Seni rupa adalah suatu bentuk kesenian yang dapat dinikmati melalui penglihatan (mata). Pada masyarakat Batak Toba, ini dapat dilihat dari ukiran-ukiran pada rumah Batak (Jabu Bolon) yang menghiasi tiang-tiang dan dinding. Seni tari

dan gerak merupakan gabungan antara seni musik dan gerak yang dapat dinikmati oleh manusia melalui mata maupun telinga. Seni tari yang berkembang pada

masyarakat Batak Toba, yaitu berupa tor-tor, monsak, dan lain-lain.

2.2.6.1 Seni Musik

Musik pada masyarakat Batak Toba tercakup dalam dua bagian besar, yaiut

musik vokal dan musik instrumental.

2.2.6.1.1 Musik Vokal

(55)

pembagian terhadap musik vokal tradisional Batak Toba dalam delapan bagian, yaitu :

1.Ende mandideng, adalah musik vokal yang berfungsi untuk menidurkan anak (

lullaby)

2.Ende sipaingot, adalah musik vokal yang berisi pesan kepada putrinya yang akan

menikah. Dinyanyikan pada saat senggang pada hari menjelang pernikahan

tersebut.

3.Ende pargaulan, adalah musik vokal yang secara umum merupakan “solo-chorus”,

dan dinyanyikan oleh kaum muda-mudi dalam waktu senggang, biasanya malam

hari.

4.Ende tumba, adalah musik vokal yang khusus dinyanyikan saat pengiring tarian

hiburan (tumba). Penyanyinya sekaligus menari dengan melompat-lompat dan

berpegangan tangan sambil bergerak melingkar. Biasanya ende tumba ini

dilakukan oleh remaja dialaman (halaman kampung) pada malam terang bulan.

5.Ende sibaran, adalah musik vokal sebagai cetusan penderitaan yang

berkepanjangan. Penyanyinya adalah orang yang menderita tersebut, yang

menyanyi di tempat yang sepi.

6.Ende pasu-pasuan, adalah musik vokal yang berkenaan dengan pemberkatan.

Berisi lirik-lirik tentang kekuasaan yang abadi dari yang maha kuasa. Biasanya

dinyanyikan oleh orang-orang tua kepada keturunannya.

7.Ende hata, adalah musik vokal yang berupa lirik yang diimbuhi ritem yang disajikan

secara monoton, seperti metric speech. Liriknya berupa rangkaian pantun

(56)

dimainkan oleh kumpulan kanak-kanak yang dipimpin oleh seorang yang lebih

dewasa atau orang tua.

8.Ende andung, adalah musik vokal yang bercerita tentang riwayat hidup seseorang

yang telah meninggal dunia, yang disajikan pada saat atau setelah

disemayamkan. Dalam ende andung melodinya datang secara spontan sehingga

penyanyinya haruslah penyanyi yang cepat tanggap dan trampil dalam sastra

serta menguasai beberapa motif-motif lagu yang penting untuk jenis nyanyian

ini.

Demikian juga Hutasoit yang dikutip oleh Ritha Ony (1988 : 13) membagi

kategori musik vokal menjadi tiga jenis, yaitu:

1.Ende namarhadohoan, yaitu musik vokal yang dinyanyikan untuk acara-acara

namarhadohoan (resmi).

2.Ende siriakon, yaitu musik vokal yang dinyanyikan oleh masyarakat Batak Toba

dalam kegiatan sehari-hari.

3.Ende sibaran, yaitu musik vokal yang dinyanyikan dalam kaitannya dengan

berbagai peristiwa kesedihan atau dukacita.

Dari beberapa jenis musik vokal tersebut yang sering terdapat di kota Medan adalah jenis ende andung dan ende sibaran, dimana saat terjadi peristiwa dukacita, maka

akan ada ada beberapa pihak dari keluarga yang meninggal dunia tersebut yang

mengandungi41 jenazah orang yang meninggal dunia tersebut sebelum dimakamkan.

41

Gambar

Table 2 Jumlah penduduk menurut etnis di Keluraha Helvetia Timur, tahun 2008
Gambar 3: Bagian-Bagian Garantung
Gambar 12: Ukuran Bagian-Bagian pat (kaki penyangga).
Gambar 23: Kapak kayu                             Gambar 24: Kapak Siku (Takke-takke)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dalam skripsi ini, penulis akan membahas tentang organologi alat musik hasapi Batak Toba yang mengacu pada teori yang dikemukakan oleh Susumu Khasima di dalam APTA ( Asia

Dalam skripsi ini, penulis akan membahas tentang organologi alat musik hasapi Batak Toba yang mengacu pada teori yang dikemukakan oleh Susumu Khasima di dalam APTA (Asia

Penulis juga menggunakan beberapa teori lainnya seperti untuk mengetahui teknik permainan gondang boru buatan Bapak Ridwan Aman Nasution, penulis menggunakan pendekatan

Pekerjaan: Dosen praktek Minangkabau di Universitas Sumatera Utara Pengalaman Seni: Budayawan Minangkabau di Taman Budaya, Medan. Nama: Afri Yety (Istri Bapak Aziz

Kemampuan membuat alat musik tradisi yang pernah bapak Ridwan dapat dari. orang tua kemudian di perdalam sendiri oleh

Purba, dermawan, 2004.”Musik Tradisional Simalungun,” dalam Ben Pasaribu (ed), Pluralitas Musik Etnik.. Medan: Pusat Dokumentasi dan Pengkajian

Pekerjaan : PNS, Pemain Gonrang, Budayawan Simalungun, Pembuat alat musik Simalungun dan Toba. Nama :

teknik pembuatan dari alat musik gendang singanaki buatan Bapak Hasan Basri. Barus walaupun penulis hanya memperhatikan beliau dalam